LP Cholelitiasis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

CHOLELITIASIS
DI RUANG BAJI KAMASE RSUD LABUANG BAJI MAKASSAR

NAMA : YOAN MARIA AGUSTA


NIM : 19193065

CI. LAHAN CI. INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) GUNUNG SARI MAKASSAR
2019
BAB I

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi
Kolelitiasis disebut juga batu empedu, gallstones, biliary calculus.
Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung
empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung
empedu. Batu empedu adalah timbunan kristal di dalam kandung empedu
atau di dalam saluran empedu. Batu yang ditemukan di dalam kandung
empedu disebut kolelitiasis, sedangkan batu di dalam saluran empedu
disebut koledokolitiasis (Nucleus Precise Newsletter, 2011).
Kolelitiasis adalah material atau kristal tidak berbentuk yang terbentuk
dalam kandung empedu. Komposisi dari kolelitiasis adalah campuran dari
kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan matriks inorganik. Lebih dari 70%
batu saluran empedu adalah tipe batu pigmen, 15-20% tipe batu kolesterol
dan sisanya dengan komposisi yang tidak diketahui. Di negara-negara Barat,
komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sehingga sebagian
batu empedu mengandung kolesterol lebih dari 80% (Majalah Kedokteran
Indonesia, 2007).
B. Etiologi
Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan
asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein
dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan
sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu. Sementara itu, komponen utama dari batu empedu adalah
kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan empedu menjadi
jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu.
C. Faktor Resiko
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin
besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut
antara lain :
1. Wanita (beresiko dua jadi lebih besar dibanding laki-laki
2. Usia lebih dari 40 tahun
3. Kegemukan (obesitas)
4. Faktor keturunan
5. Aktivitas fisik
6. Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan)
7. Hiperlipidemia
8. Diet tinggi lemak dan rendah serat
9. Pengosongan lambung yang memanjang
10. Nutrisi intravena jangka lama
11. Dismotilitas kandung empedu
12. Obat-obatan antihiperlipedmia (clofibrate)
13. Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati,
pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus
(kekurangan garam empedu)
14. Ras/etnik (Insidensinya tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh kulit
putih, baru orang Afrika)
D. Patofisiologi
Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan
empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3)
berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol
merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu,
kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila
perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan
kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak
larut dalam media yang mengandung air. Empedu dipertahankan dalam
bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral
kolesterol, dikelilingi oleh mantel yang hidrofilik dari garam empedu dan
lesitin. Jadi sekresi kolesterol yang berlebihan, atau kadar asam empedu
rendah, atau terjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik.
Pembentukan batu dimulai hanya bila terdapat suatu nidus atau inti
pengendapan kolesterol. Pada tingkat supersaturasi kolesterol, kristal
kolesterol keluar dari larutan membentuk suatu nidus, dan membentuk suatu
pengendapan. Pada tingkat saturasi yang lebih rendah, mungkin bakteri,
fragmen parasit, epitel sel yang lepas, atau partikel debris yang lain
diperlukan untuk dipakai sebagai benih pengkristalan. (Schwartz S 2000).
Batu pigmen terdiri dari garam kalsium dan salah satu dari keempat
anion ini : bilirubinat, karbonat, fosfat dan asam lemak. Pigmen (bilirubin)
pada kondisi normal akan terkonjugasi dalam empedu. Bilirubin
terkonjugasi karena adanya enzim glokuronil tranferase bila bilirubin tak
terkonjugasi diakibatkan karena kurang atau tidak adanya enzim glokuronil
tranferase tersebut yang akan mengakibatkan presipitasi/pengendapan dari
bilirubin tersebut. Ini disebabkan karena bilirubin tak terkonjugasi tidak
larut dalam air tapi larut dalam lemak.sehingga lama kelamaan terjadi
pengendapan bilirubin tak terkonjugasi yang bisa menyebabkan batu
empedu tapi ini jarang terjadi.
E. Tanda dan Gejala
1. Rasa nyeri dan kolik bilier.
Jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan
mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas
dan mungkin teraba massa padat pada abdomen. Pasien dapat
mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kuadaran
kanan atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan; rasa nyeri ini
biasanya disertai mual dan muntah dan bertambah hebat dalam makan
makanan dalam porsi besar. Pada sebagian pasien rasa nyeri bukan
bersifat kolik melainkan persisten. Serangan kolik bilier semacam ini
disebabkan kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan
empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan
distensi, bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding
abdomen pada daerah kartilago kosta 9 dan 10 kanan. Sentuhan ini
menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas
ketika pasien melakukan inspirasi dalam dan menghambat
pengembangan rongga dada.
2. Ikterus
Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam dudodenum akan
menimbulkan gejala yang khas, yaitu: gatah empedu yang tidak lagi
dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan
empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna kuning.
Keadaan ini sering disertai dengan gejal gatal-gatal pada kulit.
3. Perubahan warna urine dan feses.
Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan membuat urine berwarna
sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai oleh pigmen empedu aka
tampak kelabu, dan biasanya pekat yang disebut “Clay-colored”.
4. Defisiensi Vitamin.
Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu absorbsi vitamin
A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat memperlihatkan
gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi bilier berlangsung
lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang
normal.(Smeltzer, 2002).
5. Regurgitasi gas: flatus dan sendawa
F. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Radiologi
Pemeriksaan USG telah menggantikan kolesistografi oral sebagai
prosedur diagnostik pilihan karena pemeriksaan ini dapat dilakukan
dengan cepat dan akurat, dan dapat digunakan pada penderita disfungsi
hati dan ikterus. Disamping itu, pemeriksaan USG tidak membuat
pasien terpajan radiasi inisasi. Prosedur ini akan memberikan hasil yang
paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga
kandung empedunya berada dalam keadan distensi. Penggunaan ultra
sound berdasarkan pada gelombang suara yang dipantulkan kembali.
Pemeriksan USG dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau
duktus koleduktus yang mengalami dilatasi.
2. Radiografi: Kolesistografi
Kolesistografi digunakan bila USG tidak tersedia atau bila hasil USG
meragukan. Kolangiografi oral dapat dilakukan untuk mendeteksi batu
empedu dan mengkaji kemampuan kandung empedu untuk melakukan
pengisian, memekatkan isinya, berkontraksi serta mengosongkan isinya.
Oral kolesistografi tidak digunakan bila pasien jaundice karena liver
tidak dapat menghantarkan media kontras ke kandung empedu yang
mengalami obstruksi. (Smeltzer dan Bare, 2002).
3. Sonogram
Sonogram dapat mendeteksi batu dan menentukan apakah dinding
kandung empedu telah menebal. (Williams 2003).
4. ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi)
Pemeriksaan ini memungkinkan visualisasi struktur secara langsung
yang hanya dapat dilihat pada saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi
insersi endoskop serat optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga
mencapai duodenum pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke
dalam duktus koleduktus serta duktus pankreatikus, kemudian bahan
kontras disuntikan ke dalam duktus tersebut untuk menentukan
keberadaan batu di duktus dan memungkinkan visualisassi serta
evaluasi percabangan bilier (Smeltzer,SC dan Bare,BG 2002).
5. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kenaikan serum kolesterol
b. Kenaikan fosfolipid
c. Penurunan ester kolesterol
d. Kenaikan protrombin serum time
e. Kenaikan bilirubin total, transaminase (Normal < 0,4 mg/dl)
f. Penurunan urobilirubin
g. Peningkatan sel darah putih: 12.000 - 15.000/iu (Normal : 5000 -
10.000/iu)
h. Peningkatan serum amilase, bila pankreas terlibat atau bila ada batu
di duktus utama (Normal: 17 - 115 unit/100ml)
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis :
1. Asimtomatik
2. Obstruksi duktus sistikus
3. Kolik bilier
4. Kolesistitis akut
5. Perikolesistitis
6. Peradangan pankreas (pankreatitis)
7. Perforasi
8. Kolesistitis kronis
9. Hidrop kandung empedu
10. Empiema kandung empedu
11. Fistel kolesistoenterik
12. Batu empedu sekunder (Pada 2-6% penderita, saluran menciut kembali
dan batu empedu muncul lagi)
13. Ileus batu empedu (gallstone ileus)
H. Penatalaksanaan
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non
bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala
yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis
simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik.
1. Penatalaksanaan Nonbedah
a. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung
empedu sembuh dengan istirahat, cairan infus, penghisapan
nasogastrik, analgesik dan antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda
sampai gejala akut mereda dan evalusi yang lengkap dapat
dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien memburuk (Smeltzer, SC
dan Bare, BG 2002). Manajemen terapi :
1) Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
2) Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
3) Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
4) Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk
mengatasi syok.
5) Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
b. Disolusi medis
Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan
pemberian obat-obatan oral. Ursodeoxycholic acidlebih dipilih
dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping
yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholicseperti
terjadinya diare, peningkatan aminotransfrasedan
hiperkolesterolemia sedang
c. Disolusi kontak
Terapi contact dissolutionadalah suatu cara untuk menghancurkan
batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam
kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau
alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai
adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu
alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu
menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan
batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat
menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan
terbentuknya kembali batu kandung empedu.
d. Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL)
