Herbal PDF
Herbal PDF
Herbal PDF
Oleh :
Endah Sulistiawati
NRP. 2313100014
Prima Swastika
NRP. 2313100073
Dosen Pembimbing
Dr. Lailatul Qadariyah, S.T., M.T.
NIP. 19760918 200312 2 002
ii
4. Bapak dan Ibu Dosen pengajar serta seluruh karyawan
Departemen Teknik Kimia.
5. Rekan-rekan Laboratorium Teknologi Proses atas segala
kritik, saran dan dukungan selama pengerjaan Skripsi.
6. Teman-teman K53 Teknik Kimia FTI-ITS yang selalu
memberi doa, semangat dan dukungan.
7. Orang tua dan saudara – saudara kami atas doa,
bimbingan, perhatian, dan kasih sayang yang selalu
diberikan selama ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam
penulisan proposal ini, sehingga dibutuhkan saran yang
konstruktif demi penyempurnaannya. Semoga ini menjadi awal
yang baik bagi kami untuk membangun Indonesia yang baik serta
bermartabat ke depannya.
iii
EKSTRAKSI ZAT WARNA ALAMI DARI DAUN JATI
MUDA (Tectona grandis) DAN KAYU SECANG (Caesalpinia
sappan) DENGAN METODE ULTRASOUND ASSISTED
EXTRACTION UNTUK APLIKASI PRODUK TEKSTIL
ABSTRAK
iv
muda sebesar 42,79% pada pH 3 dengan waktu ekstraksi 20 menit
menggunakan pelarut aquades secara UAE. Sedangkan untuk
kayu secang memiliki yield tertinggi 18,50% pada pH 10 dengan
waktu ekstraksi 20 menit menggunakan pelarut aquades. Berbeda
dengan metode soxhletasi yang menghasilkan yield daun jati
muda sebesar 25,78% dan kayu secang sebesar 11,53% selama ±
5 jam. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa metode UAE
lebih efisien dan efektif untuk mengekstraksi bahan aktif
khususnya ekstrak zat warna pada daun jati muda dan kayu secang
dari pada metode soxhletasi dengan menggunakan pelarut
aquades. Ekstrak daun jati muda menghasilkan warna kuning pada
pH asam, warna coklat pada pH 7 dan warna coklat kehijauan
pada pH basa. Sedangkan kayu secang menghasilkan warna
kuning - jingga pada pH asam, warna merah pada pH 7 dan merah
keunguan pada pH basa. Jika zat warna alami dari daun jati muda
dan kayu secang diaplikasikan pada kain katun maka warnanya
akan berubah tergantung dari fiksator yang ditambahkan. Hasil uji
spektrofotometer UV visible daun jati muda mengandung flavon
dan kayu secang mengandung bilavonil. Sedangkan pada uji GC-
MS senyawa yang terdeteksi pada daun jati muda dan kayu secang
yakni decanoic acid methyl ester dan methyl tetradecanoate.
Kedua senyawa tersebut memiliki gugus kromofor khususnya
gugus keton dan karboksilat.
v
NATURAL DYE EXTRACTION FROM TEAK LEVES
(Tectona grandis) AND SAPPAN WOODS (Caesalpinia sappan)
USING ULTRASOUND ASSISTED EXTRACTION METHOD
FOR DYEING ON COTTON FABRIC
ABSTRACT
vi
sappan woods optimum yield is 11,53% during ± 5 hours. From
that can be conclude that UAE method is more efficient and
effective to extract active substances especially natural dye in teak
leaves and sappan woods thn soxhletation method using aquades
as the solvent. Taek leaves extract produce yellow color at acid,
brown color at pH 7, and brownish green at alkali. Whereas
sappan woods produce yellowish red color at acid,red color at pH
7, and reddish purple at alkali. If natural dye of taek leaves and
sappan woods are used on cotton, the color will change depend
on fixator that be added. The result of spectrophotometry UV
visible analysis, teak leaves extract contain flavon and sappan
woods extract contain isoflavon. Otherwise in GC-MS
analysis,some compound that be detected are decanoic acid
methyl ester and methyl tetradecanoate. Both of the compound
have chromophore cluster especially carboxylate.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................... i
KATA PENGANTAR.............................................................. ii
ABSTRAK .............................................................................. iv
DAFTAR ISI .......................................................................... viii
DAFTAR TABEL ................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .......................................................I-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................ II-1
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................. III-1
DAFTAR PUSTAKA............................................................... x
viii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
ix
Gambar IV.1 Perbandingan Pengaruh Jenis Pelarut terhadap
hasil Ekstraksi Kayu Secang dengan metode
UAE pada pH 10 ............................................... 31
Gambar IV.2 Perbandingan Pengaruh Jenis Pelarut terhadap
hasil Ekstraksi Daun Jati Muda dengan metode
UAE pada pH 3 ................................................. 32
Gambar IV.3 Perbandingan Pengaruh pH terhadap hasil
Ekstraksi Kayu Secang dengan metode UAE
menggunakan pelarut (a) aquades, (b) etanol
60% ................................................................... 40
Gambar IV.4 Ektraksi Zat Warna Alami dengan Metode (a)
UAE dan (b) Soxhletasi. ................................ 35
Gambar IV.5 Spektrum serapan UV-Visible pada sampel
ektrak jati pH 3 dengan pelarut etanol dengan
waktu ekstraksi 20 menit. ................................. 37
Gambar IV.6 Spektrum serapan UV-Visible pada sampel
ektrak secang pH 11 dengan pelarut etanol
dengan waktu ekstraksi 20 menit. ..................... 38
Gambar IV.7 Struktur Decanoic acid, methyl ester ............. 42
Gambar IV.8 Methyl tetradecanoate.................................... 42
Gambar IV.9 Perbandingan Pengaruh pelarut terhadap
kecerahan warna hasil ekstraksi kayu secang
dengan metode UAE pada pH 7 dan (a) aquades,
(b) etanol 60%................................................... 42
x
Gambar IV.10 Perbandingan Pengaruh pH terhadap
kecerahan warna hasil ekstraksi kayu secang
dengan metode UAE pada pelarut etanol dari kiri
ke kanan (pH 3, pH 7, pH 8, pH 9, pH 10) ....... 43
Gambar IV.11 Perbandingan pengaruh waktu terhadap
kecerahan warna hasil ekstraksi daun jati muda
menggunakan metode UAE pada pelarut etanol
dengan waktu ekstraksi (a) 20 menit (b) 30 menit
.......................................................................... 44
Gambar IV.12 Perbandingan pengaruh waktu terhadap
kecerahan warna hasil ekstraksi kayu secang
menggunakan metode UAE pada pelarut etanol
dengan waktu ekstraksi (a) 20 menit (b) 30 menit
.......................................................................... 44
Gambar IV.13 Hasil Uji Aplikasi Zat Warna Alami yang
Dihasilkan Daun Jati Muda pada Kain Katun
setelah Pencelupan Zat Warna .......................... 46
Gambar IV.14 Hasil Uji Aplikasi Zat Warna Alami yang
Dihasilkan Kayu Secang pada Kain Katun setelah
Pencelupan Zat Warna ...................................... 46
Gambar IV.15 Hasil Uji Aplikasi Zat Warna Alami yang
Dihasilkan Kayu Secang pada Kain Katun setelah
Pencucian… ...................................................... 48
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1
rusaknya tanah pertanian serta menurunnya hasil pertanian di
sekitar daerah aliran sungai.
