Proposal KTI Hamzah
Proposal KTI Hamzah
Proposal KTI Hamzah
Disusun Oleh :
Hamzah Jaenuloh
17.052
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
jantung dan kanker (Heart Disease and Stroke Statistics—2010 Update: A
Report from American Heart Association). Dari data National Heart, Lung,
and Blood Institute tahun 2008, sekitar 795.000 orang di Amerika Serikat
mengalami stroke setiap tahunnya. Dengan 610.000 orang mendapat serangan
stroke untuk pertama kalinya dan 185.000 orang dengan serangan stroke
berulang (Heart Disease and Stroke Statistics_2010 Update: A Report From
the American Heart Association). Setiap 3 menit didapati seseorang yang
meninggal akibat stroke di Amerika Serikat. Stroke menduduki peringkat
utama penyebab kecacatan di Inggris (WHO, 2010).
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Negara
berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di
seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara yang
sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban
Prevalensi penyakit stroke di Indonesia meningkat seiring bertambahnya
umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan adalah usia
75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15-24 tahun
(0,2%). Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin lebih banyak laki-laki
(7,1%) dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan tempat tinggal,
prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan dengan
daerah pedesaan (5,7%). Prevalensi kasus stroke di Indonesia berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7,0 per mil dan 12,1 per mil untuk yang
terdiagnosis memiliki gejala stroke. Prevalensi kasus stroke tertinggi terdapat
di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka
Belitung dan DKI Jakarta (9,7%) dan terendah di Provinsi Papua (2,3%)
(Riskesdas, 2013).
Angka kejadian penyakit stroke di Jawa Tengah pada tahun 2007 sebesar
5,7% (Riskesdas, 2007) dan pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi
7,7% (Riskesdas, 2013). Dinas Kesehatan Jawa Tengah juga menunjukkan
bahwa prevalensi stroke non hemoragik di Jawa Tengah tahun 2014 adalah
0,05% lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2013 sebesar 0,03%.
Angka kejadian stroke non hemoragik di RSUD Banyumas pada tahun 2017
3
sebanyak 520 kasus lebih tinggi dibandingkan dengan angka kejadian pada
tahun 2014 yaitu sebanyak 101 kasus. Menurut Kemenkes (2013), prevalensi
stroke antara laki-laki dengan perempuan hampir sama.
Penderita stroke antara laki-laki dan perempuan hampir sama dikarenakan
setiap individu saat ini memiliki gaya hidup yang semakin mengarah kepada
gaya hidup yang serba instan dan praktis. Gaya hidup ini tentu akan membawa
berbagai konsekuensi terutama yang paling rentan adalah konsekuensi pada
masalah kesehatan manusia. Gaya hidup yang serba instan tersebut misalnya
makanan junk food yang menjadi konsumsi sehari-hari yang cepat dan
mengenyangkan. Padahal didalam junk food terdapat lemak jahat yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyempitan pembuluh darah. Selain itu, kebiasaan
akan merokok dan minum kopi yang berlebihan untuk mengusir rasa kantuk
akibat kelelahan dalam bekerja, tidak pernah melakukan olahraga karena harus
mengejar karier serta gaya hidup yang selalu identik dengan merokok dan
minum alkohol bisa menjadi penyebab seseorang terkena penyakit stroke,
terlebih jika ditambahkan dengan hidup yang stressfull maka kinerja jantung
akan menjadi lebih berat dibanding biasanya. Individu yang memiliki gaya
hidup seperti ini juga akan mengalami berbagai macam penyakit yang dapat
bermulai dari kelebihan kolesterol, kelelahan karena kurang istirahat, tingkat
stress yang tinggi dan hipertensi maka akan timbul atau berujung pada
penyakit seperti jantung dan stroke (Aulia dkk, 2008).
Dampak atau bahaya yang ditimbulkan dari penyakit stroke baik stroke
non hemoragik maupun stroke hemoragik bila tidak ditangani secara cepat dan
tepat dapat mengakibatkan terjadinya kematian. Dalam jangka waktu 30 hari,
stroke iskemik dapat menyebabkan kematian antara 8-12%, sedangkan stroke
hemoragik mengakibatkan kematian sebesar 36-37%. Stroke non hemoragik
juga dapat menimbulkan defisit neurologis pada pasien dan kesadaran dapat
menurun akibat emboli serebri. Bahaya yang lain dari penyakit stroke yaitu
bengkak pada otak, dapat terjadi kejang dan nyeri kepala hebat (Nugroho,
2011).
