LP & Askep Gadar Kritis Icu (Cva Hemorragic)
LP & Askep Gadar Kritis Icu (Cva Hemorragic)
LP & Askep Gadar Kritis Icu (Cva Hemorragic)
DEPARTEMEN KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT DAN KRITIS
PADA PASIEN CEREBROVASCULAR ACCIDENT (CVA)
DI RUANGAN INTENSIVE CARE UNIT (ICU)
RSUD MARDI WALUYO KOTA BLITAR
Oleh :
ALDILLA NUR SUKMA TRISNAINI
NIM. 40219003
NIM : 40219003
(…………………………………..….) (…………………………………..….)
LAPORAN PENDAHULUAN
B. ANATOMI OTAK
Menurut Hetty Anggrawati & Sagung Agung (2017), anatomi fisiologi otak adalah
sebagai berikut :
1. Pengertian sistem persarafan
Salah satu organ yang berfungsi untuk menyelenggarakan kerja sama yang rapi
dalamorganisasi dan koordinasi kegiatan tubuh.
2. Pembagian Susunan Saraf
Pembagian Susunan Saraf adalah sebagai berikut :
a. Susunan Saraf Sentral
i. Medula spinalis
ii. Otak
Otak besar
Otak kecil
Batang Otak
b. Susunan Saraf Perifer
i. Susunan saraf somatic : Adalah susunan saraf yang mempunyai peranan
spesifik untuk mengaturaktivitas otot sadar atau otot lintang.
ii. Susunan saraf otonom : Mempunyai peranan penting mempengaruhi
pekerjaan otot tak sadar (ototpolos) seperti : jantung, hati, pankreas,
sistem pencernaan, dan kelenjar.
Susunan saraf simpatis.
Susunan saraf para simpatis.
C. ETIOLOGI
Menurut Setyopranoto (2011), stroke disebabkan oleh :
1. Infark
Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak. Aliran darah ke
otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan otak per menit; jika turun
hingga 18 mL/100 gram jaringan otak per menit, aktivitas listrik neuron akan
terhenti meskipun struktur sel masih baik, sehingga gejala klinis masih
reversibel. Jika aliran darah ke otak turun sampai sampai <10 mL/100 gram
jaringan otak per menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan
membran yang ireversibel membentuk daerah infark.
2. Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral. Hipertensi,
khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab utama. Penyebab lain
adalah pecahnya aneurisma, malformasi arterivena, angioma kavernosa,
alkoholisme, diskrasia darah, terapi antikoagulan, dan angiopati amiloid.
3. Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma pada percabangan
arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah malformasi arterivena atau tumor.
4. Faktor Risiko Stroke
Beban akibat stroke mencapai 40 miliar dollar setahun, selain untuk
pengobatan dan perawatan, juga akibat hilangnya pekerjaan serta turunnya
kualitas hidup. Kerugian ini akan berkurang jika pengendalian faktor risiko
dilaksanakan dengan ketat.
D. KLASIFIKASI STROKE
Para ahli mengklasifikasikan stroke menjadi beberapa macam.
Pengklasifikasian tersebut ada yang berdasarkan gambaran klinis, patologi
anatomi, sistem pembuluh darah dan stadiumnya. Dasar klasifikasi yang berbeda-
beda ini perlu karena setiap jenis stroke mempunyai cara pengobatan, preventif
dan prognosis yang berbeda, walaupun patogenesisnya serupa. Klasifikasi
modifikasi Marshall untuk stroke adalah sebagai berikut.
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
a. Stroke Iskemia
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Trombosit serebri
3) Emboli serebri
b. Stroke Hemoragik
1) Perdarahan intraserebral
Pendarahan intraserebral adalah kondisi ketika terjadi kebocoran pada
pembuluh darah yang menyuplai jaringan otak. Pendarahan
intraserebral dapat menyebabkan kerusakan pada otak Anda secara
permanen. Pendarahan intraserebral biasanya muncul secara tiba-tiba.
2) Perdarahan subarachnoid
Perdarahan subarachnoid (subarachnoid hemorrhage atau
SAH)adalah perdarahan mendadak di celah antara otak dan membran
tengah yang membungkus otak. perdarahan biasanya berasal dari
robekan tonjolan abnormal dalam pembuluh darah otak (pembengkakan
pada dinding arteri otak) yang berakibat fatal.