Pada April 2016, Masyarakat Rancaekek Bandung
mengeluhkan limbah industri tekstil yang mencemari lahan
pertanian mereka hingga kerugian yang didapat mencapai Rp
11,3 Triliun (Kompas.com), untuk itu perlu adanya alternatif
untuk mengurangi dampak dari limbah industri tekstil agar
tidak berbahaya bagi lingkungan maupun masyarakat, salah
satunya adalah penggunaan zat warna alami. Daun jati muda
dan kayu secang dapat dijadikan sumber zat warna alami,
keduanya menghasilkan warna merah. Jati merupakan tanaman
yang dikenal sebagai pohon berkualitas dan bernilai jual tinggi.
Indonesia memiliki hutan jati seluas 1.568.415 ha dengan
potensi mencapai 39.564.000 m3 , di mana jumlah pohon
226.680.000 batang (terdiri dari pohon siap tebang 78.486.000
batang potensi produksi kayu minimal 19.621.000 m3 per
tahun) (Yuliana, 2012). Saat ini, tanaman jati dibutuhkan
industri properti dan furniture, sedangkan pemanfaatan daun
jati kurang efektif. Daun jati (Tectona grandis) secara
tradisional digunakan untuk pembungkus tempe dan daging.
Hal ini mengakibatkan harga daun jati rendah, salah satu
alternatif untuk meningkatkan nilainya, dapat dimanfaatkan
sebagai pewarna alami. Sedangkan untuk kayu secang
(Caesalpinia sappan) mengandung pigmen, tanin, brazilin,
2
asam tanat, resin, resorsin, brazielin, sappanin, dan asam galat.
Dari komponen tersebut yang paling menarik adalah zat
warnanya, dihasilkan oleh brazilin, yang apabila dilarutkan
dalam air akan memberikan warna merah cerah (Lemmens,
1992).
Pengambilan zat warna antosianin pada daun jati muda
dan brazilin pada kayu secang diperoleh melalui metode
ekstraksi yang merupakan perpindahan massa zat warna dari
padatan ke fase cairan (pelarut). Metode ekstraksi ini biasa
disebut ekstraksi padat-cair (leaching) (McCabe, 1993).
Ekstraksi zat warna dari daun jati dan kayu secang dapat
dilakukan dengan beberapa metode. Metode konvensional yang
biasa dilakukan untuk ekstraksi antara lain metode maserasi,
sokletasi, dan metode refluks. Metode konvensional ini
memiliki kelemahan yaitu membutuhkan pelarut dalam jumlah
besar, waktu ekstraksi lama, dan hasil ekstrak yang kurang
optimal. Selain metode konvensional, saat ini dikembangkan
metode ekstraksi dengan gelombang ultrasonik atau Ultrasound
Assisted Extraction (UAE). Metode UAE merupakan suatu
metode alternatif yang dikembangkan untuk mengoptimalkan
proses ekstraksi. Oleh karena itu, penelitian ekstraksi zat warna
alami dari daun jati muda dan kayu secang menggunakan
metode UAE memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.
3
I.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana cara pembuatan zat warna alami dari daun jati
muda dan kayu secang dengan metode Ultrasound Assisted
Extraction (UAE)?
2. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi
dengan menggunakan metode UAE?
3. Berapa yield hasil ekstraksi dari metode UAE?
4. Bagaimana perbandingan hasil ekstraksi dengan
menggunakan metode UAE dan sokletasi?
5. Bagaimana hasil uji aplikasi zat warna yang dihasilkan daun
jati muda dan kayu secang pada kain katun?
4
5. Mengetahui hasil uji aplikasi zat warna yang dihasilkan
daun jati muda dan kayu secang pada kain katun.
I.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,
antara lain:
1. Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
penelitian lain yang tertarik dengan pengembangan metode
ekstraksi zat warna alami dari daun jati muda dan kayu
secang.
2. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi untuk
pengembangan industri ekstraksi zat warna alami di
Indonesia.
3. Zat warna alami diharapkan dapat menjadi alternatif untuk
menggantikan zat warna sintetis.
5
Halaman ini sengaja dikosongkan
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Zat Warna
Zat warna merupakan gabungan zat warna organik tidak
jenuh, kromofor dan ausokrom. Zat organik tidak jenuh adalah
molekul zat warna yang berbentuk senyawa aromatik yang terdiri
dari hidrokarbon aromatik, fenol, dan senyawa yang mengandung
nitrogen. Kromofor adalah pembawa warna, sedangkan ausokrom
adalah pengikat antara warna dengan serat (Agustina, 2012). Zat
warna memiliki bermacam-macam klasifikasi seperti klasifikasi zat
warna berdasarkan sumber diperolehnya, bentuk kimia, dan cara
pemakaiannya. Klasifikasi zat warna berdasarkan sumber
diperolehnya terdiri dari:
1. Zat warna alam adalah zat warna yang dibuat dengan
menggunakan tumbuh-tumbuhan, binatang, dan mineral.
2. Zat warna buatan (sintetik) adalah zat warna yang dibuat dari
hasil penyulingan residu dan minyak bumi.
7
digunakan untuk mewarnai produk – produk minyak dan
lemak seperti minyak goreng dan margarin.
3. Biksin
Pigmen ini menghasilkan warna kuning, dapat diperoleh dari
biji pohon Bixaorellana. Biksin sering digunakan untuk
mewarnai mentega, margarin, minyak jagung, dan salad
dressing.
4. Karamel
Pigmen ini menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil
dari hidrolisis karbohidrat, gula pasir, laktosa, dan lain-lain.
5. Antosianin
Pigmen ini menghasilkan warna merah, oranye, ungu, biru,
kuning yang banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan,
seperti buah anggur, stroberi, duwet, bunga mawar, kana,
rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu,
daun bayam merah, daun jati, dan lain-lain.
6. Tanin
Pigmen ini menghasilkan warna coklat yang terdapat dalam
getah.
7. Kurkumin
Pigmen ini menghasilkan warna kuning yang berasal dari
kunyit. Biasanya sering digunakan sebagai salah satu bumbu
dapur, sekaligus pemberi warna kuning pada masakan.
II.1.2 Antosianin
Kata antosianin berasal dari bahasa Inggris anthocyanin, dari
gabungan kata Yunani: anthos (bunga) dan cyanos (biru), adalah
pigmen berwarna kuat dan larut air yang menyebabkan hampir
semua warna merah jambu, merah marak, merah, merah senduduk,
ungu, dan biru (Harborn, 2006). Kandungan antosianin dapat
mencapai hingga 30% bobot kering dalam beberapa bunga dan
terdapat juga pada bagian lain tumbuhan (seperti daun, batang dan
buah) diseluruh dunia tumbuhan kecuali fungus (Robinson, 1995)
Antosianin merupakan sub-tipe senyawa dari keluarga
flavonoid, dan merupakan anggota kelompok senyawa yang lebih
8
besar yaitu polifenol. Beberapa senyawa antosianin yang paling
banyak ditemukan adalah pelargonidin, peonidin, sianidin,
malvidin, petunidin, dan delfinidin.
9
Warna antosianin bergantung pada struktur dan keasaman.
