MODUL - KALIMAT EFEKTIF B.indo Sesi 3
MODUL - KALIMAT EFEKTIF B.indo Sesi 3
MODUL - KALIMAT EFEKTIF B.indo Sesi 3
KALIMAT EFEKTIF
Bacalah paragraf berikut dan tentukan kalimat-kalimat yang menurut Anda tidak
efektif!
Paragraf 1
Paragraf 2
Tidak sedikit orang yang malas untuk minum air putih dengan berbagai alasan: air
putih tak berasa alias hambar, membosankan, dan bagi beberapa orang-orang
dengan minum air putih justru dapat menimbulkan mual. Padahal, dengan
mencukupkan konsumsi air putih akan memberikan banyak kegunaan bagi
kesehatan tubuh. Air putih yang akan memperlancar metabolisme. Racun pun
dapat diluruhkan hanya dengan meminum air putih. Selain itu, meminum air putih
pun akan memberikan kesehatan pada kulit.
Materi Pembelajaran
1. Hakikat Kalimat Efektif
2. Ciri-ciri Kalimat Efektif
Kompetensi Dasar
1. PENDAHULUAN
2.PEMBAHASAN
A. Hakikat Kalimat Efektif
Menurut Akhadiah dkk. (2003: 116) kalimat efektif adalah kalimat yang
benar dan jelas sehingga maknanya dapat dipahami dengan mudah oleh orang
lain. Sementara menurut Suyatno dkk. (2017: 101) yang menyatakan bahwa
kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mewakili pikiran penulis atau pembicara
secara tepat sehingga pendengar atau pembaca memahami pikiran tersebut
dengan mudah, jelas, dan lengkap seperti apa yang dimaksud oleh penulis atau
pembicaranya. Pengertian tersebut dipertegas oleh Sasangka (2016: 54) yang
menjelaskan bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan
gagasan sesuai dengan yang diharapkan oleh si penulis atau si pembicara. Ahli
lain, Utorodewo dkk. (2011: 141) menjelaskan bahwa kalimat efektif adalah kalimat
yang secara jitu atau tepat mewakili gagasan atau perasaan penulis. Konsep yang
hampir sama juga diperjelas oleh Gani dan Fitriyah (2010: 63) yang menjelaskan
bahwa kalimat efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili ide
pembicara atau penulis dan sanggup menimbulkan ide yang sama tepatnya
dengan pikiran pendengar/ pembaca. Maksudnya adalah sebuah kalimat efektif
akan mampu mewakili ide yang ada dalam benak pembicara/ penulis dan
pendengar/ pembaca tanpa menimbulkan salah paham.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kalimat
efektif adalah kalimat yang secara tepat dapat mewakili gagasan atau perasaan
pembicara atau penulis; sanggup menimbulkan gagasan yang sama tepatnya
dalam pikiran pendengar atau pembaca seperti yang dipikirkan oleh pembicara
atau penulis. Dengan kata lain, kalimat efektif harus mampu menciptakan
kesepahaman dan mampu mewakili ide yang ada dalam benak penulis atau
pembicara dan pendengar atau pembaca. Oleh karena itu, kalimat efektif haruslah
disusun secara sadar untuk mencapai daya informasi yang diinginkan penulis
terhadap pembacanya. Jika hal ini dapat tercapai, pembaca akan tertarik pada apa
yang dibicarakan dan tergerak hatinya oleh apa yang disampaikan itu (Akhadiah
dkk, 2003: 116).
1. Ketatabahasaan
Syarat ketatabahasaan merupakan faktor penting dan mendasar dalam kalimat
efektif. Salah satu contoh ketidakefektifan kalimat karena tidak sesuai dengan
aturan tata bahasa adalah adanya pemakaian akhiran –kan dan –i yang salah.
Contoh:
a) Dosen kritik sastra menugaskan kami membuat makalah.
b) Ayah mewarisi sebidang tanah untuk saya.
Jika dikaitkan dengan ciri pertama dari kalimat efektif, kedua contoh kalimat
tersebut kurang efektif. Ada pun perbaikannya adalah sebagai berikut:
a) Dosen kritik sastra menugasi kami membuat makalah.
b) Ayah mewariskan sebidang tanah untuk saya.
Pada beberapa kata dasar tertentu seperti tugas, penambahan akhiran –kan
menuntut objek yang diam, sedangkan penambahan akhiran –i mengharuskan
adanya objek yang bergerak. Perlu diingat bahwa penggunaan imbuhan tersebut
hanya untuk beberapa kata dasar tertentu.
Contoh:
a) Bagi para siswa harap menyelesaikan semua tugas dengan tepat waktu.
b) Kepada yang tidak berkepentingan dilarang masuk.
