Laporan Pendahuluan Fraktur Lumbal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR LUMBAL

A. DEFINISI

Vertebra lumbalis terletak di region punggung bawah antara region

torakal dan sacrum. Vertebra pada region ini ditandai dengan corpus vertebra

yang berukuran besar, kuat, dan tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5

(VL5) merupakan vertebra yang mempunyai gerakan terbesar dan

menanggung beban tubuh bagian atas (Yanuar 2015).

Fraktur lumbal adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang

bagian bawah. Bentuk cidera ini mengenai ligament, fraktur vertebra,

kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis

(Batticaca, 2018).

B. ETIOLOGI

Menurut Arif muttaqin (2015) penyebab dari fraktur adalah :

1. Kecelakaan lalu lintas

2. Kecelakaan olahraga

3. Kecelakaan industri

4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan

5. Luka tusuk, luka tembak

6. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)

7. Kejatuhan benda keras


Factor patologis : fraktur yang terjadi pada lansia yang mengalami

osteoporosis, tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain.

Factor stress : fraktur jenis ini dapat terjadi pada tulang normal akibat stress

tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stress ini biasanya

menyertai peningkatan yang cepat – tingkat latihan atlet, atau permulaan

aktivitas fisik yang baru.

C. MANIFESTASI

1. Manifestasi klinis fraktur antara lain :

a. Edema/pembengkakan

b. Nyeri: spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma

langsungpada jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori,

pergerakan padadaerah fraktur.

c. Spasme otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur.

d. Deformitas

e. Echimosis: ekstravasasi darah didalam jaringan subkutanKehilangan

fungsi

f. Crepitasi: pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma

terbuka

2. Manifestasi klinis fraktur vertebra berdasarkan lokasi fraktur adalah.

fraktur vertebra pada cervical

C1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan)

C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atas


C5 : gangguan fungsi tangan dan pergelangan tangan

C6 : gangguan fungsi tangan secara komplit

C7 : gangguan fungsi jari serta otot trisep

C8 : gangguan fungsi jariGangguan motoriknya yaitu kerusakan setinggi

servical menyebabkankelumpuhan tetrapareseb.

3. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada torakal

T1 : gangguang fungsi tangan

T1-T8 : gangguan fungsi pengendalian otot abdominal, gangguanstabilitas

tubuh

T9-T12 : kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan batang tubuh

4. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada lumbal Gangguan motorik yaitu

kerusakan pada thorakal sampai dengan lumbal memberikan gejala

paraparese

L1 : Abdominalis

L2 : Gangguan fungsi ejakulasi

L3 : Quadriceps

L4-L5 : Ganguan Hamstring dan knee, gangguan fleksi kaki dan lutut

5. Manifestasi klinis fraktur vertebra pada sacral Gangguang motorik

kerusakan pada daerah sacral menyebabkan gangguanmiksi & defekasi

tanpa para parese Segmen lumbar dan sacral . Cedera pada segmen lumbar

dan sakral dapat mengganggu pengendaliantungkai, sistem saluran kemih


dan anus. Selain itu gangguan fungsisensoris dan motoris, cedera vertebra

dapat berakibat lain sepertispastisitas atau atrofi otot.

S1 : Gangguan pengendalian tungkai

S2-S4 : Penile Erection

S2-S3 : Gangguan system saluran kemih dan anus

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur

lumbal menurut Mahadewa dan Maliawan (2017) adalah :

1. Foto Polos Pemeriksaan

foto polos terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view. Posisi lateral

dalam keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk melihat

instabilitas ligament.

2. CT Scan

CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang

mengenai elemen posterior dari tulang belakang. Fraktur dengan garis

fraktur sesuai bidang horizontal, seperti Chane fraktur, dan fraktur

kompresif kurang baik dilihat dengan CT scan aksial.

3. MRI

MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap kelainan medula

spinalis dan struktur ligamen. Identifikasi ligamen yang robek seringkali

lebih mudah dibandingkan yang utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah


terhadap penderita yang menggunakan fiksasi metal, dimana akan

memberikan artifact yang menggangu penilaian.

3. Elektromiografi dan Pemeriksaan Hantaran Saraf

Kedua prosedur ini biasanya dikerjakan bersama-sama 1-2 minggu setelah

terjadinya cedera. Elektromiografi dapat menunjukkan adanya denervasi

pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan pada otot paraspinal dapat

membedakan lesi pada medula spinalis atau cauda equina, dengan lesi

pada pleksus lumbal atau sacral.

4. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium klinik rutin dilakukan untuk menilai komplikasi

pada organ lain akibat cedera tulang belakang.

E. PATOFISOLOGI

Semua trauma tulang belakang harus dianggap suatu trauma yang hebat,

sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke rumah sakit

penderita harus secara hati-hati. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai

jaringan lunak pada tulang belakang, tulang belakang sendiri dan sumsum

tulang belakang (medulla spinalis) (Graham & Louis, 2015).

Mekanisme terjadinya trauma diataranya:

a. Fleksi

Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada

vertebra. Vertebra mengalami tekanan terbentuk remuk yang dapat


menyebabkan kerusakan atau tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila

terdapat kerusakan ligamen posterior, maka fraktur bersifat tidak stabil dan

dapat terjadi subluksasi.

b. Fleksi dan rotasi

Trauma jenis ini merupakan trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.

Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada

keadaan ini terjadi pergerakan ke depan/ dislokasi vertebra diatasnya. Semua

fraktur dislokasi bersifat tidak stabil.

c. Kompresi vertical (aksial)

Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan

menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahakan

permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk

dalam badan vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada

trauma ini elemen posterior masih intak sehingga fraktur yang terjadi bersifat

stabil

d. Hiperekstensi atau retrofleksi

Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan

ekstensi. Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada

vertebra torakolumbal. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami

kerusakan atau terjadi fraktur pada arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat

stabil.

e. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan

menyebabkan fraktur pada komponen lateral yaitu pedikel, foramen vertebra

dan sendi faset

Dengan adanya penekanan/kompresi yang berlangsung lama

menyebabkan jaringan terputus akibatnya daerah disekitar fraktur dapat

mengalami edema atau hematoma. Kompresi akibatnya sering menyebabkan

iskemia otot. Gejala dan tanda yang menyertai peningkatan tekanan

kompartemental mencakup nyeri, kehilangan sensasi dan paralisis.

Hilangnya tonjolan tulang yang normal, pemendekan atau pemanjangan

tulang dan kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu menyebabkan

terjadinya perubahan bentuk (deformitas).

F. PENATALAKSANAAN

1. Pertolongan pertama dan penanganan darurat:

a. Survey primer

Pertahankan airway dan imobilisasi tulang belakang:Breathing, Sirkulasi

dan perdarahan, Disabilitas: AVPU /GCS, pupil, Exposure : cegah

hipertermi

b. Resusitasi

Pastikan paten/intubasi, Ventilasi adaptif, Perdarahan berhenti nadi,

CRT, urin output

c. Survey sekunder

GCS 2. Kaji TTv nadi, tekanan darah, suhu, RR


2. Terapi pada fraktur vertebra diawali denganmengatasi nyeri dan stabilisasi

untuk cegah kerusakan yang lebih parahTindakan rehabilitasi

Penatalaksanaan pada fraktur vertebra lumbal diawali dengan mengatasi

nyeri dan stabilisasi untuk mencegah kerusakan yang lebih parah lagi.

Semuanya tergantung dengan tipe fraktur. Beberapa penatalaksanaan yang

dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut

a. Braces dan orchotics. Fraktur yang yang sifatnya stabil membutuhkan

stabilisasi, sebagai contoh : thoracolumbar-sacral (TLSO) untuk fraktur

punggung bagian bawah.

b. Reduksi fraktur (seting tulang) Berarti mengembalikan fragmen tulang

pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi atau

reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Traksi Adalah

alat yang digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.

Beratnya fraksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

c. Imobilisasi fraktur Adalah reduksi fraktur, fragmen tulang harus

diimobilisasikan atau dipatahkan dalam posisi kesejajarannya yang

benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan

fiksasi interna atau eksterna. Mempertahankan dan mengembalikan

fungsi dilakukan dengan berbagai pendekatan perubahan posisi, strategi,

peredaran nyeri, pemberian analgetik, latihan atau aktivitas sehari-hari

yang diusakan untuk memperbaiki fungsi.

F. KOMPLIKASI
1. Syok

Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke

jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah

besarakibat trauma.

2. Mal union

Pada keadaan ini terjadi penyambungan fraktur yang tidak normal sehingga

menimbulkan deformitas.

3. Non union

Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan tulang.

4. Delayed union

Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung

dalamwaktu lama atau lambat dari waktu proses penyembuhan fraktur

secara normal.

