Asuhan Keperawatan Pada CKD
Asuhan Keperawatan Pada CKD
Asuhan Keperawatan Pada CKD
Disusun Oleh :
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
SGD (Small Group Discussion) Keperawatan Gawat Darurat yang membahas tentang
“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gagal Ginjal Kronik (Choronic Kidney
Disease).
Kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Ucapan terima kasih
kami ucapkan kepada :
1. Puguh, S. Kep,Ns, selaku pembimbing klinik dalam pembuatan makalah ini;
2. Nailiy Huzaimah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing akademis dalam
pembuatan makalah asuhan keperawatan pada klien Gagal Ginjal Kronik
(Choronic Kidney Disease);
3. Teman-teman profesi ners 2019 yang ikut membantu dalam penyelesaian
makalah ini.
Harapannya makalah ini dapat memberikan ilmu bagi insan keperawatan
untuk memberikan asuhan keperawatan. Sebagai penulis kami menyadari bahwa
masih ada kekurangan dari penampilan dan penyajian makalah ini, oleh karena itu
kami menginginkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca. Kami
berharap makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi setiap pembaca.
.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................... 1
1.2 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................. 1
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................ 2
1.4 Manfaat ................................................................................ 2
BAB IV PENUTUP
4.1 Pengkajian ............................................................................ 39
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui tentang gagal ginjal kronik sehingga perawat
akan lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan
menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga gagal ginjal
kronik tidak semakin berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.2 Etiologi
Penyebab paling umum dari gagal ginjal kronik adalah diabetes
mellitus (tipe 1 atau tipe 2) dan hipertensi, sedangkan penyebab End-stage
Renal Failure (ERFD) di seluruh dunia adalah IgA nephropathy (penyakit
inflamasi ginjal). Komplikasi dari diabetes dan hipertensi adalah rusaknya
pembuluh darah kecil di dalam tubuh, pembuluh darah di ginjal juga
mengalami dampak terjadi kerusakan sehingga mengakibatkan gagal ginjal
kronik.
Etiologi gagal ginjal kronik bervariasi antara negara yang satu dengan
yang negara lain. Di Amerika Serikat diabetes melitus menjadi penyebab
paling banyak terjadi gagal ginjal kronik yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti
oleh hipertensi sebanyak 27% Dan glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas
2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal kronik sering terjadi karena
glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan infeksi pada ginjal,
hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al. 2009).
Penyebab dari gagal ginjal kronis yang tersering dibagi menjadi 8 kelas,
antara lain (Price & Wilson 2003):
Tabel 1.
Klasifikasi Penyebab Gagal Ginjal Kronik (Price & Wilson 2003):
Klasifikasi Penyakit Penyakit
Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis/refluks nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vascular hipertensif Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan ikat SLE
Poliarteritis nodosa
Sklerosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolic DM
Gout, hiperparatiroidisme
Amilodosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, obat TBC
Nefropati timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas: batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal
Traktus urinarius bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital leher vesika
urinaria dan uretra
2.2.3 Stadium
Chronic Kidney Disease (CKD) diklasifikasikan berdasarkan CGA sistem
yaitu Cause, GFR category, dan Albuminuria category. Gagal ginjal kronik
merupakan stadium 5 dari CKD atau biasa disebut dengan End-stage Renal
Disease (ESRD). Dikatakan gagal ginjal kronik apabila dari hasil tes nilai
eGFR < 15 mL/min/1.73 m2.
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) dalam Kidney Disease:
Improving Global Outcomes (KDIGO) CKD Work Group (2013) KDIGO 2
clinical practice guideline for the evaluation and management of chronic
kidney disease:
Tabel 2. Kategori GFR (KDIGO 2013)
GFR Terms
GFR (ml/min/1.73 m2)
category
G1 >90 Normal or high
2.2.4 Patofisiologi
Ginjal merupakan salah satu organ ekskretori yang berfungsi untuk
mengeluarkan sisa metabolisme didalam tubuh diantaranya ureum, kreatinin,
dan asam urat sehingga terjadi keseimbangan dalam tubuh. Penyakit ini
diawali dengan kerusakan dan penurunan fungsi nefron secara progresif akibat
adanya pengurangan masa ginjal. Pengurangan masa ginjal menimbulkan
mekanisme kompensasi yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa. Perubahan ini mengakibatkan
hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Selanjutnya penurunan fungsi ini akan disertai dengan penurunan
laju filtrasi glomerulus (GFR) dan peningkatan sisa metabolisme dalam tubuh.
