Program P2PL PDF
Program P2PL PDF
Program P2PL PDF
1
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
2016
SAMBUTAN
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, hingga saat ini
kita masih dalam lindungan-Nya serta diberikan keikhlasan,
kemampuan dan kesempatan untuk berbuat dan berjuang demi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Semoga segala
upaya yang telah, sedang, dan akan kita laksanakan memberikan
manfaat yang maksimum serta menjadi salah satu catatan amal ibadah
kita di hadapan-Nya kelak. Amin.
RPJMN tahun 2015-2019 telah ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Presiden nomor
2 tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-2019
(RPJMN). Oleh Menteri Kesehatan RPJMN tersebut dijabarkan dalam Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan melalui
Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.02.02/2015 tentang Rencana Strategis Kementerian
Kesehatan Tahun 2015-2019 (Renstra).
Sesuai amanat Menteri Kesehatan, dengan diterbitkannya Resnstra Revisi, Unit Utama harus
menjabarkan Renstra tersebut dalam Rencana Aksi Program tingkat Eselon I dan Rencana
Aksi Kegiatan tingkat Eselon II. Oleh karena itu Rencana Aksi Program Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan tahun 2015-2019 yang telah ditetapkan dalam
Keputusan Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan nomor
HK.02.03/d1/2088/2015 tentang Rencana Aksi Program Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan tahun 2015-2019 harus dilakukan penyesuaian dengan program,
kegiatan, sasaran, indikator, dan target sebagaimana telah ditetapkan dalam Renstra Revisi.
Harapan saya selaku pembina dan pengendali Program Pencegahan dan Pengendaian
Penyakit, kiranya seluruh komponen yang terlibat dalam upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit pada seluruh lini dapat menggunakan Rencana Aksi Program (revisi)
ini sebagai salah satu pedoman dalam melaksanakan seluruh upaya Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit yang diperlukan untuk mencapai target indikator yang telah
ditetapkan.
Selanjutnya saya minta kepada seluruh Satuan Kerja di lingkungan Ditjen P2P untuk
menjabarkan Rencana Aksi Program ini dalam Rencana Aksi Kegiatan di masing-masing
Satker sesuai dengan tugas fungsinya masing-masing.
2
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Melalui kesempatan ini saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setingi tinginya
kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Rencana Aksi Program
(revisi). Saya harap kontribusi semua pihak tidak berhenti sampai disini, jalinan kerjasama
yang semakin kuat untuk mencapai sasaran Program P2P harus senantiasa kita tingkatkan.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhai Rencana Aksi Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit (revisi) ini. Amin.
3
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan YME, buku Rencana Aksi
Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2015-2019 (revisi) dapat disusun
untuk menjadi acuan bersama dalam penyusunan perencanaan Program Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit tahun 2015-2019.
Buku ini memuat perencanaan level program dan kegiatan berikut tujuan, sasaran, kebijakan,
strategi, indikator dan target level program dan kegiatan. Kekhususan dari Rencana Aksi
Program ini terletak pada operasionalisasi kita dalam menjalankan strategi dan kebijakan
untuk mencapai tujuan dan sasaran program serta kegiatan. Untuk itu saya tekankan agar
semua pihak dapat memahami operasionalisasi kegiatan tersebut.
Rencana Aksi ini juga disusun dengan maksud agar Satuan Kerja pelaksana Program P2P
dapat menjadikannya sebagai pedoman dalam menyusun Rencana Aksi Kegiatan masing-
masing Satker sesuai dengan tantangan masing-masing Satker namun tetap dalam kerangka
pencapain tujuan dan sasaran nasional Program P2P.
Kami meyakini, bahwa Rencana Aksi ini belum sempurna dan terus akan di-up date untuk
mengakomodir perkembangan kondisi internal dan eksternal pembangunan kesehatan di
bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Oleh karena itu masukan dari semua pihak
untuk perbaikannya sangat dibutuhkan. Kepada seluruh penyusun buku ini, kami
mengucapkan terima kasih atas segala upayanya. Semoga Rencana Aksi Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2019 (revisi) ini dapat mencapai tujuan
penyusunannya.
Sekretaris Ditjen,
4
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
DAFTAR ISI
SAMBUTAN ........................................................................................................................................ 2
KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... 4
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ 5
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL ....................................................................................... 7
5
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
BAB VI. PENUTUP .......................................................................................................................... 63
MATRIK RENCANA KINERJA DAN PENDANAAN .................................................................... 64
Tim Penyusun ..................................................................................................................................... 86
6
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
TENTANG
DIREKTUR JENDERAL
PENCWGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT,
7
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438)
8
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
MEMUTUSKAN :
9
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
KEENAM : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai pada tanggal
ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 20 Februari 2019
ANUNG SUGIHANTONO
10
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Lampiran I
Keputusan Direktur Jenderal
Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Nomor
BAB I. PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh
kesinambungan antar upaya program dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya
yang telah dilaksanakan oleh periode sebelumnya.
Pembangunan kesehatan pada periode 2015-2019 adalah Program Indonesia Sehat dengan
sasaran meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan
pemeratan pelayanan kesehatan. Program Indonesia dituangkan dalam sasaran pokok
RPJMN 2015-2019 yaitu: (1) meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2)
meningkatnya pengendalian penyakit; (3) meningkatnya akses dan mutu pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4)
meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan
kualitas pengelolaan SJSN Kesehatan, (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat
dan vaksin; serta (6) meningkatkan responsivitas sistem kesehatan.
Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat,
penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Pilar paradigma sehat di
lakukan dengan strategi pengarusutamaan kesehatan dalam pembangunan, penguatan
promotif preventif dan pemberdayaan masyarakat. Pilar penguatan pelayanan kesehatan
dilakukan dengan strategi peningkatan akses pelayanan kesehatan, optimalisasi sistem
rujukan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan, menggunakan pendekatan continuum
of care dan intervensi berbasis risiko kesehatan. Sementara itu pilar jaminan kesehatan
11
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
nasional dilakukan dengan strategi perluasan sasaran dan benefit serta kendali mutu dan
kendali biaya.
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular,
pendekatan keluarga dan GERMAS diarahkan pada upaya to detect (deteksi) yang
merupakan upaya deteksi dan diagnosis dini penyakit; to prevent (mencegah) yang
merupakan upaya untuk untuk mengendalikan faktor risiko terjadinya penyakit; upaya to
response (merespon) yang dilakukan dengan menangani kejadian penyakit, penggerakan
masyarakat, dan pelaporan kejadian penyakit; to protect (melindungi) yang merupakan upaya
untuk melindungi masyarakat dari risiko terpapar penyakit menular dan tidak menular; dan to
promote (meningkatkan) yang merupakan upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat sehingga tidak mudah terpapar penyakit menular dan tidak menular.
Gambaran kondisi umum, potensi dan permasalahan pencegahan dan pengendalian penyakit
dipaparkan berdasarkan hasil pencapaian program, kondisi lingkungan strategis,
kependudukan, sumber daya, dan perkembangan baru lainnya. Potensi dan permasalahan
pencegahan dan pengendalian penyakit menjadi input dalam menentukan arah kebijakan dan
strategi dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
A. Penyakit Menular
Prioritas pencegahan dan pengendalian penyakit menular tertuju pada pencegahan dan
pengendalian penyakit HIV/AIDS, tuberculosis, pneumoni, hepatitis, malaria, demam
berdarah, influenza, flu burung dan penyakit neglected diseases antara lain
kusta,frambusia, filariasis, dan chsitosomiasis. Selain penyakit tersebut, penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) seperti polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis
B, dan tetanus baik pada maternal maupun neonatal juga tetap menjadi perhatian
walaupun pada tahun 2014 Indonesia telah dinyatakan bebas polio dan tahun 2016 sudah
mencapai eliminasi tetanus neonatorum. Termasuk prioritas dalam pengendalian
penyakit menular adalah pelaksanaan Sistim Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa,
Kekarantinaan Kesehatan untuk mencegah terjadinya Kejadian Kesehatan yang
Meresahkan (KKM) dan pengendalian panyakit infeksi emerging.
12
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
1. Penyakit Menular Langsung
1.1. HIV AIDS dan IMS
Sejak pertama kali ditemukan tahun 1987 sampai Maret 2015, HIV-AIDS tersebar di
390 kab/kota dari 514 Kabupaten/Kota di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah
kumulatif infeksi HIV sampai dengan Maret 2015 dilaporkan sebanyak 167.350 kasus
dan jumlah AIDS yang dilaporkan sebanyak 66.835 orang. Sedangkan jumlah ODHA
yang mendapatkan ARV sampai bulan Maret 2015 sebanyak 53.233 orang.
Pelaksanaan berbagai upaya tersebut juga didukung oleh tersedianya tata laksana
penanganan pasien, tenaga kesehatan, pelayanan kesehatan (khususnya Rumah
Sakit), dan laboratorium kesehatan. Setidaknya terdapat empat laboratorium yang
sudah terakreditasi dengan tingkat keamanan biologi 3 (BSL 3), yakni Laboratorium
Badan Litbang Kesehatan, Institute of Human Virology and Cancer Biology (IHVCB)
Universitas Indonesia, Institut Penyakit Tropis Universitas Airlangga, dan Lembaga
Biologi Molekuler Eijkman.
1.2. TB
Untuk mengatasi permasalahan TB, diperlukan kerja sama lintas sektor karena
prevalensi/beban TB disebabkan oleh multisektor seperti kemiskinan, pertumbuhan
ekonomi yang tinggi dengan disparitas yang terlalu besar, masalah sosial
penganguran dan belum semua masyarakat dapat mengakses layanan TB
khususnya di Daerah Terpencil, Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
1.3. ISPA
14
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
(WHO) menyebut sebagai ”the forgotten killer of children”. Pneumonia dikatakan
sebagai pembunuh utama balita di dunia, berdasarkan data WHO dari 6,6 juta balita
yang meninggal di dunia , 1,1 juta meninggal akibat pneumonia pada tahun 2012 dan
99% kematian pneumonia anak terjadi di negara berkembang. Sementara di
Indonesia, dari hasil SDKI 2012 disebutkan bahwa angka kematian balita adalah
sebesar 40 per 1000. Sementara berdasarkan Riskesdas (2007), penyebab kematian
bayi terbanyak adalah diare (31,4%) dan pnemonia (23,8%). Sedangkan penyebab
terbanyak kematian anak balita adalah diare (25,2%) dan pnemonia (15,5%).
Tiga provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah Nusa
Tenggara Timur (38,5%), Sulawesi Barat (34,8%), dan Kalimantan Tengah (32 %).
Dari laporan rutin puskesmas tahun 2014 disebutkan jumlah pneumonia balita yang
dilaporkan adalah 657.490 kasus dan 496 kematian balita karena pneumonia.
Pneumonia balita merupakan penyakit yang dapat didiagnosis dan diobati dengan
teknologi dan biaya yang murah, namun jika terlambat maka akan menyebabkan
kematian pada balita. Dari perhitungan beban penyakit yang dilakukan Litbangkes,
diperkirakan akibat pneumonia pada usia balita (< 5 tahun) di tahun 2015 akan
terdapat DALYs loss sekitar 1 triliun rupiah.
Penemuan dan tatalakasana kasus pneumonia pada balita secara dini diharapkan
dapat menekan angka kematian yang diakibatkan karena pneumonia, dari hasil kajian
WHO tatalaksana pneumonia balita dapat mencegah kematian balita karena
pneumonia sebesar 40%.
Dalam hal pengendalian Hepatitis maka strategi utama adalah melaksanakan upaya
peningkatan pengetahuan dan kepedulian, pencegahan secara komprehensif,
pengamatan penyakit dan pengendalian termasuk tatalaksana dan peningkatan
akses layanan.
Untuk itu kegiatan deteksi dini hepatitis menjadi sangat penting untuk dapat
memutus rantai penularan (terutama dari ibu ke bayi) serta untuk mengetahui sedini
15
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
mungkin seseorang terinfeksi hepatitis dan tindak lanjut terapinya. Dengan deteksi
dini seseorang sapat diterapi lebih awal sehingga seseorang yang terinfeksi hepatitis
dapat meningkat kwalitas hidupnya dan hati tidak menjadi sirosis atau kanker hati.
Untuk penyakit diare, meskipun penyakit ini mudah diobati dan di tatalaksana, namun
saat ini diare masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat terutama
pada bayi dan balita dimana diare merupakan salah satu penyebab kematian utama.
Dari kajian masalah kesehatan berdasarkan siklus kehidupan tahun 2011 yang
dilakukan oleh badan Litbangkes, diare merupakan penyebab kematian nomor 2
sesudah penumonia, proporsi penyebab kematian pada bayi post neonatal sebesar
17,4% dan pada bayi sebesar 13,3%.
