Teori Keperawatan Leininger

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

teori keperawatan leininger

Jumat, 13 Mei 2016


trancultural nursing

BAB I
PENDAHULUAN

A. Biografi
Madeleine Leininger (lahir pada tanggal 13 Juli 1925 di Sutton, Nebraska, Amerika Serikat
dan meninggal di Omaha, Nebraska 10 Agustus 2012). Leininger adalah perintis teori
keperawatan, pertama kali diterbitkan pada tahun 1961. Kontribusinya untuk teori keperawatan
melibatkan diskusi tentang apa itu peduli. Terutama, ia mengembangkan konsep keperawatan
transkultural, membawa peran faktor budaya dalam praktek keperawatan ke dalam diskusi tentang
bagaimana terbaik hadir untuk mereka yang membutuhkan asuhan keperawatan. Dr Madeleine
Leininger menempuh pendikan dan memegang gelar akademis berikut dengan judul Tahun 1945
mengambil program diploma di sekolah perawat St. Anthony, Denver CO dan menyelesaikanya
pada tahun 1948, Tahun 1950 menyelesaikan pendidikan di St. Scholastica College dan mendapat
gelar sarjana dalam ilmu biologi, ilmu filsafat dan humaniora dan BSN dari Benedictine
College, Atchison, KS.M., Tahun 1953 memperoleh MSc Keperawatan dari Catholic
University America, Washington, DC., tahun 1954-1960, menjadi professor keperawatan dan
direktur program pasca sarjana di Universitas Cincinnati., Tahun 1965, menjadi perawat pertama
mendapat gelar Ph.D Doctor of Philosophy (Antropologi budaya dan sosial), Tahun 1966, di
tunjuk sebagai professor keperawatan dan antropologi di University of Colorado, di mana untuk
pertama kalinya perawatan transkultural di perkenalakan di dunia keperawatan, Tahun 1969-1974,
sebagai dekan,professor keperawatan dan dosen antropologi di University Of Washington school
of Nursing, tahun 1974-1980, menjabat sebagai dekan dan professor Utah University dan
membuka program pertama untuk master dan doktoral transkultural keperawatan.
1
Tahun 1981, professor dan direktur pusat penelitian kesehatan di Wayne State University. Saat
berkarya di sini Madeleine Leininger mendapat beberapa penghargaan, antara lain : Penghargaan
bergengsi dari Presiden dalam keunggulan dalam mengajar, - The Board of Governor’s
Distinguished Faculty Award, Gershenson’s Research Fellowship Award. - Certified
Transcultural Nurse CTN - Perawat Transcultural Bersertifikat. - FRCNA - Fellow of the Royal
College of Nursing in Australia FRCNA.
Madeline Leininger adalah seorang antropolog perawat perintis. Menjabat dekan dari
University of Washington, Sekolah Keperawatan pada tahun 1969, dia tetap dalam posisi itu
sampai 1974. Janji nya mengikuti perjalanan ke New Guinea pada tahun 1960 yang membuka
matanya untuk kebutuhan perawat untuk memahami pasien dan latar belakang budaya mereka
dalam rangka untuk menyediakan perawatan. Dia dianggap oleh beberapa orang sebagai "Margaret
Mead keperawatan" dan diakui di seluruh dunia sebagai pendiri keperawatan transkultural, sebuah
program yang dia menciptakan di Sekolah pada tahun 1974. Menjadi professor dari sekitar 70
perguruan tinggi, dia telah menulis atau menyunting 27 buku dan menerbitkan lebih dari 220
artikel, sekarang bisa kita lihat sebagai arsip di Wayne State University digunakan juga sebagai
bahan penelitian. Memberikan lebih dari 850 kuliah umum di seluruh dunia dan telah
mengembangkan software sendiri untuk perawat. Bidang keahliannya adalah keperawatan
transkultural, perawatan manusia komparatif, teori perawatan budaya, budaya di bidang
keperawatan dan kesehatan, antropologi dan masa depan dunia keperawatan.
Tahun 1969, Leininger menjadi Dekan dan Guru Besar Perawat dan mengajar Antropologi
di Universitas Washington (Seatle). Tahun 1974, menjadi Dekan dan Guru Besar Perawat di
Fakultas Keperawatan dan asisten Guru Besar Antropologi di Universitas Utah (Salt Lake). Tahun
1981, direkrut Universitas Wayne State (Detroit) dan menjadi Guru Besar Perawat dan asisten
Guru Besar Antropologi dan menjadi Direktur Keperawatan Transcultural sampai dengan pension
tahun 1995. Tahun 1996, Universitas Madonna memberikan penghargaan kepadanya atas
dedikasinya dengan meresmikan Leininer Book Collection dan membuat ruangan Membaca
khusus untuk koleksi buku-bukunya yang terkenal dibidang keperawatan, ilmu social dan
kemanusiaan.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Model Konsep Teori Keperawatan Leininger