Perjalanan umum ginjal kronik dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
satu dinamakan penurunan cadangan ginjal . Pada stadium ini kreatin serum
dan BUN dalam keadaan normal dan penderita asimtomatik (tanpa gejala).
Gangguan fungsi ginjal akan dapat diketahui dengan tes GFR.
Stadium dua dinamakan insufisiensi ginjal , dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak dan GFR 25% dari normal. Pada tahap ini
BUN baru mulai stadium insufisiensi ginjal gejala nokturia dan poliuria
diakibatkan kegagalan pemekatan. Nokturia (berkemih pada malam hari)
sebanyak 700 ml atau berkemih lebih dari beberapa kali. Pengeluaran urin
normal sekitar 1500 ml perhari atau sesuai dengan jumlah cairan yang
diminum.
Stadium ke tiga dinamakan gagal ginjal stadium akhir uremia . sekitar
90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 yang masih utuh.
Nilai GFR nya hanya 10% dari keadaan normal dan bersihakan kreatin sebesar
5-10 ml/menit. Penderita biasanya oliguri (pengeluaran urien kurang dari 500
ml/hari) karena kegagalan glomelurus uremik. Fungsi ginjal menurun, produk
akhir metabolisme protein. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh.
Menurut Sudoyo et al. (2009) stadium paling dini dari penyakit gagal
ginjal kronis, akan menyebabkan penurunan fungsi yang progresif ditandai
dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum. Pasien dengan GFR
60% belum merasakan keluhan, tetapi sudah ada peningkatan kadar ureum
dan kreatinin, sampai GFR 30% keluhan nokturia, badan lemas, mual, nafsu
makan berkurang, dan penurunan berat badan mulai terjadi.
2.2.7 Penatalaksanaan
Rencana penatalaksanaan penyakit ginjal kronik sesuai dengan
derajatnya menurut Suwitra (2007) antara lain:
Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
LFG
Derajat Rencana Tatalaksana
(ml/mn/1,73m2)
1 ≥90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,evaluasi
perburukan (progression) fungsi ginjal,
memperkecil risiko kardiovaskuler
2 60-80 Menghambat perburukan (progession) fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 ˂15 Terapi pengganti ginjal
b. Peritoneal Dialisis
Pada dialisis ini membran dialisis menggunakan membran peritoneal
pasien sendiri. Cairan dialisis diletakkan pada rongga peritoneal
menggunakan kateter yang dimasukkan dan dibiarkan selama 4-6 jam
untuk mencapai kesetimbangan. Dialisat kemudian dibuang dan digantikan
dengan fluida dialisis yang baru. Perubahan konsentrasi glukosa pada
dialisat akan mengubah osmolaritas dan hal ini mengatur perpindahan air
secara osmosis dari darah ke dialisat. Proses ini dapat dilakukan sendiri
oleh pasien di rumah. Komplikasi yang sering terjadi adalah peritonitis.
c. Transplantasi Ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).
Pertimbangan program transplantasi ginjal:
1. Ginjal cangkok (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70 -
80% faal ginjal alamiah.
2. Kualitas hidup normal kembali
3. Masa hidup (survival rate) lebih lama
4. Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan
obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
5. Biaya lebih murah dan dapat dibatasi.
Kontraindikasi relatif terhadap transplantasi ginjal:
1. Usia lebih dari 70 th
2. HIV positif
3. Infeksi bakteri
4. Keganasan yang baru terjadi atau sedang diderita
5. Penyakit jantung berat
6. Sensitasi tinggi
7. Penyakit ginjal dengan risikp rekurensi yang tinggi
Persiapan program transplantasi ginjal, antara lain:
1. Pemeriksaan imunologi
a. Golongan darah ABO
1) Ketidak serasian golongan darah ABO antara resipien dan donor
menyebabkan reaksi penolakan hiperakut (hyperacute immediate
rejection)
2) Antigen Rhesus tidak berperan untuk reaksi penolakan.
b. Tipe jaringan HLA ( human leucocyte antigen )
Klasifikasi HLA berdasarkan (major histocompatibility gene
complex):
1) Kelas (I) antigen :
* HLA – A
* HLA – B
* HLA-C
2) Kelas (II) antigen : * HLA - D (DR)
2. Seleksi pasien (resipien) dan donor hidup keluarga
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare (2002)
yaitu:
1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2009) yaitu:
1. Komplikasi Hematologis
Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi
eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian
eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar
besi, folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik.
