Akuntansi Istishna
Akuntansi Istishna
Akuntansi Istishna
Bai’al istishna’ atau disebut dengan akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’). Istishna’
paralel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara pemesan (pembeli/ mustashni’) dengan
penjual(pembuat/shani’), kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada mustashni’,
penjual memerlukan pihak lain sebagai shani’.
2. Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad.
Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.
3. Harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis,
kualitas, dan kuantitasnya.
Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan
penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat maka penjual harus
bertanggung jawab atas kelalaiannya.
Entitas dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi istishna’. Jika
entitas bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau
kontraktor) untuk membuat barang pesanan juga dengan cara istishna’ maka hal ini disebut
istishna’ paralel.
Istishna’ paralel dapat dilakukan dengan syarat akad pertama, antara entitas dan pembeli
akhir, tidak bergantung (mu’allaq) dari akad kedua, antara entitas dan pihak lain.
b) Akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad.
1. Istishna’ yang akad jual belinya dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan criteria persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan mustashni dan shani’.
2. Istishna’ pararel adalah suatu bentuk akad istisna’ antara penjual dan pemesan, dimana
untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad istishna’ dengan
pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi asset yang dipesan pemesan.
Ø Syarat akad istishna’pararel, pertama(antara penjual dan pemesan) tidak tergantung pada
istishna’ kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan dan penjual
dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui
adanya keuntungan selama kontruksi.
2. Objek akad berupa barang yang akan diserahkan dan modal istishna’ yang berbentuk
harga.
Berdasarkan Fatwa DSN Nomor 6 tahun 2000 disebutkan bahwa akad istishna’ kedua (antara
bank sebagai pembeli dengan petani sebagai penjual) harus dilakukan terpisah dari akad
pertama. Adapun akad kedua baru dilakukan setelah akad pertama sah. Rukun-rukun yang
terdapat pada akad istishna’ pertama juga berlaku pada akad istishna’ kedua.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 06/DSN-MUI/IV/2000) Tentang Jual Beli Istishna’
Fatwa ini mengatur beberapa ketentuan:
2. Objek akad:
1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau
mamfaat, demikian juga dengan cara pembayarannya.
2) Harga yang telah ditetapkan dalam akad tidak boleh berubah. Akan tetapi apabila
setelah akad ditandatangani pembeli mengubah spesifikasi dalam akad maka penambahan
biaya akibat perubahan ini menjadi tanggung jawab pembeli.
1) Barang pesanan harus jelas spesifikasinya (jenis, ukuran, motu) sehingga tidak ada lagi
jahalah dan perselisian dapat dihindari.
5) Tidak boleh menukar barang kecuali dengan barang sejenis sesuai dengan kesepakatan.
6) Dalam hal terdapat cacat atau barang tidak sesuai dengan kesepakatan, pemesan
memiliki hak khiyar (hak memilih) untuk melanjutkan atau mebatalkan akad.
c. Ketentuan Lain
1) Dalam hal pesanan sudah dikerjakan sesuai dengan kesepakatan, hukumnya mengikat.
2) Semua ketentuan dalam jual beli salam yang tidak disebutkan di atas berlaku pula pada
jual beli istishna’.
3) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di
antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
3. Ijab kabul
Adanya pernyataan dan espresi saling ridha/rela diantara pihak-pihak akad yang dilakukan
secara verbal, tertulis, melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komonikasi
modern.
a. Ketentuan Umum
1) Jika LKS melakukan transaksi istishna’, untuk memenuhi kewajibannya kepada
nasabah ia dapat melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada objek yang sama, dengan
syarat istishna’ pertama tidak tergantung (Mu’allag) pada istishna’ kedua.
2) LKS selaku mustashni’ tidak diperkenankan untuk memungut MDC (Margin During
Construction) dari nasabah (Shani’) karena hai ini tidak sesuai dengan prinsip syariah.
3) Semua rukun dan syarat-syarat yang berlaku dalam akad istishna’ (Fatwa DSN No.
