Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih
Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih
Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih
Pendahuluan
Berbicara mengenai pendidikan tidak dapat dipisahkan dari peran
para tokoh-tokoh pendidikan itu sendiri. Sejarah telah mencatat bahwa
peran tokoh sangat signifikan dalam pasang surut yang terjadi di dalam
dunia pendidikan sampai hari ini. Pendidikan tidak bisa dilepaskan
dari pandangan dan pendapat para tokoh yang kemudian melahirkan
teori-teori yang memiliki kontribusi besar bagi kemajuan dunia pen-
didikan. Pada masa keemasan Islam, banyak pemikir Islam muncul ke
permukaan. Secara pasti mereka menguasai dan memahami hampir
seluruh cabang ilmu pengetahuan. Selain banyak memberikan syarah
atas kitab-kitab asing, mereka pun menuliskan buah pikirnya di ber-
bagai cabang ilmu pengetahuan.1 Dalam dunia pendidikan Islam, ter-
dapat banyak sekali tokoh-tokoh pendidikan yang telah berhasil me-
lahirkan ide-ide besar yang sampai hari ini masih terus digunakan,
semisal Imam Ghazali, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Ikhwan As-Shafa, Ibnu
Maskawaih dan lain sebagainya.
Di antara tokoh pendidikan Islam yang memiliki sumbangan besar
sebagaimana yang telah disinggung di atas adalah Ibnu Maskawaih.
Tidak hanya sebagai seorang filosof, beliau juga sangat ahli di bidang
pendidikan, bak seorang tokoh yang multi talenta, Ibnu Maskawaih
memiliki pemikiran pendidikan akhlak dan etika yang terkenal tidak
hanya di dunia muslim tetapi juga gagasannya banyak dikutip dan
dijadikan rujukan oleh dunia barat. Tidak hanya dalam dunia pen-
didikan, di dalam literatur filsafat nama Ibnu Maskawaih juga sering
dijadikan bahan rujukan terutama mengenai filsafat etika.
Uraian berikut ini akan membahas secara spesifik dan mendalam
mengenai pemikiran pendidikan Islam Ibnu Maskawaih, meliputi: bio-
grafi, karya monumental dan pemikirannya tentang pendidikan Islam.
1
M.M. Sharif, Alam Fikiran Islam: Peranan Umat Islam dalam Pengembangan Ilmu
Pengetahuan, terj. Fuad Moh. Fachruddin, (Bandung: Diponogoro, 1979), 20.
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 149
2
Muftuhin, Filsafat Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), 115-117.
3
Husayn Ahmad Amin, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), 154.
150 | AL-RIWAYAH, Volume 11, Nomor 1, April 2019
4
Joesoef Souyb, Pemikiran Islam Merobah Dunia, (Medan: Madju, 1984), 120.
5
Ibid.
6
M. M. Syarif (ed), Para Filosof Muslim, (Bandung: Mizan, 1996), 83.
7
Hadriansyah AB, Pengantar Filsafat Islam: Mengenal Filosof-Filosof Muslim dan
Filsafat Mereka, (Banjarmasin: Kafusari Press, 2012), 74-75.
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 151
8
Syarif, Para Filosof, 84-85.
9
Ibnu Maskawaih, Tahzibul Akhlak, (Beirut: Darul al-Kutub al-Ilmiyah, 1985), 14.
152 | AL-RIWAYAH, Volume 11, Nomor 1, April 2019
10
Ibid., 30.
11
Ibid.
12
Ibid., 63-65.
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 153
13
Ibid., 33-39.
14
Abdul Hakim, “Filsafat Etika Ibnu Maskawaih”, dalam Jurnal Ushuluddin, Vol.
XIII, No. 2, 2015, 137.
154 | AL-RIWAYAH, Volume 11, Nomor 1, April 2019
15
Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak: Buku Daras Pertama tentang
Filsafat Etika, terj. Helmi Hidayat, (Bandung: Mizan, 1999), 40-41.
16
Ibid.
17
Abdul Hakim, Filsafat Etika, 137-138.
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 155
18
Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan, 51-53.
19
Abdul Hakim, Filsafat Etika, 138.
156 | AL-RIWAYAH, Volume 11, Nomor 1, April 2019
20
Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan, 54-55.
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 157
b. Kebahagiaan
Menurut Ibnu Maskawaih kebahagiaan merupakan puncak dan
kesempurnaan dari kebaikan. Dalam konteks ini, maka kebahagiaan
yang benar-benar sempurna hanyalah dinikmati orang-orang yang
khusus dan sempurna pula. Kebahagian tersebut menurut Oliver Lea-
man adalah kebahagian yang terwujud dari hubungan mistik antara
jiwa yang bebas dan realitas Ilahi. Tingkatan ini jelaslah merupakan
tingkat kebagaian yang lebih tinggi daripada yang diperoleh melalui
kesempurnaan intelektual.21 Dalam batas ini tampaknya Ibnu Maska-
waih juga dipengaruhi oleh Aristoteles, dimana Aristoteles menegaskan
bahwa sesuatu yang paling membahagiakan manusia adalah filsafat
atau perenungan hal-hal yang abadi dan Ilahi.22
Kebahagiaan dalam konsepsi Ibnu Miskawaih digambarkan sebagai
sesuatu yang paling nikmat, paling utama, paling baik dan paling sejati.