Pada pH sangat asam (1-2) bentuk dominan antosianin adalah
kation flavilium. Pada bentuk ini kondisi antosianin paling stabil
dan paling berwarna. Ketika pH meningkat di atas 4, antosianin
berbentuk kalkon berwarna kuning, berbentuk quinoid berwarna
biru dan berbentuk basa karbinol yang tak berwarna. (Rosyida,
2014)
Selain itu, warna antosianin juga terpengaruh oleh suhu,
oksigen dan sinar UV. Warna diberikan oleh antosianin berkat
susunan ikatan rangkap terkonjugasinya yang panjang, sehingga
mampu menyerap cahaya pada rentang cahaya tampak. Sistem
ikatan rangkap terkonjugasi ini juga yang mampu menjadikan
antosianin sebagai antioksidan dengan mekanisme penangkapan
radikal.
II.1.3 Brazilin
Kandungan kimia dari kayu secang meliputi asam galat,
tannin, resin, resorsin, brazilin, brazilein, d-alfa-phellandrene,
oscimene, minyak atsiri. Warna merah yang dihasilkan oleh kayu
secang merupakan komposit brazilin yang terdiri dari senyawa
brazilin, brazilein, dan 3’-O-metilbrazilin. Brazilin (C16 H14 O5 )
adalah zat warna merah dari kayu secang yang terbentuk pada
ekstrak cair pada suasana pH netral. Pigmen warna alami kayu
secang dipengaruhi oleh tingkat keasamannya. Pada suasana asam
(pH 2-4) berwarna kuning sedangkan pada suasana netral dan
alkali (pH 6-8) berwarna merah keunguan.
10
II.1.4 Ketentuan Zat Warna
Zat warna yang dipakai oleh masyarakat sebagai pewarna
makanan maupun pewarna tekstil harus sesuai dengan ketentuan
Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai berikut:
11
jagu (di wilayah Asam), saigun (Bengali), tekku (Bombay), dan
kyun (Burma). Tanaman ini dalam bahasa jerman dikenal dengan
nama teck atau teakbun, sedangkan di Inggris dikenal dengan nama
teak.
Secara morfologis, tanaman jati memiliki tinggi yang dapat
mencapai sekitar 30 hingga 45 m dengan pemangkasan, batang yg
bebas cabang dapat mencapai antara 15–20 cm. Diameter batang
dapat mencapai 220 cm. Kulit kayu berwarna kecoklatan atau abu–
abu yang mudah terkelupas. Pangkal batang berakar papan pendek
dan bercabang sekitar 4. Daun berbentuk jantung membulat dengan
ujung meruncing, berukuran panjang 20-50 cm dan lebar 15–40 cm,
permukaannya berbulu. Daun muda (petiola) berwarna hijau
kecoklatan, sedangkan daun tua berwarna hijau tua keabu-abuan.
Tanaman jati tergolong tanaman yang menggugurkan daun pada
saat musim kemarau, antara bulan nopember hingga januari.
Setelah gugur, daun akan tumbuh lagi pada bulan januari atau
maret. Tumbuhnya daun ini juga secara umum ditentukan oleh
kondisi musim.
Daun jati telah sejak lama dimanfaatkan secara tradisional
oleh sebagian masyarakat indonesia (khususnya di pulau Jawa)
sebagai obat penawar rasa sakit dan sebagai pewarna pada kain,
aneka kerajinan tangan, dan bahkan beberapa makanan daerah
seperti gudeg. Daun jati telah terbukti berkhasiat sebagai obat dan
berpotensi sebagai pewarna alami. Dari sebuah penelitian, ekstrak
daun jati muda dapat menghambat kinerja bakteri tuberkulosis
penyebab penyakit TBC (Sumarna, 2006). Sedangkan pemanfaatan
daun jati muda sebagai pewarna alami yang memberikan warna
merah karena daun jati memiliki kandungan pigmen alami
antosianin (Yuliana, 2012).
12
Gambar II.3 Tanaman Jati
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, sampel daun jati
memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Angiospermae
Sub-kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Verbenales
Famili : Verbenaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis
13
sebagai pembatas, atau tumbuh liar secara lokal. Di dunia secang
dikenal dengan berbagai sebutan. Dalam bahasa Burma dengan
nama „teing-nyet‟, di Inggris dengan nama Indian Brazil Wood,
dan di Indonesia yaitu soga jawa, secang, kayu sekang maupun
kayu secang. Nama dagang untuk tanaman ini yaitu „sappan
lignum, brazilin, atau sappanwood’ (Seafast, 2012).
Bagian tumbuhan secang seperti batang, kulit batang, polong
dan akar dapat digunakan sebagai pewarna. Warna merah cerah
dan ungu muda bisa didapatkan dari batang, kulit batang, dan
polong secang. Akar secang sendiri dapat menghasilkan warna
kuning. Warna-warna yang dihasilkan oleh tanaman secang berasal
dari senyawa yang berwarna brazilin (C16 H14 O5 ) (Seafast, 2012).
14
II.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu metoda operasi yang digunakan
dalam proses pemisahan suatu komponen dari campurannya
dengan menggunakan sejumlah massa bahan (solven) sebagai
tenaga pemisah. Apabila komponen yang akan dipisahkan (solute)
berada dalam fase padat, maka proses tersebut dinamakan
pelindihan atau leaching. Proses pemisahan dengan cara ekstraksi
terdiri dari tiga langkah dasar.
1. Proses penyampuran sejumlah massa bahan ke dalam larutan
yang akan dipisahkan komponen – komponennya.
2. Proses pembentukan fase setimbang.
3. Proses pemisahan kedua fase setimbang.
Di bidang industri, ekstraksi sangat luas penggunaannya
terutama jika larutan yang akan dipisahkan tediri dari komponen –
komponen :
1. Mempunyai sifat penguapan relatif yang rendah.
2. Mempunyai titik didih yang berdekatan.
3. Sensitif terhadap panas.
4. Merupakan campuran azeotrop.
Komponen – komponen yang terdapat dalam larutan,
menentukan jenis/macam solven yang digunakan dalam ekstraksi.
Pada umumnya, proses ekstraksi tidak berdiri sendiri, tetapi
melibatkan operasi – operasi lain sepeti proses pemungutan
kembali solven dari larutannya (terutama fase ekstrak), hingga
dapat dimanfaatkan kembali sebagai tenaga pemisah. Untuk
maksud tersebut, banyak cara yang dapat dilakukan misalnya
dengan metode distilasi, pemanasan sederhana atau dengan cara
pendinginan untuk mengurangi sifat kelarutannya.
15
bermunculan, gelembung kemudian tumbuh dan bergerak dengan
sangat cepat dan saling berbenturan satu sama lain apabila
tekanannya cukup tinggi. Benturan tersebut terjadi pada bagian
permukaan dari bahan yang akan diekstraksi yang akan
menghasilkan pancaran mikro dan kejutan gelombang. Lebih dari
itu, dalam fase larutan yang menyelimuti partikel – partikel,
pencampuran mikro yang tinggi akan meningkatkan panas dan
transfer massa bahkan difusi dari kandungan di dalam pori dari
solid (Contamine, 1994). Menurut Sujana Saxena dengan
menggunakan alat ultrasonik, proses ekstraksi menjadi lebih efektif
karena dapat mengurangi kuantitas kebutuhan pelarut, waktu dan
suhu ekstraksi. Dalam beberapa proses ekstraksi zat warna alami,
metode ultrasonik digunakan sebagai alat untuk menaikkan transfer
massa zat warna dari bahan tumbuhan dan mentransportkannya ke
pelarut Oleh sebab itu, metode Ultrasound Assisted Method
menguntungkan untuk mengekstraksi pewarna alami (Sivakumar,
2011).
