Makalah Katarak KMB 3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

TUGAS INDIVIDU

MATA KULIAH : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB) III

DENGAN TEMA ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

KATARAK

DISUSUN OLEH :

Nama : Herni Nuraeni

Nim : 006.01.31.17

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) TARUMANAGARA

TANGERANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan YME karena berkat rahmat dan
karunia-Nya lah saya dapat menyelesaikan tugas “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Demam Katarak” ini yang disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan medikal
bedah III sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Terima kasih saya sampaikan kepada dosen bidang studi keperawatan medikal bedah
III yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk mengerjakan tugas asuhan
keperawatan pada klien dengan katarak ini, sehingga saya menjadi lebih mengerti dan
memahami tentang materi “Katarak”.

Saya menyadari bahwa masih banyak kesalahan, kekurangan dan kehilafan dalam
tugas ini. Untuk itu saran dan kritik tetap saya harapkan demi perbaikan tugas ini kedepan,
akhir kata saya berharap tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Terima kasih.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... 1


DAFTAR ISI ..................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 3
BAB II PEM BAHASAN
2.1 Definisi katarak ............................................................................................... 6
2.2 Anatomi Fisiologi .......................................................................................... 7
2.3 Klasifikasi katarak ........................................................................................... 12
2.4 Etiologi Katarak .............................................................................................. 13
2.5 Patofisiologi katarak ....................................................................................... 15
2.6 Menifestasi klinis katarak ............................................................................... 16
2.7 Penatalaksanaan katarak.................................................................................. 16
2.8 Pengobatan katarak ......................................................................................... 17
2.9 Asuhan Keperawatan katarak .......................................................................... 17
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 33
3.2 Saran .................................................................................................................. 33
DAFTAR PUSTAKA . ...................................................................................................... 34

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Katarak merupakan penyakit tidak menular yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,
baik faktor internal maupun faktor eksternal. Menurut Tritias (2012), Faktor internal yang
mempengaruhi katarak adalah riwayat penyakit seperti: umur, jenis kelamin dan diabetes
melitus. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi katarak yaitu : pekerjaan,
pendidikan, penghasilan, kebiasaan merokok, kebiasaan minum alkohol dan mengunyah
tembakau. “Stage Of The Arts”.Menurut Mamantha (2015) ditemukan factor demografi
untuk katarak termasuk factor usia yang lebih tua dan status social ekonomi yang lebih
rendah. Katarak dikaitkan dengan diabetes mellitus (OR=6,34;95% CI: 2,34-8,29%),
mengunyah tembakau (OR= 4,62), merokok (OR=1,87), dan hipertensi (OR=1,56;95%
CI: 1,25-2,78%). Asupan makanan lutein / zaexanthin yang lebih tinggi (L/Z) dan betha
karoten dikaitkan (P,<0,001) dengan risiko katarak nuklir dan kortikal yang lebih rendah.
“Stage Of The Arts”Menurut Sedaghat (2016) analisis menunjukan bahwa pola
docosahexaenoic asam (DHA) dan asam eicosapentaenoic (EPA) (omega-3 pola). Dalam
analisis mentah dan multivariate, natrium pola itu dikaitkan dengan meningkatnya risiko
katarak (OR= 1,97;95% CI:1,09-3,93). Pola asam lemaknya tinggi risiko katarak
(OR=1,94; 95% CI: 1,13-3,86). Antioksidan pola itu dikaitkan dengan penurunan risiko
79% yang signifikan. Pola omega-3 itu secara signifikan berhubungan negative denagn
risiki katarak. “Stage Of The Arts”Menurut Junpark (2015), sebanyak 20.419 subyek
yang memenuhi syarat berusia > 40 tahun (8.777 pria dan 11.642 perempuan)
berpartisipasi dalam KNHANES selama masa studi. Dari peserta tersebut , 19.953 peserta
memiliki data pemeriksaan lampu gores berkenaan dengan keadaan katarak minimal satu
mata. Perbandingan antara peserta dengan dan tanpa data pemeriksaan disediakan secara
Supplementary. “Stage Of The Arts”.Menurut Chua (2016) diantara 925 peserta dengan
katarak visual signifikan 636 (68,8%) tidak menyadari status katarak mereka. Prevalensi
standarisasi usia bervariasi menurut etnisitas, dengan orang Melayu memiliki tingkat
yang lebih tinggi dari pada orang Cina dan India. Faktor risiko yang terkait secara
independen dengan memiliki katarak visual yang tidak terdiagnosis secara signifikan
adalah : etnis Melayu, pendidikan, pekerjaan, dan tanpa riwayat diabetes mellitus (semua
P<0,05). Dalam hal ini dengan katarak visual yang tidak terdiagnosis secara signifikan,

3
setengahnya memiliki gangguan penglihatan bilateral, yang secara signifikan
berhubungan dengan 24,8% fungsi visual yang kurang baik dibandingkan dengan
gangguan penglihatan unilateral (P <0,001). “Stage Of The Arts”Gangguan penglihatan
dan kebutaan masih menjadi masalah sosial yang cukup besar di Indonesia. WHO
memperkirakan pada tahun 2014 terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia, dimana
sepertiganya berada di Asia Tenggara. Dengan pertambahan jumlah penduduk dunia dan
peningkatan umur harapan hidup maka jumlah kebutaan akan meningkat paling sedikit 1
juta orang pertahun. (WHO, 2014)Penyakit Katarak merupakan penyakit yang sudah
tersebar luas di seluruh dunia dengan tingkat kecenderungan mengalami peningkatan dari
tahun Setahun. Angka kejadian Katarak di dominasi berada dinegara miskin dan
berkembang, yaitu Asia dan Afrika, dengan besar risiko 10 kali lipat mengalami kebutaan
dibandingkan dengan penduduk dinegara maju, sedangkan risiko kebutaan dinegara maju
hanya sekitar 4 juta orang yang berisiko mengalami kebutaan dengan penyebab utamanya
adalah kemunduran maskular yang berhubungan dengan faktor Usia, dapat terlihat bahwa
negara miskin dan berkembang mengambil andil terbesar dalam peningkatan kasus
kebutaan didunia (Vaughan,2011).Prevalensi kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% dari
jumlah penduduk di Indonesia menurut hasil rvey pada tahun 2014. Berdasarkan angka
tersebut, katarak merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia dengan presentase
sebesar 0,78% walaupun katarak umumnya adalah penyakit usia lanjut, namun 16-20%
buta katarak telah dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun. Terjadinya
katarak diduga karena proses multi faktor, yang terdiri dari faktor intrinsik dan faktor
ektrinsik. Faktor intrinsik seperti jenis kelamin dan umur sedangkan faktor ektrinsik
seperti diabetes mellitus, kekurangan nutrisi, penggunaan obat, rokok, alkohol, sinar
matahari (Riskesdas, 2013).Tingginya angka kebutaan di Indonesia menempatkan
Indonesia pada urutan pertama di Asia dengan tingkat kebutaan yang tertinggi, dengan
perbandingan angka kebutaan 3 juta orang buta diantara 210 juta penduduk Indonesia,
sedangkan didunia Indonesia menempatkan diri pada posisi kedua setelah negara-negara
di Afrika Tengah dan sekitar Gurun Sahara yang masalah utama kasus kebutaan
disebabkan oleh Katarak.Berdasarkan data survei kesehatan indera penglihatan tahun
2009-2014 menunjukkan bahwa di Indonesia angka kebutaan mencapai 1,5% penyebab
kebutaan di Indonesia adalah katarak yaitu memberikan andil terbesar 0,78% diakibatkan
oleh katarak dan akan terus meningkat angka kebutaan karena katarak kejadiannya
diperkirakan 0,1 % atau (sekitar 210.000/ tahun).Data prevalensi gangguan penglihatan
dan kebutaan menurut penduduk dipropinsi Sumatera Utara menunjukkan bahwa jumlah

