MAKALAH Madzahib Tafsir-1
MAKALAH Madzahib Tafsir-1
MAKALAH Madzahib Tafsir-1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dapat dikatakan bahwa pertumbuhan ilmu tafsir itu sejak al-Qur’an itu sendiri
diturunkan. Sebab, begitu al-Qur’an diturunkan kepada manusia yang bernama Muhammad,
sejak itu pula beliau melakukan tafsir dalam pengertian yang sederhana, yakni memahami dan
menjelaskannya kepada para sahabat. Beliau adalah the interprenter (awwalul mufassir), orang
pertama yang menguraikan al-Qur’an dan menjelaskan kepada umatnya.
Berkembangnya ilmu tafsir memiliki banyak versi sesuai perkembangan zaman. Setiap
mufassir yang memiliki keahlian dalam bidang keilmuan tertentu, akan menghasilkan tafsiran
yang sesuai dengan keahlian yang mereka miliki. Inilah yang menyebabkan munculnya
berbagai macam corak penafsiran yang ada selama ini, salah satunya adalah tafsir yang
bercorak sufi. Akan tetapi, tafsir sufi tidak dapat berkembang seperti halnya tafsir fiqh dan
tafsir lainnya, ini disebabkan karena banyak orang merasa berat menerima tafsir sufi. Itu
disebabkan karena, bahwa tafsir sufi dicurigai karena dianggap sebagai ajaran yang
menyimpang dari al-Qur’an dan sunnah.
Di Indonesia penulisan kitab tafsir telah dimulai sejak abad XVI dan masih berlanjut
hingga sekarang, setiap penafsiran pada abad yang berbeda akan menghasilkan corak
penafsiran yang berbeda pula. Oleh karenanya, penulis akan membahas tentang tafsir yang
bercorak sufi. Pertama, penulis akan membahas tentang pengertian tafsir sufi, “Apasih tafsir
sufi itu?”. Kemudian tentang latar belakang munculnya tafsir sufi dan karakternya. Selanjutnya,
akan penulis sebutkan juga beberapa tokoh tafsir sufi, dan yang terakhir penulis akan paparkan
salah satu contoh tafsir sufi dan model penafsirannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Asmaran, Pengantar Studi Taawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. Hal. 45
C. Karakteristik Tafsir Sufi
Ada anggapan bahwa penafsiran kaum sufi berbeda dengan penafsiran para filsuf,
teolog, maupun fuqaha’, karena penafsiran mereka yang khas. Namun, sebagai suatu
penafsiran, mau tidak mau penafsiran sufistis melibatkan kognisi (kesadaran), dan karenanya
tidak memiliki perbedaan dengan penafsiran-penafsiran lain yang terbuka untuk di uji
validitasnya.
Dengan demikian, dapat dilihat karakteristik atau ke-khas-an dari tafsir sufi salah
satunya adalah bahwa tafsir sufi berbeda dengan tafsir fiqh. Jika tafsir fiqh itu lebih merujuk
pada ayat-ayat ahkam, sedangkan tafsir sufi lebih pada ayat-ayat yang berbau mistis.
Sehingga dalam penafsirannya para sufi lebih menggunakan makna batiniah, tetapi
tidak menafikkan makna lahiriahnya. Penafsiran yang dilakukan oleh para sufi, pada umumnya
dikuasai oleh ungkapan mistik. Ungkapan-ungkapan tersebut tidak dapat dipahami kecuali
orang-orang sufi dan yang melatih diri untuk menghayati ajaran tasawuf.
2
Al-Farmawi Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudu’I, Mei 2002. Hal. 86
Anwar Rosihon, Ilmu Tafsir, November 2015. Hal. 168
wujud kecuali wujud yang satu, yaitu wujud al-Haqq (Allah). Allah itulah tempat kebahagiaan.
Semua wujud yang lain adalah sebuah cerminan (mazhahir) dari wujud yang al-Haqq tersebut.
“tetanggamu yang dekat dan teman yang jauh, dan teman sejawat, dan ibnu sabil”
Al-Tustari menafsirkan ayat tersebut , setelah mengemukankan pengertian lahiriahnya,
bahwa makna batin dari ayat tersebut adalah yang dimaksud dengan ungkapan الجارذى القربى
dalam ayat di atas adalah “hati”, الجارالجنبadalah “tabiat”, والصاحب الجنبadalah “akal yang
mengikuti syariat”, dan وابن السبيلadalah “anggota-anggota badan yang taat kepada Allah”.
