Referat CHD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

REFERAT

CONGENITAL HEART DISEASE (CHD)

Referat ini dibuat untuk melengkapi persyaratan mengikuti Kepaniteraan


Klinik Senior (KKS) di bagian Ilmu Penyakit Anak
RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

Pembimbing :
dr. Febriyanti Mobilina, Sp.A

Disusun Oleh:
Threni Tatia (102119059)

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU PENYAKIT ANAK


RSUD DR RM DJOELHAM FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas izinnya penulis dapat menyelesaikan refarat ini yang berjudul “Congenital

Heart Disease (CHD)”. Refarat ini di buat untuk melengkapi persyaratan dalam

mengikuti kegiatan kepanitraan klinik senior dibagian ilmu Anak di RSUD. DR.

R. M. Djoelham Binjai.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada

pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan

pengarahan agar refarat ini lebih baik dan bermanfaat. Tentunya penulis

menyadari bahwa refarat ini banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca agar kedepannya

penulis dapat memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan tersebut.

Besar harapan penulis agar refarat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca

serta dapat memberikan suatu pengetahuan baru bagi mahasiswa untuk

meningkatkan keilmuannya.

Binjai, Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................................. i

Kata Pengantar.................................................................................................. ii

Daftar Isi........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 2


I. Sirkulasi Janin dan Perubahan Setelah Lahir........................... 2
II. Penyakit Jantung Bawaan
a. Definisi ...................................................................................... 3
b. Epidemiologi ............................................................................. 3
c. Etiologi dan Faktor Resiko .......................................................... 4
d. Klasifikasi................................................................................. 7
(1) PJB asianotik........................................................................ 8
(2) PJB Asianotik dengan Pirau .............................................. 8
(3) PJB Asianotik tanpa Pirau ................................................. 12
(4) PJB Sianotik ....................................................................... 14
e. Keluhan Klinis ......................................................................... 19
f. Tatalaksana .............................................................................. 21
g. Komplikasi dan Prognosis........................................................ 22

BAB III KESIMPULAN................................................................................ 24

iii
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Congenital Heart Disease atau Penyakit Jantung Bawaan (PJB) merupakan

malformasi janin yang paling sering menyebabkan kematian. Hal ini menjadi

salah satu masalah utama didunia. Pada beberapa penyakit jantung bawaan

dengan masalah yang kompleks hal ini masih menjadi penyebab tingginya

angka mortalitas dan morbiditas.

Congenital Heart Disease atau Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah

penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung

yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan

perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Ada 2

golongan besar PJB, yaitu non sianotik dan sianotik yang masing – masing

memberikan gejala dan memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. (Webb,

2011).

Penyakit jantung bawaan (PJB) masih cukup banyak ditemukan di negara

berkembang seperti Indonesia. Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8 – 10

bayi per 1000 kelahiran hidup dan 30% diantaranya telah memberikan gejala

pada minggu – minggu pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan

tidak ditangani dengan baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama

kehidupan.

Defek Septum Ventrikel (DSV) merupakan jenis PJB yang paling sering

ditemukan, sekitar 20-30% dari seluruh PJB. Duktus Arteriosus Persisten

1
(DAP) merupakan PJB non-sianotik yang cukup sering ditemukan, kira-kira 5-

10% dari seluruh PJB. Pada bayi berat lahir rendah (<2000 gram) ditemukan

pada 36 % kasus dan berat lahir > 2000 gram sebanyak 12 %. 28 Pulmonal

stenosis merupakan 10 % dari seluruh PJB. Tetralogi fallot (TF) merupakan

PJB sianotik yang paling sering ditemukan, terjadi 10% kasus PJB.28

Berdasarkan sebuah penelitian di Eropa Barat (2003) dilaporkan penyebab

kematian pada anak dengan kelainan kogenital, 45% disebabkan oleh karena

penyakit jantung bawaan. Selain itu, dalam penelitian lain dilaporkan juga

bahwa 20% penyebab terjadinya abortus spontan adalah penyakit jantung

bawaan.1 Penyakit jantung bawaan menyebabkan tingginya mortalitas dan

morbiditas pada bayi, serta mempengaruhi kualitas hidup pada usia anak dan

remaja. Selain itu juga mempengaruhi interaksi sosial dan kualitas hidup orang

tua pada anak dengan penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan ini

dapat menunjukkan gejala dan dapat segera di diagnosis segera setelah bayi

lahir, namun kebanyakan kelainan ini tidak terdiagnosa hingga penyakit sudah

berada pada stadium yang berat.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sirkulasi Janin dan Perubahan Setelah Lahir

Tali pusat berisi satu vena dan dua arteri. Vena ini menyalurkan oksigen

dan makanan dari plasenta ke janin. Sebaliknya, kedua arteri menjadi

pembuluh balik yang menyalurkan darah ke arah plasenta untuk dibersihkan

dari sisa metabolisme.

Setelah melewati dinding abdomen, pembuluh vena umbilikalis

mengarah ke atas menuju hati, membagi menjadi 2, yaitu sinus porta ke

kanan, yang memasok darah ke hati, duktus venosus yang berdiameter lebih

besar dan akan bergabung dengan vena kava inferior masuk ke atrium

kanan. Darah yang masuk ke jantung kanan ini mempunyai kadar oksigen

yang sama seperti arteri, meski bercampur sedikit dengan darah dari vena

kava.