Penyakit lain yang juga memerlukan perhatian adalah tifoid. Tifoid merupakan salah
satu penyakit endemis yang ada di Indonesia, mayoritas mengenai anak usia sekolah
dan kelompok usia produktif, penyakit ini menyebabkan angka absensi yang tinggi,
rata – rata perlu waktu 7 – 14 hari untuk perawatan apabila seseorang terkena Tifoid.
Apabila pengobatan yang dilakukan tidak tuntas maka dapat menyebabkan
terjadinya karier yang kemudian menjadi sumber penularan bagi orang lain. Dampak
penyakit ini adalah, tingginya angka absensi, penurunan produktifitas, timbulnya
komplikasi baik di saluran pencernaan maupun diluar saluran pencernaan, kerugian
ekonomi untuk biaya pengobatan dan perawatan, kematian.
Menurut data WHO tahun 2008, angka kejadian Tifoid <15 tahun adalah
180,3/100.000 penduduk, sedangkan kejadian Tifoid pada seluruh umur adalah
81,7/100.000 penduduk. Berdasarkan angka tersebut maka pada tahun 2015 ini
diperkirakan terdapat 289.687 orang akan terkena Tifoid. Jumlah sebesar itu akan
memerlukan biaya perawatan sebesar Rp. 1,5 triliun berupa biaya perawatan pasien,
maupun biaya kerugian lain akibat tidak masuk kerja atau sekolah, dan biaya lain
terkait yang dikeluarkan oleh keluarga akibat anggota keluarga dirawat karena Tifoid.
Hingga akhir tahun 2013 Indonesia masih memiliki 14 provinsi dan 147 kab/kota yang
belum mencapai eliminasi kusta. Berdasarkan situasi tersebut, pemerintah telah
menyusun peta jalan program pengendalian kusta menuju eliminasi tingkat provinsi
dan kab/kota. Indonesia diharapkan dapat mencapai target eliminasi kusta di seluruh
provinsi pada tahun 2019 dan eliminasi kusta di seluruh kab/kota pada tahun 2020.
Salah satu strategi yang dilakukan dalam rangka pencapaian target tersebut antara
lain dengan penemuan kasus dini kusta tanpa cacat yang diikuti dengan pengobatan
hingga selesai. Upaya yang juga dapat mendorong percepatan eliminasi adalah
16
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
dengan melakukan intensifikasi komunikasi, informasi dan edukasi serta juga
intensifikasi penemuan kasus. Kegiatan tersebut diharapkan dapat meningkatkan
angka penemuan sukarela, meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat
terkecil yaitu keluarga dan pada akhirnya berdampak pada menurunnya penularan
di tengah masyarakat dan berkurangnya stigma dan diskriminasi terhadap penderita
dan keluarganya
2.1. Malaria
Walaupun secara nasional kasus malaria telah mengalami penurunan namun masih
terjadi disparitas kejadian malaria di daerah terutama di 5 Provinsi wilayah Timur
Indonesia yaitu di Papua, Papua Barat, Nusa Tenggra Timur, Maluku dan Maluku
Utara. Berbeda dengan Indikator RPJMN 2010-2014 yang berupa pencapaian API di
bawah 1 per 1000 penduduk, maka pada RPJMN 2015-2019 indikator berupa jumlah
kumulatif kabupaten/ kota mencapai eliminasi malaria. Pada tahun 2014 terdapat 212
kabupaten/kota yang telah mencapai status eliminasi , sehingga masih terdapat 88
kabupaten/ Kota yang harus mencapai status eliminasi sebagaimana ditetapkan
dalam target RPJMN yaitu 300 Kabupaten/ Kota mencapai eliminasi Malaria pada
tahun 2019.
2.2. Zoonosis
Zoonosis adalah penyakit dan infeksi yang ditularkan secara alami di antara hewan
vertebrata dan manusia (WHO). Dalam rangka akselerasi pengendalian zoonosis
telah dibentuk Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis melalui PERPRES No.30
Tahun 2011 tentang Pengendalian Zoonosis.
Rabies adalah penyakit infeksi sistem saraf pusat akut pada manusia dan hewan
berdarah panas yang disebabkan oleh lyssa virus, dan menyebabkan kematian pada
hampir semua penderita rabies baik manusia maupun hewan. Pada manusia, rabies
menyebabkan kematian jika sudah terjadi gejala klinis. Selama 2009 – 2013 terjadi
17
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
lebih dari 361.935 kasus gigitan hewan penular rabies, sekitar 299.209 orang (82,67
%) diberikan Vaksin Anti Rabies (VAR) dan 841 orang meninggal akibat rabies
(lyssa). Di Indonesia rabies terjadi di 265 Kabupaten/Kota (sebagai data dasar
sasaran). Sebanyak 25 provinsi telah tertular rabies dan hanya 9 provinsi masih
bebas historis dan telah dibebaskan dari rabies (Provinsi Kepulauan Riau, Bangka
Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat).
Eliminasi rabies di ASEAN telah menjadi komitmen bersama yakni ASEAN Bebas
Rabies 2020. Indonesia sebagai salah satu Negara ASEAN juga mempunyai
komitmen guna mencapai tujuan lndonesia Bebas Rabies 2020.
Flu Burung/Avian Influenza adalah suatu penyakit menular pada unggas yang
disebabkan oleh virus influenza tipe A dengan subtipe H5N1. Di Indonesia kasus
tersebut pertama kali terjadi pada manusia pada tahun 2005 sampai 2014. Pada
kurun waktu tersebut telah dilaporkan 197 kasus konfirmasi dengan 165 kematian
dan tersebar sporadis di 15 provinsi.
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri dari genus
leptospira yang patogen dan dapat menyerang manusia dan hewan. Tikus dicurigai
sebagai sumber utama infeksi pada manusia di Indonesia. Pada tahun 2014
dilaporkan kasus Leptospirosis nasional 524 kasus dengan 62 kematian (CFR
11,83%).
Penyakit antraks adalah termasuk salah satu zoonosis yang disebabkan oleh bacillus
anthracis, dapat menyerang manusia melalui 3 cara yaitu melalui kulit yang lecet,
abrasi atau luka, dapat melalui pernafasan (inhalasi) dan melalui mulut karena makan
bahan makanan yang tercemar kuman antraks misalnya daging yang terinfeksi yang
dimasak kurang sempurna. Spora antraks ini dapat digunakan sebagai senjata
bioterorisme.
Pes (Plague) disebabkan oleh bakteri Yersinia pestis yang terdapat pada binatang
pengerat/rodensia seperti tikus/bajing dan dapat menular antar binatang pengerat
melalui gigitan pinjal dan ke manusia melalui gigitan pinjal. Fokus Pes di Indonesia
adalah Kabupaten Pasuruan (Jawa Timur), Kabupaten Boyolali (Jawa Tengah),
Kabupaten Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta).
2.4. Arbovirosis
Dalam tiga dekade terakhir, penyakit DBD meningkat insidennya di berbagai belahan
dunia terutama daerah tropis dan sub-tropis, serta banyak ditemukan di wilayah
urban dan semi-urban, termasuk di Indonesia. Untuk penyakit DBD, target angka
kesakitan DBD secara nasional tahun 2012 sebesar 53 per 100.000 penduduk atau
lebih rendah. Sampai tahun 2013, di Indonesia tercatat angka kesakita sebesar 45
per 100.000 penduduk yang berarti telah melampaui target yang ditetapkan. Angka
Kematian DBD juga mengalami penurunan. Pada tahun 1968 angka CFR mencapai
41,30% dan menjadi 0,77% pada tahun 2013. Cara yang dapat dilakukan untuk
upaya pengendalian DBD adalah melalui upaya pengendalian nyamuk penular dan
upaya membatasi kematian karena DBD. Atas dasar itu, maka upaya pengendalian
DBD memerlukan kerjasama dengan program dan sektor terkait serta peran serta
masyarakat
Salah satu upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian penyakit
menular adalah dengan pemberian imunisasi. Penyakit-penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) diantaranya adalah Difteri, Pertusis, Tetanus, Tuberkulosis,
Campak, Poliomielitis, Hepatitis B, dan Hemofilus Influenza Tipe b (Hib).
Data tahun 2013 menunjukan jumlah kasus penyakit PD3I yang terjadi sebanyak
14.340 kasus yang terdiri dari: Campak 11.521 kasus, Difteri 778 kasus, TN 78 kasus
dan Non Polio AFP sebanyak 1.963 kasus. Sedangkan tahun 2014 jumlah kasus
19
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
PD3I sebanyak 15.224 kasus dengan rincian: Campak 12.943 kasus, Difteri 430
kasus, TN 84 kasus dan Non Polio AFP sebanyak 1.767 kasus. Diharapkan pada
tahun 2019 jumlah kasus PD3I dapat menurun hingga 40%, yaitu minimal menjadi
8.604 kasus
Program imunisasi merupakan salah satu upaya kesehatan yang masih terkendala
oleh beberapa faktor, antara lain: terbatasnya jumlah SDM yang kompeten, tingginya
mutasi petugas khususnya di tingkat pelayanan, tidak meratanya komitmen
pemangku kebijakan di daerah untuk memprioritaskan program imunisasi, kurang
efektifnya sistem pengadaan logistik imunisasi, dan sulitnya kondisi geografis di
sebagian wilayah. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, persentase imunisasi dasar
lengkap di perkotaan lebih tinggi (64,5%) daripada di perdesaan (53,7%). Universal
Child Immunization (UCI) desa yang kini mencapai 82,7% perlu ditingkatkan hingga
mencapai 92% di tahun 2019. Dari data rutin cakupan imunisasi dasar lengkap,
persentase lebih tinggi terdapat di wilayah bagian barat dibanding wilayah timur.
Gambaran kondisi imunisasi saat ini adalah masih terdapat daerah kantong yang
cakupan imunisasinya belum memenuhi target selama beberapa tahun untuk
beberapa antigen, kinerja surveilans yang mengalami penurunan, serta adanya
disparitas capaian antar provinsi. Hal ini memerlukan perhatian upaya khusus
mempertahankan Erapo dan mencapai target eliminasi penyakit tertentu. Keadaan
tersebut di atas menimbulkan daerah risiko tinggi terhadap PD3I seperti gambar
dibawah ini.
20
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Khusus untuk eliminasi Tetanus Maternal Neonatal, saat ini Indonesia merupakan
satu-satunya negara di regional SEARO yang belum mencapai tahap eliminasi.
Sejumlah 30 dari 34 provinsi dan 479 dari 514 kabupaten di Indonesia yang tersebar
di regional 1 (Jawa-Bali), regional 2 (Sumatera), dan regional 3 (Kalimantan,
Sulawesi, NTB dan NTT) sudah mencapai tahap eliminasi Tetatus Maternal dan
Neonatal melalui berbagai kegiatan imunisasi rutin, imunisasi massal, serta
persalinan bersih dan aman. Namun Indonesia baru dinyatakan eliminasi apabila
regional 4 yang meliputi provinsi Maluku Utara, Maluku, Papua Barat dan Papua telah
mencapai target eliminasi. Program eliminasi TMN saat ini terfokus di 18 kabupaten
pada regional 4. Perlu dilakukan imunisasi TT dua putaran dengan cakupan tinggi
(>80%) agar Indonesia dapat disertifikasi sebagai negara yang sudah mengeliminasi
penyakit TMN pada tahun 2016.
21
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
2. Penyakit Menular Berpotensi KLB dan Menimbulkan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat
Dalam rangka menurunkan kejadian luar biasa penyakit menular telah dilakukan
pengembangan Early Warning and Respons System (EWARS) atau Sistem
Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), yang merupakan penguatan dari Sistem
Kewaspadaan Dini - Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB). Melalui penggunaan EWARS
diharapkan terjadi peningkatan dalam deteksi dini dan respon terhadap peningkatan
trend kasus penyakit, khususnya yang berpotensi menimbulkan KLB.
