LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN Kelompok 4-4

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN

Laporan praktikum diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna


menyelesaikan matakuliah Kultur Jaringan

Oleh:
Urbanus Arsa (512017070)
Apdi Saragih (512017061)
Yuda Ady Baskara ( 512017038)
Rian Vegananda (512017031)

FAKULTAS PERTANIAN DAN BISNIS


UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti
protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan maupun organ , serta menumbuhkannya dalam
keadaan aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi
menjadi tanaman utuh kembali. Konsep awal dari kultur jarngan adalah diketahuinya
kemempuan totipotensi dari sel tumbuhan. Totipotensi sel (Total Genetic Potential), artinya
setiap sel memiliki potensi genetik seperti zigot yaitu mampu memperbanyak diri dan
berediferensiasi menjadi tanaman lengkap.
Lingkungan aseptic sebagai salah satu syarat utama suksesnya kegiatan kultur jaringan
perlu diterapkan dengan sungguh-sungguh. Untuk itu perlu adanya usaha sterilisasi peralatan
yang akan digunakan dalam proses kultur. Sterilisasi adalah bahwa segala kegiatan dalam
kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di laminar flow dan menggunakan
alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan
etanol yang disemprotkan secara merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang
melakukan kultur jaringan juga harus steril. Sterilisasi pada teknik kultur jarngan meliputi:
Sterilisasi lingkungan kerja, sterilisasi alat dan media dan sterilisasi bahan tanam. Tidak hanya
terbatas pada peralatan, namun ruangan yang akan digunakan pun harus dalam kondisi aseptic.
Tujuan utama dari sterilisasi ruangan maupun peralatan kultur pada dasarnya untuk
menghindari kontaminasi oleh mikro organisme yang ada di peralatan maupun di udara bebas
sekitar ruangan. Perlakuan tersebut mutlak dilakukan terutapa pada ruang penabur atau tempat
yang digunakan untuk penanaman eksplan.
Bagian atau organ tanaman yang dilakukan pada praktikum kali ini terdiri dari kultur
kalus, kultur akar, kultur pucuk, dan biji. Bagian-bagian tanaman tersebut mampu untuk
beregenerasi menjadi tanaman lengkap baik secara langsung maupun tidak langsung. Peristiwa
ini terjadi karena tanaman mempunyai sifat totipotensi sel, yaitu dalam satu sel mempunyai
kemampuan untuk menjadi tanaman lengkap. Metode kultur jaringan dikembangkan untuk
membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit dikembangbiakkan
secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan mempunyai beberapa keunggulan,
antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah
yang besar sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit
dengan jumlah besar dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin,
kecepatan tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui perubahan dan perkembangan tanaman wortel sebagai media yang digunakan untuk
uji kalus dengan teknik kultur kalus.
2. Mengetahui perubahan dan perkembangan biji kacang hijau dengan teknik kultur biji.
3. Mengetahui perubahan dan perkembangan pucuk tanaman kemangi dengan teknik kultur akar.
4. Mengetahui perubahan dan perkembangan akar tanaman kacang hijau dengan teknik kultur akar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KULTUR KALUS
Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang
membelah diri secara terus menerus. Penelitian pembentukan kalus pada jaringan terluka
pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan kalus pada jaringan luka
dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin endogen (Dodds & Roberts, 1983).
Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi
mikro organisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan
nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stress (Andini,2001)
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari
tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada
media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi suatu
tanaman yang lengkap (Indrianto,2002).
Dalam proses perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, tahap aklimatisasi planlet
merupakan salah satu tahap kritis yang sering menjadi kendala dalam produksi bibit secara
masal. Pada tahap ini, planlet atau tunas mikro dipindahkan ke lingkungan di luar botol seperti
rumah kaca , rumah plastik, atau screen house (rumah kaca kedap serangga). Proses ini disebut
aklimatisasi. Aklimatisasi adalah proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika
pengakaran dilakukan secara ex-vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan
media tanah, atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi bibit yang siap
ditanam di lapangan. Prosedur pembiakan dengan kultur jaringan baru bisa dikatakan berhasil
jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal dengan keberhasilan yang tinggi
(Widianti,2003).
Tahap ini merupakan tahap kritis karena kondisi iklim mikro di rumah kaca, rumah
plastik, rumah bibit, dan lapangan sangatlah jauh berbeda dengan kondisi iklim mikro di dalam
botol. Kondisi di luar botol bekelembaban nisbi jauh lebih rendah, tidak aseptik, dan tingkat
intensitas cahayanya jauh lebih tinggi daripada kondisi dalam botol (Andini,2001).
Disamping itu tanaman tersebut memperlihatkan beberapa gejala ketidak normalan,
seperti bersifat sukulen, lapisan kutikula tipis, dan jaringan vaskulernya tidak berkembang
sempurna, morfologi daun abnormal dengan tidak berfungsinya stomata sebagai mana
mestinya. Struktur mesofil akan berubah, dan aktifitas fotosintesis sangat rendah. Dengan
karakteristik seperti itu, palanlet atau tunas mikro mudah menjadi layu atau kering jika
dipindahkan ke kondisi eksternl secara tiba-tiba. Karena itu, planlet atau tunas mikro tersebut
diadaptasikan ke kondisi lngkungan yang baru yang lebih keras. Dengan kata lain planlet atau
tunas mikro perlu diaklimatisasikan (Pramono,2007).