Darah ini akan langsung mengalir melalui foramen ovale pada

septum, masuk ke atrium kiri dan selanjutnya melalui ventrikel kiri akan

menuju aorta dan seluruh tubuh. Adanya krista dividens sebagai pembatas

pada vena kava memungkinkan sebagian besar darah bersih dari duktus

venosus langsung akan mengalir ke arah foramen ovale. Sebaliknya,

sebagian kecil akan mengalir ke arah ventrikel kanan.

Darah dari ventrikel kanan akan mengalir ke arah paru, tetapi

sebagian besar dari jantung kanan melalui arteri pulmonalis akan dialirkan

ke aorta melalui suatu pembuluh duktus arteriosus karena paru belum

3
berkembang. Darah tersebut akan bergabung di aorta desending, bercampur

dengan darah bersih yang akan dialirkan ke seluruh tubuh. Darah balik akan

melalui arteri hipogastrika, keluar melalui dinding abdomen sebagai arteri

umbilikalis.

Setelah bayi lahir, semua pembuluh umbilikalis, duktus venosus,

dan duktus arteriosus akan mengerut. Pada saat lahir, akan terjadi

perubahan sirkulasi, dimana terjadi pengembangan paru dan penyempitan

tali pusat. Akibat peningkatan tekanan oksigen pada sirkulasi paru dan vena

pulmonalis, duktus

A. Definisi

Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit dengan kelainan pada

struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang

terjadi akibat adanya gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung

pada fase awal perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu non

sianotik dan sianotik yang masing – masing memberikan gejala dan

memerlukan penatalaksanaan yang berbeda. (Webb, 2011).

B. Epidemiologi

Angka kejadian PJB dilaporkan sekitar 8 – 10 bayi per 1000 kelahiran

hidup dan 30% diantaranya telah memberikan gejala pada minggu – minggu

pertama kehidupan. Bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan

baik, 50% kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan. Di negara

maju hampir semua jenis PJB telah dideteksi dalam masa bayi bahkan pada

usia kurang dari 1 bulan, sedangkan di negara berkembang banyak yang baru

terdeteksi setelah anak lebih besar, sehingga pada beberapa jenis PJB yang

4
berat mungkin telah meninggal sebelum terdeteksi. Pada beberapa jenis PJB

tertentu sangat diperlukan pengenalan dan diagnosis dini agar segera dapat

diberikan pelayanan di Indonesia, selain pengadaan dana dan pusat pelayanan

kardiologi anak yang adekwat, diperlukan juga kemampuan deteksi dini PJB

dan pengetahuan saat rujukan yang optimal oleh para dokter umum yang

pertama kali berhadapan dengan pasien (PERKI, 2000).

Penelitian di Taiwan menunjukkan prevalensi yang sedikit berbeda, yaitu

sekitar 13,08 dari 1000 kelahiran hidup, dimana sekitar 12,05 pada bayi

berjenis kelamin laki-laki dan 14,21 pada bayi perempuan. Penyakit Jantung

Bawaan yang paling sering ditemukan adalah Ventricular Septal Defect (Wu,

2009).

Bayi baru lahir yang dipelajari di Indonesia adalah 3069 orang, 55,7% laki-

laki dan 44,3% perempuan, 28 (9,1 per 1000) bayi mempunyai PJB. Patent

Ductus Arteriosus (PDA) ditemukan pada 12 orang bayi (42,9%), 6 diantaranya

bayi prematur. Ventricular Septal Defect (VSD) ditemukan pada 8 bayi

(28,6%), Atrial Septal Defct (ASD) pada 3 bayi (19,7%), Complete Atrio

Ventricular Septal Defect (CAVSD) pada 3,6% bayi, dan kelainan katup jantung

pada bayi yang mempunyai Penyakit Jantung Sianotik (10,7%), satu bayi

Transposition of Great Arteries (TGA), dua lain dengan kelainan jantung

kompleks sindrom sianotik. Ditemukan satu bayi dengan Sindrom Down

dengan ASD, dengan ibu pengidap diabetes. Atrial fibrillation ditemukan di

satu orang bayi. Dari 28 bayi dengan PJB, 4 mati (14,3%) selama 5 hari

pengamatan. Data menunjukkan ibu yang tidak mengkonsumsi vitamin B

secara teratur selama kehamilan awal mempunyai 3 kali resiko bayi dengan

5
PJB. Merokok secara signifikan sebagai faktor resiko bagi PJB 37,5 kali.

Faktor resiko lain secara statistik tidak berhubungan.

C. Etiologi dan Faktor Resiko

Penyebab Penyakit Jantung Bawaan berkaitan dengan kelainan

perkembangan embrionik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung dan

pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya PJB belum dapat

diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai

pengaruh pada peningkatan angka kejadian PJB misalnya (Colleen, 2011) :

 Riwayat kehamilan dan perinatal

Keadaan ibu saat hamil yang dapat meningkatkan terjadinya PJB

adalah demam saat trimester pertama, infulenza, usia ibu lebih dari 35

tahun, dan merokok pada trimester pertama. 22 Meningkatnya paparan

stres oksidatif atau berkurangnya kadar antioksidan dalam darah selama

ibu hamil juga berperan terhadap terjadinya nonsindromik PJB.

Bayi yang lahir dari ibu yang menderita DM mempunyai risiko

untuk mengalami kardiomiopati yang transien yang terdiagnosis dengan

pemeriksaan ekokardiografi. Penyebab keadaan ini belum pasti, tetapi

diduga akibat hiperinsulinemia dan hiperglikemia pada masa fetus.