Jenis penyakit yang berpotensi KLB yang dipantau dalam SKDR yaitu sebanyak 23
penyakit, antara lain: Diare Akut, Malaria Konfirmasi, Tersangka Dengue,
Pneumonia, Diare Berdarah/Disentri, Suspek Demam Tifoid, Sindrom Jaundice Akut,
Suspek Chikungunya, Suspek Flu Burung pada manusia, Suspek Campak, Suspek
Difteri, Pertusis, Acute Flacid Paralysis (AFP), Gigitan Hewan Penular Rabies
(GHPR), Suspek Antraks, Suspek Leptospirosis, Suspek Kolera, kluster penyakit
yang tidak lazim, Suspek Meningitis/Encephalitis, Suspek Tetanus Neonatorum,
Suspek Tetanus, ILI (penyakit serupa influenza), dan Suspek HFMD
MERS CoV merupakan singkatan dari Middle East Respiratory Syndrome Corona
Virus (Sindrom Pernapasan Timur Tengah karena Virus Corona). Penyakit
pernapasan ini disebabkan oleh virus corona, keluarga besar virus yang juga dapat
menyebabkan penyakit mulai dari selesma (pilek) sampai Sindrom Pernapasan Akut
Berat (Severe Acute Respiratory Syndrome = SARS). Penyakit ini diidentifikasi
pertama kali di Arab Saudi pada tahun 2012. Berdasarkan data WHO, jumlah kasus
MERS CoV sampai dengan tanggal 2 Desember 2015 adalah 1.621 kasus dengan
584 kematian (CFR 36%). Terdapat 26 negara yang telah melaporkan kasus MERS
CoV tersebut dan sebagian besar kasus terjadi di Arab Saudi. Penularan dapat terjadi
melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan hewan atau manusia yang
terinfeksi. Perkembangan Mers-CoV dimulai tahun 2012 terdapat di 4 Negara. Tahun
2013 terdapat di 9 negara. Tahun 2014 terdapat di 17 Negara dan data per 2
Desember 2015 terdapat di 26 Negara.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim yang cukup besar memiliki
risiko tinggi untuk tertularnya penyakit ini, dikarenakan banyak warga Negara
Indonesia yang mengunjungi Arab Saudi dengan tujuan sebagai TKI, melaksanakan
ibadah haji dan umrah setiap tahunnya. Oleh karena itu berbagai upaya yang perlu
diperkuat oleh kementerian kesehatan beserta jajaraanya meliputi kesiapsiagaan
dan kewaspadaan dini, pencegahan, dan pengendalian infeksi di sarana pelayanan
kesehatan dan komunikasi risiko kepada masyarakat dalam antisipasi pengendalian
MERS-CoV.
Penyakit virus Ebola adalah salah satu penyakit fatal pada manusia yang disebabkan
oleh virus Ebola, yang pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976 di Republik Kongo
dan Sudan. Case Fatality Rate (CFR) Ebola adalah sebesar 50%, bahkan dapat
bervariasi dari 25%-90% pada wabah terdahulu. Pada bulan Maret 2014, WHO
melaporkan wabah Ebola terjadi di Guinea, Afrika Barat, yang kemudian berkembang
ke beberapa negara di Afrika Barat lainnya. Hingga pada tanggal 8 Agustus 2014,
WHO menyatakan ebola sebagai penyakit yang tergolong darurat kesehatan
masyarakat atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Adapun jumlah kasus global sejak wabah Ebola merebak pada tahun 2014 sebanyak
28.637 kasus dengan 11.314 kematian.
Sampai pada pertemuan Emergency IHR Committee on Ebola Virus Disease ke-7
pada tanggal 1 Oktober 2015 penyakit virus Ebola masih dinyatakan sebagai PHEIC.
Namun jika melihat kondisi saat ini, jumlah kasus cenderung menurun dan hanya
tersisa di 1 negara terjangkit (Guinea).
Kecenderungan penyakit menular terus meningkat dan telah mengancam sejak usia
muda. Selama dua dekade terakhir ini, telah terjadi transisi epidemiologis yang signifikan,
penyakit tidak menular telah menjadi beban utama, meskipun beban penyakit menular
masih berat juga. Indonesia sedang mengalami double burden penyakit, yaitu penyakit
tidak menular dan penyakit menular sekaligus. Penyakit tidak menular utama meliputi
jantung, stroke, hipertensi, diabetes melitus, kanker dan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK). Jumlah kematian akibat PTM terus meningkat dari 41,75% pada tahun 1995
menjadi 59,7% di 2007.
Di tingkat global, 63 persen penyebab kematian di dunia adalah penyakit tidak menular
(PTM) yang membunuh 36 juta jiwa per tahun, 80 persen kematian ini terjadi di negara
berpenghasilan menengah dan rendah. Penyakit tidak menular adalah penyakit kronis
dengan durasi yang panjang dengan proses penyembuhan atau pengendalian kondisi
klinisnya yang umumnya lambat. Pengaruh industrialisasi mengakibatkan makin
derasnya arus urbanisasi penduduk ke kota besar, yang berdampak pada tumbuhnya
gaya hidup yang tidak sehat seperti diet yang tidak sehat, kurangnya aktifitas fisik, dan
merokok. Hal ini berakibat pada meningkatnya prevalensi tekanan darah tinggi, glukosa
darah tinggi, lemak darah tinggi, kelebihan berat badan dan obesitas yang pada
gilirannya meningkatkan prevalensi penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit paru
obstruktif kronik, berbagai jenis kanker yang menjadi penyebab terbesar kematian (WHO,
2013).
PTM secara global telah mendapat perhatian serius dengan masuknya PTM sebagai
salah satu target dalam Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 khususnya pada
Goal 3: Ensure healthy lives and well-being. SDGs 2030 telah disepakati secara formal
oleh 193 pemimpin negara pada UN Summit yang diselenggarakan di New York pada
25-27 September 2015. Hal ini didasari pada fakta yang terjadi di banyak negara bahwa
meningkatnya usia harapan hidup dan perubahan gaya hidup juga diiringi dengan
meningkatnya prevalensi obesitas, kanker, penyakit jantung, diabetes dan penyakit
kronis lainnya. Penanganan PTM memerlukan waktu yang lama dan teknologi yang
mahal, dengan demikian PTM memerlukan biaya yang tinggi dalam pencegahan dan
penanggulangannya. Publikasi World Economic Forum April 2015 menunjukkan bahwa
potensi kerugian akibat penyakit tidak menular di Indonesia pada periode 2012-2030
diprediksi mencapai US$ 4,47 triliun, atau 5,1 kali GDP 2012. Masuknya PTM ke dalam
24
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
SDGs 2030 mengisyaratkan PTM harus menjadi prioritas nasional yang memerlukan
penanganan secara lintas sektor.
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 dan 2013 menunjukkan bahwa telah terjadi
peningkatan PTM secara bermakna, diantaranya prevalensi penyakit stroke meningkat
dari 8,3 per mil pada 2007 menjadi 12,1 per mil pada 2013. Lebih lanjut diketahui bahwa
61 persen dari total kematian disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, kanker, diabetes
dan PPOK. Tingginya prevalensi bayi dengan BBLR (10%, tahun 2013) dan lahir pendek
(20%, tahun 2013), serta tingginya stunting pada anak balita di Indonesia (37,2%, 2013)
perlu menjadi perhatian oleh karena berpotensi pada meningkatnya prevalensi obese
yang erat kaitannya dengan peningkatan kejadian PTM. Dengan demikian, pencegahan
dan pengendalian PTM juga perlu mengintegrasikan dengan upaya-upaya yang
mendukung 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk pencegahan dan penanggulangan PTM, sejalan
dengan pendekatan WHO terhadap penyakit PTM Utama yang terkait dengan faktor
risiko bersama (Common Risk Factors). Di tingkat komunitas telah diinisiasi
pembentukan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM dimana dilakukan deteksi dini
faktor risiko, penyuluhan dan kegiatan bersama komunitas untuk menuju Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat. Sejak mulai dikembangkan pada tahun 2011 Posbindu¬PTM pada
tahun 2015 telah berkembang menjadi 11.027 Posbindu di seluruh Indonesia.
Di tingkat pelayanan kesehatan juga telah dilakukan penguatan dari puskesmas selaku
kontak pertama masyarakat ke sistem kesehatan. Disadari bahwa pada saat ini sistem
rujukan belum tertata dengan baik dan akan terus disempurnakan sejalan dengan
penyempurnaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan bentuk
implementasi dari Universal Health Coverage (UHC) dan diterapkan sejak 1 Januari
2014. Namun demikian hal diatas belum cukup karena keterlibatan multi-sektor masih
terbatas. Dikenali bahwa PTM amat terkait kepada Social Determinants for Health,
khususnya dalam faktor risiko terkait perilaku dan lingkungan.
Tabel 2.1. Estimasi Proporsi PTM sebagai penyebab kematian di beberapa Negara
SEARO (WHO, 2014)
1
World Health Organization. 2014. Noncommunicable diseases country profiles. WHO: Geneva.
2
World Health Organization, 2011. Global status report on noncommunicable diseases 2010. WHO: Geneva.
26
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
akibat penyakit tidak menular didapatkan sekitar sepertiganya disebabkan oleh penyakit
stroke dengan total jumlah kematian 2285 (grafik 2.2).
Series 1; Perinatal; 6
Grafik 2.1. Proporsi penyebab kematian (%) pada populasi semua umur (total kematian:
4552 orang).
Sumber: Laporan RISKESDAS 2007.
Manutrisi 0,4
Malformasi kongenital 1
Ulkus lambung 3,4
Peny. Jantung lain 7,5
Peny. Saluarn nafas kronik 9,2
Penyakit jantung iskemik 9,3
Tumor ganas 10,2
Diabetes mellitus 10,2
Hipertensi 12,3
Strok 26,9
0 10 20 30 40 50
Proporsi (%) Penyebab Kematian Penyakit Tidak Menular
Grafik 2.2. Proporsi penyebab kematian akibat penyakit tidak menular (%) pada
populasi semua umur (total kematian: 2285 orang).
Pada grafik 2.3 dapat dilihat bahwa terjadi perubahan pola penyakit penyebab kematian
dari tahun 1995 s/d 2007, dimana proporsi penyakit infeksi atau penyakit menular serta
27
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
kematian maternal dan neonatal sebagai penyebab kematian yang cenderung menurun,
dan sebaliknya terjadi peningkatan pada penyakit tidak menular.
Gambar 2.3. Perubahan pola penyakit penyebab kematian pada tahun 1995 s/d 2007
28
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Miskin (kuintil
terbawah); Stroke; 13,1
Kaya (kuintil teratas);
Stroke; 11,2 Miskin (kuintil
terbawah)
Grafik 2.5. Prevalensi (‰) Kanker dan Strok menurut Status Ekonomi
Besar masalah penyakit tidak menular cukup bervariasi pada 33 provinsi di Indonesia.
Beberapa penyakit tidak menular utama yang masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia diantaranya adalah hipertensi, diabetes mellitus, PPOK, penyakit jantung
koroner, rematik, asma, stroke dan kanker.
Hasil RISKESDAS 2013 menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi adalah sebesar 25.8
persen yang menunjukkan angka yang lebih rendah di bandingkan 2007 (31.7%).
Prevalensi hipertensi tertinggi terjadi di provinsi Bangka Belitung (30.9%).Sementara
untuk prevalensi diabetes mellitus (hasil pemeriksaan darah vena) adalah sebesar 6.9
persen (5.6% pada laki-laki dan 7.7% pada perempuan). Prevalensi PPOK adalah
sebesar 3.7 persen dengan angka tertinggi di provinsi NTT (10%), prevalensi asma
adalah sebesar 4.5 persen dengan prevalensi tertinggi di provinsi Sulteng (7.8%).
Prevalensi penyakit rematik adalah sebesar 24.7 persen dengan prevalensi tertinggi di
provinsi NTT (33.1%). Khusus untuk kanker dan stroke angka prevalensi relatif rendah,
yaitu prevalensi kanker sebesar 1.4 per mil dengan angka tertinggi di provinsi DIY (4.1
‰), dan prevalensi stroke sebesar 12.1 per mil dengan angka tertinggi di provinsi Sulsel
(17.9%). Dari hasil RISKESDAS 2013 tampak bahwa provinsi NTT merupakan provinsi
dengan prevalensi tertinggi untuk tiga penyakit tidak menular seperti PPOK, PJK dan
Rematik.
Hasil RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan beberapa faktor risiko penyakit tidak
menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah faktor risiko
perilaku atau gaya hidup seperti merokok, kurang aktifitas fisik serta kurang konsumsi
sayur dan buah. proporsi merokok sebesar 36.3 persen yang meningkat dibandingkan
tahun 2007 (34.7%). Proporsi populasi dengan aktifitas fisik kurang adalah sebesar 26.1
persen, yang menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2007. Penurunan ini
berkaitan dengan penggunanaan definisi yang berbeda antara 2007 dan 2013. Proporsi
29
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
perilaku kurang konsumsi sayur dan buah masih sangat tinggi di tahun 2007 dan 2013
(93.6% dan 93.5%). Rata-rata konsumsi sayur dan buah di Indonesia masih berkisar
antara satu sampai dua porsi sehari dan sebesar 77.4 persen mengkonsumsi sayur dan
buah sebanyak satu sampai dua porsi sehari. Sementara terkait faktor risiko biologis,
seperti obesitas sentral menunjukkan angka yang meningkat dari 18.8 persen di tahun
2007 menjadi 26.6 persen di tahun 2013 (Table 2.2).