4
penderita mata yang mengalami kebutaan sebanyak 193.344 orang, katarak sebanyak
100.539 orang, glaucoma sebanyak 25.779 orang, kelainan refraksi sebanyak 18.045
orang, dan xeroptalmia sebanyak 38.669 orang. (Profil Kesehatan Sumatera Utara,
2016).Berdasarkan data yang didapat dari rekam medis Rumah Sakit UmumDR. Pirngadi
Medan bahwa angka penderita katarak pada tahun 2015 adalah sebesar 2615 orang dan
pada tahun 2016 cenderung meningkat sebesar 2947 orang. (Rekam Medis RSUD Dr
Pirngadi Medan, 2016).Kejadian Katarak yang setiap tahunnya mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun seperti yang dijelaskan, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang
katarak dan faktor yang mempengaruhinya di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Katarak

Definisi lensa adalah suatu struktur transparan (jernih). Kejernihannya dapat


terganggu oleh karena proses degenerasi yang menyebabkan kekeruhan serabut lensa
(Khurana AK, 2010). Terjadinya kekeruhan pada lensa disebut katarak. Katarak
adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan
lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang
kabur pada retina. Istilah katarak dalam dunia kedokteran diartikan sebagai suatu “
kekeruhan dari lensa mata” istilah ini sudah ada sejak dulu kala dan telah di
pergunakan serta ditemukan dalam buku liber de oculis karangan pendeta dari
cartasginia bernama constantinus africanus (1018-1885). Buku tersebut merupakan
suatu terjemahan dari sebuah buku kedokteran arab, yang didalamnya terdapat istilah
nuzul el ma yang berarti air mengalir ke bawah. Kemudian di terjemahkan ke dalam
bahasa latin sebagai carakta yang mengalir ke bawah seperti air terjun atau portcullis
(Soediro, et al, 2011).Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada
serabut ataubahan lensa didalam kapsul lensa. Katarak adalah suatu keadaan patologik
lensa dimana lensa menjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein
lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolism normal lensa yang dapat
timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan
serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi
(Ilyas, 2014).Keadaan lensa seperti ini bukan tumor atau pertumbuhan jaringan
didalam mata, akan tetapi merupakan keadaan lensa menjadi berkabut. Bila kekeruhan
katarak bertambah tebal, penglihatan akan menjadi keruh seperti melihat melalui kaca
jendela yang berkabut. Berat ringannya gangguan tajam penglihatan pada penderita
katarak tergantung dari derajat kekeruhan lensa matanya. Gangguan tajam penglihatan
bervariasi dari mulai kesulitan melihat benda benda yang kecil sampai kebutaan.
Katarak tidak menular ke mata sebelahnya tetapi dapat mengenai kedua lensa mata.
Katarak bukan disebabkan karena mata yang terlalu lama dipakai dan mata yang
dipakai tidak akan memperberat katarak. (Ilyas , 2014).

6
Gambar Katarak (Ilyas , 2014).

2.2 Anatomi Fisiologi


Anatomi Mata

Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju, mempunyai kekuatan refraksi yang besar. Lensa
mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat nukleus, di perifer
ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsula anterior dan
posterior. Dengan bertambahnya usia, nukleus mengalami perubahan warna menjadi
coklat kekuningan . Di sekitar opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan
poterior nukleus. Opasitaspada kapsul poterior merupakan bentuk aktarak yang paling
bermakna seperti kristal salju. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan
hilangnya transparansi. Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang
memaenjang dari badan silier ke sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam
protein lensa dapat menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan
dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal disertai influks air ke dalam lensa. Proses ini
mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain
mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam melindungi lensa dari

7
degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada
pada kebanyakan pasien yang menderita katarak. Katarak bisa terjaadi bilateral, dapat
disebabkan oleh kejadian trauma atau sistemis (diabetes) tetapi paling sering karena
adanya proses penuaan yang normal. Faktor yang paling sering berperan dalam
terjadinya katarak meliputi radiasi sinar UV, obat-obatan, alkohol, merokok,
dan asupan vitamin anti oksidan yang kurang dalam jangka waktu yang lama.

Bola mata berdiameter ± 2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam

rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar. Gambar ini

menunjukan bagian-bagian yang termasuk ke dalam bola mata, bagian-bagian tersebut

memiliki fungsi berbeda, secara rinci diuraikan sebagai berikut:

a) Sklera : Melindungi bola mata dari kerusakan mekanis dan menjadi tempat

melekatnya bola mata

b) Otot-otot : Otot-otot yang melekat pada mata :

1) muskulus rektus superior : menggerakan mata ke atas

2) muskulus rektus inferior : mengerakan mata ke bawah

c) Kornea: memungkinkan lewatnya cahaya dan merefraksikan cahaya

d) Badan Siliaris: Menyokong lensa dan mengandung otot yang memungkinkan

lensa untuk beroakomodasi, kemudian berfungsijuga untuk mengsekreskan aqueus

humor

e) Iris : Mengendalikan cahaya yang masuk ke mata melalui pupil, mengandung

pigmen.