 Genetik keluarga

Adanya riwayat kelainan jantung bawaan pada keluarga

meningkatkan kemungkinan terjadinya kelainan jantung bawaan pada

anak. Secara keseluruhan risiko penyakit jantung bawaan (PJB) akan

meningkat tiga kali bila ada salah satu dari keluarga generasi pertama

6
yang memiliki PJB. Kejadian PJB tidak hanya dapat berulang pada satu

keluarga, tetapi jenis PJB pun seringkali sama. 22 Saat seseorang

mendapatkan kelainan jantung bawaan maka akan meningkatkan risiko

3% pada saudaranya. Risiko kejadian juga berhubungan dengan

prevalensi dari kelainan jantung bawaan.2

 Riwayat ibu mengonsumsi obat-obatan, jamu dan alkohol

Konsumsi banyak obat, seperti talidomid dan isotretinoin selama

awal kehamilan dapat mengganggu kardiogenesis pada fetus. Selain itu,

pada beberapa penelitian juga disebutkan bahwa konsumsi alkohol atau

menggunakan kokain selama masa kehamilan dapat meningkatkan

risiko terjadinya penyakit jantung bawaan.2 Riwayat pemakaian obat

anti epilepsi pada ibu hamil seperti hidantoin dapat menyebabkan

stenosis pulmonal, dan aorta, litium dapat menyebabkan anomali

ebstein, dan konsumsi alkohol dapat menyebabkan ASD dan VSD.22

 Infeksi selama kehamilan

Infeksi yang diketahui memiliki keterkaitan dengan kelainan

kongenital pada janin salah satunya kelainan jantung bawaan adalah

rubella. Infeksi rubella pada ibu pada trimester pertama kehamilan

biasanya akan menyebabkan banyak kelainan bawaan termasuk

kelainan pada jantung. Infeksi rubela dapat menyebabkan Congenital

Rubella Syndrome (CRS), dan defek yang dapat muncul pada sindroma

ini salah satunya adalah penyakit jantung bawaan pada anak.3 Infeksi

sitomegalovirus, hespes virus, dan coxsackie virus B akan

7
menyebabakan berbagai kelainan bawaan di awal kehamilan.

Sedangkan infeksi virus tersebut pada akhir kehamilan akan

menyebabkan miokarditis. Infeksi HIV di hubungkan dengan

kardiomiopati pada neonatus.11

 Kelahiran preterm

Bayi kurang bulan adalah bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi

kurang dari 37 minggu. Kelahiran dengan usia kehamilan kurang dari

37 minggu mempunyai resiko tinggi terhadap berbagai penyakit yang

berhubungan dengan prematuritas. Bayi lahir kurang bulan beresiko

mengalami PDA.2 Masalah utama dari bayi prematur adalah respon dari

duktus arteriosus terhadap oksigen. Biasanya bayi prematur akan

memiliki duktus arteriosus yang masih terbuka karena respon otot polos

duktus terhadap oksigen belum berkembang sepenuhnya. Hal ini juga

disebabkan karena kadar Prostaglandin E 2 (PGE2) dalam sirkulasi

masih tinggi dan respon jaringan duktus yang prematur terhadap PGE2

menjadi meningkat, sehingga menyebabkan dilatasi pada otot polos

duktus.2

 Berat bayi lahir rendah

Berdasarkan data dari Vermont Oxford Network, dari hampir

100.000 kelahiran dengan berat badan berat lahir sangat rendah, hampir

900 memiliki kelainan jantung bawaan. Ditemukan bahwa, kelainan

jantung bawaan yang tersering pada bayi dengan berat badan lahir

8
rendah adalah Tetralogi of fallot, coarctation of the aorta, complete

atrioventricular septal defect, and pulmonary atresia.

D. Klasifikasi

Penyakit jantung bawaan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok

besar berdasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat ditentukan

16
melalui pemeriksaan fisik. Klasifikasi penyakit jantung bawaan menjadi PJB

sianotik dan PJB asianotik tersebut sering dikenal dengan klasifikasi klinis.

Penyakit jantung bawaan asianotik atau non sianotik umumnya memiliki

kelainan yang lebih sederhana dan tunggal sedangkan tipe sianotik biasanya

1,17
memiliki kelainan struktur jantung yang lebih kompleks dan bervariasi.

Baik keduanya hampir 90% memerlukan intervensi bedah jantung terbuka

untuk pengobatannya. Sepuluh persen lainnya adalah kelainan seperti

kebocoran sekat bilik jantung yang masih mungkin untuk menutup sendiri

11
seiring dengan pertambahan usia anak.

a. Penyakit Jantung Bawaan Asianotik

Penyakit jantung bawaan asianotik adalah kelainan struktur dan fungsi

jantung yang dibawa sejak lahir dan sesuai dengan namanya, pasien ini

tidak ditandai dengan sianosis. Penyakit jantung bawaan ini merupakan

bagian terbesar dari seluruh penyakit jantung bawaan.1 Bergantung pada

ada tidaknya pirau (kelainan berupa lubang pada sekat pembatas antar

jantung), kelompok ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu :

9
1) PJB Asianotik dengan Pirau

Adanya celah pada septum mengakibatkan terjadinya aliran pirau

(shunt) dari satu sisi ruang jantung ke ruang sisi lainnya. Karena tekanan

darah di ruang jantung sisi kiri lebih tinggi disbanding sisi kanan, maka

aliran pirau yang terjadi adalah dari kiri ke kanan. Akibatnya, aliran darah

paru berlebihan. Aliran pirau ini juga bisa terjadi bila pembuluh darah yang

13
menghubungkan aorta dan pembuluh pulmonal tetap terbuka.