1. Pengertian
Madeline Leininger adalah pelopor keperawatan transkultural dan seorang pemimpin
dalam keperawatan transkultural serta teori asuhan keperawatan yang berfokus pada manusia. Ia
adalah perawat professional pertama yang meraih pendidikan doktor dalam ilmu antropologi sosial
dan budaya. Dia lahir di Sutton, Nebraska, dan memulai karir keperawatannya setelah tamat dari
program diploma di “St. Anthony’s School of Nursing” di Denver.
2. Asumsi dasar
Asumsi mendasar dari teori adalah perilaku caring. Caring adalah esensi dari keperawatan,
membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Tindakan caring
dikatakan sebagai tindakan yang dilakukan dalam memberikan dukungan kepada individu secara
utuh. Perilaku caring semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Human caring secara umum
dikatakan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan dukungan dan bimbingan pada manusia
yang utuh. Human caring merupakan fenomena yang universal dimana ekspresi, struktur dan
polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
3. Konsep Utama Teori Keperawatan Transkultural
3
Teori ini berasal dari disiplin ilmu antropologi dan oleh Dr. M. Leininger dikembangkan dalam
konteks keperawatan. Leininger mendefinsikan keperawatan transkultural sebagai bagian utama
dari keperawatan yang berfokus pada studi perbandingan dan analisa perbedaan budaya serta
bagian budaya di dunia dengan tetap menghargai nilai-nilai asuhan, pengalaman sehat sakit dan
juga kepercayaan yang dimiliki oleh masyarakat.
Transkultural Nursing adalah suatu area/wilayah keilmuwan budaya pada proses belajar dan
praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan
menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan
tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau
keutuhan budayakepada manusia.
Tujuan keperawatan Transkultural ialah penggunaan keperawatan transkultural adalah untuk
mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan
pada kultur yang spesifik dan universal. Kultur yang spesifik adalah kultur dengan nilai-nilai
norma spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain, seperti bahasa. Sedangkan kultur yang
universal adalah nilai atau norma yang diyakini dan dilakukan hampir oleh semua kultur seperti
budaya berolahraga membuat badan sehat, bugar; budaya minum teh dapat membuat tubuh sehat.
Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya
dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh
perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien
pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan
kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan
dan beberapa mengalami disorientasi. Kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan
berakibat pada penurunan kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan.
Dalam melaksanakan praktik keperawatan yang bersifat humanis, perawat perlu memahami
landasan teori dan praktik keperawatan yang berdasarkan budaya. Budaya yang telah menjadi
kebiasaan tersebut diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural, melalui tiga strategi
intervensi yaitu mempertahankan, bernegosiasi dan merestrukturisasi budaya.
Konsep utama dan definisi teori Leininger:
1) “Care” mengacu kepeada suatu fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan dengan
pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan pemberian pengalaman maupun perilaku
kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya dan bertujuan untuk memperbaiki kondisi maupun
cara hidup manusia.
2) ”Caring”, mengacu kepada suatu tindakan dan aktivitas yang ditujukan secara langsung dalam
pemberian bantuan, dukungan, atau memungkinkan individu lain dan kelompok didalam
memenuhi kebutuhannya untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia atau dalam menghadapi
kematian.
3) “Culture” Kebudayaan merupakan suatu pembelajaran, pembagian dan transmisis nilai,
keyakinan, norma-norma, dan gaya hidup dalam suatu kelompok tertentu yang memberikan arahan
kepada cara berfikir mereka, pengambilan keputusan, dan tindakkan dalam pola hidup.
4) “Culture Care” (Perawatan kultural) mengacu kepada pembelajaran subjektif dan objektif dan
transmisi nilai, keyakinan, pola hidup yang membantu, mendukung, memfasilitasi atau
memungkinkan ndividu lain maupun kelompok untuk mempertahankan kesjahteraan mereka,
kesehatan, serta untuk memperbaiki kondisi kehidupan manusia atau untuk memampukan manusia
dalam menghadapi penyakit, rintangan dan juga kematian.
5) “Cultural Care Diversity” (keragaman perawatan kultural) mengacu kepada variabel-variabel,
perbedaan-perbedaan, pola, nilai, gaya hidup, ataupun simbol perawatan di dalam maupun diantara
suatu perkumpulan yang dihubungkan terhadap pemberian bantuan, dukungan atau memampukan
manusia dalam melakukan suatu perawatan.
6) “Cultural care universality” (Kesatuan perawatan kultural) mengacu kepada suatu pengertian