8
f) Lensa : Memfokuskan pandangan dengan mengubah bentuk lensa

g) Bintik kuning (Fovea): Bagian retina yang mengandung sel kerucut

h) Bintik buta: Daerah syaraf optic meninggalkan bagian dalam bola mata

i) Vitreous humor: Menyokong lensa dan menjaga bentuk bola mata

j) Aquous humor : Menjaga bentuk kantong bola mata

Bola mata dibagi menjadi 3 lapisan, dari luar ke dalam yaitu tunica fibrosa,

tunica vasculosa, dan tunica nervosa.

1) Tunica Vibrosa

Tunica vibrosa terdiri dari sklera, sklera merupakan lapisan luar yang sangat

kuat. Sklera berwarna putih putih, kecuali di depan. Pada lapisan ini terdapat kornea,

yaitu lapisan yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima cahaya masuk

kemudian memfokuskannya. Untuk melindungi kornea ini, maka disekresikan air

mata sehingga keadaannya selalu basah dan dapat membersihkan dari debu. Pada

batas cornea dan sclera terdapat canalis schlemm yaitu suatu sinus venosus yang

menyerap kembali cairan aquaus humor bola mata.

2) Tunica Vasculosa

Tunica vasculosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari depan ke

belakang terdiri dari iris, corpus ciliaris dan koroid. Koroid merupakan lapisan tengah

yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya akan pigmen warna. Daerah

ini disebut Iris. Coba Anda perhatikan mata orang Indonesia dengan orang-orang dari

9
Negara barat! Apakah perbedaannya? Tentunya pada warna. Orang Indonesia

biasanya bermata hitam atau coklat, adapun orang barat biasanya berwarna biru atau

hijau. Nah, di bagian irislah terdapatnya perbedaan ini karena di tempat ini memiliki

pigmen warna.

Bagian depan dari lapisan iris ini disebut Pupil yang terletak di belakang

kornea tengah. Pengaruh kerja ototnya yaitu melebar dan menyempitnya bagian ini.

Coba Anda masuk ke dalam suatu kamar yang gelap gulita, maka Anda akan berusaha

melihat dengan melebarkan mata agar cahaya yang masuk cukup. Pada kondisi ini

disebut dengan dilatasi, demikian sebaliknya jika Anda berada pada ruangan yang

terlalu terang maka Anda akan berusaha untuk menyempitkan mata karena silau untuk

mengurangi cahaya yang masuk yang disebut dengan konstriksi. Pada sebuah kamera,

pupil ini diibaratkan seperti diafragma yang dapat mengatur jumlah cahaya yang

masuk.

Di sebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram otot yang

disebut Musculus Siliaris. Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa mata,

yang selalu bekerja untuk memfokuskan penglihatan. Seseorang yang melihat benda

dengan jarak yang jauh tidak mengakibatkan otot lensa mata bekerja, tetapi apabila

seseorang melihat benda dengan jarak yang dekat maka akan memaksa otot lensa

bekerja lebih berat karena otot lensa harus menegang untuk membuat lensa mata lebih

tebal sehingga dapat memfokuskan penglihatan pada benda-benda tersebut.

Pada bagian depan dan belakang lensa ini terdapat rongga yang berisi caira

bening yang masing-masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya

cairan ini dapat memperkokoh kedudukan bola mata

3) Tunica Nervosa

10
Tunica nervosa (retina) merupakan reseptor pada mata yang terletak pada bagian

belakang koroid. Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak,

namun tipis, hampir menyerupai lapisan pada kulit bawang. Retina tersusun dari

sekitar 103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima cahaya. Di antara sel-sel

tersebut sekitar 100 juta sel merupakan sel-sel batang yang berbentuk seperti tongkat

pendek dan 3 juta lainnya adalah sel konus (kerucut). Sel-sel ini berfungsi untuk

penglihatan hitam dan putih, dan sangat peka pada sedikit cahaya.

a. Sel Batang tidak dapat membedakan warna, tetapi lebih sensitif terhadap

cahaya sehingga sel ini lebih berfungsi pada saat melihat ditempat gelap. Sel

batang ini mengandung suatu pigmen yang fotosensitif disebut rhodopsin. Cahaya

lemah seperti cahaya bulan pun dapat mengenai rhodopsin. Sehingga sel batang

ini diperlukan untuk penglihatan pada cahaya remang-remang.

b. Sel Kerucut atau cone cell mengandung jenis pigmen yang berbeda, yaitu

iodopsin yang terdiri dari retinen. Terdapat 3 jenis iodopsin yang masing-masing

sensitif terhadap cahaya merah, hijau dan biru. Masing-masing disebut iodopsin

merah, hijau dan biru. Segala warna yang ada di dunia ini dapat dibentuk dengan

mencamputkan ketiga warna tersebut. Sel kerucut diperlukan untuk penglihatan

ketika cahaya terang. Signal listrik dari sel batang dan sel kerucut ini akan di

teruskan melalui sinap ke neuron bipolar, kemudian ke neuron ganglion yang akan

membentuk satu bundel syaraf yaitu syaraf otak ke II yang menembus coroid dan

sclera menuju otak. Bagian yang menembus ini disebut dengan discus opticus,

dimana discus opticus ini tidak mengandung sel batang dan sel kerucut, maka

cahaya yang jatuh ke discus opticus tidak akan terlihat apa-apa sehingga disebut

dengan bintik buta.

11
Alat-alat tambahan mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata

dan aparatus lakrimalis.

a) Alis: terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata, fungsinya

untuk melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk kecantikan.

b) Kelopak mata: ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak

bergerak dari kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator pepebrae

untuk menarik kelopak mata ke atas (membuka mata). Untuk menutup mata

dilakukan oleh otot otot yang lain yang melingkari kelopak mata atas dan bawah

yaitu musculus orbicularis oculi. Ruang antara ke-2 kelopak disebut celah mata

(fissura pelpebrae), celah ini menentukan “melotot” atau “sipit” nya seseorang.

Pada sudut dalam mata terdapat tonjolan disebut caruncula lakrimalis yang

mengandung kelenjar sebacea (minyak) dan sudorifera (keringat).

c) Bulu mata: ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar

Meibow. Kelenjar sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut kelenjar

Zeis. Infeksi kelenjar ini disebut Lordholum (bintit).

d) Apparatus lacrimalis: terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis

lacrimalis, dan ductus nassolacrimalis.

