Proposal Penelitian Kuantitatif

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia tahun


1945 telah disebutkan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa dan oleh sebab itu setiap Warga Negara Indonesia berhak
memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya
tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama dan gender. Pemerataan dan mutu
pendidikan akan memberikan seseorang keterampilan hidup (life skill) sehingga seseorang
mampu mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat
madani, dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam
UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa


tujuan dari Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.

Upaya yang dapat dilakukan untuk mewujudkan tujuan dari Pendidikan Nasional
sebagaimana yang telah disebutkan dalam Pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 dan
UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah dengan meningkatkan
kualitas dari pendidikan nasional.

Kualitas dari pendidikan nasional itu salah satunya dapat dilihat dari hasil belajar
siswa di setiap jenjang pendidikan baik hasil belajar siswa dalam ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotor. Indikator hasil belajar kognitif biasa disebut sebagai prestasi belajar
siswa di sekolah. Oleh karena itu, upaya peningkatan mutu dari pendidikan nasional salah
satunya dapat ditempuh dengan meningkatkan prestasi belajar siswa di setiap jenjang
pendidikan.

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan nasional dengan meningkatkan prestasi


belajar siswa di setiap jenjang pendidikan tidaklah lepas dari peran seorang guru. Setiap
media, pendekatan dan metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mengajar
sangatlah berpengaruh terhadap hasil belajar siswa baik hasil belajar dari segi kognitif,
afektif maupun psikomotor. Meskipun kemajuan teknologi saat ini sangatlah pesat dan
kemajuan teknologi ini sangatlah mungkin menjadi pendukung kemajuan pendidikan di

1
negara ini. Akan tetapi, peran guru masih tetap saja sangatlah diperlukan.

Guru memiliki empat peran strategis dalam kegiatan pendidikan yaitu sebagai
pendidik, fasilitator, motivator, evaluator. Guru sebagai pendidik berarti ada dua hal yang
harus dilakukan oleh guru, yaitu mengajarkan anak. nilai-nilai kebaikan dan membiasakan
anak berbuat kebaikan. Sebagai fasilitator berarti guru diharapkan mampu mengelola kelas
dengan baik, sebagai motivator berarti guru selalu memberikan masukan-masukan yang
positif kepada siswa, agar siswa bersemangat dan antusias dalam belajar, sebagai evaluator
berarti guru harus mampu mengevaluasi hasil belajar siswa. Selain guru harus bertindak
sebagai pendidik, fasilitator, motivator, dan evaluator guru juga harus bertindak
profesional.

Matematika merupakan pelajaran yang sudah sering dijumpai oleh siswa, mulai dari
tingkat Sekolah Dasar sampai ke Perguruan Tinggi jika mengambil bidang matematika,
namun tidak sedikit siswa yang masih berpendapat bahwa matematika adalah pelajaran
yang menakutkan, karena mata pelajaran tersebut diindikasi masih menjadi salah satu
penyebab utama ketidaklulusan siswa dalam UN (Kedaulatan Rakyat, 21 Maret 2009).
Indikasi tersebut dapat muncul karena adanya prestasi belajar matematika yang masih
rendah. Hal ini tentu menjadi salah satu tugas guru dan siswa untuk memperbaikinya.
Tugas guru yang lain yaitu melaksanakan pembelajaran di kelas.

Pendekatan yang digunakan oleh guru sangatlah bermacam-macam baik pendekatan


yang berorientasi pada guru (teacher center) seperti pendekatan konvensional atau
pendekatan yang berorientasi pada siswa (student center) seperti pendekatan SAVI.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh guru sangatlah berpengaruh terhadap
efektivitas dalam pembelajaran, karena pendekatan yang digunakan oleh guru berkaitan
erat dengan ketercapaian tujuan pembelajaran yaitu kompetensi. Oleh karena itu,
pemilihan pendekatan yang salah akan mampu membuat efektivitas dari pembelajaran
menurun, sehingga perlu adanya perhatian terhadap pendekatan yang digunakan guru
dalam pembelajarannya.

Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori, Visual, dan Intellektual) merupakan sebuah


pendekatan yang tergolong kategori pendekatan baru (2002). Pendekatan ini berangkat
dari teori tentang modalitas awal yang dimiliki oleh peserta didik sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Bobby De

Porter dan Dave Meier. Modalitas dasar sendiri diartikan sebagai suatu kemampuan
dasar yang dimiliki oleh setiap anak semenjak ia terlahir ke dunia. Bobby DePorter (2000:
113) menyatakan bahwa tiap anak memiliki tiga modalitas dasar dalam belajar yaitu

2
Modalitas Auditori, Modalitas Visual, dan Modalitas Kinestetik (Somatis).
Sedangkan Dave Meier (2002: 99) menambahkan satu modalitas belajar anak yaitu
Modalitas Intelektual.

Modalitas awal tersebut ikut menentukan tipe belajar anak, sehingga tipe belajar setiap
anak berbeda-beda satu sama lain. Pendekatan ini berusaha untuk memasukkan dan
mengoptimalkan modalitas dasar belajar seorang anak dalam setiap pembelajaran yang
dilakukan, sehingga diharapkan pendekatan ini akan mampu meningkatkan efektivitas
pembelajaran yang dilakukan.

Pendekatan konvensional merupakan pendekatan yang pembelajarannya lebih


berpusat pada guru, pembelajaran bersifat satu arah yaitu dari guru kepada siswa.
Pendekatan ini tergolong suatu pendekatan klasikal, karena pendekatan ini telah ada sejak
dulu dan masih eksis sampai sekarang dan bahkan masih cukup banyak digunakan dalam
pembelajaran sekarang ini. Pendekatan ini mampu bertahan sampai saat ini karena cukup
efektif dalam penggunaan waktu pembelajaran dan juga mampu meningkatkan kemauan
seseorang untuk mempelajari materi secara lebih mendalam. Pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan ini lebih cepat dalam menyampaikan materi pelajaran, juga
cepat dalam hal penyampaian informasi-informasi baru dari suatu materi pelajaran.

Pendekatan pembelajaran yang baik seharusnya memperhatikan modalitas dasar


belajar anak. Namun sayangnya, dalam pembelajaran matematika aspek tersebut masih
sering diabaikan sehingga pembelajaran menjadi kurang efektif.. Dalam pendekatan SAVI
diupayakan optimalisasi pemberdayaan modalitas dasar belajar anak sehingga dengan
pendekatan ini diharapkan pembelajaran menjadi lebih efektif.

Optimalisasi pemberdayaan modalitas dasar belajar anak pada pendekatan SAVI


memukinkan pendekatan ini menjadi lebih efektif dari pada pendekatan konvensional bila
ditinjau dari prestasi belajar siswa, akan tetapi tidak menutup kemungkinan pendekatan
konvensional lebih efektif, karena dalam pengoptimalan pemberdayaan modalitas dasar
belajar anak memiliki kelemahan yang mampu memberikan hasil yang berkebalikan
dengan harapan. Hal ini dimukinkan karena jika terdapat beberapa anak dalam kelas yang
memiliki kecenderungan belajar tertentu saja semisal kecenderungan belajar auditori yang
kuat sedang lemah dalam somatis, visual, dan intelektual maka anak tersebut akan
mengalami kesulitan dalam belajar.

Dari uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut guna mengetahui
seberapa besar efektivitas pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan
SAVI dan pendekatan konvensional terhadap capaian skor prestasi belajar matematika

3
siswa, adakah perbedaan efektivitas antara pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan SAVI dengan pendekatan konvensional berdasar prestasi belajar matematika
siswa, serta manakah yang lebih efektif, pembelajaran matematika dengan menggunakan
pendekatan SAVI ataukah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan konvensional
yang lebih efektif jika dilihat dari prestasi belajar matematika siswa.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diidentifikasi masalah
penelitian sebagai berikut:

1. Pemilihan pendekatan pembelajaran yang tidak tepat mengakibatkan pembelajaran


menjadi kurang efektif.
2. Kurangnya perhatian pada modalitas dasar belajar anak dalam pembelajaran.
3. Karakteristik cara belajar anak berbeda-beda, sehingga optimalisasi pemberdayaan
modalitas dasar belajar anak dalam pembelajaran dimungkinkan mampu
meningkatkan efektivitas pembelajaran atau sebaliknya.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka pendekatan
pembelajaran yang digunakan dibatasi pada konvensional dan SAVI. Penelitian
dilakukan di SMP Negeri 3 Koto XI Tarusan dengan menggunakan kelas VIII B sebagai
kelas kontrol dan kelas VIII A sebagai kelas eksperimen. Data yang diteliti adalah data
prestasi belajar matematika siswa yang diperoleh dari hasil pretes dan postes. Fokus
bahasan yang akan dibahas peneliti dibatasi pada materi prisma dan limas.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah, maka
penulis kemukakan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pendekatan SAVI efektif digunakan dalam pembelajaran matematika
materi prisma dan limas apabila ditinjau dari capaian skor prestasi belajar siswa?
2. Apakah pendekatan konvensional efektif digunakan dalam pembelajaran
matematika materi prisma dan limas apabila ditinjau dari capaian skor prestasi
belajar siswa?
3. Manakah yang lebih efektif, pembelajaran matematika dengan pendekatan SAVI
atau pembelajaran dengan pendekatan konvensional bila ditinjau dari prestasi
belajar siswa?
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas maka tujuan
yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah

4
1. Untuk mengetahui apakah pendekatan SAVI efektif digunakan dalam
pembelajaran matematika materi prisma dan limas apabila ditinjau dari capaian
skor prestasi belajar siswa.
2. Untuk mengetahui apakah pendekatan konvensional efektif digunakan dalam
pembelajaran matematika materi prisma dan limas.

3. Untuk mengetahui manakah yang lebih efektif pembelajaran matematika dengan


menggunakan pendekatan SAVI atau pembelajaran matematika dengan
pendekatan Konvensional bila ditinjau dari prestasi belajar siswa.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk:
1. Guru
a. Membantu guru matematika dalam usaha mencari bentuk pembelajaran yang
efektif untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.
b. Menjadi referensi ilmiah bagi guru dan untuk memotivasi guru untuk meneliti
pada pokok bahasan yang lain.
2. Siswa
a. Siswa agar dapat belajar dengan pendekatan SAVI sehingga mereka lebih
mampu menguasai materi matematika dengan lebih baik.
b. Meningkatkan kreatifitas belajar siswa, kerjasama dan tanggung jawab,
sehingga pembelajaran menjadi lebih berkualitas.
c. Mengoptimalkan kemampuan berfikir pada siswa.
3. Peneliti
a. Untuk mengetahui efektivitas pembelajaran matematika dengan penggunaan
pendekatan SAVI dan pendekatan Konvensional.
b. Untuk mendapatkan gambaran hasil prestasi belajar matematika siswa dengan
penggunaan pendekatan SAVI dan pendekatan Konvensional.

5
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Deskripsi Teoritik
1. Efektivitas Pembelajaran Matematika
Hampir semua ahli dalam psikologi pendidikan menekankan definisi
belajar sebagai perubahan tingkah laku (behaviour) yang terjadi pada diri individu,
akan tetapi terdapat diantaranya yang menekankan definisi belajar yang lebih
khusus tidak sekedar perubahan tingkah laku.
Writig (dalam Muhibbin Syah, 2003: 65) menyatakan bahwa belajar
adalah: “any relatively permanent change in an organism’s behavioral repertoire
that occurs as a result of experience”. Definisi belajar yang ia ungkapkan ini tidak
menekankan pada perubahan yang disebut “behavioral change” melainkan
“behavioral repertoire change” yang mengandung pengertian perubahan individu
pada seluruh aspek psiko-fisik organisme. Penekanan yang berbeda ini didasarkan
pada kepercayaan bahwa tingkah laku lahiriah organisme itu sendiri bukan
indikator adanya peristiwa belajar karena proses belajar itu sendiri tidak dapat
diobservasi secara langsung.
Berdasarkan definisi belajar yang telah diungkapkan Writig, Biggs (dalam
Muhibbin Syah, 2003: 67) membagi definisi belajar menjadi tiga macam rumusan,
yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional, dan rumusan kualitatif. Dalam
masing-masing rumusan, istilah perubahan dan tingkah laku tidak lagi disebutkan
secara eksplisit mengingat kedua istilah itu 10 sudah menjadi kebenaran umum dan
diketahui oleh semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan.
Secara kuantitatif (ditinjau dari segi jumlah) belajar dipandang dari sudut
seberapa banyak materi yang dikuasai oleh siswa. Secara institusional (tinjauan
kelembagaan) belajar dipandang dari sudut baik buruknya mutu mengajar yang
kemudian dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai. Secara kualitatif (tinjauan
mutu) belajar difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang
berkualitas untuk memecahkan masalah yang kini dan nanti dihadapi siswa.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah diungkapkan oleh beberapa pakar
tersebut didapat sedikit gambaran mengenai definisi dari pembelajaran. Fontana
(1981) memberikan definisi pembelajaran sebagai upaya penataan lingkungan
yang memberi nuansa agar program belajar dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal. Sehingga proses belajar bersifat internal dan unik, sedangkan proses
pembelajaran bersifat eksternal yang direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku.
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

6
Pendidikan Nasional, pembelajaran merupakan “…proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Menurut
konsep sosiologi, belajar merupakan jantung dari proses sosialisasi, sedangkan
pembelajaran merupakan suatu rekayasa yang bertujuan untuk memelihara
kegiatan belajar agar setiap anak yang berada dalam proses belajar dapat mencapai
tujuan belajar dengan optimal yaitu dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat
hidup sebagai warga masyarakat yang baik.
Jadi, proses belajar akan berlangsung lebih terarah, optimal dan sistematik
bila disertai proses pembelajaran dibandingkan dengan proses belajar yang
semata-mata hanya berdasarkan pengalaman dalam kehidupan sosial masyarakat.
Proses belajar yang disertai dengan proses pembelajaran memerlukan peran guru,
bahan belajar, dan lingkungan yang kondusif yang sengaja diciptakan.
Definisi dari matematika yang diungkapkan oleh berbagai pakar
matematika itu sendiri sangatlah beragam. Herman Hudojo (2005: 103)
menyatakan, matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah
bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan hubungan-hubungan di
antara hal-hal itu. Hubungan di antara hal-hal itu diatur dan dikembangkan
berdasarkan logika dengan menggunakan pembuktian deduktif, yaitu pembuktian
yang dimulai dari hal-hal yang besifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus.
James dan James (dalam Erman Suherman, 2003: 16) menyatakan
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan
konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
Sampai saat ini belum ada definisi tunggal tentang matematika. Hal ini terbukti
adanya puluhan definisi matematika yang belum mendapat kesepakatan di antara
para matematikawan (Herman Hudojo, 2003: 35). Namun demikian, bila dilihat
dari definisi matematika di atas dapat disimpulkan bahwa matematika selalu
berhubungan dengan logika dan hal-hal yang abstrak.
Pembelajaran Matematika dapat diartikan sebagai suatu upaya yang
dilakukan dengan tujuan untuk menyediakan suatu kondisi yang mampu
menjadikan proses belajar matematika dapat berlangsung dengan lebih baik dengan
adanya interaksi yang baik antara peserta didik, pendidik (guru) dan sumber belajar
matematika. Efektivitas berasal dari bahasa Inggris effective yang berarti berhasil,
tepat, atau manjur. Efektivitas menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian suatu
tujuan. Jadi, suatu upaya dikatakan efektif apabila upaya tersebut mampu mencapai
tujuannya.

7
Dalam kamus bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang
berarti memiliki efek, pengaruh, atau akibat. Efektif juga dapat diartikan sebagai
memberikan hasil yang memuaskan. Dari dua definisi tentang efektivitas diatas
maka efektivitas berkaitan erat dengan pencapaian suatu tujuan tertentu, tujuan dari
pembelajaran sendiri adalah ketercapaian kompetensi.
Menurut Nana Sudjana (dalam Hamzah: 131), membagi kompetensi
menjadi tiga, yaitu kompetensi bidang kognitif, bidang afektif/ sikap, dan bidang
psikomotor/ perilaku. Pendapat ini sesuai dengan pernyataan Bloom yang terkenal
dengan nama Taksonomi Bloom. Bloom membagi tujuan pembelajaran kedalam
tiga ranah atau domain, yaitu ranah kognitif yang berkaitan dengan kemampuan
intelektual, ranah afektif yang berkaitan dengan sikap, dan ranah psikomotor yang
berkaitan dengan perilaku.
Bloom (dalam Winkel: 244) menambahkan bahwa ranah kognitif terdiri
dari 6 aspek, yaitu pengetahuan, pemahakan, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi.
Ranah afektif terdiri dari 5 aspek, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian/
penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Ranah psikomotor
terdiri atas 7 aspek, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan yang
terbiasa, gerakan yang kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreativitas.
Keberhasilan pencapaian tujuan dari kegiatan belajar sendiri dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu: kurikulum, daya serap, presensi guru, presensi siswa.
a. Kurikulum
Kurikulum berasal dari bahasa latin “Cuciculum” semula berarti “a
running cource, or race cource, especially a chariot race cource” dan dalam
bahasa perancis “Courier” yang berarti “to run” (berlari). Kemudian istilah itu
digunakan untuk sejumlah “Cource” atau mata pelajaran yang harus ditempuh
untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Dalam UU No.20 tahun 2003
disebutkan bahwa kurikulum didefinisikan sebagai seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Definisi tersebut menjelaskan bahwa
kurikulum termasuk sebagai faktor utama yang mempengaruhi efektivitas dari
suatu pembelajaran.
b. Daya serap
Daya serap merupakan kemampuan siswa untuk menyerap atau
menguasai materi atau bahan ajar yang dipelajarinya. Semakin besar
kemampuan dan daya serap siswa, maka ketercapaian tujuan dari pembelajaran

8
akan semakin mudah dicapai.
c. Presensi guru dan presensi siswa
Secara bahasa, presensi dapat diartikan sebagai kehadiran. Besar
persentase kehadiran guru sangat mempengaruhi besar presensi siswa dalam
kelas. Semakin besar persentase presensi guru dan presensi siswa akan semakin
mudah pencapaian dari tujuan pembelajaran, karena akan semakin banyak pula
materi yang akan tersampaikan dan diterima.
Jadi, efektivitas pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai suatu taraf/
tingkatan yang menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian kompetensi
tujuan pada bidang studi.

2. Prestasi Belajar
Secara bahasa, prestasi dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai (dari
yang telah dilakukan/dikerjakan), sedangkan belajar adalah proses perubahan yang
terjadi pada suatu organisme berdasar pengalaman dan berpengaruh terhadap
tingkah laku, sedangkan prestasi belajar merupakan penguasaan pengetahuan atau
keterampilan yang dikembangkan oleh suatu mata pelajaran yang ditunjukkan
dengan tes atau angka nilai yang diberikan guru.
Dari definisi tentang prestasi belajar diatas maka prestasi belajar dijadikan
sebagai indikator dari ketercapaian suatu kompetensi kognitif dari suatu
pembelajaran. Oleh karena itu, prestasi belajar mampu menunjukkan sejauh mana
efektifitas pada ranah kognitif dari pembelajaran yang telah dilaksanakan.
3. Prisma dan Limas
Wono Setya Budi (2008: 77) mendefinisikan prisma sebagai bangun ruang
yang alas dan tutupnya mempunyai bentuk yang sama dan masing- masing terletak
pada dua bidang yang sejajar, dan bidang sisi yang lain berbentuk persegi panjang,
sedangkan limas didefinisikan sebagai suatu bangun ruang yang mempunyai alas
dan satu titik puncak serta bidang pembatas lain adalah segitiga yang salah satu
titik sudut adalah titik puncak dan sisi lainnya terletak di alas.
Nama dari suatu prisma maupun limas tergantung dari bentuk alasnya. Suatu
prisma atau limas disebut sebagai prisma atau limas segi n jika alasnya segi n.
Prisma dan limas untuk kelas VIII SMP termasuk kedalam materi bangun ruang
bersama dengan kubus dan balok. Menurut Wono Setya Budi (2008: 77) prisma
dapat dibentuk dari balok, sedangkan limas dapat dibentuk dari limas, oleh karena
itu materi prisma dan limas biasa disampaikan setelah materi balok dan kubus telah
selesai diajarkan.
Bagian yang dipelajari pada materi prisma dan limas kelas VIII SMP meliputi

9
sifat-sifat, jaring-jaring, luas permukaan dan volume (Standar Isi 2006).
a. Sifat-sifat prisma dan limas
1) Sifat-sifat prisma
Pada umumnya, prisma memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
- Memiliki bentuk atap dan alas yang kongruen
- Setiap sisi bagian samping berbentuk persegipanjang
- Memiliki rusuk tegak,
Untuk prisma segi-n memiliki sifat khusus antara lain sebagai
berikut:
- Memiliki sisi sebanyak n+2 buah sisi
- Memiliki rusuk sebanyak 3n buah rusuk
- Memiliki titik sudut sebanyak 2n buah titik sudut

2) Sifat-sifat limas
Pada umumnya, limas memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
- Memiliki sebuah titik puncak
- Bidang-bidang sisinya berbentuk segitiga
Untuk limas segi-n memiliki sifat khusus antara lain
sebagai berikut:
- Memiliki sisi sebanyank n+1 buah sisi
- Memiliki rusuk sebanyak 2n buah rusuk
- Memiliki titik sudut sebanyak n+1 buah titik sudut
b. Jaring-jaring prisma dan limas
Menurut Cholik Adinawan dan Sugijono (2004: 148) jaring- jaring suatu
bangun ruang adalah suatu bangun datar yang terbentuk dari sebuah bangun
ruang yang diiris pada beberapa rusuknya dan kemudian direbahkan.
Berdasar definisi dari jaring-jaring suatu bangun ruang yang diungkapkan
oleh Adinawan dan Sugijono maka jaring-jaring prisma maupun limas dapat
diperoleh dengan cara mengiris beberapa rusuk dari prisma atau limas tersebut
dan kemudian merebahkannya sehingga terbentuk bangun datar.

c. Luas permukaan prisma dan limas


Cholik Adinawan dan Sugijono (2004: 155) mendefinisikan luas
permukaan suatu bangun ruang sebagai jumlah luas seluruh permukaan
(bidang) bangun ruang tersebut. Dengan demikian, untuk menentukan luas
permukaan dari suatu bangun ruang perlu diketahui hal-hal berikut:
1) Banyak bidang pada bangun ruang tersebut,

10
2) Bentuk dari masing-masing sisi bidang tersebut
Prisma terdiri dari dua buah bidang yang kongruen yaitu alas dan tutup
serta bidang tegak yang berbentuk persegi panjang, oleh karena itu, luas
permukaan dari sebuah prisma adalah sebagai berikut:
Limas terdiri dari satu buah bidang alas dan bidang-bidang lain yang
berbentuk segitiga, oleh karena itu, luas permukaan limas adalah sebagai
berikut:
Luas Prisma  2  Luas Alas   Luas Sisi Tegak
Luas Limas  Luas Alas  Luas Total Segitiga

d. Volume prisma dan limas

Volume adalah ukuran besar dari suatu bangun ruang. Volume prisma
dapat diperoleh dari penurunan rumus volume sebuah balok dengan cara
membagi balok menjadi 2 bagian yang sama besar sehingga didapatkan 2 buah
prisma tegak segitiga sama besar, jadi volume prisma tegak segitiganya adalah
setengah dari volume balok. Penurunan rumusnya adalah sebagai berikut:

Misal volume balok = panjang x lebar x tinggi

Maka akan diperoleh,


Volume prisma tegak segitiga = volume balok
Volume prisma tegak segitiga =( x panjang x lebar) x tinggi
= (luas alas prisma) x tinggi
Karena volume dari prisma tergantung pada alas dan tinggi
prisma, maka rumus diatas dapat digeneralisasikan untuk volume
prisma segi-n. Jadi,
Volume limas dapat diperoleh dengan menurunkan rumus
volume dari sebuah kubus dengan cara membagi kubus tersebut
menjadi 3 bagian yang sama besar sehingga didapatkan 3 buah
limas segiempat beraturan yang sama besar, jadi volume limas
segiempat beraturan tersebut adalah sepertiga dari volume kubus.
Penurunan rumusnya adalah sebagai berikut:
Misal volume kubus = sisi x sisi x
sisi Maka akan diperoleh,
Volume limas segiempat = volume kubus
Volume limas segiempat = x ( sisi x sisi)
x sisi
Karena 2 sisi kubus menjadi ukuran alas limas,

11
maka sisi yang lain dapat dijadikan tiggi, sehingga
didapat,

Volume limas segiempat = x (luas alas limas) x tinggi


Karena volume dari limas juga tergantung pada alas dan tinggi
limas, maka rumus diatas dapat digeneralisasikan untuk
volume
1
Vlimas   Luas Alas  Tinggi limas segi-n. Jadi,
3
4. Pendekatan SAVI dan Konvensional
Terdapat beberapa definisi tentang pengertian dari pendekatan. Suherman
(1993: 220) mengungkapkan bahwa pendekatan merupakan suatu jalan, cara, atau
kebijakan yang ditempuh oleh guru atau siswa dalam mencapai tujuan dari
pembelajaran. Pendekatan pembelajaran juga merupakan sebuah titik tolak atau
sudut pandang terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan
sebuah terjadinya suatu proses yang masih bersifat umum, di dalamnya mewadahi,
menguatkan, menginspirasi, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan
teoritis tertentu.
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran digolongkan pada dua jenis
pendekatan, yaitu: (1) Pendekatan pembelajaran yang berorientasi/berpusat pada
siswa (Student Centered Approach) dan (2) Pendekatan yang berpusat pada guru
(Teacher Centered Approach). Pendekatan SAVI, pendekatan konstruktivisme,
pendekatan realistik, pendekatan open ended, merupakan beberapa contoh
pendekatan yang berorientasi pada siswa (Student Centered Approach), sedangkan
pendekatan konvensional merupakan contoh pendekatan pembelajaran yang
termasuk kedalam pendekatan yang berpusat pada guru (Teacher Centered
Approach).
a. Pendekatan SAVI

SAVI merupakan singkatan dari Somatis, Auditory, Visual, dan


Intellectual. SAVI termasuk ke dalam pendekatan yang berpusat pada siswa
(Student Centered Approach). Bobby DePorter (2000: 112) mengungkapkan
bahwa anak memiliki 3 gaya belajar yang berbeda sebagai modalitas awal
dalam belajar yaitu Visual, Auditorial dan Kinestetik/Somatik. Dave Meier
(2002: 99) menambahkan satu lagi modalitas dalam belajar anak, yaitu
modalitas Intelektual. Menurut mereka, definisi dari masing-masing
modalitas yang tersebut diatas adalah sebagai berikut:

12
Modalitas Awal Cara Belajar

1. Somatis Learning by moving and doing (Belajar

dengan bergerak dan berbuat)


2. Auditori Learning by talking and listening (Belajar dengan
berbicara dan mendengarkan)

3. Visual Learning by observing and picturing (Belajar


dengan mengamati dan menggambarkan)

4. Intelektual Learning by problem solving and reflecting


(Belajar dengan pemecahan masalah dan
refleksi)

Berdasar definisi dari masing-masing aspek modalitas anak, Dave


Meier mengajukan beberapa prinsip pokok dalam belajar yaitu:

1) Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran

2) Belajar merupakan berkreasi, bukan mengkonsumsi

3) Kerjasama membantu proses belajar

4) Pembelajaran berlangsung dalam banyak tingkatan secara simultan

5) Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri

6) Emosi positif sangat membantu dalam pembelajaran

7) Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis


Berdasarkan pokok-pokok dasar pemikiran Dave Meier,
pembelajaran dengan menggunakan prinsip SAVI adalah sebagai berikut:

1) Somatis
“Somatis” berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh/ soma.
Jadi, belajar somatis berarti belajar dengan menggunakan indra peraba,
kinestetis, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta gerakan
tubuh sewaktu belajar.
Penelitian neurologis menemukan bahwa tubuh dan pikiran
adalah satu karena temuan mereka menunjukkan bahwa pikiran
tersebar di seluruh tubuh. Tubuh dan pikiran merupakan satu sistem
elektriskimiawi-biologis yang benar- benar terpadu. Oleh sebab itu,

13
menghalangi pembelajar somatis menggunakan tubuh mereka
sepenuhnya dalam belajar sama artinya dengan menghalangi fungsi
pikiran mereka sepenuhnya.
Untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh harus diciptakan
suasana belajar yang dapat membuat orang/ siswa bangkit dari tempat
duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu.
Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mengoptimalkan pembelajaran somatis:
- Membuat model dalam suatu proses
- Secara fisik menggerakkan berbagai komponen dalam suatu
proses atau sistem
- Menciptakan bagan, diagram, piktogram.
- Memperagakan suatu proses, sistem, atau seperangkat konsep
- Melengkapi suatu proyek yang memerlukan kegiatan fisik
- Menjalankan pelatihan belajar aktif (simulasi, permainan belajar,
dan lain-lain)
- Dalam tim, menciptakan pelatihan pembelajaran aktif bagi seluruh
kelas
Dalam pembelajaran matematika sendiri, langkah-langkah yang
dapat ditempuh untuk mengoptimalkan aktivitas somatis adalah
seperti:
- Membuat model bangun tiga dimensi seperti membentuk bangun
limas segi empat dari sebuah kubus, mencari berbagai fareasi
bentuk jaring-jaring kubus maupun balok dari sebuah jarring-jaring
yang diketahui/ diberikan.
- Melengkapi tabel hasil pengamatan dari model yang mereka bentuk
- Dapat dilakukan pula bermain peran untuk membelajarkan materi
secara real pada siswa.
2) Auditori
Pikiran auditori lebih kuat daripada yang dibayangkan. Setiap orang
yang berbicara dan mendengar, beberapa area penting otak orang tersebut
menjadi aktif. Belajar auditori menjadi sangat penting bahkan telah
menjadi cara belajar standar bagi semua masyarakat sejak awal sejarah.
Pembelajar auditori (terutama yang memiliki kecenderungan auditori
yang kuat) belajar dari suara, dialog, membaca keras, dari menceritakan
kepada orang lain apa yang baru saja mereka alami, dari berbicara dengan

14
diri sendiri, dari mengingat bunyi dan irama, dari mendengarkan kaset,
dan dari mengulang suara dalam hati.
Berikut beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan
aktivitas belajar auditori dalam pembelajaran matematika misalnya:
 Membicarakan apa yang dipelajari dan bagaimana
menerapkannya.
 Meminta pelajar memperagakan sesuatu dan menjelaskan apa yang
dilakukan
 Mendengarkan materi yang disampaikan dan
merangkumnya.
3) Visual
Ketajaman visual sangatlah kuat pada diri setiap individu karena di
dalam otak lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual
daripada indera yang lain.
Pembelajar visual belajar paling baik jika mereka dapat melihat
contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan
gambaran dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar. Berikut
adalah beberapa cara yang dapat ditempuh untuk mengoptimalkan
aktivitas belajar visual dalam pembelajaran matematika seperti:

- Mengamati gambar tiga dimensi dan kemudian memaknainya


melalui penyelesaian tabel pengamatan/ penyelesaian lembar
kegiatan.
- Melihat benda tiga dimensi secara langsung, dan kemudian
digunakan untuk menyelesaikan permasalahn padda lembar
pengamatan atau lembar kegiatan.
- Memvisualisasikan hasil kerja kelompknya ke dalam bentuk
gambar, misal menggambarkan berbagai bentuk jaring-jaring
prisma dan limas dari hasil aktivitas somatis.
4) Intelektual
Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang
digunakan manusia untuk “berfikir”, menyatukan pengalaman,
menciptakan jaringan syaraf baru, dan belajar.
Tanpa adanya belajar intelektual, sebuah pelatihan belajar secerdik
apa pun akan menjadi terlihat dangkal, begitu pula apa yangterjadi pada
pada pembelajaran yang hanya melibatkan aspek S-A-V, tanpa adanya
intelektual pembelajaran ini hanya akan menjanjikan di awal-awal

15
pembelajaran, namun akan musnah ketika hujan realitas turun. Ini
menunjukkan betapa pentingnya memasukkan aspek intelektual dalam
pembelajaran.
Berikut adalah beberapa cara yang dapat ditempuh untuk
mengoptimalkan aktivitas belajar intelektual dalam pembelajaran
matematika :
- Pemecahan masalah, misal dalam memecahkan masalah dalam
contoh soal maupun latihan soal.
- Menganalisis pengalaman, kasus, misalnya dalam lembar kerja
siswa dituntun untuk mendapatkan luas dan volume suatu bangun
prisma, kemudian dalam latihan soal siswa dihadapkan pada
masalah volum dan luas bangun prisma tanpa tutup.
- Menciptakan makna pribadi, misalnya dalam penarikan
kesimpulan.
- Meramalkan implikasi suatu gagasan

Dave Meier (2003: 92) menyatakan bahwa pembelajaran akan


berlangsung lebih optimal bila keempat cara yaitu Somatis, Auditori,
visual, dan intelektual ada dalam pembelajaran dan dilaksanakan secara
simultan.

b. Pendekatan Konvensional

Menurut R.Wallace pendekatan konvensional memandang bahwa proses


pembelajaran yang dilakukan sebagaimana guru mengajarkan materi kepada
siswanya. Pembelajarannya bersifat transfer ilmu, artinya guru mentransfer ilmu
kepada siswanya, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima.

Menurut R.Wallace (1992: 13) suatu pendekatan pembelajaran dikatakan


suatu pendekatan yang konvensional bila mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:

1) Otoritas seorang guru lebih diutamakan, dan berperan sebagai contoh bagi
murid-muridnya.

2) Perhatian terhadap masing-masing individu atau minat siswa kurang.

3) Pembelajaran lebih berorientasi terhadap persiapan akan masa depan bukan


berorientasi pada peningkatan kompetensi siswa pada saat ini

4) Penekanan pembelajaran adalah pada bagaimana pengetahuan dapat diserap

16
oleh siswa dan penguasaan materilah yang menjadi tolok ukur keberhasilan
pembelajaran bukan pengembangan potensi siswa.

Ujang Sukandi (2003) menerangkan bahwa pendekatan konvensional ditandai


dengan guru lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi,
tujuannya adalah agar siswa tahu mengenai sesuatu, dan pada proses pembelajaran,
siswa lebih banyak mendengarkan.

Pembelajaran dengan pendekatan konvensional disampaikan dengan


menggunakan metode ceramah, sehingga pendekatan ini memiliki beberapa
kelebihan, antara lain:

- Dapat menyampaikan materi yang banyak dalam waktu singkat.


- Dapat menonjolkan materi yang penting
- Lebih mudah dalam pengkondisian kelas
- Kondisi lebih sederhana
- Mampu membangkitkan minat akan informasi bagi siswa, dan
- Bagi siswa yang memiliki kecenderungan belajar auditori, akan mampu
meningkatkan efektivitas hasil belajarnya.
- Lebih terfokus pada hasil belajar kognitif saja.

B. Kerangka Berfikir

Efektivitas suatu pembelajaran salah satunya ditentukan oleh prestasi belajar siswa,
sedang pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar
berpengaruh terhadap hasil prestasi belajar siswa. Karena itu pemilihan pendekatan
yang tepat akan mempengaruhi efektivitas dari pembelajaran itu sendiri.

Terdapat berbagai macam pendekatan yang telah dikemukakan dan ditemukan.


Masing-masing dari pendekatan tersebut memiliki teori-teori dasar yang berbeda yang
melandasinya, mengingat bahwa tiap pendekatan berasal dari teori-teori.

Pendekatan SAVI dan pendekatan Konvensional merupakan beberapa pendekatan


yang ada saat ini. Pendekatan konvensional merupakan pendekatan yang berlandaskan
bahwa guru adalah sumber pengetahuan sehingga siswa kurang aktif dalam proses
belajar mengajar, sedangkan pendekatan SAVI merupakan pendekatan yang berangkat
dari teori tentang modalitas awal siswa sehingga pendekatan ini berusaha untuk
mengoptimalkan setiap potensi yang dimiliki masing-masing siswa.

Berdasarkan asumsi bahwa dengan alokasi waktu yang sama, siswa dengan
pembelajaran menggunakan pendekatan konvensional akan lebih kesulitan dalam

17
memahami materi yang disampaikan dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SAVI karena pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan konvensional secara otomatis akan mengurangi kontrol guru
terhadap masing-masing siswa sehingga konsentrasi siswa akan mudah terpecah dan
tidak terfokus kepada materi yang disampaikan guru, sedangkan pembelajaran yang
menggunakan pendekatan SAVI akan mengoptimalkan kontrol guru terhadap aktifitas
siswa dan siswa akan disibukkan dengan diskusi, mengamati, dan menyelesaikan
masalah dalam upaya mempelajari materi yang disampaikan oleh guru sehingga
konsentrasi siswa lebih terfokus terhadap materi pelajaran.

Berdasarkan asumsi tersebut diperkirakan bahwa pembelajaran matematika siswa


yang menggunakan pendekatan SAVI akan lebih efektif dari pada pembelajaran
matematika siswa yang menggunakan pendekatan konvensional jika ditinjau dari hasil
prestasi belajarnya.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

18
Penelitian yang telah dilakukan ini adalah merupakan penelitian eksperimen.
Penelitian eksperimen (Experimental Research) merupakan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui/menilai suatu pengaruh dari suatu perlakuan/tindakan/treatment
pendidikan terhadap perilaku siswa atau menguji hipotesis tentang ada tidaknya
pengaruh tindakan itu bila dibandingkan dengan tindakan yang lain.

Desain penelitian eksperimen yang akan digunakan untuk meneliti masalah


efisiensi pembelajaran matematika dengan menggunakan Pendekatan SAVI dan
Pendekatan Konvensional pada Materi Prisma dan Limas ditinjau dari hasil prestasi
belajar siswa adalah Randomized Pretest-Posttest Control Group Design.

Randomized Pretest-Posttest Control Group Design merupakan desain penelitian


eksperimental yang didasarkan pada hasil pretes dan postes serta pemilihan obyek
penelitian yang diambil secara acak. Karena adanya pretest, maka pada desain penelitian
tingkat kesetaraan kelompok turut diperhitungkan. Pretest dalam desain penelitian ini
juga dapat digunakan untuk pengontrolan secara statistik (statistical control) serta dapat
digunakan untuk melihat pengaruh perlakuan terhadap capaian skor (gain score)

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah berupa hasil pretes dan postes dari subyek penelitian,
yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Depok. Pretes dan postes tersebut diberikan kepada
siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dari penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 2 Depok kelas VIII
yang terbagi dalam 4 kelas yaitu kelas VIII A, VIII B, VIII C, dan VIII D, sedangkan
sampel dari penelitian adalah 2 kelas/kelompok yang dipilih secara acak.

Kedua kelas sampel tersebut kemudian diberikan dua perlakuan yang berbeda.
Kelas yang pertama (kelas VIII A) dijadikan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang
diberikan perlakuan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SAVI, sedangkan
kelas kedua (kelas VIII B) dijadikan sebagai kelas kontrol yang diberi perlakuan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Konvensional

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Instrumen dari penelitian ini adalah peneliti sendiri, soal pretes dan postes, RPP,
LKS (Lembar Kegiatan Siswa). Instrumen pretes dan postes disusun berdasarkan materi
matematika SMP kelas VIII semester 2 pada pokok bahasan Prisma dan Limas. Soal

19
dibuat dengan empat alternatif jawaban. Aspek yang diukur dalam penelitian ini adalah
ingatan (C1), pemahaman (C2), dan penerapan (C3). Penskoran adalah
(1) untuk jawaban benar dan (0) untuk jawaban salah. Tes dilakukan dengan tes
obyektif untuk mendapatkan hasil obyektif, sedang alternatif jawaban untuk mengurangi
faktor keberuntungan.
(2) Terdapat dua buah unsur penting pada instrumen yaitu validitas dan
reliabilitas. Validitas merujuk pada kemampuan suatu instrumen untuk mengukur apa
yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas mengacu kepada konsistensi instrumen
dalam pengukuran.

1. Validitas Instrumen
Validitas instrumen itu sendiri terdiri dari validitas isi dan validitas konstruk.
Validitas isi dilakukan dengan mengkonsultasikan butir soal kepada dosen
pembimbing validasi, sedangkan validitas konstruk dilakukan dengan mengujikan
instrumen kepada responden sesuai dengan karakteristik responden tempat
pemberlakuan instrumen akhir.
Untuk mengetahui valid atau tidaknya suatu instrumen penelitian berdasarkan
validitas konstruk akan dilakukan uji terhadap instrumen yang telah diujikan
kepada responden dengan menggunakan program ITEMAN.
2. Reliabilitas Instrumen
Menurut Santoso dalam Triton (2006: 248) kategori soal yang telah diuji
reliabilitasnya ada lima sebagaimana disajikan dalam Tabel berikut: Tabel
Kategori Reliabilitas Soal

Koefisien Reliabilitas Kategori Reliabilitas


0,0 – 0,2 Kurang reliabel
0,2 – 0,4 Agak reliabel
0,4 – 0,6 Cukup reliabel
0,6 – 0,8 Reliabel
0,8 – 1,0 Sangat reliabel

Penghitungan reliabilitas dilakukan setelah butir-butir yang tidak valid dan


tidak memenuhi kriteria uji sebuah instrumen dihilangkan. Pada tes hasil belajar
kognitif siswa, reliabilitas soal ditentukan dengan menggunakan perhitungan alpha
cronbach. Hasil hitung koefisien reliabilitas dapat dilihat melalui hasil analisis
ITEMAN pada Lampiran 2.b, pada baris nilai alpha di bagian Scale Statistic. Nilai

20
reliabilitas soal setelah diuji coba adalah 0,565 berarti soal ini termasuk kategori
cukup reliabel.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data yang akan dilakukan dengan menggunakan uji-t untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan efektifitas pembelajaran dengan menggunakan pendekatan SAVI
dengan pendekatan konvensional didasarkan pada hasil prestasi belajar matematika
siswa pada materi prisma dan limas.

Untuk pengujian hipotesis dengan uji-t atau biasa disebut dengan uji t- student,
sebelumnya harus dilakukan pengujian terhadap beberapa asumsi- asumsinya. Sugiyono
(2006: 210) menyatakan bahwa yang harus dipenuhi sebelum melakukan pengujian
hipotesis dengan uji-t adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dan setiap sampel tidak terikat oleh
sampel yang lain.
2. Obyek yang diuji memiliki berdistribusi normal.
3. Populasi-populasi dimana nilai sampel-sampel diperoleh memiliki nilai variansi
populasi yang homogen.

Untuk poin pertama dan ketiga dilakukan pengujian terlebih dahulu. Poin pertama
diuji dengan menggunakan uji distribusi normal pada masing-masing kelas, sedangkan
poin ketiga dilakukan pengujian dengan menggunakan uji homogenitas varians dari
kedua kelompok kelas. Kedua pengujian yaitu uji distribusi normal dan uji homogenitas
varians dilakukan dengan menggunakan bantuan program SPSS 17.

Menurut Triton (2005: 79) keputusan kenormalan data dapat ditentukan dari taraf
signifikansi atau probabilitas (P). Jika taraf signifikansi (P) lebih besar dari 0,05 maka
Ho diterima, sedangkan jika taraf signifikansi (P) kurang dari 0,05 maka Ho ditolak,
sedangkan untuk uji homogenitas dengan menggunakan uji-F menurut Triton (2006:
175), uji-F sampel penelitian dapat dikatakan berasal dari populasi yang homogen
apabila harga probabilitas perhitungan lebih besar dari 0,05.

DAFTAR PUSTAKA

Sugiyono. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: ALFABETA Suharsimi


T. Widodo. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret Press.
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/196210111991

21
011-TATANG_HERMAN/Penelitian/PROPENEL3.pdf
https://www.scribd.com/document/366870739/3-Draft-Proposal-Penelitian-Kuantitati
f-Kosong-docx

22

Anda mungkin juga menyukai

  • TIF1208 14 Contoh Soal Dan Jawaban
    TIF1208 14 Contoh Soal Dan Jawaban
    Dokumen22 halaman
    TIF1208 14 Contoh Soal Dan Jawaban
    Wila Avrilia Safitry
    100% (2)
  • Latihan I
    Latihan I
    Dokumen5 halaman
    Latihan I
    Wila Avrilia Safitry
    Belum ada peringkat
  • Lks Polinomial
    Lks Polinomial
    Dokumen6 halaman
    Lks Polinomial
    Wila Avrilia Safitry
    50% (2)
  • Handout
    Handout
    Dokumen4 halaman
    Handout
    Wila Avrilia Safitry
    Belum ada peringkat
  • Dear Nathan
    Dear Nathan
    Dokumen1 halaman
    Dear Nathan
    Wila Avrilia Safitry
    Belum ada peringkat
  • Cover Kalender
    Cover Kalender
    Dokumen1 halaman
    Cover Kalender
    Wila Avrilia Safitry
    Belum ada peringkat