Asuhan Keperawatan Jiwa Gangguan Proses Pikir

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 64

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA GANGGUAN PROSES PIKIR : WAHAM

A. Konsep Dasar Waham


1. Pengertian
Waham adalah suatu keadaan di mana seseorang individu mengalami sesuatu
kekacauan dalam pengoperasian dan aktivitas – aktivitas kognitif (Townsend, 2010)
Waham adalah keyakinan yang salah secara kokoh dipertahankan walaupun
walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan realita normal
(Stuart dan Sundeen, 2012).
Waham adalah suatu keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian realitas yang
salah , keyakinan yang tidak konsisten dengan tingkat intelektual dan latar belakang
budaya , ketidakmampuan merespon stimulus internal dan eksternal melalui proses
interaksi / informasi secara akurat (Yosep , 2009).
2. Rentang Respon Neurobiologi
3. Etiologi
Respon Adaptif Respon Maladaptif

- Pikiran logis - distorsi pikiran - gangguan proses piker

- Persepsi akurat - ilusi - waham

- Emosi konsisten - reaksi emosi berlebihan - perilaku disorganisasi

dengan pengalaman atau kurang

- Perilaku sesuai - perilaku aneh atau tidak biasa - isolasi sosial

- Berhubungan sosial - perilaku sesuai - sulit bersepon emosi

- menarik diri

Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu biasanya
peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan ini
sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman , merasa benci ,
kaku , cinta pada diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras kepala. Dengan
seringnya memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta
mendambakan sesuatu secara berlebihan , maka keadaan ini dapat berkembang
menjadi waham. Secara berlahan – lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri
dari khayalannya dan kemudian meninggalkan dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala , adanya rasa tidak aman ,
membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini dapat
berkembang menjadi waham besar.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri dan
keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham. Selian itu
kecemasan , kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai
perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga
segala sesuatu sukar lagi dibedakan , mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan
dari lingkungan (Keliat, 1998)
Ada dua factor yang menyebabkan terjadinya waham (Keliat, 1998)yaitu :
a. Factor predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural , psikologis , genetik , biokimia. Jika tugas
perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu maka individu
mengalami stress dan kecemasan.
b. Factor presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu klien
mengalami hubungan yang bermusuhan , terlalu lama diajak bicara , objek yang ada
dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat meningkatkan stress
dan kecemasan.
4. Tanda dan Gejala
Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi perilaku
berikut ini :
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus , diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya punya tambang
emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan /
mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup saya karena
merasa iri dengan kesuksesan saya.”
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan , diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian putih setiap
hari.”
d. Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal , diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Berikut ini beberapa contoh pertanyaan yang dapat perawat gunakan sebagai
panduan untuk mengkaji pasien waham.
a. Apakah pasien memiliki pikiran / isi pikiran yang berulang – ulang
diungkapkan dan menetap ?
b. Apakah pasien takut terhadap objek atau situasi tertentu , atau apakah
pasien cemas berlebihan tentang tubuh atau kesehatannya ?
c. Apakah pasien pernah merasakan bahwa benda – benda disekitarnya
aneh atau tidak nyata ?
d. Apakah pasien pernah merasakan bahwa ia berada di luar tubuhnya ?
e. Apakah pasien pernah merasa di awasi atau di bicarakan oleh orang lain?
f. Apakah pasien berfikir bahwa pikiran atau tindakannya dikontrol oleh
orang lain atau kekuatan dari luar ?
g. Apakah pasien menyatakan bahwa ia memiliki kekuatan fisik atau
kekuatan lainnya atau yakin bahwa orang lain dapat membaca
fikirannya?
Isi pengkajian gangguan orientasi realita yang terfokus pada klien waham yaitu :
Alasan masuk / di rawat
Umumnya klien dengan gangguan orientasi realita bahwa ke rumah sakit karena
mnegungkapkan kata – kata ancaman , mengatakan benci dan kesal pada seseorang.
Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal ,
marah atau merusak barang – barang dan tidak mampu mengendalikan diri.
Klien juga mengungkapkan sesuatu yang tidak realistic ,flight of ideas , kehilangan
asosiasi , pengulangan kata – kata yang di dengar. Serta klien mengungkapkan
sesuatu yang diyakininya (tentang agama , kebesaran , kecurigaan , keadaan dirinya)
berulang kali secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan. Biasanya klien tampak
tidak mempunyai orang lain , curiga , bermusuhan , merusak (diri , orang lain ,
lingkungan) , takut , kadang panic , sangat waspada , tidak dapat menilai lingkungan
/ realitas , ekspresi wajah klien tegang , mudah tersinggung.
Format / data focus pengkajian pada klien dengan waham (Keliat dan Akemat,
2

Berikan tanda V pada kolom yang sesuai data klien

Proses pikir

[ ] sirkumtansial [ ] tangensial

[ ] flight of idea [ ] bloking

[ ] kehilangan asosiasi [ ] pengulangan bicara

Isi pikir

[ ] obsesi [ ] fobia

[ ] depersonalisasi [ ] ide terkait

[ ] hipokondria [ ] pikiran magis

Proses pikir

[ ] agama [ ] somatic [ ] kebesaran [ ] curiga

[ ] nihilistic [ ] sisip pikir [ ] siap pikir [ ] control pikir

Masalah keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Ganggguan proses pikir : waham
c. Harga diri remdah kronik
Pohon masalah

2. Diagnosa Keperawatan
Kerusakan komuikasi verbal

effect

Perubahan proses pikir : waham

Core problem

Harga diri rendah kronik

causa

Diagnose keperawatan klien dengan waham berdasarkan pohon masalah :


a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Gangguan proses pikir : waham
c. Harga diri rendah kronik

3. Rencana Keperawatan Klien Gangguang Proses Pikir : Waham


No
Tg Diagnosa
Diagnos Rencana Tindakan Keperawatan
l Keperawatan
a
Tujuan
(Umum dan Tindakan Keperawatan
Khusus)
1 2 3 4 5
Gangguan 1. Klien 1.1 Bina hubungan saling percaya dengan
proses pikir : dapat klien: beri salam terapeutik (panggil
waham membina nama klien), sebutkan nama perawat,
hubungan jelaskan tujuan interaksi, ciptakan
saling lingkungan yang tenang, buat kontrak
percaya yang jelas (topik yang dibicarakan,
waktu dan tempat).

1.2 Jangan membantah dan mendukung


waham klien :
- Katakan perawat menerima
keyakinan klien “saya menerima
keyakinan anda” disertai ekspresi
menerima
- Katakan perawat tidak mendukung
“sukar bagi saya untuk
mempercayainya” disertai ekspresi
ragu tapi empati
- Tidak membicarakan isi waham klien

1.3 Yakinkan klien berada dalam keadaan


aman dan terkindung :
- Anda berada di tempat aman, kami
akan menemani anda.
- Gunakan keterbukaan dan kejujuran.
- Jangan tinggalkan klien sendirian
1.4 Observasi apakan waham klien
mengganggu aktifitas sehari-hari dan
2. Klien
perawatan diri
dapat
menidenti 2.1 Beri pujian pada penampilan dan
fikasikan kemampuan klien yang realistis
kemempu 2.2 Diskusikan dengan klien tentang
an yang kemampuan yang dimiliki pada waktu
dimiliki lalu dan saat ini yang realistis (hati-hati
terlibat diskusi tentang waham).
2.3 Tanyakan apa yang bisa klien lakukan
(kaitkan dengan aktifitas sehari-hari dan
perawatan diri) kemudian anjurkan
untuk melakukannya saat ini.
2.4 Jika klien selalu bicara tentang
wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perawat perlu
memperhatikan bahwa klien penting.

3. Klien
dapat 3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari
mengiden 3.2 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak
tifikasi terpenuhi baik selama dirumah atauppun
kebutuhan dirumah sakit (rasa takut, ansietas,
yang tidak marah).
terpenuhi 3.3 Hubungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dengan waham
3.4 Tingkatkan aktifitas yang dapat
terpenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenga (aktifitas
dapat dipilih bersama klien, jika
mungkin buat jadwal).
3.5 Atur situasi agar klien mempunyai
waktu untuk menggunakan wahmnya.
4. Klien
4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks
dapat
realitas (realitas diri, realitas orang lain,
berhubun
realitas tempat dan realitas waktu).
gan 4.2 Sertakan klien dalam terapi aktifitas
dengan kelompok: orientasi realitas
realistis 4.3 Berikan pujian pada setiap kegiatan
positif yang dilakukan klien

5. Klien 5.1 Diskusikan dengan keluarga dengan :


mendapat - Gejala waham
dukungan - Cara merawatnya
- Lingkungan keluarga
keluarga
- Folow-up obat
5.2 Anjurkan keluarga melaksanakan 5.1.
Dengan bantuan perawat

6.1 Diskusikan dengan klien dan keluarga


6. Klien tentang obat, dosis, frekuensi, dan efek
dapat samping akibat penghentian.
mengguna 6.2 Diskusikan perasaan klien setelah makan
kan obat obat
dengan 6.3 Berikan obat dengan prinsip 5 (lima)
benar benar.