2.3 Klasifikasi Katarak


Menurut penelitian Ilyas, katarak dapat diklasifikasikan ke dalam golongan
sebagai berikut:
1. Katarak perkembangannya (developmental) dan degenerative.
2. Katarak congenital, juvenile dan senile.
3. Katarak komplikata.
4. Katarak traumatic.
Penyebab terjadinya kekeruhan lensa dapat di golongkan sebagai berikut:
1. primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolism.
2. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa.
3. Komplikasi penyakit.

12
Berdasarkan usia pasien, katarak dapat dibagi dalam golongan berikut:
1. Katarak congenital yaitu katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun.
2. Juvenile yaitu katarak yang terlihat pada usia 1 tahun dan dibawah usia 40 tahun.
3. Katarak persenil yaitu katarak sesudah usia 30-40 tahun.
4. Katarak senile yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun.
(Ilyas,2014)
2.4 Etiologi
Katarak dapat disebabkan oleh bermacam- macam faktor seperti kelainan
bawaan sejak lahir, penyakit, trauma, efek samping obat, dan radiasi sinar matahari.
Tetapi, umumnya penyebab terbesar adalah proses ketuaan/ faktor usia.
Berdasarkan faktor resiko penyebabnya. Katarak dapat di golongkan ke dalam
beberapa tipe, yaitu sebagai berikut:
1. Katarak kongenital
Adalah katarak yang ditemukan pada anak - anak. Biasanya dalah katarak
yang di temukan pada bayi ketika waktu lahir yang disebabkan oleh virus rubella pada
ibu yang hamil muda.
2. Katarak komplikata
Adalah katarak yang disebabkan oleh beberapa jenis infeksi dan penyakit
tertentu seperti diabetes mellitus, hipertensi, glaucoma, lepasnya retina atau ablasi
retina dan penyakit umum tertentu lainnya.
3. Katarak trauma
Adalah katarak yang diakibatkan oleh cedera mata seperti: pukulan keras, luka
tembus, luka menyayat, panas tinggi atau bahan kimia dapat mengakibatkan
kerusakan pada lensa. Katarak trauma dapat terjadi pada semua usia.
4. Katarak senilis
Adalah katarak yang disebabkan oleh proses ketuaan/ faktor usia sehingga
lensa mata menjadi keras dan keruh. Katarak seilis merupakan tipe katarak yang
paling banyak ditemukan. Biasanya ditemukan pada golongan usia diatas 40 tahun
ketas (ilyas,2014).
 Terdapat dua bentuk katarak senilis yaitu:
1. Tipe kortikal: proses kekaburan mulai pada bagian superficial dari konteks lensa
mata.
2. Tipe nuclear: proses kekaburan mulai pada bagian nucleus (inti) lensa mata.

13
 Terjadiya katarak senilis berlangsung dalam 4 stadium yaitu:
1. Stadium insipien
Stadium ini adalah awal proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa terbentuk
bercak bercak. Kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh gangguan
penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini proses
degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga akan terlihat
bilik mata depan dengan kedalaman yang normal. Iris dalam posisi biasa disertai
dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan belum terganggu.
2. Stadium imatur
Pada stadium ini, lensa yang degenerative mulai menyerap cairan ke dalam
lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini terjadi pembengkakan
yang disebut katarak imatur. Pada stadium ini dapat dapat terjadi miopisasi akibat
lensa mata menjadi cembung, sehingga pasien tidak menyatakan tidak perlu
kacamata sewaktu membaca dekat. Akibat lensa mata yang bengkak, iris
terdorong kedepan bilik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau
tertutup. Pada stadium ini dapat terjadi glaucoma sekunder. Pada pemeriksaan uji
bayangan iris atau shadow test akan terliha bayangan iris pada lensa. Uji bayangan
iris positif.
3. Stadium matur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium ini terjadi kekeruhan
seluruh lensa. Tekanan cairan didalam lensa sudah dalam keadaan seimbang.
Dengan cairan dalam mata sehingga ukuran ukuran lensa akan menjadi normal
kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan
normal, sudut bilik mata depan terbuka normal, dan uji bayangan iris negative.
Tajam penglihatan menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.
Stadium ini tepat untuk melakukan operasi Karena kekaburan lensa sudah lebih
padat dan lebih mudah dipisahkan dari kapsulnya.
4. Stadium hipermatur
Pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut dari korteks lensa dapat
mencair sehingga nucleus lensa tenggelam didalam korteks lensa (katarak
morgagni). Pada stadium ini juga terjadi degenerasi kapsul lensa sehingga bahan
lensa ataupun korteks lensa yang cair keluar adan masuk kedalam bilik mata
depan. Lensa terlihat lebih kecil daripada normal, yang akan mengakibatkan iris
tremulans, dan bilik mata terbuka. Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun

14
seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini disebut uji bayangan iris
pseudopositif. Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan timbul reaksi
pada jaringan uvea berupa uveitis. Bahan lensa juga dapat menutup jalan keluar
cairan bilik mata sehingga timbul glaucoma fakolitik.(Ilyas,2014).
2.5 Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis: nucleus, korteks dan
kapsul. Nukleus mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan
bertambahnya usia. Disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior dan
posterior nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang
paling bermakna. Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi
disertai infulks air kedalam lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang
dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim
mempunyai peranan dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien menderita
katarak.

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi.


Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjangdari badan silier
sekitar daerah di luar lensa, misalnya, dapat menyebabkan penglihatan mengalami
distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan kogulasi, sehingga
mengabutkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu
teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke
dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun denga bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.

Katarak biasanya terjadi bilateral, namun mempunyai kecepatan yang berbeda.


Dapat disebabkan oleh kejadian trauma maupun sistemis, seperti diabetes, namun
sebenarnya merupakan konsekwensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan
katarak berkembang secara kronik dan “matang” ketika orang memasuki dekadeke
tujuh. Katarak dapat bersifat kongenital dan harus diidentifikasi awal, karena bila
tidak terdiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan kehilangan penglihatan
permanen. Faktor yang paling sering yang berperan dalam terjadinya katarak meliputi

15
radiasi sinar ultraviolet B, obat-obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan
vitamin antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.

2.6 Manifestasi Klinis


Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif
(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat
asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah
matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata
menjadi negatif (-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan
akan dapat menimbulkan komplikasi berupa glaukoma dan uveitis.

Gejala umum gangguan katarak meliputi :

1. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek

2. Peka terhadap sinar atau cahaya

3. Dapat melihat dobel pada satu mata

4. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca

5. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu

 Pemeriksaan Diagnostik
1. Keratometri

2. Pemeriksaan lampu slit

3. Oftalmoskopis

4. A-scan ultrasound (echography)

5. Hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik, khususnya bila
dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Dengan hitung sel endotel 2000
sel/mm3, pasien ini merupakan kandidat yang baik untuk dilakukan
fakoemulsifikasi dan implantasi IOL.