umum yang memiliki kesamaan ataupun pemahaman yang paling dominan, pola-pola, nilai - nilai,
gaya hidup atau symbol - simbol yang dimanifestasikan diantara banyak kebudayaan serta
mereflesikan pemberian bantuan, dukungan, fasilitas atau memperoleh suatu cara yang
memungkinkan untuk menolong orang lain (Terminlogy universality) tidak digunakan pada suatu
cara yang absolut atau suatu temuan statistik yang signifikan.
7) Keperawatan mengacu kepada suatu pembelajaran humanistik dan profesi keilmuan serta disiplin
yang difokuskan pada aktivitas dan fenomena perawatan manusia yang bertujuan untuk
membantu, memberikan dukungan, menfasilitasi, atau memampukan individu maupun kelompok
untuk memperoleh kesehatan mereka dalam suatu cara yang menguntungkan yang berdasarkan
pada kebudayaan atau untuk menolong orang-orang agar mampu menghadapi rintangan dan
kematian.
8) “World View” (Pandangan dunia) mengacu kepada cara pandang manusia dalam memelihara
dunia atau alam semesta untuk menampilkan suatu gambaran atau nilai yang ditegakkan tentang
hidup mereka atau lingkungan di sekitarnya.
9) “Culture and Social Struktere Demensions” (Dimensi struktur sosial dan budaya) mengacu pada
suatu pola dinamis dan gambaran hubungan struktural serta faktor-faktor organisasi dari suatu
bentuk kebudayaan yang meliputi keagamaan, kebudayaan, politik, ekonomi, pendidikan,
teknologi, nilai budaya dan faktor-faktor etnohistory serta bagaimana faktor-faktor ini
dihubungkan dan berfungsi untuk mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang
berbeda.
10) Lingkungan mengacu pada totalitas dari suatu keadaan, situasi, atau pengalaman-pengalaman
yang memberikan arti bagi perilaku manusia, interpretasi, dan interaksi sosial dalam lingkungan
fisik, ekologi, sosial politik, dan atau susunan kebudayaan.
11) “Enviromental Contect, Languange & Etnohistory” mengacu kepada keseluruhan fakta-fakta
pada waktu yang lampau, kejadian-kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, kebudayaan
serta suatu institusi yang difokuskan kepada manusia/masyarakat yang menggambarkan,
menjelaskan dan menginterpretasikan cara hidup manusia dalam suatu bentuk kebudayaan tertentu
dalam jangka waktu yang panjang maupun pendek.
12) “Generic Care System” Sistem perawatan pada masyarakat tradisional mengacu kepada
pembelajaran kultural dan transmisi dalam masyarakat tradisional (awam) dengan menggunakan
pengetahuan dan keterampilan tradisonal yang diwariskan untuk memberikan bantuan, dukungan
atau memfasilitasi tindakan untuk individu lain, kelompok maupun suatu institusi dengan
kebutuhan yang lebih jelas untuk memperbaiki cara hidup manusia atau kondisi kesehatan ataupun
untuk menghadapi rintangan dan situasi kematian.
13) “Profesional Sistem” perawatan profesional mengacu kepada pemikiran formal, pembelajaran,
transmisi perawatan profesional, kesehatan, penyakit, kesejahteraan dan dihubungkan dalam
pengetahuan dan keterampilan praktek yang berlaku dalam institusi profesional biasanya personil
multi disiplin untuk melayani konsumen.
14) Kesehatan mengacu pada keadaan kesejahteraan yang didefinisikan secara kultural memiliki nilai
dan praktek serta merefleksikan kemampuan individu maupun kelompok untuk menampilkan
kegiatan budaya mereka sehari-hari, keuntungan dan pola hidup
15) “Culture Care Preservation/maintenance” Mempertahankan perawatan kultural mengacu kepada
semua bantuan, dukungan, fasilitas atau pengambilan keputusan dan tindakan profesional yang
memungkinkan yang dapat menolong orang lain dalam suatu kebudayaan tertentu dan
mempertahankan nilai perawatan sehingga mereka dapat memperthanakan kesejahteraannya,
pulih dari penyakit atau menghadapi rintangan mapun kematian.
16) “Culture Care Acomodation/negotiation” tehnik negosiasi atau akomodasi perawatan kultural
mengacu pada semua bantuan, dukungan, fasilitas, atau pembuatan keputusan dan tindakan
kreatifitas profesional yang memungkinkan yang menolong masyarakat sesuai dengan adaptasi
kebudayaan mereka atau untuk bernegosiasi dengan fihak lain untuk mencapai hasil kesehatan
yang menguntungkan dan memuaskan melalui petugas perawatan yang professional
17) Culture Care Repattering/restructuring Restrukturisasi perawatan transkultural mengacu pada
seluruh bantuan, dukungan, fasilitas atau keputusan dan tindakan profesional yang dapat menolong
klien untuk mengubah atau memodifikasi cara hidup mereka agar lebih baik dan memperoleh pola
perawatan yang lebih menguntungkan dengan menghargai keyakinan dan nilai yang dimiliki klien
sesuai dengan budayanya.
18) Culturally Congruent Care for Health, Well-being or Dying Perawatan kultural yang konggruen
mengacu kepada kemampuan kognitif untuk membantu, mendukung, menfasilitasi atau membuat
suatu keputusan dan tindakan yang dapat memperbaiki kondisi individu, atau kelompok dengan
nilai budaya, keyakinan dan cara hidup yang berbeda, yang bertujuan untuk memperoleh
kesejahteraan dan kesehatan.