3
Khaeruman Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, Maret 2004. Hal. 153
F. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir Sufi
Kelebihan Tafsir Sufi ruang lingkup yang luas: Metode analisis mempunyai ruang
lingkup yang termasuk luas. Metode ini dapat digunakan oleh mufassir dalam dua bentuknya;
ma’tsur dan ra’y dapat dikembangkan dalam berbagai penafsiran sesuai dengan keahlian
masing-masing mufassir. Kekurangan Tafsir Sufi memuat berbagai ide: metode analitis relatif
memberikan kesempatan yang luas kepada mufassir untuk mencurahkan ide-ide dan
gagasannya dalam menafsirkan al-Qur’an. Itu berarti, pola penafsiran metode ini dapat
menampung berbagai ide yang terpendam dalam bentuk mufassir termasuk yang ekstrim dapat
ditampungnya.
G. Corak tafsir sufi terbagi menjadi dua, yaitu al-tafsir sufi nazari dan al-tafsir al-
sufi al-Isyari.
Al-tafsir sufi nazari adalah tafsir yang berpegang pada metode simbolis yang tidak
berhenti hanya pada aspek kebahasaan saja. Sedangkan Al-tafsir al-sufi al-Isyari menurut al-
Zahabi adalah mentakwilkan ayat-ayat al-Quran yang berbeda dengan maknanya yang dzahir
berdasarkan isyarat (petunjuk) khusus yang diterima oleh para ahli sufi. Sumber penafsiran
corak tafsir sufi adalah intuisi dan filsafat. Pendekatan yang digunakan adalah takwil. Metode
yang digunakan adalah tahlili. Sedangkan validitas penafsiran cenderung pada penguasa yang
ada saat itu dan teori keilmuan mufassir.
Ada dua aspek perbedaan antara Al-tafsir sufi nazari dan Al-tafsir al-Sufi al-Isyari,
yaitu:
a. Al-tafsir al-sufi al-Isyari tidak berlandaskan premis-premis ilmiah terlebih dahulu, akan
tetapi berdasarkan riyadah ruhiyah (olah jiwa) yang dilakukan oleh seorang ahli sufi terhadap
dirinya hingga mencapai tingkatan terungkapnya tabir isyarat (petunjuk) kesucian.
b. Ahli sufi dalam Al-tafsir sufi nazari berpendapat bahwa ayatayat al-Quran mempunyai
makna tertentu dan penafsirnya sebagai pembawa makna. Sedangkan Al-tafsir al-sufi al-Isyari4.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tafsir sufistik sebagai sebuah corak tafsir ysng merupakan suatu hasil kontak antara
tradisi sufisme dan tafsir sufi juga merupakan corak penafsiran al-Qur’an yang beraliran
tasawuf. Sebagaimana halnya dalam pembagian dalam tasawuf, maka corak tafsir ini juga
dibagi menjadi dua bagian, yaitu tafsir sufi nadhari dan tafsir sufi isyari. Dalam tafsir corak
sufi ini memiliki ciri tersendiri yaitu ayat-ayatnya sebagian besar adalah ayat yang berbau
mistis.
Secara operasional, tafsir sufi bertujuan mengungkap beberapa simbol (isyarat) makna
dalam al-Qur’an lewat suatu interpretasi yang mendalam (ta’wil). Dalam konteksnya,tafsir sufi
merupakan tafsir yang mencoba mengungkapkan makna bathin yang ada dalam al-Qur’an
disamping makna dzohirnya.
4
Yusuf Kadar, Studi Al-Qur’an, Jakarta: Mei 2012. Hal. 164
DAFTAR PUSTAKA
Asmaran, Pengantar Studi Taawuf, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002. Hal. 45
Al-Farmawi Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudu’I, Mei 2002. Hal. 86
Anwar Rosihon, Ilmu Tafsir, November 2015. Hal. 168
Khaeruman Badri, Sejarah Perkembangan Tafsir Al-Qur’an, Maret 2004. Hal. 153
Yusuf Kadar, Studi Al-Qur’an, Jakarta: Mei 2012. Hal. 164