Karena darah yang mengalir dari sirkulasi darah yang kaya oksigen ke

sirkulasi darah yang miskin oksigen, maka penampilan pasien tidak biru

(asianotik). Namun, beban yang berlebihan pada jantung dapat

menyebabkan gagal jantung kiri maupun kanan. Yang termasuk PJB

asianotik dengan aliran pirau dari kiri kanan ialah :

a) Atrial Septal Defect (ASD)

Atrial Septal Defect (ASD) atau defek septum atrium adalah

kelainan akibat adanya lubang pada septum intersisial yang

1
memisahkan antrium kiri dan kanan. Defek ini meliputi 7-10% dari

seluruh insiden penyakit jantung bawaan dengan rasio perbandingan

17
penderita perempuan dan laki-laki 2:1.

Berdasarkan letak lubang defek ini dibagi menjadi defek septum

atrium primum, bila lubang terletak di daerah ostium primum, defek

septum atrium sekundum, bila lubang terletak di daerah fossa ovalis

10
dan defek sinus venosus, bila lubang terletak di daerah sinus venosus,

1,18
serta defek sinus koronarius.

Sebagian besar penderita defek atrium sekundum tidak memberikan

gejala (asimptomatis) terutama pada bayi dan anak kecil, kecuali anak

1,17
sering batuk pilek sejak kecil karena mudah terkena infeksi paru.

1
Bila pirau cukup besar maka pasien dapat mengalami sesak napas.

Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik yakni dengan

askultasi ditemukan murmur ejeksi sistolik di daerah katup pulmonal di

16
sela iga 2-3 kiri parasternal. Foto torak standar dapat sangat

membantu diagnosis ASD. Pada penderita ASD dengan pirau

bermakna, foto torak AP menunjukkan atrium kanan yang menonjol,

dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Pada foto AP biasanya

tampak jantung yang hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru

yang bertambah sesuai dengan besarnya pirau.9

Gambar 6. Atrium Septal Defec (ASD).20

b) Ventricular Septal Defect (VSD)

11
Defek septum ventrikel atau Ventricular Septal Defect (VSD)

merupakan kelainan berupa lubang atau celah pada septum di antara

rongga ventrikal akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat

1
interventrikel. Defek ini merupakan defek yang paling sering dijumpai,

16,17
meliputi 20-30% pada penyakit jantung bawaan. Berdasarkan letak

defek, VSD dibagi menjadi 3 bagian, yaitu defek septum ventrikel

1
perimembran, defek septum ventrikel muskuler, defek subarterial.

Prognosis kelainan ini memang sangat ditentukan oleh besar

kecilnya defek. Pada defek yang kecil seringkali asimptomatis dan

17
anak masih dapat tumbuh kembang secara normal. Sedangkan pada

defek baik sedang maupun besar pasien dapat mengalami gejala sesak

napas pada waktu minum, memerlukan waktu lama untuk

menghabiskan makanannya, seringkali menderita infeksi paru dan

1
bahkan dapat terjadi gagal jantung.

Pada pemeriksaan fisik, terdengar intensitas bunyi jantung ke-2

yang meningkat, murmur pansistolik di sela iga 3-4 kiri sternum dan

17
murmur ejeksi sistolik pada daerah katup pulmonal. Terapi ditujukan

untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta memelihara tumbuh

kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil, maka pirau akan

menutup selama tahun pertama kehidupan. Operasi dengan metode

12
transkateter dapat dilakukan pada anak dengan risiko rendah (low risk)

19
setelah berusia 15 tahun.

c) Patent Ductus Arteriousus (PDA)

Patent Ductus Arteriousus (PDA) atau duktus arteriosus persisten

1
adalah duktus arteriosus yang tetap membuka setelah bayi lahir.

17,18
Kelainan ini banyak terjadi pada bayi-bayi yang lahir prematur.

Insiden duktus arteriosus persisten sekitar 10-15% dari seluruh

penyakit jantung bawaan dengan penderita perempuan melebihi laki-

16,17
laki yakni 2:1.

Gambaran foto torak pada penderita duktus arteriousus presisten

yang cukup besar akan menunjukkan pembesaran atrium kiri dan

vetrikel kiri. Tampak peningkatan corakan vaskuler paru. Dilatasi aorta

asending biasanya tampak pada bayi prematur dengan PDA. Pada PDA

yang besar akan tampak segmen pulmonal yang menonjol. Bila telah

terdapat penyakit vaskuler paru akan tampak pembesaran ventrikel

kanan dan corakan vaskuler paru menjadi menurun.9

Gambar 5. Paten duktus arteriosus


disebabkan oleh hipertensi pulmonal.
Hipertensi pulmonal adalah pembesaran
arteri pulmunal. Kumparan metalik
diletakkan untuk menutup duktus
arteriosus persisten.19
2) PJB Asianotik Tanpa Pirau

13
Penyakit jantung bawaan jenis ini tidak ditemukan adanya defek yang

menimbulkan hubungan abnormal antara ruang jantung. Kelainan dapat

berupa penyempitan (stenosis) atau bahkan pembuntuan pada bagian

tertentu jantung, yakni katup atau salah satu bagian pembuluh darah diluar

jantung yang dapat menimbulkan gangguan aliran darah dan membebani

16
otot jantung. Jenis PJB tanpa pirau antara lain :

a. Stenosis Pulmonal

Istilah stenosis pulmonal digunakan secara umum untuk menunjukkan

adanya obstruksi pada jalan keluar ventrikel kanan atau a. pulmonalis dan

1
cabang-cabangnya. Kelainan ini dibagi menjadi 3 tipe yaitu valvar,

subvalvar, dan supravalvar. Stenosis pulmonal 80% merupakan tipe

14,17
valvuler dan ditemukan sebagai kelainan yang berdiri sendiri. Insiden

stenosis pulmonal meliputi 10% dari keseluruhan penyakit jantung

17
bawaan.