Contoh Rencana Keperawatan Gangguan Proses Pikir : Waham dalam Bentuk


Strategi Pelaksanaan
N Klien Keluarga
O SP1P SP1K
1. Membantu orientasi realita. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluar
dalam merawat pasien.
2. Mendiskusikan kebutuhan yang tidak Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan
terpenuhi. jenis waham yang dialami pasien serta proses
terjadinya.
3. Membantu pasien memenuhi Menjelaskan cara merawat pasien waham
kebutuhannya
4. Menganjurkan pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP2P SP2K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
pasien. pasien dengan waham
2. Berdiskusi tentang kemampuan yang Melatih keluarga mempraktikkan cara merawat
dimiliki langsung kepada pasien waham
3. Melatih kemampuan yang dimiliki
SP3P SP3K
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas
pasien di rumah termasuk minum obat
2. Memberikan pendidikan kesehatan Menjelaskan follow up pasien setelah pulang
tentang penggunakan obat secara teratur
Menganjurkan pasien memasukkan
3. dalam jadwal kegiatan harian

4. Implementasi dan Evaluasi


Contoh implementasi dan evaluasi gangguan proses pikir waham
Rencana Tindakan
No. Diagnosa
Tgl Keperawat Keperawata Evaluasi
Diagnosa Keperawatan
an n
1 2 3 4 5 6
1 Gangguan SP1P Melakukan S:
proses pikir : Gangguan SP1P “saya hanya mau
waham proses gangguan berbincang10 menit saja”
pikir : proses “mereka tidak percaya
waham pikir : kalau saya ini presiden”
waham “presiden kan enak bisa
- Memban ngatur dan perintah, saya
tu gak senang kalau diatur”
orientasi “bapak saya yang suka
realita ngatur”
- Mendisk “saya ingin ikut teman-
usikan teman pergi ke ruang
kebutuha rehabilitasi terus bisa main
n yang tenis meja”
tidak “saya mau latihan setiap
terpenuh pagi pukul 09:00”
i O:
- Memban - Pembicaraan cepat
tu klien - Afek labil
memenu - Klien memasukkan
hi latihan tenis meja
kebutuha kedalam jadwal harian
nnya setiap hari pukul
- Menganj 09:00”
urkan A:
klien SP1P tercapai
memasu P:
kkan Perawat : lanjutkan SP2P
dalam pukul 09:30 diteras depan
jadwal ruang rehabilitasi
kegiatan Klien: motivasi klien
harian untuk latihan olahraga
klien tenis meja pada pukul
09:00 sesuai jadwal harian.
09:30 1 Gangguan SP2P Melakukan S:
proses pikir : Gangguan SP2P “sekarang kita berbincang
waham proses gangguan 15 menit yah”
pikir : proses pikir: “saya tadi main tenis meja
waham waham loh, dan menang”
- Mengeval “saya juga bisa main gitar
uasi lho, waktu SMA saya
jadwal punya band sama teman-
kegiatan teman”
klien “mari saya tunjukkan
- Berdiskus kehebatan saya main gitar”
i tentang “karena jadwal main
kemampu musik disini setipa hari
an yang selasa dan kamis pukul
dimiliki 09.00 saya akan latihan
sesuai jadwal”
O:
- Klien kooperatif
- Kontak mata baik
- Klien membuat jadwal
latihan main gitar
sesuai jadwal di rumah
sakit
A:
SP2P tercapai
P:
Perawat: lanjutkan SP3P
pukul 11:00 di ruang
perawatan klien
Klien : motivasi klien
latihan memainkan gitar
setiap hari Selasa dan
Kamis pukul 09.00
11:00 Gangguan SP3P Melakukan S:
proses pikir : Gangguan SP3P “kita berbincang 10 menit
waham proses gangguan ya”
pikir : proses “saya dapat obat 3 macam
waham pikir : dari dokter”
waham “oh, berarti yang warnanya
- Mengev orange itu CPZ gunanya
aluasi untuk menenangkan”
jadwal “terus yang warna putih itu
kegiatan supaya saya rileks dan
harian tidak tegang ya disebut
klien THP”
- Memberi “yang warna merah jambu
kan itu disebut HPL supaya
pendidik saya tenang juga kan?”
an “semua obatnya harus saya
kesehata minum sehari 3kali kan?”
n “saya akan minum obat
tentang sesuai jadwal dan teratur,
penggun baik di rumah sakit
aan obat sekarang atau sudah
secara pulang ke rumah nanti”
teratur “saya akan minum obat
- Menganj setiap hari pukul 7pagi,
urkan 1siang, dan 7malam”
klien O:
memasu - Kontak mata baik
kkan - Klien kooperatif
dalam - Klien memasukkan
jadwal kedalam jadwal harian
kegiatan minum obat setiap
harian pukul 7pagi, 1siang dan
7malam
A:
SP3P tercapai
P:
Perawat : lanjutkan SP
budaya gangguan proses
pikir : waham
Klien : motivasi klien
untuk minum obat sesuai
dengan jadwal
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA GANGGUAN ISOLASI SOSIAL :
MENARIK DIRI

A. Konsep Isolasi Sosial


1. Pengertian
Isolasi adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi
tidak mampu untuk membuat kontak ( Carpenito, 1998 ).
Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami oleh seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam (Towsend,1998).
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang
lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai
kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia
mempunyai kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (DepKes, 1998).
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain,
menghindari hubungan dengan orang lain. Selain itu menarik diri merupakan suatu
tindakan melepaskan diri baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan
sosial secara langsung (isolasi diri) (Stuart dan Sundeen, 1995).
Menarik Diri adalah suatu tindakan melepaskan diri dari alam sekitarnya, individu
tidak ada minat dan perhatian terhadap lingkungan sosial secara
langsung. (Petunjuk teknis Askep pasien gangguan skizofrenia hal 53).
Perilaku menarik diri adalah suatu usaha menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak menyadari
kesempatan untuk berhubungan secara spontan dengan orang lain yang
dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak
sanggup membagi pengalaman dengan orang lain (Budi Anna Keliat, 1999).
Rentang Respons Sosial
Gangguan hubungan sosial terdiri atas :
1. Isolasi Sosial adalah kondisi kesepian yang diekspresikan oleh individu
dan dirasakan sebagai hal yang ditimbulkan oleh orang lain dan sebagai
suatu keadaan negatif yang mengancam. Dengan karakteristik : tinggal
sendiri dalam ruangan, ketidakmampuan untuk berkomunikasi, menarik
diri, kurangnya kontak mata. Ketidaksesuaian atau ketidakmatangan
minat dan aktivitas dengan perkembangan atau terhadap usia.
Preokupasi dengan pikirannya sendiri, pengulangan, tindakan yang tidak
bermakna. Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian yang
ditimbulkan oleh orang lain. Mengalami perasaan yang berbeda dengan
orang lain, merasa tidak aman ditengah orang banyak. (Mary C.
Townsend, Diagnose Kep. Psikiatri, 1998; hal 252).
2. Kerusakan Interaksi sosial adalah suatu keadaan dimana seorang
individu berpartisipasi dalam suatu kualitas yang tidak cukup atau
berlebihan atau kualitas interaksi sosial yang tidak efektif, Dengan
Karakteristik : Menyatakan secara verbal atau menampakkan
ketidaknyamanan dalam situasi-situasi sosial. Menyatakan secara verbal
atau menampakkan ketidakmampuan untuk menerima atau
mengkomunikasikan kepuasan rasa memiliki, perhatian, minat, atau
membagi cerita. Tampak menggunakan perilaku interaksi sosial yang
tidak berhasil. Disfungsi interaksi dengan rekan sebaya, keluarga atau
orang lain. Penggunaan proyeksi yang berlebihan tidak menerima
tanggung jawab atas perilakunya sendiri. Manipulasi verbal.
Ketidakmampuan menunda kepuasan. (Mary C. Townsend, Diagnosa
Keperawatan Psikiatri, 1998; hal 226).

3. Rentang Respon Sosial


1. Waktu membinasuatu hubungan sosial, setiap individu berada dalam
rentang respons yang adaptif sampai dengan maladaptif. Respon
adaptif merupakan respons yang dapat diterima oleh norma – norma sosial
dan budaya setempat yang secara umum berlaku, sedangkan respons
maladaptif merupakan respons yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima oleh norma – norma
sosial dan budaya setempat. Respons sosial maladaptif yang sering terjadi
dalam kehidupan sehari – hari adalah menarik diri, tergantung (dependen),
manipulasi, curiga, gangguan komunikasi, dan kesepian.
2. Menurut Stuart dan Sundeen, 1999, respon setiap individu berada dalam
rentang adaptif sampai dengan maladaptive yang dapat dilihat pada bagan
berikut :
1) Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma –
norma sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di
masyarakat. Respon adaptif terdiri dari :
a. Menyendiri(Solitude): Merupakan respons yang dibutuhkan
seseorang untuk merenungkan sapa yang telah dilakukan di
lingkungan sosialnya dan suatu cara mengevaluasi diri untuk
menentukan langkah selanjutnya. Solitude umumnya dilakukan
setelah melakukan kegiatan.

b. Otonomi: Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan


menyampaikan ide-ide pikiran, perasaan dalam hubungan sosial.

c. Bekerja sama (mutualisme): adalah suatu kondisi dalam hubungan


interpersonal dimana individu tersebut mampu untuk saling
memberi dan menerima.
d. Saling tergantung (interdependen): Merupakan kondisi saling
tergantung antara individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
2) Respon maladaptive adalah respon yang menimbulkan gangguan
dengan berbagai tingkat keparahan (Stuart dan Sundeen, 1998). Respon
maladaptif terdiri dari :
1. Menarik diri: merupakan suatu keadaan dimana seseorang
menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain.

2. Manipulasi: Merupakan gangguan hubungan sosial yang terdapat


pada individu yang menganggap orang lain sebagai objek. Individu
tersebut tidak dapat membina hubungan sosial secara mendalam.

3. Impulsif: Individu impulsif tidak mampu merencanakan sesuatu,


tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan.

4. Narkisisme: Pada individu narkisisme terdapat harga diri yang


rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan penghargaan
dan pujian, sikap egosenetris, pencemburuan, marah jika orang lain
tidak mendukung.

5. Tergantung (dependen): terjadi bila seseorang gagal


mengembangkan rasa percaya diri atau kemampuannya untuk
berfungsi secara sukses.

6. Curiga: Terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya


dengan orang lain. Kecurigaan dan ketidakpercayaan diperlihatkan
dengan tanda-tanda cemburu, iri hati, dan berhati-hati. Perasaan
individu ditandai dengan humor yang kurang, dan individu merasa
bangga dengan sikapnya yang dingin dan tanpa emosi.
4. Penyebab Dari Menarik Diri
Salah satu penyebab dari menarik diri adalah harga diri rendah. Harga diri adalah
penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa jauh
perilaku sesuai dengan ideal diri. Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan
sebagai perasaan negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan, hilang kepercayaan
diri, merasa gagal mencapai keinginan yang diekspresikan secara langsung maupun
tak langsung.
5. Tanda Dan Gejala Menarik Diri (Budi Anna Keliat, 1998)
1. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul
2. Menghindar dari orang lain (menyendiri)
3. Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan
klien lain/perawat
4. Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk
5. Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas
6. Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap
7. Tidak melakukan kegiatan sehari-hari.
8. Pohon Masalah ( Budi Anna Keliat, 1999)
Resiko Perubahan Sensori-persepsi : Halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri Core Problem
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
9. Analisa Data
Data Subjektif :
Sukar didapati jika klien menolak berkomunikasi. Beberapa data subjektif adalah
menjawab pertanyaan dengan singkat, seperti kata-kata “tidak “, “iya”, “tidak tahu”.
Data Objektif :
1. Observasi yang dilakukan pada klien akan ditemukan :
2. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
3. Menghindari orang lain (menyendiri), klien nampak memisahkan diri dari
orang lain, misalnya pada saat makan.
4. Komunikasi kurang / tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap
dengan klien lain / perawat.
5. Tidak ada kontak mata, klien lebih sering menunduk.
6. Berdiam diri di kamar / tempat terpisah. Klien kurang mobilitasnya.
7. Menolak berhubungan dengan orang lain. Klien memutuskan percakapan
atau pergi jika diajak bercakap-cakap.

