Asuhan Keperawatan Jiwa Gangguan Proses Pikir
Asuhan Keperawatan Jiwa Gangguan Proses Pikir
Asuhan Keperawatan Jiwa Gangguan Proses Pikir
- menarik diri
Keadaan yang timbul sebagai akibat dari pada proyeksi dimana seseorang
melemparkan kekurangan dan rasa tidak nyaman ke dunia luar. Individu itu biasanya
peka dan mudah tersinggung , sikap dingin dan cenderung menarik diri. Keadaan ini
sering kali disebabkan karena merasa lingkungannya tidak nyaman , merasa benci ,
kaku , cinta pada diri sendiri yang berlebihan angkuh dan keras kepala. Dengan
seringnya memakai mekanisme proyeksi dan adanya kecenderungan melamun serta
mendambakan sesuatu secara berlebihan , maka keadaan ini dapat berkembang
menjadi waham. Secara berlahan – lahan individu itu tidak dapat melepaskan diri
dari khayalannya dan kemudian meninggalkan dunia realitas.
Kecintaan pada diri sendiri, angkuh dan keras kepala , adanya rasa tidak aman ,
membuat seseorang berkhayal ia sering menjadi penguasa dan hal ini dapat
berkembang menjadi waham besar.
Secara umum dapat dikatakan segala sesuatu yang mengancam harga diri dan
keutuhan keluarga merupakan penyebab terjadinya halusinasi dan waham. Selian itu
kecemasan , kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai
perbedaan antara apa yang dipikirkan dengan perasaan sendiri menurun sehingga
segala sesuatu sukar lagi dibedakan , mana rangsangan dari pikiran dan rangsangan
dari lingkungan (Keliat, 1998)
Ada dua factor yang menyebabkan terjadinya waham (Keliat, 1998)yaitu :
a. Factor predisposisi
Meliputi perkembangan sosial kultural , psikologis , genetik , biokimia. Jika tugas
perkembangan terhambat dan hubungan interpersonal terganggu maka individu
mengalami stress dan kecemasan.
b. Factor presipitasi
Rangsangan lingkungan yang sering menjadi pencetus terjadinya waham yaitu klien
mengalami hubungan yang bermusuhan , terlalu lama diajak bicara , objek yang ada
dilingkungannya dan suasana sepi (isolasi). Suasana ini dapat meningkatkan stress
dan kecemasan.
4. Tanda dan Gejala
Untuk mendapatkan data waham saudara harus melakukan observasi perilaku
berikut ini :
a. Waham kebesaran
Meyakini bahwa ia memiliki kebesaran atau kekuasaan khusus , diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya ini pejabat di departemen kesehatan lho..” atau “saya punya tambang
emas”
b. Waham curiga
Meyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang berusaha merugikan /
mencederai dirinya , diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya tahu… seluruh saudara ingin mneghancurkan hidup saya karena
merasa iri dengan kesuksesan saya.”
c. Waham agama
Memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan , diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “kalau saya masuk surge saya harus menggunakan pakaian putih setiap
hari.”
d. Waham somatic
Meyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu / terserang penyakit ,
diucapkan berulang kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “saya sakit kanker” , setelah pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan
tanda – tanda kanker namun pasien terus mengatakan bahwa ia terserang kanker.
e. Waham nihilistic
Meyakini bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia / meninggal , diucapkan berulang
kali tetapi tidak sesuai kenyataan.
Contoh : “ini kana lam kubur ya , semua yang ada adalah roh – roh”.
Proses pikir
[ ] sirkumtansial [ ] tangensial
Isi pikir
[ ] obsesi [ ] fobia
Proses pikir
Masalah keperawatan
a. Kerusakan komunikasi verbal
b. Ganggguan proses pikir : waham
c. Harga diri remdah kronik
Pohon masalah
2. Diagnosa Keperawatan
Kerusakan komuikasi verbal
effect
Core problem
causa
3. Klien
dapat 3.1 Observasi kebutuhan klien sehari-hari
mengiden 3.2 Diskusikan kebutuhan klien yang tidak
tifikasi terpenuhi baik selama dirumah atauppun
kebutuhan dirumah sakit (rasa takut, ansietas,
yang tidak marah).
terpenuhi 3.3 Hubungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi dengan waham
3.4 Tingkatkan aktifitas yang dapat
terpenuhi kebutuhan klien dan
memerlukan waktu dan tenga (aktifitas
dapat dipilih bersama klien, jika
mungkin buat jadwal).