Stroke dapat diketahui dengan salah satu cirinya yaitu mengalami nyeri
atau sakit kepala, namun tidak semua sakit kepala bisa dijadikan sebagai
4
indikasi penyakit stroke. Sakit kepala merupakan penyakit biasa dan ringan,
namun jangan diabaikan jika tidak ingin dampak yang lebih jauh terjadi. Ada
beberapa tingkatan dari sakit kepala yang bisa menjadi ciri dari penyakit
stroke. Jika bisa dinilai dari angka 1 sampai dengan 10, maka sakit kepala
akibat stroke berada di tingkatan 7 sampai dengan 10 dimana penderitanya
tidak bisa melakukan aktivitas apapun. Hal tersebut dikarenakan adanya
penyempitan pembuluh darah pada bagian otak yang membuat rasa sakit
tersebut menjadi tak tertahankan. Selain sakit kepala yang parah, gejala lain
yang harus diwaspadai sebagai gejala stroke seperti mati rasa pada wajah,
tangan atau kaki, sulit berjalan, pusing, gangguan menelan dan kehilangan
keseimbangan serta terdapat pembengkakan pada otak.
Pembengkakan otak pada pasien stroke dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan CT-Scan. Apabila terjadi pembengkakan otak dapat
mengakibatkan terdesaknya pembuluh darah pada otak sehingga darah dan
oksigen yang masuk ke otak jumlahnya hanya sedikit. Hal ini dapat
menyebabkan pasien mengalami kejang karena kejang dapat terjadi pada
individu yang mengalami hipoksemia berat (penurunan oksigen dalam darah)
dan apabila kebutuhan oksigen ini tidak dapat dipenuhi dapat terjadi hipoksia
otak dan kerusakan otak (Corwin, 2009).
Dampak dari penyakit stroke dapat dihilangkan dengan cara melakukan
tindakan yaitu bisa dengan mempertahankan jalan nafas dan ventilasi yang
adekuat dengan memposisikan kepala dan badan atas pasien sekitar 20-30
derajat, bila perlu berikan O2 sesuai kebutuhan. Posisikan miring jika muntah
dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika sudah stabil. Pantau
tanda-tanda vital dan usahakan agar selalu stabil, perawatan bedrest,
pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian cairan intravena
berupa kristaloid atau koloid. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau
suction berlebih yang dapat menaikkan TIK (Rendi dan Margareth, 2012).
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan penulis dalam latar
belakang diatas, maka penting kiranya penulis untuk lebih banyak mengetahui
dan dapat melakukan “Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
5
Sistem Persarafan : Stroke Non Hemoragik di Ruang Bougenville RSUD
Banyumas”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
karya tulis ilmiah yaitu “Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada
pasien stroke non hemoragik ?”
6
Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan pengetahuan bagi mahasiswa
tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan stroke non
hemoragik.
2. Bagi Rumah Sakit
Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan gambaran dalam pemberian
asuhan keperawatan bagi penderita stroke non hemoragik.
3. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan
Karya Tulis Ilmiah ini dapat memberikan informasi dan pengetahuan
sebagai wacana untuk pembelajaran tentang pasien dengan gangguan
stroke non hemoragik.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan karya tulis ilmiah yang penulis susun dapat
disajikan sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
Menguraikan secara singkat mengenai gambaran latar belakang,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan sistematika
penulisan.
2. Bab II Tinjauan Pustaka
Menguraikan secara singkat mengenai gambaran umum tentang stroke
non hemoragik yang terdiri dari konsep dasar meliputi definisi, etiologi,
tanda gejala/manifestasi klinik, patofisiologi, pathway, pemeriksaan
penunjang, komplikasi penatalaksanaan medis dan konsep asuhan
keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul, intervensi keperawatan.
3. Bab III Metodologi Penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Menguraikan secara singkat tentang rancangan KTI, subjek studi
kasus, metode pengumpulan data, instrumen studi kasus, proses studi
kasus, tempat dan waktu studi kasus serta etika studi kasus.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. Etiologi
a. Penyebab dari penyakit stroke non hemoragik menurut Smeltzer dan
Bare (2012) meliputi :
8
1) Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau
leher. Arteriosklerosis serebral adalah penyebab utama thrombosis,
yang merupakan penyebab paling utama dari stroke. Secara umum,
thrombosis tidak terjadi secara tiba-tiba dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau paresthesia pada setengah tubuh dapat
mendahului paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2) Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang
dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain. Embolus biasanya
menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya yang
merusak sirkulasi serebral.
3) Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak. Iskemia
terutama karena kontriksi atheroma pada arteri yang menyuplai
darah ke otak.
Akibat dari ketiga kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai
darah ke otak yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen
fungsi otak dalam gerakan, berfikir, memori, bicara atau sensasi.
b. Faktor risiko stroke menurut American Heart Assosiation (AHA)
(2015) meliputi :
1) Yang tidak dapat diubah seperti riwayat keluarga atau faktor
genetik, riwayat TIA atau stroke sebelumnya, riwayat jantung
koroner, usia, jenis kelamin dan ras.
2) Yang dapat diubah seperti obesitas (kegemukan), hipertensi,
diabetes mellitus, kebiasaan merokok, penyalahgunaan obat dan
alkohol serta pola hidup yang tidak sehat.
9
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis yang
timbul secara mendadak)
b. Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemiparesis)
c. Perubahan mendadak status mental/penurunan tingkat kesadaran
(konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma)
d. Gangguan keseimbangan dan hilangnya pengendalian terhadap
kandung kemih
e. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan atau kesulitan dalam
bicara dan kesulitan dalam memahami ucapan)
f. Disartria (bicara cadel/pelo) dan ataksia (trunkal atau anggota badan)
g. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler, atau diplopia)
h. Nyeri kepala (migran atau vertigo), mual dan muntah (Smeltzer dan
Bare, 2012)
4. Patofisiologi
Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan
jaringan otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak,
sehingga mengganggu pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di
jaringan otak. Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa
adalah 50-60 ml/100 gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang
dewasa adalah 1300- 1400 gram (+ 2% dari berat badan orang dewasa).
Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran darah otak orang dewasa adalah
+ 800 ml/menit atau 20% dari seluruh curah jantung harus beredar ke otak
setiap menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan otak untuk
memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila aliran darah
otak turun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit akan terjadi
kompensasi berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jaringan otak
sehingga fungsi-fungsi sel saraf dapat dipertahankan.
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak,
oksidanya akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O).
Secara fisiologis 90% glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara
10
lengkap. Hanya 10% yang diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat
melalui metabolisme anaerob. Energi yang dihasilkan oleh metabolisme
aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol Adenoain trifosfat (ATP)/mol
glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya dihasilkan 2 mol
Atp/mol glukosa. Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuronneuron otak
ini digunakan untuk menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis,
penyimpanan, transport dan pelepasan neurotransmiter, serta
mempertahankan respon elektrik.. Mempertahankan integritas sel
membran dan konsentrasi ion di dalam/di luar sel serta membuang produk
toksik siklus biokimiawi molekuler.
Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan
melibatkan patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di
daerah yang mengalami trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis
ion sel, asidosis, peningkatan, kalsium intraseluler, eksitotositas dan
toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan kerusakan neumoral yang
mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang ekstraseluler, sehingga kadar
kalsium intraseluler akan meningkat melalui transpor glutamat, dan akan
menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus membran.
Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja
melalui aktivasi reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat
dibedakan melalui sifat farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-
hidroksi5-metil-4-isosaksol-propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-
metil-D-aspartat (NMDA). Aktivasi reseptor-reseptor tersebut akan
menyebabkan terjadinya eksitasi neumoral dan depolarisasi. Glutamat
yang menstimulasi reseptor NMDA akan mengaktifkan reseptor AMPA
akan memproduksi superoksida.
Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses
yang terkait, yaitu :
a. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak
b. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemi
(Prakasita,2015).
11
5. Pathways
Defisit Neurologis
12
Kegagalan kardiovaskuler
dan pernafasan
Koma
Penekanansaraf kranial
N. Vagus
Intake nutrisi Penurunan tingkat Kematian
Disfagia tidak adekuat kesadaran
RESIKO KERUSAKAN
Gangguan KETIDAK- Penekanan jaringan setempat
INTEGRITAS KULIT
menelan SEIMBANGAN
NUTRISI
KURANG
DARI KEB.