Tabel 2.2. Proporsi (%) faktor risiko PTM tahun 2007 dan 2013
30
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Tabel 2.3
Proporsi penduduk mengonsumsi gula, garam dan lemak melebihi ketentuan
Kemenkes menurut karakteristik, Indonesia 2014
Beban Ekonomi di Indonesia pada tahun 2012-2030 berdasarkan studi yang dilakukan
World Economic Forum (WEF) tahun 2014, lima penyakit PTM utama yaitu penyakit
kardiovaskular, kanker, PPOK, diabetes, dan kejiwaan diprediksi menyebabkan kerugian
sebesar US$4,47 triliun $17,863 per kapita.
31
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
C. Penyakit Terabaikan
Filariasis atau penyakit kaki gajah merupakan salah satu Penyakit Tropik Terabaikan
(Neglected Tropical Diseases/NTDs). Filariasis penyebab kecacatan tertinggi ke 4 di
dunia, sedangkan di Indonesia tercatat kurang lebih 14 ribu orang telah menderita
kecacatan akibat filariasis. Sementara itu diperkirakan lebih dari 1,2 juta penduduk telah
terinfeksi penyakit ini, serta 120 juta penduduk tinggal di daerah endemis filariasis dan
berpotensi tertular. Dari 241 kabupaten/kota endemis filariasis, sebanyak 148 (60%)
kabupaten/kota telah atau sedang melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal
(POPM) Filariasis. Jumlah penduduk Indonesia yang telah minum obat pencegahan
filariasis secara akumulasi sampai saat ini telah mencapai lebih dari 40 juta orang. Untuk
meningkatkan cakupan minum obat, maka pada Bulan Oktober periode Tahun 2015 –
2020 akan dilaksanakan Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA). BELKAGA adalah
Bulan dimana seluruh penduduk sasaran di wilayah endemis Filariasis minum obat
pencegahan Filariasis. Pencanangan BELKAGA akan dilaksanakan pada tanggal 1
Oktober 2015. Diharapkan semua kabupaten/kota endemis filariasis tersisa sudah mulai
melaksanakan POPM Filariasis paling lambat tahun 2016 sehingga pada tahun 2020
semua telah selesai siklus POPM 5 tahun. Dengan demikian pada tahun 2021-2025
dapat dilakukan proses sertifikasi eliminasi filariasis untuk kabupaten/kota tersisa.
Pada tahun 2000 Indonesia telah mencapai eliminasi kusta dengan prevalansi < 1/10.000
penduduk, namun masih ada 14 provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta. Kusta
masih menjadi masalah di Indonesia karena pada setiap tahunnya masih ditemukan
sekitar 16.000 – 20.000 kasus baru. Di tahun 2014 ditemukan 17.025 kasus baru, dengan
angka kecacatan tingkat II sebesar 9% dan kasus anak 11%.
Frambusia banyak ditemukan diwilayah timur Indonesia, dimana sarana air bersih dan
kesehatan lingkungan masih rendah. Tahun 2013 ditemukan 2.560 kasus frambusia (111
kab/kota) di Indonesia. Sesuai dengan target golbal Indonesia akan mencapai eradikasi
frambusia ditahun 2020.
32
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
D. Masalah Keehatan Jiwa dan NAPZA
Permasalahan kesehatan jiwa sangat besar dan menimbulkan beban kesehatan yang
signifikan. Data dari Riskesdas tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional
(gejala-gejala depresi dan ansietas), sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas. Hal ini
berarti lebih dari 14 juta jiwa menderita gangguan mental emosional di Indonesia.
Sedangkan untuk gangguan jiwa berat seperti gangguan psikosis, prevalensinya adalah
1,7 per 1000 penduduk. Ini berarti lebih dari 400.000 orang menderita gangguan jiwa
berat (psikotis). Angka pemasungan pada orang dengan gangguan jiwa berat sebesar
14,3% atau sekitar 57.000 kasus gangguan jiwa yang mengalami pemasungan.
Gangguan jiwa dan penyalahgunaan Napza juga berkaitan dengan masalah perilaku
yang membahayakan diri, seperti bunuh diri. Berdasarkan laporan dari Mabes Polri pada
tahun 2012 ditemukan bahwa angka bunuh diri sekitar 0.5 % dari 100.000 populasi, yang
berarti ada sekitar 1.170 kasus bunuh diri yang dilaporkan dalam satu tahun. Prioritas
untuk kesehatan jiwa adalah mengembangkan Upaya Kesehatan Jiwa Berbasis
Masyarakat (UKJBM) yang ujung tombaknya adalah Puskesmas dan bekerja bersama
masyarakat, mencegah meningkatnya gangguan jiwa masyarakat
Masalah penduduk miskin yang sulit berkurang akan masih menjadi masalah penting.
Secara kuantitas jumlah penduduk miskin bertambah, dan ini menyebabkan
permasalahan biaya yang harus ditanggung pemerintah bagi mereka. Tahun 2014
pemerintah harus memberikan uang premium jaminan kesehatan sebanyak 86,4 juta
orang miskin dan mendekati miskin. Data BPS menunjukkan bahwa ternyata selama
tahun 2013 telah terjadi kenaikan indeks kedalaman kemiskinan dari 1,75% menjadi
1,89% dan indeks keparahan kemiskinan dari 0,43% menjadi 0,48%. Hal ini berarti
tingkat kemiskinan penduduk Indonesia semakin parah, sebab semakin menjauhi garis
33
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
kemiskinan, dan ketimpangan pengeluaran penduduk antara yang miskin dan yang tidak
miskin pun semakin melebar.
Tingkat pendidikan penduduk merupakan salah satu indikator yang menentukan Indeks
Pembangunan Manusia. Di samping kesehatan, pendidikan memegang porsi yang besar
bagi terwujudnya kualitas SDM Indonesia. Namun demikian, walaupun rata-rata lama
sekolah dari tahun ke tahun semakin meningkat, tetapi angka ini belum memenuhi tujuan
program wajib belajar 9 tahun. Menurut perhitungan Susenas Triwulan I tahun 2013, rata-
rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas di Indonesia adalah 8,14 tahun.
Keadaan tersebut erat kaitannya dengan Angka Partisipasi Sekolah (APS), yakni
persentase jumlah murid sekolah di berbagai jenjang pendidikan terhadap penduduk
kelompok usia sekolah yang sesuai.
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS). GERMAS adalah suatu tindakan yang
sistematis dan terencana yang dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh komponen
bangsa dengan kesadaran, kemauan dan kemampuan berperilaku sehat untuk
meningkatkan kualitas hidup. Tujuan dari Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah
meningkatkan partisipasi dan peran serta masyarakat untuk hidup sehat, meningkatkan
produktivitas masyarakat dan mengurangi beban biaya kesehatan. Dalam rangka
mewujudkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dilakukan melalui peningkatan aktivitas
fisik, peningkatan perilaku hidup sehat, penyediaan pangan sehat dan percepatan
perbaikan gizi, peningkatan, pencegahan dan deteksi dini penyakit, peningkatan kualitas
lingkungan dan peningkatan edukasi hidup sehat. Pemerintah pusat dalam hal ini seluruh
kementerian berperan dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat sesuai dengan
kewenangan masing-masing. Khusus untuk Kementerian Kesehatan melaksanakan
kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat serta meningkatkan advokasi dan
pembinaan daerah dalam pelaksanaan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR),
34
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
meningkatkan pendidikan mengenai gizi seimbang dan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
eksklusif, serta aktivitas fisik dan meningkatkan pelaksanaan deteksi dini penyakit di
instansi pemerintah dan swasta. Seluruh komponen bangsa harus terlibat dalam
GERMAS baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, akademisi (pendidikan), dunia
usaha (Swasta), organisasi masyarakat (Karang Taruna, PKK, dsb), organisasi profesi,
individu, keluarga dan masyarakat.
Diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Menurut peta jalan menuju
Jaminan Kesehatan Nasional ditargetkan pada tahun 2019 semua penduduk Indonesia
telah tercakup dalam JKN (Universal Health Coverage - UHC). Diberlakukannya JKN ini
jelas menuntut dilakukannya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, baik
pada fasilitas kesehatan tingkat pertama maupun fasilitas kesehatan tingkat lanjutan,
serta perbaikan sistem rujukan pelayanan kesehatan. Untuk mengendalikan beban
anggaran negara yang diperlukan dalam JKN memerlukan dukungan dari upaya
kesehatan masyarakat yang bersifat promotif dan preventif agar masyarakat tetap sehat
dan tidak mudah jatuh sakit. Perkembangan kepesertaan JKN ternyata cukup baik.
Sampai awal September 2014, jumlah peserta telah mencapai 127.763.851 orang
(105,1% dari target). Penambahan peserta yang cepat ini tidak diimbangi dengan
peningkatan jumlah fasilitas kesehatan, sehingga terjadi antrian panjang yang bila tidak
segera diatasi, kualitas pelayanan bisa turun.
Kesetaraan Gender. Kualitas SDM perempuan harus tetap perlu ditingkatkan, terutama
dalam hal: (1) perempuan akan menjadi mitra kerja aktif bagi laki-laki dalam mengatasi
masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik; dan (2) perempuan turut mempengaruhi
kualitas generasi penerus karena fungsi reproduksi perempuan berperan dalam
mengembangkan SDM di masa mendatang. Indeks Pemberdayaan Gender (IPG)
Indonesia telah meningkat dari 63,94 pada tahun 2004 menjadi 68,52 pada tahun 2012.
Peningkatan IPG tersebut pada hakikatnya disebabkan oleh peningkatan dari beberapa
indikator komponen IPG, yaitu kesehatan, pendidikan, dan kelayakan hidup.
Berlakunya Undang-Undang Tentang Desa. Pada bulan Januari 2014 telah disahkan
UU Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa. Sejak itu, maka setiap desa dari 77.548 desa
yang ada, akan mendapat dana alokasi yang cukup besar setiap tahun. Dengan simulasi
APBN 2015 misalnya, ke desa akan mengalir rata-rata Rp 1 Miliar. Kucuran dana sebesar
ini akan sangat besar artinya bagi pemberdayaan masyarakat desa. Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) dan pengembangan
35
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
sepenuhnya kepada provinsi oleh Kementerian Kesehatan, karena provinsi telah diberi
kewenangan untuk memberikan sanksi bagi Kabupaten/Kota berkaitan dengan
pelaksanaan SPM.
Berlakunya Peraturan Tentang Sistem Informasi Kesehatan. Pada tahun 2014 juga
diberlakukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tentang Sistem Informasi Kesehatan
(SIK). PP ini mensyaratkan agar data kesehatan terbuka untuk diakses oleh unit kerja
instansi Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang mengelola SIK sesuai dengan
kewenangan masing-masing.
Hal ini berkaitan dengan perjanjian pengakuan bersama (Mutual Recognition Agreement
- MRA) tentang jenis-jenis profesi yang menjadi cakupan dari mobilitas. Dalam MRA
tersebut, selain insinyur, akuntan, dan lain-lain, juga tercakup tenaga medis/dokter,
dokter gigi, dan perawat. Tidak tertutup kemungkinan di masa mendatang, akan dicakupi
pula jenis-jenis tenaga kesehatan lain. Betapa pun, daya saing tenaga kesehatan dalam
negeri juga harus ditingkatkan. Institusi-institusi pendidikan tenaga kesehatan harus
ditingkatkan kualitasnya melalui pembenahan dan akreditasi.
36
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
desakan dari berbagai pihak kepada Pemerintah untuk segera mengaksesi FCTC. Selain
alasan manfaatnya bagi kesehatan masyarakat, juga demi menjaga nama baik Indonesia
di mata dunia.
Liberalisasi perdagangan barang dan jasa dalam konteks WTO - Khususnya General
Agreement on Trade in Service, Trade Related Aspects on Intelectual Property Rights
serta Genetic Resources, Traditional Knowledge and Folklores (GRTKF) merupakan
bentuk-bentuk komitmen global yang juga perlu disikapi dengan penuh kehati-hatian.
Prioritas yang dilakukan adalah mempercepat penyelesaian MoU ke arah perjanjian yang
operasional sifatnya, sehingga hasil kerjasama antar negara tersebut bisa dirasakan
segera.