Prosedur non invasive ini menggunakan gelombang kejut berulang
(Repeated Shock Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam
kandung empedu atau duktus koledokus dengan maksud memecah
batu tersebut menjadi beberapa sejumlah fragmen. (Smeltzer &
Bare, 2002).
ESWL sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu. Analisis
biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini
hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan
untuk menjalani terapi ini.
e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)
Pada ERCP, suatu endoskop dimasukkan melalui mulut,
kerongkongan, lambung dan ke dalam usus halus. Zat kontras
radioopak masuk ke dalam saluran empedu melalui sebuah selang di
dalam sfingter oddi. Pada sfingterotomi, otot sfingter dibuka agak
lebar sehingga batu empedu yang menyumbat saluran akan
berpindah ke usus halus. ERCP dan sfingterotomi telah berhasil
dilakukan pada 90% kasus. Kurang dari 4 dari setiap 1.000
penderita yang meninggal dan 3-7% mengalami komplikasi,
sehingga prosedur ini lebih aman dibandingkan pembedahan perut.
ERCP saja biasanya efektif dilakukan pada penderita batu saluran
empedu yang lebih tua, yang kandung empedunya telah diangkat
2. Penatalaksanaan Bedah
a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna
yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada
0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparaskopi
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990
dan sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara
laparoskopi. 80-90% batu empedu di Inggris dibuang dengan cara
ini karena memperkecil resiko kematian dibanding operasi normal
(0,1-0,5% untuk operasi normal) dengan mengurangi komplikasi
pada jantung dan paru. Kandung empedu diangkat melalui selang
yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut.
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada
pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus
koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan
prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di
rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali
bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang
belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang
mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi
laparoskopi.
I. Prognosis
Kolelitiasis dapat dicegah dengan menjalani pola makan sehat dan
seimbang. Konsumsilah makanan tinggi serat dan hindari makanan
bersantan, berminyak, berbumbu kacang, atau mengandung mentega.
Selain itu, upaya pencegahan batu empedu juga dapat dilakukan dengan
membatasi konsumsi alkohol, berolahraga secara teratur, perbanyak
konsumsi cairan, dan hindari diet yang terlalu ketat.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah fase pertama proses keperawatan.
Data yang dikumpulkan meliputi :
1. Identitas
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor
register, diagnosa medik, alamat, semua data mengenai identitaas
klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Identitas penanggung jawab
Identitas penanggung jawab ini sangat perlu untuk memudahkan
dan jadi penanggung jawab klien selama perawatan, data yang
terkumpul meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan klien dan alamat.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Merupakan keluhan yang paling utama yang dirasakan oleh klien
saat pengkajian. Biasanya keluhan utama yang klien rasakan adalah
nyeri abdomen pada kuadran kanan atas.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama melalui metode
PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri/gatal
dirasakan oleh klien, regional (R) yaitu nyeri/gatal menjalar
kemana, Safety (S) yaitu posisi yang bagaimana yang dapat
mengurangi nyeri/gatal atau klien merasa nyaman dan Time (T)
yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri/gatal tersebut.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita penyakit sama atau
pernah di riwayat sebelumnya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengkaji ada atau tidaknya keluarga klien pernah menderita
penyakit kolelitiasis
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan Umum
1) Penampilan Umum
Mengkaji tentang berat badan dan tinggi badan klien
2) Kesadaran
Kesadaran mencakup tentang kualitas dan kuantitas keadaan
klien.
3) Tanda-tanda Vital
Mengkaji mengenai tekanan darah, suhu, nadi dan respirasi
(TPRS)
b. Sistem endokrin
Mengkaji tentang keadaan abdomen dan kantung empedu. Biasanya
pada penyakit ini kantung empedu dapat terlihat dan teraba oleh
tangan karena terjadi pembengkakan pada kandung empedu.
4. Pola aktivitas
a. Nutrisi
Dikaji tentang porsi makan, nafsu makan
b. Aktivitas
Dikaji tentang aktivitas sehari-hari, kesulitan melakukan aktivitas
dan anjuran bedrest
c. Aspek Psikologis
Kaji tentang emosi, Pengetahuan terhadap penyakit, dan suasana
hati
d. Aspek penunjang
1) Hasil pemeriksaan Laboratorium (bilirubin,amylase serum
meningkat) 
2) Obat-obatan terapi sesuai dengan anjuran dokter.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada kasus kolelitiasis adalah sebagai
berikut :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya proses peradangan, agen
cidera biologis proses inflamasi kandung empedu, obstruksi/spasme
duktus, iskemia jaringan (nekrosis).
2. Hypertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
3. Aktual/resiko tinggi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d peningkatan asam lambung
4. Gangguan rasa nyaman cemas b.d kurangnya pengetahuan
5. Gangguan pemenuhan ADL b.d atropi oto, kelemahan fisik