3.5 Atur situasi agar klien mempunyai
waktu untuk menggunakan wahmnya.
4. Klien
4.1 Berbicara dengan klien dalam konteks
dapat
realitas (realitas diri, realitas orang lain,
berhubun
realitas tempat dan realitas waktu).
gan 4.2 Sertakan klien dalam terapi aktifitas
dengan kelompok: orientasi realitas
realistis 4.3 Berikan pujian pada setiap kegiatan
positif yang dilakukan klien
Tujuan Khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan:
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik
dengan cara :
1. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
2. Perkenalkan diri dengan sopan
3. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
7. Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri
Tindakan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-
tandanya
2. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau mau bergaul
3. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda
serta penyebab yang muncul
4. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya
3) Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan
kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.
Tindakan :
1. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan
orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain.
2. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan
dengan orang lain
1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan
dengan orang lain
2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain
3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan
perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain
4) Klien dapat melaksanakan hubungan social
Tindakan :
1. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain
2. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui
tahap
K–P : Klien – Perawat
K – P – P lain : Klien – Perawat – Perawat lain
K – P – P lain – K lain : Klien – Perawat – Perawat lain – Klien lain
K – Kel/ Klp/ Masy : Klien – Keluarga/Kelompok/Masyarakat
3. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai
4. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan
5. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi
waktu
6. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan
7. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan.
5) Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang
lain
Tindakan :
1. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan
dengan orang lain
2. Diskusikan dengan klien tentang perasaan manfaat berhubungan dengan
orang lain
3. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan
perasaan manfaat berhubungan dengan oranglain
6) Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- Salam, perkenalan diri
- Jelaskan tujuan
- Buat kontrak
- Eksplorasi perasaan klien
2. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :
- Perilaku menarik diri
- Penyebab perilaku menarik diri
- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi
- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri
3. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain
4. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien
minimal satu kali seminggu
5. Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PERILAKU KEKERASAN
2. Lingkungan psikososial
Seseorang yang baru mengalami kehilangan, perpisahan/perceraian, kehilangan
yang dini dan berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang
berhubungan dengan bunuh diri.
3. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko
penting untuk prilaku destruktif.
4. Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa secara serotogenik, apatengik, dan depominersik menjadi
media proses yang dapat menimbulkan prilaku destrukif diri.
D. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart (2006) faktor pencetus seseorang melakukan percobaan bunuh diri
adalah:
1. Perasaan terisolasi dapat terjadi karena kehilangan hubungan
interpersonal/gagal
melakukan hubungan yang berarti.
2. Kegagalan beradaptasi sehingga tidak dapat menghadapi stres.
3. Perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada
diri sendiri.
4. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
E. Mekanisme Koping
1. Mood/affek: Depresi yang persisten, merasa hopelessness, helplessness,
isolation, sedih, merasa jauh dari orang lain, afek datar, sering mendengar
atau melihat bunyi yang sedih dan unhappy, membenci diri sendiri, merasa
dihina, sering menampilkan sesuatu yang tidak adekuat di sekolah,
mengharapkan untuk dihukum.
2. Perilaku/behavior: Perubahan pada penampilan fisik, kehilangan fungsi, tak
berdaya seperti tidak intrest, kurang mendengarkan, gangguan tidur,
sensitive, mengeluh sakit perut, kepala sakit, perilaku antisocial : menolak
untuk minum, menggunakan obat-obatan, berkelahi, lari dari rumah.
3. Sekolah dan hubungan interpersonal: Menolak untuk ke sekolah, bolos dari
sekolah, sosial teman-temannya, kegiatan-kegiatan sekolah dan hanya
interest pada hal – hal yang menyenangkan, kekurangan system pendukung
sosial yang efektif.
4. Keterampilan koping: Kehilangan batas realita, menarik dan mengisolasikan
diri, tidak menggunakan support system, melihat diri sebagai orang yang
secara total tidak berdaya.