Termasuk elemen penting dari GHSA adalah zoonosis. Sebagai bentuk dari perwujudan
atas elemen penting (komitmen) tersebut, Pemerintah Indonesia, yang dalam hal ini
diwakili oleh Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Kementerian
Kesehatan, dan Kementerian Pertanian membahas lebih jauh berbagai aspek dari
penyakit zoonosis dalam kaitan pencegahan, pendeteksian lebih dini, dan upaya
merespon atas munculnya ancaman dari penyakit tersebut.
37
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
BAB II. TUJUAN DAN SASARAN STATEGIS DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
Dalam Rencana Aksi Program P2P 2015 - 2019 tidak dutetapkan visi dan misi Direktorat
Jenderal. Rencana Aksi Program P2P mendukung pelaksanaan Renstra Kemenkes yang
melaksanakan visi dan misi Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-royong”. Upaya untuk
mewujudkan visi ini adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu:
Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenal dengan NAWA CITA yang ingin
diwujudkan pada Kabinet Kerja, yakni:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga Negara.
2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan.
4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
6. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa.
9. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Program P2P mempunyai peran dan berkonstribusi dalam tercapainya seluruh Nawa Cita
terutama tdalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui upaya preventif dan
promotif.
I. TUJUAN
Terdapat dua tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015-2019, yaitu: 1) meningkatnya
status kesehatan masyarakat dan; 2) meningkatnya daya tanggap (responsiveness) dan
perlindungan masyarakat terhadap risiko sosial dan finansial di bidang kesehatan.
38
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Peningkatan status kesehatan masyarakat dilakukan pada semua kontinum siklus kehidupan
(life cycle), yaitu bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, kelompok usia kerja, maternal, dan
kelompok lansia.
Tujuan indikator Kementerian Kesehatan bersifat dampak (impact atau outcome). Dalam
peningkatan status kesehatan masyarakat, indikator yang akan dicapai adalah:
1. Menurunnya angka kematian ibu dari 359 per 100.00 kelahiran hidup (SP 2010), 346
menjadi 306 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2012).
2. Menurunnya angka kematian bayi dari 32 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup.
3. Meningkatnya upaya peningkatan promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat,
serta pembiayaan kegiatan promotif dan preventif.
4. Meningkatnya upaya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat.
Dukungan Ditjen P2P dalam mencapai tujuan Kementerian Kesehatan dalam hal
meningkatkan upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat, serta pembiayaan
kegiatan promotif dan preventif dilakukan dalam bentuk upaya pencegahan dan pengendalian
penyakit secara berhasil-guna dan berdaya-guna melalui :
1) Persentase Cakupan Keberhasilan pengobatan pasien TB/ Succes Rate (SR) 90%.
2) Prevalensi HIV sebesar < 0,5%
3) Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria sebesar 300 kab/kota
4) Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta sebesar 34 provinsi
5) Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi filariasis sebesar 35 Kabupaten/Kota
6) Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu
sebesar 40%.
39
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
7) Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan
kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100%.
8) Persentase kab/kota yang melaksanakan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
minimal 50 persen sekolah sebesar 50%
9) Jumlah kabupaten/kota yang memiliki Puskesmas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa sebanyak 280 kab/kota.
10) Persentase respon terhadap sinyal SKD KLB dan bencana di wilayah layanan
B/BTKLPP sebesar 90%
11) Persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang melaksanakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar
100%.
12) Persentase alat angkut sesuai dengan standar kekarantinaan kesehatan sebesar 100%
40
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN
KERANGKA KELEMBAGAAN
Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 merupakan bagian
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK) 2005-2025, yang
bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud,
melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh
penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik lndonesia.
Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya
derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh meningkatnya Umur Harapan Hidup,
menurunnya Angka Kematian Bayi, menurunnya Angka Kematian Ibu, menurunnya
prevalensi gizi kurang pada balita.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, maka strategi pembangunan
kesehatan 2005- 2025 adalah: 1) pembangunan nasional berwawasan kesehatan; 2)
pemberdayaan masyarakat dan daerah; 3)pengembangan upaya dan pembiayaan
kesehatan; 4) pengembangan dan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; dan
5) penanggulangan keadaan darurat kesehatan.
Dalam RPJMN 2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat
kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan
kesehatan.
2019
Meningkatnya Pengendalian Penyakit Menular dan Tidak Menular
41
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
e. Prevalensi obesitas pada 15,4 (2013) 15,4
penduduk usia 18+ tahun (persen)
Dalam RPJMN, arah kebijakan dan strategi peningkatan pengendalian penyakit sesuai
dengan tugas fungsi Ditjen Pecegahan dan Pengendalian Penyakit adalah sebagai berikut :
42
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
b. Peningkatan upaya preventif dan promotif termasuk pencegahan kasus baru penyakit
dalam pengendalian penyakit menular terutama TB, HIV dan malaria dan tidak menular;
c. Pelayanan kesehatan jiwa;
d. Pencegahan dan penanggulangan kejadian luar biasa/ wabah;
e. Penatalaksanaan kasus dan pemutusan rantai penularan;
f. Peningkatan pengendalian dan promosi penurunan faktor risiko biologi (khususnya
darah tinggi, diabetes, obesitas), perilaku (khususnya konsumi buah dan sayur, aktifitas
fisik, merokok, alkohol) dan lingkungan;
g. Peningkatan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk pengendalian penyakit
h. Pemberdayaan dan peningkatan peran swasta dan masyarakat dalam pengendalian
penyakit.
Dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan, selain kebijakan dan strategi tersebut juga
dirumuskan strategi untuk memperkuat pelaksanaan upaya pencegahan dan pengendalian
penyakit. Stretegi tersebut adalah:
43
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
c. Menguatkan Sistem Pelayanan Kesehatan secara efektif dalam pengendalian
penyakit kronik melalui deteksi dini, diagnosa dini serta pengobatan dini, termasuk
penguatan tata-laksana faktor risiko memperkuat penanganan kegawat-daruratan
dan kasus-kasus yang perlu dirujuk dengan sinkroisasi sesuai pola pelayanan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
d. Menguatkan Surveilans, Monitoring dan Evaluasi serta Riset bidang PTMdalam
peningkatan ketersediaan data faktor risiko dan determinan lain PTM, angka
morbiditas dan mortalitas, serta penguatan sistem monitoring untuk mengevaulasi
kemajuan program dan kegiatan PPTM. Riset kebijakan dan kesehatan masyarakat
dalam bidang PTM amat dibutuhkan untuk menilai bagaimana dampak dari
berbagai kegiatan yang dirancang, mulai dari advokasi, kemitraaan, promosi
kesehatan dan penguatan sistem layanan kesehatan primer erhadap berbagai
indikator antara sebelum mengukur outcome seperti penurunan prevalensi
merokok di kalangan penduduk usia 15-18 tahun.
3. Untuk mendukung upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak
menular juga dilakukan dukungan laboratorium dalam sistem surveilans nasional dan
pelaksanaan pengendalian penyakit melalui pemeriksaan kesehatan terhadap orang,
barang dan alat angkut di Pelabuhan Bandara Lintas Batas.
Dalam Rencana Aksi Program ini, arah kebijakan dan strategi dalam RPJMN dan Renstra
diperasionalisasikan dalam upaya sebagai berkut:
1. Perluasan skrining AIDS. Dalam 5 tahun akan dilakukan test pada 15.000.000 sasaran,
dengan target tahun 2015 sebanyak 7.000.000 tes dengan sasaran populasi sasaran
(ibu hamil, pasangan ODHA, masyarakat infeksi TB dan hepatitis) dan populasi kunci
yaitu pengguna napza suntik, Wanita Pekerja Seks (WPS) langsung maupun tidak
langsung, pelanggan/pasangan seks WPS, gay, waria, LSL dan warga binaan
lapas/rutan. Target tahun 2016 hingga 2019 akan dilakukan secara bertahap untuk
memenuhi targret 15.000.000 test
2. Deteksi Dini Hepatitis B dan C; sampai dengan tahun 2019 akan diharapkan paling tidak
90% Ibu hamil telah ditawarkan untuk mengikuti Deteksi Dini Hepatitis B, paling tidak
90% Tenaga Kesehatan dilakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan C; demikian halnya
dengan kelompok masyarakat berisiko tinggi lainnya seperti keluarga orang dengan
Hepatitis B dan C; Pelajar/mahasiswa Kesehatan; Orang orang dengan riwayat pernah
menjalani cuci darah, Orang dengan HIV/AIDS, pasien klinik Penyakit Menular Seksual,
Pengguna Napsa Suntik, WPS, LSL, Waria, dll paling tidak 90% diantara mereka
melakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan C. Secara absolut jumlah yang akan dideteksi
dini sampai dengan tahun 2019 paling tidak sebesar 20 juta orang.
44
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
7. Memberikan otoritas pada petugas kesehatan masyarakat (Public Health Officers) di
pelabuhan/bandara/PLBD terutama hak akses pengamatan faktor risiko dan penyakit
melalui : 1). Standarisasi nasional SOP yang digunakan oleh seluruh Kantor Kesehatan
Pelabuhan sesuai perkembangan kondisi terkini, 2) Penyediaan sarana dan peralatan
pengamatan faktor risiko dan penyakit sesuai dengan perkembangan teknologi, 3).
Peningkatan kapasitas petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan dalam pengamatan faktor
risiko dan penanggulangan penyakit, 4). Peningkatan jejaring dengan lintas sektor dan
pengguna jasa, 5) Pelaksanaan kekarantinaan kesehatan dengan melakukan
pengawasan/pemeriksaan orang, barang, dan alat angkut di Pelabuhan/Bandara/Lintas
Batas.
8. Meningkatkan peran B/BTKL PP dalam upaya pengendalian faktor risiko dan penyakit
menular melalui: 1). Surveilans faktor risiko berbasis laboratorium, 2). Melaksanakan
advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa, wabah dan bencana di wilayah layanan, 3)
Melaksanakan kajian pengendalian penyakit menular, 4). Pengembangan laboratorium
pengendalian penyakit menular, 5). Meningkatkan dan mengembangkan model dan
teknologi tepat guna, 6) Bersama Satuan Kerja Pusat dan Dekonsentrasi melakukan
intervensi pengendalian penyakit menular.
12. Penguatan kewaspadaan dini Posko KLB melalui Public Health Emergency Oparation
Center
13. Introduksi dan demonstration vaksin baru, diantaranya Measles Rubella (MR), JE,
Pneumokokus, serta HPV pada daerah berisiko
15. Peningkatan cakupan deteksi dini faktor risiko PTM secara proaktif dengan mengunjungi
masyarakat yang meliputi:
a. Deteksi dini kadar gas CO dalam paru pada masyarakat umum dan sekolah,
dengan sasaran 514 Kabupaten/Kota dan 20.000 Sekolah
b. Deteksi dini kapasitas paru pada masyarakat umum dan sekolah dengan sasaran
514 Kabupaten /Kota dan 20.000 Sekolah
c. Deteksi dini osteoporosis pada masyarakat umum dengan sasaran 514 Kabupaten
/Kota
45
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
d. Deteksi dini obesitas pada masyarakat umum dan sekolah dengan sasaran 40.000
Posbindu dan 20.000 Sekolah
e. Deteksi dini tekanan dara pada masyarakat umum dan sekolah dengan sasaran
40.000 Posbindu dan 20.000 Sekolah
f. Deteksi dini kadar alkohol dalam darah pada kelompok masyarakat khusus
(pengemudi) denga sasaran 208 terminal
g. Deteksi dini faktor risiko penggunaan zat aditif dan psikotropika dalam tubuh, pada
pengemudi dan penghuni Lapas dengan sasaran 208 terminal dan 238 Lapas
18. Peningkatan Peran Serta Masyarakat dalam percepatan pengendalian Faktor risiko PTM
a. Pembinaan kader Posbindu di Masyarakat, 40.000 Posbindu
b. Pembinaan pembina OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah) dalam pengendalian
faktor risiko PTM, sasaran 20.000 Sekolah
c. Pembinaan tenaga pemantau KTR (Satpam pada fasilitas umum), sasaran 514
Kabupaten /Kota
19. Peningkatkan daya guna Kemitraan / jejaring (Dalam dan Luar Negeri)
a. Menyusun Road Map dampak pengendalian Tembakau bersama berbagai stake
holder potensial.
b. Menyusun Road Map dampak konsumsi alkohol bersama berbagai stake holder
potensial
c. Menjalin forum komunikasi dengan Aliansi Bupati/ walikota dan aliansi PTM dalam
pengendalian PTM dan dampak tembakau terhadap kesehatan
d. Menjalin kerjasama dengan lembaga internasional dalam pengendalian PTM dan
dampak rokok terhadap kesehatan
e. Catatan stake holder potensial: Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan,
Kementerian Perhubungan, Kementerian Sosial, Kementerian Peranan Wanita,
Kementerian Perdagangan, Akademisi, Satpol PP, Profesi (IDI, PDPI, PERDOSI,
PERDOGI, PGRI, dll), PHRI, Organda, LSM (IAKMI, YJI, YLKI, YKI, dll)
46
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
20. Peningkatan SDM Kesehatan pelaksana program PTM, sasaran 34 provinsi, 514
Kabupaten/Kota, 9000 Puskesmas.