2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu:
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Stroke-in-evolution
c. Completed stroke
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
a. Sistem karotis
b. Sistem vertebro-basiler
H. MANAGEMENT STROKE
Secara umum, perbaikan stroke dapat digambarkan seperti penjelasan
berikut ini (Yueniwati, 2016):
1. Sebesar 10% penderita stroke mengalami pemulihan hampir sempurna.
2. Sebesar 25% pulih dengan kelemahan minimum.
3. Sebesar 40% mengalami pemulihan sedang sampai berat dan membutuhkan
perawatan khusus.
4. Sebesar 10% membutuhkan perawatan oleh perawat pribadi di rumah atau
fasilitas perawatan jangka panjang lainnya.
5. Sebesar 15% langsung meninggal setelah serangan stroke.
Terdapat dua tipe perbaikan stroke yang mempengaruhi perilaku aktifitas
kehidupan sehari-hari yaitu tingkat defisit neurologis dan tingkat fungsional.
Perbaikan neurologis merujuk adanya peningkatan hubungan spesifik antara
stroke dengan defisit neurologis seperti defisit motorik, sensorik, visual, atau
bahasa. Perbaikan fungsional merujuk adanya peningkatan pada aktifitas
perawatan diri sendiri dan mobilitas yang dapat terjadi sebagai konsekuensi dari
perbaikan neurologis. Perbaikan paling sering melibatkan beberapa kombinasi
dari peningkatan neurologis dan fungsional. Pengelolaan stroke dibagi dalam 3
tahap yaitu: (1) akut, (2) rehabilitasi aktif, (3) adaptasi terhadap
lingkungan/sosialisasi (Yueniwati, 2016). Pada fase akut, pasien stroke menjalani
penanganan medikamentosa yang intensif, pengendalian tekanan darah, gula
darah, dan rehabilitasi pasif. Setelah fase akut terlewati, baru pasien ditangani
rehabilitasi aktif, di samping itu juga beradaptasi dengan lingkungannya. Adanya
pengurangan defisit neurologis pada pasien stroke terjadi karena hal berikut ini:
(1) hilangnya edema serebri, (2) perbaikan sel saraf yang rusak, (3) adanya
kolateral, dan (4) “retraining” (plastisitas otak). Secara umum, impairment yang
disebabkan oleh stroke adalah hemiplagi atau hemiparesis yaitu sebesar 73%-88%
pada stroke akut (Yueniwati, 2016).
Menurut Nurarif (2015), penatalaksanaan stroke dibedakan berdasarkan
stadiumnya , yaitu :
1. Stadium Hiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat
danmerupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakanjaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi oksigen
2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid; hindari pemberian cairan dekstrosa
atau salin dalam H2O.Dilakukan pemeriksaan CT scanotak,
elektrokardiografi, foto toraks, darahperifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosadarah, kimia darah (termasuk elektrolit);
jika hipoksia, dilakukan analisis gasdarah. Tindakan lain di Instalasi Rawat
Darurat adalah memberikan dukunganmental kepada pasien serta memberikan
penjelasan pada keluarganya agar tetaptenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor- faktor etiologik maupun
penyulit.Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis
serta telaahsosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi
kepadakeluarga pasien perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan
keluargaserta tata cara perawatan pasien yang dapat dilakukan keluarga.
a. Stroke Iskemik Terapi umum: Letakkan kepala pasien pada posisi 30
derajat, kepala dan dadapada satu bidang; ubah posisi tidur setiap 2 jam;
mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil. Selanjutnya,
bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil
analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan
kompres dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung
kemih penuh, dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten).
Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-
2000mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salinisotonik. Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi
menelannya baik; jikadidapatkan gangguan menelan atau kesadaran
menurun, dianjurkan melalui slang nasogastrik. Kadar gula darah >150
mg% harus dikoreksi sampai batas gula darahsewaktu 150 mg% dengan
insulin dripintravena kontinu selama 2-3 hari pertama.