Sebagian besar stenosis pulmonal bersifat ringan dengan prognosis baik

sepanjang hidup pasien. Pada stenosis yang berat akan terjadi limitasi curah

jantung sehingga menyebabkan sesak napas, disritmia hingga gagal

2
jantung. Pada stenosis pulmonal ringan sampai sedang terdengar bunyi

jantung ke-2 yang melemah dan terdapat klik ejeksi sistolik. Klik diikuti

dengan murmur ejeksi sistolik derajat I-III pada tepi kiri atas sternum yang

15,17
menjalar ke punggung.

14
Terapi yang dianjurkan pada kasus sedang hingga berat ialah

valvuloplasti balon transkateter. Prosedur ini sekarang dilakukan oleh bayi

kecil, sehingga dapat menghindari pembedahan neonates yang berisiko

15
tinggi.

Pada stenosis katup pulmonal ukuran jantung masih normal dengan

pelebaran arteri post stenotik, namun vaskularisasi paru tidak meningkat.

Tidak ada hubungan langsung antara ukuran arteri pulmonalis dengan

derajat stenosis.9

Gambar 7. Foto torak PA mendemonstrasikan ukuran normal jantung. Arteri pulmonal


tampak abnormal convex dengan cabang arteri pulmonalis. Pembuluh darah aorta terlihat
di sisi kiri.21

b. Stenosis Aorta

Obstruksi aliran keluar ventrikel kanan, baik dalam tubuh

ventrikel kanan, pada katup pulmonalis, atau dalam arteri pulmonalis,

diuraikan sebagai Stenosis Pulmonalis (Carabello, 2011).

15
Pada kelainan ini dapat ditemui katup aorta hanya memilki dua daun

yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal seperti corong. Dalam

jangka waktu tertentu lubang atau pembukaan katup tersebut sering menjadi

kaku dan menyempit karena terkumpulnya endapan kalsium.14 Stenosis

pulmonal mencakup 5% dari total keseluruhan penyakit jantung bawaan

dengan predominasi laki-laki 2:1.15

Pada pasien stenosis aorta yang ringan atau pun moderat sering tidak

memberikan keluhan, tapi stenosis akan makin nyata karena proses fibrosis

17
dan kalsifikasi pada waktu menjelang kian dewasa. Klik ejeksi sistolik

akan terdengar keras dan jelas di sela iga 2-3 pada tepi kanan atas sternum.

Stenosis aorta yang ringan dan asimptomatik biasanya tidak diperlukan

tindakan apapun kecuali profilaksis antibiotik untuk mencegah

endokarditis. Pada stenosis aorta yang cukup berat perlu dilakukan tindakan

14,17
secepatnya dengan valvuloplasti balon atau pembedahan.

c. Koarktasio Aorta

Koarktasio aorta meupakan kelainan jantung non sianotik yang paling

banyak menyebabkan gagal jantung pada bayi-bayi di minggu pertama

17
setelah kelahirannya. Insidens koarktasio aorta kurang lebih sebesar 8-

15% dari seluruh kelainan penyakit jantung bawaan serta ditemukan lebih

17
banyak pada laki-laki daripada perempuan (2:1).

Diagnosis dapat dengan menemukan adanya perbedaan yang besar

antara tekanan darah pada extremitas atas dengan extremitas bawah. Foto

16
rontgen dada memperlihatkan kardiomegali dengan kongesti vena

pulmonalis, pemeriksaan Doppler pada aorta akan memperlihatkan aliran

arteri yang terganggu.15

Pada neonates pemberian prostalglandin (PGE1) untuk membuka

kembali duktus arteriosus akan memperbaiki perfusi sistemik dan

14,15
mengkoreksi asidosis. Tindakan pelebaran koarktasio dengan kateter

balon bila dikerjakan dengan baik dapat memberikan hasil yang

1
memuaskan.

b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik

Penyakit jantung bawaan sianotik merupakan kelainan struktur dan fungsi

jantung sehingga mengakibatkan seluruh darah balik vena sistemik yang

mengandung darah rendah oksigen kembali eredar ke sirkulasi sistemik dan

menimbulkan gejala sianosis.14 Sianosis yang dimaksud yakni sianosis sentral

yang merupakan warna kebiruan pada mukosa akibat konsentrasi hemoglobin

tereduksi >5g/dl dalam sirkulasi.2 Berdasarkan dari gambaran foto dada PJB

sianotik dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:

1) Penyakit Jantung Bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang

a) Tetralogi of Fallot (ToF)

Tetralogi Fallot merupakan penyakit jantung bawaan sianotik yang

banyak ditemukan yakni berkisar 7-10% dari seluruh penyakit jantung

1,17
bawaan. Tetralogi Fallot merupakan kelainan yang terdiri dari

17
kombinasi 4 komponen yakni defek septum ventrikel, over-riding aorta,

1
stenosis pulmonal, serta hipertensi ventrikel kanan.