Sangat jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang
diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.
2. Penyakit vascular dan hipertensi
Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal
kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin
merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi
pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi
natrium dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa
menimbulkan edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel.
Hipertensi seperti itu biasanya memberikan respons terhadap restriksi
natrium dan pengendalian volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi
ginjal memadai, pemberian furosemid dapat bermanfaat.
3. Dehidrasi
Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air
akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan
sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga
mengekskresi urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi.
4. Kulit
Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.
Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier
serta dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal
dapat dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang
mencegah kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal
ureum pada kulit dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit
dapat timbul dan anemia dapat menyebabkan pucat.
5. Gastrointestinal
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering
terjadi pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal.
Namun gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi.
Insidensi esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat
menyebabkan perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi.
Gangguan pengecap dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai
urin.
6. Endokrin
Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,
impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita,
sering terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas.
Siklus hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi
dalam menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan
massa otot pada orang dewasa.
7. Neurologis dan psikiatrik
Gagal ginjal yang tidak diobati dapat menyebabkan kelelahan, kehilangan
kesadaran, dan bahkan koma, sering kali dengan tanda iritasi neurologis
(mencakup tremor, asteriksis, agitasi, meningismus, peningkatan tonus
otot dengan mioklonus, klonus pergelangan kaki, hiperefleksia, plantar
ekstensor, dan yang paling berat kejang). Aktifitas Na+/K+ ATPase
terganggu pada uremia dan terjadi perubahan yang tergantung hormon
paratiroid (parathyroid hormone, PTH) pada transport kalsium membran
yang dapat berkontribusi dalam menyebabkan neurotransmisi yang
abnormal. Gangguan tidur seringterjadi. Kaki yang tidak biasa diam
(restless leg) atau kram otot dapat juga terjadi dan kadang merespons
terhadap pemberian kuinin sulfat. Gangguan psikiatrik seperti depresi dan
ansietas sering terjadi dan terdapat peningkatan risiko bunuh diri.
8. Imunologis
Fungsi imunologis terganggu pada gagal ginjal kronik dan infeksi sering
terjadi. Uremia menekan fungsi sebagaian besar sel imun dan dialysis
dapat mengaktivasi efektor imun, seperti komplemen, dengan tidak tepat.
9. Lipid
Hiperlipidemia sering terjadi, terutama hipertrigliseridemia akibat
penurunan katabolisme trigliserida. Kadar lipid lebih tinggi pada pasien
yang menjalani dialisis peritoneal daripada pasien yang menjalani
hemodialisis, mungkin akibat hilangnya protein plasma regulator seperti
apolipoprotein A-1 di sepanjang membran peritoneal.
10. Penyakit jantung
Perikarditis dapat terjadi dan lebih besar kemungkinan terjadinya jika
kadar ureum atau fosfat tinggi atau terdapat hiperparatiroidisme sekunder
yang berat. Kelebihan cairan dan hipertensi dapat menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri atau kardiomiopati dilatasi. Fistula dialysis arteriovena yang
besara dapat menggunakan proporsi curah jantung dalam jumlah besar
sehingga mengurangi curah jantung yang dapat digunakan oleh bagian
tubuh yang tersisa.
2.2.9 Prognosis
Prognosis GGT dengan program HD kronik tergantung dari banyak faktor
terutama seleksi pasien dan saat rujukan.
1. Umur
Umur < 40 tahun mulai program HD kronik mempunyai masa hidup lebih
panjang, mencapai 20 tahun. Sebaliknya umur lanjut > 55 tahun
kemungkinan terdapat komplikasi sistem kardiovaskuler lebih besar.
2. Saat rujukan
Rujukan terlambat memberi kesempatan timbul gambaran klinik berat
seperti koma, perikarditis, yang sulit dikendalikan dengan tindakan HD.
3. Etiologi GGT
Beberapa penyakit dasar seperti lupus, amiloid, diabetes mellitus; dapat
mempengaruhi masa hidup. Hal ini berhubungan dengan penyakit
dasarnya sudah berat maupun kemungkinan timbul komplikasi akut atau
kronik selama HD.