B. Hubungan Model dengan Paradigma Keperawatan Transkultural


Leininger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transcultural sebagai cara pandang,
keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai
dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan yaitu : manusia, sehat,
lingkungan dan keperawatan (Andrewand Boyle, 1995).
1. Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilai dan norma-norma
yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan dan melakukan pilihan. Menurut Leininger
(1984) manusia memiliki kecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat
dimanapun dia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).
2. Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam engisi
kehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatu keyakinan, nilai, pola
kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untuk menjaga dan memelihara keadaan
seimbang/sehat yang dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai
tujuan yang sama yaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yang
adaptif (Andrew and Boyle, 1995).
3. Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan,
kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana
klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial
dan simbolik.. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti
daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang
hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah
keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok
ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti
struktur dan aturan-aturan yang berlaku. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan
simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat
hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
4. Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktik keperawatan yang
diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memandirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan
keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya
dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).
C. Proses Keperawatan ‘Transcultural Nursing’
Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan
keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (sunrise model)
seperti yang terlihat pada gambar. Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini
digunakan oleh perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien
(Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
Sunrise Model dari teori Leininger dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Matahari terbit sebagai lambang/symbol perawatan. Suatu kekuatan untuk memulai pada
puncak dari model ini dengan pandangan dunia dan keistimewaan struktur sosial untuk
mempertimbangkan arah yang membuka pikiran yang mana ini dapat mempengaruhi kesehatan
dan perawatan atau menjadi dasar untuk menyelidiki berfokus pada keperawatan profesional dan
sistem perawatan kesehatan secara umum. Anak panah berarti mempengaruhi tetapi tidak menjadi
penyebab atau garis hubungan. Garis putus-putus pada model ini mengindikasikan sistem terbuka.
Model ini menggambarkan bahwa tubuh manusia tidak terpisahkan/tidak dapat dipisahkan dari
budaya mereka.
Suatu hal yang perlu diketahui bahwa masalah dan intervensi keperawatan tidak tampak
pada teori dan model ini. Tujuan yang hendak dikemukakan oleh Leininger adalah agar seluruh
terminologi tersebut dapat diasosiasikan oleh perawatan profesional lainya. Intervensi
keperawatan ini dipilih tanpa menilai cara hidup klien atau nilai-nilai yang akan dipersepsikan
sebagai suatu gangguan, demikian juga masalah keperawatan tidak selalu sesuai dengan apa yang
menjadi pandangan klien. Model ini merupakan suatu alat yang produktif untuk memberikan
panduan dalam pengkajian dan perawatan yang sejalan dengan kebudayan serta penelitian ilmiah.
Penerapan teori Leineger (Sunrise Model) pada proses keperawatan dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Proses Sunrise Model
Keperawatan
Pengkajian Pengkajian terhadap Level satu, dua dan tiga yang meliputi
dan :
Diagnosis Level satu : World view and Social system level
Level dua : Individual, Families, Groups communities and Institution
in diverse health system
Level tiga :Folk system, professional system and nursing
Perencanaan Level empat : Nursing care Decition and Action
dan Culture Care Preservation/maintanance
Implementasi Culture Care Accomodation/negotiations
Culture Care Repatterning/restructuring
Evaluasi

Dalam penerapan proses keperawatan, pengetahuan budaya harus dimiliki sebelum


mengideintifikasi kondisi klien. Pada level satu dikaji pengetahuan dan informasi tentang struktur
social dan pandangan dunia terhadap budaya klien. Selanjutnya dibutuhkan informasi tentang
bahasa dan lingkungan, teknologi, agama, filosophi dan kebangsaan, sosial struktur, nilai budaya
dan kepercayaan, politik, legal sistem, ekonomi dan pendidikan. Pengetahuan ini dibutuhkan
dalam rangka mengaplikasikan keperawatan pada klien dalam konteks individu, keluarga,
kelompok, comunitas dan institusional (level dua).
Penilaian terhadap nilai kepercayaan, tingkah laku klien, terhadap sistem kesehatan
diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan klien dalam rangka merumuskan diagnosa
keperawatan (level tiga). Selajutnya setelah ditetapkan suatu diangnosa keperawatan maka
disusunlah perencanaan dan implementasi keperawatan (level empat) yang dalam model ini
sebagai nursing care decition and action. Sunrise Model secara spesifik tidak menjabarkan
evaluasi sebagai suatu bagian khusus. Walaupun demikian teori transcultural nursing makna
penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan perawatan yang memberikan keuntungan bagi klien.
BAB III
DESKRIFTIF TEORI DAN KASUS

A. Aplikasi model konsep dan teori keperawatan menurut Madeliner Leinenger


1. Konsep awal
a) Teori Leininger berasal dari disiplin ilmu antropologi, tapi konsep teori ini relevan untuk
keperawatan.
b) Leininger mendefinisikan “Transkultural Nursing” sebagai area yang luas dalam keperawatan
yang mana berfokus pada komparatif studi dan analisis perbedaan kultur dan subkultur dengan
menghargai prilaku caring, nursing care dan nilai sehat-sakit, kepercayaan dan pola tingkah laku
dengan tujuan perkembangan ilmu dan humanistic body of knowledge untuk kultur yang spesifik
dan kultur yang universal dalam keperawatan.
c) Tujuan dari transkultural dalam keperawatan adalah kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan
kultur.
d) Culture care adalah teori yang holistik karena meletakkan didalamnya ukuran dari totalitas
kehidupan manusia dan berada selamanya, termasuk sosial struktur, pandangan dunia, nilai
cultural, konteks lingkungan, ekspresi bahasa dan etnik serta sistem professional.
2. Proses asuhan keperawatan secara teoritis
Proses asuhan keperawatan dengan pendekatan teori keperawatan transkultural adalah sebagai
berikut:
a. Pengkajian (assessment)