06/DSN-MUI/IV/2000) Berlaku pula dalam istishna’ pararel.
b. Ketentuan Lain
1) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase
Syariah setelah Tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya, dengan ketentuan jika dikemudian hari
ternyata dapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagai mestinya
D. Landasan Hukum
a. Al-Qur’an
“Hai orang-orang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”(QS. Al-Baqoroh:283).
b. Al-Hadist
Amir bin Auf berkata: “Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslim kecuali
perdamaian yang mengharumkan yang halal dan menghalalkan yang haram; dan kaum
muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
dan menghalalkan yang haram.” (HR.Tirmidzi).
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah) dan mencampur gandum denga tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk
dijual.”(HR. Ibnu Majjah).
3. Pembatalan hukum kontrak. Ini jika muncul sebab ia masuk untuk mencegah
dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak dapat
membatalkannya.
F. Perlakuan Akuntansi
a. Akuntansi Penjual
a) Bila suatu akad istishna’ mencakup sejumlah aset, pengakuan dari setiap aset
diperlakukan sebagai suatu akad yang terpisah jika:
2) Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dimana penjual dan pembeli dapat
menerima atau menolak bagian akad yang berhubungan dengan masing-masing aset tersebut;
dan
b) Suatu kelompok akad istishna’, dengan satu atau beberapa pembeli, harus diperlakukan
sebagai satu akad istishna’ jika:
2) Akad tersebut berhubungan erat sekali, sebetulnya akad tersebut merupakan bagian dari
akad tunggal dengan suatu margin keuntungan; dan
c) Jika ada pemesanan aset tambahan dengan akad istishna’ terpisah, tambahan aset
tersebut diperlakukan sebagai akad yang terpisah jika:
1) Aset tambahan berbeda secara signifikan dengan aset dalam akad istishna’ awal dalam
desain, teknologi atau fungsi; atau
2) Harga aset tambahan dinegosiasikan tanpa terkait harga akad istishna’ awal.
1) Bagian nilai akad yang sebanding dengan pekerjaan yang telah diselesaikan dalam
periode tersebut diakui sebagai pendapatan istishna’ pada periode yang bersangkutan;
3) Pada akhir periode harga pokok istishna’ diakui sebesar biaya istishna’ yang telah
dikeluarkan sampai dengan periode tersebut.
c) Jika estimasi persentase penyelesaian akad dan biaya untuk penyelesaiannya tidak dapat
ditentukan secara rasional pada akhir periode laporan keuangan, maka digunakan metode
akad selesai dengan ketentuan sebagai berikut:
tidak ada pendapatan istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
1) Tidak ada harga pokok istishna’ yang diakui sampai dengan pekerjaan tersebut selesai;
2) Tidak ada bagian keuntungan yang diakui dalam istishna’ dalam penyelesaian sampai
dengan pekerjaan tersebut selesai; dan
2) Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran.
b) Jika menggunakan metode akad selesai dan proses pelunasan dilakukan dalam periode
lebih dari satu tahun dari penyerahan barang pesanan maka pengakuan pendapatan dibagi
menjadi dua bagian, yaitu:
2) Selisih antara nilai akad dan nilai tunai pada saat penyerahan diakui selama periode
pelunasan secara proporsional sesuai dengan jumlah pembayaran tagihan setiap termin
kepada pembeli diakui sebagai piutang istishna’ dan termin istishna’ (istishna’ billing) pada
pos lawannya.
c) Tagihan setiap termin kepada pembeli diakui sebagai piutang Istishna’ dan
termin Istishna’ (istishna’/billing) pada pos lawannya.
1) biaya langsung yaitu bahan baku dan tenaga kerja langsung untuk membuat barang
pesanan; dan
2) biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan pra-akad.
Biaya praakad diakui sebagai beban tangguhan dan diperhitungkan sebagai biaya istishna’
jika akad disepakati. Namun jika akad tidak disepakati, maka biaya tersebut dibebankan pada
periode berjalan.
b) Biaya perolehan istishna’ yang terjadi selama periode laporan keuangan, diakui sebagai
aset istishna’ dalam penyelesaian pada saat terjadinya.