5. Tromboemboli,

infeksi, koagulopati intravaskuler diseminata (KID).

6. Emboli lemak

Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum

tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler..

7. Sindrom Kompartemen

Terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada tungkai atas maupun

tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya.


8. Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan

iskemia,dan gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri

ataukeadaan penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan

ataupemasangan traksi.

G. PENGKAJIAN

Menurut Arif Muttaqin (2015) hal-hal yang perlu dikaji pada pasien fraktur

lumbal adalah sebagai berikut

1. Pengkajian.

a. identitas klien, meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia

muda), jenis kela min (kebanyakan laki-laki karena sering mengebut

saat mengendarai motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat,

pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit

(MRS), nomor register, dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan

kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,

inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot, hiperestesia

tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada daerah trauma.

c. Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang belakang

akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri,

jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma karena

tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan benda keras. Pengkajian

yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas paralisis (dimulai dari


paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas secara total dan

melemah/menghilangnya reeks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine,

dan hilangnya refleks-refleks.

d. Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol. Perawat perlu

menanyakan masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan

alkohol kepada klien atau keluarga yang mengantar klien (bila klien

tidak sadar) karena sering terjadi beberapa klien yang suka kebu t-kebu

tan meneeunakan obat-oba tan adiktif atau alkohol.

e. Riwayat penyakit dahulu. Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi

adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti

osteoporosis dan osteoartritis yang memungkinkan terjadinya kelainan

pada tulang belakang. Penyakit lainnya, seperti hipertensi,

riwayatcedera tulang belakang sebelumnya, diabetes melitus, penyakit

jantung, anemia, penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin,

vasodilator, dan obat-obat adiktif perlu ditanyakan agar pengkajian lebih

komprehensif.

f. Pengkajian psikososiospiritual. Pengkajian mengenai mekanisme koping

yang digunakan klien diperlukan untuk menilai respons emosi klien

terhadap penyakit yang dideritanya, perubahan peran klien dalam

keluarga dan masyarakat, serta respons atau pengaruhnya dalam

kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat.


g. Pemeriksaan fisik. Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada

keluhan klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data

pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per

sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone)

yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien. Umumnya, klien

yang mengalami cedera tulang belakang tidak mengalami penurunan

kesadaran. Tanda-tanda vital mengalami perubahan, seperti bradikardia,

hipotensi, dan tandatanda syok neurogenik, terutama trauma pada

servikal dan toraks bagian atas.

1) Pernapasan perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi

blok saraf parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otototot

pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan jalur simpatik

desenden akibat trauma pada tulang belakang sehingga jaringan

saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa keadaan trauma

sumsum tulang belakang pada daerah servikal dan toraks diperoleh

hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.

a) Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,

sesak napas, penggunaan otot bantu napas, peningkatan frekuensi

pemapasan, re traksi interkostal, dan pengembangan paru tidak

simetris. Pada observasi ekspansi dada dinilai penuh a tau tidak

penuh dan kesimetrisannya. Ketidaksimetrisan mungkin

menunjukkan adanya atelektasis, lesi pada paru, obstruksi pada


bronkus, fraktur tulang iga, dan pneumotoraks. Selain itu, juga

dinilai retraksi otot-otot interkostal, substernal, dan pernapasan

abdomen.

b) Respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola napas

ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu

mcnggerakkan dinding dada akibat adanya blok saraf

parasimpatis.

c) Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan sisi yang

lain akan didapatkan apabila trauma terjadi pada rongga toraks.

d) Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak apabila

trauma terjadi pada toraks/hematoraks.

e) Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas berbunyi,

stridor, ronki pada klien dengan peningkatan produksi sekret,

dan kemampuan batuk menu run sering didapatkan pada klien

cedera tulang belakang yang mengalami penurunan tingkat

kesadaran (koma). Saat dilakukan pemeriksaan sistem

pemapasan klien cedera tulang belakang dengan fraktur

dislokasivertebra lumbalis dan protrusi diskus intervertebralis L-

5 dan S-1, klien tidak mengalami kelainan inspeksi pemapasan.

Pada palpasi toraks, didapatkan taktil fremitus seimbang kanan

dan kin. Pada auskultasi, tidak didapatkan suara napas tambahan.