TUBUH
Gambar 2.1 Pathways Stroke Non Hemoragik
Sumber: Prakasita, 2015
6. Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis
stroke non hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning
adalah pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien
dengan stroke akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna
untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses). Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam
setelah onset),
CT Scan biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri
karena terlihat normal pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk
mengidentifikasi perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang
merupakan kriteria eksklusi untuk pemberian terapi trombolitik.
Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:
a. CT Angiografi
b. CT Scan Perfusion
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan
meningitis atau perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi
kecurigaan klinis tetap menjadi acuan. (Prakasita.M 2015)
13
7. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada pasien stroke menurut Sudoyo (2009) yaitu :
a. Komplikasi akut yang terjadi
1) Kenaikan tekanan darah
Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi
sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah ditempat lesi.
Oleh karena itu, kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi
(sistolik >220/diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan
karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi
kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera.
2) Kadar gula darah
Pasien stroke sering kali merupakan pasien DM sehingga kadar
gula darah paska stroke terus tinggi, akan tetapi sering kali terjadi
kenaikan gula darah pasien sebagai reaksi kompensasi atau akibat
mekanisme stress.
3) Gangguan jantung
Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi keadaan ini
memerlukan perhatian khusus karena sering kali memperburuk
keadaan stroke bahkan sering merupakan penyebab kematian.
4) Gangguan respirasi
Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat nafas.
5) Infeksi dan sepsis
Merupakan komplikasi stroke yang serius karena bisa
mengakibatkan gangguan ginjal dan hati.
b. Komplikasi kronis akibat stroke yang sering terjadi dan perlu
diperhatikan adalah :
1) Akibat tirah baring lama di tempat tidur bisa terjadi pneumonia,
dekubitus, inkontinensia dan berbagai akibat imobilisasi yang lain.
2) Rekurensi stroke
3) Gangguan sosial-ekonomi
4) Gangguan psikologis
14
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien stroke menurut Mansjoer (2009) meliputi :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Prinsip penatalaksanaan stroke non hemoragik (stroke iskemik)
a) Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang
berlangsung (3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis
dengan rt-PA (recombinant tissue-plasminogen activator).
Pengobatan ini hanya boleh diberikan pada stroke iskemik
dengan waktu onset < 3 jam dan hasil CT-Scan normal. Obat
ini sangat mahal dan hanya dapat dilakukan di rumah sakit
yang fasilitasnya lengkap.
b) Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan
stroke yang masih berkembang (‘jendela terapi’ sampai 72
jam).
2) Protocort penatalaksanaan stroke iskemik akut
a) Pertimbangkan rt-PA intravena 0,9 mg/kgBB intravena (dosis
maksimum 90 mg). Sepuluh persen diberikan melalui bolus
intravena dan sisanya diberikan per drips dalam waktu 1 jam
jika onset gejala stroke dapat dipastikan kurang dari 3 jam dan
hasil CT-Scan otak tidak memperlihatkan infark dini yang luas.
b) Pertimbangan pemantauan irama jantung untuk pasien dengan
aritmia jantung atau iskemia miokard. Bila terdapat fibrilasi
atrium respon cepat maka dapat diberikan digoksin 0,125-0,5
mg intravena atau verapamil 5-10 mg intravena atau amiodaron
200 mg drips dalam 12 jam.
c) Tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik tidak boleh
cepat-cepat diturunkan karena penurunan tekanan darah yang
terlalu agresif pada stroke iskemik akut dapat memperluas
infark dan perburukan neurologis. Aliran darah yang meningkat
akibat tekanan perfusi otak yang meningkat bermanfaat bagi
daerah otak yang mendapat perfusi marginal (penumbra
iskemik).
15
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pada fase akut
a) Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen, penggunaan
ventilator.
b) Monitor peningkatan tekanan intrakranial
c) Monitor fungsi pernapasan : analisa gas darah
d) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG
e) Evaluasi status cairan dan elektrolit
f) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan dan
cegah resiko injuri.
g) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
lambung dan pemberian makanan.
h) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
i) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial, dan
refleks.
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program management bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dengan rentang gerak
sendi (ROM).
d) Pertahankan integritas kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efektif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang
3) Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm
atau volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan
pintasan ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
16
Pengkajian merupakan pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien agar
dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan
dan keperawatan pasien baik mental, sosial dan lingkungan (Rendi dan
Margareth, 2012).
Pengkajian pada pasien stroke non hemoragik meliputi :
a. Biodata/Identitas Diri Klien
1) Pasien (nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, tanggal masuk RS, no. RM
dan alamat).
