Profil Kesehatan Indonesia 2018 PDF
Profil Kesehatan Indonesia 2018 PDF
Profil Kesehatan Indonesia 2018 PDF
indonesia
2018
PROFIL KESEHATAN
INDONESIA
2018
351.077
Ind
p
i
351.077 Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
Ind
p Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal
Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2018. --
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2019
ISBN 978-602-656-446-4
1. Judul I. HEALTH STATISTICS
ii
TIM PENYUSUN
Pengarah
drg. Oscar Primadi, MPH
Sekretaris Jenderal Kemenkes RI
Ketua
Dr. drh. Didik Budijanto, M.Kes
Kepala Pusat Data dan Informasi
Editor
drg. Rudy Kurniawan, M.Kes
Yudianto, SKM, M.Si
Boga Hardhana, S.Si, MM
Tanti Siswanti, SKM, M.Kes
Anggota
Farida Sibuea, SKM, MSc.PH; Winne Widiantini, SKM, MKM; dr. Yoeyoen Aryantin Indrayani;
Wardah, SKM, MKM; dr. Fetty Ismandari, M.Epid; Marlina Indah Susanti, SKM, M.Epid; Supriyono
Pangribowo, SKM, MKM; Annisa Harpini, SKM, MKM; Khairani SKM, MKM; Ratri Aprianda, SKM,
MKM; Intan Suryantisa Indah, SKM, MKM; Reno Mardina, SKM; Eka Satriani Sakti, SKM; Tri
Wahyudi, S.Si; Dian Mulya Sari, S.Ds; Hira Ahmad Habibi, S.Sn; Hellena Maslinda,
Rizqitha Maula, A.Md
Kontributor
Badan Pusat Statistik; Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional; Biro Perencanaan
dan Anggaran; Biro Keuangan dan BMN; Biro Kepegawaian; Pusat Kesehatan Haji; Pusat
Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; Setditjen.
Pelayanan Kesehatan; Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer; Direktorat Pelayanan Kesehatan
Rujukan; Dit. Pelayanan Kesehatan Tradisional; Dit. Fasilitas Pelayanan Kesehatan; Dit. Mutu dan
Akreditasi Pelayanan Kesehatan; Setditjen. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit; Dit.
Surveilans dan Karantina Kesehatan; Dit. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
Langsung; Dit. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik; Dit.
Pengendalian Penyakit Tidak Menular; Setditjen. Kesehatan Masyarakat; Dit. Kesehatan Keluarga;
Dit. Kesehatan Lingkungan; Dit. Kesehatan Kerja dan Olahraga; Dit. Gizi Masyarakat; Dit. Promosi
Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat; Setditjen. Kefarmasian dan Alat Kesehatan; Set Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia Kesehatan; Pusat Peningkatan Mutu SDM Kesehatan; Pusat Perencanaan dan
Pendayagunaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; Konsil Kedokteran Indonesia; Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia..
iii
KATA PENGANTAR
SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN RI
Puji syukur kepada Allah SWT atas terbitnya Profil Kesehatan Indonesia
2018 dan semoga dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Penghargaan dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan Profil Kesehatan
Indonesia 2018 ini.
Buku Profil Kesehatan ini selain dalam bentuk cetakan juga tersedia dalam bentuk soft copy yang
dapat diunduh melalui website www.kemkes.go.id. Kritik dan saran dapat disampaikan kepada
kami sebagai masukan untuk penyempurnaan profil kesehatan yang akan datang.
iv
KATA SAMBUTAN
MENTERI KESEHATAN RI
Semoga terbitnya Profil Kesehatan Indonesia 2018 ini dapat memberikan akses informasi dan
edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung jawab bagi jajaran pemerintah
maupun masyarakat.
Akhir kata saya sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan Profil
Kesehatan 2018 ini. Para pengelola data baik di pusat maupun daerah diharapkan selalu
berupaya untuk meningkatkan kualitas data dari ketepatan waktu, validitas, kelengkapan dan
konsistensi data, termasuk di fasilitas pelayanan kesehatan yang merupakan sumber data
utama.
v
DAFTAR GAMBAR
BAB I. DEMOGRAFI
GAMBAR 1.1 JUMLAH PENDUDUK INDONESIA MENURUT JENIS KELAMIN TAHUN 2014 – 2018
(dalam Jutaan)
GAMBAR 1.2 JUMLAH PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 1.3 PERSENTASE PERSEBARAN PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 1.4 PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 1.5 PETA PERSEBARAN KEPADATAN PENDUDUK (jiwa/Km2) DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 1.6 PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2015 – 2018 (dalam persen)
GAMBAR 1.7 GARIS KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2014 – 2018
GAMBAR 1.8 PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 1.9 PERSENTASE RATA-RATA PENGELUARAN PER KAPITA PER BULAN
TAHUN 2018
GAMBAR 1.10 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) TAHUN 2018
GAMBAR 1.11 RATA-RATA LAMA SEKOLAH PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS
TAHUN 2014 – 2018 (dalam tahun)
GAMBAR 1.12 ANGKA MELEK HURUF MENURUT PROVINSI TAHUN 2018 (dalam persen)
GAMBAR 1.13 PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH TAHUN 2015 – 2018
GAMBAR 1.14 PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI KASAR PENDIDIKAN TAHUN 2015 – 2018
GAMBAR 1.15 PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI MURNI PENDIDIKAN TAHUN 2015 – 2018
GAMBAR 1.16 IPM INDONESIA TAHUN 2004 – 2018
GAMBAR 1.17 KOMPONEN IPM INDONESIA MENURUT DIMENSI, 2017-2018
GAMBAR 1.18 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
vi
GAMBAR 2.5 PERSENTASE DAN JUMLAH PUSKESMAS YANG MEMBERIKAN PELAYANAN SESUAI
STANDAR DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.6 JUMLAH PUSKESMAS RAWAT INAP DAN NON RAWAT INAP DI INDONESIA TAHUN
2014 – 2018
GAMBAR 2.7 PERSENTASE PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
DASAR DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.8 PERSENTASE PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KESEHATAN
OLAHRAGA PADA KELOMPOK MASYARAKAT DI INDONESIA 2018
GAMBAR 2.9 PERSENTASE PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KESEHATAN
OLAHRAGA BAGI ANAK SEKOLAH DASAR (SD) DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.10 TREN JUMLAH PUSKESMAS YANG MENYELENGGARAKAN PELAYANAN
KESEHATAN TRADISIONAL DI INDONESIA TAHUN 2014-2018
GAMBAR 2.11 PERSENTASE DAN JUMLAH PUSKESMAS YANG MENYELENGGARAKAN
PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.12 PUSKESMAS YANG MENYELENGGARAKAN HATRA, ASMAN, DAN PELATIHAN
NAKES DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.13 JUMLAH KLINIK UTAMA PER PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.14 JUMLAH KLINIK PRATAMA PER PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.15 JUMLAH PRAKTIK MANDIRI DOKTER UMUM PER PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 2.16 JUMLAH PRAKTIK MANDIRI DOKTER GIGI PER PROVINSI DI INDONESIA TAHUN
2018
GAMBAR 2.17 PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN RUMAH SAKIT KHUSUS
DI INDONESIA TAHUN 2014 – 2018
GAMBAR 2.18 PERSENTASE RUMAH SAKIT MENURUT KELAS DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.19 TREN JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN JUMLAH TIDUR TAHUN 2014-2018
GAMBAR 2.20 TREN JUMLAH RUMAH SAKIT KHUSUS DAN JUMLAH TIDUR TAHUN 2014-2018
GAMBAR 2.21 RASIO JUMLAH TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT PER 1.000 PENDUDUK
DI INDONESIA TAHUN 2014 – 2018
GAMBAR 2.22 RASIO TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT PER 1.000 PENDUDUK DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 2.23 PERSENTASE JUMLAH TEMPAT TIDUR MENURUT KELAS PERAWATAN DI RUMAH
SAKIT INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.24 PERSENTASE AKREDITASI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2018
vii
GAMBAR 2.25 DISTRIBUSI UNIT TRANSFUSI DARAH (UTD) DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.26 JUMLAH SARANA PRODUKSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 2.27 JUMLAH SARANA DISTRIBUSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.28 PERSENTASE INSTALASI FARMASI KABUPATEN/KOTA YANG MELAKUKAN
MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DAN VAKSIN SESUAI STANDAR
DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 2.29 PERSENTASE POSYANDU AKTIF PER PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
viii
GAMBAR 3.13 PERBANDINGAN JUMLAH TENAGA KESEHATAN (DOKTER UMUM, DOKTER GIGI,
PERAWAT, DAN BIDAN) DI DAERAH 3T DENGAN JUMLAH NASIONAL TAHUN 2018
GAMBAR 3.14 JUMLAH DOKTER UMUM, DOKTER GIGI, DOKTER SPESIALIS, DAN DOKTER GIGI
SPESIALIS YANG MEMILIKI STR PER 31 DESEMBER 2018
GAMBAR 3.15 JUMLAH PENERBITAN STR BARU MENURUT RUMPUN TENAGA KESEHATAN
TAHUN 2018
GAMBAR 3.16 JUMLAH PENERBITAN STR BARU MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 3.17 JUMLAH DOKTER SPESIALIS, DOKTER GIGI SPESIALIS, DOKTER UMUM, DOKTER
GIGI, DAN BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP AKTIF MENURUT KRITERIA
WILAYAH DI INDONESIA PER 31 DESEMBER 2018
GAMBAR 3.18 JUMLAH RESIDEN DOKTER SPESIALIS BERDASARKAN REGIONAL WILAYAH PADA
TAHUN 2018
GAMBAR 3.19 PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA TIM NUSANTARA SEHAT
TAHUN 2015-2018
GAMBAR 3.20 PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA NUSANTARA SEHAT INDIVIDU HINGGA
TAHUN 2018
GAMBAR 3.21 JUMLAH DOKTER PESERTA INTERNSIP TAHUN 2018
GAMBAR 3.22 PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS
(WKDS) TAHUN 2018
GAMBAR 3.23 TREN PERMOHONAN REKOMENDASI PENGAJUAN/ PERPANJANGAN RPTKA DAN
IMTA BAGI SDMK WNA TAHUN 2014 – 2018
GAMBAR 3.24 JUMLAH PROGRAM STUDI POLTEKKES DIPLOMA III DAN IV DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 3.25 JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA III DAN DIPLOMA IV POLTEKKES DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 3.26 JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA III RPL POLTEKKES DI INDONESIA
BERDASARKAN JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2018
GAMBAR 3.27 JUMLAH LULUSAN DIPLOMA III DAN DIPLOMA IV POLITEKNIK KESEHATAN
MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2018
GAMBAR 3.28 JUMLAH LULUSAN DIPLOMA III RPL MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN
2018
ix
BAB IV. PEMBIAYAAN KESEHATAN
GAMBAR 4.1 ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2010-2018
GAMBAR 4.2 ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI MENURUT
UNIT ESELON I TAHUN 2018
GAMBAR 4.3 PERSENTASE ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI BERDASARKAN JENIS
BELANJA TAHUN 2018
GAMBAR 4.4 PERSENTASE REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RIBERDASARKAN
JENIS BELANJA TAHUN 2018
GAMBAR 4.5 REALISASI DANA DEKONSENTRASI KESEHATAN MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 4.6 REALISASI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) FISIK KESEHATAN MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2018
ix
GAMBAR 4.7 REALISASI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) NON FISIK KESEHATAN MENURUT
PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 4.8 GAMBARAN SKEMA PROPORSI DAN TOTAL PEMBIAYAAN BELANJA KESEHATAN
TAHUN 2010-2017
GAMBAR 4.9 PERKEMBANGAN CAKUPAN KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
(JKN) KARTU INDONESIA SEHAT (KIS) TAHUN 2014-2018
GAMBAR 4.10 PERKEMBANGAN PESERTA PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) TAHUN 2014-2018
GAMBAR 4.11 ALOKASI DAN REALISASI PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN
TAHUN 2014-2018
GAMBAR 4.12 JUMLAH FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) BEKERJA SAMA
DENGAN BPJS KESEHATAN TAHUN 2014-2018
GAMBAR 4.13 PERSENTASE FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) DAN JEJARING
BEKERJASAMA DENGAN BPJS KESEHATAN TAHUN 2018
GAMBAR 4.14 JUMLAH FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUT (FKRTL)
BEKERJASAMA DENGAN BPJS KESEHATAN TAHUN 2014-2018
GAMBAR 4.15 PERSENTASE FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN TINGKAT LANJUT (FKRTL)
BEKERJASAMA DENGAN BPJS KESEHATAN BERDASARKAN KEPEMILIKAN TAHUN
2018
x
BAB V. KESEHATAN KELUARGA
GAMBAR 5.1 ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP
TAHUN 1991 – 2015
GAMBAR 5.2 TARGET PENURUNAN AKI DI INDONESIA
GAMBAR 5.3 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4 DI INDONESIA
TAHUN 2006 – 2018
GAMBAR 5.4 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4 MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
GAMBAR 5.5 CAKUPAN IMUNISASI Td5 PADA WANITA USIA SUBUR DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.6 CAKUPAN IMUNISASI Td2+ PADA IBU HAMIL DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.7 CAKUPAN PERSALINAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.8 PROPORSI TEMPAT PERSALINAN YANG DIMANFAATKAN OLEH PEREMPUAN
UMUR 10-54 TAHUN, RISKESDAS 2018
GAMBAR 5.9 PROPORSI PERSALINAN DENGAN KUALIFIKASI TERTINGGI PADA PEREMPUAN
UMUR 10-54 TAHUN, RISKESDAS 2018
GAMBAR 5.10 CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) DI INDONESIA TAHUN 2008 – 2018
GAMBAR 5.11 CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) DI INDONESIA MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
GAMBAR 5.12 PUSKESMAS MELAKSANAKAN KELAS IBU HAMIL MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
GAMBAR 5.13 PUSKESMAS MELAKSANAKAN ORIENTASI PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN
DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.14 HUBUNGAN PREVALENSI KB TERHADAP (LOG) PROPORSI KEMATIAN IBU USIA 15-
49 TAHUN
GAMBAR 5.15 HUBUNGAN PREVALENSI KB TERHADAP (LOG) PROPORSI KEMATIAN IBU USIA 15-
49 TAHUN
GAMBAR 5.16 TREN PEMAKAIAN KONTRASEPSI PADA WANITA KAWIN SDKI 1991-2017
GAMBAR 5.17 CAKUPAN PASANGAN USIA SUBUR BERDASARKAN KEPESERTAAN BER-KB
TAHUN 2018
GAMBAR 5.18 CAKUPAN PESERTA KB AKTIF DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.19 CAKUPAN PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI MODERN
TAHUN 2018
xi
GAMBAR 5.20 CAKUPAN PESERTA KB AKTIF METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP)
DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.21 PERSENTASE TEMPAT PELAYANAN KB DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.22 TREN ANGKA KEMATIAN NEONATAL, BAYI, DAN BALITA TAHUN 1991 – 2017
GAMBAR 5.23 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA (KN1) MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
GAMBAR 5.24 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA (KN1) TAHUN 2009-2018
GAMBAR 5.25 CAKUPAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI TAHUN 2011-2018
GAMBAR 5.26 CAKUPAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
GAMBAR 5.27 PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI DI INDONESIA
TAHUN 2009-2018
GAMBAR 5.28 PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
GAMBAR 5.29 ANGKA DROP OUT IMUNISASI DPT/HB/HiB1-CAMPAK PADA BAYI TAHUN 2009-
2018
GAMBAR 5.30 CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.31 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MENCAPAI 80% IMUNISASI DASAR
LENGKAP PADA BAYI TAHUN 2015-2018
GAMBAR 5.32 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MENCAPAI 80% IMUNISASI DASAR
LENGKAP PADA BAYI MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.33 CAKUPAN IMUNISASI LANJUTAN DPT-HB-HiB (4) PADA ANAK BADUTA MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.34 CAKUPAN PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN KESEHATAN
PESERTA DIDIK KELAS 1 MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.35 CAKUPAN PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN KESEHATAN
PESERTA DIDIK KELAS 7 DAN 10 MENURUT TAHUN 2018
GAMBAR 5.36 PERSENTASE PUSKESMAS MELAKSANAKAN KEGIATAN KESEHATAN REMAJA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.37 ANGKA HARAPAN HIDUP DAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010 –
2035
GAMBAR 5.38 ANGKA HARAPAN HIDUP SEHAT MENURUT PROVINSI TAHUN 2017
GAMBAR 5.39 PROPORSI TINGKAT KETERGANTUNGAN PADA PENDUDUK UMUR >60 TAHUN,
RISKESDAS 2018
xii
GAMBAR 5.40 PUSKESMAS YANG MENYELENGGARAKAN PELAYANAN KESEHATAN SANTUN
LANSIA DAN POSYANDU LANSIA/POSBINDU TAHUN 2018
GAMBAR 5.41 PERSENTASE GIZI BURUK DAN GIZI KURANG PADA BALITA 0-23 BULAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.42 PERSENTASE GIZI BURUK DAN KURANG PADA BALITA 0-59 BULAN MENURUT
PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.43 PERSENTASE SANGAT PENDEK DAN PENDEK PADA BALITA 0-23 BULAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.44 PERSENTASE PENDEK DAN SANGAT PENDEK PADA BALITA 0-59 BULAN MENURUT
PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.45 PERSENTASE KURUS DAN SANGAT KURUS PADA BALITA 0-23 BULAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.46 PERSENTASE KURUS DAN SANGAT KURUS PADA BALITA 0-59 BULAN MENURUT
PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 5.47 PERSENTASE SANGAT PENDEK DAN PENDEK SERTA SANGAT KURUS DAN KURUS
BERDASARKAN HASIL PSG PADA BALITA 0-59 BULAN DI INDONESIA TAHUN 2015-
2017
GAMBAR 5.48 PERSENTASE SANGAT PENDEK DAN PENDEK SERTA SANGAT KURUS DAN KURUS
BERDASARKAN HASIL RISKESDAS PADA BALITA 0-59 BULAN DI INDONESIA TAHUN
2007-2018
GAMBAR 5.49 CAKUPAN BAYI BARU LAHIR MENDAPAT INISIASI MENYUSU DINI (IMD) MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.50 CAKUPAN BAYI MENDAPAT ASI EKSKLUSIF MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.51 PERSENTASE RERATA BALITA UMUR 6-59 BULAN DITIMBANG PER BULAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.52 CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA (6-59 BULAN) MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.53 CAKUPAN PEMBERIAN TABLET TAMBAH DARAH (TTD) PADA REMAJA PUTRI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.54 CAKUPAN PEMBERIAN TABLET TAMBAH DARAH (TTD) PADA IBU HAMIL
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 5.55 CAKUPAN IBU HAMIL KEK MENDAPAT MAKANAN TAMBAHAN (PMT) MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
xiii
GAMBAR 5.56 CAKUPAN BALITA KURUS MENDAPAT MAKANAN TAMBAHAN (PMT) MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
xiv
GAMBAR 6.19 CAKUPAN PELAYANAN PENDERITA DIARE BALITA MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
GAMBAR 6.20 ANGKA PREVALENSI DAN ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (NCDR)
TAHUN 2011-2018
GAMBAR 6.21 PETA ELIMINASI KUSTA PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2017 DAN 2018
GAMBAR 6.22 ANGKA CACAT TINGKAT 2 PENDERITA KUSTA BARU PER 1.000.000 PENDUDUK
TAHUN 2011-2018
GAMBAR 6.23 ANGKA CACAT TINGKAT 2 KUSTA PER 1.000.000 PENDUDUK PER PROVINSI
TAHUN 2018
GAMBAR 6.24 PROPORSI KUSTA MB DAN PROPORSI KUSTA PADA ANAK TAHUN 2012-2018
GAMBAR 6.25 DISTRIBUSI KASUS TETANUS NEONATORUM PER PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.26 SEBARAN KASUS SUSPEK CAMPAK DI INDONESIA TAHUN 2017-2018
GAMBAR 6.27 INCIDENCE RATE (IR) SUSPEK CAMPAK PER 100.000 PENDUDUK MENURUT
PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 6.28 JUMLAH KASUS SUSPEK CAMPAK PER BULAN DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 6.29 PROPORSI KASUS SUSPEK CAMPAK MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 6.30 PROPORSI KASUS SUSPEK CAMPAK PER SUSPEK YANG DIVAKSINASI MENURUT
PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 6.31 FREKUENSI KASUS KLB SUSPEK CAMPAK MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 6.32 SEBARAN KASUS DIFTERI MENURUT PROVINSI TAHUN 2017-2018
GAMBAR 6.33 PROPORSI KASUS DIFTERI MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 6.34 PROPORSI KASUS DIFTERI PER PENDERITA YANG DIVAKSINASI MENURUT
PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 6.35 PENCAPAIAN NON POLIO AFP RATE PER 100.000 ANAK USIA < 15 TAHUN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2017-2018
GAMBAR 6.36 NON POLIO AFP RATE PER 100.000 ANAK < 15 TAHUN DI INDONESIA TAHUN 2018
GAMBAR 6.37 PENCAPAIAN SPESIMEN ADEKUAT MENURUT PROVINSI TAHUN 2017-2018
GAMBAR 6.38 PERSENTASE SPESIMEN ADEKUAT AFP MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.39 ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK TAHUN
2010-2018
xv
GAMBAR 6.40 ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.41 CASE FATALITY RATE DEMAM BERDARAH DENGUE MENURUT PROVINSI TAHUN
2018
GAMBAR 6.42 JUMLAH KABUPATEN/KOTA TERJANGKIT DBD DI INDONESIA
TAHUN 2010-2018
GAMBAR 6.43 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA DENGAN IR DBD < 49 PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.44 ANGKA BEBAS JENTIK DI INDONESIA TAHUN 2010-2018
GAMBAR 6.45 JUMLAH KASUS CHIKUNGUNYA DI INDONESIA TAHUN 2010-2018
GAMBAR 6.46 JUMLAH KASUS KRONIS FILARIASIS DI INDONESIA TAHUN 2010 – 2018
GAMBAR 6.47 JUMLAH KASUS KRONIS FILARIASIS MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.48 JUMLAH KABUPATEN/KOTA ENDEMIS FILARIA BERHASIL MENURUNKAN ANGKA
MIKROFILARIA MENJADI <1% MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.49 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MASIH MELAKSANAKAN POPM FILARIASIS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.50 CAKUPAN POPM FILARIASIS TAHUN 2010 – 2018
GAMBAR 6.51 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MENCAPAI ELIMINASI MALARIA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.52 PETA ENDEMISITAS MALARIA TAHUN 2018
GAMBAR 6.53 ANGKA KESAKITAN MALARIA (ANNUAL PARACITE INCIDENCE /API) PER 1.000
PENDUDUK TAHUN 2009-2018
GAMBAR 6.54 ANGKA KESAKITAN MALARIA (ANNUAL PARACITE INCIDENCE/API) PER 1.000
PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.55 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA DENGAN API<1 PER 1.000 PENDUDUK MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.56 PERSENTASE PENGOBATAN ACT ARTEMICIN-BASED COMBINATION THERAPY
(ART) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.57 SITUASI RABIES DI INDONESIA TAHUN 2009 – 2018
GAMBAR 6.58 SITUASI LEPTOSPIROSIS DI INDONESIA TAHUN 2009 – 2018
GAMBAR 6.59 JUMLAH KASUS DAN KEMATIAN ANTRAKS DI INDONESIA TAHUN 2011-2018
GAMBAR 6.60 JUMLAH KASUS, KEMATIAN, DAN CASE FATALITY RATE (CFR) FLU BURUNG
DI INDONESIA TAHUN 2005-2018
xvi
GAMBAR 6.61 JUMLAH KASUS DAN KEMATIAN AKIBAT FLU BURUNG MENURUT PROVINSI
TAHUN 2005-2018
GAMBAR 6.62 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN VEKTOR
TERPADU MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.63 PERSENTASE PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENGENDALIAN TERPADU
(PANDU) PTM MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
GAMBAR 6.64 PERSENTASE DESA/KELURAHAN YANG MELAKSANAKAN POSBINDU PTM
MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