2) Kardiovaskular Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera

tulang belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan

intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular klien

cedera tulang belakang pada beberapa keadaan adalah tekanan

darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing saat melakukan

perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat. Bradikardia

merupakan tanda perubahan perfusi jaringan otak. Kulit yang

tampak pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin

dalam darah. Hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi

jaringan dan tanda-tanda awal dari suatu renjatan.

3) Persyarafan

a) Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons terhadap

Iingkungan adalah indika tor paling sensitif untuk disfungsi

sistem persarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat

peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Pada

keadaan lanjut, kesadaran klien cedera tulang belakang biasanya

berkisar dari letargi, stupor, semikoma sampai koma.

b) Pemeriksaan fungsi serebral. Pemeriksaan dilakukan dengan

mengobservasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi

wajah, dan aktivitas motorik klien. Klien yang telah lama

mengalami cedera tulang belakang biasanya mengalami

perubahan status mental.


c) Pemeriksaan Saraf kranial:

Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera tulang

belakang dan tidak ada Kelaina fungsi penciuman.

Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan dalam

kondisi normal.

Saraf III, 1V, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan mengangkat

kelopak mata dan pupil isokor.

Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak

mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks komea biasanya

tidak ada kelainan

Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah

simetris.

Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli

persepsi.

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan

trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi leher dan

kaku kuduk

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan

tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

d) Pemeriksaan refleks: (1) Pemeriksaan refleks dalam. Refleks

Achilles menghilang dan refleks pa tela biasanya melemah

karena kelemahan pada otot hamstring. (2) Pemeriksaan refleks


patologis. Pada fase akut refleks fisiologis akan menghilang. Se

telah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali yang

didahului dengan refleks patologis. (3) Refleks Bullbo

Cavemosus positif

e) Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma pada

kauda ekuina, is mengalami hilangnya sensibilitas secara me-

netap pada kedua bokong, perineum, dan anus. Pemeriksaan

sensorik superfisial dapat memberikan petunjuk mengenai lokasi

cedera akibat trauma di daerah tulang belakang

f) Perkemihan Kaji keadaan urine yang meliputi warna, jumlah,

dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine. Penurunan

jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat terjadi akibat

menurun-nya perfusi pada ginjal.

g) Pencernaan. Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia, sering

dida-patkan adanya ileus paralitik. Data klinis menunjukkan

hilangnya bising usus serta kembung dan defekasi tidak ada. Hal

ini merupakan gejala awal dari syok spinal yang akan

berlangsung beberapa ha ri sampai beberapa minggu.

Pemenuhan nutrisi berkurang karena ada¬nya mual dan

kurangnya asupan nutrisi. Pemeriksaan rongga mulut dengan

menilai ada tidaknya lesi pada mulut atau perubahan pada lidah

dapat menunjukkan adanya dehidrasi.


h) Muskuloskletal. Paralisis motor& dan paralisis alat-alat dalam

bergantung pada ketinggian terjadinya trauma. Gejala gangguan

motorik sesuai dengan distribusi segmental dari saraf yang

terkena

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Identitas klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,

status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.

register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan utama

Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri

tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk

memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi

factor presipitasi nyeri.

2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau

digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.

3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit

menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.

4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh

rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.

5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk

pada malam hari atau siang hari.

c. Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,

yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap

klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga

nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana

yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya

kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.

d. Riwayat penyakit terdahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.

Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang

menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.

Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt

beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes

menghambat proses penyembuhan tulang.

e. Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan

salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes,


osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker

tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.

f. Riwayat psikososial

Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya

dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam

masyarakat.

g. Pola Fungsional Gordon

1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan

pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk

membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga

meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang

dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol

yang bisa mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan

olahraga atau tidak.

2) Pola nutrisi dan metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan

sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya

untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola

nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah

muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak


adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal

terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat

degenerasi dan mobilitas klien.

3) Pola eliminasi

Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi,

tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna

serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola

eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah.

Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.

4) Pola tidur dan istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal

ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,

pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,

kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

5) Pola aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk

kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak

dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk

aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk

pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang

lain.
6) Pola hubungan dan peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.

Karena klien harus menjalani rawat inap.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan

kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk

melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya

yang salah (gangguan body image).

8) Pola sensori dan kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal

fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu

juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga,

timbul rasa nyeri akibat fraktur.

9) Pola reproduksi seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan

seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta

rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status

perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.

h. Pemeriksaan fisik

Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk

mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini

perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan


dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi

lebih mendalam.