Pada Tetralogi Fallot yang ringan pada waktu istirahat maupun

melakukan aktivitas fisik tidak tampak adanya sianosis. Pada TF yang

moderat hingga berat sianosis akan tampak bahkan pada saat anak istirahat.

Seorang anak yang mengidap TF akan mudah merasa lelah, sesak dan

17
hiperpnu karena hipoksia. Pada pemeriksaan fisik, ujung-ujung jari

tampak membentol dan berwarna biru (finger clubbing) dan pada auskultasi

terdengar bunyi jantung ke-1 normal sedangkan bunyi jantung ke-2 tunggal

17
disertai murmur ejeksi sitolik di bagian parasternal sela iga 2-3 kiri.

Gambaran jantung pada radiologi tetralogy of fallot tidak terdapat

pembesaran. Apeks jantung kecil dan terangkat dan konus pulmonalis

cekung, vaskularisasi paru menurun. Gambaran ini disebut mirip dengan

sepatu.9

Gambar 9. Foto rontgen thoraks posis PA, memperlihatkan ukuran jantung normal dengan
bentuk sepatu boot (boot shape).21

18
Bayi-bayi dengan tetralogi berat memerlukan pengobatan medik dan

intervensi bedah pada masa neonatus. Terapi ditujukan segera pada

pemberian segera penambahan aliran darah pulmonal untuk mencegah

1
sekuele hipoksia berat. Pemberian PGE dapat menyebabkan dilatasi duktus

arteriousus dan memberi aliran darah pulmonal yang cukup sampai

16
prosedur bedah dapat dilakukan.

b) Atresia Pulmonal

Atresia pulmonal merupakan kelainan jantung kongenital sianostik yang

sangat jarang ditemukan. Atresia pulmonal disebabkan oleh gagalnya

proses pertumbuhan katup pulmonal, sehingga tidak terdapat hubungan

antara ventrikel kanan dengan arteri pulmonal. Kelainan ini dapat terjadi

dengan septum ventrikel yang masih intak atau disertai dengan defek pada

septum ventrikel. Insiden atresia pulmonal dengan septum yang masih intak

17
atau utuh sekitar 0,7-3,1% dari keseluruhan kasus PJB.

Gejala dan tanda sianotik tampak pada hari-hari pertama kehidupan.

Bunyi jantung ke-2 terdengar tunggal, dan tidak terdengar adanya murmur

1,17
pada sela iga 2-3 parasternal kiri karena arteri pulmonal atretik. Pada

foto rontgen ditemukan pembesaran jantung dengan vaskularisasi paru yang

15
berkurang.

Prostalglandin digunakan untuk mempertahankan duktus arteriosus

tetap membuka sambil menunggu intervensi lebih lanjut. Septostomi atrial

19
dengan balon harus dilakukan secepatnya apabila pirau antarinteratrial agak

retriktif. Koreksi total yakni membuat ligasi koleteral baru dilakukan bila

15,17
anak sudah berusia di atas 1 tahun.

2) Penyakit Jantung Bawaan sianotik dengan vaskularisasi paru bertambah

a) Transposisi Arteri Besar

Transposisi arteri besar merupakan kelainan jantung yang paling banyak

pada neonatus. Insiden kelainan ini sekitar 25% dari seluruh kelainan

jantung bawaan sianotik atau 5-10% dari kselutuhan penyakit jantung

bawaan dan kelainan ini ditemukan lebih banyak paada laki-laki

dibandingkan dengan perempuan.1,17

Pada kelainan ini terjadi perubahan posisi aorta dan a. pulmonalis, yakni

aorta keluar dari ventrikel kanan, sedangkan a. pulmonalis keluar dari

ventrikel kiri. Dengan demikian maka kedua sirkulasi sistemik dan paru

tersebut terpisah, dan kehidupan hanya dapat berlangsung apabila ada

komunikasi antara dua sirkulasi ini.1

Manifestasi klinis bergantung pada adanya percampuran yang adekuat

antara sirkulasi sistemik dan paru dan adanya stenosis pulmonal. Stenosis

pulmonal terdapat pada 10% kasus.1 Pengobatan dilakukan untuk

mempertahankan duktus arteriosus agar darah dapat tercampur sampai

tindakan bedah dilakukan.

Pada transposisi arteri besar, gambaran radiologi yang khas adalah

egg shaped dengan mediastinum yang sempit. Corakan vaskuler paru mula-

mula tampak normal, namun kemudian menjadi meningkat. Bila transposisi

20
disertai DSV dan stenosis pulmonal, maka vaskularisaasi paru menurun

ukuran jantung normal.9

Gambar 10. Jantung membesar dengan penyempitan pedikel memberi tampakan yang
disebut “telur atas tali”. Mediastinum superior tampak sempit diakibatkan oleh hubungan
anteroposterior transposisi arteri besar dan ketiadaan timus pada radiologis.21