2) Penanggung jawab (nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan hubungan dengan klien).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk rumah sakit,
kronologis pasien stroke non hemoragik biasanya terjadi pada pagi
hari sebelum melakukan aktivitas/saat pasien bangun tidur. Pasien
mengalami penurunan kesadaran dan defisit neurologis.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Perlu dikaji adanya riwayat penyakit yang sama atau penyakit
lain yang pernah diderita oleh pasien misalnya Diabetes Melitus
(DM), Hipertensi, kelainan jantung, pernah TIA, Policitemia
karena hal ini berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh
darah otak menjadi menurun.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji mungkin ada anggota keluarga yang pernah
mengalami stroke atau penyakit lainnya baik yang bersifat genetik
maupun tidak misalnya asma, TBC, hipertensi, DM maupun
jantung.
c. Pemeriksaan Fisik
17
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan persistem
a) Sistem persepsi dan sensori
Pemeriksaan panca indera meliputi penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecap dan perasa.
b) Sistem persarafan
Pemeriksaan tingkat kesadaran, GCS, reflek bicara, pupil,
orientasi waktu dan tempat.
c) Sistem pernafasan
Nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas.
d) Sistem kardiovaskuler
Nilai TD, nadi dari irama, kualitas dan frekuensi.
e) Sistem gastrointestinal
Nilai kemampuan menelan, nafsu makan/minum, peristaltik
dan eliminasi.
f) Sistem integument
Nilai warna, turgor, tekstur dari kulit pasien.
g) Sistem reproduksi
h) Sistem perkemihan
Nilai frekuensi BAK, volume BAK.
d. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : pada klien hipertensi
terdapat juga kebiasaan untuk merokok, minum alkohol dan
penggunaan obat-obatan
2) Pola aktivitas dan latihan : pada klien hipertensi terkadang
mengalami/merasa lemas, pusing, kelelahan, kelemahan otot dan
kesadaran menurun.
3) Pola nutrisi dan metabolisme : pada pasien hipertensi terkadang
mengalami mual dan muntah.
4) Pola eliminasi : pada pasien hipertensi terkadang mengalami
oliguri.
5) Pola tidur dan istirahat
18
6) Pola kognitif dan perseptual
7) Pola persepsi diri/konsep diri
8) Pola toleransi dan koping stress : pada pasien hipertensi biasanya
mengalami stress psikologi.
9) Pola seksual reproduktif
10) Pola hubungan dan peran
11) Pola nilai dan keyakinan
19
1. Gerakan otot dengan tahanan maksimal/kekuatan penuh 5
2. Gerakan otot dengan tahanan ringan dari pemeriksa dan 4
dapat melawan gaya berat (gravitasi)
3. Gerakan otot dapat melawan gaya berat (gravitasi) tapi 3
tidak bisa melawan terhadap tahanan dari pemeriksa
4. Otot dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan 2
5. Kontraksi otot minimal terasa tanpa menimbulkan gerak 1
6. Tidak ada gerakan/kontraksi otot 0
20
a. Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral b.d peningkatan
tekanan intra kranial
b. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d
gangguan menelan, penurunan tingkat kesadaran
c. Hambatan Mobilitas Fisik b.d hemiplegi, hemiparesis
d. Defisit Perawatan Diri b.d gejala sisa stroke
e. Gangguan Menelan b.d gangguang saraf kranial (nervus vagus)
f. Hambatan Komunikasi Verbal b.d penurunan fungsi otot facial/oral
g. Resiko Kerusakan Integritas Kulit b.d penurunan mobilitas
3. Intervensi Keperawatan
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan
tekanan intra kranial
1) Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x jam diharapkan
perfusi jaringan menjadi efektif dengan kriteria hasil :
Tabel Indikator Intervensi Perfusi Jaringan : Serebral
Indikator Awal Tujuan Akhir
1. Tekanan sistolik dan
diastolik
2. Tekanan intra cranial
3. Sakit kepala
4. Reflek saraf terganggu
5. Penurunan tingkat
kesadaran
6. Kecemasan dan
kegelisahan
Sumber : Moorhead (2016)
Keterangan :
1 = Ekstrim, 2 = Berat, 3 = Sedang, 4 = Ringan, 5 = Tidak ada
2) Intervensi Keperawatan
a) Manajemen Edema Serebral
21