GAMBAR 6.65 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN KEBIJAKAN KTR
MINIMAL PADA 50% SEKOLAH MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
GAMBAR 6.66 PERSENTASE PEMERIKSAAN DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DAN PAYUDARA
PADA PEREMPUAN USIA 30-50 TAHUN MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
GAMBAR 6.67 HASIL PEMERIKSAAN DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DAN KANKER
PAYUDARA PADA PEREMPUAN USIA 30-50 TAHUN S.D. TAHUN 2018
GAMBAR 6.68 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG AKTIF MENYELENGGARAKN UPAYA
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH PENYALAHGUNAAN NAPZA DI
INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) TAHUN 2015-2018
GAMBAR 6.69 JUMLAH IPWL DAN IPWL AKTIF DI INDONESIA
GAMBAR 6.70 JUMLAH KUMULATIF PASIEN WAJIB LAPOR 2011 – 2018 BERDASARKAN
KUNJUNGAN
GAMBAR 6.71 IPWL BERDASARKAN FASYANKES DAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
NOMOR 701 TAHUN 2018
GAMBAR 6.72 JENIS LAYANAN YANG DIBERIKAN DI IPWL TAHUN 2011-2018
GAMBAR 6.73 JUMLAH PASIEN REHABILITASI BERDASARKAN JENIS KELAMIN TAHUN 2011-2018
GAMBAR 6.74 INDIKATOR CAKUPAN KABUPATE/KOTA MEMILIKI PUSKESMAS YANG
MENYELENGGARAKAN UPAYA KESEHATAN JIWA
GAMBAR 6.75 PERSENTASE KRISIS KESEHATAN MENURUT KATEGORI BENCANA DI INDONESIA
TAHUN 2018
GAMBAR 6.76 JUMLAH KRISIS KESEHATAN MENURUT KATEGORI DAN WAKTU KEJADIAN TAHUN
2018
GAMBAR 6.77 PERSENTASE KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA ALAM DI INDONESIA TAHUN
2018
GAMBAR 6.78 PERSENTASE KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA NON ALAM DI INDONESIA
TAHUN 2018
xvii
GAMBAR 6.79 JUMLAH KRISIS KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 6.80 JUMLAH PROVINSI TERKENA KRISIS KESEHATAN MENURUT JENIS BENCANA
TAHUN 2018
GAMBAR 6.81 CAPAIAN PEMERIKSAAN JAMAAH HAJI MENURUT PROVINSI TEMPAT
PEMERIKSAAN TAHUN 2018
GAMBAR 6.82 JEMAAH HAJI INDONESIA MENURUT JENIS KELAMIN TAHUN 2018
GAMBAR 6.83 JEMAAH HAJI INDONESIA MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 2018
GAMBAR 6.84 PERSENTASE JEMAAH HAJI MENURUT STATUS RISTI
GAMBAR 6.85 PERSENTASE JEMAAH HAJI RISTI MENURUT EMBARKASI TAHUN 2018
GAMBAR 6.86 PROPORSI 10 PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALAN JEMAAH HAJI
TAHUN 2018
GAMBAR 6.87 PROPORSI JEMAAH HAJI WAFAT TAHUN 2014-2018
xviii
GAMBAR 7.11 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MEMENUHI KUALITAS KESEHATAN
LINGKUNGAN TAHUN 2018
GAMBAR 7.12 PERSENTASE RUMAH SAKIT YANG MELAKUKAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS
SESUAI STANDAR TAHUN 2018
GAMBAR 7.13 KABUPATEN/KOTA YANG MEMILIKI KEBIJAKAN PHBS TAHUN 2018
GAMBAR 7.14 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN MINIMAL 5 TEMA
KAMPANYE GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT TAHUN 2018
GAMBAR 7.15 PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENEMPATI RUMAH LAYAK HUNI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
GAMBAR 7.16 PERSENTASE RUMAH TANGGA KUMUH MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
xix
DAFTAR TABEL
BAB I. DEMOGRAFI
TABEL 1.1 PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DI INDONESIA
TAHUN 2018
TABEL 1.2 PERSEBARAN JUMLAH DAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN MENURUT
KELOMPOK BESAR PULAU DI INDONESIA TAHUN 2015 – 2018
TABEL 1.3 PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT JENIS KEGIATAN UTAMA
2015-2018 (juta orang)
xx
TABEL 6.5 DISTRIBUSI KASUS LEPTOSPIROSIS DI 6 PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2015 – 2018
TABEL 6.6 DATA KASUS PASUNG 2018
TABEL 6.7 JUMLAH PROVINSI YANG MENYELENGGARAKAN UPAYA PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA DI 30% SMA DAN
YANG SEDERAJAT
TABEL 6.8 PREVALENSI JUMLAH PENYALAHGUNA SETAHUN TERAKHIR PAKAI
TAEL 6.9 JUMLAH PENYALAHGUNA NARKOBA BERDASARKAN JENIS NARKOB YANG
DIGUNAKAN
TABEL 6.10 JUMLAH KEJADIAN BENCANA DAN JUMLAH KORBAN YANG DITIMBULKAN
TAHUN 2018
xxi
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I. DEMOGRAFI
LAMPIRAN 1.1 PEMBAGIAN WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.2 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN RASIO JENIS
KELAMIN MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.3 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA MENURUT KELOMPOK UMUR DAN
JENIS KELAMIN TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.4 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN, LUAS WILAYAH DAN
KEPADATAN PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.5 ESTIMASI JUMLAH LAHIR HIDUP, JUMLAH BAYI (0 TAHUN), JUMLAH BATITA
(0 - 2 TAHUN), JUMLAH ANAK BALITA (1 - 4 TAHUN), DAN JUMLAH BALITA
(0 - 4 TAHUN) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.6 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT PENDUDUK USIA MUDA, USIA
PRODUKTIF DAN USIA NON PRODUKTIF MENURUT JENIS KELAMIN DAN
PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.7 ESTIMASI JUMLAH WANITA USIA SUBUR (15 - 49 TAHUN), WUS IMUNISASI
(15 - 39 TAHUN), IBU HAMIL, IBU BERSALIN DAN IBU NIFAS MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.8 ESTIMASI JUMLAH ANAK PRA SEKOLAH, JUMLAH ANAK USIA KELAS 1
SD/SETINGKAT, DAN JUMLAH ANAK USIA SD/SETINGKAT MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.9 JUMLAH PENDUDUK MISKIN, PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DAN GARIS
KEMISKINAN TAHUN 2001 – 2018
LAMPIRAN 1.10 GARIS KEMISKINAN, JUMLAH, DAN PERSENTASE PENDUDUK MISKIN
MENURUT PROVINSI DAN TIPE DAERAH TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.11 INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN (P1) DAN INDEKS KEPARAHAN KEMISKINAN
(P2) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.12 INDEKS GINI MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 – 2018
LAMPIRAN 1.13 PERSENTASE RATA-RATA PENGELUARAN PERKAPITA SEBULAN MENURUT
KELOMPOK BARANG DAN DAERAH TEMPAT TINGGAL TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.14 PERSENTASE RATA-RATA PENGELUARAN BUKAN MAKANAN PERKAPITA
PERBULAN TAHUN 2018
xxii
LAMPIRAN 1.15 JUMLAH PENGANGGURAN DAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)
PENDUDUK USIA 15 TAHUN KEATAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.16 RATA-RATA LAMA SEKOLAH PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KEATAS
MENURUT PROVINSI DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.17 ANGKA MELEK HURUF (PERSENTASE PENDUDUK UMUR 15 TAHUN KEATAS
YANG MELEK HURUF) MENURUT PROVINSI DAN JENIS KELAMIN
TAHUN 2013 – 2018
LAMPIRAN 1.18 ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS) MENURUT PROVINSI TAHUN 2014 – 2018
LAMPIRAN 1.19 ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH (APS) MENURUT PROVINSI DAN JENIS KELAMIN
TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.20 ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI
TAHUN 2014 – 2018
LAMPIRAN 1.21 ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI DAN JENIS
KELAMIN TAHUN 2018
LAMPIRAN 1.22 ANGKA PARTISIPASI MURNI (APM) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI
TAHUN 2014 – 2018
LAMPIRAN 1.23 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PERINGKAT TAHUN 2014 – 2018
LAMPIRAN 1.24 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KOMPONEN MENURUT PROVINSI
TAHUN 2017 – 2018
xxiii
LAMPIRAN 2.9 JUMLAH PRAKTIK MANDIRI TENAGA KESEHATAN MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.10 JUMLAH RUMAH SAKIT DI INDONESIA MENURUT PENYELENGGARA DAN
PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.11 JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN TEMPAT TIDUR MENURUT PENGELOLA
TAHUN 2015 – 2018
LAMPIRAN 2.12 JUMLAH RUMAH SAKIT KHUSUS DAN TEMPAT TIDUR MENURUT JENIS RUMAH
SAKIT TAHUN 2015 – 2018
LAMPIRAN 2.13 JUMLAH RUMAH SAKIT, TEMPAT TIDUR, DAN RASIO TEMPAT TIDUR PER 1.000
PENDUDUK MENURUT KELAS RUMAH SAKIT DAN PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.14 JUMLAH TEMPAT TIDUR DI RUMAH SAKIT MENURUT KELAS PERAWATAN DAN
PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.15 AKREDITASI RUMAH SAKIT DI INDONESIA TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.16 JUMLAH UNIT TRANSFUSI DARAH MENURUT PROVINSI DAN PENYELENGGARA
DI INDONESIA TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.17 JUMLAH SARANA PRODUKSI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.18 JUMLAH SARANA DISTRIBUSI BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.19 PERSENTASE PUSKESMAS DENGAN KETERSEDIAAN OBAT DAN VAKSIN
ESENSIAL TRIWULAN IV TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.20 PERSENTASE INSTALASI FARMASI KABUPATEN/KOTA (IFK) YANG MELAKUKAN
MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DAN VAKSIN SESUAI STANDAR TRIWULAN
IV TAHUN 2018
LAMPIRAN 2.21 JUMLAH POSYANDU AKTIF MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
xxiv
LAMPIRAN 3.4 JUMLAH PUSKESMAS YANG MEMILIKI LIMA JENIS TENAGA KESEHATAN
PROMOTIF DAN PREVENTIF MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.5 JUMLAH SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DI RUMAH SAKIT MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.6 JUMLAH DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER GIGI SPESIALIS DI RUMAH SAKIT
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.7 PERSENTASE RUMAH SAKIT KABUPATEN/KOTA KELAS C YANG MEMILIKI
4 DOKTER SPESIALIS DASAR DAN 3 DOKTER SPESIALIS PENUNJANG MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.8 JUMLAH SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DI DAERAH TERTINGGAL,
TERDEPAN, DAN TERLUAR MENURUT JENIS TENAGA DAN PROVINSI
TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.9 JUMLAH DOKTER UMUM, DOKTER SPESIALIS, DOKTER GIGI, DAN DOKTER GIGI
SPESIALIS YANG MEMILIKI SURAT TANDA REGISTRASI MENURUT PROVINSI
SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.10 JUMLAH PENERBITAN SURAT TANDA REGISTRASI BARU TENAGA KESEHATAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.11 JUMLAH DOKTER SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF MENURUT
KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI PER 31 DESEMBER 2018
LAMPIRAN 3.12 JUMLAH DOKTER GIGI SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI PER 31 DESEMBER TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.13 JUMLAH DOKTER SPESIALIS SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI PER 31 DESEMBER TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.14 JUMLAH BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF MENURUT
KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI PER 31 DESEMBER TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.15 JUMLAH PESERTA PENUGASAN KHUSUS RESIDEN DOKTER SPESIALIS
MENURUT PROVINSI TAUN 2018
LAMPIRAN 3.16 JUMLAH KABUPATEN/KOTA DAN PUSKESMAS PENEMPATAN NUSANTARA
SEHAT BERBASIS TIM BATCH VI-XI SAMPAI DENGAN TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.17 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA TIM NUSANTARA SEHAT
(BATCH VI SAMPAI DENGAN BATCH XI) MENURUT PROVINSI HINGGA
TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.18 JUMLAH KABUPATEN/KOTA DAN PUSKESMAS PENEMPATAN NUSANTARA
SEHAT INDIVIDU MENURUT PERIODE I-VI TAHUN 2018
xxv
LAMPIRAN 3.19 JUMLAH KABUPATEN/KOTA DAN PUSKESMAS PENEMPATAN NUSANTARA
SEHAT BERBASIS TIM BATCH VII-XII SAMPAI DENGAN TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.20 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA NUSANTARA SEHAT
INDIVIDU (PERIODE I-XII) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.21 JUMLAH DOKTER PESERTA INTERNSHIP MENURUT BULAN PEMBERANGKATAN
DAN PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.22 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA WAJIB KERJA DOKTER
SPESIALIS (WKDS) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.23 PERMOHONAN REKOMENDASI PENGAJUAN PERPANJANGAN RPTKA DAN
IMTA BAGI SDMK TAHUN 2014-2018
LAMPIRAN 3.24 JUMLAH JURUSAN/PROGRAM STUDI DIPLOMA III INSTITUSI POLITEKNIK
KESEHATAN (POLTEKKES) PER DESEMBER TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.25 JUMLAH JURUSAN/PROGRAM STUDI DIPLOMA IV INSTITUSI POLITEKNIK
KESEHATAN (POLTEKKES) PER DESEMBER TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.26 JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA III POLTEKKES MENURUT JENIS TENAGA
KESEHATAN TAHUN AJARAN 2016/2017 SAMPAI DENGAN 2017/2018
LAMPIRAN 3.27 JUMLAH PESERTA DIDIK PROGRAM DIPLOMA III POLTEKKES BERDASARKAN
JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.28 JUMLAH PESERTA DIDIK PROGRAM DIPLOMA III REKOGNISI PEMBELAJARAN
LAMPAU (RPL) POLTEKKES BERDASARKAN JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN
2018
LAMPIRAN 3.29 JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA IV POLTEKKES MENURUT JENIS TENAGA
KESEHATAN TAHUN AJARAN 2016/2017 SAMPAI DENGAN 2017/2018
LAMPIRAN 3.30 JUMLAH PESERTA DIDIK PROGRAM DIPLOMA IV POLTEKKES BERDASARKAN
JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.31 JUMLAH LULUSAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III POLTEKKES MENURUT
JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2016 – 2018
LAMPIRAN 3.32 JUMLAH LULUSAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III POLTEKKES MENURUT
JENIS PROGRAM STUDI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.33 JUMLAH LULUSAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III REKOGNISI PEMBELAJARAN
LAMPAU (RPL) POLTEKKES MENURUT JENIS PROGRAM STUDI TAHUN 2018
LAMPIRAN 3.34 JUMLAH LULUSAN PROGRAM DIPLOMA IV POLTEKKES MENURUT
JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2018
xxvi
LAMPIRAN 3.35 JUMLAH LULUSAN PROGRAM STUDI DIPLOMA IV POLTEKKES MENURUT
JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2015 – 2018
xxvii
LAMPIRAN 5.7 PASANGAN USIA SUBUR (PUS) PESERTA KB AKTIF (MODERN) DI DAERAH
TERTINGGAL, PERBATASAN, DAN KEPULAUAN MENURUT METODE
KONTRASEPSI DAN PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.8 JUMLAH PASANGAN USIA SUBUR (PUS) PESERTA KELUARGA BERENCANA
MENURUT TEMPAT PELAYANAN DAN PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.9 CAKUPAN IMUNISASI Td PADA WANITA USIA SUBUR MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.10 CAKUPAN IMUNISASI Td PADA IBU HAMIL MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.11 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.12 CAKUPAN IMUNISASI DASAR PADA BAYI MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.13 DROP OUT RATE CAKUPAN IMUNISASI DPT/HB(1) – CAMPAK DAN CAKUPAN
IMUNISASI DPT/HB(1) – DPT/HB(3) PADA BAYI MENURUT PROVINSI
TAHUN 2016 – 2018
LAMPIRAN 5.14 CAKUPAN DESA/KELURAHAN UNIVERSAL CHILD IMUNIZATION (UCI)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 – 2018
LAMPIRAN 5.15 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MENCAPAI 80% IMUNISASI DASAR
LENGKAP PADA BAYI MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 – 2018
LAMPIRAN 5.16 CAKUPAN IMUNISASI LANJUTAN PADA ANAK DIBAWAH USIA 2 TAHUN
(BADUTA) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.17 CAKUPAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.18 CAKUPAN PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN KESEHATAN
PESERTA DIDIK KELAS 1 MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.19 CAKUPAN PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN KESEHATAN
PESERTA DIDIK KELAS 7 DAN 10 MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.20 PERSENTASE PUSKESMAS MENYELENGGARAKAN KEGIATAN KESEHATAN
REMAJA MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.21 PERSENTASE PUSKESMAS MENYELENGGARAKAN PELAYANAN KESEHATAN
SANTUN LANSIA MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.22 PERSENTASE BALITA USIA 0 – 23 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN
INDEKS BB/U MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 – 2018
LAMPIRAN 5.23 PERSENTASE BALITA USIA 0 – 59 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN
INDEKS BB/U MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 – 2018
LAMPIRAN 5.24 PERSENTASE BALITA USIA 0 – 23 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN
INDEKS TB/U MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 – 2018
xxviii
LAMPIRAN 5.25 PERSENTASE BALITA USIA 0 – 59 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN
INDEKS TB/U MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 – 2018
LAMPIRAN 5.26 PERSENTASE BALITA USIA 0 – 23 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN
INDEKS BB/TB MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 – 2018
LAMPIRAN 5.27 PERSENTASE BALITA USIA 0 – 59 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN
INDEKS BB/TB MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 – 2018
LAMPIRAN 5.28 PERSENTASE BAYI BARU LAHIR MENDAPAT INISIASI MENYUSU DINI (MD) DAN
BAYI MENDAPAT ASI EKSKLUSIF MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.29 PERSENTASE BALITA UMUR 6 – 59 BULAN MENDAPAT VITAMIN A DAN BALITA
DITIMBANG ≥ 4 KALI DALAM ENAM BULAN TERAKHIR MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.30 PERSENTASE REMAJA PUTRI DAN IBU HAMIL MENDAPAT TABLET TAMBAH
DARAH (TTD) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
LAMPIRAN 5.31 PERSENTASE BALITA KURUS DAN IBU HAMIL RISIKO KEK MENDAPAT
MAKANAN TAMBAHAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
xxix
Lampiran 6.9 JUMLAH KASUS BARU DAN KASUS KUMULATIF AIDS MENURUT PROVINSI
SAMPAI DENGAN DESEMBER 2018
Lampiran 6.10 JUMLAH DAN PERSENTASE KASUS AIDS PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIKAN
(IDU) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.11 JUMLAH LAYANAN DAN KUNJUNGAN KONSELING DAN TES HIV MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.12 PEMERIKSAAN HIV IBU HAMIL MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.13 JUMLAH KASUS PNEUMONIA PADA BALITA MENURUT PROVINSI DAN
KELOMPOK UMUR TAHUN 2018
Lampiran 6.14 CASE FATALITY RATE PNEUMONIA PADA BALITA MENURUT PROVINSI DAN
KELOMPOK UMUR TAHUN 2018
Lampiran 6.15 PERSENTASE KABUPATEN/KOTA MELAKSANAKAN DETEKSI DINI HEPATITIS B
(DDHB) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.16 PERSENTASE IBU HAMIL HBsAg REAKTIF BERDASARKAN PEMERIKSAAN DARAH
DENGAN MENGGUNAKAN TEST CEPAT HBsAg MENURUT PROVINSI TAHUN
2018
Lampiran 6.17 CAKUPAN PELAYANAN PENDERITA DIARE SEMUA UMUR MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
Lampiran 6.18 CAKUPAN PELAYANAN PENDERITA DIARE BALITA MENURUT PROVINSI TAHUN
2018
Lampiran 6.19 JUMLAH KASUS BARU KUSTA DAN CASE DETECTION RATE (CDR) PER 100.000
PENDUDUK MENURUT PROVINSI DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2018
Lampiran 6.20 PROPORSI KECACATAN KUSTA DAN KASUS KUSTA PADA ANAK 0-14 TAHUN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.21 JUMLAH KASUS KUSTA YANG TERDAFTAR DAN ANGKA PREVALENSI PER 10.000
PENDUDUK MENURUT PROVINSI DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2018
Lampiran 6.22 JUMLAH KASUS TETANUS NEONATORUM DAN FAKTOR RISIKO MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.23 JUMLAH KASUS, MENINGGAL, DAN INCIDENCE RATE (IR) SUSPEK CAMPAK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.24 JUMLAH KASUS SUSPEK CAMPAK PER BULAN MENURUT PROVINSI TAHUN
2018
Lampiran 6.25 JUMLAH KASUS SUSPEK CAMPAK DAN KASUS SUSPEK CAMPAK YANG
DIVAKSINASI* MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
xxx
Lampiran 6.26 FREKUENSI KLB DAN JUMLAH KASUS PADA KLB SUSPEK CAMPAK MENURUT
PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.27 DISTRIBUSI KLB SUSPEK CAMPAK BERDASARKAN KONFIRMASI
LABORATORIUM MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.28 JUMLAH KASUS DIFTERI MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.29 KASUS NON POLIO AFP PER 100.000 PENDUDUK USIA <15 TAHUN DAN
PERSENTASE SPESIMEN ADEKUAT MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.30 JUMLAH KASUS, ANGKA KESAKITAN MALARIA PER 1.000 PENDUDUK, JUMLAH
KAB/KOTA DENGAN API<1 DAN YANG MENCAPAI ELIMINASI MALARIA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.31 ANNUAL PARASITE INSIDENCE (API) MALARIA PER 1.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2015-2018
Lampiran 6.32 JUMLAH PENDERITA, INCIDENCE RATE PER 100.000 PENDUDUK, KASUS
MENINGGAL, DAN CASE FATALITY RATE (%) DEMAM BERDARAH DENGUE
(DBD/DHF) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.33 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG TERJANGKIT DEMAM BERDARAH DENGUE
MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 - 2018
Lampiran 6.34 SITUASI RABIES MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2016 - 2018
Lampiran 6.35 JUMLAH KASUS, MENINGGAL, DAN CASE FATALITY RATE (CFR) LEPTOSPIROSIS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2016 - 2018
Lampiran 6.36 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN VEKTOR
TERPADU (PVT) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.37 JUMLAH KABUPATEN/KOTA ENDEMIS FILARIA BERHASIL MENURUNKAN
ANGKA MIKROFILARIA MENJADI < 1% DAN MASIH MELAKSANAKAN POPM
FILARIASIS MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.38 JUMLAH KABUPATEN/KOTA ELIMINASI FILARIASIS MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
Lampiran 6.39 JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENGENDALIAN TERPADU
(PANDU) PTM MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN TAHUN 2018
Lampiran 6.40 JUMLAH DESA YANG MELAKSANAKAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU)
MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN TAHUN 2018
Lampiran 6.41 JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENGENDALIAN TERPADU
(PANDU) PTM MELAKSANAKAN DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DAN LEHER
RAHIM MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
xxxi
Lampiran 6.42 JUMLAH PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENGENDALIAN TERPADU
(PANDU) PTM MELAKSANAKAN DETEKSI DINI DAN RUJUKAN KATARAK
MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
Lampiran 6.43 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MEMILIKI PERATURAN KTR MENURUT
PROVINSI S.D. TAHUN 2018
Lampiran 6.44 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN KAWASAN TANPA ROKOK
(KTR) DI 50% SEKOLAH MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
Lampiran 6.45 REKAPITULASI DETEKSI DINI KANKER SERVIKS (IVA) MENURUT PROVINSI S.D.