21. Mendorong penyusunan regulasi daerah dalam bentuk: Peraturan Daerah (Perda),
Peraturan Gubernur, Walikota/ Bupati yang dapat menggerakkan sektor lain di daerah
untuk berperan aktif dalam pelaksanaan KTR di 7 (tujuh) tatanan, sasaran 34 Provinsi
dan 514 Kabupaten/Kota.
22. Meningkatkan peran KKP dalam mendukung upaya pengendalian penyakit tidak
menular di wilayah pelabuhan/bandara/PLBD
23. Meningkatkan peran BBTKLPP dalam mendukung upaya pengendalian penyakit tidak
menular.
Agar pelaksanaan program dan kegiatan dapat berjalan dengan baik maka perlu didukung
dengan regulasi yang memadai. Perubahan dan penyusunan regulasi disesuaikan dengan
tantangan global, regional dan nasional. Kerangka regulasi diarahkan untuk: 1) penyediaan
regulasi dari turunan Undang-Undang yang terkait dengan kesehatan; 2) meningkatkan
pemerataan sumber daya manusia kesehatan; 3) pengendalian penyakit dan kesehatan
lingkungan; 4) peningkatan pemberdayaan masyarakat dan pembangunan berwawasasn
kesehatan; 5) penguatan kemandirian obat dan alkes; 6) penyelenggaraan jaminan kesehatan
nasional yang lebih bermutu; 7) penguatan peran pemerintah di era desentralisasi; dan 8)
peningkatan pembiayaan kesehatan.
Kerangka regulasi yang akan disusun antara lain adalah perumusan peraturan pemerintah,
peraturan presiden, dan peraturan menteri yang terkait, termasuk dalam rangka menciptakan
sinkronisasi, integrasi penyelenggaraan pembangunan kesehatan antara pusat dan daerah.
Dalam rencana Aksi Program P2P, dalam kurun waktu 5 tahun (2015-2019) target regulasi
yang akan diselesaikan Ditjen P2P untuk mendukung regulasi nasional ditergetkan sebanyak
25 rancangan regulasi yang akan diselesaikan setiap tahunnya, sehingga dalam kurun waktu
5 tahun akan dihasilkan 125 rancangan regulasi terkait Program P2P.
Desain organisasi yang dibentuk memperhatikan mandat konstitusi dan berbagai peraturan
perundang-undangan, perkembangan dan tantangan lingkungan strategis di bidang
pembangunan kesehatan, Sistem Kesehatan Nasional, pergeseran dalam wacana
pengelolaan kepemerintahan (governance issues), kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah, dan prinsip reformasi birokrasi (penataan kelembagaan yang efektif dan efisien).
47
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
tugas dan fungsi dengan adanya kejelasan peran, tanggung jawab dan mekanisme koordinasi
(secara horisontal dan vertikal) dalam menjalankan program-program Renstra 2015-2019.
Dalam hal kelembagaan, peran Ditjen P2P adalah mendukung kebijakan Kementerian
Kesehatan yang dilakukan dengan: 1) Berperan aktif dengan memberikan input terhadap
upaya upaya perbaikan kelembagaaan Kementerian Kesehatan, 2) Memastikan kerangka
kelembagaan Kementerian Kesehatan yang terkait dengan Program P2P sesuai dengan
tantangan dan kebutuhan Program P2P, 3) Melakukan evaluasi dan monitoring terhadap
jalannya organisasi dan tata laksana Satuan Kerja lingkup P2P
48
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
BAB IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
Sesuain dengan tujuan, arah kebijakan, dan strategi Ditjen P2P sebagaimana diuraikan dalam
bab-bab sebelumnya, maka disusun target kinerja dan kerangka pendanaan Program
Pencegahan dan pengendalian penyakit 2015- 2019.
I. TARGET KINERJA
Target kinerja merupakan penilaian dari pencapaian program yang diukur secara berkala dan
dievaluasi pada akhir tahun 2019. Sasaran kinerja dihitung secara kumulatif selama lima
tahun dan berakhir pada tahun 2019.
6. Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu
sebesar 40%.
Indikator ini untuk untuk mengukur keberhasilan penurunan kasus penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi tertentu dan diketahui dengan menghitung selisih jumlah
kasus pada tahun baseline (2013) dengan jumlah kasus pada tahun berjalan dibagi
dengan jumlah kasus pada tahun baseline dikalikan seratus persen
10. Persentase respon terhadap sinyal SKD KLB dan bencana di wilayah layanan
B/BTKLPP sebesar 90%
Indikator ini untuk mengukur ketepatan BTKL PP dalam merespon sinyal Kewaspadaan
Dini KLB yang muncul dan diketahui dengan menghitung jumlah sinyal kewaspadaan dini
yang direspon oleh B/BTKL PP dalam satu tahun dibagi jumlah sinyal kewaspadaan dini
yang muncul dalam sistem kewaspadaan dini dan respon di wilayah layananan B/BTKL
PP tersebut dalam kurun waktu yang sama dikali seratus persen.
50
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
11. Persentase Pelabuhan, Bandara, dan Pos Lintas Batas Darat yang melaksanakan
kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang
berpotensi wabah sebesar 100%.
Indikator ini untuk mengukur keberhasilan Pelabuhan, Bandara, dan Pos Lintas Batas
Darat dalam melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan
kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah dan diketahui dengan menghitung
Pelabuhan, Bandara, dan Pos Lintas Batas Darat yang mempunyai Rencana Kontingensi
Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dibagi dengan seluruh pelabuhan,
bandara, dan lintas batas darat dikali seratus persen.
12. Persentase alat angkut sesuai dengan standar kekarantinaan kesehatan sebesar 100%.
Indikator ini untuk mengukur keberhasilan penerapan standar kekarantinaan kesehatan
pada alat angkut dan diketahui dengan menghitung alat angkut yang memenuhi standar
kekarantinaan kesehatan yaitu alat angkut yang mempunyai dokumen kekarantinaan
kesehatan. Data diperoleh dengan menghitung alat angkut yang mempunyai dokumen
kekarantinaan kesehatan dibagi seluruh angkut yang diawasi dan atau diperiksa dikali
seratus persen
Untuk mencapai target sasaran program tersebut, maka kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap sebesar
93%.
Indikator tersebut digunakan untuk mengukur keberhasilan imunisasi dasar lengkap
pada anak usia 0-11 bulan, yang mendapat satu kali imunisasi Hepatitis B; satu kali
imunisasi BCG; tiga kali imunisasi DPT,HB dan Hib); empat kali imunisasi polio; dan
satu kali imunisasi campak dalam kurun waktu satu tahun. Sasaran indikator ini
adalah bayi usia 0-11 bulan.
Data capaian tersebut diperoleh melalui perhitungan jumlah bayi yang mendapat satu
kali imunisasi Hepatitis B; satu kali imunisasi BCG; tiga kali imunisasi DPT,HB dan
Hib); empat kali imunisasi polio; dan satu kali imunisasi campak dalam kurun waktu
satu tahun dibagi dengan jumlah seluruh bayi selama kurun waktu yang sama dikali
100%.
51
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Data capaian tersebut diperoleh melalui perhitungan jumlah anak usia 12-24 bulan
yang mendapat imunisasi DPT-HB-Hib lanjutan dibagi dengan jumlah seluruh anak
usia 12-24 bulan selama kurun waktu yang sama dikali 100%.
Data capaian tersebut diperoleh melalui perhitungan jumlah sinyal kewaspadaan dini
yang direspon oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau puskesmas dalam
kurun waktu satu tahun dibagi jumlah sinyal kewaspadaan dini yang muncul pada
Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) Puskesmas di kab/kota tersebut di
atas pada kurun waktu yang sama dikali 100%.
Data capaian indikator ini diperoleh melalui perhitungan jumlah kasus negatif campak
dan negatif rubela CBMS (Case Based Measles Surveillance) ditambah jumlah kasus
negatif campak daqn negatif rubela KLB dibagi jumlah penduduk dikali seratus ribu
6. Penemuan kasus AFP non polio ≥ 2 per 100.000 penduduk usia < 15 tahun
Meruapakan penemuan kasus lumpuh layuh akut (Accute Flaccid Paralyse/ AFP) non
polio per 100.000 penduduk dibawah usia 15 tahun dan diketahui dengan menghitung
jumlah kasus AFP non polio yang dilaporkan dibagi jumlah penduduk < 15 tahun dikali
seratus ribu.
52
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
7. Persentase Kab/Kota yang menyusun kebijakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah
sebesar 100 %
Indikator ini merupakan indikator antara untuk mecapai indikator sasaran program
Persentase Kab/Kota yang mampu melaksanakan kebijakan kesiapsiagaan dalam
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah dan
dketahui dengan menghitung jumlah kabupaten/kota dengan pelabuhan,bandar
udara, dan lintas batas negara yang menyusun kesiapsiagaan dalam
penanggulangan PHEIC (tahun berjalan) dibagi jumlah Kabupaten/Kota dengan
pelabuhan, bandar udara dan PLBN (baseline 2014) dikalikan seratus persen
Indikator ini merupakan indikator antara untuk mencapai sasaran program persentase
respon sinyal SKD KLB, dan Bencana di wilayah layanan B/BTKL PP dan diketahui
dengan menghitung jumlah sinyal KLB dan atau bencana yang diverifikasi dan atau
ditanggulangi oleh B/BTKL PP sesuai standar dan kewenangan BTKL PP dalam satu
tahun dibagi jumlah sinyal KLB dan atau bencana yang muncul/terjadi di wilayah
layanan B/BTKL PP dalam kurun waktu yang sama dikali seratus persen
10. Persentase Pelabuhan, Bandara, dan Pos Lintas Batas Darat yang melaksanakan
kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang
berpotensi wabah sebesar 100%.
Indikator ini untuk mengukur Pelabuhan, Bandara, dan Pos Lintas Batas Darat dalam
melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan
masyarakat yang berpotensi wabah dan diketahui dengan menghitung jumlah
Pelabuhan, Bandara, dan Pos Lintas Batas Darat yang menyusun rencana kontingensi
penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat dibagi dengan seluruh
Pelabuhan, Bandara, dan Pos Lintas Batas Darat dikali 100%
Indikator ini untuk mendukung sasaran program Pelabuhan, Bandara, dan Pos Lintas
Batas Darat yang melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan
kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah dan diketahui dengan menghitung
jumlah pemeriksaan kualitas udara, air, limbah, dan sanitasi lTempat tempau Umum
yang memenuhi syarat di pelabuhan/bandar udara/ Pos Lintas Batas Darat dibagi
53
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
dengan jumlah seluruh pemeriksaan kualitas udara, air, limbah, dan sanitasi
lingkungan yang memenuhi syarat di pelabuhan/bandar udara/ Pos Lintas Batas Darat
dikali 100%
12. Jumlah Teknologi Tepat Guna (TTG) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit yang
dihasilkan dan dimanfaatkan B/BTKL PP meningkat 50 % dari jumlah TTG tahun 2014
(baseline 2014: 40 TTG)
13. Persentase sampel penyakit dan sampel lingkungan yang diperiksa sesuai standar
sebesar 100 %
Indikator ini untuk mendukung upaya pencegahan dan pengendalian penyakit
(pencegahan, respon dan penanggulangan KLB/Wabah/Bencana) melalui
pemeriksaan sampel di laboratorium dan diketahui dengan menghitung jumlah sampel
penyakit dan atau sampel lingkungan yang diperiksa sesuai standar di laboratorium
B/BTKL PP dibagi seluruh sampel yang diambil dan atau diterima selama satu tahun
dikali 100%
14. Persentase kajian faktor risiko penyakit berpotensi KLB / wabah di wilayah layanan
B/BTKL PP yang digunakan sebagai salah satu dasar /rujukan upaya
pencegahan/pengendalian penyakit berpotensi KLB/wabah sebesar 100%
54
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
2. Jumlah kabupaten/kota dengan API <1/1.000 penduduk dengan target sebanyak 400
kabupaten/kota.