16
ekstrak (ditinjau dari kadar total antosianin, aktivitas
antioksidan dan kualitas warna) semakin menurun. Perlakuan
yang paling menjaga stabilitas pigmen antosianin ekstrak daun
jati adalah perlakuan pH 3 dan suhu 75°C.
2. Sivakumar (2011) dengan judul Effective Natural Dye
Extraction from Different Plant Materials using Ultrasound,
dengan bahan yang dipakai adalah berbagai macam bunga
seperti Green Wattle Bark, Marigold Flowers, Pomegranate
rinds, 4’o clock plant flowers dan Cocks Comb flowers.
Analisa dengan menggunakan Spektrofotometri UV-VIS dan
analisa gravimetri pada hasil zat warna. Hasil mengindikasikan
bahwa kenaikan 13-100% pada efisiensi ekstraksi dari zat
warna dari berbagai bahan tanaman dikarenakan penggunaan
ultrasonik. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa metode
ultrasonik dapat diaplikasikan untuk mengekstraksi zat warna
dari tanaman dengan cepat dan efektif.
3. Dhaniar, Delita (2015) dengan judul Ekstraksi Zat Warna
Alami dari Limbah Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus
Lam) dengan Metode Microwave Assisted Extraction untuk
Aplikasi Produk Tekstil. Pada penelitian tersebut dapat
disimpulkan bahwa maksimum yield diperoleh pada daya 600
watt selama 10 menit & 400 watt selama 50 menit. Zat warna
alami yang dihasilkan dari limbah kayu nangka memiliki
kekuatan dan stabilitas warna yang sebanding dengan pewarna
sintetis untuk produk tekstil.
4. Dhiya Dini, Eric Nurandriea (2017) dengan judul Ekstraksi Zat
Warna Alami dari kayu Secang (Caesalpinia sappan Linn)
dengan metode Ultrasound Assisted Extraction untuk Aplikasi
Produk Pangan. Bahan yang digunakan adalah kayu secang
dengan ukuran 35 mesh, pelarut etanol dan air. Pada penelitian
ini menggunakan dua metode yakni Ultrasound Assisted
Extraction (UAE) dan sokletasi. Berdasarkan penelitian
tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstraksi zat warna alami
dari kayu secang menggunakan metode UAE memberikan
17
hasil terbaik pada kondisi suhu 60°C dan pelarut 60% pada
waktu ekstraksi 20 menit.
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
19
Ethanol digunakan sebagai pelarut dalam proses
ekstraksi.
5. NaOH dan HCl
NaOH dan HCl digunakan untuk mengkondisikan pH pada
ekstrak zat warna.
6. Al2 (SO4 )3 , dan CaCO3
Al2 (SO4 )3 , dan CaCO3 digunakan untuk uji pewarnaan
pada kain.
III.2.2 Alat
III.2.2.1 Ultrasound Assisted Extraction
Rangkaian alat untuk metode Ultrasound Assisted
Extraction (UAE) tersusun atas ultrasonic cleaning bath dan
perangkat refluks. Perangkat tersusun atas labu alas bulat leher
tiga dan kondensor. Pada metode ini digunakan indikator
temperatur untuk mengetahui temperatur ekstraksi. Berikut ini
adalah keterangan Gambar III.1 :
1 = Labu alas bulat leher tiga 5 = Indikator temperatur
2 = Ultrasonic cleaning bath 6 = Kondensor
3 = Tombol mode 7 = Air masuk
4 = Digital display 8 = Air keluar
Ultrasonic cleaning bath yang digunakan untuk penelitian ini
adalah KRISBOW model KW1801033 memiliki spesifikasi
sebagai berikut :
Tegangan 240 V/ 50 Hz
Daya 100 W
Frekuensi maksimum 40 kHz
Kapasitas tank 2,8 L
Dimensi tank : Panjang = 23,5 cm, Lebar = 13,5 cm, dan
Tinggi = 10 cm
Dimensi outer : Panjang = 26,5 cm, Lebar = 16,5 cm, dan
Tinggi = 24 cm
20
7
4
2 000 3 000 5
00
III.2.2.2 Sokletasi
Rangkaian alat untuk metode sokletasi tersusun atas
heating mantle, soxhlet, dan perangkat refluks. Perangkat tersusun
atas labu alas bulat dan kondensor. Berikut ini adalah keterangan
Gambar III.2 :
1 = Labu alas bulat 3 = Tombol mode
2 = Heating Mantle 4 = Digital display
5 = Soxhlet 7 = Air masuk
6 = Kondensor 8 = Air keluar
21
8
6
7
1
4 2
000
3
0
Gambar III.2 Skema Rangkaian Alat Metode Soxhlet
22
7. Menambahkan NaOH atau HCl ke dalam labu alas bulat
leher tiga untuk mengkondisikan pH.
8. Menyalakan Ultrasonic cleaning bath pada frekuensi 40
Hz dan suhu 60 °C.
9. Memasukkan serbuk kayu secang ke dalam labu alas bulat
leher tiga sesuai rasio terhadap pelarut yang telah
ditentukan.
10. Mengalirkan air pendingin untuk kondensor.
11. Melakukan ekstraksi selama waktu yang ditentukan.
12. Menghentikan proses ekstraksi.
13. Melakukan penyaringan ekstrak dari ampas serbuk kayu
secang menggunakan sistem penyaringan vakum.
14. Memekatkan ekstrak dengan memanaskan di atas hot plate
bersuhu 80 °C.
15. Menimbang padatan hasil ekstrak.
16. Menghitung yield dari massa ekstrak zat warna yang
dihasilkan.
17. Melakukan analisa Spektrofotometer UV Visible dan
analisa GC-MS.
18. Mengulangi semua prosedur untuk bahan baku daun jati
muda sesuai dengan variabel yang ditentukan.
23
6. Memasukan pelarut sebanyak 200 ml ke dalam labu alas
bulat.
7. Merangkai alat seperti pada gambar III.2
8. Menyalakan Heating Mantle
9. Menekan tombol mode untuk mengatur suhu sesuai yang
diinginkan.
10. Mengalirkan air pendingin untuk kondensor.
11. Melakukan ekstraksi selama waktu yang ditentukan.
12. Menghentikan proses ekstraksi.
13. Melakukan penyaringan ekstrak dari ampas serbuk kayu
secang menggunakan sistem penyaringan vakum.
14. Memekatkan ekstrak dengan memanaskan di atas hot plate
bersuhu 80 °C.
15. Menimbang padatan hasil ekstrak.
16. Menghitung yield dari massa ekstrak yang dihasilkan.
17. Mengulangi semua prosedur untuk bahan baku daun jati
muda.
24
4. Melakukan fiksasi dengan penambahan larutan Al2 (SO4 )3
dan CaCO3 pada masing – masing kain dalam kondisi suhu
kamar selama 15 menit.
5. Melakukan pencucian kain hingga bersih kemudian
dikeringkan.