10. Karakteristik Perilaku


1. Gangguan pola makan : tidak nafsu makan atau makan berlebihan.
2. Berat badan menurun atau meningkat secara drastis.
3. Kemunduran secara fisik.
4. Tidur berlebihan.
5. Tinggal di tempat tidur dalam waktu yang lama.
6. Banyak tidur siang.
7. Kurang bergairah.
8. Tidak memperdulikan lingkungan.
9. Kegiatan menurun.
10. Immobilisasai.
11. Mondar-mandir (sikap mematung, melakukan gerakan berulang).
12. Keinginan seksual menurun.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Klien Dengan


Isolasi Sosial
A. PENGKAJIAN
Adapun ruang lingkup pengkajian klien dengan masalah utama Kerusakan Interaksi
Sosial pada kasus Menarik Diri meliputi pegumpulan data, perumusan masalah
keperawatan, pohon masalah dan analisa data.
1. Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat pula berupa faktor
predisposisi, penilaian terhadap stresor, sumber koping dan kemampuan koping
yang dimiliki klien (Stuart and Sundeen, 1995).Adapun data yang dapat
dikumpulkan pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
adalah sebagai berikut.
1) Identitas klien
Pada umumnya idetitas klien yang dikaji pada klien dengan masalah utama
Kerusakan Interaksi Sosial Menarik Diri adalah : biodata yang meliputi nama, umur,
terjadi pada umur atara 15 – 40 tahun, bisa terjadi pada semua jenis kelamin, status
perkawinan, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan
alamat klien. dan agama pendidikan serta pekerjaan dapat menjadi faktor untuk
terjadinya penyakit Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri.
2) Alasan masuk rumah sakit
Keluhan biasanya adalah kontak mata kurang, duduk sendiri lalu menunduk,
menjawab pertanyaan dengan singkat, menyediri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan
orang lain, tidak melakukan kegiatan sehari – hari, dependen.
a. Faktor predisposisi
Pernah atau tidaknya mengalami gangguan jiwa, usaha pengobatan bagi klien yang
telah mengalami gangguan jiwa trauma psikis seperti penganiayaan, penolakan,
kekerasan dalam keluarga dan keturunan yang mengalami gangguan jiwa serta
pengalaman yang tidak menyenangkan bagi klien sebelum mengalami gangguan
jiwa. Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan / frustrasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya; perubahan
struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba-tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan,
dicerai suami , putus sekolah, PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi
( korban perkosaan, di tuduh KKN, dipenjara tiba – tiba) perlakuan orang lain yang
tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap diri sendiri yang berlangsung
lama.

b. Aspek fisik / biologis


Hasil pengukuran tada vital (TD: cenderung meningkat, Nadi: cenderung meningkat,
suhu: meningkat, Pernapasan : bertambah, TB, BB: menurun).
c. Keluhan fisik
Biasanya mengalami gangguan pola makan dan tidur sehingga bisa terjadi
penurunan berat badan. Klien biasanya tidak menghiraukan kebersihan dirinya.
d. Aspeks psikososial
e. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
f. Konsep diri
Pada umumnya klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri
mengalami gangguan konsep diri seperti :
a) Citra tubuh : Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang
berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang telah terjadi
atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan tubuh,
persepsi negatip tentang tubuh.
b) Identitas diri: Ketidakpastian memandang diri, sukar menetapkan
keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Peran: Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua, putus sekolah, PHK.
d) Ideal diri: Mengungkapkan keputusasaan karena penyakitnya;
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri: Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah
terhadap diri sendiri, gangguan hubungan sosial, merendahkan
martabat, mencederai diri, dan kurang percaya diri. Klien
mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubungan
social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok
yang diikuti dalam masyarakat. Keyakinan klien terhadap Tuhan
dan kegiatan untuk ibadah ( spritual).
f) Hubungan sosial : Hubungan sosial merupakan kebutuhan bagi
setiap manusia, karena manusia tidak mampu hidup secara
normal tanpa bantuan orang lain. Pada umumnya klien dengan
Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri mengalami
gangguan seperti tidak merasa memiliki teman dekat, tidak
pernah melakukan kegiatan kelompok atau masyarakat dan
mengalami hambatan dalam pergaulan.
g) Status mental
h) Penampilan: Pada klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial :
Menarik Diri berpenampilan tidak rai, rambut acak-acakan, kulit
kotor, gigi kuning, tetapi penggunaan pakaian sesuai dengan
keadaan serta klien tidak mengetahui kapan dan dimana harus
mandi.
i) Pembicaraan: Pembicaraan klien dengan Kerusakan
interaksisosial Menarik Diripada umumnya tidak mampu
memulai pembicaraan, bila berbicara topik yang dibicarakan
tidak jelas atau kadang menolak diajak bicara.
j) Aktivitas motorik: Klien tampak lesu, tidak bergairah dalam
beraktifitas, kadang gelisah dan mondar-mandir.
k) Alam perasaan: Alam perasaan pada klien dengan Kerusakan
Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri biasanya tampak putus
asa dimanifestasikan dengan sering melamun.
l) Afek: Afek klien biasanya datar, yaitu tidak bereaksi terhadap
rangsang yang normal.
m) Interaksi selama wawancara: Klien menunjukkan kurang kontak
mata dan kadang-kadang menolak untuk bicara dengan orang
lain.
n) Persepsi. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri pada umumnya mengalami gangguan persepsi
terutama halusinasi pendengaran, klien biasanya mendengar
suara-suara yang megancam, sehingga klien cenderung sering
menyendiri dan melamun.
o) Isi pikir. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri pada umumnya mengalami gangguan isi pikir :
waham terutama waham curiga.
p) Proses pikir. Proses pikir pada klien dengan Kerusakan Interaksi
Sosial pada kasus Menarik Diri akan kehilangan asosiasi, tiba-
tiba terhambat atau blocking serta inkoherensi dalam proses pikir.
q) Kesadaran. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri tidak mengalami gangguan kesadaran.
r) Memori. Klien tidak mengalami gangguan memori, dimana klien
mampu mengingat hal-hal yang telah terjadi.
s) Konsentrasi dan berhitung. Klien dengan Kerusakan Interaksi
Sosial pada kasus Menarik Diri pada umumnya tidak mengalami
gangguan dalam konsentrasi dan berhitung.
t) Kemampuan penilaian. Klien tidak mengalami gangguan dalam
penilaian
u) Daya tilik diri. Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena
klien akan mengingkari penyakit yang dideritanya.
g. Kebutuhan persiapan pulang
1. Makan. Klien mengalami gangguan daya tilik diri karena klien
akan mengingkari penyakit yang dideritanya.
2. BAB / BAK. Kemampuan klien menggunakan dan membersihkan
WC kurang.
3. Mandi. Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus
Menarik Diri bisanya tidak memiliki minat dalam perawatan diri
(mandi)
4. Istirahat dan tidur: Kebutuhan istirahat dan tidur klien biasaya
terganggu
h. Mekanisme koping
Koping yang digunakan klien adalah proyeksi, menghindar dan kadang-kadang
mencedrai diri.Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau
menceritakannya pada orang orang lain (lebih sering menggunakan koping menarik
diri).
i. Masalah psikososial dan lingkungan
Klien mendapat perlakuan yang tidak wajar dari lingkungan seperti klien
direndahkan atau diejek karena klien menderita gangguan jiwa.
j. Pengetahuan
Klien dengan Kerusakan Interaksi Sosial pada kasus Menarik Diri, kurang
mengetahuan dalam hal mencari bantuan, faktor predisposisi, koping mekanisme
dan sistem pendukung dan obat-obatan sehingga penyakit klien semakin berat.
k. Aspek medic
Meliputi diagnosa medis dan terapi obat-obatan yang digunakan oleh klien selama
perawatan.
l. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata, kurang dapat
memulai pembicaraan, klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan
dengan orang lain, Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam hidup.
1. Perumusan Masalah
1. Masalah Utama : Kerusakan interaksi social : menarik diri
2. Daftar masalah
Format Pengkajian Pasien Isolasi Sosial
Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti bagi pasien....................................................
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok atau masyarakat..............
c. Hambatan berhubungan dengan oarang lain...............................
Masalah Keperawatan.........................................................................
2. Pohon Masalah
Resiko Perubahan Sensori-persepsi : Halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri Core Problem
Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
3. Analisa Data
1. Masalah Keperawatan
1. Perubahan persepsi – sensori : halusinasi
2. Isolasi Sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
a. Isolasi sosial : menarik diri
a) Data obyektif
Apatis, ekpresi sedih, afek tumpul, menyendiri, berdiam diri dikamar, banyak diam,
kontak mata kurang (menunduk), menolak berhubungan dengan orang lain,
perawatan diri kurang, posisi menekur.
b) Data subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan
singkat, ya atau tidak.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan persepsi sensori
2. Isolasi sosial : menarik diri
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
C. INTERVENSI & IMPLEMENTASI
1. Gangguan isolasi sosial : menarik diri
Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak terjadi
halusinasi

Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4) Klien dapat melaksanakan hubungan social
Tindakan :
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap
K–P : Klien – Perawat
K – P – P lain : Klien – Perawat – Perawat lain
K – P – P lain – K lain : Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
K – Kel/ Klp/ Masy : Klien – Keluarga/Kelompok/Masyarakat
3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain

Tindakan :
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan
orang lain
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- Salam, perkenalan diri
- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
- Eksplorasi perasaan klien
2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
- Perilaku menarik diri
- Penyebab perilaku menarik diri
- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
5. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Sering di sebut juga gaduh gelisah atau amuk di mana seseorang marah berespon
terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Yosep, 2007).
Perilaku kekerasan merupakan suau bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang secara fisik maupun psikologis (Budi Ana Keliat, 2005).
2. Penyebab
a. Faktor Predisposisi
1) Psikologis
Kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat timbul
agresif atau perilaku kekerasan,contohnya: pada masa anak-anak yang mendapat
perilaku kekerasan cenderung saat dewasa menjadi pelaku perilaku kekerasan.
2) Perilaku
Kekerasan didapat pada saat setiap melakukan sesuatu maka kekerasan yang
diterima sehingga secara tidak langsung hal tersebut akan diadopsi dan dijadikan
perilaku yang wajar.
3) Sosial Budaya
Budaya yang pasif – agresif dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah kekerasan adalah hal yang wajar.
4) Bioneurologis
Beberapa berpendapat bahwa kerusaka pada sistem limbik, lobus frontal, lobus
temporal, dan ketidakseimbangan neurotransmitter ikut menyumbang terjadi
perilaku kekerasan
b. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan
dengan (Yosep, 2009):
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng
sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta
tidak membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung
melalukan kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat
dan alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap
perkembangan keluarga.
3. Manifestasi Klinis
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut: Muka merah dan tegang, Mata melotot/ pandangan tajam, Tangan
mengepal, Rahang mengatup, Postur tubuh kaku, Bicara kasar, Suara tinggi,
membentak atau berteriak, Mengancam secara verbal atau fisik, Mengumpat dengan
kata-kata kotor, Suara keras, Melempar atau memukul benda/orang lain, Menyerang
orang lain, Melukai diri sendiri/orang lain
4. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai diri,
orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang
kemungkinan dapat melukai/ membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.
B. Konsep Keperawatan Perilaku Kekerasan
1. Identitas klien
Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, tanggal MRS
(masuk rumah sakit), informan, tanggal pengkajian, No Rumah Sakit dan alamat
klien.
2. Keluhan utama
Tanyakan pada keluarga/klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke
rumah sakit. Yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, dan
perkembangan yang dicapai.
3. Faktor predisposisi
Tanyakan pada klien/keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada
masa lalu, pernah melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual,
penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga dan tindakan criminal. Dan
pengkajiannya meliputi psikologis, biologis, dan social budaya.
4 Masalah keperawatan
a) Perilaku kekerasan
b) Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c) Perubahan persepsi sensori: halusinasi
d) Harga diri rendah kronis
e) Isolasi social

format pengkajian pad pasien resiko perilaku kekerasan


pelaku/usia korban/usia saksi/usia
4. Aniaya fisik ( / ) ( / ) ( / )
5. Aniaya seksual ( / ) ( / ) ( / )
6. Penolakan ( / ) ( / ) ( / )
7. Kekersan dlm keluarga ( / ) ( / ) ( / )
8. Tindkaan kriminal ( / ) ( / ) ( / )
9. Aktivitas motorik
( ) lesu ( )tegang ( )gelisah (
)agitasi
( )Tik ( )grimasen ( )tremor (
)kompulsif
10. Interaksi selama wawancara
( )Bermusuhan ( )kontak mata –
( )Tidak kooperatif ( )defensiv
( )Mudah tersinggung ( )curiga
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan Keperawatan
a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
c) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya
e) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku
kekerasannya
f) Pasien dapat mencegah/menegdalikan perilaku kekerasannya secara
fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
2. Tindakan Keperawatan
a) Bina hubungan saling percaya
b) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang dan
yang lalu
c) Dsikusikan perasaan, tanda, dan gejala yang dirasakan pasien jika
terjadi penyebab perilaku kekerasan
d) Diskusikan bersama pasien tentang perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah
e) Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia lakukan
f) Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan
g) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik
h) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal
i) Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara spiritual
j) Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan dengan patuh minum
obat
k) Ikut sertakan pasien dalam TAK stimulasi persepsi untuk
mengendalikan perilaku kekerasan.
SP 1 pasien : Membina hubungan saling peraya, mengidentifikasi penyebab
marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat,
dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama (latihan nafas
dalam).
SP 2 pasien : Memebatu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan dengan
cara fisik kedua (evaluasi latihan nafas dalam, latihan mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara fisik kedua (pukul kasur dan bantal), menyusun jadwal
kegiatan harian cara kedua.
SP 3 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
sosial/verbal (evaluasi jadwal harian tentang dua cara fisik mengedalikan perilaku
kekerasan, latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal (menolak dengan baik,
meminta dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik), susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara verbal).
SP 4 pasien : Bantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara
spiritual (diskusikan hasil latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik dan
sosial/verbal, latihan beribadah dan berdoa, buat jadwal latihan ibadah/berdoa).
SP 5 pasien : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan
dengan obat (bantu pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar
[benar nama pasien/pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosisi obat] disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti
minum obat, susun jadwal minum obat secara teratur.
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan Keperawatan
Keluarga dapat merawat pasien di rumah
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b) Diskusikan bersama kelurga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tada dan gejala, perilaku yang muncul, dan akibat dari perilaku
tersebut)
c) Diskusikan bersama keluarga tentang kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul
benda/orang lain
d) Bantu latihan keluarga dalam merawat pasien perilaku kekerasan
e) Buat rencana pulang bersama keluarga.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA RESIKO BUNUH DIRI

A. Konsep Dasar Bunuh Diri


1. Pengertian
Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada
kematian (Gail W. Stuart, 2006). Bunuh diri adalah pikiran untuk menghilangkan
nyawa sendiri (Isaacs, Ann, 2005). Bunuh diri adalah ide, isyarat dan usaha bunuh
diri, yang sering menyertai gangguan depresif dan sering terjadi pada remaja
(Harold Kaplan, 2004). Perilaku bunuh diri meliputu isyarat-isyarat, percobaan atau
ancaman verbal, yang akan mengakibatkan kematian, luka atau mernyakiti diri
sendiri (Yosep, Iyus. 2009).
2. Tanda dan Gejala
a. Keputusasaan
b. Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna
c. Alam perasaan depresi
d. Agitasi dan gelisah
e. Insomnia yang menetap
f. Penurunan BB
g. Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial.
Petunjuk psikiatrik :
a. Upaya bunuh diri sebelumnya
b. Kelainan afektif
c. Alkoholisme dan penyalahgunaan obat
d. Kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja
e. Dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia
Riwayat psikososial:
a. Baru berpisah, bercerai/ kehilangan
b. Hidup sendiri
c. Tidak bekerja, perbahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami
Faktor-faktor kepribadian :
a. Implisit, agresif, rasa bermusuhan
b. Kegiatan kognitif dan negative
c. Keputusasaan
d. Harga diri rendah
e. Batasan/gangguan kepribadian antisocial (Rastirainia, 2009)
3. Tingkatan
Menurut Tri Aan (2009), perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya
:
a) Suicidal ideation.
Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari suicide, atau sebuah
metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/tindakan, bahkan klien pada tahap ini
tidak akan mengungkapkan idenya apabila tidak ditekan. Walaupun demikian,
perawat perlu menyadari bahwa pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang
keinginan untuk mati
b) Suicidal intent.
Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan perencanaan yang konkrit
untuk melakukan bunuh diri,
c) Suicidal threat.
Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan dan hasrat yan dalam
bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
d) Suicidal gesture.
Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif yang diarahkan pada diri
sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam kehidupannya tetapi sudah pada
percobaan untuk melakukan bunuh diri. Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada
umumnya tidak mematikan, misalnya meminum beberapa pil atau menyayat
pembuluh darah pada lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami
ambivalen antara mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih
memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini sedang
mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying for help” sebab
individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak mampu di selesaikan.
e) Suicidal attempt.
Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai indikasi individu ingin
mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum obat yang mematikan. Walaupun
demikian banyak individu masih mengalami ambivalen akan kehidupannya.
f) Suicide.
Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah didahului oleh
beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang yang berhasil melakukan
bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri sebelumnya.
Suicide ini yakini merupakan hasil dari individu yang tidak punya pilihan untuk
mengatasi kesedihan yang mendalam.
4. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri dibagi menjadi 3 kategori:
a) Ancaman bunuh diri: ada peringatan verbal & non verbal, ancaman ini
menunjukkan ambivalensi seseorang terhadap kematian, jika tidak mendapat respon
maka akan ditafsirkan sebagai dukungan untuk melakukan tindakan bunuh diri.
b) Upaya bunuh diri: semua tindakan yang dilakukan individu terhadap diri sendiri
yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
c) Bunuh diri: terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan, orang
yang melakukan upaya bunuh diri walaupun tidak benarbenar ingin mati mungkin
akan mati.

Rentang Respon ( Menurut Yosep 2009)

Respon Adatif ResponMaladaptif


Peningkatkan Berisiko destruktif Destruktif diri Pencederaan
Bunuh Diri tidak langsung Diri Diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping. Ancaman


bunuh diri mungkin menunjukan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan
agar dapat mengatasi masalah. Bunuh diri yang terjadi merupakan kegagalan koping
dan mekanisme adatif pada diri seseorang.

a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri


secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertolongan diri. Sebagai
contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatnya yang berbeda
mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.
b. Beresiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalakan diri sendri terhadap situasi yang
seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah
semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpimnan
padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang
tepat atau maladaptive terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri. misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya
yang tidak loyal, maka seorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau
bekerja seenaknya dan tidak optimal.
d. Pencederaan diri. Seorang melakukan percobaan bunuh diri tau pencederaan
diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.
e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan tindakan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
C. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sundeen (2004), faktor predisposisi bunuh diri antara lain :
1. Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah rasa
bermusuhan, implisif dan depresi.

2. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan
yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
penting untuk prilaku destruktif.
4. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
D. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
E. Mekanisme Koping
1. Mood/affek: Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness,
isolation, sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar
atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa
dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah,
mengharapkan untuk dihukum.
2. Perilaku/behavior: Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak
berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur,
sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial : menolak
untuk minum, menggunakan obat-obatan, berkelahi, lari dari rumah.
3. Sekolah dan hubungan interpersonal: Menolak untuk ke sekolah, bolos dari
sekolah, sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan sekolah dan hanya
interest pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung
sosial yang efektif.
4. Keterampilan koping: Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan
diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang
secara total tidak berdaya.
F. Faktor – faktor Risiko Bunuh Diri
a. Perilaku
1. Membeli senjata
2. Mengubah surat wasiat
3. Membuat surat wasiat
4. Perubahan sikap yang nyata
5. Membeli obat dalam jumlah yang banyak
b. Fisik
1. Nyeri kronik
2. penyakit fisik
3. penyakit terminal
c. Psikologis
1. Penganiayaan masa kanak-kanak
2. Riwayat bunuh diri dari keluarga
3. Rasa bersalah
4. Remaja homoseksual
d. Situasional
1. Remaja yang tinggal ditatanan nontradisional
2. Ketidakstabilan ekonomi
3. kehilangan kebebasan
4. pension
e. Sosial
1. Gangguan kehidupan keluarga
2. kesepian
3. Kehilangan hubungan yang penting
4. putus asa
f. Verbal
1. menyatakan keinginan untuk mati
2. mengancam bunuh diri

G. Jenis Bunuh Diri


a. Bunuh diri egoistik (faktor dalam diri seseorang)
Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh kondisi
kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu seolah-olah tidak
berkepribadian. Kegagalanintergrasi dalam keluarga dapat menerangkan mengapa
mereka tidak menikah lebih rentang untuk melakukan percobaan bunuh diri
dibandingkan dengan mereka yang menikah.
b. Bunuh diri altruistic (terkait kehormatan seseorang)
Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk bunuh diri
karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa kelompok tersebut
sangat mengharapkannya.
c. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)
Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antar individu dan
masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma kelakuan yang
biasa. Individu kehilangan pegangan dan tujuan. Masyarakat atau kelompoknya
tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada pengaturan atau pengawasan
terhadap kebutuhan-kebutuhannya.
A. Pengkajian
1. Identitas Klien: Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, tanggal MRS (Masuk Rumah Sakit), informan, tangggal pengkajian,
No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan Utama: Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien
dan keluarga datang ke Rumah Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk
mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai
3. Faktor predisposisi: Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah
mengalami gangguan jiwa pada masa lalu, pernah melakukan, mengalami,
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan
terjadinya gangguan :
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis
dari klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan
individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan),
kehidupan yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
4) Aspek fisik / biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhan
fisik yang dialami oleh klien.
5) Aspek Psikososial
a) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b) Konsep diri
1. Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang
disukai dan tidak disukai.
2. Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien
terhadap status dan posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki /
perempuan.
3. Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan
masyarakat dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas
tersebut.
4. Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan
dan penyakitnya.
5. Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan
penghargaan orang lain terhadap dirinya, biasanya terjadi
pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai wujud harga diri
rendah.
c) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok
yang diikuti dalam masyarakat.
d) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.

6) Status Mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung.

7) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang
orang
lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)

8) Masalah Psikososial dan Lingkungan


Masalah berkenaan dengan ekonomi, dukungan kelompok, lingkungan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan, dan pelayanan kesehatan.

Format / Data focus pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri (Keliat
dan Akemat,2009)
Pengkajian :
1. Keluhan Utama : …………………………………………………….
2. Pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan …………………..
3. Konsep diri ……………………………………………………………
4. Alam perasaan
( ) sedih ( ) Putus Asa
( ) ketakutan ( ) Gembira Berlebihan
(Klien umumnya merasakan kesedihan dan keputusan yang sangat mendalam)
5. Interaksi selama wawancara
( ) Bermusuhan ( )Tidak koperatif
( ) Defensif ( ) Kontak mata kurang
( ) Mudah tersinggung ( ) Curiga
( Klien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul )
6. Afek
( ) Datar ( ) Labil
( ) Tumpul ( ) Tidak sesuai
( Klien biasanya menunjukkan afek atau tumpul )
7. Mekanisme koping maladaptif
( ) Minum alcohol ( ) Bekerja berlebihan
( ) Reaksi lambat ( ) Mencederai diri
( ) Menghindar ( ) Lainnya
( Klien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan
mencederai diri )
8. Masalah psikososial
( ) Masalah dengan dukungan keluarga
( ) Masalah dengan perumahan
Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan ( pada diri sendiri,


orang lain, lingkungan dan verbal)

Effect

Resiko Bunuh Diri

Core Problem
Harga Diri Rendah Kronik

Causa

B. DIAGNOSA
1. Risiko Bunuh Diri.
2. Harga diri rendah kronik
3. Risiko perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal.

Tgl No DX Diagnosa Perencanaan Intervensi


Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
1 Risiko bunuh 1.klien dapat 1. Menjawab salam 1.1 Kenalkan diri pada klien
diri membina 2.Kontak mata 1.2 Tanggapi perbicaraan
hubungan saling 3.Menerima klien dengan sabar dan tidak
percaya perawat menyangkal
4.Berjabat tangan 1.3 Bicara tega,sjelas,jujur
1.4 Bersifat hargai dan
bersahabat
1.5 Temani klien saat keinginan
menciderai diri meningkat
1.6 Jauhkan klien dari benda
benda yang
membahayakan(seperti
pisau,silet,gunting,tali kaca,dll
2.Klien dapat 1.Menceritakan 2.1 Dengarkan keluhan yang
mengekspresika penderitaan secara klien rasakan
n perasaannya terbuka dan 2.2 Bersikap empati untuk
konstruktif dengan meningkatkan ungkapan
orang lain. keraguan,ketakutan dan
keprihatinan.
2.3 Beri dorongan pada klien
untuk mengungkapkan mengapa
dan bagaimana harapan karena
harapan adalah hal yang penting
dalam kehidupan
2.4 Beri klien waktu dan
kesempatan untuk menceritakan
arti penderitaan kematian dan
sekarat
2.5 Beri dorongan pada klien
untuk mengekspresikan tentang
mengapa harapan tidak pasi dan
dalam hal-hal dimana harapan
mempunyai kegagalan.
3. Klien dapat 1. Mengenang dan 3.1 Bantu klien untuk
mengeskspresik meninjau kembali memahami bahwa ia dapat
an perasaannya kehidupan secara mengatasi aspek-aspek
positif keputusasaan dan memisahkan
2.Mempertimbang dari aspek harapan.
kan nilai-nilai dan
3.2 Kaji dan kerahkan sumber-
arti kehidupan. sumber internal
individu(outonomi,mandiri,rasio
3.Mengekspresikan nal pemikiran
perasaan-perasaan kognitif,fleksibilitas dan
yang optimis spiritualitas.
tentang yang ada. 3.3 Bantu klien mengidentifikasi
sumber-sumber harapan
(missal:hubungan antar
sesame,keyakinan,hak-hak untuk
diselesaikan).
3.4 Bantu klien mengembangkan
tujuan-tujuan realitas jangka
panjang dan jangka
pendek(beralih dari yang
sederhana ke yang lebih
kompleks,dapat menggunakan
suatu poster tujuan untuk
menandakan jenis dan waktu
untuk mencapai tujuan-tujuan
spesifik
4.Klien 1.Mengekspresikan 4.1 Ajarkan klien untuk
mengunakan perasaan tentang mengantisipasi pengalaman
dukungan sosial hubungan yang yang dia senang melakukan
positif dengan setiap
orang terdekat. hari(missal:berjalan,membaca
2.Mengekspresikan buku favorit dan menulis surat.
percaya diri 4.2 Bantu klien untuk mengenali
dengan hasil yang hal-hal yang dicintai,yang ia
di inginkan. sayangi dan pentingnya terhadap
3.Mengekspresikan kehidupan orang lain disamping
percaya diri tentang kegagalan dalam
dengan diri dan kesehatan
orang lain. 4.3 Beri dorongan pada klien
4. Menetapkan untuk berbagi keprihatian pada
tujuan-tujuan yang orang lain yang mempunyai
realistis. masalah dan atau penyakit yang
sama dan telah mempunyai
pengalaman positif dalam
mengatasi tersebut dengan
koping yang efektif.
5.Klien 1. Sumber 5.1 kaji dan kerahkan sumber-
menggunakan tersedia(kel sumber eksternal individu(orang
dukungan sosial uarga,lingk terdekat,tim pelayanan
ungan dan kesehatan,kelompok
masyarakat pendukung,agama yang
). dianutnya)
2. Keyakinan 5.2 kaji system pendukung
makin keyakinan (nialai,pengalaman
meningkat masa lalu,aktifitas
keagamaan,kepercayaan
agama).lakukan rujukan selesai
indikasi (missal:konseling dan
pemuka agama).
STRATEGI PELAKSANAAN
SP1P SP1K
1)mengidentifikasi jenisnHalusinASI Klien. 1) Mendiskusikan masalah yang di rasakan
2)Mengintifikasi isi Halusinasi Klien. keluarga dalam merawat klien.
3) Mengidentifikasi Waktu Halusinasi 2) Memberikan pendidikan kesehatan
Klien. tentang pengertian halusinasi ,jenis
4)Mengindetifikasi Frekuensi Halusinasi halusinasi yang di alami klien ,tanda dan
Klien. gejala Halusinasi,serta proses terjadinya
5) Mengidentifikasi situasi yang dapat Halusinasi.
menimbulkan Halusinasi Klien. 3) Menjelaskan cara merawat klien dengan
6) Mengidentifikasi respon klien terhadap Halusinasi.
Halusinasi Klien.
7) Mengajarkan klien menghardik
halusinasi.
8)Menganjurkan Klien memasukan cara
menghardik ke dalam kegiatan harian
SP2P SP2K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan 1 Melatih keluarga memperaktikkan cara
harian klien merawat klien dengan Halusinasi.
2) Melatih klien menghadapi 2 Melatih keluarga melakukan cara merawat
halusianasi dengan cara bercakap- langsung kepada klien halusinasi
cakap dengan orang lain
3) Menganjurkna klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian

SP3P SP3K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan 1) Membantu keluarga membuat jadwal
harian klien. aktivitas di rumah termasuk minum obat
2) Melatih klien mengendalikan (discharge planning).
halusinasi dengan cara melakukan 2) Menjelaskan pollow up klien setelah
kegiatan. pulang.
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian

SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien
2) Memberikan penkes tentang
pengunaan obat secara teratur.
3) Menganjurkan klien
memasukkan kedalam jadwal
kegiatan harian.