4. Hipertensi
Hipertensi berat dan sulit dikendalikan sering merupakan faktos risiko
vaskuler (kardiovaskuler dan serebral)
5. Penyakit sistem kardiovaskuler
Penyakit sistem kardiovaskuler (infark, iskemia, aritmia) merupakan
faktor risiko tindakan HD. Program CAPD merupakan faktor pilihan /
alternatif yang paling aman.
6. Kepribadian dan personalitas
Faktor ini penting untuk menunjang kelangsungan hidup pasien GGT
dengan program HD kronik.
7. Kepatuhan (complience)
Banyak faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan program HD kronik,
misalnya kepribadian, finansial dan lain-lain.
2.12 WOC
GFR menurun
Adaptasi fungsi
Sklerosis nefron
CKD
Stage 1(GFR > 90) Stage 2 (GFR 60 – 90) Stage 3 GFR 30-59%) Stage 4 (GFR 15-29) Stage 5 (GFR <15)
↓cadangan ginjal Proteinuria/ BUN, Kreatinin ↓Eritropoitin Retensi Na Sekresi protein ↓sintesis 1,25-
albuminuria meningkat menurun terganggu dihydroxyvitamin D atau
kalsitriol
anemia Total CES ↑
asimtomatik Sindroma uremia
Sekresi protein
terganggu kegagalan mengubah
MK: ↑Tekanan bentuk inaktif Ca
Keletihan kapiler
hipoalbuminuria Syndrome ↑Volume interstitial perpospater Gangguan Kegagalan
uremia nia keseimban mengubah
gan asam bentuk inaktif
Pembengkakan oedema
pruritus basa Ca
pergelangan Pruritus
kaki, tangan, ↑Preload ↓absorbsi Ca
MK: ↑As.
wajah, perut
MK: gangguan gangguan Lambung
Hipertrofi
integritas kulit integritas
ventrikel kiri hipokalsemia
MK: kelebihan kulit dan
volume cairan
osteodistrofi
Payah jantung kiri
Nausea, Iritasi
vomiting lambung MK:
↑Bendungan
Hambatan
atrium kiri
Mobilitas
MK: mual MK:
Fisik
Tekanan vena Ketidakse
pulmonalis imbangan
nutrisi:
Kapiler paru naik kurang
dari
kebutuha
Edema paru
n tubuh
MK : gangguan
pertukaran gas
2.3 Hipervolemia (Kelebihan Volume Cairan)
2.3.1 Pengertian
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami
kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. (Carpenito, 2000). Kelebihan
volume cairan mengacu pada perluasan isotonok dari CES yang disebabkan
oleh retensi air dan natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih
sama dimana mereka secara normal berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi
sesudah ada peningkatan kandungan natrium tubuh total, yang pada akhirnya
menyebabkan peningkatan air tubuh total. (Brunner & Suddarth. 2002).
2.3.2 Etiologi
Hipervolemia ini dapat terjadi jika terdapat :
1. Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air.
2. Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air.
3. Kelebihan pemberian cairan intra vena (IV).
4. Perpindahan cairan interstisial ke plasma
2.3.3 Patofisiologi
Kelebihan volume cairan terjadi apabila tubuh menyimpan cairan dan
elektrolit dalam kompartemen ekstraseluler dalam proporsi yang seimbang.
Karena adanya retensi cairan isotonik, konsentrasi natrium dalam serum
masih normal. Kelebihan cairan tubuh hampir selalu disebabkan oleh
peningkatan jumlah natrium dalam serum. Kelebihan cairan terjadi akibat
overload cairan / adanya gangguan mekanisme homeostatis pada proses
regulasi keseimbangan cairan.
2.4.4 Tips for Dialysis Patients With Fluid Restrictions (Tips membatasi
jumlah cairan)
Mengelola asupan cairan adalah salah satu tujuan dari diet ginjal Anda.
Ginjal biasanya menyaring produk limbah dan mengeluarkan cairan berlebih
dari tubuh Anda. Jika Anda memiliki penyakit ginjal tahap akhir dan
membutuhkan cuci darah, Anda mungkin menyimpan lebih banyak cairan
daripada biasanya. Hal ini tidak hanya dapat menyebabkan Anda merasa sesak
napas dan bengkak (edema), tetapi juga dapat menyebabkan komplikasi
seperti gagal jantung dan tekanan darah tinggi. Membatasi jumlah cairan yang
Anda minum setiap hari bisa menjadi tantangan yang sulit tetapi penting
untuk mencegah akumulasi cairan tambahan.
