Herpes Zoster
Herpes Zoster
Herpes Zoster
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Herpes zoster telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Herpes zoster
disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster.
Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya
lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf
spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis.1
Insiden herpes zoster tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada
perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan. Angka kesakitan
meningkat dengan peningkatan usia. Diperkirakan terdapat 1,3-5 per 1000
orang per tahun. Lebih dari 2/3 kasus berusia diatas 50 tahun dan kurang dari
10% kasus berusia dibawah 20 tahun. Patogenesis herpes zoster belum
seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, virus varisela zoster berpindah
tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan
ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion
sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular
dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah
menjadi infeksius. Herpes zoster pada umumnya terjadi pada dermatom sesuai
dengan lokasi ruam varisela yang terpadat. Aktivasi virus varisela zoster laten
diduga karena keadaan tertentu yang berhubungan dengan imunosupresi, dan
imunitas selular merupakan faktor penting untuk pertahanan penjamu
terhadap infeksi endogen.1,2
Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi
yang terbanyak adalah neuralgia paska herpetik yaitu berupa rasa nyeri yang
persisten setelah krusta terlepas. Komplikasi jarang terjadi pada usia dibawah
40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia diatas 60 tahun.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Herpes zoster adalah radang kulit akut yang bersifat khas seperti
gerembolan vesikel unilateral, sesuai dengan dermatomnya (persyarafannya).
Herpes zoster adalah suatu infeksi yang dialami oleh seseorang yang
tidak mempunyai kekebalan terhadap varisela (misalnya seseorang yang
sebelumnya tidak terinfeksi oleh varisela dalam bentuk cacar air).2,3
2. Etiologi
Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan
tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk
subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus
replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan
ke dalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa
mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang
menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh
virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari
ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya kan menimbulkan kekambuhan
secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu
yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai
enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase
dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam
sel yang terinfeksi.2
2
3. Epidemiologi
Penyakit herpes zoster terjadi sporadis sepanjang tahun tanpa
mengenal musim dan tersebar merata di seluruh dunia. Tidak ada perbedaan
angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan. Insiden dan keparahan
penyakitnya meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari setengah
jumlah keseluruhan kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun dan
komplikasi terjadi hampir 50% di usia tua. Jarang dijumpai pada usia dini
(anak dan dewasa muda), bila terjadi kemungkinan dihubungkan dengan
varisela maternal saat kehamilan. Di negara maju seperti Amerika, penyakit
ini dilaporkan sekitar 6% per tahun, di Inggris 0,34% per tahun dan di
Indonesia lebih kurang 1% per tahunnya.4
4. Faktor Pencetus
Penyebab virus varisela aktif kembali belum diketahui secara pasti.
Meski demikian, ada sejumlah faktor yang diduga mempengaruhinya, faktor-
faktor risiko tersebut meliputi5 :
Usia. Insiden penyakit ini meningkat sejalan dengan bertambahnya umur
penderita, umumnya dialami pasien berusia diatas 50 tahun.
3
Sistem kekebalan tubuh yang menurun, misalnya karena mengidap
HIV/AIDS, menggunakan obat steroid jangka panjang atau
immunosupresan, maupun sedang mengalami kemoterapi.
Mengalami stres secara fisik maupun emosional.
5. Gambaran Klinis
Herpes zoster dapat dimulai dengan timbulnya gejala prodromal
berupa sensasi abnormal atau nyeri otot lokal, nyeri tulang, pegal, parestesia
sepanjang dermatom, gatal, rasa terbakar dari ringan sampai berat. Nyeri
dapat menyerupai sakit gigi, pleuritis, infark jantung, nyeri duodenum,
kolestitits, kolik ginjal atau empedu, apendisitis. Dapat juga dijumpai gejala
konstitusi misalnya nyeri kepala, malaise, dan demam. Gejala prodromal
dapat berlangsung beberapa hari (1-10 hari, rata-rata 2 hari).7,8
Setelah awitan gejala prodromal, timbul erupsi kulit yang biasanya
gatal atau nyeri terlokalisata (terbatas di satu dermatom) berupa makula
kemerahan. Kemudian berkembang menjadi papul, vesikel jernih
berkelompok selama 3-5 hari. Selanjutnya isi vesikel menjadi keruh dan
akhirnya pecah dan menjadi krusta (berlangsung selama 7-10 hari). Erupsi
kulit mengalami involusi setelah 2-4 minggu. Sebagian besar kasus herpes
zoster, erupsi kulitnya menyembuh secara spontan tanpa gejala sisa. Keluhan
yang berat biasanya terjadi pada usia tua. Pada anak-anak hanya timbul
keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada
penderita lanjut usia menetap, walaupun krustanya sudah menghilang.7,8
Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada
dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).
Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi2 :
4
Herpes zoster oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang
ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit. Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah
disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal
berlangsung 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia,
banyak keluar air mata, kelopak mata menjadi bengkak dan sukar untuk
dibuka.