Beban umum dan administrasi, beban penjualan, serta biaya riset dan pengembangan tidak
termasuk dalam biaya istishna’.
1) Biaya perolehan barang pesanan sebesar tagihan produsen atau kontraktor kepada
entitas;
2) Biaya tidak langsung adalah biaya overhead, termasuk biaya akad dan praakad; dan
3) Semua biaya akibat produsen atau kontraktor tidak dapat memenuhi kewajibannya, jika
ada.
b) Biaya perolehan istishna’ paralel diakui sebagai aset istishna’ dalam penyelesaian pada
saat diterimanya tagihan dari produsen atau kontraktor sebesar jumlah tagihan.
6. Penyelesaian Awal
Jika pembeli melakukan pembayaran sebelum tanggal jatuh tempo dan penjual memberikan
potongan, maka potongan tersebut sebagai pengurang pendapatan istishna’.
a) Potongan secara langsung dan dikurangkan dari piutang istishna’ pada saat
pembayaran; atau
Pengaturan pengakuan dan pengukuran atas pendapatan dan biaya istishna’ akibat perubahan
pesanan dan tagihan tambahan adalah sebagai berikut:
a) Nilai dan biaya akibat perubahan pesanan yang disepakati oleh penjual dan pembeli
ditambahkan kepada pendapatan istishna’ dan biaya istishna’;
b) Jika kondisi pengenaan setiap tagihan tambahan yang dipersyaratkan dipenuhi, maka
jumlah biaya setiap tagihan tambahan yang diakibatkan oleh setiap tagihan akan menambah
biaya istishna’; sehingga pendapatan istishna’ akan berkurang sebesar jumlah penambahan
biaya akibat klaim tambahan
c) Perlakuan akuntansi (a) dan (b) juga berlaku pada istishna’ paralel, akan tetapi biaya
perubahan pesanan dan tagihan tambahan ditentukan oleh produsen atau kontraktor dan
disetujui penjual berdasarkan akad istishna’ paralel.
Jika besar kemungkinan terjadi bahwa total biaya perolehan istishna’ akan melebihi
pendapatan istishna’, taksiran kerugian harus segera diakui.
c) Jumlah laba yang diharapkan dari akad lain yang tidak diperlakukan sebagai suatu akad
tunggal sesuai paragraf .
b. AKUNTANSI PEMBELI
a) Pembeli mengakui aset istishna’ dalam penyelesaian sebesar jumlah termin yang ditagih
oleh penjual dan sekaligus mengakui hutang istishna’ kepada penjual.
b) Aset istishna’ yang diperoleh melalui transaksi istishna’ dengan pembayaran tangguh
lebih dari satu tahun diakui sebesar biaya perolehan tunai. Selisih antara harga beli yang
disepakati dalam akad istishna’ tangguh dan biaya perolehan tunai diakui sebagai beban
istishna’ tangguhan.
d) Jika barang pesanan terlambat diserahkan karena kelalaian atau kesalahan penjual dan
mengakibatkan kerugian pembeli, maka kerugian itu dikurangkan dari garansi penyelesaian
proyek yang telah diserahkan penjual. Jika kerugian tersebut melebihi garansi penyelesaian
proyek, maka selisihnya akan diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada penjual dan jika
diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
e) Jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak sesuai dengan spesifikasi
dan tidak memperoleh kembali seluruh jumlah uang yang telah dibayarkan kepada penjual,
maka jumlah yang belum diperoleh kembali diakui sebagai piutang jatuh tempo kepada
penjual dan jika diperlukan dibentuk penyisihan kerugian piutang.
f) Jika pembeli menerima barang pesanan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, maka
barang pesanan tersebut diukur dengan nilai yang lebih rendah antara nilai wajar dan biaya
perolehan. Selisih yang terjadi diakui sebagai kerugian pada periode berjalan.
g) Dalam istishna’ paralel, jika pembeli menolak menerima barang pesanan karena tidak
sesuai dengan spesifikasi yang disepakati, maka barang pesanan diukur dengan nilai yang
lebih rendah antara nilai wajar dan harga pokok istishna’. Selisih yang terjadi diakui sebagai
kerugian pada periode berjalan.