2.7 Penatalaksanaan
Bila penglihatan dapat dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi kuat sampai
ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari, maka penanganan biasanya
konservatif. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan
akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam
penglihatan yang terbaik yang dapat dicapai adalah 20/50 atau lebih buruk lagi bila

16
ketajaman pandang mempengaruhi keamanan atau kualitas hidup, atau bila visualisasi
segmen posterior sangat perlu untuk mengevaluasi perkembangan berbagai penyakit
retina atau sarf optikus, seperti diabetes dan glaukoma.
Ada 2 macam teknik pembedahan ;
1. Ekstraksi katarak intrakapsuler Adalah pengangkatan seluruh lensa sebagai satu
kesatuan.
2. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler Merupakan tehnik yang lebih disukai dan
mencapai sampai 98 % pembedahan katarak. Mikroskop digunakan untuk melihat
struktur mata selama pembedahan.
2.8 Pengobatan
Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh
diangkat dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu
lagi memakai kaca mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga
jangan sampai terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian
rupa sehingga mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan
penyulit seperi glaukoma dan uveitis. Teknik yang umum dilakukan adalah ekstraksi
katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa dikeluarkan melalui pemecahan atau
perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan nukleus lensa dapat dikeluarkan
melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat timbul penyulit katarak
sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak terjadi katarak
sekunder karenaseluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan pada yang
matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien berusia
kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula
dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus
lensa dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana
komplikasi pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
2.9 Pengkajian
1. Identitas Klien
 Nama : Ny. W
 Umur : 50 th
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Agama : islam
 Status Perkawinan : kawin

17
 Suku Bangsa : Indonesia
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : swasta
 Tgl masuk RS : 01 Januari 2012
 No. Register : 15665
Penanggung Jawab
 Nama : Tn. F
 Umur : 56 th
 Pekerjaan : swasta
 Alamat : Hibrida 10

2. Keluhan utama
Klien mengalami penglihatan kabur. Klien mengalami penglihatan kabur,
kesulitan melihat dari jarak jauh ataupun dekat.
3. Riwayat Kesehatan
 Riwayat kesehatan Sekarang

Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan pusing dan penglihatannya


kabur, penglihatan kabur dirasakan sejak kurang lebih 1 tahun yang lalu.
Penglihatan kabur/tidak jelas dan seperti ada kabut serta terkadang pasien merasa
silau saat melihat cahaya. Klien juga mengalami kesulitan melihat pada jarak
jauh atau dekat, pandangan ganda, susah melihat pada malam hari. Setelah
dilakukan pengkajian pupil berwarna putih dan ada dilatasi pupil, nucleus pada
lensa menjadi coklat kuning, lensa menjadi opak, retina sulit dilihat, terdapat
gangguan keseimbangan pada susunan sel lensa oleh factor fisik dan kimiawi
sehingga kejernihan lensa berkurang.klien disarankan oleh dokter untuk
dilakukan tindakan pembedahan atau dikoreksi dengan dilator pupil dan refraksi
kuat sampai ke titik di mana pasien melakukan aktivitas sehari-hari.klien jg
mengalami hiperglikemia karena panyakit diabetis yang dideritanya.
 Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Mellitus, didiagnosis sejak


kurang lebih 1 tahun yang lalu.
 Riwayat Penyakit Keluarga

18
Ada dari keluarga pasien yang menderita penyakit Diabetes Melitus
/gejala-gejala yang sama seperti yang diderita oleh pasien saat ini.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan :
Keuarga klien takut akan penyakit yang diderita klien, dan berharap
agar bisa cepat sembuh
Penggunaan tembakau (bungkus/hari, pipa, cerutu, berapa lama, kapan
berheti) : tidak menggunakan tembakau
Alkohol : tidak mengkonsmsi alkohol
Alergi (obat-obatan, makanan, plster dll) : makanan
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Diet/suplemen khusus : tidak ada
Nafsu makan : menurun
Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : mual muntah
Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turun) : turun
Kesulitan menelan (disfagia) : disfagia
Gigi : Lengkap
Frekuensi makan : 1-2x sehari
Jenis makanan : nasi, sayur, buah-buahan
Pantangan/alergi : ikan
3) Pola eliminasi
BAB :
Frekuensi : lebih dari 3x sehari
Warna : kuning
Waktu : tidak teratur
Konsistensi : cair
Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : inkontinensia
BAK :
Frekuensi : lebih dari 8x perhari jika dalam keadaan kejang
Kesulitan : inkotinensia
4) Pola aktivitas dan latihan
Kekuatan otot : penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh

19
Kemampuan ROM : ada keterbatasan rentang gerak
Keluhan saat beraktivitas : mudah lelah, dan lemas saat berktivitas
5) Pola istirahat dan tidur
Lama tidur : 4-6 jam sehari
Waktu : malam
6) Pola kognitif dan persepsi
Status mental : penurunan kesadaran
Bicara : aphasia ekspresif
Kemampuan memahami : tidak
Tingkt ansietas : berat
Penglihatan : pandangan kabur
Ketidaknyamanan/nyeri : nyeri kronik
7) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : klien merasa malu dan minder
8) Pola peran hubungan
Pekerjaan : swasta
Sistem pendukung : keluarga
9) Pola koping dan toleransi aktivitas
Hal yang dilakukan saat ada masalah : cerita dengan orang terdekat atau
keluarga
Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : ada
Keadaan emosi dalam sehari-hari : tegang
10) Keyakinan dan kepercayaan
Agama : islam
Pengaruh agama dalam kehidupan : segala sesuatu dalam kehidupannya
diserahkan pada agamanya
1. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : tampak gelisah dan bingung
Penampilan umum : bersih dan rapi
Kliean tampak sehat/sakit/sakit berat : sakit
Kesadaran :
BB : 50 kg
TB : 155 cm
2) Tanda-tanda vital

20
TD : 150/ 110mmHg
ND : 90 x/i
RR :22 1x/i
S : 36,5 derajat celcius
3) Kulit
Warna kulit : tidak sianosis
Kelembapan : kering
Turgor kulit : elastic berkurang
Ada/tidaknya oedema : ada oedema
4) Kepala :
Inspeksi : rambut bersih
Palpasi :tidak Ada benjolan