Kedua contoh kalimat tersebut tidak efektif karena pada tiap-tiap kalimatnya
tidak lengkap struktur subjek dan predikatnya. Ada pun perbaikannya adalah
sebagai berikut:
a. Subjek (S)
Subjek (S) adalah bagian kalimat menunjukkan pelaku, tokoh, sosok (benda),
sesuatu hal, suatu masalah yang menjadi pangkal/pokok pembicaraan. Subjek
biasanya diisi oleh jenis kata/frasa benda (nominal), klausa, atau frasa verbal.
Akan tetapi, pada keadaan tertentu, kategori atau jenis kata lain juga dapat
menduduki fungsi subjek. Subjek dalam bahasa Indonesia biasanya terletak di
depan predikat. Namun, pada kalimat inversi, subjek terletak di belakang predikat.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh sebagai berikut ini:
a. Ayahku sedang melukis.
b. Meja direktur besar.
c. Yang berbaju batik dosen saya.
d. Berjalan kaki menyehatkan badan.
e. Membangun jalan layang sangat mahal.
Kata-kata yang dicetak tebal pada kalimat di atas adalah S. Contoh S yang
diisi oleh kata dan frasa benda terdapat pada kalimat (a) dan (b), contoh S yang
diisi oleh klausa terdapat pada kalimat (c), dan contoh S yang diisi oleh frasa
verbal terdapat pada kalimat (d) dan (e).
Dalam bahasa Indonesia, setiap kata, frasa, klausa pembentuk S selalu
merujuk pada benda (konkret atau abstrak). Pada contoh di atas, kendatipun jenis
kata yang mengisi S pada kalimat (c), (d) dan (e) bukan kata benda, namun
hakikat fisiknya tetap merujuk pada benda. Jika kita menunjuk pelaku pada kalimat
(c) dan (d), yang berbaju batik dan berjalan kaki tentulah orang (benda). Demikian
juga membangun jalan layang yang menjadi S pada kalimat (e), secara implisit
juga merujuk pada “hasil membangun” yang tidak lain adalah benda juga. Di
samping itu, kalau diselami lebih dalam, sebenarnya ada nomina yang lesap, pada
awal kalimat (c) sampai (e), yaitu orang pada awal kalimat (c) dan kegiatan pada
awal kalimat (d) dan (e).
Selain ciri di atas, S dapat juga dikenali dengan cara bertanya dengan
memakai kata tanya siapa (yang)… atau apa (yang)… kepada P. Kalau ada
jawaban yang logis atas pertanyaan yang diajukan, itulah S. Jika ternyata
jawabannya tidak ada dan atau tidak logis berarti kalimat itu tidak mempunyai S.
Inilah contoh “kalimat” yang tidak mempunyai S karena tidak ada/tidak jelas pelaku
atau bendanya.
b. Predikat (P)
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberitahu untuk melakukan
(tindakan) apa atau dalam keadaan bagaimana subjek (pelaku/tokoh atau benda di
dalam suatu kalimat). Selain memberitahu tindakan atau perbuatan subjek (S), P
dapat pula menyatakan sifat, situasi, status, ciri, atau jati diri S, termasuk juga
sebagai P dalam kalimat adalah pernyataan tentang jumlah sesuatu yang dimiliki
oleh S. Predikat dapat juga berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba
atau adjektiva, tetapi dapat juga numeralia, nomina, atau frasa nominal. Perhatikan
contoh berikut:
a. Kuda meringkik.
b. Ibu sedang tidur siang.
c. Putrinya cantik jelita.
d. Kota Jakarta dalam keadaan aman.
e. Kucingku belang tiga.
f. Robby mahasiswa baru.
g. Rumah Pak Hartawan lima.
Walaupun contoh (a), (b), (c) ditulis persis seperti lazimnya kalimat normal, yaitu
diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, namun di dalamnya
tidak ada satu kata pun yang berfungsi sebagai P. Tidak ada jawaban atas
pertanyaan melakukan apa adik yang gendut lagi lucu (pelaku) pada contoh (a),
tidak ada jawaban atas pertanyaan kenapa atau ada apa dengan kantor di Jalan
Gatot Subroto dan Bandung terkenal sebagai kota kembang itu pada contoh (b)
dan (c). karena tidak ada informasi tentang tindakan, sifat, atau hal lain yang
dituntut oleh P, maka contoh (a), (b), (c) tidak mengandung P. Karena itu,
rangkaian kata-kata yang cukup panjang pada contoh (a), (b), (c) itu belum
merupakan kalimat, melainkan baru merupakan kelompok kata atau frasa.
c. Objek (O)
Objek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi P. objek pada umumnya diisi
oleh nomina, frasa nominal, atau klausa. Letak O selalu di belakang P yang berupa
verba transitif, yaitu verba yang menuntut wajib hadirnya O, seperti pada contoh di
bawah ini.
a. Nurul menimang …
b. Arsitek merancang …
c. Juru masak menggoreng …
a. Nenek mandi.
b. Komputerku rusak.
c. Tamunya pulang.