Hipoglikemia (kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan
gejala) diatasisegera dengan dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan
harus dicaripenyebabnya. Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi
dengan pemberian obat-obatansesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu
segera diturunkan, kecuali bila tekanansistolik ≥220 mmHg, diastolik
≥120 mmHg, Mean Arterial Blood Pressure(MAP)≥ 130 mmHg (pada 2
kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), ataudidapatkan infark
miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang
direkomendasikan: natriumnitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan
sistolik ≤90 mm Hg, diastolik ≤70mmHg, diberi NaCl 0,9% 250 mL
selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jamdan 500 mL selama 8 jam
atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum ter-koreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit
sampai tekanan darah sistolik ≥110 mmHg.Jika kejang, diberi diazepam 5-
20 mg iv pelanpelan selama 3 menit, maksimal 100 mg per hari;
dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin).
Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral
jangka panjang.Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi
manitol bolus intravena 0,25 sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika
dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum memburuk, dilanjutkan
0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus dilakukan
pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.
Terapi khusus:Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan, atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rt-PA (recombinant tissue Plasminogen Activator). Dapat juga
diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau pirasetam (jika didapatkan
afasia).
b. Stroke Hemoragik
Terapi umum :Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika
volume hematoma >30 mL, perdarahan intraventrikuler dengan
hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung memburuk.Tekanan darah
harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-20% bila
tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg,
dan volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan
darah harus segera diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian
dalam 2 menit) sampai 20 mg (pemberian dalam 10 menit) maksimum 300
mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam; kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per
oral. Jika didapatkan tanda tekanan intracranial meningkat, posisi kepala
dinaikkan 300, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberianmanitol
(lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35
mmHg). Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak
lambung diatasi dengan antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor
pompa proton; komplikasi saluran napas dicegah dengan fisioterapi dan
diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus :Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat
vasodilator. Tindakan bedah mempertimbangkan usia dan letak
perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian memburuk dengan
perdarahan serebelum berdiameter >3 cm3, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan
perdarahan lobar >60 mL dengan tanda peningkatantekanan intrakranial
akut dan ancaman herniasi.
Pada perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium
(nimodipin) atau tindakan bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi,
maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah aneurisma atau
malformasi arteri-vena (arteriovenousmalformation, AVM).
3. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1) Penurunn kapasitas adaptif intra kranial b.d edema cerebral
2) Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskuler
3) Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan neuromuskuler
4) Defisit perawatan diri b.d gangguan neuromuskuler
5) Resiko jatuh dengan faktor resiko kekuatan otot menurun
6) Resiko gangguan kerusakan kulit b.d penurunan mobilitas
Post operasi