5
Herpes zoster brakialis
Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang
mengalami pleksus brakialis yang ditandai dengan erupsi herpetik
unilateral pada kulit.
6
Herpes zoster lumbalis
Herpes zoster lumbalis merupaka infeksi virus herpes zoster yang
mengenai pleksus lumbalis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada
kulit.
7
6. Patogenesis
Infeksi primer dari VVZ ini pertama kali terjadi di daerah nasofaring.
Disini virus mengadakan replikasi ke darah sehingga terjadi viremia
permulaan yang sifatnya terbatas dan asimptomatik. Keadaan ini diikuti
masuknya virus ke dalam Reticulo Endothelial System (RES) yang kemudian
mengadakan replikasi kedua yang sifat viremianya lebih luas dan simptomatik
dengan penyebaran virus ke kulit dan mukosa. Sebagian virus juga menjalar
melalui serat-serat sensoris ke satu atau lebih ganglion sensoris dan berdiam
diri atau laten didalam neuron. Selama antibodi yang beredar didalam darah
masih tinggi, reaktivasi dari virus yang laten ini dapat dinetralisir, tetapi pada
saat tertentu dimana antibodi tersebut turun dibawah titik kritis maka
terjadilah reaktivasi dari virus sehingga terjadi herpes zoster.7,9
7. Diagnosis
Diagnosis herpes zoster biasanya didasarkan pada beberapa variabel,
meliputi anamnesa, pemeriksaan fisik dan laboratorium.
7.1. Anamnesa
Pada anamnesa didapatkan keluhan berupa neuralgia beberapa hari
sebelum atau bersama-sama dengan timbulnya kelainan kulit. Ada
kalanya sebelum timbul kelainan kulit didahului gejala prodromal seperti
demam, pusing dan malaise.10
7.2. Pemeriksaan fisik
Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian
berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar
dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih,
setelah beberapa hari menjadi keruh dan dapat pula bercampur darah. Jika
absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta. Dalam stadium
pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab nyeri lainnya,
misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal,
dan sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah
8
ditegakkan. Karateristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri dari
vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritemamatosa, unilateral, dan
mengenai satu dermatom.7,8
7.3. Pemeriksaan penunjang
Secara laboratorium, pemeriksaan sediaan apus tes Tzanck
membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti
banyak. Demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi
dengan mikroskop elektron, serta tes serologik. Pada pemeriksaan
histopatologi ditemukan serbukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis
sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemoragi
fokal dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan
mikroskop elektron dan antigen virus herpes zoster dapat dilihat secara
imunofluoresensi. Apabila gejala klinis sangat jelas tidaklah sulit untuk
menegakkan diagnosis. Akan tetapi, pada keadaan yang meragukan
diperlukan pemeriksaan penunjang lain seperti7,8 :
Isolasi virus dengan kultur jaringan dan identifikasi morfologi dengan
mikroskop elektron.
Pemeriksaan antigen dengan imunofluoresen.
Tes serologi dengan mengukur imunoglobulin spesifik.
8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding herpes zoster yang penting adalah herpes simpleks,
varisela, dan impetigo vesiko-bulosa.9
9
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan herpes zoster bertujuan untuk mengatasi infeksi virus
akut, mengatasi nyeri akut yang ditimbulkan oleh virus herpes zoster,
mencegah timbulnya neuralgia pasca herpetik.7
9.1. Non farmakologi
Untuk terapi non farmakologi bisa dilakukan kompres terbuka
dengan solusio Burowi dan solusio Calamin dapat digunakan pada lesi
akut untuk mengurangi nyeri dan pruritus. Kompres dengan Solusio
Burowi (aluminium asetat 5%) dilakukan 4-6 kali/hari selama 30-60
menit. Kompres dingin atau cold pack juga sering digunakan.10
9.2. Farmakologi
a. Sistemik
Obat Antivirus
Obat yang biasa digunakan adalah asiklovir dan modifikasinya,
misalnya valasiklovir dan famsiklovir. Asiklovir bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase pada virus. Asiklovir sebaiknya pada 3
hari pertama sejak lesi muncul. Dosis asiklovir peroral yang
dianjurkan adalah 5x800 mg/hari selama 7 hari, sedangkan
melalui intravena biasanya hanya digunakan pada pasien yang
imunokompromise atau penderita yang tidak bisa minum obat.
Obat lain yang dapat digunakan sebagai terapi herpes zoster
adalah valasiklovir. Valasiklovir diberikan 3x1000 mg/hari selama
7 hari, karena konsentrasi dalam plasma tinggi. Selain itu
famsiklovir juga dapat dipakai. Famsiklovir juga bekerja sebagai
inhibitor DNA polimerase. Famsiklovir diberikan 3x200 mg/hari
selama 7 hari.3,5
10
Analgetik
Analgetik diberikan untuk mengurangi neuralgia yang
ditimbulkan oleh virus herpes zoster. Obat yang biasa digunakan
adalah asam mefenamat. Dosis asam mefenamat adalah 1500
mg/hari diberikan sebanyak 3 kali, atau dapat juga dipakai
seperlunya ketika nyeri muncul.3,5
kortikosteroid
Indikasi pemberian kortikosteroid adalah untuk Ramsay Hunt.