Indikator ini dimaksudkan untuk mengetahui Jumlah Kabupaten/Kota yang telah
mencapai API < 1 per 1.000 penduduk, yang datanya diperoleh dengan menghitung
jumlah kumulatif Kabupaten/ Kota dengan API < 1 per 1.000 penduduk
4. Persentase kabupaten/kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk dengan target
sebesar 68%.
Indikator ini dimaksudkan untuk mengetahui persentase kab/kota dengan angka yang
menunjukkan kasus/kejadian penyakit dalam suatu populasi pada waktu tertentu
<49/100.000 (berdasarkan target global yang diukur melalui rumusan WHO yaitu
penurunan angka kesakitan 25% pada tahun 2020 dengan menggunakan baseline
tahun 2010 --> IR = 65,7 per 100.000 penduduk), yang datanya diperoleh dengan
menghitung jumlah kabupaten/kota dengan IR DBD <49/100.000 penduduk dibagi
dengan seluruh Kabupaten/Kota pada tahun yang sama.
6. Persentase kajian faktor risiko penyakit tular vektor zoonotik di wilayah layanan
B/BTKL PP yang digunakan sebagai salah satu dasar/rujukan upaya
pencegahan/pengendalian penyakit tular vektor zoonotik sebesar 100%
Indikator ini untuk mendukung upaya pencegahan dan pengendalian penyakit melalui
pelaksanaan kajian faktor risiko penyakit tular vektor zoonotik oleh B/BTKL PP dan
diketahui dengan menghitung jumlah hasil kajian penyakit tular vektor zoonotik oleh
B/BTKL PP yang digunakan oleh Satker Pusat dalam melakukan upaya pencegahan
dan pengendalian penyakit penyakit tular vektor zoonotik dibagi jumlah seluruh kajian
yang dilaksanakan oleh B/BTKL dalam satu tahun dikali seratus persen
1. Persentase cakupan penemuan kasus baru kusta tanpa cacat dengan target sebesar
95%.
Indikator ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah kasus baru kusta tanpa cacat
(cacat Tk 0) diantara total penemuan kasus baru. Data capaian target di peroleh
dengan menghitung jumlah kasus baru kusta tanpa cacat di bagi jumlah kasus baru
yang di temukan selama satu tahun di kali 100%
3. Persentase angka kasus HIV yang diobati dengan target sebesar 55%.
Indikator ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah ODHA yang masih mendapatkan
pengobatan ARV diatara jumlah ODHA yang memenuhi syarat untuk memulai terapi
ARV. Data capaian target di peroleh dengan menghitung jumlah ODHA yang masih
mendapatkan pengobatan ARV dibagi jumlah ODHA yang memenuhi syarat untuk
memulai terapi ARV dikali 100 %
Persentase kajian faktor risiko penyakit menular langsung di wilayah layanan B/BTKL
PP yang digunakan sebagai salah satu dasar/rujukan upaya
pencegahan/pengendalian penyakit menular langsung sebesar 100%
Indikator ini untuk mendukung upaya pencegahan dan pengendalian penyakit menular
langsung melalui pelaksanaan kajian faktor risiko penyakit menular langsung oleh
B/BTKL PP. Data diketahui dengan menghitung jumlah hasil kajian penyakit menular
langsung oleh B/BTKL PP yang digunakan oleh Satker Pusat dalam melakukan upaya
pencegahan dan pengendalian penyakit penyakit tular vektor zoonotik dibagi jumlah
seluruh kajian yang dilaksanakan oleh B/BTKL dalam satu tahun dikali seratus persen
57
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
2. Persentase kab/kota yang memiliki kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sebesar
70%
Indikator ini untuk mengukur keberhasilan kab/kota dalam memiliki kebijakan kawasan
tanpa rokok. Data capaian diperoleh dari perhitungan jumlah kab/kota yang telah
memiliki kebijakan KTR dibagi dengan jumlah kab/kota di Indonesia di kali seratus
persen.
5. Persentase Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan rujukan kasus katarak
sebesar 30%
Indikator ini untuk mengukur keberhasilan Puskesmas yang melakukan deteksi dini
katarak dengan pemeriksaan klinis dan merujuk kasus katarak. Data capaian
diperoleh dari perhitungan jumlah Puskesmas yang melaksanakan deteksi dini dan
rujukan kasus katarak dibagi dengan jumlah Puskesmas di Indonesia di kali seratus
persen.
Data indikator ini diperoleh dengan menghitung jumlah kumulatif kab/kota yang
menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian masalah penyalahgunaan
NAPZa di IPWL.
2. Jumlah Provinsi yang menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian
masalah kesehatan jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang sederajat sebanyak 34
Provinsi.
58
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Data indikator ini diperoleh dengan cara hitung : 30/100 di kali jumlah seluruh sekolah
SMA dan yang – sederajat yang ada diprovinsi yang menyelenggarakan upaya
pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa dan napza
59
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
c) Persentase Satuan Kerja UPT yang memiliki alat kesehatan penunjang tupoksi
sebesar 69 %
d) Persentase Satuan Kerja UPT yang memiliki fasilitas pendukung perkantoran
sebesar 69 %
Sesuai dengan kebijakan pemerintah, pengalokasian anggaran Program P2P oleh Provinsi
dan Kabupaten/Kota yang sebelumnya dilakukan melalui mekanisme Dekon TP secara
bertahap akan dilakukan melalui mekanisme DAK sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku. Penganggaran Program P2P melalui dana DAK baik DAK Fisik maupun DAK
non fisik (BOK) dilaksanakan sesuai dengan kebijakan Pemerintan dengan
mempertimbangkan target prioritas tahunan yang ditetapkan dalam Rencana Kerja
Pemerintah.
Sumber pendanaan program P2P dalam kurun waktu 5 tahun mendatang masih tertumpu
pada APBN (rupiah murni) disertai dengan optimalisasi pemanfaatan anggaran bersumber
PNBP. Pendanaan kegiatan dengan dana bersumber PHLN akan dilakukan secara selektif
dan integratif dengan sumber pembiayaan rupiah murni untuk mencapai target indikator
program dan kegiatan yang telah ditetapkan.
60
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Kegiatan dengan pembiayaan bersumber hibah yang saat ini sedang berlangsung dan akan
berakhir sebelum tahun 2019 akan dievaluasi hasilnya untuk menjadi input keberlanjutan
kegiatan bersumber hibah tersebut.
61
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
BAB V. PEMANTAUAN, PENILAIAN, PELAPORAN
Penilaian rencana aksi program pencegahan dan pengendalian penyakit bertujuan untuk
menilai keberhasilan penyelenggaraan pencegahan dan pengendalian penyakit di Indonesia.
Penilaian dimaksudkan untuk memberikan bobot atau nilai terhadap hasil yang dicapai dalam
keseluruhan pentahapan kegiatan, untuk proses pengambilan keputusan apakah suatu
program atau kegiatan diteruskan, dikurangi, dikembangkan atau diperkuat. Untuk itu
penilaian diarahkan guna mengkaji efektifiktas dan efisensi pengelolaan program.
Pemantauan, penilaian dan pelaporan Program P2P dilakukan untuk mendukung sistem
peloporan yang sudah yang ada, antara lain pelaporan e monev Bappenas, pelaporan e
monev Kementerian Keuangan, pelaporan pencapaian indikator Renstra Kemenkes dan
pelaporan kinerja program ke Sekretaris Kabinet melalui Kementerian Kesehatan. Untuk itu
pengembangan dan penyempurnaan mekanisme pelaporan secara internal oleh Ditjen P2P
akan terus dilakukan.
62
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
BAB VI. PENUTUP
Rencana Aksi Program P2P ini disusun untuk dijadikan acuan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan penilaian upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit oleh seluruh
pemangku Program P2P baim tingkat Pusat maupun Daerah. Dengan demikian, Satuan Kerja
pelaksana Program P2P mempunyai target kinerja yang sinergis dan terintegrasi dengan
target kinerja Ditjen P2P pada khususnya dan target kinerja Kementerian Kesehatan pada
umumnya.
Jika di kemudian hari diperlukan adanya perubahan pada Rencana Aksi Program P2P 2015-
2019, maka akan dilakukan penyempurnaan sebagaimana mestinya
63
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Lampiran II
Keputusan Direktur Jenderal
Penceegahan dan
Pengendalian Penyakit
Nomor
64
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
PENCEGAH Menurunny 1 Persentase Jumlah semua kasus TB - 84 85 87 89 90 2.202 4.098,6 3.404 7.624,4 8.731,8 26.061
AN DAN a penyakit cakupan yang sembuh dan
PENGENDA menular, keberhasilan pengobatan lengkap di
LIAN penyakit pengobatan bagi semua kasus TB
PENYAKIT tidak TB/Success yang diobati dan
menular, Rate dilaporkan Kali 100 %
serta
65
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
7 Persentase Jumlah Kabupaten/Kota 11% 29% 46% 64% 82% 100
Kabupaten/ dengan pelabuhan, %
Kota yang bandar udara dan
mempunyai PLBDN yang memiliki
kebijakan kebijakan kesiapsiagaan
kesiapsiagaan dalam penanggulangan
dalam PHEIC dibagi jumlah
penanggulanga Kabupaten/Kota dengan
n pelabuhan, bandar
kedaruratan udara dan PLBDN di kali
kesehatan 100%
masyarakat Catatan:
yang Kriteria pelabuhan,
berpotensi bandar udara PLDBN :
wabah 1. Internasional
2. Berfungsi rutin
sepanjang tahun
3. Terdapat unsur
karantina kesehatan,
Imigrasi, dan Beacukai
(Jumlah
Kabupaten/Kota dengan
kriteria tersebut diatas
pada tahun 2014) / 106
Kabupaten/Kota
66
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
10 Persentase jumlah sinyal - 50 60 70 80 90
respon kewaspadaan dini yang
terhadap sinyal direspon oleh B/BTKL
SKD KLB dan PP dalam satu tahun
bencana di dibagi jumlah sinyal
wilayah kewaspadaan dini yang
layanan muncul dalam sistem
B/BTKL PP kewaspadaan dini dan
respon di wilayah
layananan B/BTKL PP
dalam kurun waktu yang
sama dikali 100 %
KARANTINA KESEHATAN
dan 11 bulan anak usia 0 mendapat satu kali % 275 966 844 1.188 919 4.193
SURVEILANS DAN
Karantina yang sampai 11 imunisasi campak dalam
DIREKTORAT
Kesehatan mendapat bulan yang kurun waktu 1 tahun) /
imunisasi mendapat (Jumlah seluruh bayi
dasar imunisasi selama kurun waktu
lengkap dasar lengkap yang sama) x 100%
67
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
Anak usia 2 Persentase Jumlah anak usia 12-24 33,2% 35% 40,0% 45% 55,0 70%
12-24 anak usia 12- bulan yang %
bulan yang 24 bulan yang mendapatkan imunisasi
mendapatk mendapatkan DPT-HB-Hib lanjutan /
an imunisasi DPT- (jumlah seluruh Anak
imunisasi HB-Hib usia 12-24 bulan selama
DPT-HB- Lanjutan kurun waktu yang sama)
Hib x 100%
Lanjutan
68
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
Kabupaten 4 Jumlah Jumlah kab/kota yang - - 200 280 300 400
/kota yang Kabupaten/kot melakukan pemantauan
mampu a yang mampu situasi PIE dan memiliki
melaksana melaksanakan TGC
kan pencegahan
pencegahan dan
dan pengendalian
pengenda penyakit
lian infeksi
penyakit emerging
infeksi
emerging
69
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
8 Persentase Jumlah penerbitan 80 85 90 95 100
penerbitan sesuai standar dibagi
dokumen jumlah dokumen yang
kekarantinaan diterbitkan dalam satu
kesehatan tahun dikali 100 %
70
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
11 Persentase Jumlah pemeriksaan 90 100
faktor risiko kualitas udara, air,
kesehatan limbah, dan sanitasi
yang lingkungan yang
dikendalikan di memenuhi syarat di
pelabuhan, pelabuhan/bandar
bandar udara, udara/ Pos Lintas Batas
dan Pos Lintas Darat dibagi dengan
Batas Darat jumlah seluruh
pemeriksaan kualitas
udara, air, limbah, dan
sanitasi TTU yang
memenuhi syarat di
pelabuhan/bandar
udara/ Pos Lintas Batas
Darat dikali 100%
12 Persentase alat Alat angkut yang - 100 100 100 100 100
angkut sesuai mempunyai dokumen
dengan kekarantinaan
standar kesehatan dibagi seluruh
kekarantinaan angkut yang diawasi dan
kesehatan atau diperiksa dikali
seratus persen
71
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
14 Persentase Jumlah hasil kajian 80 90
kajian faktor B/BTKL PP yang
risiko penyakit digunakan oleh Satker
berpotensi KLB Pusat dalam melakukan
/ wabah di upaya pencegahan dan
wilayah pengendalian penyakit
layanan berpotensi KLB/Wabah
B/BTKL PP dibagi jumlah seluruh
yang kajian yang
digunakan dilaksanakan oleh
sebagai salah B/BTKL dalam satu
satu dasar tahun dikali 100%
/rujukan
upaya
pencegahan/pe
ngendalian
penyakit
berpotensi
KLB/wabah
2. Pencegahan Meningkatn 1 Persentase (Jumlah 30% 40% 50% 60% 70% 80% 2.114
dan ya Kabupaten/ Kabupaten/Kota yang 153 308 204 700 750
Pengendalia Pencegahan Kota yang melaksanakan
n Penyakit dan melakukan pengendalian vektor
Tular Pengendalia pengendalian dibagi dengan jumlah
Vektor dan n Penyakit vektor terpadu Kabupaten/Kota
72
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
4 Persentase Jumlah Kabupaten/kota 58% 60% 62% 64% 66% 68%
Kabupaten/ dengan IR DBD
Kota dengan IR <49/100.000 penduduk
DBD < 49 per dibagi dengan seluruh
100.000 Kabupaten/Kota pada
penduduk tahun yang sama
PENCEGAHAN
AN PENYAKIT
PENGENDALI
DIREKTORAT
LANGSUNG
MENULAR
dan a angka cakupan kusta tanpa cacat di bagi 0 0
Pengendalia kesakitan penemuan jumlah kasus baru yang
DAN
n Penyakit dan kasus baru di temukan selama satu 82% 85% 88% 91% 95%
Menular kecacatan kusta tanpa tahun dikali 100%
Langsung akibat cacat
73
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
penyakit 2 Persentase Jumlah kasus TB yang -
menular Kasus TB yang diobati TB sesuai
langsung ditatalaksana dengan standar di bagi
sesuai standar jumlah kasus TB yang di 73% 75% 77% 79% 80%
laporkan dikali 100 %
Di Kab/Kota: cara
menghitung persentase
Puskesmas yang
melaksanakan
tatalaksana standart
Pneumonia yaitu jumlah
Puskesmas yang telah
melaksanakan
tatalaksana standart
minimal 60% dibagi
jumlah seuruh
Puskesmas yang ada di
Kab/Kota tersebut.