Kenikmatan yang terkandung dalam kebahagian terbagi kepada dua
bagian, yakni kenikmatan pasif dan kenikmatan aktif. Kenikmatan pasif
dimiliki oleh manusia dan binatang tak berakal yang bentuknya di-
sertai hawa nafsu dan emosi balas dendam. Kenikmatan seperti ini
hanya kenikmatan aksidental yang biasanya cepat hilang dan musnah,
bahkan dapat berubah menjadi penderitaan atau sesuatu yang menji-
jikkan. Sedangkan kenikmatan aktif adalah kenikmatan yang lahir dari
kekuatan intelektual dan di bawah naungan cahaya Ilahi, sehinggga
kenikmatan dalam bentuk ini tidak akan berubah dan selalu tetap
selamanya.23 Kebahagiaan tertinggi tersebut terwujud dengan berusaha
melepaskan tuntutan-tuntutan dunia ini, dan kemudian menerima
emanasi-emanasi yang melimpah dari atas yang akan menyempurna-
kan intelek dan memungkinkan untuk disinari oleh cahaya Ilahi.24
21
Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis Filsafat Islam,
(Bandung: Mizan, 2003), 314.
22
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika: Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19,
(Yogyakarta: Kanisius, 2003), 33.
23
Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan, 107-108.
24
Seyyed Hossein Nasr dan Oliver Leaman, Ensiklopedi Tematis, 314.
158 | AL-RIWAYAH, Volume 11, Nomor 1, April 2019
26
Abudin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000), 9.
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 161
27
Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan, 14.
28
Ibid., 26.
29
Franz Magnis Suseno, 13 Tokoh Etika, 143-144.
162 | AL-RIWAYAH, Volume 11, Nomor 1, April 2019
Dalam realitas kehidupan, kita tidak lepas dari dua teori etika
tersebut. Di satu sisi manusia berkeinginan untuk mewujudkan diri-
nya menjadi manusia yang bermoral, memiliki sifat keutamaan (akhlak
yang mulia) dan mencapai kebahagiaan. Di sisi lain manusia juga
dihadapkan pada berbagai pilihan (imperatif kategoris) yang harus
dilakukan dalam menyikapi kehidupan ini. Etika kewajiban mengarah-
kan manusia pada apa yang harus dilakukan? (what should i do?). Etika
kewajiban kalau dihubungkan dengan hukum atau norma akan lebih
aplikatif. Pemenuhan kewajiban kita untuk mematuhi hukum akan
lebih terkendali dengan etika kewajiban, karena kewajiban kita untuk
mematuhi dan menjunjung tinggi semua hukum yang telah ditetap-
kan. Memenuhi kewajiban bukanlah suatu yang mudah, seperti contoh:
menurut aturan yang berlaku bahwa masyarakat tidak boleh buang
sampah sembarangan, faktanya sering kita menyaksikan pengendara
mobil ataupun motor yang membuang sampah sembarangan di jalan
raya.
Dalam hal penegakan hukum, menurut penulis etika kewajiban
lebih mengarahkan seseorang untuk mematuhi hukum yang berlaku,
sehingga pemahaman terhadap etika kewajiban sangat penting dalam
mengarahkan manusia agar bertindak baik dan moralis. Kant men-
egaskan bahwa paham moral yang dimiliki manusia adalah bersifat
apriori dan berdasarkan akal praktis, yakni pengertian mengenai baik
dan buruk yang mendahului segala pengalaman.30
Akan tetapi hal ini bukanlah untuk menafikan pentingnya juga
etika keutamaan. K. Bertens menegaskan bahwa ada beberapa argumen
yang memperlihatkan pentingnya etika keutamaan:
1. Dalam kehidupan sehari-hari kelakukan moral kita lebih baik
dituntun oleh keutamaan;
2. Membatasi diri agar berlaku sesuai dengan norma atau moral
belum cukup untuk dapat disebut seorang yang baik dalam
arti sepenuhnya, karena dalam hidup juga diperlukan sifat ke-
30
Ibid.
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 163
31
K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia, 2002), 213-216.
32
Ibid.
164 | AL-RIWAYAH, Volume 11, Nomor 1, April 2019
a. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan yang diinginkan oleh Ibnu Maskawaih adalah
terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan
untuk melahirkan semua perbuatan yang bernilai baik sehingga ter-
capai kesempurnaan dan kebahagiaan sejati (As-saadah). Konsep ini
yang kemudian sebagian filosof lain menggolongkan Ibnu Maskawaih
sebagai filosof yang bermazhab Assa’adah.
