Laporan Praktikum Kreatinin
Laporan Praktikum Kreatinin
Laporan Praktikum Kreatinin
KIMIA KLINIK
PERCOBAAN VI
KANDUNGAN KREATININ
Disusun oleh :
Kiti Doviyanti (10060316113)
Resty Imfyani Sofyan (10060316114)
Reka Rian Wandani (10060316115)
Rofif Fauziyah (10060316117)
Risa Anggiani (10060316118)
Shift / kelompok : 2/D
Tanggal Praktikum : 23 Oktober 2019
Tanggal Penyerahan Laporan : 29 Oktober 2019
Nama Asisten : Jeihan Aliyya., S.Farm
V. Diagram Percobaan
VI. Prosedur
Sediakan tiga tabung reaksi (blangko, standar dan tes) tabung 1
(balngko) diisi dengan R1 (500 μL), R2 (500 μL), dan Aquadest (100 μL).
Tabung 2 (standar) diisi dengan R1 (500 μL), R2 (500 μL), dan larutan
standar (100 μL). dan tabung 3 (tes) diisi dengan R1 (500 μL), R2 (500 μL),
dan serum (100 μL). Larutan dicampur ad merata. Lalu dibaca absorbansi
larutan uji sebanyak dua kali selang 1 menit dari absorbansi awal uji
terhadap blangko pada gelombang 520 nm menggunakan Spektrofotometer
UV-Vis.
6.2. Perhitungan
Kadar Standar = 2 mg/dL
∆ Standar = Abs 1 standar – Abs 2 standar
= 0,015 A – 0,006 A
= 0,009 A
∆ Uji 1 = 0,022 A - 0,012 A
= 0,010 A
∆ Uji 2 = 0,008 A – 0,005 A
= 0,003 A
∆ Uji 3 = 0,011 A – 0,011 A
=0A
∆ Uji 4 = 0,018 A – 0,015 A
= 0,003 A
∆ Uji 5 = 0,046 A – 0,039 A
= 0,007 A
𝑚𝑔 𝑎𝑏𝑠 𝑢𝑗𝑖
Kreatinin( ) = 𝑎𝑏𝑠 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟× 100%
𝑑𝐿
0,010 𝐴
Uji 1 = × 2 mg/dL
0,009
= 2,222 mg/dL
0,003 𝐴
Uji 2 = 0,009 𝐴× 2 mg/dL
= 0,667 mg/dL
0𝐴
Uji 3 = 0,009 𝐴× 2 mg/dL
= 0 mg/dL
0,003 𝐴
Uji 4 = 0,009 𝐴× 2 mg/dL
= 0,667 mg/dL
0,007 𝐴
Uji 5 = 0,009 𝐴× 2 mg/dL
= 1,556 mg/dL
2,222+0,667+0+0,667+1,556 (𝑚𝑔/𝑑𝐿)
𝑋̅ = 5
𝑋̅ = 1,022 mg/dL
(𝑋𝑖− ̅𝑋)
̅̅̅2 +(𝑋2− ̅𝑋)
̅̅̅2 +(𝑋3− ̅𝑋)
̅̅̅2 +(𝑋4− ̅𝑋)
̅̅̅2 +(𝑋5− ̅𝑋)
̅̅̅2
SD = √∑( )
𝑛−1
(2,222− 1,022)2 +(0,667− 1,022)2 +(0−1,022 )2 +(0,667− 1,022 )2 +(1,566− 1,022)2
=√∑( )
5−1
1,44+0,126+1,004+0,126+0,285
= √( )
4
= √0,755
= 0,869
0,869
SBR = 1,022× 100%
= 85,029%
VIII. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan kadar kreatinin
dalam serum yang bertujuan untuk mengetahui fungsi ginjal dan kondisi
klinis yang diperoleh dari hasil pemeriksaan kadar kreatinin. Karena
kreatinin ini merupakan sisa metabolisme otot yang hanya dikeluarkan dari
ginjal. Kreatinin akan dikeluarkan oleh ginjal berupa urin. Jadi jika didalam
darah terdapat kreatinin yang berlebih, maka kemungkinan terdapat
kerusakan fungsi ginjal. Karena ginjal tidak dapat menyaring kreatinin
dalam darah. Hal inilah yang menjadikan alasan kenapa pemeriksaan kadar
kreatinin ini dapat mendeteksi adanya kerusakan pada ginjal.