(1) Monitor kebingungan, perubahan pikiran, keluhan pusing
dan pingsan
(2) Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam
(3) Monitor status pernafasan : frekuensi, irama dan
kedalaman pernafasan
(4) Tingkatkan istirahat yang cukup bagi klien
(5) Posisikan tinggi kepala tempat tidur 30 derajat atau lebih
(6) Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung pasien
(7) Monitor nilai laboratorium : osmolaritas serum dan urin,
natrium, kalium
(8) Lakukan latihan ROM pasif
(9) Kolaborasi pemberian obat anti hipertensi
b) Monitor Neurologi
(1) Pantau ukuran pupil, bentuk, kesimetrisan dan reaktivitas
(2) Monitor tingkat kesadaran
(3) Monitor tingkat orientasi
(4) Monitor tanda-tanda vital
(5) Monitor status pernafasan
(6) Monitor reflek batuk dan muntah
(7) Monitor kekuatan pegangan
(8) Monitor terhadap adanya tremor
(9) Monitor kesimetrisan wajah
(10) Monitor keluhan sakit kepala
(11) Monitor karakteristik berbicara : kelancaran, adanya afasia
atau kesulitan menemukan kata
(12) Hindari kegiatan yang bisa meningkatkan beban intra
kranial
c) Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK)
(1) Bantu menyisipkan perangkat pemantauan TIK
(2) Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang
tindakan yang dilakukan
(3) Rekam pembacaan tekanan intra kranial (TIK)
22
(4) Monitor status neurologis
(5) Monitor suhu dan jumlah WBC
(6) Berikan obat antibiotik sesuai program
(7) Monitor efek rangsangan lingkungan pada TIK
(8) Letakkan kepala dan leher pasien dalam posisi netral,
hindari fleksi pinggang yang berlebihan
(9) Sesuaikan kepala tempat tidur untuk mengoptimalkan
perfusi jaringan serebral
(10) Berikan agen farmakologis untuk mempertahankan TIK
dalam jangkauan tertentu
2) Intervensi Keperawatan
a) Manajemen Nutrisi
23
(1) Kaji adanya alergi atau toleransi terhadap makanan yang
dimiliki klien
(2) Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan gizi
(3) Monitor berat badan pasien
(4) Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
(5) Atur diet yang diperlukan
(6) Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat
mengkonsumsi makan (misal bersih, berventilasi, santai
dan bebas dari bau yang menyengat)
(7) Lakukan atau bantu pasien terkait dengan perawatan mulut
pasien sebelum makan
(8) Anjurkan pasien makan sesuai dengan kebutuhan diet
untuk kondisi sakit
(9) Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
(10) Pastikan diet mencakup makanan tinggi kandungan serat
untuk mencegah konstipasi
24
5. Berjalan dengan cepat
6. Berjalan menaiki dan menuruni
tangga
7. Berjalan menanjak dan menurun
Sumber : Moorhead (2016)
2) Intervensi Keperawatan
a) Terapi Latihan : Ambulasi
(1) Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
(2) Beri pasien pakaian yang tidak terlalu ketat
(3) Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki yang
memfasilitasi pasien untuk berjalan dan mencegah cedera
(4) Sediakan tempat tidur berketinggian rendah yang sesuai
(5) Berikan posisi yang benar dan posisi tidur yang tepat pada
klien
(6) Motivasi pasien untuk duduk di tempat tidur, di samping
tempat tidur atau di kursi, sebagaimana yang dapat
ditoleransi oleh pasien
(7) Bantu pasien untuk duduk di sisi tempat tidur untuk
memfasilitasi penyesuian sikap tubuh
(8) Ajarkan pasien mengenai pemindahan dan teknik ambulasi
yang aman
(9) Latih ROM (range of motion) 4-5 kali dalam sehari
(10) Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
ambulasi sesuai dengan kebutuhan
25
1. Mandi sendiri
2. Berpakaian sendiri
3. Makan sendiri
4. Mempertahankan kebersihan
diri
5. Mempertahankan kebersihan
mulut
6. Ke toilet sendiri
Sumber : Moorhead (2016)
Keterangan :
1= Sangat terganggu, 2 = Banyak terganggu, 3 = Cukup terganggu,
4 = Sedikit terganggu, 5 = Tidak terganggu
2) Intervensi Keperawatan
a) Bantuan Perawatan Diri
(1) Kaji kemampuan klien untuk perawatan diri
(2) Monitor kebutuhan klien untuk alat bantu dalam mandi,
berpakaian, makan dan toileting
(3) Sediakan pakaian pasien pada tempat yang mudah di