F. Faktor – faktor Risiko Bunuh Diri
a. Perilaku
1. Membeli senjata
2. Mengubah surat wasiat
3. Membuat surat wasiat
4. Perubahan sikap yang nyata
5. Membeli obat dalam jumlah yang banyak
b. Fisik
1. Nyeri kronik
2. penyakit fisik
3. penyakit terminal
c. Psikologis
1. Penganiayaan masa kanak-kanak
2. Riwayat bunuh diri dari keluarga
3. Rasa bersalah
4. Remaja homoseksual
d. Situasional
1. Remaja yang tinggal ditatanan nontradisional
2. Ketidakstabilan ekonomi
3. kehilangan kebebasan
4. pension
e. Sosial
1. Gangguan kehidupan keluarga
2. kesepian
3. Kehilangan hubungan yang penting
4. putus asa
f. Verbal
1. menyatakan keinginan untuk mati
2. mengancam bunuh diri
6) Status Mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik
klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung.
7) Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakannya pada orang
orang
lain (lebih sering menggunakan koping menarik diri)
Format / Data focus pengkajian pada klien dengan resiko bunuh diri (Keliat
dan Akemat,2009)
Pengkajian :
1. Keluhan Utama : …………………………………………………….
2. Pengalaman masalalu yang tidak menyenangkan …………………..
3. Konsep diri ……………………………………………………………
4. Alam perasaan
( ) sedih ( ) Putus Asa
( ) ketakutan ( ) Gembira Berlebihan
(Klien umumnya merasakan kesedihan dan keputusan yang sangat mendalam)
5. Interaksi selama wawancara
( ) Bermusuhan ( )Tidak koperatif
( ) Defensif ( ) Kontak mata kurang
( ) Mudah tersinggung ( ) Curiga
( Klien biasanya menunjukkan afek yang datar atau tumpul )
6. Afek
( ) Datar ( ) Labil
( ) Tumpul ( ) Tidak sesuai
( Klien biasanya menunjukkan afek atau tumpul )
7. Mekanisme koping maladaptif
( ) Minum alcohol ( ) Bekerja berlebihan
( ) Reaksi lambat ( ) Mencederai diri
( ) Menghindar ( ) Lainnya
( Klien biasanya menyelesaikan masalahnya dengan cara menghindar dan
mencederai diri )
8. Masalah psikososial
( ) Masalah dengan dukungan keluarga
( ) Masalah dengan perumahan
Pohon Masalah
Effect
Core Problem
Harga Diri Rendah Kronik
Causa
B. DIAGNOSA
1. Risiko Bunuh Diri.
2. Harga diri rendah kronik
3. Risiko perilaku kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan
verbal.
SP3P SP3K
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan 1) Membantu keluarga membuat jadwal
harian klien. aktivitas di rumah termasuk minum obat
2) Melatih klien mengendalikan (discharge planning).
halusinasi dengan cara melakukan 2) Menjelaskan pollow up klien setelah
kegiatan. pulang.
3) Menganjurkan klien memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian
SP4P
1) Mengevaluasi jadwal kegiatan
harian klien
2) Memberikan penkes tentang
pengunaan obat secara teratur.
3) Menganjurkan klien
memasukkan kedalam jadwal
kegiatan harian.
P:
Perwat:
Lanjutkan sp2p pada
pertemuan kedua pada
hari senin,7 mei 2012
pukul11.00 diruang
perawaatan klien.
Klien:
Memotifikasi klien
melatih cara
mengendalikan bunuh
diri.
O:
Klien menyebutkan hal
yang positif yang
dimilikinya
Klien dapat menyebutkan
hal patut disyukuri
dalam hidupnya.
Klien dapat
mempraktikkan
kegiataan yang bisaa
dia lakukan
Klien mempraktikkan
cara menyapu
Kontak baik
Klien komperatif
A:SP2P tercapai
P:
Perawat:
Lanjutkan SP3p pada
pertemuan ke tiga pada
hari selasa 8 MEI
2012pukul 08.00 diruang
perawaatan klien
Klien:
Memotifikasi klien untuk
dapat menghargai dirinya
4 Risiko SP4P
bunuh Risiko S:”Waallaikum
diri bunuh diri salam,baik pak,10 menit
Melakukan SP4P saja pak.”
risiko bunuh diri: “rencananya sayamau
kerja cari uang,kegiataan
1. Membuat rencana kegiataan.”
masa depan yang “caranya saya harus
realistid bersama punya keahlian,dan harus
klien. pandai brrgaul dengan
2. Mengidentifikasi orang lain.”
cara mencapai “saya akan melukis siapa
rencana masa tau lukisan ini.”
depan yang :masukkan jadwalnya
realistis jam 16.00aja pak.”