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya jalan napas
buatan (Endotracheal Tube)
4. Intervensi keperawatan
Diagnosa SIKI
No. ALKI
Keperawatan
1. Penurunan Setelah dilakukan Pemantauan TIK
kapasitas adaptif tindakan keperawatan 1. Observasi
intra kranial b.d diharapkan Identifikasi penyebab
edema cerebral mekamisme peningkatan tekanan intra
dinamikan intrakranial kranial
stabil dengan luaran : Monitor peningkatan
a. Muntah menurun tekanan darah
b. Tekanan darah Monitor pelebaran tekanan
membaik nadi (selisih tekanan sistole
c. Tekanan nadi diastole)
membaik Monitor penurunan
d. Pol nafas frekuensi jantung’
membaik Monitor irreguleritas irama
e. Refleks pupil nafas
dan neurologis Monitor penurunan tingkat
membaik kesadaran
f. Tekanan Monitor reflek pupil
intrakranial 2. Terpeutik
membaik
Ambil sampel drainase
cairan cerebospinal
Pertahankan sterilitas
sistem pemantauan
Dokumentasikan hasil
pemantauan
3. Edukasi
Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan ,
informasikan hasilnya jika
perlu
Management peningkatan TIK
1. Observasi
Identifikasi penyebab TIK
Monitor tanda/gejala
peningkatan TIK
(peningkatan TD, TD
melebar, Bradikardi,
kesadaran menurun)
Monitor MAP (Mean
Arterial Pressure), CVP
(Central Vennous Pressure),
CCP (Cerebral Perfussion
Pressure),
Monitor status pernafasan
Monitor intake dan output
cairan
Monitor cairan cerebro
spinalis
2. Terapeutik
Minimalkan stimulus
dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
Berikan posisi semi fowler
Hindari manuver Valsava
Cegah terjadinya kejang
Hindari pemberian cairan
iv hipotonik
Atur ventilator agar PaCO2
optimal
Pertahankan suhu tubuh
normal
3. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi
dan anti konvulsi jika perlu
Kolaborasi pemberian
diuretik osmosis, jika perlu
Kolaborasi pemberi pelunak
tinja jika perlu
2. Ganggusn Setelah dilakukan Dukungan Ambulasi
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan 1. Observasi
gangguan 1x24 jam diharapkan Identifiasi adanya nyeri atau
neuromuskuler kemampuan dalam keluhan fisik lainnya
gerak fisik secara Identifikasi toleransi fisik
mandiri meningkat melakukan ambulasi
dengan kriteria hasil : monitor kondisi umum
1. Pergerakan selama melakukan ambulasi
ekstermitas 2. Terapeutik
dari menurun Fasilitasi aktivitas ambulasi
menjadi dengan alat bantu (misal
sedang tongkat, kruk)
2. Retan gerak Fasilitasi melakukan
dari menurun mobilisasi fisik, jika perlu
menjadi Libatkan keluarga untuk
sedang membantu pasien dalam
kekuatan otot meningkatkan ambulasi
dari menurun 3. Edukasi
menjadi Anjurkan pasien melakukan
sedang
ambulasi dini
3. Kelemahan
Ajarkanmbulasi sederhana
fisik dari
yang harus dilakukan (mis.
meningkat
Berjalan sesuai toleransi
menjadi Tehnik Latihan Penguatan Otot
sedang 1. Observasi
Identifikasi resiko latihan
Monitor efektifitas alatihan
2. Terapeutik
Lakukan latihan sesuai
program yang ditentukan
Fasilitasi menetapkan tujuan
jangka panjang dan jangka
pendek yang realistis dalam
menentukan rencana latihan
Fasilitasi untuk mengubah
atau mengembangkan latihan
untuk menghindari
kebosanan
Berikan intruksi tertulis
tentang pedoman dan bentuk
gerakan untuk setiap gerakan
otot
3. Edukasi
Jelaskan fungsi otot,
fisiologi olahraga / bergerak
dan konsekuensi jika tidak
digunakannya otot
Anjurkan menghindari
latihan selama suhu ekstrim
4. Kolaborasi
Tetapkan jadwal tindak
lanjut untuk
mempertahankan motivasi
Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain (mis. Terais
aktivitas, fisioterapi) dalm
perencanaan, pengajaran dan
memonitor pogram latihan
3. Ganguan Setelah dilakukan Promosi komunikasi : defisit bicara
komunikasi verbal tindakan keperawatan 4. Observasi
b.d gangguan 2x24 jam diharapkan Monitor kecepatan, tekanan,
neuromuskuler komunikasi verbal kualitas, volume dan diksi
meningkat dengan bicara
luaran : Identifikasi perilaku
a. Kemampuan emosionaldan fisik sebagai
berbicara bentuk komunikasi
meningkat 5. Terapeutik
b. Pelo menurun Gunakan metode komunikasi
c. Pemahaman alternatif (misal menulis,
komunikasi mata berkedip, dengan
membaik gambar, isyarat tangan )
Sesuaikan gaya komunikasi