No.Di Diagnosa Rencana Tindakan Evaluasi keperawataan


agnosa keperawa keperawat keperawataan
kepera tan aan
watan
1 Risiko SP1P Melakukan SP1P S:”Waallaikum salam”
bunuh Risiko risiko bunuh diri “nama saya M,10 menit
diri bunuh diri 1. Mengidentifik disini aja ya pak.” priksa
asi benda- aja pak kalau ada barang-
benda yang barang yang berbahaya.”
dapat “apa bila nanti kalau mau
membahayaka muncul keinginan saya
n klien bunuh diri saya panggil
2. Mengamankan bapak atau perawatn
benda-benda lainnya.”
yang dapat “bapak atau suster bantu
membahayaka saya,keinginan saya
n klien bunuh diri muncul lagi.”
3. Melakukan “Ya,nanti saya berteman
kontrak supaya tidak sendiri.”
tritment “Senang pak,jam 11.00,
4. Mengajarkan disini aja ya pak.”ya
cara-cara disini aja pak.”
mengendalian O:
5. Melatih cara  Klien mampu
mengendalian menyebutkan apa
bunuh diri yang dia alami.
 Klien dapat
menyebutkan cara
mengendalikan
dorongan bunuh diri
 Klien dapat
mempraktikkan
mengendalian bunuh
diri’
 Klien menerima
kehadiran perawat
 Kontak mata tajam
 Klien komperatif
 Tidak ada barang-
barang berbahaya
dikamar klien
A:
Sp1p tercapai

P:
Perwat:
Lanjutkan sp2p pada
pertemuan kedua pada
hari senin,7 mei 2012
pukul11.00 diruang
perawaatan klien.
Klien:
Memotifikasi klien
melatih cara
mengendalikan bunuh
diri.

2 Risiko SP2P S:”Waalaikum salaam”


bunuh Risiko Melakukan SP2P “baik pak,udah tidak ada
diri bunuh diri risiko bunuh dirI: lagi, 5 menit aja
1. Mengidentifik pak,disini saja”
asi aspek “syukur punya orang
positif klien tua,istri dan teman-teman
2. Mendorong dirumah yang baik,yang
klien untuk sedih pasti istri saya”.
berfikir positif “menolong teman dan
tentang dirin orang lain,bekerja
3. Mendorong menghasilkan uang.”
klien untuk “saya puas apabila saya
menghargai dapat uang yang banyak
diri sebagai dan membahagyakan istri
individu yang saya pak.”
berharga “biasanya saya
melakukan kegiatan
menyapu kamar.”
“perasaan saya senang
pak.”

O:
 Klien menyebutkan hal
yang positif yang
dimilikinya
 Klien dapat menyebutkan
hal patut disyukuri
dalam hidupnya.
 Klien dapat
mempraktikkan
kegiataan yang bisaa
dia lakukan
 Klien mempraktikkan
cara menyapu
 Kontak baik
 Klien komperatif
A:SP2P tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP3p pada
pertemuan ke tiga pada
hari selasa 8 MEI
2012pukul 08.00 diruang
perawaatan klien
Klien:
Memotifikasi klien untuk
dapat menghargai dirinya

3 Risiko SP3P S:”Waallaikum


bunuh Risiko salmslam.”
diri bunuh diri Melakukan SP3P ‘Baik pak,udah tidak ada
risiko bunuh diri: lagi 5 menit aja
1. Mengidentifikasi pak,disini saja.”
pola koping yang “pada saat stress dan
bias diterapkan pada saat
klien sendirian,menyelesaikan
2. Menilai pola masalah dengan
koping yang biasa orangnya
dilakukan langsung,berdoa atau
3. Mengidentifikasi sholat,bercerita dengan
pola koping yang teman dekat atau orang
konstruktif tua keuntunganannya
4. Menganjurkan bias membantu member
klien menerapkan solusi bust masalah
pola koping saya,buat saya
konstruktif dalam tenang,saya mau milih
kegiatan harian berdoa dan sholat aja
5. Mendorong klien dulu.”
memilih pola “perasaan saya senang
koping yang pak,sholat dan berdoa.”
konstruktif O:
 Kontak mata ada
 Afek labil
 Bicara cepat
 Klien kompertatif
A:SP3P tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP4P interaksi
ke4 pukul 10.00 diruang
perawaatan klien.
Klien:
Memotifasi klien latihan
berkenalan dengan
perawat dan klien lain
sesuai jadwal yang
dibuat.

4 Risiko SP4P
bunuh Risiko S:”Waallaikum
diri bunuh diri salam,baik pak,10 menit
Melakukan SP4P saja pak.”
risiko bunuh diri: “rencananya sayamau
kerja cari uang,kegiataan
1. Membuat rencana kegiataan.”
masa depan yang “caranya saya harus
realistid bersama punya keahlian,dan harus
klien. pandai brrgaul dengan
2. Mengidentifikasi orang lain.”
cara mencapai “saya akan melukis siapa
rencana masa tau lukisan ini.”
depan yang :masukkan jadwalnya
realistis jam 16.00aja pak.”
3. Member
dorongan klien O:
melakukan  Kontakmata baik
kegiataan dalam  Klien komperatif
rangka meraih  Bicara kiheren
masa depan yang
realistis A.SP4P tercapai
4. Menganjurkan P.
klien Perawat:
memasukkan Lanjutkan intervensi
dalm jadwal perawataan klien oleh
harian klien keluarga,persiapan klien
pulang

Klien:
Memotifasi klien berlatih
melukis untuk merai
masa depan.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Masalah Utama: Defisit perawatan diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
2. Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi
Menurut Depkes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Factor predisposisi
1) Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi: kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1. Body Image: Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial: Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi: Personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan: Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada
pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya: Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6. Kondisi fisik atau psikis: Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
a. Fisik: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan
kotor, Gigi kotor disertai mulut bau, Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis: Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri, Merasa tak
berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Social: Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku
sesuai norma, Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang
tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
4. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Pola perawatan diri kadang perawatan diri Tidak melakukan
seimbang kadang tidak perawatan saat stress
5. Penatalaksanaan: Pasien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak
membutuhkan perawatan medis karena hanya mengalami gangguan jiwa,
pasien lebih membutuhkan terapai kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.

C. Pohon Masalah
Effect Isolasi Sosial: menarik diri

Core Problem Defisit Perawatan Diri: mandi, berdandan

Causa Harga Diri Rendah Kronis

D. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul


1. Defisit perawatan diri
2. Isolasi sosial
3. Harga diri rendah

E. Data yang Perlu Dikaji


1. Data Subyektif: Klien mengatakan malas mandi, tak mau menyisir rambut,
tak mau menggosok gigi, tak mau memotong kuku, tak mau berhias, tak
bisa menggunakan alat mandi / kebersihan diri.
2. Data Obyektif: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku
panjang dan kotor, gigi kotor, mulut bau, penampilan tidak rapih, tak bisa
menggunakan alat mandi.

F. Diagnosis Keperawatan Jiwa


1. Penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri
2. Defisit perawatan diri

FORMAT PENGKAJIAN DEFISIT PERAWATAN DIRI


a. Status mental
1. Penampilan
( ) tidak rapi
( ) penggunaan pakaian tidak sesuai
( ) cara berpakaian tidak seperti biasanya
Jelaskan
Masalah keperawatan
b. Kebutuhan sehari-hari
1. Kebersihan diri
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
2. Makan
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
3. BAB/BAK
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
4. Berpakaian/berhias
( ) bantuan minimal ( ) bantuan total
Jelaskan
Masalah keperawatan

G. Rencana Tindakan Keperawatan


A. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a) Pasien mampu melakukan kebersihan diri secara mandiri
b) Pasien mampu melakukan berhias secara baik
c) Pasien mampu melakukan makan dengan baik
d) Pasien mampu melakukan eliminasi secara mandiri

2. Tindakan keperawatan
a) Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri
b) Membantu pasien latihan berhias
c) Melatih pasien makan secara mandiri
d) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

H. Strategi Pelaksanaan Tindakan


SP Pada Pasien SP Pada Keluarga
SP 1 P SP I k
1. Menjelaskan pentingnya kebersihan 1. Mendiskusikan masalah yang
diri dirasakan keluarga dalam
2. Menjelaskan cara menjaga merawat pasien
kebersihan diri 2. Menjelaskan pengertian, tanda
3. Melatih pasien cara menjaga dan gejala defisit perawatan
kebersihan diri diri, dan jenis defisit
4. Membimbing pasien memasukkan perawatan diri yang dialami
dalam jadwal kegiatan harian. pasien beserta proses
terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara
merawat pasien defisit
perawatan diri
SP 2 p SP 2 k
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Melatih keluarga
sebelumnya. mempraktekkan cara merawat
2. Menjelaskan cara makan yang baik pasien dengan defisit
3. Melatih pasien cara makan yang perawatan diri
baik 2. Melatih keluarga melakukan
4. Membimbing pasien memasukkan cara merawat langsung
dalam jadwal kegiatan harian. kepada pasien defisit
perawatan diri
SP 3 p SP 3 k
1. Memvalidasi masalah dan latihan 1. Membantu keluarga
sebelumnya. membuat jadual aktivitas di
2. Menjelaskan cara eliminasi yang rumah termasuk minum obat
baik (discharge planning)
3. Melatih cara eliminasi yang baik. 2. Menjelaskan follow up
4. Membimbing pasien memasukkan pasien setelah pulang
dalam jadwal kegiatan harian.

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA HARGA DIRI RENDAH (HDR)

A. Definisi
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak
dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.
Harga diri rendah adalah perasan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negativ terhadap diri sendiri atau kemampuan
diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu
mencapai keinginan sesuai ideal diri (keliat, 2009)
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situational, yaitu terjadi tertama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami atau istri, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara
tiba-tiba ).
b. Kronik, yaitu perassan negativ terhadap diri berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negativ.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini
dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien
gangguan jiwa.

B. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.
Dalam tinjuan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah
pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat
individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah,
pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya ( yosep,2009 ).
Menurut stuart (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik
meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab yang tidak realistis, kegagalan
yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realitis.
2. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah sterotipe peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
3. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidak
percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan
struktur sosial.
b. Faktor presipitasi
Menurut yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya
adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep harga diri rendah
dapat terjadi secara situasional atau kronik.secara situasional karena trauma yang
muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,perkosaan,atau
penjara, termasuk dirawat di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah
disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien
tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.

C. Tanda dan gejala


Menurut keliat 2009), tanda dan gejala harga diri rendah kronik adalah sebagai
berikut:
a. Mengkritik diri sendiri
b. Perasaan tidak mampu
c. Pandangan hidup yang pesimis
d. Penurunan produktivitas
e. Penolakan terhadap kemampuan diri
Selain data diatas, dapat juga mengamati penampilan seseorang dengan harga diri
rendah, terlihat dari kurang memperhatikan perawatan diri, berpakaian tidak rapi,
selera makan kurang,tidak berani menatap lawan bicara, lebih banyak menunduk,
bicara lambat dengan suara nada lemah
D. Rentang respon

Respon adaptif Respon maldaptif


Aktualisasi diri Konsep diri Harga diri Kerancuan
Depersonalisasi Positif rendah identitas

Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada
dirinya meliputi cita dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta
identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan
menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk
kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan
dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah
yaitu mengkritik diri sendiri dan atau orang lain, penurunan produktifitas, destruktif
yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak
mampu, rasa bersalah, perassan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik,
menarik diri secara sosial, khawatir, serta meanarik diri dari realitas.
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa
yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas
yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan, hubungan
interpersonal eksploitasi, perassan hampa. Perasaan mengambang tentang diri
sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap orang
lain.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak
dapat membedakan stimulus dari alam atau luar dirinya. Individu mengalami
kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri
merasa tidak nyata dan asing baginya.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak
realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika
kejadian yang megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi
peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan
fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada
pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang
kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopani (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan
perianal dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama

E. POHON MASALAH
Pohon masalah
Isolasi sosial

Harga diri rendah kronik


Koping individu tidak efektif

F. Batasan karasteristik harga diri rendah kronik


Batasan karasteristik menurut Nanda-I (2012), yaitu:
a. Bergantung pada pendapat orang lain
b. Evaluasi diri bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa
c. Melebih-lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri
d. Secara berlebihan mencari penguatan
e. Sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup
f. Enggan mencoba situasi baru
g. Enggan mencoba hal baru
h. Perilaku bimbang
i. Kontak mata kurang
j. Perilaku tidak asertif
k. Sering kali mencari penegasan
l. Pasif
m. Menolak umpan balik positif tentang diri sendiri
n. Ekspresi rasa bersalah
o. Ekspresi rasa malu
1. Pengkajian
Bagian ini berisi pedoman agar perawat dapat menangani pasien yang mengalami
diagnosis keperawatan harga diri rendah, baik menggunakan pendekatan secara
individu ataupun kelompok. Tahap pertama pengkajian meliputi faktor predisposisi
seperti: psikologis, tanda dan tingkah laku klien dan mekanisme koping klien.
Masalah keperawatan:
a. Resiko isolasi sosial: menarik diri.
b. Gangguan konsep diri: harga diri rendah.
c. Berduka disfungsional.
2. Data yang perlu dikaji:
a. Data subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
b. Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup
Format pengkajian pasien harga diri rendah:
a. Keluhan utama:
b. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
c. Konsep diri:
1. Gambaran diri
2. Ideal diri
3. Harga diri
4. Identitas
5. Peran
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
d. Alam perasaan:
( ) sedih ( ) putus asa
( ) ketakutan ( ) gembira berlebih
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
e. Interaksi selama wawancara:
( ) bermusuhan ( ) tidak kooperatif
( ) mudah tersinggung ( ) kontak mata kurang
( ) defensif ( ) curiga
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
f. Penampilan:
Jelaskan:
Masalah keperawatan:
2. Diagnosa keperawatan
a. Harga diri rendah
b. Koping individu tidak efektif
c. Isolasi sosial

3. Tindakan keperawatan
Tindakan Keperawatan pada pasien
1) Tujuan keperawatan
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan
e. Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai jadwal
2) Tindakan keperawatan
a. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
a) Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, dan dirumah,
adanyan keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian yang negatif.
b. Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan dengan cara
berikut:
a) Diskusikan dengan pasien mengenai kemampuan yang masih dapat
digunakan saat ini.
b) Bantu pasien menyebutkannya dan beri penguatan terhadap
kemampuan diri.
c) Perlihatkan respons yang kondusif dan upayaka menjadi pendengar
yang aktif
c. Membantu pasien untuk memilih / menetapkan kemampuan yang akan
dilatih.
a) Diskusikan dengan pasien kegiatan yang akan dipilih
b) Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang dapat dilakukan mandiri
d. Latih kemampuan yang dipilih pasien
a) Diskusikan dengan pasien langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
b) Bersama pasien, peragakan kegiatan yang ditetapkan
c) Beri dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan
pasien.
e. Bantu pasien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
a) Beri kesempatan kepada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan
b) Beri pujian atas segala kegiatan yang dapat dilakukan pasien setia hari
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap kegiatan
d) Berikan pasien kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah
pelaksanaan kegiatan.

SP Pasien
Sp1 :
a. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Membantu pasienmenilai kemampuan yang masih dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih kemampuan yang akan dilatih
d. Melatih kemampuan yang sudah dipilih
e. Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah di latih dalam rencana
harian
Sp2 :
a. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien
b. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua
kemampuan dilatih.
c. Setiap kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan harga diri pasien.

Tindakan keperawatan pada keluarga


1. Tujuan keperawatan
a. Keluarga dapat membantu pasien mengidentifikasi kemampuan yang
dimiliki pasien
b. Keluarga dapat memfasilitasi pelaksanaan kemampuan yang masih dimiliki
pasien
c. Keluarga dapat memotivasi pasien untuk melakukan kegiatan yang sudah
dilatih dan membri pujian
d. Keluarga mampu menilai perkembangan perubahan kemampuan pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b. Jelaskan kepada keluarga tentang harga diri rendah yang dialami pasien
c. Diskusi dengan keluarga mengenai kemampuan yang dimiliki pasien dan
puji pasien
d. Jelaskan cara merawat pasien harga diri rendah

SP Keluarga
Sp1 :
Mendiskusikan msalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien dirumah,
menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala HDR, cara merawat pasien HDR,
mendemonstrasikan cara merawat & memberi kesempatan untuk mempraktekkan
cara merawat.

Sp2 :
Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien

Sp 3:
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Tg No Dx Perencanaan
l Dx keperawatan Tujuan Kreteria Evaluasi Intervensi
Gangguan TUM: 1. Klien 1. Membina hubungan
konsep diri: Klien menunjukan saling percaya dengan
harga diri memiliki ekspresi wajah menggunakan prinsip
rendah konsep diri bersahabat, komunikasi terapeutik :
yang positif menunjukan rasa - Sapa klien
TUK: senang, ada kontak dengan ramah baik
1. Klien mata, mau berjabat verbal maupun non
dapat tangan, mau verbal.
membina menyebutkan - Perkenalkan diri
hubungan nama, mau dengan sopan.
saling menjawab salam, - Tanyakan nama
percaya klien mau duduk lengkap dan nama
dengan berdampingan panggilan yang disukai
perawat dengan perawat, klien.
mau mengutarakan - Jelaskan tujuan
masalah yang pertemuan
dihadapi - Jujur dan
menepati janji
- Tunjukan sikap
empati dan menerima
klien apa adanya.
- Beri perhatian
dan perhatikan
kebutuhan dasar klien.
2. Klien 2. Klien 2.1 Diskusikan dengan
dapat menyebutkan: klien tentang:
mengdentifi - Aspek - Aspek positif
kasi aspek positif dan yang dimiliki klien,
positif dan kemampuan yang keluarga, lingkungan.
kemampuan dimiliki klien - Kemampuan
yang - Aspek yang dimiliki klien.
dimiliki positif keluarga 2.2 Bersama klien buat
- Aspek daftar tentang:
positif lingkungan - Aspek positif
klien klien, keluarga,
lingkungan
- Kemampuan
yang dimiliki klien
2.3 Beri pujian yang
realistis, hindarkan
memberi penilaian
negatif.
3. Klien 3.0 Klien mampu 2.4 Diskusikan dengan
dapat menyebutkan klien kemampuan yang
menilai kemampuan yang dapat dilaksanakan
kemampuan dapat dilaksanakan. 2.5 Diskusikan
yang kemampuan yang dapat
dimiliki dilanjutkan
untuk pelaksanaanya.
dilaksanaka
n
4. Klien 4.0 Klien mampu 4.1 Rencanakan
dapat membuat rencana bersama klien aktivitas
merencanak kegiatan harian yang dapat dilakukan
an kegiatan klien sesuai dengan
sesuai kemampuan klien:
dengan - Kegiatan
kemampuan mandiri
yang - Kegiatan dengan
dimiliki bantuan
4.2 Tingkatkan
kegiatan sesuai kondisi
klien.
4.3 Beri contoh cara
pelaksanaan kegiatan
yang dapat klien
lakukan.
5. Klien 5.0 Klien dapat 5.1 Anjurkan klien
dapat melakukan untuk melaksanakan
melakukan kegiatan sesuai kegiatan yang telah
kegiatan jadwal yang dibuat. direncanakan.
sesuai 5.2 Pantau kegiatan
rencana yang dilaksanakan
yang dibuat. klien.
5.3 Beri pujian atas
usaha yang dilakukan
klien.
5.4 Diskusikan
kemungkinan
pelaksanaan kegiatan
setelah pulang.

6. Klien 6.0 Klien mampu 6.1 Beri pendidikan


dapat memanfaatkan kesehatan kepada
memanfaatk sistem pendukung keluarga tentang cara
an sistem yang ada merawar klien dengan
pendukung dikeluarga harga diri rendah.
yang ada 6.2 Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat.
6.3 Bantu klien
menyiapkan lingkungan
dirumah.
ASUHAN KEPERAWATN JIWA GANGGUAN PERSEPSI SENSORI:
HALUSINASI
A. DEFINISI
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi merupakan salah satu masalah keperawatan
jiwa yang dpat ditemukan pada pasien gangguan jiwa. Halusinasi adalah salah satu
gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori
persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, [engecapan, perabaan
atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada.