13
Sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kolompok,
komunitas, lembaga) perawat terlebih dulu mempunyai pengetahuan mengenai pandangan dunia
(world view) tentang dimensi dan budaya serta struktur sosial yang berkembang di perbagai
belahan dunia (secara global) maupun masyarakat dalam lingkup yang sempit. Dimensi budaya
dan struktur sosial tersebut dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu : teknologi, agama dan falsafah
hidup, faktor sosial dan kekerabatan, nilai budaya dan gaya hidup, politik dan hukum, ekonomi
dan pendidikan.
Pengkajian dirancang berdasarkan 7 komponen yang ada pada “Leininger’s Sunrise models”
dalam teori keperawatan transkultural Leininger yaitu :
a) Faktor Teknologi (Technological Factors)
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat
penawaran untuk menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan
pemanfatan teknologi kesehatan, maka perawat perlu mengkaji berupa persepsi individu tentang
persepsi sehat sakit, kebiasaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan
kesehatan saat ini, alasan klien memilih pengobatan alternatif dan persepsi klien tentang
penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini
b) Faktor keagamaan dan falsafah hidup (Religous and Philosofical Factors)
Agama adalah suatu sistem simbol yang mengakibatkan pandangan dan motivasi yang realistis
bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi kuat sekali untuk menempatkan
kebenarannya di atas segalanya bahkan di atas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang perlu
dikaji perawat seperti : agama yang dianut, kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap
kesehatan, berikhtiar untuk sembuh tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh.
c) Faktor sosial dan keterikatan keluarga (Kinship and Social Factors)
Faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh perawat : nama lengkap dan nama panggilan
dalam keluarga, umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga,
pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan klien dengan kepala keluarga,
kebiasaan yang dilakukan rutin oleh keluarga.
d) Faktor nilai budaya dan gaya hidup (Cultural Values and Lifeways)
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia mengenai apa yang dianggap baik
dan buruk. Hal-hal yang perlu dikaji berhubungan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup adalah
posisi dan jabatan, bahasa yang digunakan, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan,
makan pantang berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang dimanfaatkan dan persepsi
sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-hari.
e) Faktor peraturan dan kebijakan (Polithical and Legal Factor)
Peraturan dan kebijakan yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu
dalam asuhan keperawatan transkultural. Misalnya peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan
jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang menunggu.
f) Faktor ekonomi (Economical Faktor)
Klien yang dirawat dapat memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai
sakitnya agar segera sembuh. Sumber ekonomi yang ada pada umumnya dimanfaatkan klien antara
lain asurannsi, biaya kantor, tabungan. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat antara lain
seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan.
g) Faktor pendidikan (Educational Factor).
Latar belakang pendidikan individu adalah pengalaman individu dalam menmpuh jalur pendidikan
formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan individu, maka keyakinannya harus didukung
oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan dapat beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan
kondisi kesehatannya.
h) Perawat perlu mengkaji latar belakang pendidikan meliputi tingkat pendidikan, jenis pendidikan,
serta kemampuan belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya sehingga tidak terulang
kembali.
3. Rencana Tindakan Keperawatan (Intervensi)
Peran perawat pada transkultural nursing teori ini adalah menjembatani antara system perawatan
yang dilakukan masyarakat awam dengan system perawatan professional melalui asuhan
keperawatan. Eksistensi peran perawat digambarkan oleh Leininger seperti dibawah ini:
1) Sisem generik atau transkultural
2) Asuhan keperawatan
3) Sistem profesional
Oleh karena itu perawat harus mampu membuat keputusan dan rencana kelompok, keluarga,
komunitas, lembaga) dengan mempertimbangkan generic carring dan professional carring.
4. Tindakan keperawatan (Implementasi)
Tindakan keperawatan yang diberikan pada klien harus tetap memperhatikan 3 prinsip askep, yaitu
:
a. Culture care preservation/ maintenance
Prinsip membantu, memfasilitasi atau memperhatikan fenomena budaya guna membantu individu
menentukan tingkat kesehatan dan gaya hidup yang di inginkan.
b. Culture care accommodation/ negotiation
Prinsip membantu, memfasilitasi atau memperhatikan budaya yang ada, yang merefleksikan cara-
cara untuk beradaptasi, bernegosiasi atau mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya hidup
klien.
c. Culture care repatterning/ restructuring
Prinsip merekonstruksi atau mengubah desain untuk membantu memperbaiki kondisi kesehatan
dan pola hidup klien kearah yang lebih baik.
5. Evaluasi.
Hasil akhir yang diperoleh melalui pendekatan keperawatan transkultural pada asuhan
keperawatan adalah tercapainya culture congruent nursing carry health and well being yaitu asuhan
keperawatan yang kompeten berdasarkan budaya dan pengetahuan kesehatan yang sensitive,
kreatif, serta cara-cara yang bermakna guna mencapai tingkat kesehatan dan kesejahteraan bagi
klien.
B. Kasus
Pada suatu ruangan ada seorang pasien yang dirawat dengan diagnosa CKD, DM,
Hipertensi, pasien bernama Tn X umur 45 tahun berasal dari daerah Y, pasien seorang muslim
yang sudah berangkat haji sebanyak 2 kali. Tn X mengatakan baru menegetahui penyakitnya
sekitar 3 bulan ini, sebelumnya pasien tidak pernah melakukan medical chek up. Menurut pasien
bila mengeluh tidak nyaman atau badan kurang sehat, Tn X hanya minum air ZamZam yang di
bawahnya dari tanah suci (mekkah), kemudian merasa lebih baik. Sebelum sakit Tn X beraktifitas
dengan mengelola Madrasah di daerahnya, Tn X berperan penting dalam kemajuan madrasah