TAHUN 2018
Lampiran 6.46 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MEMILIKI PUSKESMAS YANG
MENYELENGGARAKAN UPAYA KESEHATAN JIWA MENURUT PROVINSI TAHUN
2018
Lampiran 6.47 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MENYELENGGARAKAN UPAYA
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN MASALAH PENYALAHGUNAAN NAPZA DI
INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Lampiran 6.48 JUMLAH KEJADIAN KRISIS KESEHATAN MENURUT JENIS BENCANA DAN WAKTU
KEJADIAN DI INDONESIA TAHUN 2018
Lampiran 6.49 JUMLAH KORBAN AKIBAT KRISIS KESEHATAN MENURUT JENIS BENCANA
TAHUN 2018
Lampiran 6.50 JUMLAH KORBAN AKIBAT KRISIS KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN
2018
Lampiran 6.51 CAPAIAN PEMERIKSAAN JAMAAH HAJI MENURUT PROVINSI TEMPAT
PEMERIKSAAN TAHUN 2018
Lampiran 6.52 PENYAKIT TERBANYAK RAWAT JALAN KLOTER HAJI TAHUN 2018
Lampiran 6.53 JUMLAH JEMAAH HAJI WAFAT DI ARAB SAUDI BERDASARKAN PENYEBAB
PENYAKIT TAHUN 2018
Lampiran 6.54 JUMLAH JEMAAH HAJI INDONESIA TAHUN 2014-2018
Lampiran 6.55 JUMLAH DAN PROPORSI JEMAAH HAJI WAFAT TAHUN 2016-2018
xxxii
LAMPIRAN 7.3 PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP SUMBER AIR
MINUM LAYAK MENURUT PROVINSI TAHUN 2015 - 2017
LAMPIRAN 7.4 PERSENTASE SARANA AIR MINUM YANG DILAKUKAN PENGAWASAN
TAHUN 2017
LAMPIRAN 7.5 PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP SANITASI
LAYAK MENURUT PROVINSI TAHUN 2015 - 2017
LAMPIRAN 7.6 PERSENTASE TEMPAT-TEMPAT UMUM (TTU) YANG MEMENUHI SYARAT
KESEHATAN TAHUN 2017
LAMPIRAN 7.7 PERSENTASE TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN (TPM) YANG MEMENUHI
SYARAT KESEHATAN TAHUN 2017
LAMPIRAN 7.8 KABUPATEN/KOTA YANG MEMENUHI KUALITAS KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2017
LAMPIRAN 7.9 PERSENTASE RUMAH SAKIT YANG MELAKUKAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS
SESUAI STANDAR TAHUN 2017
LAMPIRAN 7.10 KABUPATEN/KOTA YANG MEMILIKI KEBIJAKAN PHBS TAHUN 2017
LAMPIRAN 7.11 JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN MINIMAL 5 TEMA
KAMPANYE GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT TAHUN 2017
LAMPIRAN 7.12 PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENEMPATI RUMAH LAYAK HUNI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2015 – 2016
LAMPIRAN 7.13 PERSENTASE RUMAH TANGGA KUMUH MENURUT PROVINSI
TAHUN 2015 - 2016
xxxiii
DAFTAR ISI
Tim Penyusun iii
Kata Pengantar iv
Sambutan v
Daftar Gambar vi
Daftar Tabel xvii
Daftar Lampiran xviii
Daftar Isi xxviii
BAB I. DEMOGRAFI 1
A. KEADAAN PENDUDUK ………………………………………………………………………………… 1
B. KEADAAN EKONOMI …………………………………………………………………………………… 6
C. KEADAAN PENDIDIKAN ………………………………………………………………………………. 12
D. INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) …………………………………………………….. 17
xxxiv
1. Sarana Produksi dan Distribusi Bidang Kefarmasian dan Alat Kesehatan … 53
2. Ketersediaan Obat dan Vaksin ………………………………………………………………. 55
3. Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang Melakukan Manajemen
Pengelolaan Obat dan Vaksin sesuai Standar …………………………………………. 55
xxxv
BAB IV. PEMBIAYAAN KESEHATAN 95
A. ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN ……………………………………………………… 95
B. DANA DEKONSENTRASI DAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KESEHATAN
TAHUN ANGGARAN 2018 ………………………………………………………………………..…… 97
C. BELANJA KESEHATAN DAN JAMINAN KESEHATAN ………………………………………… 101
1. Total Belanja Kesehatan Indonesia /Total Health Expenditure (THE)..…….. 101
2. Jaminan Kesehatan ……………………………….……………………………………..………… 103
xxxvi
D. GIZI …………………………………………………………………………………………………………………… 153
1. Status Gizi Balita ………………………………………………………………………………………… 153
2. Upaya Pencegahan dan Penanganan Masalah Gizi ……………………………………… 161
a. Inisiasi Menyusu Dini dan Pemberian ASI Eksklusif ……………………………….. 161
b. Penimbangan Balita …………………………………………………………………………….. 163
c. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6-59 Bulan ………………. 165
d. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil dan Remaja Putri …… 166
e. Pemberian Makanan Tambahan pada Ibu Hamil KEK dan Balita Kurus … 168
xxxvii
b. Angka Cacat Tingkat 2 ……………………………………………………………………………. 201
c. Proporsi Kusta Multibasiler (MB) dan Proporsi Penderita Kusta pada
Anak............................................................................................................ 203
B. PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I) ………..…..……………. 203
1. Tetanus Neonatrum …………………………………………………………………………………… 204
2. Campak ……………………………………………………………………………………………………… 210
3. Difteri ……………………………………………………………………………………………..…………. 213
4. Polio dan AFP (Acute Flaccid Paralysis/Lumpuh Layu Akut) ………………………… 217
C. PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOSIS ………………………………………………………… 217
1. Demam Berdarah Dengue (DBD) ………………………………………………………………… 217
a. Incidence Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) …………………………………… 218
b. Kabupaten/Kota Terjangkit DBD …………………………………………………………… 220
c. Angka Bebas Jentik ………………………………………………………………………………. 222
2. Chikungunya ………………………………………………………………………………………………. 223
3. Filariasis ……………………………………………………………………………………….……….……. 224
4. Malaria ………………………………………………………………………………………………………. 229
a. Angka Kesakitan Malaria ……..……………………………………………………………… 231
b. Pengobatan Malaria …………………………………………………………………………….. 234
5. Rabies ………………………………………………………………………………………………………… 235
6. Leptospirosis ………………………………………………………………………………………….….. 236
7. Antraks ……………………………………………………………………….……………………………… 238
8. Flu Burung …………………………………………………………………………..…………………….. 240
9. Pengendalian Vektor Terpadu ………………………………………………..………………..… 242
D. PENYAKIT TIDAK MENULAR ……………………………………………………………………….……… 244
1. Meningkatkan Upaya Pengendalian PTM Di Puskesmas …………………………….. 245
2. Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM) …………….. 247
3. Pengendalian Konsumsi Hasil Tembakau …………………………………………………… 248
4. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Payudara …………………………………………. 250
E. KESEHATAN JIWA DAN NAPZA …………………………………………………………………………… 252
1. Jumlah Kabupaten/Kota Yang Menyelenggarakan Upaya Pencegahan Dan
Pengendalian Masalah Penyalahgunaan Napza di Institusi Penerima Wajib
Lapor (IPWL) ……………………………………………………………………………………………….. 252
2. Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki puskesmas yang Menyelenggarakan
Upaya Kesehatan Jiwa ………………………………………………………………………………… 257
xxxviii
3. Jumlah Provinsi yang Menyelenggarakan Upaya Pencegahan dan
Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA di 30% SMA dan yang
Sederajat …………………………………………………………………………………………………….. 229
4. Hasil Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba Tahun 2017 ………………………. 234
a. Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Tingkat Nasional …… 262
b. Estimasi Jumlah Penyalahguna Narkoba Setahun Terakhir di Indonesia
Tahun 2017 …………………………………………………………………………………………… 263
c. Kategori Penyalahguna Narkoba Setahun Terakhir ………………………………. 263
d. Jenis Narkoba yang Beredar …………………………………………………………………. 264
e. Konsekuensi Penyalahgunaan Narkoba ………………………………………………… 265
F. DAMPAK KESEHATAN AKIBAT BENCANA …………………………………………………………… 267
G. PELAYANAN KESEHATAN HAJI …………………………………..………………………………………. 273
1. Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji ………………………………………………………….. 274
2. Kondisi Jemaah Haji Indonesia ……………………………………………………………………. 275
3. Pola Morbiditas Dan Mortalitas Jemaah Haji ………………………………………………. 277
xxxix
Bab i.
DEMOGRAFI
I DEMOGRAFI
Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau
sebanyak 16.056 pulau, luas daratan sebesar 1.916.862,2 km2 dan luas perairan sebesar 3.257.483 km2.
Indonesia terletak di antara Benua Australia dan Asia, serta di antara Samudra Hindia dan Samudra
Pasifik. Indonesia terletak di antara 6o Lintang Utara (LU) sampai 11o Lintang Selatan (LS) dan 95o sampai
141o Bujur Timur (BT) yang meliputi rangkaian pulau antara Sabang sampai Merauke.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibagi atas daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota. Daerah kabupaten dan kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan
dibagi atas kelurahan dan/desa. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017
tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan, secara administratif wilayah Indonesia
terbagi atas 34 provinsi, 416 kabupaten dan 98 kota, 7.201 kecamatan, 8.479 kelurahan dan 74.957
desa (Lampiran 1.1).
A. KEADAAN PENDUDUK
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan hasil estimasi pada tahun 2018 sebesar 265.015.313
jiwa, terdiri atas 133.136.131 jiwa penduduk laki-laki dan 131.879.182 jiwa penduduk perempuan.
Gambar 1.1 memperlihatkan penurunan jumlah penduduk di Indonesia dari tahun 2014 hingga tahun
2018. Penurunan jumlah pertumbuhan penduduk terbesar terjadi pada tahun 2014-2015 sebesar
9,84% dari 3,70 juta per tahun menjadi 3,34 juta per tahun (Lihat Gambar 1.1).
GAMBAR 1.1
JUMLAH PENDUDUK INDONESIA MENURUT JENIS KELAMIN
TAHUN 2014 – 2018 (dalam Jutaan)
300,00 3,70 4,00
258,70 261,89 265,02
255,46
252,12 3,24 3,19 3,50
250,00 3,12
3,34 3,00
200,00
2,50
150,00
126,92 128,37 129,99 131,58 133,136131 2,00
- -
2014 2015 2016 2017 2018
Laki-laki Perempuan Total Pertumbuhan
Sumber: Kepmenkes Nomor 117 Tahun 2017, Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI
diolah dari Proyeksi Hasil Sensus Penduduk 2010 (BPS); Hasil Estimasi Data
Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 1
Berdasarkan hasil estimasi, jumlah penduduk paling banyak di Indonesia terdapat di Provinsi
Jawa Barat dengan jumlah penduduk sebesar 48.683.861 jiwa, sedangkan jumlah penduduk paling
sedikit terdapat di Kalimantan Utara dengan jumlah penduduk sebesar 716.407 jiwa (Gambar 1.2).
GAMBAR 1.2
JUMLAH PENDUDUK MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2018, Hasil Estimasi Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019
(Diolah dari Sensus Penduduk 2010)
Gambar berikut menunjukkan bahwa penduduk yang paling sedikit berada di wilayah timur
Indonesia yakni Maluku dan Papua, sedangkan Pulau Jawa merupakan wilayah yang memiliki populasi
penduduk Indonesia paling banyak.
2 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 1.3
PERSENTASE PERSEBARAN PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2018
Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2018, Hasil Estimasi Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019
(Diolah dari Sensus Penduduk 2010)
Berdasarkan estimasi jumlah penduduk, dapat disusun sebuah piramida penduduk tahun
2018. Dasar piramida menunjukkan jumlah penduduk, badan piramida bagian kiri menunjukkan
banyaknya penduduk laki-laki dan badan piramida bagian kanan menunjukkan jumlah penduduk
perempuan. Piramida tersebut merupakan gambaran struktur penduduk yang terdiri dari struktur
penduduk muda, dewasa, dan tua. Struktur penduduk ini menjadi dasar bagi kebijakan kependudukan,
sosial, budaya, dan ekonomi.
GAMBAR 1.4
PIRAMIDA PENDUDUK INDONESIA
TAHUN 2018
75+
70-74
65-69
60-64
55-59
50-54
45-49
40-44
35-39
30-34
25-29
20-24
15-19
10-14
5-9
0-4
15.000.000 10.000.000 5.000.000 0 5.000.000 10.000.000 15.000.000
Perempuan Laki-laki
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2018, Hasil Estimasi Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019
(Diolah dari Sensus Penduduk 2010)
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 3
Gambar 1.4 menunjukkan bahwa struktur penduduk di Indonesia termasuk struktur penduduk
muda. Usia 0-14 tahun (usia muda) lebih banyak jumlahnya dibandingkan usia di atasnya. Lebih
melebarnya grafik pada usia muda membuktikan bahwa penduduk Indonesia memiliki struktur muda.
Bagian atas pada piramida tersebut yang lebih pendek bahwa menunjukkan angka kematian yang
masih tinggi pada penduduk usia tua. Kondisi ini menuntut kebijakan terhadap penduduk usia tua.
Konsentrasi penduduk di suatu wilayah dapat dipelajari dengan menggunakan ukuran
kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk menunjukkan rata-rata jumlah penduduk per 1 kilometer
persegi. Semakin besar angka kepadatan penduduk menunjukkan bahwa semakin banyak
penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Rata-rata kepadatan penduduk di Indonesia tahun 2018
berdasarkan hasil estimasi sebesar 138,49 jiwa per km2, keadaan ini meningkat dari tahun sebelumnya
yang sebesar 136,86 jiwa per km2. Kepadatan penduduk berguna sebagai acuan dalam rangka
mewujudkan pemerataan dan persebaran penduduk. Kepadatan penduduk menurut provinsi tahun
2018 dapat dilihat pada Lampiran 1.4.
GAMBAR 1.5
PETA PERSEBARAN KEPADATAN PENDUDUK (jiwa/Km2) DI INDONESIA
TAHUN 2018
Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2018, Hasil Estimasi Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019 (Diolah dari Sensus Penduduk 2010)
4 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
Indikator penting terkait distribusi penduduk menurut umur yang sering digunakan untuk
mengetahui produktivitas penduduk yaitu Angka Beban Tanggungan (ABT) atau Dependency Ratio.
Angka Beban Tanggungan (ABT) adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang
berumur tidak produktif (belum produktif/umur di bawah 15 tahun dan tidak produktif lagi/umur
65 tahun ke atas) dengan yang berumur produktif (umur 15-64 tahun). Angka ini dapat digunakan
sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukkan keadaan ekonomi suatu negara. Semakin
tinggi persentase dependency ratio menunjukkan semakin tinggi beban yang harus ditanggung
penduduk yang produktif untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif dan tidak produktif
lagi. Sedangkan persentase dependency ratio yang semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya
beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif
dan tidak produktif lagi.
Angka Beban Tanggungan penduduk Indonesia pada tahun 2018 sebesar 48,23. Hal ini berarti
bahwa 100 penduduk Indonesia yang produktif, di samping menanggung dirinya sendiri, juga
menanggung 48 orang yang tidak produktif.
Tabel 1.1 memperlihatkan data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun
2018 menurut jenis kelamin. Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan diperlukan
bagi pengelola program terutama untuk menyusun perencanaan serta evaluasi hasil pencapaian upaya
kesehatan yang telah dilaksanakan. Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan tahun
2018 menurut provinsi terdapat pada Lampiran 1.5, 1.6, 1.7 dan 1.8.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 5
TABEL 1.1
PENDUDUK SASARAN PROGRAM PEMBANGUNAN KESEHATAN
DI INDONESIA TAHUN 2018
Kelompok Jenis Kelamin
No Sasaran Program Jumlah
Umur/Formula Laki-Laki Perempuan
1 Lahir Hidup - - - 4.810.130
2 Bayi 0 Tahun 2.410.487 2.309.537 4.720.024
3 Batita (di Bawah Tiga Tahun) 0 – 2 Tahun 7.241.609 6.946.849 14.188.458
4 Anak Balita 1 – 4 Tahun 9.696.589 9.312.970 19.009.559
5 Balita (di Bawah Lima Tahun) 0 – 4 Tahun 12.107.076 11.622.507 23.729.583
6 Pra Sekolah 5 – 6 Tahun 4.899.546 4.713.840 9.613.386
Anak Usia Kelas 1
7 7 Tahun 2.459.347 2.368.621 4.827.968
SD/Setingkat
8 Anak Usia SD/Setingkat 7 – 12 Tahun 14.413.334 13.712.151 28.125.485
9 Penduduk Usia Muda < 15 Tahun 36.038.174 34.448.543 70.486.717
10 Penduduk Usia Produktif 15 – 64 Tahun 90.005.335 89.121.636 179.126.971
11 Penduduk Usia Non Produktif ≥ 65 Tahun 7.092.622 8.309.003 15.401.625
12 Penduduk Usia Lanjut ≥ 60 Tahun 11.781.566 12.972.878 24.754.444
Penduduk Usia Lanjut Risiko
13 ≥ 70 Tahun 3.91.141 5.084.607 9.035.748
Tinggi
14 Wanita Usia Subur (WUS) 15 – 49 Tahun - 70.715.592 70.715.592
15 Wanita Usia Subur Imunisasi 15 – 39 Tahun - 52.506.926 52.506.926
16 Ibu Hamil 1,1 X lahir hidup - 5.291.143 5.291.143
17 Ibu Bersalin/Nifas 1,05 X lahir hidup - 5.050.637 5.050.637
Sumber : Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2018, Hasil Estimasi Data Penduduk
Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019 (Diolah dari Sensus Penduduk 2010)
B. KEADAAN EKONOMI
Besaran pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia pada tahun 2018 atas dasar harga
berlaku sebesar Rp 14.837,4 triliun. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2018 meningkat
sebesar 5,17 persen terjadi pada semua lapangan usaha ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi di Indonesia tahun 2018 sebesar 5,17%, sedikit meningkat jika
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,07%. Hal tersebut disebabkan
masih terjadi krisis pada perekonomian global, walaupun pemulihan terus berlangsung di berbagai
ekonomi utama dunia namun dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan harapan dan tidak merata,
dan diperberat dengan berbagai permasalahan struktural pada perekonomian domestik yang telah
berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Permasalahan struktural tersebut antara lain ekspor yang
masih didominasi produk berbasis Sumber Daya Alam, ketahanan pangan dan energi yang masih
rendah, pasar keuangan yang masih dangkal serta ketergantungan pada pembiayaan eksternal yang
meningkat.