B. PROSES TERJADINYA MASALAH


1. Penyebab
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara
psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi,
marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan
dorongan ego, pikiran dan perasaannya sendiri.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan duduk terpaku
dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri,
secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan
seperti menikmati sesuatu. Juga keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi
yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau dirasakan)
Jenis halusinasi menurut data subjektif dan objektif
Jenis halusinasi Data objektif Data subjektif

Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau


Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
Mencodongkan telingan Mendengar suara yang mengajak
kearah tetentu bercakap-cakap
Menutup telingan Mendengar suara memerintah
melaukakn sesuatu yang berbahaya
Penglihatan Menunujuk-nunjuk kearah Melihat bayangan, sinar, bentuk
tertentu geometris, bentuk kartun, melihat
Ketakutan pada sesuatu hantu atau monster
yang tidak jelas
Penghidu Tampak seperti sedang Mencium seperti bau feses, urine,
mencium bau-bauan darah,
Menutup hidung
Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti darah, urine
Muntah dan feses
Perabaan Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga
permukaan kulit dipermukaan kulit
Merasa seperti tersengat listrik

2. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala dari halusinasi adalah:
a. berbicara dan tertawa sendiri
b. bersikap seperti mendengar dan melihat sesuatu
c. berhenti berbicara ditengah kalimat untuk mendengarkan sesuatu
d. disorientasi
e. merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. ingin memukul atau melempar barang – barang
3. Akibat
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Ini
diakibatkan karena klien berada di bawah halusinasinya yang meminta dia untuk
melakukan sesuatu hal di luar kesadarannya.
4. Masalah keperawatan
Akibat : Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan

Masalah utama : Perubahan sensori perseptual : halusinasi

Penyebab : Isolasi sosial : menarik diri

5. Data yang perlu dikaji


a. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
1. Data Subyektif :
Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan
menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku
kekerasan atau gangguan jiwa lainnya
2. Data Objektif :
Mata merah, wajah agak merah. Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain. Ekspresi marah saat
membicarakan orang, pandangan tajam.
Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
1. Data Subjektif
a. Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata
b. Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata
c. Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus
d. Klien merasa makan sesuatu
e. Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya
f. Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar
g. Klien ingin memukul/melempar barang-barang
2. Data Objektif
a. Klien berbicara dan tertawa sendiri
b. Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu
c. Klien berhenti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu
d. Disorientasi
c. Isolasi sosial : menarik diri
1. Data Subyektif
Sukar didapat jika klien menolak komunikasi, kadang hanya dijawab dengan singkat
”tidak”, ”ya”.
2. Data Obyektif
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul, menyendiri/menghindari orang lain, berdiam
diri di kamar, komunikasi kurang atau tidak ada (banyak diam), kontak mata kurang,
menolak berhubungan dengan orang lain, perawatan diri kurang, posisi tidur seperti
janin (menekur).

FORMAT PENGKAJIAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI: HALUSINASI


Persepsi:
Halusinasi
a. Pendengaran
b. Penglihatan
c. Perabaan
d. Pengecapan
e. Penghidu
Jelaskan
a. Isi halusinasi:
b. Waktu halusinasi:
c. Frekuensi halusinasi:
d. Respons halusinasi:
Masalah keperawatan:
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko perilaku mencederai diri berhubungan dengan halusinasi
pendengaran
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan
menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasi
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a) Bantu pasien menganli halusinasi
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi
1) Menghardik halusinasi
2) Bercaka-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
4) Minum obat secara teratur

SP PASIEN
SP 1 Pasien: membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik.
SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain
SP 3 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan Melakukan aktivitas yang
terjadwal
SP 4 Pasien: melatih pasien minumobat secara teratur
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan keperawatan
a) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik dirumah
maupun di RS
b) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis halusinasi
yang dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien
halusinasi.
c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memeragakan cara
merawat pasien
d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga
SP 1 Keluarga: memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis
halusinasi yang dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien
halusinasi.
SP 2 Keluarga: melatih keluarga praktik merawat pasien langsung duhadapan pasien.
SP 3 Keluarga: membuat perencanaan pulang bersama keluarga
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI

Nama Klien :
DX. Medis :
No. CM :
Ruangan :
Dx Perencanaan
Tg No
Keperawa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
l Dx
tan

Gangguan TUM :
Persepsi Klien tidak 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling percaya
Sensori : mencederai bersahabat dengan mengungkapkan prinsip
halusinasi orang lain menunjukan komunikasi terapentik.
Tuk 1 : rasa senang ada a. Sapa klien dengan ramah baik
Klien dapat kontak mata. verbal maupun non verbal
membina Mau berjabat b. Perkenalkan diri dengan sopan
hubungan tangan, mau c. Tanyakan nama lengkap klien
saling menyebutkan dan nama panggilan yang
percaya nama, mau disukai klien
menjawab d. Jelaskan tujuan pertemuan
salam, klien e. Jujur dan menepati janji
mau duduk f. Tunjukan sikp simpati dan
berdampingan menerima apa adanya
dengan perawat, g. Beri perhatian pada kebutuhan
mau dasar klien
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.

TUK 2 : Klien dapat 2. Adakan kontak sering dan singkat


Klien dapat menyebutkan secara bertahap.
mengenal waktu, isi, frekunsi Observasi tingkah laku klien terkait
halusinasinya dan situasi yang dengan halusinsinya; bicara dan
menimbulkan tertawa tanpa stimulus memandang
halusinasi kekiri/ke kanan/ ke depan seolah-
olah ada teman bicara
Bantu klien mengenal halusinasinya :
a. Jika menemukan klien yang
sedang halusinasi, Tanyakan
apakah ada suara yang
didengar
b. Jika klien menjawab ada,
lanjutkan : apa apa yang
dikatakan
c. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya
(dengan nada bersahabat
tanpa menuduh atau
menghakimi)
d. Katakan bahwa klien lain
juga ada seperti klien
e. Katakan bahwa perawat akan
membantu klien.
f. Jika Klien tidak sedang
berhalusinasi klari fikasi
tentang adanya pengalaman
halusinasi.
Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang
menimbulkan/tidak
menimbulkan halusinasi
( jika sendiri, jengkel / sedih)
b. Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi (pagi,
siang sore, dan malam atau
sering dan kadang-kadang)
Klien dapat Diskusikan dengan klien bagaimana
mengungkapkan perasaannya jika terjadi halusinasi
perasaan terhadap (marah/takut, sedih, senang) dan beri
halusinasi nya kesempatan untuk mengungkapkan
perasaannya.
TUK 3 : Klien dapat 3. identifikasi bersama klien cara
Klien dapat menyebutkan atau tindakan yang dilakukan jika
mengontrol tindakan yang terjadi halusinasi (tidur, marah,
halusinasinya biasanya dilakukan menyibukan diri dll)
untuk mengendali- Diskusikan manfaat dan cara yang
kan halusinasinya digunakan klien, jika bermanfaat beri
Klien dapat pujian
menyebutkan cara Diskusikan cara baru untuk
baru memutus/ mengontrol timbulnya
halusinasi :
Katakan : “saya tidak mau
dengar/lihat kamu” (pada saat
halusinasi terjadi)
Menemui orang lain
(perawat/teman/anggota keluarga)
untuk bercakap cakap atau
mengatakan halusinasi yang didengar
/ dilihat
Membuat jadwal kegiatan sehari hari
agar halusinasi tidak sempat muncul
Meminta keluarga/teman/ perawat
Klien dapat menyapa jika tampak bicara sendiri
memilih cara Bantu Klien memilih dan melatih
mengatasi cara memutus halusinasi secara
halusinasi seperti bertahap
yang telah Beri kesempatan untuk melakukan
didiskusikan cara yang dilatih. Evaluasi hasilnya
dengan klien dan beri pujian jika berhasil
Klien dapat
melaksanakan cara
yang telah dipilih
untuk
mengendalikan
halusinasinya Anjurkan klien mengikuti terapi
Klien dapat aktivitas kelompok, orientasi realita,
mengikuti terapi stimulasi persepsi
aktivitas kelompok
TUK 4 : Keluarga dapat Anjurkan Klien untuk memberitahu
Kilen dapat membina hubungan keluarga jika mengalami halusinasi
dukungan saling percaya Diskusikan dengan keluarga )pada
dari keluarga dengan perawat saat keluarga berkunjung/pada saat
dalam Keluarga dapat kunjungan rumah)
mengontrol menyebutkan Gejala halusinasi yang di alami klien
halusinasinya pengertian, tanda Cara yang dapat dilakukan klien dan
dan tindakan untuk keluarga untuk memutus halusinasi
mengendali kan Cara merawat anggota keluarga yang
halusinasi halusinasi di rumah : beri kegiatan,
jangan biarkan sendiri, makan
bersama, berpergian bersama
Beri informasi waktu follow up atau
kapan perlu mendapat bantuan
halusinasi tidak terkontrol, dan
resiko mencederai orang lain
TUK 5 : Klien dan keluarga Diskusikan dengan klien dan
Klien dapat dapat menyebutkan keluarga tentang dosis,efek samping
memanfaatka manfaat, dosis dan dan manfaat obat
n obat dengan efek samping obat
baik Klien dapat Anjurkan Klien minta sendiri obat
mendemontrasi kan pada perawat dan merasakan
penggunaan obat manfaatnya
dgn benar
Klien dapat Anjurkan klien bicara dengan dokter
informasi tentang tentang manfaat dan efek samping
manfaat dan efek obat yang dirasakan
samping obat

Klien memahami Diskusikan akibat berhenti minum


akibat berhenti obat tanpa konsultasi
minum obat tanpa
konsultasi Bantu klien menggunakan obat
Klien dapat dengan prinsip 5 (lima) benar
menyebutkan
prinsip 5 benar
penggunaan obat
DAFTAR PUSTAKA

Purnomo, Dedy Shidiq. 2016. 7 LP Jiwa MENUR SBY. www.academia.edu.com.


Diakses tanggal 12 Maret 2018.

Anda mungkin juga menyukai