3. Member
dorongan klien O:
melakukan Kontakmata baik
kegiataan dalam Klien komperatif
rangka meraih Bicara kiheren
masa depan yang
realistis A.SP4P tercapai
4. Menganjurkan P.
klien Perawat:
memasukkan Lanjutkan intervensi
dalm jadwal perawataan klien oleh
harian klien keluarga,persiapan klien
pulang
Klien:
Memotifasi klien berlatih
melukis untuk merai
masa depan.
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA DEFISIT PERAWATAN DIRI
A. Masalah Utama: Defisit perawatan diri
B. Proses Terjadinya Masalah
1. Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan
dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas
perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan
psikis, kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya ( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
2. Faktor Predisposisi dan Faktor Presivitasi
Menurut Depkes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah:
a. Factor predisposisi
1) Perkembangan: Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien
sehingga perkembangan inisiatif terganggu.
2) Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu
melakukan perawatan diri.
3) Kemampuan realitas turun: Klien dengan gangguan jiwa dengan
kemampuan realitas yang kurang menyebabkan ketidakpedulian
dirinya dan lingkungan termasuk perawatan diri.
4) Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri
lingkungannya. Situasi lingkungan mempengaruhi latihan
kemampuan dalam perawatan diri.
b. Faktor presipitasi: kurang penurunan motivasi, kerusakan kognisi atau
perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu sehingga
menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor – faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
1. Body Image: Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu
tidak peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik Sosial: Pada anak – anak selalu dimanja dalam kebersihan diri,
maka kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status Sosial Ekonomi: Personal hygiene memerlukan alat dan bahan
seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya
memerlukan uang untuk menyediakannya.
4. Pengetahuan: Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena
pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada
pasien penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya: Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
dimandikan.
6. Kondisi fisik atau psikis: Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri
adalah:
a. Fisik: Badan bau, pakaian kotor, rambut dan kulit kotor, kuku panjang dan
kotor, Gigi kotor disertai mulut bau, Penampilan tidak rapi.
b. Psikologis: Malas, tidak ada inisiatif, Menarik diri, isolasi diri, Merasa tak
berdaya, rendah diri dan merasa hina.
c. Social: Interaksi kurang, Kegiatan kurang, Tidak mampu berperilaku
sesuai norma, Cara makan tidak teratur, BAK dan BAB di sembarang
tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
4. Rentang Respon
Adaptif Maladaptif
Pola perawatan diri kadang perawatan diri Tidak melakukan
seimbang kadang tidak perawatan saat stress
5. Penatalaksanaan: Pasien dengan gangguan defisit perawatan diri tidak
membutuhkan perawatan medis karena hanya mengalami gangguan jiwa,
pasien lebih membutuhkan terapai kejiwaan melalui komunikasi terapeutik.
C. Pohon Masalah
Effect Isolasi Sosial: menarik diri
2. Tindakan keperawatan
a) Melatih pasien cara perawatan kebersihan diri
b) Membantu pasien latihan berhias
c) Melatih pasien makan secara mandiri
d) Mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri
A. Definisi
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai sesuatu yang berharga dan tidak
dapat bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri.
Harga diri rendah adalah perasan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negativ terhadap diri sendiri atau kemampuan
diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu
mencapai keinginan sesuai ideal diri (keliat, 2009)
Gangguan harga diri yang disebut harga diri rendah dapat terjadi secara :
a. Situational, yaitu terjadi tertama yang tiba-tiba, misalnya harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami atau istri, putus sekolah, putus hubungan kerja,
perasaan malu karena sesuatu ( korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara
tiba-tiba ).
b. Kronik, yaitu perassan negativ terhadap diri berlangsung lama, yaitu
sebelum sakit atau dirawat. Klien ini mempunyai cara berfikir yang negativ.
Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi negativ terhadap
dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respon mal yang adaptif. Kondisi ini
dapat ditemukan pada klien gangguan fisik yang kronik atau pada klien
gangguan jiwa.
B. Etiologi
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri seseorang.
Dalam tinjuan life span history klien, penyebab terjadinya harga diri rendah adalah
pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat
individu mencapai masa remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi
kesempatan dan tidak diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal disekolah,
pekerjaan atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya ( yosep,2009 ).
Menurut stuart (2006), faktor-faktor yang mengakibatkan harga diri rendah kronik
meliputi faktor predisposisi dan faktor presipitasi sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua,
harapan orang tua yang tidak realistis, kegagalan yang berulang,
kurang mempunyai tanggung jawab yang tidak realistis, kegagalan
yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak realitis.
2. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah sterotipe peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya
3. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidak
percayaan orang tua, tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan
struktur sosial.
b. Faktor presipitasi
Menurut yosep (2009), faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya
adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk tubuh, kegagalan
atau produktivitas yang menurun. Secara umum, gangguan konsep harga diri rendah
dapat terjadi secara situasional atau kronik.secara situasional karena trauma yang
muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan,perkosaan,atau
penjara, termasuk dirawat di rumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah
disebabkan karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien
tidak nyaman. Harga diri rendah kronik, biasanya dirasakan klien sebelum sakit atau
sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran negatif dan meningkat saat dirawat.
Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar
belakang pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima.
Konsep diri positif merupakan bagaimana seseorang memandang apa yang ada pada
dirinya meliputi cita dirinya, ideal dirinya, harga dirinya, penampilan peran serta
identitas dirinya secara positif. Hal ini akan menunjukkan bahwa individu itu akan
menjadi individu yang sukses.
Harga diri rendah merupakan perasaan negatif terhadap dirinya sendiri, termasuk
kehilangan percaya diri, tidak berharga, tidak berguna, pesimis, tidak ada harapan
dan putus asa. Adapun perilaku yang berhubungan dengan harga diri yang rendah
yaitu mengkritik diri sendiri dan atau orang lain, penurunan produktifitas, destruktif
yang diarahkan kepada orang lain, gangguan dalam berhubungan, perasaan tidak
mampu, rasa bersalah, perassan negatif mengenai tubuhnya sendiri, keluhan fisik,
menarik diri secara sosial, khawatir, serta meanarik diri dari realitas.
Kerancuan identitas merupakan suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa
yang harmonis. Adapun perilaku yang berhubungan dengan kerancuan identitas
yaitu tidak ada kode moral, sifat kepribadian yang bertentangan, hubungan
interpersonal eksploitasi, perassan hampa. Perasaan mengambang tentang diri
sendiri, tingkat ansietas yang tinggi, ketidak mampuan untuk empati terhadap orang
lain.
Depersonalisasi merupakan suatu perasaan yang tidak realistis dimana klien tidak
dapat membedakan stimulus dari alam atau luar dirinya. Individu mengalami
kesulitan untuk membedakan dirinya sendiri dari orang lain, dan tubuhnya sendiri
merasa tidak nyata dan asing baginya.
Faktor yang mempegaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang
tua yang tidak relistis, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai
tanggungjawab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yag tidak
realistis. Sedangkan stresor pencetus mungkin ditimbulkan dari sumber internal dan
eksternal seperti :
1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menaksika
kejadian yang megancam.
2. Ketegangan peran beruhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dimana individu mengalami frustrasi. Ada tiga jeis transisi
peran :
a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang
berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai tekanan untuk peyesuaian diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan
sehat ke keadaan sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh
kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan dan
fungsi tubuh, perubahan fisik, prosedur medis dan keperawatan.
Gangguan harga diri atau harga diri rendah dapat terjadi secara:
1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misal harus operasi,
kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubugan kerja dll. Pada
pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena privacy yang
kurang diperhatikan : pemeriksaan fisik yang sembarangan, pemasangan
alat yang tidak sopani (pemasangan kateter, pemeriksaan pemeriksaan
perianal dll.), harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak
tercapai karena di rawat/sakit/penyakit, perlakuan petugas yang tidak
menghargai.
2. Kronik, yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama
E. POHON MASALAH
Pohon masalah
Isolasi sosial
3. Tindakan keperawatan
Tindakan Keperawatan pada pasien
1) Tujuan keperawatan
a. Pasien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b. Pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
c. Pasien dapat memilih kegiatan sesuai dengan kemampuan
d. Pasien dapat melatih kegiatan yang dipilih sesuai kemampuan
e. Pasien dapat melakukan kegiatan yang sudah dilatih sesuai jadwal
2) Tindakan keperawatan
a. Identifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien.
a) Diskusikan tentang sejumlah kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki pasien seperti kegiatan pasien di rumah sakit, dan dirumah,
adanyan keluarga dan lingkungan terdekat pasien.
b) Beri pujian yang realistik dan hindarkan penilaian yang negatif.
b. Bantu pasien menilai kemampuan yang dapat digunakan dengan cara
berikut:
a) Diskusikan dengan pasien mengenai kemampuan yang masih dapat
digunakan saat ini.
b) Bantu pasien menyebutkannya dan beri penguatan terhadap
kemampuan diri.