2.2 PERKECAMBAHAN BIJI SECARA INVITRO


Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi,
sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang
mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.
Menurut Gunawan (1988), arah pertumbuhan dan perkembangan atau regenerasi
eksplan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: komposisi media serta jenis dan konsentrasi zat
pengatur tumbuh, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan dan lingkungan tempat
eksplan dikulturkan. Medium yang digunakan untuk membiakan potongan jaringan tersebut
mengandung makanan berupa unsur – unsur hara makro dan mikro. Penggunaan eksplan dari
jaringan muda lebih sering berhasil karena sel-selnya aktif membelah, dinding sel tipis karena
belum terjadi penebalan lignin dan selulose yang menyebabkan kekakuan pada sel
Gunawan (1995) menyatakan bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan
adalah: pucuk muda, batang muda, daun muda, kotiledon, hipokotil. Menurut Wattimena
(1992) perbedaan dari bagian tanaman yang digunakan akan menghasilkan pola pertumbuhan
yang berbeda. Eksplan tanaman yang masih muda menghasilkan tunas maupun akar adventif
lebih cepat bila dibandingkan dengan bagian yang tua.
Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang
dalam jumlah sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan merubah proses fisiologi
tumbuhan. Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang sering ditambahkan dalam
media tanam karena mempengaruhi pertumbuhan dan organogenesis dalam kultur jaringan dan
organ.
Macam-macam organ pada umumnya menunjukan kecepatan pembelahan sel yng
berbeda pula. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman dalam
kultur in vitro antara lain mencakup genotip sumber bahan tanaman, media dan ZPT yang
digunakan, kondisi lingkungan inkubasi, fisiologi jaringan dari eksplan secara optimal
sehingga diperoleh tanaman lengkap. Kultur organ dengan bahan eksplan berupa pucuk
tanaman yang sehat dan bebas virus mempunyai aspek praktis sebagai perbanyakan klon yang
cepat dan bebas penyakit (Abidin, 1995).

2.3 KULTUR PUCUK


Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan
autoklaf. Autoklaf adalah alat yang digunakan untuk sterilisasi media mikrobiologi, peralatan
gelas laboratorium, dan dekontaminasi untuk membunuh bakteri dengan menggunakan uap
bersuhu dan bertekanan tinggi 1210 C selama kurang lebih 15 menit, Selain itu media
merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Pelaksanaan teknik ini
memerlukan berbagai prasyarat untuk mendukung kehidupan jaringan yang dibiakkan. Unsur
yang berperan penting dan esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril. Media adalah
tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan
jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup
dan memperbanyak dirinya.
Media kultur tersebut terdiri dari unsur hara makro, mikro, sumber karbon (gula),
vitamin dan asam amino serta zat pengatur tumbuh. Selain itu, diperlukan juga bahan tambahan
seperti agar, gula, agar, arang aktif, bahan organik .Media yang sudah jadi ditempatkan pada
tabung reaksi atau botol-botol kaca Senyawa tersebut mempunyai arti penting untuk
kelangsungan pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan secara invintro (kultur jaringan).
Ada dua penggolongan media tumbuh yaitu media padat dan media cair. Media padat pada
umumnya berupa padatan gel, seperti agar-agar dan nutrisi dicampurkan pada agar-agar seperti
praktikum-praktikum yang kita lakukan. Sedangkan media cair adalah media dengan nutrisi
yang dilarutkan di air. Diantara dua penggolongan media tumbuh pada praktikum yang telah
dilakukan yang digunakan ialah media padat yang menggunakan agar-agar bermerk Powder.