Objek dalam kalimat aktif dapat berubah menjadi S jika kalimatnya dipasifkan.
Perhatikan contoh kalimat berikut yang letak O-nya di belakang dan ubahan
posisinya jika kalimatnya dipasifkan.
d. Pelengkap (pel)
Pelengkap (P) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P.
letak Pelengkap umumnya di belakang P yang berupa verba. Posisi seperti itu juga
ditempati oleh O, dan jenis kata yang mengisi Pel dan O juga sama, yaitu dapat
berupa nomina, frasa nominal, atau klausa. Namun, antara Pel dan O terdapat
perbedaan. Perhatikan cnntoh di bawah ini:
a. Ketua MPR membacakan Pancasila.
S P O
b. Banyak orpospol berlandaskan Pancasila.
S P Pel
Kedua kalimat aktif (a) dan (b) yang Pel dan O-nya sama-sama diisi oleh
nomina Pancasila. Jika hendak dipasifkan ternyata yang bisa hanya kalimat (a)
yang menempatkan Pancasila sebagai O. Ubahan kalimat (a) menjadi kalimat
pasif adalah sebagai berikut:
e. Keterangan (ket)
Keterangan (Ket) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai hal
mengenai bagian kalimat yang lainnya. Unsur Ket dapat berfungsi menerangkan S,
P, O, dan Pel. Posisinya bersifat bebas, dapat di awal, di tengah, atau di akhir
kalimat. Pengisi Ket adalah frasa nominal, frasa preporsisional, adverbia, atau
klausa.
Berdasarkan maknanya, terdapat bermacam-macam Ket dalam kalimat. Para
ahli membagi keterangan atas Sembilan macam (Hasan Alwi dkk, 1998:366) yaitu
seperti yang tertera pada tabel di bawah ini.
3. Kehematan
Hemat dalam pengertian kalimat efektif berarti hemat dalam menggunakan kata,
frasa, atau bentuk lain yang dianggap tidak perlu. Hal ini disebabkan setiap unsur
dalam kalimat hendaknya tidak ada yang tidak bermanfaat. Berikut merupakan
beberapa hal yang harus dihindarkan dalam kaitannya dengan konsep kehematan
pada kalimat efektif.
Contoh 2:
Penyusunan laporan itu saya dibantu oleh para dosen. (Salah).
Dalam menyusun laporan itu, saya dibantu oleh para dosen. (Benar)
Contoh 2:
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh beberapa negara-negara. (Salah)
Konferensi Meja Bundar diikuti oleh beberapa negara. (Benar)
Contoh 3:
Bapak-bapak, ibu-ibu, para hadirin sekalian yang kami hormati. (Salah)
Hadirin yang kami muliakan. (Benar)
Contoh 2:
Dosen itu memberikan teguran kepada mahasiswa yang sering tidak masuk
kuliah. (Salah)
Dosen itu menegur mahasiswa yang sering tidak masuk kuliah. (Benar)
Contoh 2:
Anak-anak itu saling berkelahi satu sama lain sehingga luka parah. (Salah)
Anak-anak itu berkelahi sehingga luka parah. (Benar)
Baju merah yang saya pakai kemarin adalah pemberian ibu saya. (Lebih
hemat)
Contoh 2:
Mereka melangsungkan pernikahan pada hari Minggu, tanggal 12, bulan
Maret, tahun 2005. (Kurang hemat)
Sejak pagi hingga sore, anak itu terus menunggu ayahnya pulang. (Lebih
hemat)
Contoh 2:
Sejarah daripada perjuangan dan pertumbuhan bangsa ikut memberi dasar
dan arah dari politik kita yang bebas dan aktif. (Kurang hemat)
Sejarah perjuangan dan pertumbuhan bangsa ikut memberi dasar dan arah
politik kita yang bebas dan aktif. (Lebih hemat)
4. Kesejajaran (Keparalelan)
Arti kesejajaran dalam kalimat efektif adalah penggunaan bentuk-bentuk bahasa
yang sama atau konstruksi bahasa yang sama yang dipakai dalam susunan serial
(Akhadiah dkk. 2003: 122). Secara singkat, kesejajaran berkaitan dengan
kesamaan unsur-unsur yang digunakan secara konsisten dalam kalimat, baik itu
dari bentuk kata (jenis-jenis kata dan imbuhan) maupun makna kata. Maksudnya
adalah jika verba yang digunakan, unsur yang lain juga verba. Demikian pula, jika
nomina yang digunakan, unsur yang lain juga harus nomina. Jika aktif yang
digunakan, yang lain juga harus aktif. Begitupun sebaliknya. ini adalah kesamaan
bentuk kata yang digunakan. Sebagai contoh, apabila bentuk pertama
menggunakan kata kerja, bentuk-bentuk selanjutnya juga harus berbentuk kata
kerja. Begitu pula seterusnya untuk jenis kata lain. Kesejajaran akan membantu
memberi kejelasan kalimat secara keseluruhan.