5) Mata
Inspeksi : kekeruhan, berkabut atau opak pada lensa mata. Pada inspeksi visual
katarak Nampak abu-abu atau putih susu. Pada inspeksi pada lampu senter, tidak
timbul refeksi merah.
Fungsi penglihatan : gangguan penglihatan
Ukuran pupil : pupil dilatasi
Konjungtiva : anemis
Sklera : putih
6) Telinga
Fungsi pendengaran :tidak ada gangguan pendengaran
Kebersihan : bersih
Sekret : tidak ada
7) Hidung dan sinus
Fungsi penciuman : baik
Pembegkakan : tidak ada Perdarahan : tidak ada
Kebersihan : bersih sekret : tidak ada
8) Mulut dan tenggokan
Membran mukosa : kering kebesihan mulut : bersih
Keadaan gigi : lengkap
Tanda radang : Lidah
Trismus :tidak ada

21
Kesulitan menelan : tidak ada, disfagia tidak ada
9) Leher
Trakea : simetris
Kelenjar limfe : ada
Kelenjar tiroid : tidak ada pembesaran
10) Thorak/paru
Inspeksi : dada simetris dan tidak menggunakan otot bantu pernafasan
Perkusi :tidak ada massa, dengan tidak adanya peningkatan produksi mukus
Auskulktasi : pernafasan stridor (ngorok)
11) Jantung
Inspeksi : iktus kordis terlihat
12) Abdomen
Inspeksi : simetris
Auskultasi : peristaltik usus
Palpasi : tidak ada benjolan atau massa, tidak ada ascites
13) Ekstremitas
Ekstremitas atas : pergerakan normal
Ekstremitas bawah : pergerakan normal
ROM :
Kekuatan otot : penurunan kekuatan tonus otot
14) Neurologis
Kesadaran (GCS) :
Status mental : penurunan kesadaran
Motorik : kejang
Sensorik : gangguan pada sistem penglihatan,mata kabur ,pengelihatan silau dan
gangguanpendengaran
Refleks fisiologis : mengalami penurunan terhadap respon stimulus

22
2.10 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS: perdarahan intra Resio tinggi terhadap
-klien mengatakan pusing dan okuler(dikoreksi cidera
penglihatannya kabur, penglihatan dengan dilator pupil)
kabur dirasakan sejak kurang lebih 1
tahun yang lalu.
-klien mengatakan bahwa dokter
menyarakan untuk dilakukan tindakan
yaitu dikoreksi dengan dilator pupil.
DO:
- Pupil berwarna putih dan ada
dilatasi pupil
-nucleus pada lensa menjadi coklat
kuning, lensa menjadi opak, retina
sulit dilihat
2 DS: bedah pengangkatan Resiko tinggi
-klien mengatakan kesulitan melihat katarak terhadap infeksi
pada jarak jauh atau dekat, pandangan
ganda, susah melihat pada malam
hari.
-klien mengatakan bahwa dia juga
mnderita penyakit diabetis mellitus
DO:
- terdapat gangguan keseimbangan
pada susunan sel lensa oleh factor
fisik dan kimiawi sehingga kejernihan
lensa berkurang.
-Hiperglikemia
3 DS: gangguan penerimaan Gangguan sensori
-klien mengatakan mengalami sensori/status organ persepsi(penglihatan)
penglihatan kabur. indra penglihatan
-Klien mengatakan mengalami

23
penglihatan kabur, kesulitan melihat
dari jarak jauh ataupun dekat
DO:
- pupil berwarna putih dan ada
dilatasi pupil, nucleus pada lensa
menjadi coklat kuning, lensa menjadi
opak, retina sulit dilihat

Diagnosa keperawatan yang muncul


 Resio tinggi terhadap cidera b/d perdarahan intra okuler(dikoreksi dengan dilator pupil)
 Resiko tinggi terhadap infeksi b/d bedah pengangkatan katarak
 Gangguan sensori persepsi(penglihatan) b/d gangguan penerimaan sensori/status organ indra
penglihatan

2.11 Nursing Care Planning


No Diagnosa Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Resio tinggi Setelah Menunjukkan Mandiri :
cidera dilakukan perubahan 1. Diskusikan apa 1. Membantu
berhubunga intervesi perilaku, pola yang terjadi pada megurangi rasa
n dengan selama hidup untuk pasca dikoreksi takut an
perdarahan 3x24 jam menurunka tentang nyeri, meningkatkan kerja
intra okuler diharapkan faktor resiko pembatasan sama dalam
perdrahan dan untuk aktivitas, pembatasan yang
intra okuler melidungi penampilan dan diperlukan
dapat segera diri dari balutan mata
diatasi cedera. 2. Batasi aktivitas 2. Menurunkan stres
seperti megerakkan pada area
kepala tiba-tiba, pengikisan/menuru
menggaruk mata, nkan TIO
membongkok
3. Dorong napas
dalam batuk untuk
bershan nafas
3. Batuk

24
berihan paru meningkatkan TIO
4. Pertahankan
perlindungan mata
sesuai indikasi 4. Digunaknuntuk
melindungi dari
5. Minta pasien untuk cedera dan
membedakan menurunkan
antara gerakan mata
ketidakyamanan 5. Ketidak amanan
dan nyeri mata mungkin karena
tajam tiba-tiba, prosedur
selidiki pembedahan, nyeri
kegelisaan,disorien akut menunjukkan
tasi, gangguan TIO dan atau
balutan perdarahan yang
terjadi karena
regangan dan atau
tak diketahui
penyebabnya.
Kolaborasi:
1. berikan obat sesuai
indikasi
 antiemetik contoh
proklorprazin

 mual, muntah
dapat
meningkatkan TIO,
memerlukan
tindakan segera
 asetazolamid(diom untuk mencega
ox) cedera okuler
 diberikan untuk

25
menurun TIO bila
terjadi peningkatan,
membatasi kerja
enzim pada
produksi akueus
 analgesik contoh humor
empirin dengam  digunakan untuk
kodein, ketidak nyamanan
asetaminofen(tynol ringan, mencega
) gelisah yang dapat
mempengaruhi TIO
2 Resiko Setelah - Meningkat Mandiri
tinggi dilakukan kan 1. Diskusikan 1. Menurunkan
terhadap intervesi penyembuha pentingnya jumlah bakteri pada
infeksi selama n luka tepat mencuci tangan tangan, mencega
berhubunga 3x24 jam waktu sebelum menyentu kontaminasi area
n dengan diharapkan - bebas atau mengobati operasi
bedah factor drainase mata 2. Tehnik aseptic
pengangkat resiko purulen dan 2. Gunakan atau menurunkan resiko
an katarak infeksi eritema tunjukan tehnik penyebaran bakteri
dapat yang tepat untuk dan kontaminasi
diatasi membersihkan silang
mata dari dalam
keluar dengan tisu
basah atau bola
kapas untuk tiap
usapan ganti
balutan dan
masukkan lensa
kontak bila
menggunakan 3. Mencegah
3. Tekankan kontaminasi dan
pentingnya untuk kerusakan sisi