III.4 Diagram Alir Prosedur Penelitian
Mulai
Bahan baku
25
A
Selesai
26
III.5 Kondisi Operasi dan Variabel Penelitian
III.5.1 Kondisi Operasi
Tekanan atmosferik
Volume pelarut 200 mL
Frekuensi 40 Hz
Rasio bahan baku terhadap pelarut 0,005 g/mL
Suhu 60 °C
III.5.2 Variabel Penelitian
Variabel yang dilakukan pada penelitian meliputi :
a. Pelarut : Aquades dan etanol 60%
b. Waktu ekstraksi : 5, 10, 15, 20, 30, 40, 50, 60 dan 70
menit.
c. pH : 3, 4, 7, 9, dan 10
27
Halaman ini sengaja dikosongkan
28
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Kondisi Operasi Ekstraksi Zat Warna Alami dari
Daun Jati Muda dan Kayu Secang dengan Menggunakan
Metode UAE
Pada penelitian ini zat warna alami dari daun jati muda
(Tectona garndis) dan kayu secang (Caesalpinia sappan) diekstrak
menggunakan metode Ultrasound Assisted Extraction (UAE).
Ketika liquid diradiasikan dengan ultrasonik, gelembung –
gelembung mikro bermunculan, gelembung kemudian tumbuh dan
bergerak dengan sangat cepat dan saling berbenturan satu sama
lain apabila tekanannya cukup tinggi. Benturan tersebut terjadi
pada bagian permukaan dari bahan yang akan diekstraksi yang
akan menghasilkan pancaran mikro dan kejutan gelombang. Lebih
dari itu, dalam fase larutan yang menyelimuti partikel – partikel,
pencampuran mikro yang tinggi akan meningkatkan panas dan
transfer massa bahkan difusi dari kandungan di dalam pori dari
solid (Contamine, 1994).
Dalam penelitian ini zat warna alami tersebut diekstrak
dengan frekuensi 40 Hz dan suhu 60°C. Kondisi frekuensi 40 Hz
dan suhu 60°C dijadikan variabel tetap karena menghasilkan yield
tertinggi berdasarkan penelitian sebelumnya yakni Dhiya dan Eric
(2017). Selain itu menurut Fathinatullabibah (2014) zat warna
alami akan mudah terdegradasi jika suhu terlalu tinggi. Pelarut
yang digunakan yakni aquades dan etanol 60%. Pemilihan pelarut
tersebut didasarkan pada komponen zat penyusun warna (tannin,
flavonoid, dan quinon) yang bersifat polar, sehingga mudah larut
dalam pelarut polar. Volume pelarut yang digunakan dalam proses
ekstraksi adalah 200 ml dengan massa solute 1 gram.
Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
daun jati muda dan kayu secang dikeringkan tanpa sinar matahari
(hanya dianginkan) selama kurang lebih dua minggu. Pengeringan
tanpa matahari dilakukan karena zat warna alami mudah
29
terdegradasi oleh cahaya. Pengeringan dilakukan untuk
menghilangkan kadar air agar mudah diayak. Kemudian bahan
tersebut dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga ukuran
bahan menjadi kecil sekitar 35 – 100 mesh. Selanjutnya dilakukan
pengayakan pada bahan dengan menggunakan ayakan berukuran
35 mesh dan 60 mesh. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
berukuran 35-59 mesh. Hal ini dilakukan karena luas permukaan
bahan mempengaruhi hasil ekstraksi. Selanjutnya bahan ditimbang
dengan rasio 0,005 gr/ml yakni bahan baku seberat 1 gram
dilarutkan dalam 200 ml pelarut. Pemilihan rasio didasarkan pada
penelitian sebelumnya (Dhiya dan Eric, 2017) yang menghasilkan
yield tertinggi. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama waktu yang
ditentukan yakni 5, 10, 15, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 menit dengan
masing – masing pelarut serta dengan pH yang telah ditentukan
yakni untuk daun jati muda 3, 4, 7 , sedangkan kayu secang yakni
pH 7, 9, 10. Langkah selanjutnya yakni dilakukan penyaringan
menggunakan pompa vakum beserta kertas saring agar proses
penyaringan berlangsung cepat dan ekstrak terbebas dari pengotor.
Lalu ekstrak diuapkan dengan menggunakan hotplate hingga
pelarut benar – benar teruapkan seluruhnya, sehingga massa zat
warna dapat diketahui setelah ditimbang. Dengan begitu yield zat
warna dapat dihitung.
Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh
beberapa variabel kondisi operasi dalam proses ektraksi
menggunakan UAE. Variabel kondisi operasi pada penelitian ini
meliputi jenis pelarut, waktu proses ektrasi, dan pH. Semua
variabel yang berpengaruh dihubungkan dengan jumlah yield yang
dihasilkan dalam ekstraksi zat warna alami menggunakan
Ultrasound Assisted Extraction (UAE).
30
ekstraksi adalah jenis pelarut dan waktu ekstraksi. Aquades dan
etanol 60% digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi zat
warna alami dari daun jati muda dan kayu secang karena bersifat
polar sama seperti antosianin serta brazilin. Aquades bahkan
mampu mengekstrak senyawa yang memiliki kepolaran rendah
hingga tinggi.
31
Gambar IV.2 Pengaruh Jenis Pelarut terhadap hasil Ekstraksi
Daun Jati Muda dengan metode UAE pada pH 3
32
tidak dapat terekstraksi dengan sempurna, namum jika terlalu lama
zat warna alami dapat teroksidasi sehingga menyebabkan
penurunan kuantitas zat warna alami. Berdasarkan gambar IV.1
waktu optimum untuk ekstraksi kayu secang yakni 20 menit
dengan pelarut etanol 60% dan aquades pada pH 10. Maka dari itu
dapat disimpulkan bahwa kayu secang menghasilkan yield
maksimum pada pH basa dalam waktu cepat yakni 20 menit.
Sedangkan daun jati muda berdasarkan gambar IV.2 waktu
optimum untuk ekstraksi yakni 20 menit dengan pelarut aquades
dan 60 menit dengan pelarut etanol 60% pada pH 3. Setelah itu
akan terjadi penurunan karena zat warna alami mudah terdegradasi
akibat teroksidasi (Ninh Le thu, 2015).
33
Semakin besar nilai pH, maka yield akan berkurang.Hal ini
dkarenakan pada pH rendah, densitas ion hidrogen meningkat
sehingga menekan pelepasan ion hidrogen dari senyawa fenolik.
Ion hidrogen ini berfungsi sebagai pendonor untuk menstabilkan
radikal. Dengan meningkatnya pH maka konsentrasi ion hidrogen
dalam media menurun sehingga mulai terjadi pelepasan ion
hidrogen oleh senyawa antioksidan. (Fathinatullabibah, 2014).
Berbeda dengan hasil ekstraksi kayu secang yang menghasilkan
yield optimum pada kondisi basa.