Assa’adah merupakan masalah yang utama dan mendasar bagi
manusia karena konsep ini mengandung unsur-unsur yang menyeluruh
meliputi kebahagiaan, kemakmuran, keberhasilan, sukses, kesempur-
naan, kesenangan dan kecantikan (keindahan). Karena itu tujuan
pendidikan yang diharapkan oleh Ibnu Maskawaih adalah bersifat
menyeluruh, yaitu kebahagian hidup manusia dalam arti yang seluas-
luasnya.33
b. Materi Pendidikan
Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas menurut Ibnu Maska-
waih perlu kiranya dirumuskan beberapa hal yang perlu dipelajari,
diajarkan dan dipraktekkan. Sesuai dengan konsep manusia yang
dijelaskan oleh Ibnu Maskawaih di atas, menurut beliau bahwa sisi ke-
manusian yang tiga di atas harus sama-sama mendapat didikan agar
dapat mengabdi kepada Allah swt.
Ibnu Miskawaih tidak membeda-bedakan antara ilmu-ilmu
agama dan non agama. Adapun yang menyangkut materi untuk pen-
didikan akhlak ia menyebutkan tiga meteri pokok, yaitu:34
33
Anas Mahfudi, “Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Maskawaih: Transformasi
Antara Filsafat dan Agama”, dalam Jurnal Madinah: Jurnal Studi Islam, Vol. III, No. 1,
2016, 5.
34
Nur Hamim, “Pendidikan Akhlak: Komparasi Konsep Pendidikan Ibnu Maska-
waih dan Imam Ghazali”, dalam Jurnal Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman, Vol. XVIII,
No. 1, 2014, 22.
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 165
35
Ibnu Maskawaih, Tahzibul Akhlak, 116.
36
Ibid., 81.
37
Ibid., 54.
166 | AL-RIWAYAH, Volume 11, Nomor 1, April 2019
pendidikan itu tidak hanya baik bagi siswa dan guru semata, tetapi
lebih jauh, yaitu bahagia di dunia dan bahagia pula di akhirat.
d. Lingkungan Pendidikan
Lingkungan merupakan faktor yang terpenting dalam proses pen-
didikan, karena secara fitrah manusia diciptakan untuk berhungan
dengan yang lainnya. Dalam masalah ini Ibnu Maskawaih tidak terlalu
memperinci, beliau hanya menjelaskan secara global yang meliputi tiga
hal yaitu lingkungan keluarga, sekolah dan Masyarakat. Ibnu Miskawaih
berpendapat dari ketiga lingkungan tersebut hendaknya diupayakan
sekondusif benar agar tercipta lingkungan yang baik. Terkait dengan
tanggungjawab lingkungan pendidikan ini Ibnu Maskawih berpenda-
38
Ibid., 81.
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 167
e. Metode Pendidikan
Metode diartikan sebagi cara-cara dalam melakukan pendidikan.
Oleh karena pendidikan menurut Ibnu Maskawaih berorientasi pada
Ahlak maka cara yang digunakan juga dalam rangka menjadikan akhlak
manusia menjadi mulia. Ibnu Maskawih berpendapat bahwa akhlak
bukan faktor keturunan melainkan bisa diupayakan. Sebab jika akhlak
adalah faktor bawaan (keturunan), maka tidak perlu adanya pendidi-
kan. Metode perbaikan akhlak ini dapat dimaksudkan sebagai metode
mencapai akhlak yang baik dan metode memperbaiki akhlak yang
buruk.
Adapun metode yang digunakan adalah meliputi, pertama, kema-
uan yang sungguh-sungguh untuk berlatih terus-menerus dan menahan
diri (al-’adat wa al-jihad). Untuk memperoleh kesopanan yang sebenar-
nya sesuai dengan keutamaan jiwa. Kedua, dengan menjadikan semua
ilmu yang dimilikinya sebagai cerminan bagi dirinya. Dengan demikian
manusia bisa sadar dirinya dan tidak larut dalam perbuatan yang tidak-
tidak. Manusia hendaknya mengukur segala-sesuatu dari dirinya lebih
dahulu sebelum menilai orang lain sehingga bisa mawas diri dan tidak
sombong.40
Penutup
Ibnu Maskawaih tidak hanya dikenal sebagai seorang filosof, se-
jarawan, dan tabib, tetapi juga sebagai seorang ahli dalam bidang
pendidikan terutama bidang pendidikan Islam. Pemikirannya dalam
bidang pendidikan maupun filsafat banyak dikutip oleh para ahli yang
39
Ibid., 128-129.
40
Ibid., 45.
168 | AL-RIWAYAH, Volume 11, Nomor 1, April 2019
Daftar Pustaka
Amin, Husayn Ahmad. Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001.
AB, Hadriansyah. Pengantar Filsafat Islam: Mengenal Filosof-Filosof
Dedi Sahputra Napitupulu — Pemikiran Pendidikan Islam Ibnu Maskawaih | 169