6. Resiko tinggi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah
berlebihan
7. Gangguan integritas kulit b.d prosedur invasif, faktor mekanik.
C. Intervensi keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d adanya proses peradangan
Tujuan : Rasa nyaman nyeri terpenuhi dengan
kriteria hasil :
- TTV dalam batas normal
- Pasien tidak tampak kesakitan
- Skala nyeri menurun
- Nyeri berkurang atau hilang
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Untuk menentukan keadaan umum klien
- Observasi dan catat lokasi (beratnya skala 0-10) dan karakteristik
nyeri (menetap, hilang timbul, kolik).
Rasional : Membantu membedakan penyebab nyeri dan
memberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan penyakit,
terjadinya komplikasi dan keefektifan intervensi
- Tingkatkan tirah baring, biarkan pasien melakukan posisi yang
nyaman.
Rasional : Meningkatkan istirahat tirah baring pada posisi fowler
rendah dapat menurunkan tekanan intra abdomen, namun pasien
akan melakukan posisi yang menhilangkan nyeri secara alamiah.
- Ajarkan tehnik non farmakologi misalnya relaksasi, distraksi dll.
Rasional : Dapat menurunkan nyeri yang dirasakan
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik.
Rasional : Analgetik dapat mengatasi nyeri yang dirasakan
2. Resiko tinggi ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
- Nafsu makan meningkat
- Tidak terjadi gangguan nutrisi
- Porsi makan habis
- Bb kembali normal 
Intervensi :
- Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, BB, integritas mukosa,
riwayat mual/muntah.
Rasional : Memvalidasi dan menetapkan derajat masalah untuk
menetapkan pilihan intervensi yang tepat.
- Pertahankan kebersihan mulut.
Rasional : Akumulasi pertikel makanan dimulut dapat menambah
bau dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan
- Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering.
Rasional : Memudahkan proses pencernaan dan toleransi pasien
terhadap nutrisi
- Berikan makanan selagi hangat.
Rasional : Dafat mempengaruhi nafsu makan dan membangkitkan
nafsu makan.
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diit (diet cair rendah
lemak, rendah lemak tinggi serat).
Rasional : Merencanakan diet dengan nutrisi yang adekuat untuk
memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan
dengan perubahan metabolik pasien.
3. Hypertermi b.d respon sistemik dari inflamasi gastrointestinal
Tujuan : Keseimbangan suhu tubuh kembali normal
Kriteria hasil :
- Suhu tubuh menurun/normal
- Keringat yang keluar berkurang
- Bibir lembab
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital, terutama suhu.
Rasional : Dapat mendeteksi dini tanda-tanda peningkatan suhu
tubuh.
- Anjurkan pasien memakai pakaian yang tipis.
Rasional : membantu mempermudah penguapan panas
- Beri kompres hangat di beberapa bagian tubuh, seperti ketiak,
lipatan paha, leher bagian belakang.
Rasional : dapat mempercepat penurunan suhu tubuh
- Anjurkan pasien banyak minum ± 2 liter/hari.
Rasional : untuk menjaga keseimbangan cairan didalam tubuh
- Kolaborasi dalam pemberian obat anti piretik.
Rasional : dapat membantu menurunkan panas
4. Gangguan integritas kulit b.d prosedur invasif, faktor mekanik, ikterus
Tujuan : Gangguan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
Menunjukkan perilaku untuk meningkatkan penyembuhan / mencegah
kerusakan kulit.
Intervensi :
- Observasi kulit, sclera dan perubahan warna urin.
Rasional : Terjadinya icterik mengindikasikan adanya obstruksi
aliran empedu.
- Berikan masase pada daerah kulit yang mengalami gangguan.
Rasional : Bermanfaat dalam menurukan iritasi kulit.
- Pertahankan kelembaban (+/- 60%), gunakan alat pelembab.
Rasional : Kelembaban yang rendah, kulit akan kehilangan air.
- Pertahankan lingkungan dingin.
Rasional : Kesejukan mengurangi gatal
- Mengoleskan lotion dan krim kulit segera setelah mandi.
Rasional : Hidrasi yang cukup pada stratum korneum mencegah
gangguan lapisan barier kulit.
- Menjaga agar kuku selalu terpangkas (pendek).
Rasional : Mengurangi kerusakan kulit akibat garukan
5. Resiko tinggi ketidak seimbangan cairan dan elektrolit b.d muntah
berlebihan
Tujuan : Menunjukan cairan adekuat
Kriteria hasil :
Tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgos kulit baik,
pengisian kapiler baik, secra individu mengeluarkan urine cukup, dan
tidak ada muntah.
Intervensi :
- Pertahankan masukan dan haluaran akurat, perhatikan haluaran
kurang dari masukan, peningkatan berat jenis urine. Kaji
membrane mukosa/kulit, nadi perifer, dan pengisian kapiler.
Rasional : Memberikan informasi tentang status cairan/volume
sirkulasi dan kebutuhan penggantian.
- Awasi tanda / gejala peningkatan/berlanjutnya mual/muntah, kram
abdomen, kelemahan, kejang, kejang ringan, kecepatan jantung tak
teratur, parestesia, hipoaktif atau tak adanya bising usus, depresi
pernapasan.
Rasional : Muntah bekepanjangan, aspirasi gaster dan pembatasan
pemasiukan oral dapat menimbulkan defisit natrium, kalium dan
klorida.
- Hindarkan dari lingkungan yang berbau.
Rasional : Menurunkan rangsangan pada pusat muntah
- Kaji perdarahan yang tidak biasa, contoh: perdarahan terus-
menerus pada sisi injeksi, mimisan, perdarahan gusi, ekimosis,
petekie, hematemesis/melena.
Rasional : Protrombin darah menurun dan waktu koagulasi
memanjang bila aliran empedu terhambat, meningkatkan resiko
perdarahan/hemoragi.
- Kolaborasi : Berikan antimetik.
Rasional : Menurunkan mual dan mencegah muntah
- Kolaborasi : Berikan cairan IV, elektrolit, dan vitamin K.
Rasional : Mempertahankan volume sirkulasi dan memperbaiki
ketidakseimbangan.
Penyimpangan KDM Cholelitiasis