26
tidak menyentuh operasi
atau menggarut
mata yang di
operasi 4. Infeksi mata terjadi
4. Obserpasi tanda 2-3 hari setelah
terjadinya infeksi prosedur dan
contah kemerahan, memerlukan upaya
kelopak mata intervensi yang
bengkak, drainase tepat
purulen.
Kolaborasi:
1. Berikan obat
sesuai indikasi  sediakan topical
 antibiotik(topical, yang digunakan
perenteral, atau sevara profilaksis,
subkunjungival) dimana terapi lebih
akresif diperlukan
bila terjadi infeksi.
Catatan steroid
mungkin
ditambahkan pada
antibiotic topical
bila pasien
mengalami
implantasi.
 Digunakan untuk
 steroid menurunkan
implamasi
3 Gangguan Setelah - Dapat Mandiri
sensori dilakukan meningkatka 1. Tentukann 1. kebutuhan individu
persepsi(pe intervesi n ketajaman ketajaman dan pilihan
nglihatan) selama penglihatan penglihatan, catat intervensi
berhubunga 3x24 jam batas situasi apakah 1 atau 2 bervariasi sebab

27
n dengan diharapkan individu mata terlibat kehilangan
gangguan gangguan - Memperbaiki penglihatan terjadi
penerimaan sensori potensi lambat dan
sensori/statu persepsi bahaya dalam progresif. Bila
s organ dapat lingkunga bilateral tiap mata
indra diatasi dapat berlangjut
penglihatan pada laju yang
berbeda tetapi biasa
nya hanya 1 mata
diperbaiki
perprosedur.
2. memberikan
peningkatan
2. Orientasikan kenyamanan dan
pasien terhadap kekeluargaan,
lingkungan,stap, menurunkan cemas
orang lain di area dab disorientasi
nya pasca operasi
3. terbangun dan
lingkungan tak
dikenal dan
mengalami
3. Observasi tanda- tetbatasan
tanda dan gejala- penglihatan dapat
gejala disorientasi, mengakibatkan
pertahankan pagar bingung pada orang
tempat tidur sampai tua. Menurunkan
benar-benar senbuh resiko jatuh bila
dari anastesia pasien bingung atai
tak kenal ukuran
tempat tidur

4. Memberikan

28
rangsangan sensori
4. Pendekatan dari tepat terhadap
sisi yang tak isolasi dan
dioperasi , bicara, menurunkan
dan menyentuh bingung
sering, dorong
orang terdekat
tinggal dengan
5. Gangguan
pasien
penglihatan atau
iritasi dapat
5. Perhatikan tentang
berakhir 1-2 jam
suram atau
setelah diberikan
penglihatan kabur
pengobatan tetapi
dan iritasi mata
secara bertahap
menurunkan
dengan
penggunaan.
Catatan :
Iritasi local harus
dilaporkan ke
dokter tetapi jangan
hentikan
penggunaan obat
sementara
6. Ingatkan pasien
6. perubahan
menggunakan
ketajaman dan
kacamata
kedalaman persepsi
katarakyang
dapat
tujuannya
menyebabkan
memperbesar
bingung
kurang lebih 25%
penglihatan atau
penglihatan perifer
meningkatkan
hilang dan buta
resiko cedera

29
titik mungkin ada sampai pasien
belajar untuk
mengkompensasi.

2.12 Catatan Perkembangan

No Diagnose Keperawatan Implementasi


Evaluasi
1. Resiko tinggi cidera Jam 08.00 wib Jam 12.00 wib
berhubungan dengan Mandiri : S: klien meengatakan nyeri
perdarahan intra okuler 1. Mendiskusikan apa yang pasca dikoreksi sudah
terjadi pada pasca dikoreksi berkurang.
tentang nyeri, pembatasan O: klien tampak rileks
aktivitas, penampilan dan pasca dikoreksi,tetapi
balutan mata aktivitas klien masih
2. Membatasi aktivitas seperti dibatasi,seperti terlalu
megerakkan kepala tiba- banyak menggerkkan
tiba, menggaruk mata, kapala dan menggaruk mata
membongkok A: Masalah teratasi
3. Mendorong napas dalam sebagian,aktivitas klien
batuk untuk bershan nafas masih dibatasi untuk
berihan paru melindungi mata pasca
4. Mempertahankan dikoreksi
perlindungan mata sesuai P: Intervensi dilanjutkan
indikasi 1. Batasi aktivitas klien
5. Meminta pasien untuk seperti megerakkan kepala
membedakan antara tiba-tiba, menggaruk mata,
ketidakyamanan dan nyeri membongkok
mata tajam tiba-tiba, 2. Mempertahankan
selidiki perlindungan mata sesuai
kegelisaan,disorientasi, indikasi
gangguan balutan 3. Meminta pasien untuk
Kolaborasi: membedakan antara
1. Memberikan obat sesuai ketidakyamanan dan nyeri

30
indikasi mata tajam tiba-tiba,
 antiemetik contoh selidiki
proklorprazin kegelisaan,disorientasi,
 asetazolamid(diomox) gangguan balutan

2. Resiko tinggi terhadap Jam 08.00 wib Jam 12.00wib


infeksi berhubungan Mandiri S: Klien mengatakan dapat
dengan bedah 1. Mendiskusikan pentingnya beristrahat dengan baik
pengangkatan katarak mencuci tangan sebelum tanpa terasa nyeri pasca
menyentu atau mengobati operasi pengangkatan
mata katarak
2. Menggunakan atau O: klien dapat beristirahat
tunjukan tehnik yang tepat dengan tenang dan lebih
untuk membersihkan mata rilek serta tidak terdapat
dari dalam keluar dengan tanda-tanda terjadinya
tisu basah atau bola kapas infeksi pada mata klien
untuk tiap usapan ganti A: Masalah klien teratasi
balutan dan masukkan lensa sebagian,tidak terjadi
kontak bila menggunakan infeksi pada mata klien
3. Menekankan pentingnya pasca operasi.
untuk tidak menyentuh atau P: Intervensi dilanjutkan
menggarut mata yang di 1. Tekankan pentingnya untuk
operasi tidak menyentuh atau
4. Mengobserpasi tanda menggarut mata yang di
terjadinya infeksi contah operasi
kemerahan, kelopak mata 2. obserpasi tanda terjadinya
bengkak, drainase purulen. infeksi contah kemerahan,
Kolaborasi: kelopak mata bengkak,
1. Memberikan obat sesuai drainase purulen
indikasi
 antibiotik(topical,
perenteral, atau
subkunjungival)