2.4 KULTUR AKAR


Kultur akar merupakan suatu bentuk kultur jaringan akar yang hidup dan berdiferensiasi
secara terorganisir membentuk biomassa akar tanpa kehadran tipe organ lain dari tanaman
seperti batang, daun ataupun bunga. Terdapat dua tipe kultur akar yaitu kultur akar non
transgenik dan kultur akar transgenik. Kultur akar non transgenik diperoleh dengan memotong
ujung akar tanaman di lapangan lalu disterilkan maupun akar kecambah tanarnan in vitro lalu
ditanam dalam media kultur jaringan (Payne et al. 1992). Kultur akar transgenik merupakan
kultur akar yang dihasilkan dengan menginfeksi tanaman dengan Agrobacterium rhizogenes.
Infeksi tanaman dengan Agrobacterium rhizogenes akan mengakibatkan ditransfernya T-DNA
dari Ri (Root inducing) plasmid ke genom tanaman yang menyebabkan induksi proliferasi
akar transgenik yang juga disebut akar berambut.
Akar berambut mempunyai ciri percabangan lateral yang ekstensif dan tidak dipenganh
geotropisme. Percabangan yang ekstensif tersebut menghasilkan banyak meristem sehingga
memungkinkan pertumbuhan biamassa yang cepat dibandingkan akar tanaman normal. Sifat
penting lainnya dari akar berambut adalah kemampuannya untuk tumbuh stabil dalam media
kultur in vitro walaupun tanpa penambahan zat pengatur tumbuh (Payne et al., 1992).
Pada kultur akar bukan transgenik, pemantapan dan pemeliharaannya memerlukan
tambahan auksin yang dapat menekan produktivitasnya dalam menghasilkan metabolit
sekunder. Kultur akar berambut cenderung lebih stabil dibandingkan kultur kalus dan suspensi
sel dan merupakan alternatif yang lebih baik dibandingkan ekstraksi protein langsung dari
tanaman in vivo maupun kultur kalus dan suspensi sel (Toppi et al. 1996).
Vivanco et al. (1997) menyatakan bahwa protein aktif berupa Ribosome In-activating
Protein (RIPS) beptensi besar untuk dimanfmtkan dalam bidang pertanian. Pendapat ini
didukung oleh adanya peningkatan ketahanan terhadap cendawan pada tanaman tembakau
transgenik yang mengekspresikan RIP dari biji barley (Logeman et al. 1992).

BAB III
METODE
3.1. Kultur Kalus
Waktu dan tempat: Hari Rabu di lab. Kultur Jaringan jam 14.00- 16.00 WIB.
3.1.1 Alat
1. LAF/Entkas
2. Pisau steril
3. Petridish
3.1.2 Bahan
1. Wortel
2. Clorox 20%
3. Alcohol 70%
4. Botol media
5. Media MS dengan ZPT 2,4D 1mg/l
3.1.3 Cara Kerja
Persiapan eksplan
1. Wortel segar dan sehat disiapkan, buang bagian-bagian yang kotor
2. Dengan diterjen wortel diuci, kupas kulit luar, lalu iris dalam potongan kira-kira 2 cm.
3. Dalam alkohol 70% disterilkan selama 1 menit
4. Bilas dengan aquades steril
5. Dalam larutan Clorox 20% di rendam selama 10 menit
6. Sebanyak 3x dibilas lagi dengan aquades steril
7. Bagian ujung eksplan yang kontak dengan larutan steril dipotong
8. Bagian cambium diambil dan ditanam dalam media MS dengan hormone 2,4 D
9. Kultur diletakkan pada rak terbuka didalam ruang kultur dengan temperature rata-rata
250C
10. Kultur setelah 1 minggu diperiksa, untuk melihat perkembangan kultur.
11. Setelah 4 minggu kalus yang friable dapat disubkulturkan pada media baru.