jangkau dan bantu pasien dalam memilih pakaian yang
mudah dipakai dan dilepas serta bantu menggunakan
pakaian jika diperlukan
(4) Pertahankan privasi saat berpakaian
(5) Fasilitasi pasien untuk menyisir rambut dengan tepat
(6) Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan tepat
(7) Monitor kebersihan kuku, sesuai dengan kemampuan
merawat diri pasien
(8) Bantu pasien ke toilet atau tempat lain untuk eliminasi
pada interval waktu tertentu
(9) Bantu pasien untuk makan dan minum
(10) Pastikan posisi pasien yang tepat untuk memfasilitasi
mengunyah dan menelan
26
(11) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan dan dukung
klien untuk menunjukkan aktivitas normal sesuai
kemampuan
(12) Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan perawatan
diri klien
27
(4) Posisikan kepala tegak lurus, sama dengan atau lebih
tinggi dari 30-90 derajat (pemberian makan dengan NGT)
(5) Jaga kepala tempat tidur ditinggikan 30-45 menit setelah
pemberian makan
(6) Pantau cara makan atau bantu jika diperlukan
(7) Berikan makanan dalam jumlah sedikit
(8) Berikan perawatan mulut
(9) Haluskan obat-obatan dalam bentuk pil sebelum
pemberian
(10) Konsultasi pada terapis bicara patologis dengan tepat
28
(2) Tunjukkan ketertarikan/kepedulian kepada klien
(3) Gunakan perilaku non verbal untuk memfasilitasi
komunikasi
(4) Monitor tempo suara, volume, kecepatan maupun tekanan
suara
(5) Gunakan pertanyaan maupun pernyataan yang mendorong
klien untuk mengekspresikan perasaan, pikiran dan
kekhawatiran
(6) Tunjukkan kesadaran dan rasa sensitive terhadap emosi
yang ditunjukkan klien
(7) Berespon segera sehingga menunjukkan pemahaman
terhadap pesan yang diterima dari pasien
(8) Klarifikasi pesan yang diterima dengan menggunakan
pertanyaan maupun memberikan umpan balik
(9) Gunakan interaksi berkala untuk mengeksplorasi arti dari
perilaku klien
(10) Gunakan teknik diam/mendengarkan dalam rangka
memotivasi klien untuk mengekspresikan perasaan,
pikiran dan kekhawatiran
29
5. Pengelupasan kulit
6. Kelembaban kulit
7. Suhu kulit
8. Tekstur dan elastisitas
9. Pengerasan kulit
10. Perfusi jaringan
11. Nekrosis
Sumber : Moorhead (2016)
Keterangan :
1 = Berat, 2 = Cukup berat, 3 = Sedang, 4 = Ringan, 5 = Tidak ada
2) Intervensi Keperawatan
a) Manajemen Tekanan
(1) Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang
longgar
(2) Hindari kerutan pada tempat tidur
(3) Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
(4) Berikan pijatan pada punggung/leher dengan cara yang
tepat
(5) Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali
(6) Fasilitasi dilakukannya perpindahan kecil terhadap berat
badan
(7) Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
(8) Monitor mobilisasi dan aktivitas pasien
(9) Monitor kulit akan adanya kemerahan dan pecah-pecah
pada kulit
(10) Monitor sumber tekanan dan gesekan
(11) Gunakan alat pengkajian resiko yang ada untuk memonitor
faktor resiko pasien (missal Skala Braden)
(12) Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada daerah yang
tertekan
30
DAFTAR PUSTAKA
American Heart Association (AHA). (2015). Let’s Talk About Stroke : Fact Sheet.
New York.
Aulia, dkk. (2008). Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta : Kanisius.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2013). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2013. Semarang : DinKes Provinsi Jawa Tengah.
Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Mansjoer, Arif. Dkk. (2009). Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media
Aesculapius.
31
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC edisi revisi jilid II.
Yogyakarta : Mediaction.
Rendi, M. Clevo dan Margareth TH. (2012). Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
dan Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika.
Smeltzer & Bare. (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddart (Ed. 8, Vol. 1,2). Jakarta : EGC.
Sudoyo, Aru W. dkk. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. V.
Jakarta : Interna Publishing.
32