34
(a) (b)
Gambar IV.4 Ektraksi Zat Warna Alami dengan Metode (a) UAE
dan (b) Sokletasi
35
Penggunaan panjang gelombang juga didukung penelitian
Kristianingrum (2011) yang menyatakan bahwapanjang
gelombang spektrofotometer UV-Visible yang digunakan untuk
mengukurspektrum tampak dan warna – warna komplementer
adalah dari panjang gelombang 340 – 750 nm. Senyawa dapat
dianalisis dengan spektrofotometer UV-visible jika dalam
strukturnya terdapat gugus kromofor atau terdapat auksokrom
yang menempel pada kromofor sehingga dapat menyebabkan
pergeseran ke arah panjang gelombang lebih tinggi. Auksokrom
adalah gugus yang memiliki pasangan elektron bebas, gugus yang
termasuk auksokrom yaitu –OH, -O, -NH2, dan –OCH3. Kromofor
merupakan gugus pembawa warna, gugus kromofor dapat berupa
ikatan rangkap terkonjugasi, gugus karbonil, dan senyawa
aromatik (Duan, 2014).
Tabel IV.1 Pita absorpsi UV dari flavonoid
36
Tabel IV.1 ini nantinya yang akan digunakan untuk menganalisa
gugus kromofor yang terdapat dalam ekstrak daun jati muda dan
kayu secang menurut pita serapan dari uji spektrofotometri.
Antosianin maupun brazilin keduanya termasuk ke dalam senyawa
flavonoid.
3,5
2,984
3
2,5
Absorbansi
1,5
1 0,645
0,5
0
250 300 350 400 450 500 550 600 650
panjang gelombang (nm)
Gambar IV.5 Spektrum serapan UV-Visible pada sampel ektrak
jati pH 3 dengan pelarut etanol dengan waktu ekstraksi 20 menit
Analisa kualitatif dilakukan dengan membandingkan
intensitas puncak yang diperoleh dari sampel dengan intensitas
sampel yang telah diteliti sebelumnya dan mengandung senyawa
antosianin serta brazilin. Gugus kromofor yang terdapat dalam
senyawa dapat dikarakterisasi berdasarkan pada kondisi puncak
serapannya. Pengukuran dengan puncak spektrofotometri UV-
Visible pada pewarna daun jati dengan kondisi ekstraksi pada pH 3
dengan pelarut etanol di dapatkan dua puncak, puncak pita I saat
panjang gelombang 322 nm dan puncak pita II saat panjang
gelombang 259 nm sehingga berdasarkan tabel IV.1 pita I dan pita
II tersebut berada pada rentang gugus flavon sehingga Ekstrak jati
pH 3 dengan pelarut etanol menggandung gugus flavon.
37
2,5 2,26
2
Absorbansi
1,5
1
0,575
0,5
0
250 300 350 400 450 500 550 600 650
panjang gelombang (nm)
Gambar IV.6 Spektrum serapan UV-Visible pada sampel ektrak
secang pH 11 dengan pelarut etanol dengan waktu ekstraksi 20
menit
Pada pewarna kayu secang kondisi ekstraksi pH 11 dengan pelarut
etanol didapatkan dua puncak, puncak pita I saat panjang
gelimbang 300 nm dan puncak pita II saat panjang gelombang 271
nm sehingga berdasarkan tabel IV.1 ekstrak kayu secang tersebut
mengandunggugus bilavonil.
Tabel IV.2 berikut menunjukkan beberapa kromofor
organik dan senyawa aromatik dengan puncak absorpsi (λ max)
dan nilai absorptivitas molar (ε) serta transisi yang mungkin terjadi
(Kristianingrum, 2011).
38
Tabel IV.2 Absorpsi kromofor dan senyawa aromatik
39
Dari tabel IV.2 dapat diketahui bahwa ikatan gugus kromofor yang
terkandung dalam ekstrak daun jati muda pada gelombang 322
adalah gugus fungsi keton C=O. Adanya gugus karbonil (C=O)
sebagai ciri umum senyawa golongan flavonoid (Sukadana, 2010)
dan pada ekstrak kayu secang ikatan yang memungkinkan ada
adalah ikatan gugus kromofor nitrat (NO3-).
40
9. 12,284 1,74 Thiosulfuric acid
10. 13.124 0,92 8-Acetyl-3, 3-epoxymethano-
6, 6, 7-trimethylbicyclo
41
tidaknya gugus kromofor dari hasil analisa spektrofotometri UV-
Visible. Dari hasil analisa yang diperoleh pada GC-MS, beberapa
senyawa di atas struktur unsur senyawanya menunjukkan adanya
gugus kromofor yaitu gugus keton C=O dan gugus karboksilat.
(a) (b)
Gambar IV.9 Perbandingan Pengaruh pelarut terhadap kecerahan
warna hasil ekstraksi kayu secang dengan metode UAE pada pH 7
dan (a) aquades, (b) etanol 60%
42
Dari gambar dapat dilihat bahwa dengan pH yang sama dan waktu
ekstraksi yang sama, hasil ekstrak zat warna kayu secang yang
didapatkan memiliki warna yang berbeda, untuk pelarut etanol
60% warna merah yang didapat lebih pekat dibanding dengan
warna ekstrak menggunakan pelarut aquades.
43
(a) (b)
(a) (b)
Gambar IV.12 Perbandingan pengaruh waktu terhadap kecerahan
warna hasil ekstraksi kayu secang menggunakan metode UAE
pada pelarut etanol dengan waktu ekstraksi (a) 20 menit (b) 30
menit
44
yang menurun disebabkan jumlah komponen senyawa zat warna
yang terekstrak semakin banyak. Hal ini didukung oleh penelitian
Putri dan Nisa (2015), bahwa konsentrasi komponen zat warna
yang tinggi dalam ekstrak menyebabkan stabilitas pewarna
bertambah sehingga warna akan semakin pekat dan gelap.
45
pori kain dapat diisi oleh molekul zat warna. Selanjutnya
dilakukan pembilasan dengan air hingga bersih. Kemudian
dilakukan pencelupan sebanyak satu kali pada zat warna alami dari
daun jati muda dan kayu secang. Setelah itu dikeringkan dan
dilakukan pencucian untuk mengetahui ketahanan warna pada kain
katun.
46
Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa daun jati
muda dan kayu secang dapat mewarnai serat kapas dengan warna
merah muda, ungu kemerahan dan coklat, karena mengandung
antosianin dan brazilin. Selama proses pewarnaan, serat kapas
direndam pada larutan ekstrak daun jati. Saat perendaman dalam
air/larutan pencelupan, serat kapas akan menggelembung/swelling
karena menyusupnya/adanya molekul-molekul air dan zat warna
alam yang masuk ke dalam serat. Pori serat akan terbuka dan
antosianin maupun brazilin selaku pigmen pewarna alam yang
terdapat dalam larutan celup dapat masuk ke dalam serat bersama-
sama larutan pencelupan. Zat warna yang telahmasuk/teradsorbsi
ke permukaan serat akan terabsorbsi dan mengendap di dalam
serat. Pengendapan zat warna ini akan bertambah banyak saat kain
yang telah diwarnai/dicelup dilakukan fiksasi, sehingga garam-
garam logam (tawas dan kapur) yang masuk ke dalam serat dapat
mengendapkan zat warna dalam jumlah yang lebih banyak
dibanding kain hasil pencelupan yang dilakukan tanpa fiksasi
(Rosyida, 2014).
Berdasarkan gambar IV.13 dan IV.14 menunjukkan bahwa
zat warna alami mengalami perubahan warna setelah ditambahkan
fiksator pada kondisi suhu 25°C. Warna kain setelah ditambah
fiksator menjadi lebih pudar karena zat warna yang menempel
pada pori – pori kain begitu sedikit akibat pencelupan ke dalam zat
warna yang dilakukan hanya sekali. Selain itu ion logam pada
fiksatordapat mengikat zat warna alami dengan kuat ketika suhu di
atas 50°C (Yudi Satria dan Dwi S., 2016). Sedangkan pada
penelitian ini kain katun ditambahkan fiksator pada suhu kamar.