6 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 1.6
PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 2015 – 2018
(dalam persen)
5,5
5
4,5 5,03 5,07 5,17
4 4,88
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
2015 2016 2017 2018
Sumber : Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2015-2018, Badan Pusat Statistik,
2019
Kemiskinan didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak
mampu memenuhi hak‐hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Kemiskinan juga dipahami sebagai ketidakmampuan ekonomi penduduk untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan maupun non makanan yang diukur dari pengeluaran. Distribusi
pendapatan merupakan ukuran kemiskinan relatif. Namun karena data pendapatan sulit diperoleh,
pengukuran distribusi pendapatan menggunakan pendekatan data pengeluaran.
Pengukuran kemiskinan dilakukan dengan cara menetapkan nilai standar kebutuhan
minimum, baik untuk makanan maupun untuk non makanan yang harus dipenuhi seseorang untuk
hidup secara layak. Nilai standar kebutuhan minimum tersebut digunakan sebagai garis pembatas
untuk memisahkan antara penduduk miskin dan tidak miskin. Garis pembatas tersebut yang sering
disebut dengan garis kemiskinan. Penduduk dengan tingkat pengeluaran per kapita per bulan kurang
dari atau di bawah garis kemiskinan dikategorikan miskin. Peningkatan garis kemiskinan di Indonesia
tahun 2014-2018 (Gambar 1.7). Batas kemiskinan atau tingkat pengeluaran per kapita per bulan tahun
2018 sebesar Rp 401.220,-.
GAMBAR 1.7
GARIS KEMISKINAN DI INDONESIA TAHUN 2014 – 2018
450.000
387.160 401.220
400.000 344.809 361.990
350.000 312.328
Rp/kapita/bulan
300.000
250.000
200.000
150.000
100.000
50.000
-
2014 2015 2016 2017 2018
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 7
BPS mengukur kemiskinan pada bulan Maret dan September. Kondisi Kemiskinan pada bulan
September 2018 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 25,67 juta orang mengalami penurunan
sebesar 0,28 juta orang jika dibandingkan kondisi Maret 2018 yang sebesar 25,95 juta orang dan
menurun 0,91 juta orang terhadap September 2017). Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi
Maret-September 2018 yaitu laju inflasi umum cenderung rendah, perbaikan penghasilan petani,
adanya peningkatan upah nominal buruh bangunan dan harga eceran beberapa komoditas bahan
pokok mengalami penurunan.
Penduduk miskin September 2018 turun sebesar 0,28 juta orang menjadi 25,67 juta orang
(9,66 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun
sebanyak 13,1 ribu orang (dari 10,14 juta orang pada Maret 2018 menjadi 10,13 juta orang pada
September 2018). Sementara itu, di daerah perdesaan turun sebanyak 262,1 ribu orang (dari 15,81 juta
orang pada Maret 2018 menjadi 15,54 juta orang pada September 2018).
GAMBAR 1.8
PERSENTASE PENDUDUK MISKIN MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 9,66
Papua 27,43
Papua Barat 22,66
Nusa Tenggara Timur 21,03
Maluku 17,85
Gorontalo 15,83
Aceh 15,68
Bengkulu 15,41
Nusa Tenggara Barat 14,63
Sulawesi Tengah 13,69
Lampung 13,01
Sumatera Selatan 12,82
DI Yogyakarta 11,81
Sulawesi Tenggara 11,32
Sulawesi Barat 11,22
Jawa Tengah 11,19
Jawa Timur 10,85
Sumatera Utara 8,94
Sulawesi Selatan 8,87
Jambi 7,85
Sulawesi Utara 7,59
Kalimantan Barat 7,37
Jawa Barat 7,25
Riau 7,21
Kalimantan Utara 6,86
Maluku Utara 6,62
Sumatera Barat 6,55
Kalimantan Timur 6,06
Kep. Riau 5,83
Banten 5,25
Kalimantan Tengah 5,1
Kep. Bangka Belitung 4,77
Kalimantan Selatan 4,65
Bali 3,91
DKI Jakarta 3,55
0 5 10 15 20 25 30
8 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
Persebaran jumlah dan proporsi penduduk miskin berdasarkan kelompok pulau tahun
2015-2018 pada tabel di bawah ini memperlihatkan persentase penduduk miskin terbesar di Pulau
Jawa dan Sumatera. Permasalahan kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks dan bersifat
multi dimensional, oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan harus dilakukan secara
komprehensif, mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat, dan dilaksanakan secara terpadu.
TABEL 1.2
PERSEBARAN JUMLAH DAN PROPORSI PENDUDUK MISKIN
MENURUT KELOMPOK BESAR PULAU DI INDONESIA TAHUN 2015 – 2018
2015 2016 2017 2018
Kelompok
No Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Pulau % % % %
(ribu) (ribu) (ribu) (ribu)
1 Sumatera 6.309,10 22,1 6.214,90 22,4 5969,11 22,5 5.919,3 23,1
2 Jawa 15.312,30 53,7 14.832,80 53,4 13936,46 52,4 13190,22 51,4
3 Kalimantan 994 3,5 970,2 3,5 988,48 3,7 973,17 3,8
Bali dan Nusa
4 2.181,60 7,7 2.111,60 7,6 2059,34 7,7 2038,07 7,9
Tenggara
5 Sulawesi 2.192,80 7,7 2.088,20 7,5 2107,63 7,9 2025,16 7,9
Maluku dan
6 1.524,20 5,3 1.546,70 5,6 1521,98 5,7 1528,66 6,0
Papua
Indonesia 28.513,60 100 27.764,30 100 26.583,00 100 25.674,58 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2019
Masalah kemiskinan juga perlu memperhatikan tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing
penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin besar nilai indeks semakin jauh rata-rata
pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan. Indeks Kedalaman Kemiskinan secara nasional
tahun 2018 sebesar 1,63. Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran
pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks semakin tinggi ketimpangan
pengeluaran di antara penduduk miskin. Indeks Keparahan Kemiskinan secara nasional tahun 2018
sebesar 0,41. Rincian mengenai Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 1.11.
Hasil Susenas Maret 2018, persentase rata-rata pengeluaran per kapita sebulan yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan (49,51%) lebih kecil dibandingkan dengan
pengeluaran untuk non makanan (50,49%). Tiga pengeluaran terbesar yaitu untuk perumahan dan
fasilitas rumah tangga (25,29%), makanan dan minuman jadi (16,82%) dan pengeluaran untuk aneka
barang dan jasa (12,39%).
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 9
GAMBAR 1.9
PERSENTASE RATA-RATA PENGELUARAN PER KAPITA PER BULAN
TAHUN 2018
Makanan
Makanan dan Minuman Jadi 16,82
Padi-padian 5,95
Rokok 5,82
Sayur-sayuran 3,53
Ikan/udang/cumi/kerang 3,85
Telur dan Susu 2,86
Daging 2,05
Buah-buahan 2,53
Bahan minuman 1,53
Minyak dan kelapa 1,20
Kacang-kacangan 1,00
Konsumsi lainnya 0,91
Bumbu-bumbuan 0,96
Umbi-umbian 0,50
Bukan Makanan
Perumahan dan fasilitas rumah tangga 25,29
Aneka Barang dan jasa 12,39
Barang tahan lama 5,14
Pakaian, alas kaki dan tutup kepala 2,92
Pajak, pungutan dan asuransi 2,81
Keperluan pesta dan upacara/kenduri 1,94
0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00
Tabel 1.3 menunjukkan keadaan ketenagakerjaan di Indonesia pada tahun 2015-2018. Pada
periode Agustus 2015 hingga Agustus 2018 terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja dan penduduk
yang bekerja. Sedangkan jumlah pengangguran terbuka berfluktuasi yang dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia pada Agustus 2015 sebesar 122,38 juta orang, meningkat menjadi
131,01 juta orang pada Agustus 2018 dan terjadi kenaikan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)
dari 69,5% pada Agustus 2015 menjadi 67,26% pada Agustus 2018. TPAK merupakan persentase
jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator ini mengindikasikan besarnya
penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu wilayah dan menunjukkan besaran relatif suplai
tenaga kerja yang tersedia untuk produksi barang dan jasa dalam suatu perekonomian.
10 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
TABEL 1.3
PENDUDUK USIA 15 TAHUN KE ATAS MENURUT JENIS KEGIATAN UTAMA 2015-2018
(juta orang)
2015 2016 2017 2018
Angkatan Kerja
Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus Februari Agustus
Jumlah Angkatan
128,3 122,38 127,67 125,44 131,54 128,06 133,94 131,01
Kerja
Tingkat Partisipasi
69,5 65,76 68,06 66,34 69,02 66,67 69,2 67,26
Angkatan Kerja (%)
Jumlah Penduduk
120,85 114,82 120,65 118,41 124,54 121,02 127,07 124,01
yang Bekerja
Jumlah
Pengangguran 7,45 7,56 7,02 7,03 7,01 7,04 6,87 7,00
Terbuka
Tingkat
Pengangguran 5,81 6,18 5,5 5,61 5,33 5,50 5,13 5,34
Terbuka (%)
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019
Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia berkurang sekitar 0,04 juta dari 7,04 juta pada
Agustus 2017 turun menjadi 7,00 juta pada Agustus 2018. Sehingga persentase Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) menurun dari 5,50% pada Agustus 2017 menjadi 5,34% pada Agustus 2018. TPT
menggambarkan proporsi angkatan kerja yang tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif mencari dan
bersedia untuk bekerja, atau perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan kerja.
Tingginya Tingkat Pengangguran Terbuka biasanya seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
serta tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau keengganan untuk menciptakan
lapangan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri atau memang tidak memungkinkan untuk mendapatkan
lapangan kerja atau tidak memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 11
GAMBAR 1.10
TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT)
TAHUN 2018
Indonesia 5,34
Banten 8,52
Jawa Barat 8,17
Maluku 7,27
Kepulauan Riau 7,12
Sulawesi Utara 6,86
Kalimantan Timur 6,6
Aceh 6,36
Papua Barat 6,3
DKI Jakarta 6,24
Riau 6,2
Sumatera Utara 5,56
Sumatera Barat 5,55
Sulawesi Selatan 5,34
Kalimantan Utara 5,22
Maluku Utara 4,77
Jawa Tengah 4,51
Kalimantan Selatan 4,5
Kalimantan Barat 4,26
Sumatera Selatan 4,23
Lampung 4,06
Gorontalo 4,03
Kalimantan Tengah 4,01
Jawa Timur 3,99
Jambi 3,86
Nusa Tenggara Barat 3,72
Kepulauan Bangka Belitung 3,65
Bengkulu 3,51
Sulawesi Tengah 3,43
DI Yogyakarta 3,35
Sulawesi Tenggara 3,26
Papua 3,2
Sulawesi Barat 3,16
Nusa Tenggara Timur 3,01
Bali 1,37
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
C. KEADAAN PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan salah satu indicator penentu indeks pembangunan manusia.
Pendidikan masyarakat dapat diukur dengan berbagai indikator, salah satu indikator yang secara
sensitif dapat mengukur tingkat pendidikan masyarakat yaitu Rata-rata Lama Sekolah (RLS).
12 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 1.11
RATA-RATA LAMA SEKOLAH PENDUDUK BERUMUR 15 TAHUN KE ATAS
TAHUN 2014 – 2018 (dalam tahun)
10
9
8
8,25 8,32 8,42 8,5 8,58
7
6
5
4
3
2
1
0
2014 2015 2016 2017 2018
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019
Rata-rata Lama Sekolah penduduk berumur 15 tahun ke atas cenderung meningkat, yaitu 8,25
tahun pada tahun 2014 menjadi 8,58 tahun pada tahun 2018. Namun begitu angka ini belum
memenuhi tujuan program wajib belajar 9 tahun. Menurut jenis kelamin, laki-laki (8,90 tahun)
cenderung lebih lama bersekolah dibandingkan perempuan (8,26 tahun). Sebanyak 15 (lima belas)
provinsi telah mencapai program wajib belajar 9 tahun (Lihat Lampiran 1.16). Rata-rata Lama Sekolah
yang paling rendah di Provinsi Papua sebesar 6,66 tahun dan yang tertinggi di Provinsi DKI Jakarta
sebesar 11,06 tahun. Rincian Rata-rata Lama Sekolah penduduk berumur 15 tahun ke atas menurut
provinsi dan jenis kelamin dapat dilihat pada Lampiran 1.16.
Kemampuan membaca dan menulis merupakan hal mendasar yang dibutuhkan oleh penduduk
untuk menuju kehidupan yang lebih sejahtera. Kemampuan membaca dan menulis tercermin dari
Angka Melek Huruf (AMH) dan Angka Buta Huruf (ABH). AMH merupakan persentase penduduk
berumur 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis serta mengerti sebuah kalimat sederhana
dalam hidupnya sehari-hari. Secara umum di 34 provinsi, AMH laki-laki lebih tinggi dari perempuan.
Rincian AMH (persentase penduduk berumur 15 tahun ke atas yang melek huruf) menurut provinsi
dan jenis kelamin dapat dilihat pada Lampiran 1.16. Cakupan AMH per provinsi dapat dilihat seperti
Gambar 1.12.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 13
GAMBAR 1.12
ANGKA MELEK HURUF MENURUT PROVINSI TAHUN 2018 (dalam persen)
Indonesia 95,66
Sulawesi Utara 99,87
DKI Jakarta 99,72
Maluku 99,22
Kalimantan Tengah 99,21
Riau 99,20
Sumatera Barat 99,07
Sumatera Utara 99,07
Kalimantan Timur 98,96
Kepulauan Riau 98,87
Maluku Utara 98,76
Sumatera Selatan 98,66
Gorontalo 98,63
Jawa Barat 98,48
Kalimantan Selatan 98,42
Jambi 98,15
Aceh 98,03
Bengkulu 97,91
Sulawesi Tengah 97,87
Kepulauan Bangka Belitung 97,76
Banten 97,62
Papua Barat 97,37
Lampung 96,93
Kalimantan Utara 95,18
DI Yogyakarta 94,83
Sulawesi Tenggara 94,46
Jawa Tengah 93,45
Bali 92,98
Sulawesi Barat 92,85
Kalimantan Barat 92,58
Nusa Tenggara Timur 91,90
Jawa Timur 91,85
Sulawesi Selatan 91,81
Nusa Tenggara Barat 87,42
Papua 76,79
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Angka partisipasi merupakan indikator pendidikan yang mengukur tingkat partisipasi sekolah
penduduk menurut kelompok umur sekolah atau jenjang pendidikan tertentu. Ada tiga jenis indikator
yang memberikan gambaran mengenai partisipasi sekolah yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka
Partisipasi Kasar (APK), dan Angka Partisipasi Murni (APM).
APS merupakan persentase jumlah murid kelompok usia sekolah tertentu yang bersekolah
pada berbagai jenjang pendidikan dibagi dengan penduduk kelompok usia sekolah yang sesuai.
Indikator ini digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang masih bersekolah di
semua jenjang pendidikan. APS secara umum dikategorikan menjadi 3 kelompok umur, yaitu
7-12 tahun mewakili umur setingkat SD, 13-15 tahun mewakili umur setingkat SMP/MTs, 16-18 tahun
mewakili umur setingkat SMA/SMK dan 19-24 tahun mewakili umur setingkat perguruan tinggi.
Semakin tinggi APS berarti semakin banyak anak usia sekolah yang bersekolah.
14 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 1.13
PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI SEKOLAH TAHUN 2015 – 2018
120
80
70,61 70,83 71,42 71,99 7-12 tahun
60 13-15 tahun
16-18 tahun
40
19-24 tahun
22,95 23,93 24,77 24,40
20
0
2015 2016 2017 2018
APS tahun 2015 sampai dengan tahun 2018 (Gambar 1.13) untuk tiap kelompok umur sekolah
cenderung meningkat. Semakin tinggi kelompok umur maka tingkat partisipasi sekolahnya semakin
kecil, hal ini dimungkinkan pada kelompok umur 16-18 tahun dan 19-24 tahun telah masuk dalam
angkatan kerja dan bekerja. Peningkatan terbesar terjadi pada kelompok umur 16-18 tahun atau
kelompok umur SMA/sederajat, hal ini sejalan dengan program wajib belajar 12 tahun. Peningkatan
APS pada kelompok umur 7-12 tahun dan 13-15 tahun juga terjadi dan sejalan dengan program wajib
belajar 9 tahun yang mendahului program wajib belajar 12 tahun. Rincian APS menurut provinsi dan
kelompok umur tahun 2015-2018 dapat dilihat pada Lampiran 1.17, sedangkan rincian APS menurut
provinsi, jenis kelamin, dan kelompok umur tahun 2017 dapat dilihat pada Lampiran 1.18.
Nilai APK (Gambar 1.14) untuk SD/MI tahun 2015-2018 melebihi 100% yang menunjukkan
masih adanya penduduk yang terlalu cepat sekolah (penduduk usia di bawah 7 tahun yang sudah
bersekolah) atau terlambat bersekolah (penduduk usia lebih dari 12 tahun masih bersekolah di
SD/sederajat). Gambar 1.14 menunjukan bahwa dari tahun 2015-2018 menunjukan hanya nilai APK
untuk SMA/sederajat yang mengalami kenaikan terus menerus dibandingkan nilai APK SD/MI dan
SMP/MTs yang cenderung tidak stabil. Secara umum APK penduduk perempuan lebih tinggi
dibandingkan penduduk laki-laki di semua jenjang pendidikan. Hal ini menunjukan lebih banyak
penduduk perempuan yang melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dibandingkan
penduduk laki-laki. Rincian APK menurut provinsi dan jenis kelamin tahun 2018 terdapat pada
Lampiran 1.21.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 15
GAMBAR 1.14
PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI KASAR PENDIDIKAN TAHUN 2015 – 2018
120 110,5 109,31 109,31 108,61
60
40
20
0
2015 2016 2017 2018
APM merupakan perbandingan antara jumlah siswa kelompok usia sekolah pada jenjang
pendidikan tertentu dengan penduduk usia sekolah yang sesuai dengan usianya, dinyatakan dalam
persen. Berbeda dengan APK, APM menggunakan batasan kelompok umur. Indikator APM ini
digunakan untuk mengetahui banyaknya anak usia sekolah yang bersekolah pada suatu jenjang
pendidikan yang sesuai dengan usianya. Semakin tinggi APM menandakan semakin banyak anak usia
sekolah yang bersekolah di suatu daerah. Jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator pendidikan
yang lebih baik karena memperhitungkan juga partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang
pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut.
Tahun 2018 nilai APM untuk SD/sederajat sebesar 97,58%, SMP/sederajat sebesar 78,84% dan
SMA/sederajat sebesar 60,67%. Kondisi ini terus meningkat pada semua jenjang pendidikan
dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Nilai APM lebih mencerminkan kondisi partisipasi sekolah
dibandingkan nilai APK. Rincian APM menurut provinsi tahun 2015-2018 terdapat pada Lampiran 1.22.
16 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 1.15
PERSENTASE ANGKA PARTISIPASI MURNI PENDIDIKAN TAHUN 2015 – 2018
120,00
40,00
20,00
0,00
2015 2016 2017 2018
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 17
GAMBAR 1.16
IPM INDONESIA TAHUN 2004 - 2018
80
73,29 73,81
71,17 71,76 72,27 72,77
68,69 69,57 70,08 70,59
70
71,39
68,9 69,55 70,18 70,81
60 66,53 67,09 67,7 68,31
40
30
20
10
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Pertumbuhan IPM pada tahun 2018 didorong oleh peningkatan semua indeks komponen
pembentuknya. Indeks standar hidup layak merupakan komponen IPM yang mengalami akselerasi
paling tinggi. Pada tahun 2018 indeks standar hidup layak mencapai 73,21 atau meningkat 1,11 poin
dari tahun sebelumnya. Demikian halnya dengan indeks pendidikan yang mengalami peningkatan 0,40
poin. Sementara itu, indeks kesehatan yang diwakili oleh umur harapan hidup mengalami peningkatan
yang tidak terlalu besar. (lihat Gambar 1.17).
18 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 1.17
KOMPONEN IPM INDONESIA MENURUT DIMENSI, 2017-2018
78,55 78,77
72,1 73,21
62,69 63,09
2017 2018
Sumber : Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Mei 2019, Badan Pusat Statistik, 2019
Untuk melihat capaian IPM antar wilayah dapat dilihat melalui pengelompokan IPM ke dalam
beberapa kategori, yaitu:
o IPM < 60 : IPM rendah
o 60 ≤ IPM < 70 : IPM sedang
o 70 ≤ IPM < 80 : IPM tinggi
o ≥ 80 : IPM sangat tinggi
Berdasarkan pembagian tersebut, hanya Provinsi DKI Jakarta yang mempunyai nilai IPM
kategori sangat tinggi (80,47). Ada 21 provinsi (61,76%) masuk dalam kategori IPM tinggi, 12 provinsi
(35,29%) masuk kategori IPM sedang. Sejak tahun 2018 sudah tidak ada lagi provinsi di Indonesia yang
masuk dalam kategori IPM rendah. Otonomi daerah diharapkan dapat meningkatkan kemajuan
pembangunan khususnya dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Provinsi dengan peringkat IPM tertinggi adalah DKI Jakarta. Sejak pertama kali dihitung hingga
tahun 2018, capaian IPM Provinsi DKI Jakarta selalu paling tinggi di antara provinsi lainnya.