Operasi paling baik dilakukan pada saat anak berusia 1-2 tahun dengan

prosedur Mustard.17

E. Keluhan Klinis yang Sering Dijumpai pada Anak dan Bayi yang

Menderita Penyakit Jantung Bawaan

1) Keringat Berlebihan

Keringat yang berlebihan atau diaforesis merupakan salah satu gejala klinis

yang dijumpai pada PJB. Adanya keringat yang berlebihan lebih banyak dijumpai

pada anak dengan pirau kiri ke kanan yang bermakna di tingkat atrium atau

ventrikel. Bayi yang berkeringat berlebihan pada saat minum merupakan tanda

yang cukup reliabel untuk adanya gagal jantung yang mengancam.22

2) Squatting (Sering Berjongkok)

Pada anak-anak yang sering tampak berjongkok terutama saat beraktivitas

harus dipikirkan adanya penyakit jantung bawaan, terutama adanya tetralogi fallot

(TF). Setelah aktivitas, aliran balik vena dari ekstremitas bawah mengandung kadar

21
oksigen yang sangat rendah, dengan posisi jongkok, aliran balik darah vena

ekstremitas bawah ditahan sehingga saturasi oksigen darah campur (mixed vein)

meningkat. Teori lain berpendapat bahwa berjongkok bukan menyebabkan

tetekuknya arteri dan vena di tungkai, tetapi mendekatkan jantung pada tungkai

sehingga meningkatkan volume darah sentral, tekanan darah, dan curah jantung.22

3) Palpitasi

Palpitasi atau berdebar-debar merupakan gejala denyut jantung yang lebih

cepat yang sering dihubungkan dengan gangguan irama jantung.2 Takikardia

disebabkan oleh karena adanya gangguan impuls listrik yang mengontrol irama

kerja jantung. Beberapa diantara gejala takikardi dihubungkan dengan gangguan

pada jantung termasuk kelainan jantung bawaan. 2

4) Infeksi Nafas Berulang

Pada anak dengan penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan

yang besar dan dengan tingginya aliran darah paru memiliki risiko untuk menderita

infeksi saluran nafas berulang. Namun infeksi nafas saluran atas berulang tidak

berhubungan dengan penyakit jantung bawaan. Penyakit jantung bawaan yang

berisiko untuk terjadinya infeksi saluran nafas bawah berulang seperti PDA, ASD,

VSD.2

22
5) Jari Tabuh

Gambar 1. Gambar tersebut memperlihatkan clubbed fingers. phalangeal depth ratio merupakan
ratio dari falang distal dengan diameter interphalangeal. Clubbing finger bisa didiagnosis jika
diameter falang distal (A) lebih besar daripada diameter interfalang (B) (ie, phalangeal depth ratio
>1).

6) Bising Jantung

7) Kardiomegali

23
F. Tatalaksana

Intervensi awal untuk mengatasi spells pada bayi yaitu dengan posisi knee-

chest yang dapat dilakukan dengan berbaring atau bayi diletakkan pada bahu ibu.

Keadaan ini diharapkan dapat meningkatkan resistensi vaskuler sistemik yang

berakibat berkurangnya pirau dari kanan ke kiri sehingga terjadi peningkatan

sirkulasi pulmonal. Bayi akan lebih tenang dan darah balik vena iskemik akan

berkurang. Pada anak besar dengan squatting (berjongkok) yang juga merupakan

upaya untuk meningkatkan resistensi vaskuler sistemik sehingga berkurangnya

pirau dari kanan ke kiri di tingkat ventrikel. Pemberian oksigen pada keadaan ini

tidak banyak manfaatnya karena masalah utama bukan kekurangan oksigen

namun yang terjadi adalah berkurangnya aliran darah ke paru.30

Apabila intervensi di atas tidak berhasil, maka harus diberikan terapi sebagai

berikut :

1. Propanolol 0.1mg/kgBB intravena diberikan pelan-pelan dan dapat diulang

setelah 15 menit. Dengan berkurang nya kontraktilitas miokard diharapkan

spasme infundibulum berkurang dan sirkulasi pulmonal akan meningkat.

Untuk pencegahan spells dapat diberikan propanolol oran dengan dosis 2-

4mg/kgBB/hari. Obat pilihan lain adalah esmolol 0.5mg/kgBB diberikan

intravena dalam 1 menit, kemudian 50 mikrogram/kgBB selama 4 menit.

Dapat pula diberikan metoprolol 0.1mg/kgBB diberikan intravena selama

5 menit, dapat diulang tiap 5 menit, maksimal 3 kali.

21
Vasokonstriktor phenylephrine drip dapat diberikan 0.1-

0.5mikrogram/kgBB/menit untuk meningkatkan resistensi vaskular

sistemik sehingga terjadi penurunan pirau dari kanan ke kiri.

2. Koreksi asisdosis metabolik dengan pemberian bikarbonat natricus 1-

2,Eq/kgBB i.v. dengan koreksi asidosis metabolik akan terjadi penurunan

rangsangan pusat pernafasan dan mengurangi peningkatan resistensi

vaskular paru yang disebabkan hipoksia dan asidosis.

3. Bila belum ada perbaikan dapat diberikan morfin 0.1-0.2/kgBB i.m.

dengan efek yang diharapkan dapat menekan pusat pernafasan dan sedasi

yang pada akhirnya mengurangi hyperpnea.

4. Pemberian cairan inisial dengan bolus 10-20cc/kgBB akan meningkatkan

aliran darah paru. Dapat diberikan cairan koloid atau kristaloid yang dapat

menigkatkan preload dan diberikan lebih dul sebelum obat-obatan.