c) Perlihatkan respons yang kondusif dan upayaka menjadi pendengar
yang aktif
c. Membantu pasien untuk memilih / menetapkan kemampuan yang akan
dilatih.
a) Diskusikan dengan pasien kegiatan yang akan dipilih
b) Bantu pasien untuk memilih kegiatan yang dapat dilakukan mandiri
d. Latih kemampuan yang dipilih pasien
a) Diskusikan dengan pasien langkah-langkah pelaksanaan kegiatan
b) Bersama pasien, peragakan kegiatan yang ditetapkan
c) Beri dukungan dan pujian pada setiap kegiatan yang dapat dilakukan
pasien.
e. Bantu pasien menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang dilatih
a) Beri kesempatan kepada pasien untuk mencoba kegiatan yang telah
dilatihkan
b) Beri pujian atas segala kegiatan yang dapat dilakukan pasien setia hari
c) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan tingkat toleransi dan perubahan
setiap kegiatan
d) Berikan pasien kesempatan mengungkapkan perasaanya setelah
pelaksanaan kegiatan.
SP Pasien
Sp1 :
a. Mendiskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien
b. Membantu pasienmenilai kemampuan yang masih dapat digunakan
c. Membantu pasien memilih kemampuan yang akan dilatih
d. Melatih kemampuan yang sudah dipilih
e. Menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang telah di latih dalam rencana
harian
Sp2 :
a. Melatih pasien melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan
pasien
b. Latihan dapat dilanjutkan untuk kemampuan lain sampai semua
kemampuan dilatih.
c. Setiap kemampuan yang dimiliki akan meningkatkan harga diri pasien.
SP Keluarga
Sp1 :
Mendiskusikan msalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien dirumah,
menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala HDR, cara merawat pasien HDR,
mendemonstrasikan cara merawat & memberi kesempatan untuk mempraktekkan
cara merawat.
Sp2 :
Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung dihadapan pasien
Sp 3:
Membuat perencanaan pulang bersama keluarga.
TINDAKAN KEPERAWATAN
a. Tindakan keperawatan pada pasien
1. Tujuan keperawatan
a) Pasien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
b) Pasien dapat mengontrol halusinasi
c) Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a) Bantu pasien menganli halusinasi
b) Melatih pasien mengontrol halusinasi
1) Menghardik halusinasi
2) Bercaka-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
4) Minum obat secara teratur
SP PASIEN
SP 1 Pasien: membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara mengontrol
halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan menghardik.
SP 2 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain
SP 3 Pasien: Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan Melakukan aktivitas yang
terjadwal
SP 4 Pasien: melatih pasien minumobat secara teratur
b. Tindakan keperawatan pada keluarga
1. Tujuan keperawatan
a) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien, baik dirumah
maupun di RS
b) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien
2. Tindakan keperawatan
a) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
b) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis halusinasi
yang dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien
halusinasi.
c) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memeragakan cara
merawat pasien
d) Buat perencanaan pulang dengan keluarga
SP 1 Keluarga: memberikan pendidikan kesehatan tentang pengertian, jenis
halusinasi yang dialami, tanda gejala, proses terjadinya dan cara merawat pasien
halusinasi.
SP 2 Keluarga: melatih keluarga praktik merawat pasien langsung duhadapan pasien.
SP 3 Keluarga: membuat perencanaan pulang bersama keluarga
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
KLIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI
Nama Klien :
DX. Medis :
No. CM :
Ruangan :
Dx Perencanaan
Tg No
Keperawa Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi
l Dx
tan
Gangguan TUM :
Persepsi Klien tidak 1. Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling percaya
Sensori : mencederai bersahabat dengan mengungkapkan prinsip
halusinasi orang lain menunjukan komunikasi terapentik.
Tuk 1 : rasa senang ada a. Sapa klien dengan ramah baik
Klien dapat kontak mata. verbal maupun non verbal
membina Mau berjabat b. Perkenalkan diri dengan sopan
hubungan tangan, mau c. Tanyakan nama lengkap klien
saling menyebutkan dan nama panggilan yang
percaya nama, mau disukai klien
menjawab d. Jelaskan tujuan pertemuan
salam, klien e. Jujur dan menepati janji
mau duduk f. Tunjukan sikp simpati dan
berdampingan menerima apa adanya
dengan perawat, g. Beri perhatian pada kebutuhan
mau dasar klien
mengungkapkan
masalah yang
dihadapi.