74
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
Di Provinsi/ Pusat : cara
menghitung persentase
kabupaten/kota yang
50% puskesmasnya
telah melaksanakan
tatalaksana standar
yaitu jumlah
kabupaten/kota yang
puskesmasnya telah
melaksanakan
tatalaksana standar
dibagi jumlah seluruh
kabupaten/kota yang
ada.
5 Persentase Jumlah Kabupaten/Kota - 5% 10% 30% 60% 80%
Kabupaten/Kot yang melaksanakan
a yang Deteksi Dini Hepatitis B
melaksanakan dan atau C pada ibu
kegiatan hamil dan Kelompok
deteksi dini Berisiko Tinggi lainnya
Hepatitis B di bagi jumlah seluruh
dan C pada kab/ kota kali 100 %
kelompok
berisiko
6 Persentase Jumlah hasil kajian 30% 35% 40% 45% 50%
kajian faktor penyakit menular
risiko penyakit langsung oleh B/BTKL
menular PP yang digunakan oleh
langsung di Satker Pusat dalam
wilayah melakukan upaya
layanan pencegahan dan
B/BTKL PP pengendalian penyakit
yang penyakit tular vektor
digunakan zoonotik dibagi jumlah
sebagai salah seluruh kajian yang
satu dilaksanakan oleh
dasar/rujukan B/BTKL dalam satu
upaya tahun dikali 100 %
pencegahan/pe
ngendalian
penyakit
menular
langsung
75
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
7 Persentase realisasi target deteksi 90% 100
deteksi dini dini dalam dokumen %
penyakit perencanaan dibagi
menular dengan target deteksi
langsung dini dikali 100%
Pelabuhan/Ba
ndar
Udara/PLBD
4. Pengendalia 1 Persentase Jumlah puskesmas yang 7 10 20 30 40 50 208,30 321,70 247,50 662,10 751,70 2.191,30
n Penyakit Puskesmas melaksanakan
Tidak yang pengendalian PTM
Menular melaksanakan secara terpadu DIBAGI
pengendalian jumlah puskesmas di
PTM terpadu Indonesia DIKALI 100%
2 Persentase Desa/kelurahan yang 8,4 10 20 30 40 50
desa/keluraha melaksanakan kegiatan
n yang Posbindu PTM dibagi
melaksanakan jumlah seluruh desa di
kegiatan Pos Indonesia DIKALI 100%
Pembinaan
Terpadu
(Posbindu)
DIREKTORAT PENCEGAHAN
PENYAKIT TIDAK MENULAR
PTM
3 Persentase puskesmas yang 7,5 10 15 25 35 50
Puskesmas melaksanakan kegiatan
yang deteksi dini kanker
melaksanakan payudara dan leher
kegiatan rahim pada perempuan
deteksi dini usia 30-50 DIBAGI
kanker jumlah seluruh
payudara dan puskesmas DIKALI 100%
leher rahim
pada
perempuan
usia 30-50
tahun
4 Persentase Jumlah puskesmas yang - - 5 10 20 30
Puskesmas melakukan deteksi dini
yang dan merujuk kasus
melaksanakan katarak dibagi Jumlah
deteksi dini seluruh puskesmas di
dan rujukan Indonesia DIKALI 100%
kasus katarak
76
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
5 Persentase Jumlah kab/kota yang 30 40 50 60 70
kab/kota yang telah memiliki kebijakan
memiliki KTR dibagi dengan
kebijakan jumlah kab/kota di
Kawasan Indonesia di kali seratus
Tanpa Rokok persen
(KTR)
5. Pencegahan Meningkatn 1 Jumlah Jumlah kumulatif 30 40 50 100 150 200 11,88 15,76 23,99 28,10 29,40 109,13
Masalah ya Kabupaten/Kot Kab/Kota yang
Kesehatan pencegahan a yang menyelenggarakan
Jiwa dan dan menyelenggara upaya pencegahan dan
Napza pengendalia kan upaya pengendalian masalah
n masalah pencegahan penyalahgunaan Napza
kesehatan dan di IPWL
jiwa dan pengendalian
77
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
6 Dukungan Meningkatn 1 Persentase (Jumlah Satker dengan - 35% 40% 55% 70% 85% 700,00 1320,0 1050,0 1074,0 1077,0 5221,00
Manajemen ya Satker nilai AA) / (jumlah 0 0 0 0
dan dukungan Program P2P Satker yang dinilai
Pelaksanaa manajemen yang SAKIP)
n Tugas dan memperoleh
Teknis pelaksanaa penilaian
Lainnya n tugas SAKIP dengan
pada teknis hasil AA
Program lainnya
Pencegahan pada
dan program
Pengendalia Pencegahan
n Penyakit dan
pengendalia
2 Persentase (Jumlah Satker Pusat - 50% 55% 60% 64% 69%
n penyakit
78
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
4 Persentase Jumlah laporan Satker -
laporan program disampaikan tepat waktu
Ditjen P2P dibagi jumlah Satker
terverifikasi dikali 100%
disampaikan tepat
waktu sebesar 90
% 90 90 90 90 90
79
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
7 Persentase Jumlah pegawai -
layanan mendapatkan gaji tepat
ketatausahaan waktu sebelum tanggal
dan gaji sebesar 10 bulan berjalan dibagi
100% jumlah pegawai Ditjen
P2P dikali 100%
100 100 100 100 100
80
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
10 Persentase Satker Jumlah Satker UPT -
yang menyusun Ditjen P2P
Laporan Realisasi menyampaikan laporan
Penggunaan PNBP realisasi penggunaaan
yang sesuai PNBP sesuai standar
dengan aturan dibagi jumlah Satker
yang berlaku UPT P2P dikali 100 % 100 100 100 100 100
sebesar 100%
81
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
13 Jumlah UPT Jumlah satker yang -
yang diusulkan disulkan oleh Direktur
dan difasilitasi Jenderal P2P untuk
memperoleh memperoleh predikat
predikat WBK dan mendapat
Wilayah Bebas fasilitasi untuk
Korupsi (WBK) pemrosesannya 6 10 10 10 10
sebesar 100 %
82
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
16 Jumlah Jumlah peraturan -
peraturan perundang-undangan
perundang- yang terkait Program P2P
undangan yang disosialisasikan
Program P2P berupa : sosialisasi
yang Undang-
disosialisasika Undang/Peraturan 100 100 100 100 100
n sebesar 100 Pemerintah/
% Permenkes/Kepmenkes/
Perdirjen/Kepdirjen
83
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
19 Persentase Jumlah UPT yang -
Satuan Kerja memiliki aset tanah atas
UPT yang nama Kemenkes dibagi
memiliki aset dengan jumlah UPT
tanah milik Ditjen P2P dikali 100%
Kemenkes
50 55 60 64 69
84
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
N PROGRAM SASARAN INDIKATOR CARA PERHITUNGAN BASE TARGET Anggaran (miliar rupiah) UNIT
O / LINE ORGANI
KEGIATAN (2014) 2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019 Jumlah SASI
PELAK
SANA
(1 (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
)
22 Persentase Jumlah UPT yang -
Satuan Kerja memiliki sarana
UPT yang pelaksanaan tugas
memiliki fungsi berupa
fasilitas pendukung perkantoran
pendukung yang tercatat dalam
perkantoran laporan BMN 50 55 60 64 69
(meubelair/ pengolah
data dan informasi/
kendaraan bermotor)
dibagi dengan jumlah
UPT ditjen P2P dikali
100%
Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
Anung Sugihantono
NIP 196003201985021002
85
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)
Tim Penyusun
KONTRIBUTOR
dr. Anung Sugihantono, M. Kes; dr. Asjikin Iman Hidayat Dachlan, MHA; dr. Wiendra Waworuntu,
M.Kes ;drg Vensya Sitohang; dr Jane Supardi, MPH; Dr Fidiansyah, SpKJ, dr. Cut Putri Ariane,
MHKes
EDITOR:
dr. Siti Nadia, M Epid,; Cipto Aris Purnomo, SKM,MKM ; Wiwi Triyani; Sumiyati, S.Sos, M.Sc,
Syswanda, Parulian Situmorang.
SEKRETARIAT:
Tri Susanto, SKM, M.Sc.PH ; Indra Jaya SKM, M.Epid; Sherly Hinelo, SKM, MKM; dr. Tia
Mardiyah Arifin; Edi Eko Subianto, BSc; Moh Purwanto, SKM, M.Kes; Aprizal, SKM, MPH, Ir. Iwin
Cahya Wijaya; Prayit Susilo Aji, SKM. MKes; Husni Mochtar, SKM, MPH;Rano Banyuaji, M.Kes
Muji Yuswanto, S.Kom; Budi Hermawan, Christin M Panjaitan, SKM; Tri Indah Budiarty, SKM;
Nurul Badriyah,SKM; dr. Alfinella Izhar Iswandi, MPH; Shinta Devita Astiti, M. Epid; Dicky Darmadi,
AMKL; Azkiya Zulfa, SKM; Gustia Rakhmanita, SE; Dinasti Mularsih, SKM; dr.Lina Regina
Mangaweang, Sp.KJ; dr.Edduwar Idul Riyadi, Sp.KJ; drg. Luki Hartanti, MPH; Sumiyati, S.Sos,
MSi; Bambang Tri Wahono, S.Kep., MPH; dr.Sri Hartoyo; Femmy Imelia Pical,SKM; Hermawan
Susanto,S.Si; Hanifah Rogayah,SKM,MPH; Yahiddin Selian,SKM,MSC; Novie Ariani,SKM; Mira
Meilani, SKM, M.Epid; Retno Nur Safitri, SP,MM;Nengis Hikmah S, SKM, MKM; Lili Lusiana,
SKM,M.Si; drg Ni Kadek Dyah Antari K; Sri Lestari,SKM, M Epid; Dhany Yuliatmoko, SKM, M.Kes;
Sekar Astrika Fardani, SKM; Megawati A, SKM, MKM; Renita Hertadiningtyas, S.Sos; Ibrahim,
SKM; Nugroho Budi Utomo.
86
Rencana Aksi Program P2P 2015-2019 (revisi)