Prinsip dan metode yang digunakan pada pemeriksaan kadar
kreatinin adalah reaksi Jaffee. Reaksi Jaffe berdasarkan pembentukan
tautomer kreatin pikrat yang berwarna merah bila kreatinin direaksikan
dengan larutan pikrat alkalis. Prinsip dari kreatinin urin ini, dalam suasana
alkalis. Kreatinin bila ditambah asam pikrat akan membentuk suatu warna
kompleks yang berwarna kuning-orange. Intensitas warna sebanding
dengan konsentrasi dan dapat diukur secara fotometri.
Dibuat tiga larutan yaitu larutan standar, uji (sebanyak 5) dan
blanko. Pada larutan tes standar dilakukan penambahan standar 100µL, pada
uji dilakukan penambahan serum 100µL dan pada blanko dilakukan
penambahan aquadest 100µL. selanjutnya pada masing masing larutan
dilakukan penambahan reagen 1 yang berisi NaOH dan reagen 2 yang berisi
asam pikrat. Dalam penambahan asam pikrat, bertujuan untuk mereaksikan
kreatinin agar terbentuk kompleks berwarna kuning. Hal ini sesuai dengan
prinsip dari test kreatinin, yaitu berdasarkan reaksi antara kreatinin dengan
asam pikrat yang membentuk larutan kuning. Selain dengan penambahan
asam pikrat urin ditambahkan dengan NaOH 0,5 N yang bertujuan untuk
membuat suasana basa pada larutan. Agar reaksi antara asam pikrat dan
kreatinin dapat menghasilkan larutan kompleks berwarna kuning, suasana
larutan harus dalam keadaan basa.
Pada tiap pemipetan digunakan mikro pipet, tujuannya adalah agar
memperoleh volume lebih akurat karena akurasi mikro pipet ini sangat
tinggi. Setelah masing-masing larutan dibuat lalu dilakukan pengukuran
absorbansi yang sebelumya telah dibiarkan terlebih dahulu selama 30 detik
sambil menunggu blanko. Larutan sample tersebut dipindahkan kedalam
kuvet. Pada saat memegang kuvet harus diperhatikan. Kuvet yang bening
tidak boleh dipegang, karena sumber sinar akan diteruskan melalui bagian
kuvet yang bening. Dan setiap akan memasukan kuvet kedalam spektrum,
kuvet harus dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan tissue untuk
meminimalisir kesalahan pembacaan absorbansi. Karena jika bagian kuvet
terkontaminasi oleh tangan, kemungkinan bakteri yang terdapat ditangan
akan ikut menempel pada permukaan kuvet sehingga akan mempengaruhi
nilai absorbansinya. Tujuan sampel dibiarkan dulu adalah agar reagen
bereaksi sempurna dengan sample. Kemudian setelah 1 menit, kuvet yang
berisi larutan sample tersebut dimasukan kedalam spektrofotometer, maka
dibaca absorbansinya. Pengukuran absorbansi tiap sampel dilakukan dengan
menggunakan sprektofotometer visible pada panjang gelombang 520 nm.
Instrument ini digunakan karena larutan uji merupakan larutan berwarna
yang memiliki gugus kromofor sehingga dapat menyerap cahaya visible
yang dilewatkan larutan saat dianalisis dengan instrument. Kemudian
setelah 1 menit berikutnya dilakukan pengukuran absorbansi kembali.
Alasan pengukuran dilakukan 2 kali untuk mengetahui selisih absorbansi
pada konsentrasi awal (pengukuran pertama) dengan absorbansi pada
konsentrasi akhir (pengukuran kedua), sebab kreatinin akan bereaksi,
berbanding lurus dengan waktu, dan dengan persamaan reaksi. Sehingga
ada selisih konsentrasi pada pengukuran pertama dan kedua yang nanti
digunakan untuk pengukuran kadar kreatinin.
Setelah didapatkan hasil absorbansi dari pembacaan pertama dan
pembacaan kedua, hasil absorbansi tersebut dimasukan kedalam persamaan
untuk mengukur kadar kreatinin yang terdapat dalam serum tersebut. Serum
yang diuji ini adalah serum milik seorang perempuan. Ternyata didapatkan
hasil bahwa kadar kreatini yang terdapat dalam sample serum ini adalah
sebesar 1,022 mg/dL. Pada literatur dijelaskan bahwa kadar normal
kreatinin darah untuk wanita adalah 0,5-0,9 mg/dL. Sedangkan kadar
normal kreatinin darah untuk pria adalah 0,6-1,1 md/dL. Pada kadar
kreatinin darah wanita dan pria ini sedikit berbeda. Kadar kreatinin darah
pada pria lebih besar dibandingkan kadar kreatinin pada wanita. Hal ini
dikarenakan otot pria lebih besar dari pada wanita. Karena kreatinin ini
dimetabolisme didalam otot sehingga kadar kreatinin pria lebih besar
dibandingkan wanita karena otot pria lebih besar dari pada wanita.
Pada praktikum pemeriksaan kadar keratin dalam darah dihasilkan
kadar yang didapat sebanyak 1,022 mg/dL. Sehingga dari hasil yang didapat
meunjukan bahwa kadar tersebut memasuki rentang kadar normal. Karena
serum yang dihasilkan merupakan serum darah wanita maka, rentang kadar
kreatin normal pada wanita berada pada rentang 0,8 - 1,1 mg/dL.
Kemudian pada nilai SBR didapatkan hasil sebesar 85,029 %. Pada
hasil yang didapat hasil yang tidak normal. Karena nilai SBR yang
dihasilkan selayaknya kurang dari 2%. Hasil kadar kreatinin yang normal
menunjukan tidak adanya gangguan pada ginjal. Jika didapatkan hasil kadar
kreatinin yang rendah ataupun terlalu tinggi maka dapat di analisis bahwa
adanya kerusakan pada ginjal. Pada kondisi kadar kreatinin rendah terdapat
beberapa kemungkinan yaitu penyusutan masa otot masalah ini bisa
disebabkan karena adanya gangguan yang disebut distrofi otot yaitu mutase
genetic yang dapat menghilangkan masa otot secara progresif, sehingga
membuat otot makin lama semakin lemah.
Kemudian kemungkinan adanya penyakit hati, kehamilan namun
pada kondisi kehamilan ini kadar kreationin akan mengalami penurunan
secara alami, dan akan kembali normal setelah melahirkan.
IX. Kesimpulan
1. Dari hasil pemeriksaan fungsi ginjal dengan mengukur kadar kreatinin
dalam darah diperoleh hasil 1,022 mg/dL. Sehingga hasil ini memasuki
dalam rentang antara 0,8-1,2 mg/dL.
2. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa tidak terjadi abnormalitas pada
fungsi ginjal sehingga dapat diketahui bahwa ginjal masih bekerja dengan
baik.
X. Daftar Pustaka
Anggraeni, Adisty Cyntia . (2012). Asuhan Gizi Nutritional Care Process.
Yogjakarta : Graha Ilmu.
Corwin, Elizabeth J. (2001). Buku Saku Patafisiologi (Hands Books of
Pathophysiologi). Jakarta : EGC.
Murray, Robert K. (2009). Biokimia Harper, Edisi 27. Jakarta : EGC.
NIDDK. (2009). The Kidneys and How They Work. Tersedia di
http://kidney.niddk.nih.gov/Kudiseases/pubs/yourkidneys/ [diakses tanggal
24 Oktober 2019].
Pranay, K., Stoppler, M.C. (ed), 2010. Chronic Kidney Disease.
Riswanto, (2010). Kreatin Darah (Serum). Tersedia: http://labkesehatan Tes
Kimia Darah. (diakses pada 24 Oktober 2019).
Sarwono Prawirohardjo. (2008). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta: PT. Bina Pustaka.
Sennang, N., Sulina, Badji, A., Hardjoeno. (2005). “Laju Filtrasi Glomerulus
pada Orang Dewasa Berdasarkan Tes Klirens Kreatinin Menggunakan
Persamaan Cockroft-Gault dan Modification of Diet in Renal Disease”.
J.Med.Nus vol 24, No. 2.
Siamak N. (2009). Creatinin blood test. Tersedia dalam http://medicinet.com
(Diakses tanggal 24 Oktober 2019).
Underwood. (1997). Patologi Umum dan Sistematik. Jakarta : EGC.