Sehingga tidak heran jika warna pada kain semakin pudar setelah
ditambahkan fiksator.
47
Gambar IV.15 Hasil Uji Aplikasi Zat Warna Alami yang
Dihasilkan Kayu Secang pada Kain Katun setelah Pencucian
48
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan perhitungan pada penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa :
1. Hasil ekstraksi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
yakni:
Jenis pelarut, semakin tinggi polaritas indeksnya maka
semakin banyak yield yang dihasilkan dari ekstraksi zat
warna alami.
Waktu, ekstraksi zat warna alami memiliki waktu
optimum untuk menghasilkan yield tertinggi. Waktu
optimum setiap variabel berbeda – beda karena
tergantung dari kondisi operasi ketika proses ekstraksi
berlangsung.
pH, kayu secang menghasilkan yield tertinggi ketika
kondisi pH basa yakni pH 10, sedangkan daun jati
muda menghasilkan yield tertinggi ketika kondisi pH
asam yakni pH 3.
2. Yield tertinggi yang dihasilkan dari ekstraksi kayu secang
adalah 18,50% pada pH 10 dengan waktu ekstraksi 20 menit.
Sedangkan daun jati muda yield tertinggi adalah 42,79%
pada pH 3 dengan waktu ekstraksi 20 menit.
3. Ektraksi daun jati muda dan kayu secang dengan metode
UAE dari segi waktu lebih efektif dan efisien daripada
menggunakan sokletasi karena dapat menghasilkan yield
tertinggi dalam waktu yang relatif cepat yakni 20 menit.
Sedangkan ekstraksi dengan metode sokletasi membutuhkan
waktu ± 5 jam.
4. Dalam penelitian ini ekstrak daun jati muda dan kayu secang
tidak mengandung antosianin maupun brazilin karena
terdegradasi pada suhu yang tinggi saat proses penguapan
dengan menggunakan hotplate.
49
5. Ekstrak kayu secang daun daun jati muda belum dapat
diaplikasikan sebagai pewarna tekstil karena mengalami
perubahan warna setelah ditambahkan fiksator maupun
setelah dilakukan pencucian pada kain katun.
V.2 Saran
Metode UAE memiliki potensi besar untuk terus
dikembangkan dalam hal ekstraksi zat warna alami. Perlu
modifikasi alat UAE dengan menambahkan indikator suhu
otomatis dan membuat wadah ekstrak menjadi tidak tembus
cahaya sehingga ekstrak tak mudah terdegradasi akibat suhu
yang terlalu tinggi dan cahaya. Zat pewarna yang terkandung
dalam kayu secang sangat mudah terdegradasi oleh cahaya.
Penguapan zat warna alami sebaiknya menggunakan
rotary evaporator vacuum agar pelarut lebih cepat menguap
dengan suhu dibawah titik didih, zat warna alami tidak rusak dan
hasil recovery pelarut dapat digunakan kembali, sehingga tak
perlu menunggu waktu lama untuk mengetahui jumlah yield
sekaligus menghemat biaya pembelian pelarut.
Dalam melakukan uji aplikasi zat warna alami pada kain
katun sebaiknya kondisi operasi suhu lebih dari 50°C agar
fiksator dapat mengikat zat warna alami dengan kuat.
50
DAFTAR PUSTAKA
Ariviani, S. 2010. Kapasitas Anti Radikal Ekstrak Antosianin
dari Buah Salam (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp)
Segar dengan Variasi Proporsi Pelarut. Caraka Tani 25
(1): 43 – 48.
Agustina. 2012. Pengaruh Temperatur Dan Waktu Pada
Pengolahan Pewarna Sintetis Procion Menggunakan
Reagen Fenton. Palembang: Universitas Sriwijaya.
Anonim, 2012 .Pewarna Alami untuk Pangan. Seafast Center,
IPB. Bogor
Chandrasekhar, J., Madhusudhan, M. C. dan Raghavarao. 2012.
Extraction of Anthocyanins from Red Cabbage and
Purification using Adsorption. Food and Bioproduct
Processing 90:615-623
Contamine, F., Faid, F., Wilhelm, A.M., Berlan, J., Delmas, H.,
1994. Chemical reactions under ultrasound. Chem. Eng.
Sci. 49 (24B), 5865–5873.
Dhaniar dan Delita . 2015. Ekstraksi Zat Warna Alami dari
Limbah Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lam)
dengan Metode Microwave Assisted Extraction untuk
Aplikasi Produk Tekstil.JurusanTeknik Kimia, ITS.
Surabaya
Dini, Dhiya dan Eric Nurandriea F. R. 2017. Eksraksi Zat Warna
Alami dari Kayu Secang (Caesalpinia sappan Linn)
dengan metode Ultrasound Assisted Extraction Method
untuk Aplikasi Produk Pangan. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
xii
Duan, Y. 2014. Ultraviole-Visible Spectrum Characterizations of
Quercetin in Aqueous Ethanol Solution with Different pH
Values. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research 6 (9): 236-240.
Fathinatullabibah. 2014. Stabilitas Antosianin Ekstrak Daun Jati
(Tectona grandis) terhadap Perlakuan pH dan Suhu.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Harborn, J. B. 2006.Metode Fitokimia:penuntuncara modern
menganalisis tumbuhan (Phytochemical methods,
terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro).
Institut Teknologi Bandung . Bandung
Harborne. J. B. dan Grayer, R. J. 1998. The Anthocyanins In:
Harborne, J. B. (ed). The Flavonoids. p. 1-20. Chapman
and Hall.New York.
Hidayat, Nur dan Elfi Anis Saati.2006. Membuat Pewarna Alami.
Trubus Agrisarana. Surabaya
Hidayati, Anna Nur dan Prastantri K.M. 2011. Pengambilan Zat
Warna Alami dari Kayu Secang (Caesalpiniasappan Linn)
untuk Pewarna Makanan. Fakultas Teknik UNS: Surakarta
xiii
Averrhoabilimbi. Journal of Food Science and Engineering.
University Malaysia Pahang. Malaysia
Ninh LethuThao, Dao Thi Kim Thoa. 2015. Effect of Ethanol on
the Anthocyanin Extraction from the Purple Rice of
Vietnam. Journal of Food and Nutrition Science. Vietnam
Peraturan Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Nomor
17/BIM/PER/11/2014 tentang Petunjuk Teknis (Juknis)
Pelaksanaan Pemberlakuan dan Pengawasan Penerapan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Persyaratan Zat Warna
AZO, kadar formaldehida, dan kadar logam Terekstraksi
pada Kain untuk Pakaian Bayi secara Wajib.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas
Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan
Pewarna
Putri A.R.W.dan F.C. Nisa. 2015. Extraction Anthocyanin from
the Sorted Red Rose (Rosa damascene Mill) with
Microwave Assisted Extraction. Jurnal Pangan dan
Agroindustri 3 (2): 701-712.
Robinson. 1995. The Syntheses of Brazilin and Haematoxylin.
United Kingdom : Dyson Perrins Laboratory.