dengan kebutuhan’
Modifikasi lingkungan untuk
meminimalkan bantuan
Ulangi apa yang dikatakan
pasien
6. Edukasi
Anjurkan berbicara perlahan
Ajarkan pasien dan keluarga
proses kognitif, anatomjis,
dan fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan berbicara
7. Kolaborasi
Rujuk ke hali patologi bicara
atau terapis
4. Defisit perawatan Setelah dilakukan Dukungan Perawatan Diri
diri b.d gangguan tindakan keperawatan 1. Observasi
neuromuskuler 3x24 jam diharapkan Identifikasi aktivitas
kemampuan pasien perawatan diri sesuai usia
dalam melakukan atau Monitor tingkat kemandirian
menyelesaikan Identifikasi kebutuhan alat
aktivitas perawatan benru kebersian diri,
diri meningkat dengan berpakaian, berhias, dan
kriteria hasil : makan
1. Kemampuan 2. Terapeutik
makan, Sediakan lingkungan yang
verbalisasi terapeutik
keinginan Dampingi dalam melakukan
melakukan perawatan diri sampai
perawatan diri, mandiri (jika tidak ada yang
minat mendampingi)
melakukan Fasilitasi untuk menerima
perawatan diri keadaan ketergantungan
dan 3. Edukasi
kemampuan Anjurkan kepada keluarga
mempertahank untuk memfasilitasi
an kebersihan ketergantungan pasien
diri dari
Anjurkan pasien melakukan
menurun
perawatan diri sesuai
menjadi
kemampuan pasien
sedang
Anjurkan keluarga untuk
selalu mendampingi pasien
saat melakukan perawatan
diri
5. Rsiko jatuh dengan Setelah dilakukan Management pencegahan jatuh
faktor resiko tindakan 2 x 24 jam
1. Observasi
kekuatan otot diharapkan derajat
Identifikasi faktor resiko
menurun jatuh menurun dengan
jatuh (misal : penurunan
kriteria hasil :
kekuatan otot
a. Derajat jatuh
Identifikasi faktor lingkungan
dari tempat
yang meningkatkan resiko
tidur menurun
jatuh (mis. Lantai licin)
b. Derajat jatuh
saat berdiri, Hitung resiko jatuh
duduk,berjalan menggunakan skala fall
dan ke kamar Morse Scale jika perlu
mandi Monitor kemampuan
menurun berpindah
2. Terapeutik
Pasang handtrail tempat tidur
Atur tempat tidur pada posisi
mekanis terendah
3. Edukasi
Anjurkan untuk
memanggil
perawat/keluarga jika
membutuhkan bantuan
untuk berpindah
Anjurkan menggunakan
alas kaki yang tidak licin
anjurkan untuk
melebarkan jarak kedua
kaki untuk meningkatkan
keseimbangan saat berdiri
Post Operasi
Diagnosa SIKI
No. SLKI
Keperawatan
1. Bersihan jalan Tujuan : Setelah Observasi
nafas tidak efektif dilakukan tindakan 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
berhubungan keperawatandiharapkan kedalaman, dan usaha nafas)
dengan prosedur masalah bersihan jalan 2. Monitor bunyi nafas tambahan
intubasi (post nafas dapat teratasi (mis. Gurgling, mengi,
trepanasi) Kriteria hasil : wheezing, ronchi)
- Pasien dapat 3. Monitor sputum
batuk efetif Terapeutik
- Produksi 1. Pertahankan kepatenan jalan
sputum nafas (posisi jaw trust/head till
menurun chin lift)
- Tidak ada suara 2. Posisikan semi fowler
nafas tambahan 3. Lakukan fisioterapi dada
- Pola nafas 4. Lakukan penghisapan lendir
membaik kurang dari 15 detik
- Frekuensi nafas 5. Berikan oksigen tambahan
membaik Edukasi
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektor,
mukolitik, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Anggrawati, Hetty & Sagung Agung P. 2017. Bahan Ajar Keperawatan Gigi
Histologi Dan Anatomi Fisiologi Manusia. Diakses dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/
Baehr Mathias., Michael Frotscher. 2012. Diagnosis topic neurologi duus: anatomi,
fisiologi, tanda, gejala. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Pp 411.
Bahrudin, M. 2012. Neuroanatomi dan Aplikasi Klinis Diagnosis Topis. 1st edn.
Edited by J. Triwanto. Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah
Surakarta. Available at: http://ummpress.umm.ac.id.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC, 1022.
Jatiningrum, Kusumaningdiah S. (2018) Profil Faktor Resiko Stroke Pasien Usia Tua
Dan Usia Muda Di Rsud Jombang Tahun 2016-2017. Bachelors Degree (S1)
Thesis, University Of Muhammadiyah Malang.
Nemaa, K., 2015. The Science of Ischemic Stroke: Pathophysiology &
Pharmacological Treatment. International Journal of Pharma Research &
Review, 4(10), pp. 65-84.