Pigmen (bilirubin) tak terkonjugasi dalam

empedu

Akibat berkurang atau tidak adanya enzim glokuronil


tranferase

Presipitasi / pengendapan

Berbentuk batu empedu

Batu tersebut tidak dapat dilarutkan

Obstruksi saluran empedu

Alir balik cairan empedu ke hepar rangsangan dithalamus Terjadi perubahan


(bilirubin, garam empedu, kolesterol) status kesehatan

Perasaan jenuh terhadap makanan tertentu Ketidakmampuan


Proses peradangan disekitar hepatobiliar koping individu

Tidak ada selera makan Ansietas


Merangsang zat bradikinin,
histamin,prostaglandin

Asupan nutrisi kurang kedalam tubuh


Rangsagan diteruskan ke thalamus

Nutrisi kurang dari kebutuhan


Nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni
Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. (2001) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, alih bahasa: Agung Waluyo (et. al.), vol. 1, edisi 8, Jakarta: EGC
Price Sylvia Anderson (1997) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, alih bahasa: Peter Anugerah, Buku Kedua, edisi 4, Jakarta: EGC
Mansjoer,Arif M . 2001 . Kapita Selekta Kedokteran . Jakarta : Media
Aesculapius
Carpenito, Lynda Juall (1997) Buku Saku Diagnosa Keperawatan, alih bahasa:
Yasmin Asih, edisi 6, Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai