Asuhan Keperawatan Gadar Trauma Abdomen
Asuhan Keperawatan Gadar Trauma Abdomen
Asuhan Keperawatan Gadar Trauma Abdomen
A. Pengertian
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
(Dorland, 2002).Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera
fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul
dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja atau terjadinya
cedera/kerusakan pada organ abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologi
sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imunologi dan gangguan faal
berbagai organ (Smeltzer, 2001).Trauma perut merupakan luka pada isi rongga
perut dapat terjadi dengan atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada
penanganan/penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan
tindakan laparatomi.
B. Klasifikasi
Menurut Fadhilakmal (2013), Trauma pada dinding abdomen terdiri dari :
1. Kontusio dinding abdomen
Disebabkan trauma non-penetrasi. Kontusio dinding abdomen tidak
terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau
penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat
menyerupai tumor.
2. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi.
Trauma abdomen pada isi abdomen, terdiri dari:
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera
pada dinding abdomen.
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.
3. Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma,
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
C. Etiologi
Menurut smaltzer, penyebab trauma abdomen dapat terjadi karena
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian. Penyebab trauma yang lainnya sebagai berikut:
1. Penyebab trauma penetrasi
a) Luka akibat terkena tembakan
b) Luka akibat tikaman benda tajam
c) Luka akibat tusukan
2. Penyebab trauma non-penetrasi
a) Terkena kompresi atau tekanan dari luar tubuh
b) Hancur (tertabrak mobil)
c) Terjepit sabuk pengaman karna terlalu menekan perut
d) Cidera akselerasi / deserasi karena kecelakaan olah raga
D. Manifestasi Klinis
Menurut Effendi, (2005) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu :
1. Nyeri
Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri
dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat
ditekan dan nyeri lepas.
2. Darah dan cairan
Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang
disebabkan oleh iritasi.
3. Cairan atau udara dibawah diafragma
Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini
ada saat pasien dalam posisi rekumben.
4. Mual dan muntah
5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah)
Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock
hemoragi.
E. Patofisiologi
Menurut Fadhilakmal (2013), Bila suatu kekuatan eksternal
dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalulintas,
penganiayaan, kecelakaan olah raga dan terjatuh dari ketinggian), maka
beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor – faktor fisik
dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi
berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk
menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan
pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan.
Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga
penting. Trauma juga tergantung pada elastitisitas dan viskositas dari
jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada
keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk
menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan
benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang
terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat
melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan
dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan
benturan. Hal tersebut dapat terjadi cedera organ intra abdominal yang
disebabkan beberapa mekanisme:
1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior
dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
3. Terjadi gaya akselerasi – deselerasi secara mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler.
F. PATHWAY
Trauma (kecelakaan)
↓
Penetrasi & Non-Penetrasi
↓
Terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi, jejas, hematom)
↓
Menekan syaraf bermylen C Peritonitis Terjadi perdarahan jar.lunak dan
rongga abdomen
Motilitas usus menurun
Nyeri
akut
Disfungsi usus Dilakukan tindakan
invasisif drain
G. Pemeriksaan Penunjang
1. FotoThoraks
Untuk melihat adanya trauma pada thorax.
2. DR
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi
perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan
hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa
terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak
kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi
menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi
usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma
pada hepar.
3. Plain Abdomen Foto Tegak
Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan
gambaran usus.
4. Pemeriksaan Urin Rutin
Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai
hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya
trauma pada saluran urogenital.
5. VP (Intravenous Pyelogram)
Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan
trauma pada ginjal.
6. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL)
Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam
rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya
alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold
standard).
Indikasi untuk melakukan DPL sbb :
a. Nyeri Abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
b. Trauma pada bagian bawah dari dada
c. Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
d. Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran
(obat,alkohol, cedera otak)
e. Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum
tulang belakang,
Kontra indikasi relatif melakukan DPL sbb :
a. Pernah operasi abdominal.
b. Wanita hamil
c. Operator tidak berpengalaman.
d. Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan.
e. Ultrasonografi dan CT-Scan Bereuna sebagai pemeriksaan
tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan
adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum.
H. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer, (2002) penatalaksanaan adalah :
1. Abdominal paracentesis menentukan adanya perdarahan dalam rongga
peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi
2. Pemasangan NGT memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada
trauma abdomen
3. Pemberian antibiotik mencegah infeksi
4. Pemberian antibiotika IV pada penderita trauma tembus atau pada
trauma tumpul bila ada persangkaan perlukaan intestinal.
5. Penderita dengan trauma tumpul yang terkesan adanya perdarahan
hebat yang meragukan kestabilan sirkulasi atau ada tanda-tanda
perlukaan abdomen lainnya memerlukan pembedahan
6. Prioritas utama adalah menghentikan perdarahan yang berlangsung.
Gumpalan kassa dapat menghentikan perdarahan yang berasal dari
daerah tertentu, tetapi yang lebih penting adalah menemukan sumber
perdarahan itu sendiri
7. Kontaminasi lebih lanjut oleh isi usus harus dicegah dengan
mengisolasikan bagian usus yang terperforasi tadi dengan mengklem
segera mungkin setelah perdarahan teratasi
Penanganan kegawat daruratan
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim ke Rumah Sakit
Penanganan awal
1. Trauma penetrasi (trauma tajam)
1) Bila terjadi luka tusuk ( pisau atau benda tajam lainnya), maka tusukan
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2) Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan kain kassa
pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak
memperparah luka.
3) Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali ke dalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut dengan kain bersih atau bila ada dengan
verban steril.
4) Immobilisasi pasien
5) Tidak dianjurkan memberi makan dan minum
6) Apabila ada lika terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
7) Sesegera mungkin bawa pasien tersebut ke rumah sakit.
2. Trauma penetrasi
1) Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli
bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk
menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka
masuk dan luka keluaryang berdekatan.
2) Skrining pemeriksaan rontgen.
3) Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara
intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk
menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum.
4) IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning dilakukan untuk
mengetahui jenis cidera yang ada.
5) Uretrografi dilakukan untuk mengetahui adanya rupture uretra.
6) Sistografi ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada fraktur pelvis.
3. Trauma non-penetrasi
a) Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit.
b) Pengambilan contoh darah dan urin
c) Darah diambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus
seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase dan
sebagainya.
d) Pemeriksaan rontgen
e) Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis
adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi
trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di
retroperitonium atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya
memerlukan laparatomi segera.
f) Studi kontras Urologi dan Gastrointestinal
g) Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens
atau decendens dan dubur.
A. Pengkajian
pengkajian sebagai langkah awal dalam proses keperawatan meliputi : usia, jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan, status perkawinan, suku, budaya, agama,
perawatan dirinya. Pada tahap ini perawat juga harus melihat riwayat kesehatan
individu. Informasi ini dapat diperoleh dari hasil penilaian profesi lain atau dari
interaksi dan isolasi sosial, mencegah dan mengatasi risiko yang mengancam
sosial.
a) Keseimbangan oksigenisasi
b) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Meliputi keadaan cairan tubuh, kebutuhan cairan, jenis cairan,
tidur, tingkat nyeri, penurunan tonus dan kekuatan otot, keluhan rasa mudah
perasaan berbeda dengan orang lain karena terkait perubahan pola hidup
akibat luka kronik, risiko cedera akibat penurunan persepsi sensori, dan
kecacatan.
B. Diagnosis Keperawatan
therapeutic self care demand. Dalam proses penegakan diagnosis akan dianalisis
tentang adekuasi pemenuhan therapeutic self care demand, metode bantuan yang
diperlukan sesuai self care agency. Dari diagnosis ini kemudian akan dibuat
C. Intervensi
kolaborasi.
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak untuk melakukan pengkajian
ditetapkan)
2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (klien mengalami kesulitan