kelolaanya. Tn X yang mengaku lulusan pondok pesantren tinggal di pondok pesantren selama 15
tahun dan hidup jauh dari orang tua, Tn X mengatakan jarang menggunakan gadge untuk
mrnambah pengetahuan dan wawasannya, pasien juga mengatakan aktif dalam beberapa
organisasi sosial, “Saya hanya bekerja berdasarkan pola turun temurun”, tutur Tn X. Menurutnya
saat ini dia tidak sakit, tapi sedang mendapat ujian dari tuhan, selama sakit Tn X hanya
mengkonsumsi buah dan sayur, kurang suka minum air putih dan tidak senang berolahraga, kopi
dan teh adalah minuman wajib setiap hari harus ada, Tn X minum kopi 7-10 gelas/hari. Orang tua
dari Tn X sudah meninggal dua tahun yang lalu dengan penyakit yang sama.
Saat ini Tn X mendapat therapi injeksi insulin sesuai sleeding scale, dan program
hemodialisa dua kali seminggu. Tn X menolak di berikan therapi injeksi insulin karena menurut
beliyau insulin mengandung babi yang tidak diperbolehkan agamanya. Saat kondisisi sesak atau
ureum creatinin Tn X melebihi batas normal dan harus cuci darah Tn X menolak juga karena
menurutnya beberapa orang temannya yang cuci darah meninggal dalam waktu yang relatif cepat,
dan bila sekali cuci darah akan menimbulkan ketergantungan terhadap alat pencuci darah. Tn X
sudah di bujuk oleh keluarga tapi tidak mau, perawatpun sudah mejelaskan mengenai hemodialisa
serta dampak negatif terhadap penolakan cuci darah terhadap kondisi pasien. Tn X tetap menolak
terhadap tindakan hemodialisa.
Dari sisi lain Tn X juga kurang memenuhi kebutuhan personal hygiene, kuku panjang dan
tampak hitam, rambut kotor dan tidak mau mandi selama dilakukan perawatan. Saat perawat akan
memotong kuku dan membantu personal hygiene pasien menolak karena menurutnya akan
memperlambat proses penyembuhan. Karena kondisi sakitnya Tn X juga memiliki luka di bagian
jari-jari kaki, luka mengalami nekrose, bernanah dan mengeluarkan bau tak sedap, luka sudak
tampak tulang, dan menurut dokter, luka yang ada di jari kaki Tn X harus di amputasi, pasien
menolak dan yakin biahwa bila meninggal tidak mau ada bagian tubuhnya yang hilang. Sebelum
pengobatan selesai pasien memutuskan untuk pulang, setelah disampaikan pada dokter,
diperbolehkan pulang atas permintaan sendiri.
Berhubung permintaan saat itu hari selasa pasien tidak jadi pulang, karena menurut
kepercayaan keluarga hari selasa pantang untuk pulang, karena diyakini apabila pulang dihari
selasa akan membawa sial di jalan. Tn X mengaku memiliki 7 orang anak dan mengaku tidak
mengikuti program pemerintah yaitu KB memutuskan tetap meminta pulang besok paginya, di
ijinkan atau tidaknya oleh dokter dan tetap menolak semua pengobatan, tapi mau minum obat yang
diberikan. Saat perawatan berlangsung Tn X selalu di tunggu semua anak dan keluarganya. Cucu
Tn X yang masih kecilpun ikut diajak menunggui dan tidur di RS. Perawat yang menjaga sudah
menjelaskan ada batasan pengunjung demi kenyamanan bersama dan adanya larangan anak kecil
di lingkungan RS karena berdampak terhadap kesehatan anak. Tetapi Tn X tetap meminta agar
tetap di ijinkan karena dari jauh kasihan kalau harus pulang.
1. Pengkajian
a) Faktor Teknologi (technological factors)
Selama ini Tn X merasa sehat. Jika sakit hanya minum air ZamZam. Pasien jarang minum obat,
pasien tidak pernah mencari informasi melalui internet karena tidak menggunakan gatdge, hanya
menerima saran dari orang lain, tidak pernah medical chek up dan Tn X jarang berolahraga
b) Faktor Agama dan Falsafah Hidup (religious and Philosophical factors)
Pasien beragama islam, menurut Tn X bahwa suntik insulin tidak diperbolehkan oleh agama
karena mengandung minyak babi. Untuk transfusi tidak dianjurkan oleh agama, karena darah itu
darah orang lain yang tidak tau asal usulnya. Pasien menolak amputasi karena menurut
keyakinannya, manusia meninggal harus keadaan utuh atau lengkap. Tn X merasa sedang tidak
sakit, hanya mendapat ujian dari tuhan.
c) Faktor Sosial dan Kekeluargaan ( social and kinship factor )
Pasien selalu mengambil keputusan secara mandiri, pasien juga sering berkomunikasi dengan
orang lain dan keluarga. Pasien berperan penting sebagai pengelola madrasah ternama
didaerahnya. Tn X dan keluarga sering mengikuti kegiatan rutin pengajian dan berperan sebagai
pembicara utama dalam ceramah, selain sebagai pengelola madrasah Tn X juga aktif dalam
organisasi keagamaan.
d) Faktor Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural values & Lifeways)
Sebelum sakit pasien jarang berolah raga, tidak suka minum air putih, hanya minum teh dan kopi,
menurutnya dilingkungan tempat tinggal Tn X, saat di opname tidak boleh memotong kuku dan
memebersihkan diri karena sangat dipercayai akan menyebabkan lama dalam proses penyembuhan
dan ada kepercayaan bahwa pulang hari selasa akan menyebabkan sial saat perjalanan. Tn X juga
tidak mau melakukan HD karena Menurutnya orang yang cuci darah akan segera meninggal, selain
itu Tn X gemar meminum teh dan kopi, dan tidak suka dengan air putih.
e) Faktor kebijakan dan peraturan Rumah Sakit (Political and Legal factors)
Tn X memiliki 7 orang anak dan tidak mengikuti program KB yang di anjurkan dari pemerintah
karena tidak sesuai dengan keyakinannya. Keluarga Tn X juga kurang mematuhi aturan di RS
terhadap batasan jumlah penunggu dan larangan membawa anak kecil dilingkungan RS.
f) Faktor Ekonomi (Economical Factor)
Pasien bekerja sebagai pengelola madrasah ternama sudah naik haji sebanyak 2 kali
g) Faktor pendidikan (educational factors)
Pasien seorang lulusan pondok pesantren, sejak usia 6 tahun pasien sudah tinggal jauh dari
keluarga dan hidp di pondok pesantrebn sejak 15 tahun, Tn X kurang koperatif terhadap
pendidikan kesehatan yang diberikan oleh petugas kesehatan, klin selalu memandang kesehatan
dari keyakinan agamanya.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b) Ketidak patuhan klien terhadap Regimen pengobatan penyakit
c) Kurang pengetahuan tentang penyakit yang diderita
3. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan
Perencanaan dan implementasi dalam keperawatan transkultural merupakan suatu proses
keperawatan yang tidak apat dipisahkan. Perencanaan suatu proses pemilihan strategi yang tepat
sedangkan implementasi yaitu melaksanakan tindakan sesuai latar belakang budaya klien. Ada tiga