Rosyida, Ainur dan Didik Achandi. 2014. Pemanfaatan Daun
Jati Muda Untuk Pewarnaan Kain Kapas Pada Suhu
Kamar. Sukoharjo: Akademi Teknologi Warga Surakarta.
Saati, Elfi Anis. 2005. Studi Stabilitas Pigmen Antosianin Bunga
Mawar Rontok pada Periode Simpan Tertentu (Kajian
xiv
Keragaman pH Media dan Suhu Pestereusasi). Universitas
Muhammadiyah Malang
Sivakumar. (2011). Effective Natural Dye Extraction from
Different Plant Materials using Ultrasound. India: Central
Leather Research Institute.
Suarsa, I. W., Suarya P., dan Kurniawati I. 2011. Optimasi Jenis
Pelarut dalam Ekstraksi Zat Warna Alam dari Batang
Pisang Kepok (Musa paradiasiaca L. cv kepok) dan
Batang Pisang susu (Musa paradiasiaca L. cv susu).
Jurnal Kimia 5 (1): 72-80.
Sukadana, I.M.2010. Aktivitas Senyawa Flavonoid dari kulit akar
awar-awar. 4 (1):63-67.
Sumarna, Yana.2006.Budidaya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta
Vanini, Lucimara Salvat, Talita Akemi Hirata. 2009. Extraction
and Stability of Anthocyanins from the Benitaka Grape
Cultivar (Vitisvinivera L.). Brazilian Journal of Food
Technology.
Yuliana, Sri Kumalaningsih.2012.Pembuatan Pewarna Bubuk
Alami dari Daun Jati (Tectonagrandis Linn f.) (Kajian
Jenis dan Konsentrasi Filler). Jurusan Teknologi Industri
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas
Brawijaya. Malang
xv
APPENDIKS A
CONTOH PERHITUNGAN
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 96% = 200 mL x 60%
V1 = 125 mL
sehingga Volume Aquades = 200 mL - 125 mL = 75 mL
0,1039 𝑔𝑟
% 𝑦𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑥 100% = 10,2943%
1,0093 𝑔𝑟
A-1
Halaman ini sengaja dikosongkan
A-2
APPENDIKS B
PROSEDUR ANALISA
B-1
Halaman ini sengaja dikosongkan
B-2
APPENDIKS C
TABEL PENGAMATAN
C.1 Pelarut Air
Massa
Massa Massa Beaker
Jenis Waktu
No pH S ampel Beaker Glass +
S ampel (menit)
(gr) Glass (gr) Ekstrak
(gr)
1 5 1,0088 115,9377 116,1127
C-1
21 15 1,0011 159,8387 160,0177
C-2
49 20 1,0004 129,0889 129,2752
Massa
Massa Massa Beaker
Jenis Waktu
No pH S ampel Beaker Glass +
S ampel (menit)
(gr) Glass (gr) Ekstrak
(gr)
1 5 1,0065 129,0909 129,2952
C-3
15 40 1,0063 115,9371 116,1431
C-4
43 50 1,0070 115,9393 116,0778
C-5
Halaman ini sengaja dikosongkan
C-6
APPENDIKS D
TABEL PERHITUNGAN
D.1 Pelarut Air
Jenis Waktu
No pH Yield (%)
S ampel (menit)
1 5 17,35
2 10 18,94
3 15 17,74
4 20 42,79
5 3 30 30,38
6 40 24,83
7 50 18,71
8 60 25,58
9 70 20,05
10 5 5,62
11 10 16,60
12 15 19,18
Daun
13 20 20,22
14 Jati 4 30 13,93
15 M uda 40 12,47
16 50 15,83
17 60 15,50
18 70 12,01
19 5 11,49
20 10 17,74
21 15 17,88
22 7 20 15,17
23 30 13,60
24 40 25,07
25 50 25,39
26 60 14,94
27 70 16,15
28 5 9,01
29 Kayu 10 11,88
30 7 15 9,22
Secang
31 20 10,09
32 30 12,34
D-1
33 40 11,82
34 50 13,53
35 60 12,02
36 70 14,87
37 5 13,44
38 10 13,60
39 15 16,58
40 20 9,63
41 9 30 10,41
42 40 10,02
43 50 11,50
44 60 10,63
45 70 10,34
46 5 12,83
47 10 13,31
48 15 16,61
49 20 18,50
50 10 30 14,90
51 40 13,77
52 50 15,64
53 60 13,73
54 70 15,19
D-2
14 30 20,50
15 40 20,47
16 50 22,27
17 60 24,31
18 70 24,82
19 5 20,72
20 10 20,95
21 15 22,64
22 20 17,60
23 7 30 16,40
24 40 17,39
25 50 18,33
26 60 10,59
27 70 11,49
28 5 9,27
29 10 9,42
30 15 9,68
31 20 10,97
32 7 30 11,29
33 40 10,81
34 50 12,29
35 60 15,41
36 70 14,07
37 5 10,82
38 10 10,49
39 15 9,74
40 20 10,29
Kayu
41 9 30 9,21
Secang
42 40 10,73
43 50 13,75
44 60 12,79
45 70 13,35
46 5 12,85
47 10 12,25
48 15 13,59
49 20 12,19
50 10 30 12,77
51 40 11,42
52 50 11,71
53 60 10,25
54 70 11,12
D-3
Halaman ini sengaja dikosongkan
D-4
APPENDIKS E
HASIL ANALISA GC-MS DAN SPEKTRO UV-VIS
E.1 GC-MS Ekstrak Daun Jati Muda
E-1
E.2 GC-MS Ekstrak Kayu Secang
E-2
2,5
2
absorbansi
1,5
1 0,695
0,5
0
250 300 350 400 450 500 550
panjang gelombang (nm)
0,8
0,6
Absorbansi
0,4
0,2
0
250 300 350 400 450 500 550
panjang gelombang (nm)
E-3
3,5 2,984
3
2,5
2
Absorbansi
1,5
1 0,645
0,5
0
250 300 350 400 450 500 550 600
panjang gelombang (nm)
2,5
2,082
2
Absorbansi
1,5
1 0,661
0,5
0
250 300 350 400 450 500 550
panjang gelombang (nm)
E-4
2,5
2,26
2
Absorbansi
1,5
1
0,575
0,5
0
250 300 350 400 450 500 550 600
panjang gelombang (nm)
E-5
Halaman ini sengaja dikosongkan
E-6
APPENDIKS F
GRAFIK HASIL PENELITIAN
F.1 Kayu Secang
F-1
Gambar F.3 Pengaruh Jenis Pelarut terhadap hasil Ekstraksi
Kayu Secang dengan metode UAE pada pH 10
F-2
Gambar F.5 Pengaruh pH terhadap Hasil Ekstraksi Kayu Secang
dengan metode UAE menggunakan Pelarut Etanol 60%
F-3
Gambar F.7 Pengaruh Jenis Pelarut terhadap hasil Ekstraksi
Daun Jati Muda dengan metode UAE pada pH 4
F-4
Gambar F.9 Pengaruh pH terhadap Hasil Ekstraksi Daun Jati
Muda dengan metode UAE menggunakan Pelarut Aquades
F-5
Halaman ini sengaja dikosongkan
F-6
BIODATA PENULIS
Penulis 1
Email : [email protected]
Telp : 081333210179
Penulis 2
Email : [email protected]
Telp : 085602185458