1) Gambaran umum

Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,

seperti:

Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

tergantung pada keadaan klien.

a) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat

dan pada kasus fraktur biasanya akut.

b) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi

maupun bentuk.

2) Head to toe

a) Sistem integument

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,

oedema, nyeri tekan.

b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada

penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek

menelan ada.

d) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi

maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.

e) Mata

Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena

tidak terjadi perdarahan).

f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi

atau nyeri tekan.

g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.

h) Mulut dan faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa

mulut tidak pucat.

i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.

j) Paru-paru

Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung

pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.

Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan

lainnya.

Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara


tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

k) Jantung

Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.

Perkusi : Pekak

Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.

l) Abdomen

Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak

teraba.

m) Genitalia

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan

BAB.

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut

2. Hambatan mobilitas fisik

3. Defisit perawatan diri

4. Ansietas

5. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

6. Risiko infeksi
7. Resiko jatuh

3. Rencana / Tindakan Intervensi

N Rencana Intervensi
Diagnosa Noc Nic
o
1. Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian
Faktor yang berhubungan : tindakan keperawatan nyeri komprehensif
1. Agens cedera biologis selama…….. pasien akan yang meliputi lokasi,
(mis, infeksi, iskemia, meperlihatkan karasteristik, dan
neoplasma)  Pain level durasi nyeri
2. Agens cereda fisik (mis,  Pain control 2. Minta pasien untuk
abses, amputasi, luka  Comfort level menilai nyeri
bakar, terpotong, Dengan kriteria hasil : atauketidaknyamanan
mengangkat berat, 1. Mampu pada skala 0-10.
prosedur bedah, trauma, mengontrol 3. Observasi isyarat non
olahraga berlebihan) nyeri, (mampu verbal
3. Agens cedera kimiawi menggunakan ketidaknyamanan,
(mis., luka bakar, teknik khususnya pada
kapsaisin, metilen nonfarmakologi mereka yang tidak
klorida, agens mustard) untuk mengurangi mampu berkomunikasi
nyeri, mencari efektif
bantuan) 4. Berikan informasi
2. Melaporkan bahwa tentang nyeri, seperti
nyeri berkurang penyebab nyeri,
dengan berapa lama akan
menggunakan berlangsung dan
manajemen nyeri antisipasiketidaknyam
3. Mampu mengenali anan akibat prosedur
nyeri (skala nyeri, 5. Observasi TTV
intensitas, 6. Gali bersama pasien
frekuensi dan tanda faktor yang dapat
nyeri) menurunkan atau
4. Menyatakan rasa memperberat
nyaman setelah keadaannya
nyeri berkurang 7. Ajarkan teknik non
5. Tanda vital dalam farmakologis
rentang normal (relaksasi napas
6. Tidak mengalami dalam).
gangguan tidur 8. Kendalikan factor
Batasan karakterisitk : lingkungan yang dapat
Subjektif : mempengaruhi respon
1. Melaporkan nyeri pasien terhadap
secara verbal dengan ketidaknyamanan
isyarat 9. Kolaborasi dengan
2. Melaporkan nyeri dokter anti analgetik
Objektif :
1. Posisi untuk
menahan/menghinda
ri nyeri
2. Gangguan tidur
3. Terfokus pada diri
sendiri
4. Respon autonom
(seperti diaphoresis,
perubahan tekanan
darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi pupil)
5. Perubahan
autonomic dalam
tonus otot (mungkin
dalam rentang dari
lemah ke kaku)
6. Tingkahlaku agresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel,
napas
panjang/berkeluh
kesah)

2. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan Exercise therapy :