31
 Steroid
3. Gangguan sensori Jam 08.00 wib Jam 12.00 wib
persepsi(penglihatan) Mandiri S: klien mengatakan setelah
berhubungan dengan 1. Menentukann ketajaman dilakukan operasi matannya
gangguan penerimaan penglihatan, catat apakah 1 sudah dapat melihat
sensori/status organ indra atau 2 mata terlibat walaupun tanpa bantuan
penglihatan 2. Mengorientasikan pasien kaca mata katarak
terhadap lingkungan,stap, O: klien sudah dapat
orang lain di area nya melihat benda-benda
3. Mengobservasi tanda-tanda disekitarnya
dan gejala- gejala A: Masalah teratasi
disorientasi, pertahankan P: Intervensi dihentikan
pagar tempat tidur sampai
benar-benar sembuh dari
anastesia
4. Pendekatan dari sisi yang
tak dioperasi , bicara, dan
menyentuh sering, dorong
orang terdekat tinggal
dengan pasien
5. Memperhatikan tentang
suram atau penglihatan
kabur dan iritasi mata
6. Mengingatkan pasien
menggunakan kacamata
katarakyang tujuannya
memperbesar kurang lebih

32
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan untuk mencari Faktor


Risiko Yang Mempengaruhi Kejadian Katarak di Poli Klinik Mata Rumah Sakit
Umum Dr. Pirngadi Medan tahun 2017. Maka dapat diambil beberapa kesimpulan,
yaitu:
1. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara mengkonsumsi alkohol terhadap
kejadian katarak di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan tahun
2017.
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok terhadap kejadian
katarak di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan tahun 2017.
3. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara mengunyah tembakau terhadap
kejadian katarak di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan tahun
2017.
4. Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan terhadap kejadian katarak di
Poli Klinik Mata Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan tahun 2017.
5. Terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat diabetes mellitus terhadap
kejadian katarak di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan tahun
2017.
6. Faktor riwayat diabetes mellitus lebih berisiko terhadap peningkatan angka
kejadian katarak dibandingkan dengan faktor kebiasaan merokok dan pekerjaan.
Kesimpulan dari enam variabel yang diteliti, terdapat satu faktor yang paling
berpengaruh terhadap kejadian katarak di di Poli Klinik Mata Rumah Sakit Umum
Dr. Pirngadi Medan tahun 2017 yaitu riwayat diabetes mellitus dan terdapat dua
faktor yang tidak terdapat hubungan bermakna, yaitu mengkonsumsi alkohol dan
mengunyah tembakau.

3.2 Saran

Katarak adalah suatu penyakit degeneraf karena bertambahnya faktor usia,jadi


untuk mencegah terjadinya ppenyakit katarak ini dapat dilakukan dengan pola hidup
yang sehat seperti tidak mengkonsumsi alcohol dan minum minuman keras yang

33
dapat memicu timbulnya katarak.dan salalu mengkonsumsi buah-buahan serta
sayuran yang lebih banyak untuk menjaga kesehatan mata.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy Of Ophthalmology Biochemistry : Lens And Cataract, Basic And


Clinical Science, Section 11;1997-1998 11-15.
Ausman LM And Russel RM. Nutrition In The Elderly In Modern Nutrition In Health And
Disease, Lea & Febiger Philadephia, 8 Ed.2011,770-8
Bhisma Murti, Prinsip Dan Metode Riset Epidemiologi, Yogyakarta, Gajah Mada University
Press, 2014.
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Puskesmas. Pedoman Kesehatan Mata Dan Pencegahan
Kebutaan Untuk Puskesmas, Depkes RI, 2015,5-6.
Handini, Myrnawati Crie. Metodologi Penelitian Untuk Pemula. Jakarta: FIP Press. 2012.
Hutasoit H, 2014. Prevalensi Kebutaan Akibat Katarak Di Kabupaten Tapanuli Selatan
Tahun 2014. Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.2014
Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta. 2014.
Imron, Mochammad. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.
2015: 75-156.
Khurana AK. Community Ophthalmology In Comprehensive Ophthalmology. Fourth
Edition. Chapter 8. New Delhi. New Age International Limited Publisher;2014.167-179.
Klinik Mata Nusantara. Teknik Operasi Katarak di unduh dari:
http://www.klinikmatautama.com (23 oktober 2016).
Kupfer C, The Conquest Of Cataract; A Global Challenge. Trans Ophthalmologic Social UK
1994; 104;1-10.
Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2015, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2015.
NN. Klasifikasi Katarak Diunduh Dari Http://Www.New-Medical.Net/Health/Cataract (23
Oktober 2016).
NN. Definisi Katarak Dari Http://Www.Republika.Co.Id (20 Oktober 2016).

34
Pujiyanto Ismu T. Faktor-Faktor Resiko Yang Mempengaruhi Terhadap Kejadian Katarak
Senilis Di Kota Semarang Tahun 2013. Pasca Sarjana Department Epidemiologi Universitas
Diponegoro. Semarang,2013.
Sinha R Et Al, Etiopathogenesis Of Cataract: Journal Review. Indian Journal Of
Ophthalmology Vol.57 No.3; Mai-June 2014.
Sirlan F, Blindness Patern In Indonesia, Sub Directorate Community Eye Health, Ministry Of
Healthy,2014Soehardjo, Kebutaan Katarak. Factor-Faktor Resiko, Penanganan Klinis Dan
Pengendalian. Program Doctoral (Disertasi). Universitas Gajah Mada.2014.
Sperduto RD. Epidemiologic Aspects Of Age- Related Cataract In Duane’s Clinical
Ophthalmology. Volume 1. Chapter 73A Revised Edition. Lippincot
Williams&Wilkins;2014.
Taylor A. Nutritional And Environmental Influence On Risk For Cataract In Duane’s Clinical
Of Ophthalmology Volume 1, Chapter 27C. Lippincot Williams And Wilkins;2014.
Vitale S, Plasma Antioxidant And Risk Of Cortical And Nuclear Cataract, Epidemical
2013:4;195-203.
World Health Organization, Global Inititive For The Elimination Of Avoidable Blindness,
Geneva.2014.

35

Anda mungkin juga menyukai