1. PENYAJIAN
a) Piutang istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah yang belum
dilunasi oleh pembeli akhir.
b) Termin istishna’ yang berasal dari transaksi istishna’ sebesar jumlah tagihan termin
penjual kepada pembeli akhir.
a) Hutang ishtisna’ sebesar tagihan dari produsen atau kontraktor yang belum dilunasi.
1) Persentase penyelesaian dari nilai kontrak penjualan kepada pembeli akhir, jika
istishna’ paralel; atau
2. PENGUNGKAPAN
Entitas mengungkapkan transaksi istishna’ dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas,
pada:
b) Metode yang digunakan dalam penentuan persentase penyelesaian kontrak yang sedang
berjalan;
c) Rincian piutang istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis mata uang, dan
kualitas piutang;
d) rincian hutang istishna’ berdasarkan jumlah, jangka waktu dan jenis mata uang; dan
Untuk memastikan kesesuaian syariah terhadap praktik jual beli Istishna dan istishna parallel,
DPS biasanya melakukan pengawasan syariah secara periodik. Berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh bank Indonesia, pengawasan tersebut dilakukan untuk:
1) Memastikan barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariat Islam;
2) Meneliti apakah bank membiayai pembuatan barang yang diperlukan nasabah sesuai
pesanan dan kriteria yang disepakati
3) Memastikan bahwa akad Istishna dan Istishna parallel dibuat dalam akad yang terpisah
4) Memastikan bahwa akad Istishna’ yang sudah dikerjakan sesuai kesepakatan hukumnya
mengikat, artinya tidak dapat dibatalkan kecuali memenuhi kondisi, antara lain:
b) Akad Istishna’ batal demi hukum karena kondisi hukum yang dapat menghalangi
pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Adanya pengawasan syariah yang dilakukan oleh DPS menurut bank syariah untuk hati-hati
dalam melakukan transaksi jual beli Istishna’ dan Istishna’ parallel dengan para nasabah.
Disamping itu, bank juga dituntut untuk melaksanakan tertib administrasi agar berbagai
dokumen yang diperlukan DPS dapat tersedia setiap saat dilakukan pengawasan.
Kesimpulan
Akad istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu
dengan kriteria dan persyaratan tertentu. Istishna dapat dilakukan langsung antara dua belah
pihak antara pemesan atau penjual seperti, atau melalui perantara. Jika dilakukan melalui
perantara maka akad disebut dengan akad istishnaparalel. Walaupun istishna adalah akad jual
beli, tetapi memiliki perbedaan dengansalam maupun dengan murabahah. Istishna lebih ke
kontrak pengadaan barang yang ditangguhkan dan dapat di bayarkan secara tangguh
pula. Istishna menurut para fuqaha adalah pengembangan dari salam, dan di izinkan
secara syari’ah. Untuk pengakuan pendapatan istishna dapat dilakukan melalui akad langsung
dan metode persentase penyelesaian. Di mana metode persentase penyelesaian yang
digunakan miris dengan akuntansi konvensional, kecuali perbedaan laba yang di pisah antara
margin laba dan selisih nilai akad dengan nilai wajar.
Tujuan mempelajari akutansi istishna itu sendiri adalah untuk memhami apa itu yang
dimaksud denga akutansi istishna, selain itu juga untuk mempelajari jenis-jenis dariistishna,
serta menganalisis ruang lingkup dari istishna itu sendiri. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
akad istishna adalah akad jual beli dimana seorang pembeli memesan suatu barang kepada
prosuden yang juga bertindak sebagai penjual, dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
di sepakati, dan harga barang tidak dapat berubah selama jangka waktu akad dengan cara
pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau dapat ditangguhkan dalam
jangka waktu tertentu.