strategi sebagai pedoman Leininger yaitu:
a) Perlindungan/mempertahankan budaya (Cultural care reservation/maintenance) bila budaya
pasien tidak bertentangan dengan kesehatan.
1. Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses pengobatan dan perawatan
luka DM, Hemodialisa, pemberian insulin dan personal hygiene.
2. Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinteraksi dengan pasien
3. Diskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b) Mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural care accommodation atau negotiations) apabila
budaya pasien kurang mendukung kesehatan.
1. Kebiasaan Tn X minum kopi yang berlebihan dan tidak menyukai minum air putih
a. Kaji kebiasaan mengkonsumsi minuman yang disukai pasien
b. Ajarkan pada pasien tentang pola hidup sehat
c. Anjurkan tentang pembatasan intake cairan
d. Berikan PENKES tentang efek mengkonsumsi kopi dan teh yang berlebihan
e. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
2. Kebiasaan tidak melakukan medikal Check Up dan hanya minum air ZamZam
a. Kaji pengetahuan Klien tentang medical Check Up
b. Jelaskan pentingnya medical check up
3. Kebiasaan Membawa anak kecil dilingkungan RS dan ditunggu oleh banyak orang
a. Kaji tentang pengetahuan klien tentang peraturan RS
b. Jelaskan ulang tentang peraturan di lingkungan RS
c. Berikan rasional tentang pelarangan membawa anak kecil di RS
c) Mengubah dan mengganti budaya pasien dan keluarganya (Cultural care repartening /
recontruction).
1. Persepsi Tn X terhadap pengobatan hemodialisa
a. Kaji pengetahuan tentang kondsi penyakitnya dan hemodialisa
b. Jelaskan pada pasien tentang hemodialisa
c. Jelaskn pada pasien dan keluarga tentang keuntungan dan kekurangan hemodialisa
d. Libatkan keluarga dalam edukasi terhadap Tn X.
e. Jelaskan tentang alternatif pengobatan lain seperti pembatasan intake cairan, minum obat teratur,
menjaga pola makan dengan diit uremi.
2. Persepsi Tn X terhadap personal Hygiene
a. Kaji pengetahuan klien tentang personal hygiene
b. Berikan PENKES tentang penting personal hiegiene
c. Lakukan pemneuhan kebutuhan personal Hygiene
3. Persepsi Tn X terhadap pemeberian insulin
a. Kajia pengetahuan Tn X tentang insulin
b. Jelaskan alternatif lain tentang pengobatan DM seperti pembatasan diet, pemeberian obat oral,
olahraga teratur
c. Ajarkan pada keluarga cara perawatan penderita diabetes
Adapun implementasi yang dilakukan terkait masalah yang telah ditemukan:
a) Cultural Care Preserventation/Maintenance
1). Mengidentifikasi budaya yang tidak bertentangan dengan kesehatan bahkan dapat menjadi
pendukung dalam meningkatkan kesehatan klien antara lain: sholat lima waktu, berobat,
memeriksa kadar gula secara rutin. 2). Memelihara komunikasi yang sedang terjalin dengan baik
(tanpa ada masalah karena budaya) antara klien dengan perawat maupun klien dengan dokter atau
klien dengan tenaga kesehatan lain. 3). Bersikap tenang dan hati-hati saat berinteraksi dengan
pasien/klien. 4). Mendiskusikan budaya yang dimiliki klien agar dipertahankan bahkan lebih
ditingkatkan.
b) Cultural Care Accomodation/ Negotiation
Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien dan keluarga klien, mencoba
memahami kebudayaan klien sepanjang tidak memperburuk proses pengobatan dan perawatan.
Keluarga klien (istri dan anak) menjadi perantara perawat untuk dapat memberikan informasi
mengetanai prosdur pengobatan medis dan perawatan tanpa ada hambatan dari klien yang
memiliki persepsi terhadap informasi pengobatan dan perawatan.
Mengakomodir budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya tersebut bila
budaya yang dimiliki bertentangan dengan kesehatan seperti tidak menyukai air putih,
mengkonsumsi kopi dan teh yang berlebihan, kebiasaan tidak melakukan medical chek up, hanya
minum air ZamZam tidak memotong kuku, tidak pernah mandi selama dirawat, kebiasaan pasien
dalam membiarkan dan membawa anak kecil dilingkungan RS. Dalam penyelesaian masalah
tersebut petugas kshatan (perawat) dalam memeberikan HE gunakan bahasa yang mudah dipahami
oleh klien. Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan, Apabila konflik tidak terselesaikan,
lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan
standar etik, dan bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat interaksi dengan klien, mencoba
memahami kebudayaan klien.
c) Cultural Care Repartening /Reconstruction
Merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien dan keluarganya bertentangan dengan
kesehatan seperti: persepsi Tn X terhadap pengobatan hemodialisa, personal hygiene, dan
pemberian insulin, amputasi jari kaki sehingga terjadi penolakan klien untuk dilakukan tindakan
pengobatan dan perawatan, pada prinsip penanganan kasus ini perawat Memberikan informasi
kepada klien dan keluarga mengenai hemodialisa, pemberian insulin, pentingnya personal
hygiene, perlunya amputasi jari kaki yang nekrotik serta keuntugan, dampak dan kekurangan
apabila tidak di lakukan dari beberapa tindakan tersebut, dan menjelaskan alternatif pengobatan
lain yang menunjang kesehatan seperti pembatasan intake cairan, minum obat teratur, menjaga
pola makan dan perawat memberikan respon yang tepat terhadap kebutuhan klien dengan
menginformasikan cara pengobatan yang benar serta memberikan informasi dalam pemenuhan
kebutuhan gizi untuk mempercepat proses penyembuhan dan pemulihan. Melibatkan keluarga
untuk turut serta membantu dan memotivasi klien melakukan prosedur secara bertahap. Perawatan
klien harus mencoba untuk memahami budaya masing-masing melalui proses akulturasi, yaitu
proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya
budaya-budaya mereka
4. Evaluasi
a) Negosiasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya: Keluarga klien (istri
dan anak) lebih koperatif dapat memahami dan menerima penjelasan masukan yang diberikan
perawat.
b) Setelah dilakukanya beberapa tindakan Tn X tetap meyakini budaya yang selama ini diyakininya,
kecuali tentang kebutuhan personal hygiene dan pemeotongan kuku untuk kebersihan kuku dan
mencegah terjadinya penyebaran infeksi.
c) Klien memahami pentingnya menjaga pola makan dan meminum, serta minum obat dengan
teratur klien juga berusaha untuk merubah kebiasaan yang sering dilakukan termasuk menghindari
minum kopi dan teh dalam jumlah yang berlebihan