Contoh 1:
Mencegah lebih baik daripada pengobatan.
Contoh kalimat tersebut tidak efektif karena pada kalimatnya terdapat bentuk
kata yang tidak sejajar. Ada pun perbaikannya adalah sebagai berikut:
Mencegah lebih baik daripada mengobati.
Contoh 2:
Penyakit alzheimer alias pikun adalah satu segi usia tua yang paling mengerikan
dan berbahaya sebab pencegahan dan cara pengobatannya tak ada yang tahu.
Dalam kalimat tersebut, gagasan yang sederajat adalah kata mengerikan dengan
berbahaya dan kata pencegahan dengan cara pengobatannya. Oleh sebab itu,
bentuk yang dipakai untuk kata-kata yang sederajat dalam kalimat di atas harus
sama (paralel) sehingga kalimat itu kita tata kembali menjadi kalimat berikut.
Penyakit alzheimer alias pikun adalah satu segi usia tua yang paling mengerikan
dan membahayakan sebab pencegahan dan cara pengobatannya tak ada yang
tahu.
5. Ketegasan
Ketegasan atau penekanan dalam kalimat efektif adalah penonjolan ide pokok,
misalnya dengan pengulangan kata (repetisi) dan penggunaan partikel penekan.
Ada berbagai cara untuk membentuk penekanan dalam kalimat.
6. Kecermatan
Pada ciri ini, yang dimaksud dengan cermat adalah kalimat tersebut tidak
mengandung tafsiran ganda (ambigu).
Contoh 1:
Adik membawa dua karung beras.
Kalimat tersebut bermakna ganda, yaitu yang dibawa adik adalah karung yang
berisi beras atau karung beras tanpa isinya. Ada pun perbaikannya adalah sebagai
berikut:
a) Adik membawa dua lembar karung beras, atau
b) Adik membawa beras sebanyak dua karung.
Contoh 2:
Mahasiswa perguruan tinggi yang terkenal itu menerima hadiah.
Kalimat tersebut memiliki makna ganda, yaitu siapa yang terkenal? Mahasiswa
atau perguruan tinggi?
Contoh 3:
Dia menerima uang sebanyak dua puluh lima ribuan.
Kalimat tersebut memiliki makna ganda, yaitu berapa jumlah uang, dua puluh lima-
ribuan (seratus ribu rupiah) atau dua puluh lima seribuan (dua puluh lima ribu
rupiah).
Contoh:
a) Hidup jangan mengharapkan akan belas kasihan orang lain.
b) Surat itu saya sudah terima kemarin.
Kedua contoh kalimat tersebut tidak efektif karena pada tiap-tiap kalimatnya
tidak terdapat kepaduan atau koherensi, Ada pun perbaikannya adalah sebagai
berikut:
a) Hidup jangan mengharapkan belas kasihan orang lain.
b) Surat itu sudah saya terima kemarin.
Pada contoh kalimat b, konsep yang digunakan adalah kalimat pasif. Kalimat
pasif terdiri atas kalimat pasif biasa dan kalimat pasif persona. Kalimat pasif biasa
terjadi apabila kalimat yang berpola subjek predikat (SP) dialihkan dengan
memosisikan objek menjadi subjek dan predikat yang berawalan me- menjadi
predikat yang berawala di-. Kata ganti yang digunakan dalam kalimat pasif biasa
adalah kata ganti orang ketiga. Kemudian, kalimat pasif persona terjadi apabila
awalan di- pada predikat pasif biasa digantikan dengan pronomina pelaku. Kata
ganti yang digunakan pada kalimat pasif persona adalah kata ganti orang pertama
dan kedua.
8. Kelogisan
Logis yang dimaksud dalam konsep ini mengacu pada ide kalimat yang dapat
diterima oleh akal. Kelogisan kalimat erat kaitannya dengan ketatabahasaan.
Contoh:
a) Waktu dan tempat kami persilakan.
b) Untuk mempersingkat waktu, kita teruskan acara ini.
Kedua contoh kalimat tersebut tidak efektif karena pada tiap-tiap kalimatnya
tidak mengandung unsur kelogisan. Pada kalimat (a) siapakah yang dipersilakan?
Apakah waktu dan tempat yang dipersilakan?. Pada kalimat (b) apakah waktu
dapat dipersingkat? Ada pun perbaikannya adalah sebagai berikut:
Contoh lain:
a. Dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan, selesailah proposal penelitian ini
tepat pada waktunya.
(Puji syukur kepada Tuhan karena proposal penelitian ini selesai tepat pada
waktunya).
3.SIMPULAN