Ketersediaan sarana kesehatan, pendidikan dan perekonomian serta kemudahan akses terhadap
semua sarana tersebut membuat Provinsi DKI Jakarta lebih unggul dibandingkan wilayah lain di
Indonesia. Kondisi ini menjadi salah satu faktor pendorong tingginya capaian pembangunan manusia
di Provinsi DKI Jakarta.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB I. DEMOGRAFI 19
GAMBAR 1.18
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
INDONESIA 71,39
DKI JAKARTA 80,47
DI YOGYAKARTA 79,53
KALIMANTAN TIMUR 75,83
KEP. RIAU 74,84
BALI 74,77
RIAU 72,44
SULAWESI UTARA 72,2
BANTEN 71,95
SUMATERA BARAT 71,73
JAWA BARAT 71,3
ACEH 71,19
SUMATERA UTARA 71,18
JAWA TENGAH 71,12
SULAWESI SELATAN 70,9
JAWA TIMUR 70,77
KEP. BANGKA BELITUNG 70,67
JAMBI 70,65
BENGKULU 70,64
SULAWESI TENGGARA 70,61
KALIMANTAN UTARA 70,56
KALIMANTAN TENGAH 70,42
KALIMANTAN SELATAN 70,17
SUMATERA SELATAN 69,39
LAMPUNG 69,02
SULAWESI TENGAH 68,88
MALUKU 68,87
MALUKU UTARA 67,76
GORONTALO 67,71
NUSA TENGGARA BARAT 67,3
KALIMANTAN BARAT 66,98
SULAWESI BARAT 65,1
NUSA TENGGARA TIMUR 64,39
PAPUA BARAT 63,74
PAPUA 60,06
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019
***
20 I
BAB I. DEMOGRAFI Profil Kesehatan Indonesia 2018
Bab ii.
FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN &
UPAYA KESEHATAN BERBASIS MASYARAKAT
(ukbm)
II FASILITAS PELAYANAN
KESEHATAN DAN UKBM
Keberadaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat
suatu negara. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menjelaskan bahwa fasilitas
pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
Bab ini akan membahas tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang terdiri dari FKTP/Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas, klinik pratama, praktik dokter/dokter gigi perseorangan),
FKTRL/Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan Lanjut (rumah sakit umum dan rumah sakit khusus), dan
bab ini juga menjelaskan data Fasilitas Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 dijelaskan bahwa Upaya
Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk
atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan
bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. Proses dalam
mewujudkan upaya pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal yang
saling berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Salah satu faktor eksternal dalam
proses pemberdayaan masyarakat adalah pendampingan oleh fasilitator pemberdayaan masyarakat.
Peran fasilitator pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap selama proses
berjalan sampai masyarakat sudah mampu menyelenggarakan UKBM secara mandiri dan menerapkan
Perilaku Hidup Sehat dan Bersih (PHBS). Salah satu UKBM yang paling aktif dan dikenal masyarakat
adalah Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), selain itu terdapat beberapa jenis UKBM diantaranya
Posyandu lansia, Pos UKK (Unit Kesehatan Kerja), Polindes (Pondok Bersalin Desa), Poskestren (Pos
Kesehatan Pesantren), dan Posbindu PTM (Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular).
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 23
GAMBAR 2.1
JUMLAH PUSKESMAS DI INDONESIA
TAHUN 2014 – 2018
10.000 9.993
9.825
9.754 9.767
9.731
9.000
2014 2015 2016 2017 2018
Perkembangan jumlah puskesmas sejak tahun 2014 jumlah Puskesmas semakin meningkat,
dari 9.731 unit menjadi 9.993 Puskesmas pada tahun 2018. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir ini,
peningkatan jumlah Puskesmas rata-rata 50 Puskesmas per tahun, yang dapat dilihat trennya pada
Gambar 2.1. Peningkatan jumlah Puskesmas tersebut menggambarkan upaya pemerintah dalam
pemenuhan akses terhadap pelayanan kesehatan primer. Pemenuhan kebutuhan pelayanan
kesehatan primer dapat dilihat secara umum dari rasio Puskesmas terhadap kecamatan. Rasio
Puskesmas terhadap kecamatan pada tahun 2018 sebesar 1,39. Hal ini menggambarkan bahwa rasio
ideal Puskesmas terhadap kecamatan yaitu minimal 1 Puskesmas di 1 kecamatan, secara nasional
sudah terpenuhi, tetapi perlu diperhatikan distribusi dari Puskesmas tersebut di seluruh kecamatan.
24 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 2.2
RASIO PUSKESMAS PER KECAMATAN DI INDONESIA
TAHUN 2018
Indonesia 1,39
DKI Jakarta 7,30
Bali 2,11
Kalimantan Timur 1,78
Maluku 1,76
Jawa Barat 1,70
Banten 1,56
DI Yogyakarta 1,55
Jawa Tengah 1,54
Sumatera Barat 1,54
Kalimantan Selatan 1,52
Sulawesi Selatan 1,49
Kalimantan Tengah 1,47
Jawa Timur 1,45
Nusa Tenggara Barat 1,43
Sumatera Selatan 1,41
Bengkulu 1,41
Kalimantan Barat 1,40
Jambi 1,38
Sulawesi Barat 1,36
Kepulauan Bangka Belitung 1,36
Lampung 1,32
Sumatera Utara 1,31
Riau 1,30
Sulawesi Tenggara 1,30
Nusa Tenggara Timur 1,23
Gorontalo 1,21
Aceh 1,20
Kepulauan Riau 1,19
Maluku Utara 1,17
Sulawesi Tengah 1,15
Sulawesi Utara 1,13
Kalimantan Utara 1,06
Papua Barat 0,73
Papua 0,73
0 2 4 6 8 10
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2019; Kementerian Dalam Negeri, 2019
Gambar 2.2 menjelaskan provinsi dengan rasio Puskesmas terhadap kecamatan tertinggi
adalah Provinsi DKI Jakarta sebesar 7,30 Puskesmas per kecamatan,dan Provinsi Bali 2,11 Puskesmas
per kecamatan, sedangkan Papua dan Papua Barat memiliki rasio terendah masing-masing sebesar
0,73 Puskesmas per kecamatan. Rasio Puskesmas per kecamatan tersebut dapat menggambarkan
kondisi aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan primer. Selain ketersediaan minimal
1 Puskesmas di setiap kecamatan, aksesibilitas masyarakat dipengaruhi oleh berbagai faktor di
antaranya kondisi geografis, luas wilayah, ketersediaan sarana dan prasarana dasar, sosial ekonomi
dan kemajuan suatu daerah. Sebagai contoh, dua provinsi dengan rasio terendah seluruhnya berada
di wilayah timur yaitu Papua Barat dan Papua. Hal ini menggambarkan bahwa akses masyarakat di
kedua provinsi tersebut terhadap fasilitas pelayanan kesehatan primer masih belum ideal.
Rasio di bawah 1 menunjukkan bahwa belum semua kecamatan memiliki puskesmas dan adanya
kondisi geografis yang sulit dan rata-rata tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah di daerah
tersebut menunjukkan bahwa akses terhadap pelayanan kesehatan masih perlu ditingkatkan lagi,
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 25
peta sebaran rasio puskemas dapat dilihat pada Gambar 2.3. Data mengenai rasio Puskesmas
per kecamatan setiap provinsi dapat dilihat pada Lampiran 2.2.
GAMBAR 2.3
PETA RASIO PUSKESMAS PER KECAMATAN DI INDONESIA
TAHUN 2018
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2019; Kementerian Dalam Negeri, 2019
Dari pencatatan laporan Data Dasar Puskesmas kondisi Desember 2017 yang dilakukan sampai
dengan akhir tahun 2018 yang terkumpul di Pusat Data dan Informasi, berdasarkan karateristik wilayah
kerja yaitu Puskesmas Perdesaan terdapat 4.162 puskesmas (42,36%) dan Puskesmas Perkotaan
2.716 puskesmas (27,64%), serta Puskesmas wilayah Terpencil/Sangat terpencil 1.994 puskesmas
(20,29%), dan yang tidak melapor karakter wilayah kerjanya yaitu 1.004 puskesmas (10,22%) dari
9.825 total puskesmas sampai tahun 2017.
Dalam rangka penguatan pelayanan kesehatan primer, terdapat tiga indikator yang terkait
dengan penyelenggaraan Puskesmas pada RPJMN tahun 2015–2019 dan Renstra Kementerian
Kesehatan tahun 2015-2019, yaitu 1) Kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas terakreditasi 2)
jumlah Puskesmas non rawat Inap dan Puskesmas rawat inap yang memberikan pelayanan sesuai
standar dan 3) jumlah Puskesmas yang bekerjasama dengan Unit Transfusi Darah (UTD) dan
rumah sakit dalam pelayanan darah untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI);
1. Akreditasi Puskesmas
Akreditasi merupakan suatu pengakuan yang diberikan oleh lembaga independen
penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan setelah memenuhi standar
akreditasi. Akreditasi merupakan salah satu bentuk upaya peningkatan mutu fasilitas pelayanan
kesehatan termasuk untuk pelayanan FKTP. Sesuai Permenkes Nomor 46 Tahun 2015, akreditasi FKTP
bertujuan untuk 1) meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, 2) meningkatkan
perlindungan bagi sumber daya manusia kesehatan, masyarakat dan lingkungannya, serta Puskesmas,
klinik pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat praktik mandiri dokter gigi sebagai institusi,
dan 3) meningkatkan kinerja Puskesmas, Klinik Pratama, tempat praktik mandiri dokter, dan tempat
26 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
praktik mandiri dokter gigi dalam pelayanan kesehatan perseorangan dan/atau kesehatan masyarakat.
Dengan akreditasi puskesmas diharapkan dapat membangun sistem tata kelola yang lebih baik secara
bertahap dan berkesinambungan melalui perbaikan tata kelola: 1) manajemen secara institusi,
2) manajemen program, 3) manajemen risiko, dan 4) manajemen mutu.
Berdasarkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas), Pasal 39 menyatakan bahwa dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan Puskesmas wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali. Dan
sebagai tindak lanjut, maka diterbitkan dasar hukum yang mengatur teknis pelaksanaan akreditasi
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) melalui Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi.
Tahun 2018, terdapat 7.518 Puskesmas yang telah terakreditasi atau sekitar 75,23% dari 9.993
Puskesmas (Gambar 2.4). Provinsi dengan persentase Puskesmas terakreditasi terbanyak adalah
Provinsi Bali (99,17%), Jawa Tengah (98,41%), dan DI Yogyakarta (95,87%). Provinsi dengan persentase
Puskesmas terakreditasi terendah adalah Papua Barat (31,45%) dan Papua (17,40%). Dari 7.518
Puskesmas yang terakreditasi sampai tahun 2018, untuk tingkat kelulusan akreditasi masih didominasi
oleh status kelulusan madya dan dasar. Adapun distribusi tingkat kelulusan akreditasi Puskesmas
adalah sebanyak 4.243 (42,45%) Puskesmas terakreditasi dengan status kelulusan madya, sebanyak
2.405 (24,07%) Puskesmas terakreditasi dengan status kelulusan dasar, 813 (8,13%) Puskesmas
terakreditasi status kelulusan utama, dan 57 (0,57%) Puskesmas terakreditasi dengan status kelulusan
paripurna. Data mengenai akreditasi Puskesmas dapat dilihat secara lengkap pada Lampiran 2.7.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 27
GAMBAR 2.4
PERSENTASE AKREDITASI PUSKESMAS DI INDONESIA
TAHUN 2018
Indonesia 75,23
Bali 99,17
Jawa Tengah 98,41
DI Yogyakarta 95,87
Jawa Timur 95,55
Lampung 92,38
Kepulauan Bangka Belitung 92,19
Sumatera Barat 89,82
Sulawesi Selatan 87,34
Jambi 85,13
Kalimantan Selatan 84,98
Gorontalo 83,87
Kepulauan Riau 83,13
Banten 83,06
Nusa Tenggara Barat 80,72
Riau 80,56
Sumatera Selatan 78,61
Kalimantan Barat 77,05
Bengkulu 76,11
Kalimantan Timur 73,77
Sulawesi Tengah 73,76
Aceh 72,99
Jawa Barat 72,03
Nusa Tenggara Timur 70,87
Sumatera Utara 69,02
Kalimantan Tengah 68,50
Kalimantan Utara 67,86
Sulawesi Utara 57,51
Sulawesi Tenggara 55,28
Maluku Utara 55,22
Sulawesi Barat 52,13
DKI Jakarta 45,79
Maluku 42,31
Papua Barat 31,45
Papua 17,40
0 20 40 60 80 100
28 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
terendah yaitu provinsi Papua yaitu 18 puskesmas dengan capaian 4,41% dari total puskesmas yag ada
di Papua. Rincian data mengenai jumlah Puskesmas yang memberikan pelayanan sesuai standar dapat
dilihat pada Lampiran 2.3.
GAMBAR 2.5
PERSENTASE DAN JUMLAH PUSKESMAS
YANG MEMBERIKAN PELAYANAN SESUAI STANDAR DI INDONESIA TAHUN 2018
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 29
GAMBAR 2.6
JUMLAH PUSKESMAS RAWAT INAP DAN NON RAWAT INAP DI INDONESIA
TAHUN 2014 – 2018
7.000 6.358 6.356 6.371 6.370
6.353
6.000
5.000
2.000
1.000
0
2014 2015 2016 2017 2018
Jumlah Puskesmas rawat inap selama lima tahun terakhir terus meningkat, yaitu sebanyak
3.378 unit pada tahun 2014, lalu meningkat menjadi 3.623 unit pada tahun 2018 (Gambar 2.6).
Demikian pula halnya Puskesmas non rawat inap cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah Puskesmas setiap tahunnya, pada tahun 2014 terdapat 6.353 puskesmas non rawat inap dan
tahun 2018 menjadi 6.370 puskesmas non rawat inap. Gambaran lebih rinci tentang jumlah dan jenis
Puskesmas menurut provinsi terdapat pada Lampiran 2.4.
Data pada tahun 2018, terdapat 4.643 Puskesmas yang bekerja sama melalui dinas kesehatan
dengan Unit Transfusi Darah (UTD) dan Rumah Sakit (RS) dalam pelayanan darah untuk menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI). Terdapat 235 kabupaten/kota di 30 provinsi yang melaksanakan Program
Kerja Sama seperti pada Tabel 1 di bawah ini :
30 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
TABEL 2.1
JUMLAH PUSKESMAS YANG BEKERJA SAMA DENGAN UTD DAN RS DALAM PELAYANAN
DARAH UNTUK MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU (AKI) DI INDONESIA
TAHUN 2018
Jumlah Jumlah
No Provinsi
Kabupaten/Kota Puskesmas
1 Aceh 1 32
2 Sumatera Utara 3 79
3 Sumatera Barat 11 158
4 Riau 8 155
5 Kepulauan Riau 4 47
6 Sumatera Selatan 13 170
7 Lampung 11 223
8 Kepulauan Bangka Belitung 4 44
9 Jambi 11 200
10 Banten 1 8
11 Jawa Barat 10 554
12 Jawa Tengah 13 335
13 D.I. Yogyakarta 1 25
14 Jawa Timur 16 464
15 Bali 9 120
16 Nusa Tenggara Barat 6 125
17 Nusa Tenggara Timur 5 153
18 Kalimantan Barat 7 136
19 Kalimantan Timur 2 33
20 Kalimantan Tengah 14 197
21 Kalimantan Utara 5 56
22 Sulawesi Selatan 26 476
23 Sulawesi Barat 4 67
24 Sulawesi Tenggara 16 248
25 Sulawesi Tengah 11 178
26 Gorontalo 1 21
27 Maluku 9 164
28 Maluku Utara 1 12
29 Papua 4 59
30 Papua Barat 8 104
Total 235 4.643
Sumber: Ditjen Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
Angka pencapaian puskesmas yang melakukan kerjasama melalui dinas kesehatan dengan UTD
dan RS pelayanan darah untuk menurunkan AKI sudah melampaui target RPJMN 2015-2019 sebesar
4.400 Puskesmas yang bekerja sama.
Untuk mendukung fungsinya sebagai penyelenggara Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM),
Puskesmas harus menyelenggarakan UKM esensial dalam rangka mendukung pencapaian standar
pelayanan minimal (SPM) kabupaten/kota bidang kesehatan. UKM esensial meliputi pelayanan
promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak, keluarga
berencana, pelayanan gizi, dan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit. Selain
melaksanakan UKM esensial, Puskesmas juga melaksanakan UKM pengembangan yang disesuaikan
dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja dan potensi sumber daya yang tersedia
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 31
di masing-masing Puskesmas. Sebagai contoh UKM pengembangan yaitu Pelayanan Kesehatan Kerja,
Pelayanan Kesehatan Olahraga, dan Pelayanan Kesehatan Tradisional.
32 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
Utara menjadi provinsi dengan capaian terkecil (rincian Gambar 2.7). Untuk capaian jumlah Pos UKK
yang ada dan dibina Puskesmas pada tahun 2018 sebanyak 1.984 Pos UKK melebihi sasaran tahun
2018, 1.820 Pos UKK. Total 1.984 Pos UKK yang terdiri dari 482 Pos UKK di wilayah Pangkalan
Pendaratan Ikan (PPI)/ Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan 1502 Pos UKK non PPI/TPI. Target tersebut
dihitung berdasarkan Laporan Bulanan Kesehatan Pekerja (LBKP) 1 – 3 yang dilaporkan secara
berjenjang dari Puskesmas, kabupaten/kota, dan provinsi. Rincian dapat dilihat pada Lampiran 2.5.
Selain itu upaya kesehatan kerja juga dilakukan melalui pembentukan Gerakan Pekerja
Perempuan Sehat Produktif (GP2SP), upaya kesehatan kerja juga diimplementasikan di perusahaan,
GP2SP merupakan upaya dari pemerintah, masyarakat, maupun pemberi kerja dan serikat
pekerja/serikat buruh untuk menggalang dan berperan serta guna meningkatkan kepedulian dan
mewujudkan upaya memperbaiki kesehatan pekerja/buruh perempuan sehingga dapat meningkatkan
produktivitas kerja dan meningkatkan kualitas generasi penerusDalam implementasinya, GP2SP
dilaksanakan ditempat kerja terutama perusahaan yang didalamnya terdapat program, 1) Pelayanan
kesehatan reproduksi , 2)Deteksi Dini PTM, 3) Pemenuhan Gizi Pekerja, 4) Peningkatan pemberian ASI
selama waktu kerja, dan 5) Pengendalian lingkunan kerja, hingga tahun 2018 telah terdapat 448
perusahaan yang telah melaksanakaan GP2SP dari target 448, dan pada tahun 2019 ditargetkan
terdapat 760 perusahaan yang melaksanakan GP2SP.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 33
GAMBAR 2.7
PERSENTASE PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA DASAR
DI INDONESIA TAHUN 2018
Indonesia 69,68
Gorontalo 100,00
Kepulauan Bangka Belitung 98,44
Sulawesi Utara 97,41
Jawa Timur 95,66
Kalimantan Tengah 95,50
DKI Jakarta 93,15
Nusa Tenggara Barat 89,76
Bali 89,17
Kepulauan Riau 89,16
Sulawesi Selatan 88,21
Bengkulu 86,67
Sulawesi Barat 86,17
Sumatera Selatan 83,13
Jambi 80,00
Jawa Tengah 77,64
Banten 77,27
DI Yogyakarta 76,86
Lampung 75,83
Sulawesi Tenggara 73,59
Jawa Barat 66,60
Kalimantan Selatan 64,38
Aceh 60,63
Maluku Utara 58,21
Riau 56,94
Sulawesi Tengah 54,95
Nusa Tenggara Timur 50,39
Kalimantan Barat 49,18
Kalimantan Utara 48,21
Sumatera Utara 47,50
Sumatera Barat 46,91 Target 2018:
Maluku 43,27 70%
Kalimantan Timur 40,44
Papua 20,34
Papua Barat 14,47
0 20 40 60 80 100
34 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
100% puskesmas melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga yaitu Sulawesi Barat, Gorontalo, dan
DKI Jakarta,Sulawesi Barat (Gambar 2.8).
GAMBAR 2.8
PERSENTASE PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KESEHATAN OLAHRAGA
PADA KELOMPOK MASYARAKAT DI INDONESIA TAHUN 2018
Indonesia 64,49
Sulawesi Barat 100,00
Gorontalo 100,00
DKI Jakarta 100,00
Bengkulu 99,44
Kepulauan Bangka Belitung 98,44
Sulawesi Utara 97,93
Sulawesi Tengah 93,56
Jawa Timur 92,14
Kepulauan Riau 89,16
Jambi 83,08
Sulawesi Tenggara 76,76
Banten 76,03
Kalimantan Selatan 75,11
Sumatera Barat 74,18
Jawa Tengah 72,53
Jawa Barat 72,50
Sulawesi Selatan 67,69
DI Yogyakarta 66,12
Sumatera Utara 64,20
Nusa Tenggara Barat 60,84
Kalimantan Barat 60,66
Maluku Utara 58,21
Lampung 57,62
Bali 55,00
Kalimantan Utara 48,21
Kalimantan Tengah 47,50
Kalimantan Timur 46,45
Riau 45,37
Maluku 37,98
Aceh 37,64 Target 2018: 50%
Nusa Tenggara Timur 19,42
Papua Barat 16,35
Papua 12,01
Sumatera Selatan 0,00
0 20 40 60 80 100
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 35
GAMBAR 2.9
PERSENTASE PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN KESEHATAN OLAHRAGA BAGI
ANAK SEKOLAH DASAR (SD) DI INDONESIA TAHUN 2018
Indonesia 62,24
DI Yogyakarta 100,00
Bali 100,00
Gorontalo 100,00
Jawa Tengah 99,43
Sulawesi Utara 97,93
Kepulauan Bangka Belitung 95,31
Sumatera Selatan 91,57
Jawa Barat 85,78
Kalimantan Tengah 85,50
Jambi 83,08
DKI Jakarta 82,55
Jawa Timur 79,32
Sumatera Utara 77,45
Kepulauan Riau 77,11
Bengkulu 75,56
Sulawesi Tenggara 73,94
Kalimantan Utara 71,43
Sulawesi Barat 69,15
Banten 68,60
Maluku 56,73
Kalimantan Barat 54,51
Nusa Tenggara Barat 53,61
Sumatera Barat 49,45
Aceh 37,93
Lampung 34,77
Maluku Utara 30,60
Kalimantan Selatan 29,61
Kalimantan Timur 28,42
Riau 17,13
Sulawesi Selatan 14,85 Target 2018: 75%
Sulawesi Tengah 12,87
Nusa Tenggara Timur 7,35
Papua Barat 5,66
Papua 0,00
0 20 40 60 80 100
Puskesmas melaksanakan kesehatan olahraga bagi anak SD adalah Puskesmas yang melakukan
penjaringan dini atau pembinaan kebugaran jasmani anak sekolah melalui gerakan peregangan atau
bermain pada jam istirahat. Tahun 2018 indikator persentase Puskesmas yang melaksanakan
kesehatan olahraga bagi anak SD mencapai 62,24% (6.220 Puskesmas) dari target 75%
(7.325 Puskesmas). Provinsi dengan capaian tertinggi berdasarkan jumlah puskesmas adalah Jawa
Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, sedangkan 3 provinsi dengan capaian 100% puskesmas yang
melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga bagi anak SD adalah provinsi DI Yogyakarta, Bali, dan
Gorontalo (Gambar 2.9). Indikator persentase Puskesmas yang melaksanakan kesehatan olahraga
bagi anak SD diperoleh melalui integrasi laporan dengan kegiatan Kesehatan Keluarga dan laporan
Puskemas yang melaksanakan kesehatan olahraga di wilayah kerjanya.