3.2 Kultur Biji


3.2.1 Alat dan Bahan
1. Biji tembakau dan kacang hijau
2. Media MS tanpa zat pengatur tumbuh (MSO)
3. Petridish berisi kertas saring steril
4. Akuades steril
5. Bleach (baycline, Clorox, dsb)
6. Alkohol 96%
7. Erlenmeyer 100ml dan 50 ml
8. Pipet
9. Pinset ujung runcing
10. Hand sprayer
11. Lampu Bunsen
12. LAF
3.2.2 Cara kerja
a. Sebelum mulai bekerja, jam tangan dan cincin dilepaskan, simpan ditempat yang aman,
tangan dicuci dengan sabun antiseptic, UV dimatikan, lantai dan dinding LAF dibersihkan
dengan menyemprotkan alkohol 70% dan melapnya dengan kertas tissue kemudian baru LAF
diaktifkan.
B. Alat-alat dimasukan (satu persatu) kedalam LAF, sebelumnya alat disemprotkan dengan
alkohol 70% pada permukaannya. Alat-alat posisinya diatur, dihadapan kita alat-alat jangan
dieletakkan, tapi dikanan dan kiri kita.

3.3 Kultur Pucuk


3.3.1 Alat
 LAF/entkas
 Pisau steril
 Pinset
 Scalpel
 Petridish
 Kertas saring steril
 Botol kultur
3.3.2 Bahan
 Tanaman kemangi
 Benlate 29/1
 Clorox 20%, 10%
 Tween

3.3.3 Cara Kerja


1. Media tanam MS dengan BA = 1 mg/l; NAA = 0,1 mg/l disiapkan
2. Pucuk 3-5 cm dari tanaman dipotong, daun-daun dipotong dan dicuci bersih dengan akuades
3. Bahan yang sudah bersih dalam larutan Benlate 29/1 selama 20-30 menit direndam dan
dibilas sampai bersih. Dalam petridish Pucuk dikeringkan yang berisi kertas saring. Pekerjaan
selanjutnya didalam LAF/entkas dilakukan.
4. Dalam larutan Clorox 20% dengan beberapa tetes tween 20 selama 7 menit pucuk direndam,
dalam petridish 9 cm, kelarutan Clorox 10 ml selama 10 menit dan terakhir 5% selama 12 menit
dipindahkan.
5. Dalam aquades steril 3x dibilas
6. Pucuk terminal dan aksilar dipisahkan serta bahan tanaman dipotong,
7. Dalam media MS dengan menggunakan pinset steril ditanam.
8. Pada suhu 200C dengan penyinaran 16 jam perhari kultur diinkubasikan.
9. Setelah 3 minggu pucuk yang tumbuh diamati.
10. Pucuk yang mencapai panjang ≤ 2 cm diakarkan pada media MS dengan 10 ml/l IBA

3.4 Kultur Akar


3.4.1 Alat
 Botol kultur
 Pisau
 Scalpel
 Pinset
 Petridish
 Kertas saring
 Hand sprayer
 Entkas/LAF
 Lampu Bunsen

3.4.2 Bahan
 Kecambah kacang hijau / akar
 Media white cair
 Alkohol 96%

3.4.3 Cara kerja


a. Media white disiapkan
B. Kecambah dari kultur dikeluarkan dan dalam pertridish steril yang sudah diberi kertas saring
steril diletakkan.
C. Dengan scalpel ujung akar kira-kira 1 cm dipotong dan dalam wadah kultur, 1 eksplan dalam
satu wadah dimasukan.
D. Pada shaker dengan kecepatan 80 rpm kultur ditempatkan dan dalam keadaan gelap pada
suhu 270c diinkubasikan.

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Hasil Pengamatan
HARI/TANGGAL GAMBAR KETERANGAN
KULTUR KALUS
26 mei Kondisi baik tanmpa
kontam