BAB IV
ANALISA TEORI

Berikut adalah kelebihan dan kekurangan Teori Transkultural dari Leininger :


A. Kelebihan :
1. Teori ini bersifat komprehensif dan holistik yang dapat memberikan pengetahuan kepada perawat
dalam pemberian asuhan dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan cara perawat dapat
menegosiasikan dengan TN X terkait adanya penolakan terhadap regimen pengobatan
2. Penggunaan teori ini dapat mengatasi hambatan faktor budaya yang akan berdampak terhadap
pasien, staf keperawatan dan terhadap rumah sakit sehingga pasien bebas memilih alternatif dari
tindakan pengobatan yang ditawarkan.
3. Penggunanan teori transcultural dapat membantu perawat untuk membuat keputusan yang
kompeten dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Teori ini banyak digunakan sebagai acuan dalam penelitian dan pengembangan praktek
keperawatan.
B. Kelemahan:
1. Teori transcultural bersifat sangat luas sehingga tidak bisa berdiri sendiri dan hanya digunakan
sebagai pendamping dari berbagai macam konseptual model lainnya.
2. Teori transcultural ini tidak mempunyai intervensi spesifik dalam mengatasi masalah keperawatan
sehingga perlu dipadukan dengan model teori lainnya, masih terbatas dalam menyelesaikan kasus
seperti yang dialami oleh Tx yaitu menolak untuk berobat seperti hemodialisa, pemberian insulin,
dan amputasi.
3. Teori ini juga belum sepenuhnya bisa merubah persepsi klien karena menekankan pada salah satu
pilihan intevensi dalam melaksanakan tindakan.
25

23
DAFTAR PUSTAKA
Andrew . M & Boyle. J.S, (1995), Transcultural Concepts in Nursing Care, 2nd Ed, Philadelphia, JB
Lippincot Company
Folley, Regina & Wurmser, Theresa A (2004). Culture Diversity/A Mobile orksforce Command Creative
Leadership, New Patterships, and Inovative Approaces to Integration. Diambil pada 9 November
2015 dari
http://proquest.umi.com/pqdweb?did=650824831&sid=3&clientld=45625&RQT=309&VName.
Giger. J.J & Davidhizar. R.E, (1995), Transcultural Nursing : Assessment and Intervention, 2nd Ed,
Missouri , Mosby Year Book Inc
Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts, Theories, Research and
Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies
Tomey, A.M, and Alligood, M.R, 2006, Nursing Theorist Utilization and Aplication, third edition, Mosby-
Inc, St. Louis Missouri
Tomey, A.M, and Alligood, M.R, 2006, Nursing Theorist and Their Work, 6th edition, Mosby-Year Book,
Inc, Missouri
The Basic concepts of Trancultural Nursing. Diambil pada 10 November 2015 dari
http://www.culturediversity.org/thirdwrld.htm.

Anda mungkin juga menyukai