Pemberian harus sedini mungkin untuk mencegah terjadinya
paralisis. Yang biasa diberikan adalah prednison dengan dosis
3x20 mg/hari, setelah seminggu dosis diturunkan secara bertahap.
Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan
sehingga lebih baik digabung dengan obat antivirus.2
b. Topikal
Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih
stadium vesikel diberikan bedak salisil 2% dengan tujuan protektif
untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder.
Bila erosi diberikan kompres terbuka. Jika terjadi ulserasi dapat
diberikan salep antibiotik.2
Pada HZO dibutuhkan pengobatan yang agresif dan monitoring
karena kemungkinan keterlibatan infeksi mata. Keterlibatan infeksi
pada mata terjadi pada setengah dari herpes zoster ophtalmicus.
Secara sederhana, keterlibatan mata ditandai dengan adanya vesikel
pada ujung hidung karena keterlibatan cabang nasociliar (hukum
Hutchinson).8
11
9.3. Edukasi
Selama fase akut, pasien dianjurkan untuk tidak keluar rumah,
karena dapat menularkan kepada orang lain yang belum pernah
terinfeksi varisela dan orang dengan defisiensi imun. Usahakan agar
vesikel tidak pecah, misalnya jangan digaruk dan memakai baju yang
tidak ketat. Untuk mencegah infeksi sekunder bisa dengan menjaga
kebersihan diri.10
10. Komplikasi
Komplikasi dari herpes zoster1 :
Neuralgia paska herpetik
Neuralgia paska herpetik (PHN) adalah rasa nyeri yang timbul
pada daerah bekas penyembuhan.
Infeksi sekunder
Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa
komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai defisiensi imunitas, infeksi
HIV, keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel
sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.
Kelainan pada mata
Keterlibatan mata dapat mengancam penglihatan jika tidak
terdeteksi dan diterapi dengan tepat. Adanya edema orbita adalah
emergensi ophtalmologi dan pasien harus dirujuk ke spesialis mata.
Iritis, iridocyclitis, glaukoma, dan ulkus kornea dapat terjadi pada
kasus ini. Keterlibatan hanya didaerah bawah fisura palpebra inferior
tanpa disertai keterlibatan dari kelopak atas dan nasal menunjukkan
tidak adanya komplikasi pada mata karena daerah kelopak bawah
diinervasi oleh nervus maksillaris superior.
12
Sindrom Ramsay Hunt
Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus
fasialis dan otikus ganglion genikulatum, sehingga memberikan gejala
paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan
tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus,
nausea, dan gangguan pengecapan.
Paralisis motorik
Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi
akibat perjalan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke
sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya muncul dalam 2
minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti
diwajah, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan
anus, umumnya akan sembuh spontan.
11. Prognosis
Terhadap penyakitnya pada dewasa dan anak-anak umumnya baik,
tetapi usia tua resiko terjadinya komplikasi semakin tinggi, dan secara
kosmetika dapat menimbulkan makula hiperpigmentasi atau sikatrik. Dengan
memperhatikan higiene dan perawatan yang teliti akan memberikan prognosis
yang baik dan jaringan parut yang timbul akan menjadi sedikit.10
13
BAB III
KESIMPULAN
Herpes zoster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela
zoster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang
terjadi setelah infeksi primer. Berdasarkan lokasi lesi, herpes zoster dibagi atas :
herpes zoster oftalmikus, fasialis, brakialis, torakalis, lumbalis, dan sakralis.
Manifestasi klinis herpes zoster dapat berupa kelompok-kelompok vesikel sampai
bula diatas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada
dermatom yang sesuai dengan letak syaraf yang terinfeksi virus.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, A Hamzah. 2013. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Edisi ke-
6. Jakarta. Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Dumasari, Rohana. 2008. Varicella dan Herpes Zoster. Departemen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Universitas Sumatera Utara.
3. Hartadi, Sumaryono S. Infeksi Virus. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta :
Hipokrates, 2000; 92-4.
4. Handoko RP. Penyakit Virus. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Edisi
ke-4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005; 110-2.
5. James, W. 2000. Andrew’s Disease of the skin : Clinical Dermatology.
Canada. Saunders Elsevier.
6. Janigger, C.K. 2014. Herpes zoster. Medscape. June 7, 2014
http://emedicine.medscape.com/article/1132465-overview#a0156.
7. Kurniawan, dkk. 2009. Varicella Zoster pada Anak medicinus. Vol.3
No.1 Februari 2009- Mei 2009.
8. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis.
Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Surabaya: Airlangga University
Press, 2001.
9. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Penyakit Virus.
Kapita Selekta kedokteran. Edisi ke-3 jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000, 128-9.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin. Jakarta: Pedoman
pelayanan medik. 2011.
15