Faktor yang berhubungan : tindakan keperawatan ambulation
1. Intoleransi aktivitas selama…jam pasien akan 1. Kaji kemampuan klien
2. Perubahan metabolism memperlihatkan : dalam mobilisasi
sel  Joint movement active 2. Ajarkan klien tentang
3. Ansietas  Mobility level teknik ambulasi
4. Gangguan kognitif  Self care : ADLs 3. Ajarkan dan bantu
5. Kelemahan  Transfer performance pasien dalam proses
6. Penurunan daya tahan Dengan kriteria hasil: berpindah
7. Ketidaknyamanan 1. Klien 4. Berikan penguatan
8. Nyeri meningkatkan positif selama aktivitas
9. Gangguan sensori aktifitas fisik 5. Ajarkan dan dukung
persepsi 2. Mengerti tujuan pasien dalam latihan
10. Gangguan dari peningkatan ROM aktif dan pasif
Musculoskeletal mobilitas untuk
11. Kurang dukungan 3. Meminta bantuan mempertahankan atau
lingkungan fisik atau untuk aktivitas meningkatkan
social mobilitas kekuatan dan
12. Penurunan kekuatan, 4. Melakukan ketahanan otot
kendali, atau massa otot aktivitas fisik 6. Ubah posisi pasien
sehari-hari secara yang imobilisasi
mandiri minimal setiap dua
5. Bergerak dengan jam, berdasarkan
mudah jadwal spesifik
6. Berjalan dengan 7. Monitoring vital sign
langkah-langkah sebelum /sesudah
benar sejauh…… latihan dan lihat
(sebutkan jarak) respon pasien saat
Batasan karakteristik latihan
1. Penurunan waktu 8. Konsultasikan dengan
reaksi terapi fisik tentang
2. Kesulitan membolak- rencana ambulasi
balik posisi tubh sesuai dengan
3. Asyik dengan kebutuhan
aktivitas lain sebagai
pengganti pergerakan
4. Dispnea saat
beraltivitas
5. Perubahan cara
berjalan (misalnya
penurunan aktivitas
dan gaya berjalan,
kesulitan untuk
memulai berjalan,
langkah kecil, berjalan
dengan menyeret
kaki)
6. Gerakan tidak teratur
atau tidak terkordinasi
7. Ketidakstabilan postur
tubuh saat melakukan
aktivitas kehidupan
sehari-hari
3. Defisit perawatan diri: Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan untuk
mandi tindakan keperawatan.. menggunakan alat bantu
Faktor yang berhungan : jam pasien akan 2. Kaji membrane mukosa
1. Ansietas berat memperlihatkan : oral dan kebersihan
2. Gangguan fungsi  Kemampuan untuk tubuh setiap hari
kognitif atau persepsi membersihkan tubuh 3. Kaji kondisi kulit saat
3. Gangguan secara mandiri dengan mandi
muskuloskeleteal atau tanpa alat bantu 4. Pantau kebersihan kuku
4. Kerusakanneuromuscula  Kemampuan untuk sesuai kemampuan
r mempertahankan perawtan diri pasien
5. Kendala lingkungan kebersihan pribadi dan 5. Ajarkan pasien atau
6. Ketidakmampuan penampilan yang rapi keluarga menggunakan
merasakan bagian tubuh secara mandiri dengan metode alternative
7. Ketidakmampuan atau tanpa alat bantu untuk mandi dan
merasakan hubungan Setelah hygiene oral
spasial Dengan criteria hasil : 6. Libatkan keluarga
8. Nyeri 1. Mengambil dalam pemberian
9. Penurunan motivasi perawtan mandi asuhan
2. Mandi di bak 7. Berikan bantuan sampai
3. Membersihkan area pasien benar-benar
perineal mampu melakukan
4. Menerima bantuan perawatan diri secara
atau perawtan total mandiri
dari pemberi 8. Gunakan dan terapi
asuhan okupasi fisioterapi
5. Mengungkapkan sebagai sumber-sumber
secara verbal dalam merencanakan
tetnang kepuasan tindakan keperawtan
kebersihan tubuh pasien misalnya
dan hygiene oroal menyediaka
6. Mempertahankn perlengkapan adaptif
mobilitas yang
dioperlukan untuk
ke kamar mandi
dan mnyediakan
perlengkapan
mandi
7. Membersihkan dan
mengeringkan
tubuh
8. Melakukan
perawatan tubuh
Batasan karakteristik :
1. Ketidakmampuan
membasuh tubuh
2. Ketidakmampuan
mengakses kamar
mandi
3. Ketidakmampuan
mengambil
perlengkapan
4. Ketidakmampuan
mengeringkan tubuh
5. Ketidakmampuan
menjangkau sumber
air mandi