Akhir-akhir ini dilaporkan keberhasilan pengobatan “cyanotic spells” pada

anak dengan tetralogi fallot menggunakan single dose fentanyl intranasal, terjadi

peningkatan saturasi oksigen menjadi 78% dalam waktu 10 menit. Frekuensi

terjadinya serangan sianotik yang sering atau tidak pada bayi atau anak dengan

PJB sianotik menentukan apakah penderita perlu tindakan operasi paliatif segera

atau dapat langsung dilakukan operasi defenitif atau total koreksi.30

G. Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi yang terjadi tergantung dari jenis Penyakit Jantung Kongenital yang
dialami:

21
a) ASD : kompilkasi biasanya bisa terjadi saat pascabedah seperti, gagal
jantung, fibrilasi atrium dikemudian hari (biasanya pada penderita yang
dioperasi sesudah usia 20 tahun).
b) VSD : komplikasi tergantung dari besar kecilnya defek yang terjadi. Jika
defek kecil maka kemungkinan besar tidak akan terjadi komplikasi karena
defek biasanya akan menutup saat bayi berusia sebelum 4 bulan. Tetapi
jika defek besar makan komplikasi yang terjadi adalah, infeksi nafas yang
berulang dan gagal jantung kongesti walaupun manajemen medik optimal.
Bayi dapat mengalami Gagal tumbuh akibat efek dari gagal jantung.
c) PDA : pendarahan gastrointestinal (penurunan jumlah trombosit), CHF,
Hiperkalemia, aritmia, gagal tumbuh.
d) SP: gagal jantung kanan, infark miokard kanan, endokarditis.
e) SA: gagal ventrikel kiri, aritmi dapat mati mendadak, fibrilasi atrium,
angina pectoris.
f) Koartasio Aorta: pendarahan otak, ruptur aorta, endokarditis.

Prognosis tergantung dari cara penanganan setiap kasus:

1. ASD : biasanya pada anak dan bayi dapat ditoleransi, hanya pada shunt
besar akan menimbulkan gagal jantung.
2. VSD : sebagian kecil (30-50%) akan menutup dengan spontan, paling
sering selama umur satu tahun
3. PDA : kecil presentasi untuk hidup normal tanpa gejala jantung, namun
manifestasi lambat dapat terjadi
4. SP : tergantung pada beratnya penyempitan.
5. SA: dapat mati mendadak tanpa gejala sebelumnya, dengan operasi katup
dapat hidup lebih lama.
6. Koartasio Aorta : biasanya dapat menyebabkan pendarahan otak.

23
BAB III

KESIMPULAN

Penyakit jantung bawaan merupakan kelainan kongenital dengan insiden

6-10 bayi tiap kelahiran hidup. Untuk itu perlu dilakukan deteksi dini kelainan

jantung bawaan agar dapat dilakukan tatalaksana segera. Deteksi dini dapat

dilakukan dengan mengetahui status prenatal pasien berupa kelainan genetik,

riwayat keluarga, riwayat konsumsi obat-obatan, alkohol, dan merokok pada ibu,

kehamilan preterm, berat badan lahir rendah (BBLR), dan infeksi pada saat

kehamilan.

Deteksi dini juga dapat dilakukan pada bayi post natal. Deteksi dini dapat

dinilai berdasarkan manifestasi klinis berupa sianosis, sesak, jari tabuh, hambatan

tumbuh, dada berdebar, nyeri dada, penurunan toleransi latihan, infeksi saluran

nafas berulang. Selain itu, pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan kardiomegali,

bising jantung, keringat berlebihan squatting, palpitasi, infeksi nafas berulang,

penurunan toleransi latihan, hambatan pertumbuhan, jari tabuh dan sianosis.

Deteksi dini juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang berupa

pemeriksaan lab, USG, elektrokardiography (EKG), echocardiography, rontgen,

CT-scan, dan MRI.

24
Daftar Pustaka

1. Sayasathid J, Sukonpan K, Somboonna N. Epidemiology and Etiology of

Congenital Heart Diseases. Thailand : Cardiac Center, Faculty og Medicine,

Naresuan University. Di unduh dari : www.intechopen.compada 30 September

2015.

2. Park. M K. Park’s Pediatric Cardiology For Practitioners. 5 th edition. Mosby

Elsevier : Philadelphia. 2014.

3. Nazme NI, Hussain M, Hoque MD.M, Dey AC, Das AHC. Study of

Cardiovascular Malformation in Congenital Rubella Syndrome in Two

Tertiary Level Hospital of Bangladesh. Bangladesh J Child Health 2014;Vol

38(3):141.

4. Wren C. Prematurity, Low Birth Weight, Adn Cardiovascular Malformation.

United Kingdom : Departement of Pediatric Cardiology, Freeman Hospital;

2010 [Di unduh pada 10 Oktober 2015]. Tersedia di : www.pediatric.org.

5. Knowles RL, Day T, Wade A, Bull C, Wren C, Dezateux C. Patient-reported

Quality of Life Outcomes for Children with Serious Congenital Heart Defect.

Arc Dis child 2014;0:1-7.

6. Cervi E, Giardini MD.A. Exercise Tolerence in Children with a Left to Right.

Journal of Cardiology and Therapy Vol 2. No 1 (2015).

7. Sulaiman MS, Reybrouck T. Maximal Oxygen Uptake and ventilatory

Anaerobic treshold with Pediatrics aged Group in Non-operated Ventricular

Septal Defect and surgically RepairedTetralogy of Fallot. JAMR Vol.1 No.1,

May 2014, page .

Anda mungkin juga menyukai