Data mengenai Puskemas dengan pelayanan pengembangan (jumlah Puskemas yang
menyelenggarakan kesehatan kerja dasar, jumlah Puskemas yang melaksanakan kegiatan kesehatan
36 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018 I
OR pada kelompok masyarakat di wilayah kerjanya, jumlah Puskemas yang melaksanakan kesehatan
olahraga bagi anak SD) secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.5.
Selain penyelenggaraan kesehatan kerja dasar dan kesehatan olah raga, Direktorat Kesehatan
Kerja dan Olah Raga juga melakukan pengukuran kebugaran calon jemaah haji merupakan kegiatan
terintegrasi untuk melihat sejauh mana kebugaran dan kesiapan Calon Jemaah Haji (CHJ) sebelum
melaksanakan ibadah haji, sejak dijadikan rencana kerja pemerintah (RKP) pada tahun 2017 terdapat
peningkatan yang signifikan CJH yang diukur kebugarannya, dari total sasaran 204.000 CJH pada tahun
2018 sebanyak 67,70% (138.114) telah diperiksa kebugaran jasmani.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 37
masyarakat ke Puskesmas merupakan kunjungan dalam rangka konsultasi kesehatan bukan untuk
mengobati sakitnya.
Pelayanan Kesehatan Tradisional mempunyai potensi yang cukup besar dan perlu mendapat
perhatian yang serius sebagai bagian dari pembangunan kesehatan nasional. Renstra Kementerian
Kesehatan Tahun 2015 - 2019 telah menetapkan indikator pencapaian target penyelenggaraan
pelayanan kesehatan tradisional, yaitu jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan tradisional dan rumah sakit pemerintah yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tradisional. Tren perekembangan jumlah puskesmas yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan
tradisional 2015-2018 dapat dilihat pada Gambar 2.10.
GAMBAR 2.10
TREN JUMLAH PUSKESMAS YANG MENYELENGGARAKAN PELAYANAN KESEHATAN
TRADISIONAL DI INDONESIA TAHUN 2014-2018
4.500 4.252
4.000
3.410
3.500
2.925
3.000
2.500
2.000
1.532
1.500
1.000
500
0
2015 2016 2017 2018
Adapun target yang ditetapkan pada tahun 2018 untuk indikator Puskesmas yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tradisional sebesar 4.236 Puskesmas, dan telah tercapai
sebesar 4.252 Puskesmas yang artinya sudah melebihi target Renstra.
38 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 2.11
PERSENTASE DAN JUMLAH PUSKESMAS YANG MENYELENGGARAKAN PELAYANAN
KESEHATAN TRADISIONAL DI INDONESIA
TAHUN 2018
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 39
Pencapaian indikator Pelayanan Kesehatan Tradisional tersebut tidak terlepas dari upaya
sosialisasi, advokasi, monitoring, evaluasi, dan bimbingan teknis secara berkala dan berkesinambungan
baik di pusat maupun di daerah dengan lintas sektor terkait.
GAMBAR 2.12
PUSKESMAS YANG MENYELENGGARAKAN HATRA, ASMAN, DAN PELATIHAN NAKES
DI INDONESIA TAHUN 2018
Dilatih Akupunktur 45
B. KLINIK
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik, klinik didefinisikan sebagai
fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang
menyediakan pelayanan medik dan/ atau spesialistik.
Di Indonesia tahun 2018 terdapat 8.841 klinik, yang terdiri dari 924 klinik utama dan
7.917 klinik pratama. Provinsi dengan klinik utama terbanyak adalah Provinsi DKI Jakarta
sebesar 207 klinik utama dan terdapat empat provinsi yang tidak terdapat datanya, yaitu Provinsi
Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Maluku Utara (Gambar 2.13). Sedangkan
untuk klinik pratama, provinsi dengan jumlah klinik pratama terbanyak adalah Provinsi Sumatera
40 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
Utara, yaitu 959 klinik pratama, Jawa Tengah 919 klinik, dan Jawa Barat 850 klinik pratama, sedangkan
provinsi dengan jumlah klinik pratama paling sedikit adalah Kalimantan Utara, yaitu sebanyak 1 klinik
pratama (Gambar 2.14). Data mengenai klinik secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2.8.
GAMBAR 2.13
JUMLAH KLINIK UTAMA PER PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
DKI Jakarta 207
DI Yogyakarta 168
Jawa Barat 109
Sulawesi Selatan 67
Sumatera Utara 60
Jawa Timur 41
Banten 28
Nusa Tenggara Barat 26
Bali 24
Jawa Tengah 22
Sumatera Barat 19
Sulawesi Tengah 16
Riau 16
Kalimantan Tengah 14
Kepulauan Bangka Belitung 14
Kepulauan Riau 13
Sumatera Selatan 12 Total : 924 Klinik
Jambi 9
Kalimantan Barat 8
Gorontalo 6
Kalimantan Timur 6
Kalimantan Selatan 6
Lampung 6
Bengkulu 6
Papua Barat 5
Nusa Tenggara Timur 4
Papua 3
Maluku 3
Sulawesi Utara 3
Aceh 3
Maluku Utara 0
Sulawesi Barat 0
Sulawesi Tenggara 0
Kalimantan Utara 0
0 50 100 150 200 250
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 41
GAMBAR 2.14
JUMLAH KLINIK PRATAMA PER PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
Sumatera Utara 959
Jawa Tengah 919
Jawa Barat 850
Jawa Timur 793
Banten 731
DKI Jakarta 651
Lampung 278
Kalimantan Timur 271
Sumatera Selatan 236
Sumatera Barat 221
Sulawesi Selatan 220
Kepulauan Riau 216
DI Yogyakarta 180
Kalimantan Tengah 163
Riau 160 Total : 7.917 Klinik
Bali 152
Jambi 137
Aceh 99
Nusa Tenggara Barat 98
Nusa Tenggara Timur 95
Kalimantan Barat 91
Bengkulu 59
Kepulauan Bangka Belitung 57
Sulawesi Tenggara 56
Papua 52
Sulawesi Tengah 50
Kalimantan Selatan 40
Papua Barat 33
Sulawesi Utara 23
Maluku 17
Sulawesi Barat 4
Maluku Utara 3
Gorontalo 2
Kalimantan Utara 1
0 200 400 600 800 1.000 1.200
Di Indonesia tahun 2018, tercatat 8.876 praktik mandiri dokter umum dan 2.104 praktik
mandiri dokter gigi. Provinsi dengan jumlah praktik mandiri dokter umum terbanyak adalah Provinsi
Jawa Tengah, yaitu 1.150 orang praktik mandiri dokter umum, Lampung sebanyak 838, dan Sumatera
Utara 791 praktik mandiri dokter umum (Gambar 2.15). Jumlah praktek mandiri dokter gigi yang
terbanyak adalah Provinsi Sumatera Utara dengan 326 praktik mandiri dokter gigi. Provinsi
dengan jumlah praktik mandiri dokter umum dan dokter gigi terkecil adalah Banten dan Papua Barat
42 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
(Gambar 2.16). Data mengenai praktik mandiri tenaga kesehatan terincii dapat dilihat pada
Lampiran 2.9.
GAMBAR 2.15
JUMLAH PRAKTIK MANDIRI DOKTER UMUM PER PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 43
GAMBAR 2.16
JUMLAH PRAKTIK MANDIRI DOKTER GIGI PER PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
Sumatera Utara 326
Jawa Tengah 297
Lampung 267
Sumatera Selatan 239
Riau 134
Jawa Timur 110
Bali 89
Sulawesi Selatan 83
Aceh 69
Jawa Barat 66
Sumatera Barat 65
Kalimantan Timur 43
DI Yogyakarta 37
Kalimantan Selatan 33
Nusa Tenggara Timur 29
DKI Jakarta 25
Sulawesi Utara 24
Jambi 24
Kepulauan Bangka Belitung 16 Total : 2.104
Kalimantan Barat 13
Nusa Tenggara Barat 13
Bengkulu 13
Sulawesi Tenggara 12
Sulawesi Tengah 11
Kepulauan Riau 11
Papua 10
Maluku Utara 10
Maluku 7
Kalimantan Utara 7
Kalimantan Tengah 6
Sulawesi Barat 5
Gorontalo 5
Papua Barat 3
Banten 2
0 50 100 150 200 250 300 350
Dari data-data Puskesmas, klinik pratama dan praktik mandiri dokter dan dokter gigi, dapat
diketahui rasio Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer tersebut terhadap jumlah penduduk. Secara
nasional diperoleh rasio 1 per 10.000 penduduk. Data mengenai rasio Puskesmas per kecamatan dapat
dilihat pada Lampiran 2.2. Rasio ini berbeda antar provinsi menunjukkan bahwa masih terdapat
masalah pernyebaran fasilitas pelayanan kesehatan primer yang tidak merata. Hal ini perlu menjadi
perhatian bagi pemerintah dan pemerintah daerah khususnya dalam perencaanaan, agar pelayanan
kesehatan kepada masyarakat dapat diberikan secara merata demi mewujudkan cakupan pelayanan
kesehatan semesta.
44 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018 I
D. RUMAH SAKIT
Sebagai upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat selain dilakukan upaya
promotif dan preventif, diperlukan juga upaya kuratif dan rehabilitatif. Upaya kesehatan yang bersifat
kuratif dan rehabilitatif dapat diperoleh melalui rumah sakit yang juga berfungsi sebagai penyedia
pelayanan kesehatan rujukan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi dan
Perizinan Rumah Sakit, pengelompokan rumah sakit berdasarkan penyelenggaraan, yaitu rumah sakit
pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah, dan rumah sakit swasta. Rumah sakit pemerintah adalah
unit pelaksana teknis dari instansi pemerintah (Kementerian Kesehatan, Kepolisian, Tentara Nasional
Indonesia, dan BUMN/Kementerian Lainnya). Rumah sakit daerah adalah pelaksana teknis dari daerah
(pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota). Sedangkan rumah sakit swasta
adalah badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di bidang perumahsakitan, pengecualian
bagi Rumah Sakit Publik yang diselenggarakan oleh badan hukum yang bersifat nirlaba.
Rumah sakit di Indonesia dari tahun 2014-2018 mengalami peningkatan sebesar 16,92%.
Pada tahun 2014 jumlah rumah sakit sebanyak 2.406 meningkat menjadi 2.813 pada tahun 2018.
Jumlah rumah sakit di Indonesia sampai dengan tahun 2018 terdiri dari 2.269 Rumah Sakit Umum (RSU)
dan 554 Rumah Sakit Khusus (RSK). Perkembangan jumlah rumah sakit umum dan rumah sakit khusus
dalam lima tahun terakhir dapat dilihat pada Gambar 2.17.
GAMBAR 2.17
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN RUMAH SAKIT KHUSUS
DI INDONESIA TAHUN 2014 – 2018
3.000
1.500
2.198 2.269
1.000 1.951 2.045
1.855
500
0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
RS Umum RS Khusus
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 45
TABEL 2.2
PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM BERDASARKAN PENYELENGGARAAN
DI INDONESIA TAHUN 2015 – 2018
No Penyelenggara 2015 2016 2017 2018
PEMERINTAH
1 Kementerian Kesehatan 14 14 14 15
2 Kepolisian 42 42 44 45
Tentara Nasional
3 120 119 120 113
Indonesia
1 Pemerintah Provinsi 68 75 87 91
3 Pemerintah Kota 87 87 81 87
46 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 2.18
PERSENTASE RUMAH SAKIT MENURUT KELAS DI INDONESIA
TAHUN 2018
3,16 2,24
14,61
28,40
51,58
Kelas A Kelas B
Kelas C Kelas D dan Kelas D Pratama
Belum Ditetapkan Kelas
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 47
GAMBAR 2.19
TREN JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN JUMLAH TEMPAT TIDUR
TAHUN 2014-2018
3.000
271.902 281.082 300.000
249.255 256.426
2.500
250.000
2.000
200.000
1.500
150.000
2.198 2.269
1.000 1.951 2.045 100.000
500 50.000
0 0
2015 2016 2017 2018
Rumah Sakit Umum Tempat Tidur
GAMBAR 2.20
TREN JUMLAH RUMAH SAKIT KHUSUS DAN JUMLAH TEMPAT TIDUR
TAHUN 2014-2018
500 25.000
400 20.000
100 5.000
0 0
2015 2016 2017 2018
48 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 2.21
RASIO JUMLAH TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT PER 1.000 PENDUDUK DI INDONESIA
TAHUN 2014 – 2018
1,25
1,21
1,2
1,17
1,16
1,15
1,12
1,1
1,07
1,05
1
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 49
GAMBAR 2.22
RASIO TEMPAT TIDUR RUMAH SAKIT PER 1.000 PENDUDUK DI INDONESIA
TAHUN 2018
Indonesia 1,17
DKI Jakarta 2,33
Sulawesi Utara 2,10
Kalimantan Timur 1,84
DI Yogyakarta 1,82
Aceh 1,60
Gorontalo 1,57
Sumatera Utara 1,54
Bali 1,54
Sulawesi Selatan 1,53
Kepulauan Riau 1,44
Kalimantan Utara 1,41
Maluku 1,39
Papua Barat 1,38
Sulawesi Tengah 1,37
Kepulauan Bangka Belitung 1,32
Sumatera Barat 1,31
Papua 1,24
Bengkulu 1,19
Jawa Tengah 1,15
Jambi 1,14
Kalimantan Selatan 1,14
Maluku Utara 1,10
Sulawesi Tenggara 1,08
Sumatera Selatan 1,08
Jawa Timur 1,07
Kalimantan Barat 1,03
Riau 0,98
Kalimantan Tengah 0,91
Sulawesi Barat 0,91
Lampung 0,91
Banten 0,87
Jawa Barat 0,85
Nusa Tenggara Timur 0,81
Nusa Tenggara Barat 0,71
0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50
Rasio tempat tidur rumah sakit tertinggi pada tahun 2018 terdapat di Provinsi DKI Jakarta
sebesar 2,33, Sulawesi Utara sebesar 2,10, dan Kalimantan Timur sebesar 1,84, sedangakan rasio
terkecil di provinsi NTB sebesar 0,71, NTT sebesar 0,81, dan Jawa Barat 0,85 (Gambar 2.21). Rincian
jumlah tempat tidur, rasio tempat tidur dapat dilihat pada lampiran 2.13.
50 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 2.23
PERSENTASE JUMLAH TEMPAT TIDUR MENURUT KELAS PERAWATAN
DI RUMAH SAKIT INDONESIA
TAHUN 2018
3,55
12,39 8,03
15,45
40,78
19,80
VVIP VIP Kelas I Kelas II Kelas III Ruang Rawat Inap Lainnya*
Gambar 2.23 menjelaskan persentase jumlah tempat tidur menurut kelas perawatan
di Indonesia terbagi atas 6 kelas yaitu tempat tidur kelas VVIP, kelas VIP, kelas I, II, dan III, serta
ruang perawatan lainnya. Tercatat pada tahun 2018 persentase terbesar tempat tidur
perawatan kelas III yaitu 40,78% (126.696). Rincian untuk tiap provinsi dapat dilihat pada
Lampiran 2.14.
Untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah sakit wajib melakukan akreditasi secara berkala
setiap 3 (tiga) tahun sekali, hal ini tercantum dalam undang-undang nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, pasal 40 ayat 1, menyatakan bahwa, dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali. Akreditasi wajib bagi
semua rumah sakit baik rumah sakit publik/pemerintah maupun rumah sakit privat/swasta/BUMN.
Tahun 2018 persentase capaian akreditasi rumah sakit di Indonesia baik RS Pemerintah
maupun RS Swasta 70,03%, dengan capaian tertinggi Provinsi Gorontalo 92,86%, dan terendah
Provinsi Kalimantan Utara 40%. Rincian akreditasi rumah sakit untuk setiap provinsi bisa dilihat pada
Lampiran 2.15.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 51
GAMBAR 2.24
PERSENTASE AKREDITASI RUMAH SAKIT INDONESIA
TAHUN 2018
Indonesia 70,03
Gorontalo 92,86
Jawa Timur 81,10
Aceh 80,60
Kalimantan Selatan 79,55
Bali 78,46
Jawa Tengah 78,28
Papua Barat 77,78
Nusa Tenggara Timur 76,00
Bengkulu 73,91
Kepulauan Bangka Belitung 70,83
Sulawesi Selatan 70,75
DKI Jakarta 70,44
Lampung 70,13
Sumatera Barat 70,13
Nusa Tenggara Barat 69,44
Kalimantan Tengah 69,23
Kalimantan Timur 68,52
Sulawesi Utara 67,39
Riau 67,12
Sulawesi Barat 66,67
Kepulauan Riau 66,67
Banten 66,07
Sumatera Utara 65,88
DI Yogyakarta 64,63
Kalimantan Barat 64,58
Jambi 63,41
Jawa Barat 62,29
Maluku Utara 60,00
Sumatera Selatan 58,97
Sulawesi Tengah 54,05
Maluku 53,57
Papua 53,49
Sulawesi Tenggara 52,94
Kalimantan Utara 40,00
0 20 40 60 80 100
52 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 2.25
DISTRIBUSI UNIT TRANSFUSI DARAH (UTD) DI INDONESIA
TAHUN 2018
43
Sumatera 88
NT 17
12
Jawa 110
6
Kalimantan
20
29
Sulawesi
22
34
Maluku
2
16
Papua 6
15
0 20 40 60 80 100 120
Cakupan sarana produksi bidang kefarmasian dan alat kesehatan menggambarkan tingkat
ketersediaan sarana pelayanan kesehatan yang melakukan upaya produksi di bidang kefarmasian dan
alat kesehatan. Sarana produksi di bidang kefarmasian dan alat kesehatan antara lain Industri Farmasi,
Industri Obat Tradisional (IOT), Usaha Kecil Obat Tradisional/Usaha Mikro Obat Tradisional
(UKOT/UMOT), Produksi Alat Kesehatan (Alkes) dan Produksi Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
(PKRT), dan Industri Kosmetika.
Jika ditelaah sarana produksi dan distribusi di Indonesia masih menunjukkan adanya
ketimpangan dalam hal persebaran jumlah. Sebagian besar sarana produksi maupun distribusi
berlokasi di Pulau Sumatera dan Jawa sebesar 94,35% sarana produksi dan 76,88% sarana distribusi.
Ketersediaan ini terkait dengan sumber daya yang dimiliki dan kebutuhan pada wilayah setempat.
Kondisi ini dapat dijadikan sebagai salah satu acuan dalam kebijakan untuk mengembangkan jumlah
sarana produksi dan distribusi kefarmasian dan alat kesehatan di wilayah Indonesia lainnya, sehingga
terjadi pemerataan jumlah sarana tersebut di seluruh Indonesia. Selain itu, hal ini bertujuan untuk
membuka akses keterjangkauan masyarakat terhadap sarana kesehatan di bidang kefarmasian dan
alat kesehatan.
Tahun 2018 terdapat 3.325 sarana, provinsi dengan jumlah sarana produksi terbanyak adalah
Jawa Barat, yaitu sebesar 1.018 sarana. Hal ini dapat disebabkan karena Jawa Barat memiliki populasi
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 53
yang besar dan wilayah yang luas. Rincian jumlah sarana produksi kefarmasian dan alat kesehatan
berdasarkan jenis pada tahun 2018 terdapat pada Gambar 2.26 berikut.
GAMBAR 2.26
JUMLAH SARANA PRODUKSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DI INDONESIA
TAHUN 2018
2500
1976
2000
1500
1000
525
500
254 227 208 135
0
UKOT/UMOT Industri PKRT Industri Farmasi Produksi Alat IOT/IEBA
Kosmetika Kesehatan
Sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan yang dipantau jumlahnya oleh Direktorat
Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan antara lain Pedagang Besar Farmasi (PBF), Apotek, Toko
Obat, dan Penyalur Alat Kesehatan (PAK). Jumlah sarana distribusi kefarmasian dan alat kesehatan
pada tahun 2018 sebesar 45.111 sarana. Gambar 2.27 berikut menyajikan jumlah sarana distribusi
kefarmasian pada tahun 2018.
GAMBAR 2.27
JUMLAH SARANA DISTRIBUSI KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DI INDONESIA
TAHUN 2018
30.000 28.233
25.000
20.000
15.000
10.773
10.000
5.000 3.831
2.274
0
Pedagang Besar Apotek Toko Obat Penyalur Alat
Farmasi (PBF) Kesehatan (PAK)
54 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
Data lebih rinci mengenai jumlah sarana produksi dan distribusi kefarmasian menurut
provinsi terdapat pada Lampiran 2.17 dan Lampiran 2.18.