28 mei Kondisi masih baik

30 mei Kontam 1 botol

3 juni Kondisi masih baik


tidak ada yang kontam

5 juni Kondisi masih baik


8 juni Kondisi baik tidak ada
yang kontam

10 juni Kondisi masih baik


semua

12 JUNI 2 botol kontam, yang


lain masih baik

17juni 2 botol kontam, yang


lain masih dalam
keadaan baik

19 juni 2 botol kontam yang


lain masih baiki

21 juni Kondisi masih baik


24 juni Kondisi kontam 1 botol

26 juni Kondisi baik tidak ada


yang kontam

28 juni Kondisi baik tidak ada


yang kontam

KULTUR BIJI KACANG


22 juni Baik tidak ada yng
kontaminasi
24 juni Baik tidak ada yng
kontaminasi

26 juni Baik tidak ada yng


kontaminasi

28 juni Kontam 3 botol

30 juni Kondisi baik tidak ada


yang kontaminasi

3 juli Baik semua tanpa


kontam
8 juli 1 botol kontaminasi

10 juli Kondisi baik tiadk ada


yang kontaminasi

14 juli 1 botol kontaminasi

17 juli Kondisi baik tiadk ada


yang kontaminasi

KULTUR PUNCUK

3 juli Baik tidak ada yang


kontam
5 juLi Baik tidak ada yang
kontaminasi

8 juli Kontam 3 botol

10 juli 1 botol kontaminasi

12 juli 1 botol kontaminasi

14 juli Tidak ada yang kontam


17 juli 1 botol kontam

18 juli Kontaminasi 1 botol

20 juli Kondisi masih utuh dan


baik semua

22 JULI Kondisi 1 botol


kontaminasi

26 JULI 1 botol kontam


KULTUR AKAR

Koontam 1 akar ada


26 JULI jamur

28 JULI 1 akar masih kontam


dan berjamur sisa 2
akar

30 juli Akar masih utuh dan


baik

1 agustus 1 akar kontam sisa 1


akar lagi masih utuh

4.2 Pembahasan
 Kultur Kalus
Dari praktikum ini dapat mengetahui tentang kultur jaringan yang merupakan suatu
metode untuk megisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, sekelompok sel,
jaringan maupun organ, serta menumbuhkan dalam keadaan aseptik. Dalam perlakuan
praktikum ini membahas tentang perkembangan tanaman wortel dengan teknik kultur kalus,
kultur kalus adalah suatu kumpulan sel amorphus yang terjadi dari sel-sel jaringan yang
membelah diri secara terus menerus, kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode
untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba
steril, di tumbuhkan pad amedia buatan yang steril dalam kultur botol yang steril, dan dalam
kondisi yang aseptik. Dalam praktikum ini untuk mengetahui perkembangan tanaman wortel
dengan teknik kultur kalus adalah dapat menyiapkan alat dan bahan. Alat, LAF/entkas, pisau
steril, petridish. Bahan: wortel, clorox 20%, alcohol 70%, botol media, media MS, dengan ZPT
2,4D 1mg/l. Dengan cara kerja siapkan wortel segar dan sehat, buang bagian-bagian yang
kotor, cuci wortel dengan deterjen kupas kulit luar, lalu iris dengan potongan kira-kira 2cm,
sterilkan dalam alcohol 70% selama 1 menit, bilas dengan aquades steril, rendam dalam larutan
clorox 20% selama 10 menit , bilas dengan aquades steril 3x, bagian ujung eksplan yang kontak
dengan larutan steril di potong, ambil bagian cambium dan di tanam dalam media MS dengan
hormone 2,4D, kultur diletakan pada rak terbuka didalam ruang kultur dengan temperature
rata-rata 250C periksa kultur setelah saatu minggu, untuk melihat perkembanga kultur, setelah
4 minggu kalus yang friable dapat di subkulturkan pada media baru. Praktikum yang mulai
dilakukan hari Rabu di lab. Kultur Jaringan jam 14.00- 16.00 WIB. Untuk minggu pertama
perlakuan membuat kultur kalus dan mulai di tempatkan di tempat yang tertutup, steril dan
bebas dari serangga dan rutin untuk melakukan pengamtan 3 hari sekali untuk memastikan
kondisi kultur kalus, pada pratikum yang dilakukan untuk kultur kalus dengan hasil setelah 1
minggu sesuai dengan gambar tabel di bawah pada tgl 26 mei kondisi baik tampa kontam, 28
mei kondisi masih baik, 30 mei dengan hasil kontam satu, 3 juni kondisi tetap baik tanpa
kontam, 5 juni kondisi masih baik, 8 juni kondisi masih baik, 10 juni kondisi massih baik, 12
juni 2 botol kontam, 17 juni 2 botol kontam, 19 juni 2 botol kontam, 24 juni 1 botol kontam
dan sampai tgl 28 juni 3 botol dengan kondisi baik tanpa kontam denga keadaan kultur alus 8
terkontaminasi karena faktor kondisi botol kurang steril, faktor lingkunga, faktor cahaya, dan
faktor suhu.
 Kultur Biji
Pada tabel diatas untuk kultur biji kacang dapat diketahui bahwa pada tanggal 22 juni-
26 juni keadaan media masih dalam kondisi baik, sedangan mulai tanggal 28 juni-8 juli media
didalam botol mulai mengalami kontaminasi yaitu berjumlah 4 botol dan pada tanggal 10 juli-
17 juli beberapa tanaman masih bagus namun 1 botol media tanaman mengalami kontaminasi,
dengan gejala yang sama yaitu muncul jamur berwarna hitam gelap serta media tanaman mati,
hal ini disebabkan oleh ketidak sterilan alat-alat kerja dan media yang digunakan yang tidak
steril serta suhu dan cahya yang kurang intensif sehingga perkembangan dan pertumbuhan biji
tanaman tergangu.
 Kultur Puncuk