4. Ansietas Setelah dialkukan 1. Kaji pennyebab


Faktor yang berhubungan : tindakan keperawtan… ansietas
1. Ancaman kematian jam pasien akan 2. Libatkan keluarga
2. Ancaman pada status memperlihatkan : untuk mendampingi
terkini  Pengendalian diri pasien
3. Hubungan terhadap kecemasan 3. Identifikasi tingkat
keluarga/hereditas  Tindakan personal kecemasan
4. Kebutuhan yang tidak untuk mengatasi 4. Jelaskan semua
dipenuhi stressor yang prosedur, termasuk
5. Konflik tentang tujuan membebenai sumber- sensasi yabg biasa
hidup sumber individu dirasakan selama
6. Krisis maturasi dan krisis Dengan kriteria hasil : prosedur
situasi 1. Klien mampu 5. Bantu pasien
7. Pajanan pada toksin mengidentifikasi dan mengenal situasi yang
8. Transmisi dan penularan mengungkapkan menimbulkan
interpersonal gejala cemas kecemasan
9. Ancaman atau perubahan 2. Mengidentifikasi, 6. Dorong pasien untuk
pada stats pean mengungkapkan dan mengungkapkan
(mis.,status ekonomi, menunjukan teknik perasaan, ketakutan,
lingkungan, status untuk mengontrol persepsi
kesehatan, fungsi peran, cemas 7. Sediakan iforamasi
status peran) 3. Vital sign dalam batas factual terkait
10.Stres normal diagnosis, terapi dan
4. Postur tubuh, ekspresi prognosis
wajah, bahasa tubuh 8. Caba tehnik imajinasi
dan tingkat aktifitas terbimbing dan
menunjukkan relaksai progresif
berkurangnya 9. Kolaborasi pemberian
kecemasan obat anti cemas
Batasan karakteristik
Perilaku
1. Gelisah
2. Gerakan ekstra
3. Insomnia
4. Kontak mata yang
buruk
5. Melihat sepintas
6. Perilaku mengintai
7. Tampak waspada
Afektif
1. Berfokus pada sendiri
2. Distres
3. Gelisah
4. Gugup
5. Kesedihan yang
mendalam
6. Ketakutan
7. Menggemerutukkan
gigi
8. Perasaan tidak adekuat
9. Putus asa
Fisiologi
1. Gemetar
2. Peningkatan keringat
3. Peningkatan
ketegangan
4. Suara bergetar
5. Tremor
6. Wajah tegang
Kognitif
1. Bloking pikiran
2. Cenderung
menyalahkan orang
lain
3. Gangguan konsentrasi
4. Gangguan perhatian
5. Konfusi
6. Lupa, melamun
7. Menyadari gejala
fisiologi
8. Penurunan
kemampuan untuk
belajar
9. Penurunan
kemampuan untuk
memecahkan masalah

5. Risiko ketidakefektifan Setelah dilakukan 1. Pantau nadi perifer secra


perfusi jaringan perifer tindakan keperawtan… bilateral
Faktor risiko : jam pasien akan 2. Kaji warna dan suhu
1. Usi  60 tahun memperlihatkan : kulit
2. Kurang pengetahuan Keadekuatan aliaran 3. Periksa pengisian ulang
factor yang menganggu ( darah melalui pembuluh kapiler
meroko, gaya hiduo darah kecil ekstremitas 4. Kaji dan jelaskan semua
kurang gerak, trauma, untuk mempertahankan nyeri di ekstremitas
obesitas, asuoan garam fungsi jaringan 5. Kaji dfaktor risiko
dan imoblitias) Dengan kriteria hasil : ( hipertensi, DM dan
3. Kurang pengetshuan 1. Kulit di ekstremitas lansia)
proses penyakit hangat dan dingin 6. Jelaskn manfaat latihan
4. Diabetes mellitus 2. Rubor atau palor tidak fisik teratur
5. Prosedur endovascular dependen 7. Kaji kemampuan
6. Hipertensi 3. Haluaran urine dalam merawat diri pasien,
7. Gaya hidup kurang gerak batas normal terutama dengan tidak
4. Tidak ada odema mengabaikan perawatan
5. Tidak baal atau kaki
parastesia pada 8. Jelaskan tehnik
ekstremitas perawtan kaki dan
6. Tidak ada ulkus di pentingnya melakukan
ekstremitas perawatan kaki
7. Pengisian kapiler
dalam batas normal