Manfaat Pembatasan Cairan: Dengan dialisis, ada batasan berapa banyak
cairan yang bisa dihilangkan dengan aman. Mengikuti pembatasan cairan
yang Anda rekomendasikan dapat membantu menghindari masalah ini.
Menghapus sejumlah besar cairan selama dialisis dapat menyebabkan gejala
yang tidak diinginkan: Tekanan darah rendah, Kram, Mual / muntah, Sakit
kepala, Pusing Kelelahan. tips: Mengetahui Asupan dan Berat Cairan
1. Tuliskan asupan cairan Anda di buku catatan kecil Sertakan cairan dengan
makanan, camilan, dan obat-obatan
2. Unduh aplikasi ke telepon Anda yang memungkinkan Anda melacak cairan
3. Gunakan botol air yang ditandai dengan gol cairan harian Anda dalam ons
atau mililiter (mL)
4. Ukur jumlah cairan untuk memastikan ukuran porsi yang benar
5. Bicaralah dengan dokter dan ahli diet Anda tentang berat badan spesifik
dan tujuan pembatasan cairan untuk Anda
Tips: Mengontrol Haus
1. Hindari makanan tinggi garam yang menyebabkan haus dan tekanan darah
meningkat
2. Kontrol asupan gula Anda karena terlalu banyak gula dan gula darah tinggi
meningkatkan rasa haus
3. Sedot buah-buahan beku seperti blueberry dan anggur — batasi hingga 1/2
gelas porsi
4. Mengunyah permen karet atau mengisap permen keras
5. Sebarkan cairan Anda sepanjang hari
6. Jika mulut Anda kering, gunakan botol semprot atau desir dan ludah untuk
melembabkan mulut Anda
Berdasarkan dari jurnal yang dibahas pada bab sebelumnya ada beberapa
penengananan yang bisa dilakukan untuk membatasi cairan yang masuk atau
4.1 Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan
filtrasi glomelurus (Glomerular Filtration Rate/GFR) kurang dari 60 mL/min/1,73 m2
selama 3 bulan atau lebih yang irreversible dan didasari oleh banyak faktor (NKF
K/DOQI 2000; Kallenbach, Gutch, Stoner dan Corca 2005). Etiologi gagal ginjal
kronik bercvariasi antara negara yang satu dengan yang negara lain. Di Amerika
Serikat diabetes melitus menjadi penyebaba paling abnyak terjadi gagal ginjal kronik
yaitu sekitar 44%, kemudian diikuti oleh hipertensi sebanyak 27% Dan
glomerulonefritis sebanyak 10% (Thomas 2008). Di Indonesia penyebab gagal ginjal
kronik sering terjadi karena glomerulonefritis, diabetes mellitus, obstruksi, dan
infeksi pada ginjal, hipertensi (Suwitra dalam Sudoyo et al., 2009). Terapi pengganti
ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari
15ml/mnt. Terapi pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialisis
atau transplantasi ginjal.
Penatalaksanaan untuk mengatasi masalah GGK terdapat dua pilihan
(Markum 2009) yaitu pertama, penatalaksanaan konservatif meliputi diet protein, diet
kalium, diet natrium, dan pembatasan cairan yang masuk. Sehingga kebutuhan cairan
lebih sangat perhatikan. Gangguan volume cairan merupakan suatu keadaan ketika
individu beresiko mengalami penurunan, peningkatan, atau perpindahan cepat dari
satu kelainan cairan intravaskuler, interstisial dan intraseluler. (Carpenito, 2000).
Keadaan dimana seorang individu mengalami atau berisiko mengalami kelebihan
cairan intraseluler atau interstisial. (Carpenito, 2000). Dari pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa kebutuhan cairan sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup
DAFTAR PUSTAKA
Alam, Syamsir dan Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Penerbit PT
Baradero, Mary, dkk. 2005. Klien Gangguan Ginjal: Seri Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. 2000. Rencana
Faiz, Omar dan Moffat, David. 2004. Anatomy at a Glance. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Ignatavicius, DD,. & Workman. L,. (2006). Medical surgical nursing, critical
James, Joyce, dkk. 2008. Prinsip-prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Erlangga
O’Callaghan, Chris. 2009. At A Glance Sistem Ginjal Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Smeltzer, S.S.B. 2008. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B,.Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (Ed). (2009).
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (Edisi 4). Jilid II. Jakarta: Pusat
Suwitra, Ketut. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD
FKUI.