 Kultur Akar

BAB V
KESIMPULAN
1. Jadi perubahan dan perkembangan tanaman wortel yang digunakan sebagai media untuk uji
kultur kalus yaitu: mulai dari 26 mei-5 juni beberapa botol dalam kondisi baik namun 1
botol mengalami koontaminasi yaitu pada tanggal 30 mei, dan mulai dari 5 juni-28 juni
beberapa botol masih dalam kondisi baik namun 7 botol menggalami perubahan yang
siknifikan yaitu muncul jamur berwarna hitam gelap, hal ini dipengaruhi oleh kondisi alat-
alat yang kurang steril serta faktor lingkungan sperti suhu, cahaya dan kelembapan serta
oksigen yang kurang intensif.
2. Pada hasil praktikum dan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa mulai
dari tanggal 22 juni-26 juni keadaan media masih dalam kondisi baik, sedangan mulai
tanggal 28 juni-8 juli media didalam botol mulai mengalami kontaminasi yaitu berjumlah 4
botol dan pada tanggal 10 juli-17 juli beberapa tanaman masih bagus namun 1 botol media
tanaman mengalami kontaminasi, hal ini disebabkan oleh ketidak sterilan alat-alat kerja dan
media yang digunakan yang tidak steril serta suhu dan cahya yang kurang intensif sehingga
perkembangan dan pertumbuhan biji tanaman tergangu.
3. Pada hasil praktikum dan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa mulai
dari tanggal 3 juli-14 juli beberapa tanaman masih segar dan hiaju namun ada 5 botol
mengalami kontaminasi, lanjut pada tanggal 14 juli-26 juli 4 botol mengalamai kontaminasi
hal ini juga dipengaruhi oleh alat-alat yang kurang steril serta faktor lingkungan sperti suhu,
cahaya dan kelembapan serta oksigen yang kurang intensif sehingga mengangu
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
4. Pada hasil praktikum dan pengamatan yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa mulai
dari tanggal 26juli-1agustus 1 akar dalam keadaan baik namun 2 akar yang lainya
terkontaminasi dengan gejala muncul jamur berwarna hitam dan bintik-bintik putih, hal ini
juga dipengaruhi oleh alat-alat yang kurang steril serta faktor lingkungan sperti suhu, cahaya
dan kelembapan serta botol yang dibungkus dengan plastik hitam sehinga tidak adanya
cahaya yang masuk sehingga mengangu pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 1985. Dasar – Dasar Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa: Bandung.
Andini, Linda. 2001. Cara memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta: Agromedia
Pustaka.
Gunawan, I.W. 1988. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Laborartorium Kultur Jaringan PAU.
Bioteknologi IPB: Bogor
Indrianto, Yuni. 2002. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jakarta: Gramedia.
Indrianto,Yuni.2002. Pembiakan Tanaman Melalui Kultur Jaringan. Jakarta: Gramedia.
Payne GF, Bringi V, Prince CL, Shuler MI,. 1992. Plant Cell and Tissue Culture in Liquid
Systems. New York: John Wiley and Sons.Bab 8, Root Cultures; hlm 227-277.
Pramono, Hari.2007. Teknik Kultur Jaringan. Jakarta: Kanisius.
Toppi LS di, Gorini P, Properzi G, Barbieri L, Spano L. 1996. Production of ribosome in-
activating protein from hairy-root cultures of Lufla cyllindrica (L.) Roem. Plant Cell
Reports 15 : 9 10-91 3.
Vivanco JM, Weitzel D, Flores HE. 1997. Characterization of a major storage root protein
isolated from the andean root crop Mirabilis apansa. Di dalam: Flores HE, Lynch JP,
Eissenstat D. Radical biology: Advances and Perspectives on the Function of Plant
Roots. Proceedings llth Annual Penn State Symposium in Plant Physiology. Amarican
Society of Plant Physiologists, Rockville, Maryland U.S.A.
Widianti, Dewi. 2003.Pertanian Modern. Jakarta: Erlangga.
Wattimena, G.A. 1992. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan PAU
Bioteknologi IPB: Bogor.

Anda mungkin juga menyukai