6. Risiko Infeksi Setelah dilakukan 1. Pertahankan teknik


Faktor-faktor risiko: tindakan keperawtan.. jam aseptik
1. Prosedur infasif pasien akan 2. Batasi pengunjung bila
2. Kerusakan jaringan dan memperlihatkan : perlu
peningkatan paparan  Immune status 3. Cuci tangan setiap
lingkungan  Knowledge : sebelum dan sesudah
3. Malnutrisi infection control tindakan keperawatan
4. Peningkatan paparan  Risk control 4. Tingkatkan intake
lingkungan patogen Dengan kriteria hasil : nurisi
5. Imunosupresi 1. Klien bebas dari tanda 5. Monitor tanda dan
6. Tidak adekuat dan gejala infeksi gejala infeksi sistemik
pertahanan sekunder 2. Menunjukkan dan lokal
(penurunan Hb, kemampuan untuk 6. Inspeksi kulit dan
leukopenia, penekanan mencegah timbulnya membran mukosa
respon inflamasi) infeksi terhadap kemerahan,
7. Penyakit kronik 3. Jumlah leukosit dalam panas, drainase
8. Pertahanan primer tidak batas normal 7. Edukasi pasien dan
adekuat (kerusakan kulit, 4. Menunjukkan perilaku keluarga tanda dan
trauma jaringan, hidup sehat gejala infeksi
gangguan peristaltik} 5. Status imun, 8. Tingkatkan intake
9. Kurang pengetahuan gastrointestinal, cairan
10. Gangguan integritas genitourinaria dalam 9. Kolaborasi pemberian
kulit batas normal terapi antibiotik

7. Resiko Jatuh Setelah dilakukan 1. Kaji resiko jatuh pada


Faktor resiko tindakan keperawtan … pasien
Dewasa jam pasien akan 2. Identifikasi faktor yang
1. Penggunaan alat bantu memperlihatkan : mempengaruhi
(mis., walker, tongkat,  Keseimbangan kebutuhan keamanan
kursi roda)  Gerakan terkoordinasi 3. Identifikasi faktoe
2. Prostesis ekstremitas  Perilaku pencegahan ligkungan yang dapat
bawah jatuh meningkatkan risiko
3. Riwayat jatuh Dengan kriteria hasil: jatuh
4. Tinggal sendiri 1. Tidak ada jatuh ketika 4. Bantu pasien saat
5. Usia ≥65 tahun berdiri tegak, berjalan, ambulasi jika perlu
6. Lingkungan yang tidak ketika duduk, ketika 5. Atur tata letak barang-
terorganisir berpindah tempat, barang ditempat yang
7. Kurang pencahayaan tidak jatuh dari tempat mudah diajangkau
8. Kurang material antislip tidur 6. Singkirkan bahaya
dikamar mandi 2. Menciptakan lingkungan
9. Ruang yang tidak di lingkungan yang 7. Pantau cara berjalan,
kenal aman seperti keseimbangan, dan
10. Pemajanan pada kondisi memasang susur tingkat keletihan pada
cuaca tidak aman (mis., tangga, menggunakan saat ambulasi
lantai basah) matras mandi karet 8. Rujuk ke ahli
Anak-anak dan susur tangan fisioterapi untuk
1. jenis kelamin laki-laki 3. Mengidentifikasi latihan cara berjalan
berusia <1 tahun risiko yang dan latihan fisik
2. kurang pengawasan meningkatkan
3. kurang pengekangan kerentanan terhadap
pada mobil risiko jatuh
4. Tidak ada pagar pada 4. Menghindari cedera
tangga fisik akibat jatuh
5. Tidak ada terali pada
jendela
usia≤2 tahun
DAFTAR PUSTAKA
Aron B, Walter CO. (2016). Vertebral compreesion fractures : treatment and
evaluation (serial online) (diakses 10 April 2019); Diunduh dari
http://bjr.birjournals.org/cgi/reprint/75/891/207.pdf.
Graham, A. and Louis, S. (2015). Ortopedi Fraktur System Apley; edisi ketujuh.
Jakarta: Widya medika.
Rasjad, C. (2017). Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Jakarta : PT. Yarsif
Watampone.
Judith M. Wilkilson 2016 . Diagnosis Keperwatan Nanda Nic Noc Ed 10. Jakarta.
EGC
Ahmad ramali, 2011. Anatom fisiologi umum untuk perawat, Jakarta PT. Enda
Morfosa. EGC
Setiati, ddkk, 2014. Fraktur kompresi medulla spinalis, (diakses 10 April 2019);
Diunduh dari http://bjr.birjournals.org/cgi/reprint/60/200/231.pdf
Bandung. EGC.
Beatson 2010, Walking and leisure-time-aktivity- and risk of hip fracture
compression in postmenopausal. Journal of the American medical
association.
Hanna & Letizia, 2012, critical rehabilitation of the patient with spinal cord injury
.critval care nursing quarterly.

Anda mungkin juga menyukai