Mengacu pada data dan hasil perhitungan yang dilakukan oleh Ditjen Kefarmasian dan Alat
Kesehatan didapatkan bahwa 92,83 % Puskesmas dari Puskesmas yang melapor memiliki 80% obat dan
vaksin esensial. Hasil tersebut menunjukkan bahwa persentase Puskesmas dengan ketersediaan obat
dan vaksin di Puskesmas telah mencapai target Renstra tahun 2018. Data dan informasi lebih rinci
mengenai Puskesmas yang menyediakan 20 item obat dan vaksin terdapat pada Lampiran 2.19.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 55
GAMBAR 2.28
PERSENTASE INSTALASI FARMASI KABUPATEN/KOTA YANG MELAKUKAN
MANAJEMEN PENGELOLAAN OBAT DAN VAKSIN SESUAI STANDAR DI INDONESIA
TAHUN 2018
INDONESIA 89,69
Sulawesi Barat 100,00
Gorontalo 100,00
Sulawesi Tenggara 100,00
Sulawesi Tengah 100,00
Sulawesi Utara 100,00
Kalimantan Timur 100,00
Kalimantan Selatan 100,00
Kalimantan Barat 100,00
Bali 100,00
Jawa Timur 100,00
DI Yogyakarta 100,00
Jawa Tengah 100,00
Kepulauan Riau 100,00
Kepulauan Bangka Belitung 100,00
Jambi 100,00
Riau 100,00
Sumatera Barat 100,00
Aceh 100,00
Nusa Tenggara Timur 95,45
Kalimantan Tengah 92,86
Jawa Barat 88,89
Sumatera Selatan 88,24
Sumatera Utara 87,88
Banten 87,50
Lampung 86,67
Sulawesi Selatan 83,33
Maluku Utara Target 2018: 75% 80,00
Kalimantan Utara 80,00
Nusa Tenggara Barat 80,00
Papua 75,86
Bengkulu 70,00
Maluku 45,45
Papua Barat 38,46
DKI Jakarta 0,00
0 20 40 60 80 100
Pada Gambar 2.28 di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar provinsi telah memenuhi
target 75% yaitu ada 30 provinsi.Terdapat 46 provinsi yang belum mencapai target Renstra 2018 dan
terdapat 18 provinsi yang telah mencapai target sebesar 100%. Khusus Provinsi DKI Jakarta dari 6
instalasi farmasi kabupaten/kota tidak langsung melakukan pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar
namun pengelolaan dan pendistribusian dilakukan langsung pada Instalasi Farmasi Kecamatan melalui
dana APBD. Data dan informasi lebih rinci mengenai instalasi farmasi kabupaten/kota yang telah
melakukan manajemen pengelolaan obat dan vaksin sesuai standar menurut provinsi terdapat pada
Lampiran 2.19.
56 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
G. UPAYA KESEHATAN BERSUMBER DAYA MASYARAKAT (UKBM)
Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan
Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dilaksanakan oleh, dari, dan bersama masyarakat, untuk
memberdayakan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat guna memperoleh pelayanan
kesehatan bagi ibu, bayi dan anak balita.
Pada tahun 2018, jumlah Posyandu di Indonesia adalah sebanyak 283.370 Posyandu dan
sebanyak 173.750 atau sekitar 61,32% Posyandu merupakan Posyandu aktif. Posyandu aktif adalah
Posyandu yang mampu melaksanakan kegiatan utamanya secara rutin setiap bulan (KIA: ibu hamil, ibu
nifas, bayi, balita, KB, imunisasi, gizi, pencegahan dan penanggulangan diare) dengan cakupan masing-
masing minimal 50% dan melakukan kegiatan tambahan. Data mengenai Posyandu secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 2.26.
GAMBAR 2.29
PERSENTASE POSYANDU AKTIF PER PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
Indonesia 61,32
Sulawesi Utara 99,14
DKI Jakarta 95,89
Papua Barat 87,06
Sumatera Barat 79,89
Jawa Timur 77,98
DI Yogyakarta 74,89
Papua 73,67
Jawa Tengah 71,97
Lampung 70,21
Sumatera Selatan 66,37
Kep. Bangka Belitung 64,57
Sulawesi Selatan 61,75
Bali 61,31
Jawa Barat 57,08
Kalimantan Utara 54,44
Riau 54,19
Nusa Tenggara Barat 52,82
Kepulauan Riau 52,53
Bengkulu 52,24
Sumatera Utara 51,26
Nusa Tenggara Timur 50,78
Jambi 50,71
Gorontalo 48,91
Banten 46,20
Maluku Utara 45,33
Sulawesi Tenggara 45,25
Sulawesi Barat 44,20
Kalimantan Timur 42,76
Sulawesi Tengah 35,95
Kalimantan Barat 30,51
Kalimantan Selatan 30,27
Aceh 24,51
Kalimantan Tengah 19,44
Maluku 7,92
0 20 40 60 80 100
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM 57
Selain Posyandu, terdapat beberapa jenis UKBM, yaitu Poskesdes (Pos Kesehatan Desa),
Poskestren (Pos Kesehatan Pesantren), Posyandu Lanjut Usia (Lansia), Posbindu PTM (Pos Pembinaan
Terpadu Penyakit Tidak Menular). Dari pencatatan Data Dasar Puskesmas kondisi Desember 2017 yang
dilakukan pengumpulan dari daerah pada tahun 2018, diperoleh data yang terlapor yaitu jumlah
Poskesdes 41.333 unit, Poskestren 5.891 unit, Posyandu Lansia 61.605 unit, dan Posyandu PTM 33.596
unit. Sedangkan dari 255.308 jumlah posyandu yang terlapor pada Data Dasar Puskesmas kondisi
Desember 2017 terdiri dari 27.909 unit Posyandu Pratama, 81.693 unit Posyandu Madya, 108.559 unit
Posyandu Purnama, dan 37.395 unit Posyandu Mandiri.
***
58 I
BAB II. FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DAN UKBM Profil Kesehatan RI 2018
Bab iii.
sdm kesehatan
III SDM KESEHATAN
Salah satu subsistem dalam Sistem Kesehatan Nasional adalah Sumber Daya Manusia
Kesehatan (SDMK). Komponen ini memainkan peranan penting dalam mencapai tujuan pembangunan
kesehatan sebagai pelaksana upaya dan pelayanan kesehatan. SDMK juga diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional yang menyebutkan bahwa sumber
daya manusia kesehatan adalah tenaga kesehatan (termasuk tenaga kesehatan strategis) dan tenaga
pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya
dan manajemen kesehatan.
Pelaksanaan subsistem sumber daya manusia kesehatan terdiri dari perencanaan, pengadaan,
pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu sumber daya manusia kesehatan. Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/52/2015 tentang Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian Kesehatan 2015 – 2019, program kesehatan terdiri dari lima program teknis dan empat
program generik. Pengembangan dan pemberdayaan SDMK merupakan salah satu program teknis
sehingga memerlukan perhatian yang sama dengan program – program kesehatan lainnya.
Pembahasan mengenai SDMK pada bab ini mencakup jumlah, rasio, registrasi, jumlah lulusan,
dan pendayagunaan tenaga kesehatan.
Data yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
Kesehatan (BPPSDMK) setiap tahunnya menggunakan pendekatan tugas dan fungsi SDMK. Jumlah
SDMK di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 1.182.808 orang yang terdiri dari 886.488 orang tenaga
kesehatan (74,95%) dan 296.320 orang tenaga penunjang kesehatan (25,05%). Proporsi tenaga
kesehatan terbanyak yaitu tenaga keperawatan sebanyak 39,96% dari total tenaga kesehatan,
sedangkan proporsi tenaga kesehatan yang paling sedikit yaitu tenaga kesehatan tradisional 0,11% dari
total tenaga kesehatan. Sebagian besar SDM kesehatan terdistribusi di Pulau Jawa, secara khusus
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 61
di Provinsi Jawa Timur sebanyak 171.763 tenaga (14,52%), Jawa tengah sebanyak 149.740 tenaga
(12,66%) dan DKI Jakarta sebanyak 125.690 tenaga (10,63%). Provinsi dengan jumlah SDM kesehatan
paling sedikit yaitu Kalimantan Utara sebanyak 5.424 tenaga (0,46%), Sulawesi Barat sebanyak 5.586
tenaga (0,47%) dan Papua Barat sebanyak 6.491 tenaga (0,55%). Rincian lengkap mengenai rekapitulasi
SDMK di Indonesia dapat dilihat di Lampiran 3.1.
GAMBAR 3.1
REKAPITULASI SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DI INDONESIA TAHUN 2018
354.218
296.320
400.000
350.000
217.726
300.000
250.000
110.040
200.000
65.153
150.000
42.063
26.201
21.920
100.000
25.417
15.340
6.639
989
782
50.000
0
Tenaga Teknik Biomedika
Tenaga Gizi
Tenaga Kefarmasian
Tenaga medis yang dijabarkan pada bagian ini adalah tenaga yang memberikan pelayanan di
fasilitas pelayanan kesehatan sesuai fungsinya. Proporsi tenaga medis terbanyak yaitu dokter sebanyak
50,97%. Sebanyak 62,7% tenaga medis berada di Pulau Jawa dengan jumlah terbanyak berada di
Provinsi DKI Jakarta (23.044 orang), Jawa Timur (18.206 orang), dan Jawa Tengah (13.491 orang).
Provinsi dengan tenaga medis paling sedikit adalah Maluku Utara (308 orang), Kalimantan Utara (343
orang), dan Sulawesi Barat (358 orang).
Dokter
Spesialis
(34,12%);
Dokter (50,97%);
37.544
56.084
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat
menyebutkan bahwa Puskesmas adalah fasilitas kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan
masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
di wilayah kerjanya. Dengan demikian, untuk mendukung fungsi dan tujuan Puskesmas diperlukan
sumber daya manusia kesehatan baik tenaga kesehatan maupun tenaga penunjang kesehatan.
Pada Permenkes tersebut diatur bahwa minimal tenaga kesehatan di Puskesmas terdiri dari
dokter atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga
kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian.
Sedangkan tenaga penunjang kesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,
administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lainnya.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 63
GAMBAR 3.3
JUMLAH SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DI PUSKESMAS
DI INDONESIA TAHUN 2018
200.000 176.333
180.000
160.000 139.544
140.000
120.000
100.000
80.000 58.161
60.000
40.000 20.050 17.516 14.387 12.650 11.932 10.154
20.000 7.320
0
Bidan
Tenaga Penunjang
Tenaga Gizi
Tenaga Kefarmasian
Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan
Dokter Gigi
Laboratorium Medik
Perawat
Dokter
Ahli Teknologi
Masyarakat
Lingkungan
Kesehatan
Jumlah SDMK yang bertugas di Puskesmas di Indonesia pada tahun 2018 sebanyak 468.047
orang yang terdiri dari 409.886 orang tenaga kesehatan (87,57%) dan 58.161 orang tenaga penunjang
kesehatan (12,43%). Proporsi tenaga kesehatan di Puskesmas terbanyak yaitu bidan sebanyak 37,67%
(176.333 orang), sedangkan proporsi tenaga kesehatan di Puskesmas yang paling sedikit yaitu
dokter gigi sebesar 1,56% (7.320 orang).
Jumlah dan jenis tenaga kesehatan Puskesmas dihitung berdasarkan analisis beban kerja
dengan mempertimbangkan beberapa hal, yaitu jumlah pelayanan yang diselenggarakan, jumlah
penduduk dan persebarannya, karakteristik wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas
pelayanan kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerjanya, dan pembagian waktu kerja.
64 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 3.4
PERSENTASE PUSKESMAS DENGAN KECUKUPAN DOKTER MENURUT PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2018
DKI Jakarta
DI Yogyakarta
Bali
Kep. Bangka Belitung
Riau
Kalimantan Selatan
Jawa Tengah
Kepulauan Riau
Banten
Kalimantan Timur
Jawa Barat
Lampung
Aceh
Jawa Timur
Jambi
Gorontalo
Sumatera Barat Kurang
Kalimantan Barat
Bengkulu Cukup
Sumatera Utara
Kalimantan Utara Lebih
Sumatera Selatan
Nusa Tenggara Barat
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tengah
Sulawesi Barat
Maluku Utara
Sulawesi Tenggara
Nusa Tenggara Timur
Papua Barat
Papua
Maluku
Indonesia
0 20 40 60 80 100
Dilihat dari proporsi puskesmas dengan kekurangan dokter terhadap puskesmas dengan status
cukup dan lebih, sebagian besar provinsi memiliki persentase puskesmas dengan kekurangan dokter di
bawah 50%. Hanya tiga provinsi yang memiliki persentase kekurangan dokter di atas 50%, yaitu Maluku
(64,25%), Papua (60,45%), dan Papua Barat (56,33%). Sebaliknya, terdapat 10 provinsi dengan
persentase puskesmas yang memiliki jumlah dokter berlebih terhadap total puskesmas di atas 50%,
yaitu Bali, DI Yogyakarta, DKI Jakarta, Riau, Kep. Riau, Kalimantan Timur, Lampung, Kep. Bangka
Belitung, Aceh, dan Jawa Barat. Jika melihat angka nasional, proporsi puskesmas dengan jumlah dokter
melebihi standar kebutuhan masih lebih tinggi dibandingkan proporsi puskesmas dengan jumlah
dokter kurang dari standar.
Rincian lengkap mengenai persentase Puskesmas dengan kecukupan dokter dapat dilihat
di Lampiran 3.3.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 65
b. Kecukupan Dokter Gigi di Puskesmas
Standar kecukupan dokter gigi di puskesmas adalah minimal satu orang, baik di puskesmas
rawat inap dan non rawat inap dan di wilayah perkotaan, perdesaan, maupun di kawasan terpencil dan
sangat terpencil. Pada tingkat nasional, terdapat 48,1% puskesmas memiliki dokter gigi dibawah
standar minimal. Sedangkan proporsi sisanya yaitu 37,79% puskesmas dengan status jumlah dokter
gigi cukup dan 14,1% puskesmas dengan jumlah dokter gigi melebihi standar minimal.
GAMBAR 3.5
PERSENTASE PUSKESMAS DENGAN KECUKUPAN DOKTER GIGI DI INDONESIA
TAHUN 2018
Bali
DI Yogyakarta
DKI Jakarta
Jawa Timur
Sumatera Barat
Kep. Bangka Belitung
Riau
Kalimantan Timur
Sulawesi Selatan
Banten
Jawa Tengah
Kepulauan Riau
Nusa Tenggara Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Utara
Jawa Barat
Jambi Kurang
Sumatera Utara
Sulawesi Barat Cukup
Aceh
Sulawesi Tengah Lebih
Gorontalo
Sulawesi Tenggara
Sumatera Selatan
Kalimantan Barat
Lampung
Bengkulu
Kalimantan Tengah
Nusa Tenggara Timur
Sulawesi Utara
Maluku Utara
Maluku
Papua Barat
Papua
Indonesia
0 20 40 60 80 100
Sumber: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI,
2019 (http://bppsdmk.kemkes.go.id) dan diolah oleh Pusat Data dan Informasi
66 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
provinsi dengan puskesmas memiliki dokter gigi kurang dari standar lebih tinggi dibandingkan
puskesmas dengan dokter gigi cukup atau lebih dari standar.
Rincian lengkap mengenai persentase Puskesmas dengan kecukupan dokter gigi dapat dilihat
di Lampiran 3.3.
Sumber: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI,
2018 (http://bppsdmk.kemkes.go.id) dan diolah oleh Pusat Data dan Informasi
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 67
Pada kategori puskesmas yang memiliki jumlah perawat kurang dari standar minimal, sebagian
besar provinsi memiliki persentase yang rendah (< 50%). Hanya DKI Jakarta yang memiliki persentase
puskesmas dengan kekurangan perawat yang tinggi (76,97%). Hal ini menunjukkan bahwa DKI Jakarta
kekurangan perawat di puskesmas. Kekurangan ini dapat disebabkan karena sebagian besar
puskesmas di Provinsi DKI Jakarta adalah “puskesmas kelurahan” yang setara dengan Puskesmas
Pembantu (Pustu) di provinsi lain, sehingga puskesmas-puskesmas tersebut tidak terlalu
memperhatikan kecukupan jumlah tenaga perawat.
Jika dilihat pada tingkat provinsi dengan puskesmas memiliki perawat lebih dari standar,
semua provinsi menunjukkan persentase di atas 50%. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa salah
satu permasalahan distribusi perawat di Indonesia adalah berlebihnya jumlah perawat di sebagian
besar puskesmas. Rincian lengkap mengenai persentase Puskesmas dengan kecukupan perawat dapat
dilihat di Lampiran 3.3.
68 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 3.7
PERSENTASE PUSKESMAS DENGAN KECUKUPAN BIDAN DI INDONESIA
TAHUN 2018
Bali
Kep. Bangka Belitung
Gorontalo
Sumatera Barat
Jawa Timur
Kepulauan Riau
Kalimantan Selatan
Bengkulu
Jambi
Sumatera Selatan
Kalimantan Tengah
Sulawesi Barat
Riau
Aceh
Nusa Tenggara Barat
Jawa Tengah
Sulawesi Tengah Kurang
Kalimantan Barat
Banten Cukup
Jawa Barat
Lampung Lebih
Nusa Tenggara Timur
Kalimantan Timur
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Utara
Sulawesi Selatan
DI Yogyakarta
Sumatera Utara
Maluku Utara
Sulawesi Utara
Maluku
Papua Barat
Papua
DKI Jakarta
Indonesia
0 20 40 60 80 100
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI,
2018 (http://bppsdmk.kemkes.go.id) dan diolah oleh Pusat Data dan Informasi
Pada kategori puskesmas yang memiliki jumlah bidan kurang dari standar minimal, sebagian
besar provinsi memiliki persentase yang rendah (< 50%). Hanya tiga provinsi memiliki persentase di
atas 50%, yaitu DKI Jakarta sebesar 65,31%, Papua sebesar 57,21%, dan Papua Barat sebesar 51,27%.
DKI memiliki persentase rendah karena sebagian besar puskesmas di Provinsi DKI Jakarta adalah
“puskesmas kelurahan” yang setara dengan Puskesmas Pembantu (Pustu) di provinsi lain, sehingga
puskesmas-puskesmas tersebut tidak terlalu memperhatikan kecukupan bidan.
Secara nasional, sebagian besar puskesmas memiliki bidan lebih dari standar minimal. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa salah satu permasalahan distribusi bidan di Indonesia adalah
berlebihnya jumlah bidan di sebagian besar puskesmas. Rincian lengkap mengenai persentase
Puskesmas dengan kecukupan bidan dapat dilihat di Lampiran 3.3.
e. Jumlah Puskesmas yang Memiliki Lima Jenis Tenaga Kesehatan Promotif dan Preventif
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 69
Tenaga kesehatan yang bertugas di puskemas tidak hanya medis dan paramedis. Namun juga
terdapat tenaga promotif dan preventif untuk mendukung tugas Puskesmas dalam melaksanakan
upaya kesehatan masyarakat. Dalam Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019, salah satu
indikator dalam meningkatkan ketersediaan dan mutu SDMK sesuai dengan standar pelayanan
kesehatan yaitu jumlah Puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif.
Tenaga kesehatan yang dimaksud adalah tenaga kesehatan lingkungan, tenaga kefarmasian, tenaga
gizi, tenaga kesehatan masyarakat, dan analis kesehatan.
GAMBAR 3.8
PERSENTASE PUSKESMAS YANG MEMILIKI LIMA JENIS TENAGA KESEHATAN
PROMOTIF DAN PREVENTIF MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
DI Yogyakarta 76,03
Kep. Bangka Belitung 70,31
Nusa Tenggara Barat 68,48
Kalimantan Selatan 66,67
Kalimantan Timur 65,08
Sulawesi Barat 64,21
Kalimantan Utara 60,71
Jambi 59,90
Kalimantan Barat 58,85
Nusa Tenggara Timur 54,52
Aceh 51,88
Sulawesi Selatan 51,87
Jawa Timur 48,60
Sumatera Barat 48,19
Sumatera Selatan 47,51
Bali 46,67
Jawa Tengah 46,03
Gorontalo 45,16
Kalimantan Tengah 44,50
Riau 42,67
Maluku Utara 42,54
Kepulauan Riau 42,35
Sulawesi Tengah 41,50
Bengkulu 40,00
Sulawesi Tenggara 37,81
Lampung 28,47
Sumatera Utara 24,91
Papua Barat 22,78
Jawa Barat 22,15
Banten 21,52
Papua 16,92
Maluku 15,46
Sulawesi Utara 12,89
0 10 20 30 40 50 60 70 80
(%)
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI,
2019 (http://bppsdmk.kemkes.go.id)
Pada tahun 2018 terdapat 4.029 Puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan
promotif dan preventif dari 10.017 Puskesmas yang melaporkan data. Hal ini masih belum memenuhi
target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2018 yaitu sebesar 4.200 Puskesmas. Provinsi dengan
persentase tertinggi Puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif
70 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
adalah DI Yogyakarta sebesar 76,03%, diikuti oleh Kep. Bangka Belitung sebesar 70,31%, dan Nusa
Tenggara Barat sebesar 68,48%.
Sedangkan provinsi dengan persentase terendah Puskesmas yang memiliki lima jenis tenaga
kesehatan promotif dan preventif adalah Sulawesi Utara sebesar 12,89% diikuti oleh Maluku sebesar
15,46%, dan Papua sebesar 16,92%. Rincian lengkap mengenai jumlah Puskesmas yang memiliki lima
jenis tenaga kesehatan promotif dan preventif dapat dilihat di Lampiran 3.4.
Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dan mutu SDMK sesuai dengan standar pelayanan
kesehatan, Kementerian Kesehatan menetapkan indikator Renstra Kementerian Kesehatan tahun
2015-2019 yaitu persentase rumah sakit kabupaten/kota kelas C yang memiliki empat dokter spesialis
dasar dan tiga dokter spesialis penunjang. Empat dokter spesialis dasar yang dimaksud yaitu dokter
spesialis obstetri dan ginekologi, dokter spesialis anak, dokter spesialis penyakit dalam, dan dokter
bedah, sedangkan tiga dokter spesialis penunjang yaitu dokter spesialis radiologi, dokter spesialis
anestesi, dan dokter spesialis patologi klinik.
GAMBAR 3.9
PERSENTASE RUMAH SAKIT KABUPATEN/KOTA KELAS C YANG MEMILIKI
EMPAT DOKTER SPESIALIS DASAR DAN TIGA DOKTER SPESIALIS PENUNJANG
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Kep. Bangka Belitung 100,00
Kalimantan Selatan 90,00
Nusa Tenggara Barat 88,89
Lampung 83,33
Kalimantan Timur 81,82
Jawa Tengah 80,77
Banten 80,00
Jawa Barat 80,00
Papua 75,00
Gorontalo 75,00
Jawa Timur 75,00
Papua Barat 66,67
Sulawesi Tengah 66,67
Kalimantan Barat 66,67
Bali 66,67
DI Yogyakarta 66,67
Jambi 66,67
Sumatera Utara 66,67
Kepulauan Riau 60,00
Sulawesi Tenggara 55,56
Riau 54,55
Maluku Utara 50,00
Sumatera Selatan 44,44
Nusa Tenggara Timur 43,75
Sulawesi Selatan 42,86
Bengkulu 42,86
Sumatera Barat 40,00
Kalimantan Tengah 36,36
Aceh 33,33
Sulawesi Utara 30,00
Sulawesi Barat 25,00
Maluku 16,67
Kalimantan Utara 0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110
Sumber: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
(http://bppsdmk.kemkes.go.id)
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 71
Terdapat 61,63% RSUD Kelas C dari total RSUD yang ada di Indonesia yang melaporkan data
telah memiliki empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang. Capaian ini telah
memenuhi target Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2018 yaitu sebesar 50%. Provinsi dengan
persentase tertinggi rumah sakit kabupaten/kota kelas C yang telah memiliki empat dokter spesialis
dasar dan tiga dokter spesialis penunjang yaitu Kepulauan Bangka Belitung (100%), Kalimantan Selatan
(90%), dan Nusa Tenggara Barat (88,89%). Rincian lengkap mengenai rumah sakit kabupaten/kota kelas
C yang telah memiliki empat dokter spesialis dasar dan tiga dokter spesialis penunjang dapat dilihat di
Lampiran 3.7.
GAMBAR 3.10
JUMLAH SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
DI INDONESIA TAHUN 2018
245.407
250.000
200.000
64.233
150.000
54.832
30.514
30.268
28.788
13.059
100.000
8.864
8.484
7.207
5.877
5.171
2.458
1.563
50.000
0
Gizi
Keterapian Fisik
Farmasi
Dokter Gigi
Perawat
Dokter Spesialis
Dokter
Keteknisian Medis
Dokter Gigi
Bidan
Psikologi Klinis
Teknik Biomedika
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan Masyarakat
Spesialis
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI,
2019 (http://bppsdmk.kemkes.go.id)
Pada tahun 2018, terdapat 724.696 orang yang merupakan SDMK di rumah sakit yang terdiri
dari 506.725 orang tenaga kesehatan (69,9%) dan 217.971 orang tenaga penunjang kesehatan (30,1%).
Proporsi tenaga kesehatan terbesar adalah perawat sebesar 48,4% sedangkan proporsi tenaga
kesehatan paling rendah adalah psikiologi klinis sebesar 0,3%. Rincian lengkap mengenai jumlah
sumber daya manusia kesehatan di rumah sakit dapat dilihat di Lampiran 3.5.
GAMBAR 3.11
JUMLAH DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER GIGI SPESIALIS DI RUMAH SAKIT
DI INDONESIA TAHUN 2018
Dokter Gigi
Spesialis (3,7%);
2.458
Spesialis Spesialis
Penunjang Dasar
(17,4%); 11.615 (39,4%);
26.261
Spesialis lain
(39,5%); 26.357
Jumlah dokter spesialis di rumah sakit di Indonesia pada tahun 2018 sebesar 66.691 orang dengan
proporsi terbanyak yaitu dokter spesialis dasar (39,4%) dan proporsi paling sedikit yaitu dokter gigi
spesialis (3,7%). Menurut jenis spesialisasinya, dokter spesialis terbanyak yaitu dokter spesialis obstetri
dan ginekologi dengan jumlah 7.872 orang (11,8%).
Provinsi dengan jumlah dokter spesialis terbanyak adalah Jawa Barat sebesar 9.722 orang, DKI
Jakarta sebesar 9.241 orang, dan Jawa Timur sebesar 8.489 orang. Sedangkan provinsi dengan jumlah
dokter spesialis paling sedikit adalah Kalimantan Utara (4 orang), Sulawesi Barat (137 orang), dan
Maluku Utara (169 orang). Rincian lengkap mengenai jumlah dokter spesialis dan dokter gigi spesialis
di rumah sakit dapat dilihat di Lampiran 3.6.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 73
GAMBAR 3.12
KABUPATEN/KOTA DAERAH TERTINGGAL, TERDEPAN, DAN TERLUAR (3T)
Sumber: Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 dan Surat Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah
Tertinggal, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS No 2421/Dt.7.2/04/2015
GAMBAR 3.13
PERBANDINGAN JUMLAH TENAGA KESEHATAN
(DOKTER, DOKTER GIGI, PERAWAT, DAN BIDAN) DI DAERAH 3T DENGAN JUMLAH
NASIONAL TAHUN 2018
354.218
400.000
350.000
217.726
300.000
250.000
200.000 3T
150.000 Nasional
56.084
54.864
38.918
37.544
13.781
100.000
5.760
2.507
1.359
50.000
0
Dokter Dokter Dokter Gigi Perawat Bidan
Spesialis
74 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
Proporsi kabupaten/kota dengan kategori 3T adalah 27,8% dari total kabupaten/kota. SDMK
di wilayah 3T tersebut sebesar 14,4% terhadap total SDMK secara nasional. Proporsi berdasarkan jenis
tenaga kesehatan menunjukkan dokter sebesar 10,27%, dokter gigi sebesar 9,86%, perawat sebesar
15,49%, dan bidan sebesar 17,87%. Provinsi dengan jumlah SDMK di daerah 3T terbanyak yaitu Provinsi
Nusa Tenggara Timur dengan 19 jumlah kabupaten/kota 3T. Rincian lengkap mengenai jumlah SDMK
di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar tahun 2018 dapat dilihat di Lampiran 3.8.
Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) bertanggungjawab terhadap registrasi dokter dan dokter
gigi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Registrasi Dokter dan Dokter Gigi. Registrasi dimaksudkan untuk memberikan perlindungan dan
kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi. Selain itu dengan adanya registrasi, KKI
memiliki pencatatan resmi terhadap dokter dan dokter gigi yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi
dokter / dokter gigi.
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 21 Tahun 2014 tentang Registrasi Dokter dan
Dokter Gigi Peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis Pasal 2
mengamantkan bahwa setiap dokter dan dokter gigi yang telah menjadi peserta Program Pendidikan
Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis (PPDS/PPDGS) wajib memiliki STR Peserta PPDS/PPDGS.
PPDS/PPDGS adalah program pendidikan profesi fase lanjutan dari program profesi dokter dan dokter
gigi dengan metode pembelajaran secara mandiri dan di bawah pengawasan untuk menjadi dokter
spesialis dan dokter gigi spesialis.
GAMBAR 3.14
JUMLAH DOKTER, DOKTER GIGI, DOKTER SPESIALIS, DAN DOKTER GIGI SPESIALIS YANG
MEMILIKI STR PER 31 DESEMBER 2018
140.000
118.260
120.000
100.000
80.000
60.000
35.194
40.000 27.860
20.000
3.588
0
Dokter Dokter Gigi Dokter Spesialis Dokter Gigi
Spesialis
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 75
Tenaga medis yang ditampilkan pada Profil Kesehatan Tahun 2018 adalah mereka yang
memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) aktif. Jumlah tenaga dokter/dokter gigi yang telah memiliki STR
per 31 Desember 2018 adalah 184.902 orang dengan jumlah terbanyak yaitu dokter sebanyak 118.260
orang dan jumlah paling sedikit adalah dokter gigi spesialis sebesar 3.588 orang. Dari jumlah dokter
yang memiliki STR ini, tidak semua bekerja sesuai fungsinya, yaitu di pelayanan medis. Hal ini
merupakan salah satu penyebab distribusi dokter yang kurang merata dan adanya kekurangan dokter
di fasilitas pelayanan kesehatan di beberapa provinsi. Rincian lengkap mengenai jumlah dokter, dokter
gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis yang memiliki STR dapat dilihat di Lampiran 3.9.
Lembaga lain yang berwenang mengelola registrasi tenaga kesehatan selain tenaga
dokter/dokter gigi dan tenaga kefarmasian adalah Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) yang
diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 Pasal 2 mengatur agar setiap tenaga
kesehatan yang akan menjalankan praktik dan/atau pekerjaan keprofesiannya wajib memiliki izin dari
pemerintah. Untuk memperoleh izin dari pemerintah diperlukan Surat Tanda Registrasi (STR) yang
diterbitkan oleh Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia (KTKI) dan berlaku secara nasional selama lima
tahun. Setelah lima tahun, setiap tenaga kesehatan harus melakukan registrasi ulang (re-registrasi)
setelah memenuhi syarat.
KTKI menerbitkan STR bagi 26 jenis profesi kesehatan yang terdiri dari : Perawat, Bidan,
Fisioterapi, Terapis Gigi dan Mulut, Refraksionis Optisien, Terapis Wicara, Radiografer, Okupasi Terapis,
Ahli Gizi, Perekam Medis dan Informasi Kesehatan, Teknisi Gigi, Sanitarian, Elektromedis, Ahli
Teknologi Laboratorium Medik, Penata Anestesi, Akupunktur Terapis, Fisikawan Medis, Ortotis
Prostetis, Teknisi Transfusi Darah, Kardiovaskuler, Ahli Kesehatan Masyarakat, Promotor Kesehatan,
Epidemiolog Kesehatan, Psikologi Klinis, Praktisi Kesehatan Tradisional, dan Audiologis.
Penerbitan STR terdiri dari pengajuan baru dan registrasi ulang bagi pemilik STR yang masa
berlakunya telah habis. Penerbitan STR pada tahun 2018 terdapat 285.179 orang. Proporsi terbanyak
STR yang diterbitkan yaitu STR perawat (46,4%) dan bidan (29,9%).
GAMBAR 3.15
JUMLAH PENERBITAN STR BARU MENURUT RUMPUN TENAGA KESEHATAN
TAHUN 2018
140.000 132.398
120.000
100.000 85.121
80.000
60.000
40.000
10.884 18.558 15.675 9.929 7.180 4.915
20.000 394 125
0
Gizi
Keterapian Fisik
Keteknisian Medis
Lingkungan
Bidan
Perawat
Teknik Biomedika
Psikologi Klinis
Masyarakat
Tenaga Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Tradisional
76 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
Penerbitan STR terhadap tenaga kesehatan tersebut dapat digambarkan berdasarkan wilayah.
Provinsi di Pulau Jawa yang memiliki jumlah tenaga kesehatan terbanyak yang melakukan registrasi,
baik registrasi baru maupun registrasi ulang, yaitu di Jawa Timur sebanyak 40.107 orang, Jawa Barat
sebanyak 29.339 orang, dan Jawa Tengah sebanyak 24.815 orang. Hal ini disebabkan karena memang
tenaga kesehatan secara umum lebih banyak terdistribusi di Pulau Jawa. Provinsi yang memiliki jumlah
tenaga kesehatan terendah dalam melakukan registrasi yaitu Kalimantan Utara sebanyak 612 orang,
Papua Barat sebanyak 1.314 orang, dan Kalimantan Tengah sebanyak 1.794 orang. Perbandingan
jumlah tenaga kesehatan yang melakukan registrasi antar provinsi di Indonesia disajikan pada gambar
berikut.
GAMBAR 3.16
JUMLAH PENERBITAN STR BARU MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Jawa Timur 40.107
Jawa Barat 29.339
Jawa Tengah 24.815
DKI Jakarta 20.489
Sulawesi Selatan 16.158
Sumatera Utara 15.389
Nusa Tenggara Timur 12.973
Sumatera Barat 10.713
Aceh 10.068
Sumatera Selatan 8.640
Kalimantan Selatan 7.503
Riau 7.074
DI Yogyakarta 6.806
Nusa Tenggara Barat 6.529
Banten 6.448
Papua 6.346
Lampung 6.144
Kalimantan Timur 5.672
Kalimantan Barat 5.131
Maluku 4.125
Sulawesi Tenggara 3.837
Jambi 3.532
Sulawesi Tengah 3.407
Bengkulu 3.331
Sulawesi Utara 3.192
Bali 3.188
Maluku Utara 2.252
Kep. Bangka Belitung 2.206
Sulawesi Barat 2.170
Kepulauan Riau 2.003
Gorontalo 1.872
Kalimantan Tengah 1.794
Papua Barat 1.314
Kalimantan Utara 612
0 6000 12000 18000 24000 30000 36000 42000
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 77
C. PENDAYAGUNAAN TENAGA KESEHATAN
1. Tenaga Kesehatan dengan Status Pegawai Tidak Tetap (PTT)
PTT adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas
pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis operasional dan administrasi sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan organisasi (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 7 Tahun 2013 tentang
Pedoman Pengangkatan dan Penempatan Dokter dan Bidan sebagai Pegawai Tidak Tetap)
Pengangkatan dan penempatan dokter dan bidan sebagai PTT dapat dilaksanakan oleh pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. Pada pemerintah pusat dilaksanakan oleh Menteri Kesehatan melalui
Kepala Biro Kepegawaian Kementerian Kesehatan, sedangkan pada pemerintah daerah dilaksanakan
oleh gubernur dan bupati/walikota.
Penugasan PTT bagi tenaga medis meliputi dokter, dokter gigi, dan dokter spesialis.
Pengangkatan dokter PTT dilaksanakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan
pada fasilitas pelayanan kesehatan di daerah tertinggal, kawasan perbatasan, daerah bermasalah
kesehatan, daerah rawan konflik; rumah sakit provinsi sebagai dokter brigade siaga bencana; dan
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) pada wilayah terpencil dan sangat terpencil. Masa penugasan
dokter PTT adalah satu tahun untuk dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang ditugaskan pada
fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria terpencil dan sangat terpencil; dua tahun untuk dokter
atau dokter gigi yang ditugaskan pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria terpencil dan
sangat terpencil; dan tiga tahun untuk dokter, dokter gigi, dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang
ditugaskan pada fasilitas pelayanan kesehatan dengan kriteria biasa. Dokter PTT dapat diangkat
kembali atau diperpanjang paling banyak untuk satu kali masa penugasan.
Penugasan PTT juga meliputi tenaga bidan. Bidan PTT ditempatkan sebagai bidan di desa
dengan kriteria biasa, terpencil, atau sangat terpencil. Bidan PTT ditugaskan selama tiga tahun dan
dapat diangkat kembali atau diperpanjang paling banyak dua kali masa penugasan.
Sesuai dengan kebijakan Menteri Kesehatan, tidak ada lagi pengangkatan baru tenaga
kesehatan dengan status PTT sejak tahun 2016. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan
di daerah, Kementerian Kesehatan melakukan terobosan berupa program Nusantara Sehat berbasis
tim dan individu yang diselenggarakan mulai tahun 2015.
Tenaga kesehatan PTT yang mengikuti seleksi pengadaan CPNS di Lingkungan Pemerintah
Daerah pada tahun 2016 dapat diangkat menjadi CPNS di Lingkungan Pemerintah Daerah. Hal ini sesuai
dengan Keputusan Presiden Nomor 25 tahun 2018 tentang Jabatan Dokter, Dokter Gigi dan Bidan
sebagai Jabatan Tertentu dengan batas usia pelamar paling tinggi 40 tahun. Pengangkatan PTT ini
diharapkan dapat menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan di daerah khususnya di Daerah
Terpencil dan Sangat Terpencil.
78 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 3.17
JUMLAH DOKTER SPESIALIS, DOKTER UMUM, DOKTER GIGI, DAN BIDAN SEBAGAI
PEGAWAI TIDAK TETAP AKTIF MENURUT KRITERIA WILAYAH DI INDONESIA PER 31
DESEMBER 2018
3.500
3.020
3.000
2.500
2.000
Biasa
1.500 Terpencil
1.000 740 Sangat Terpencil
500 317
132733 13 6 12 5 4 0
0
Dokter Dokter Dokter Bidan
Gigi Spesialis
Total tenaga PTT pada tahun 2018 adalah 4.190 orang dengan proporsi terbanyak yaitu bidan
(97,3%), dengan rincian sebagai berikut :
1. Dokter berjumlah 73 orang (Kriteria Biasa: 13, Kriteria Terpencil: 27, Kriteria Sangat
Terpencil: 33)
2. Dokter Gigi sejumlah 31 orang (Kriteria Biasa: 13, Kriteria Terpencil: 6, Kriteria Sangat
Terpencil: 12)
3. Dokter spesialis sejumlah 9 orang (Kriteria Biasa: 5, Kriteria Terpencil: 4, Kriteria Sangat
Terpencil: 0)
4. Bidan sejumlah 4.077 orang (Kriteria Biasa: 3.020, Kriteria Terpencil: 740, Kriteria Sangat
Terpencil: 317)
Rincian lebih lengkap mengenai jumlah tenaga kesehatan dengan status PTT dapat dilihat pada
Lampiran 3.11 sampai dengan Lampiran 3.14.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 79
Residen adalah dokter/dokter gigi yang sedang menempuh pendidikan dokter spesialis/dokter
gigi spesialis. Residen dalam penugasan khusus terdiri dari residen senior (pembiayaan pendidikan
secara mandiri) dan residen pasca jenjang I (pembiayaan pendidikan dari Kementerian Kesehatan).
Residen senior ditugaskan antara tiga sampai dengan enam bulan, sedangkan residen pasca
jenjang I ditugaskan selama enam bulan.
Pada tahun 2018, terdapat sebanyak 490 orang residen aktif dalam penugasan khusus
di Indonesia. Secara regional, proporsi terbanyak peserta penugasan khusus residen dokter spesialis
yaitu regional Sumatera (32,7%). Provinsi dengan jumlah residen dokter spesialis terbanyak yaitu Jawa
Barat (52 orang), sedangkan provinsi dengan jumlah residen dokter spesialis paling sedikit adalah DKI
Jakarta (1 orang). Rincian lengkap mengenai jumlah peserta penugasan khusus residen dokter spesialis
dapat dilihat di Lampiran 3.18.
GAMBAR 3.18
JUMLAH RESIDEN DOKTER SPESIALIS BERDASARKAN REGIONAL WILAYAH
PADA TAHUN 2018
KALIMANTAN
13,7%
SUMATERA
SULAWESI 32,7%
14,3%
JAWA-BALI
16,9% NUSA
TENGGARA-
MALUKU-
PAPUA
22,4%
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
80 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
pemberdayaan masyarakat, mewujudkan pelayanan kesehatan terintegrasi, serta meningkatkan dan
melakukan pemerataan pelayanan kesehatan.
Farmasi
Kesehatan Gizi 13,5%
Lingkungan 13,1%
12,5%
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 81
2) Penugasan Khusus Tenaga Kesehatan Berbasis Individu (Nusantara Sehat Individu)
Penugasan tenaga kesehatan Nusantara Sehat Individu (NS Individu) adalah penugasan khusus
yang penempatannya berbentuk individu yang disesuaikan dengan pemetaan ketenagaan yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan untuk mendukung Nusantara Sehat. Penugasan ini terdiri atas
dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi
laboratorium medik, tenaga kefarmasian, dan tenaga kesehatan masyarakat. NS Individu akan
ditempatkan di daerah tertinggal, perbatasan, dan kepulauan, daerah bermasalah kesehatan maupun
daerah lain untuk memenuhi pelayanan kesehatan kepada masyarakat selama 2 tahun dengan evaluasi
pada 1 tahun pertama penugasan.
Sampai dengan tahun 2018, telah dilaksanakan penempatan NS Individu sebanyak 12 periode.
Total penempatan sampai dengan tahun 2018 adalah 3.997 orang yang ditempatkan di 1.250
puskesmas, 224 kabupaten/kota pada 29 provinsi. Rincian lengkap mengenai penempatan Nusantara
Sehat Individu dapat dilihat di Lampiran 3.18 dan 3.19.
Jenis tenaga yang paling banyak ditempatkan selama tahun 2017-2018 adalah tenaga gizi
sebanyak 678 orang (17%) dan perawat sebanyak 675 orang (16,9%), dan yang paling sedikit adalah
dokter gigi sebanyak 184 orang (4,6%). Provinsi dengan jumlah penempatan NS individu terbanyak
adalah Aceh dan Jambi masing-masing sebanyak 258 orang, sedangkan yang paling sedikit adalah
Kepulauan Bangka Belitung (9 orang). Rincian lengkap mengenai jumlah penempatan tenaga kesehatan
pada NS individu dapat dilihatdi Lampiran 3.20.
GAMBAR 3.20
PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA NUSANTARA SEHAT INDIVIDU HINGGA
TAHUN 2018
Kesehatan
Lingkungan Perawat
9,8% 16,9%
Bidan
Ahli Teknologi Farmasi 13,7%
Laboratorium 12,4%
Medik
11,2%
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
82 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
3. Program Internsip Dokter
Program Internsip adalah proses pemantapan mutu profesi dokter untuk menerapkan
kompetensi yang diperoleh selama pendidikan secara terintegrasi, komprehensif, mandiri, serta
menggunakan pendekatan kedokteran keluarga, dalam rangka pemahiran dan penyelarasan antara
hasil pendidikan dengan praktik di lapangan. Penempatan dokter program internsip di fasilitas
pelayanan kesehatan perlu disinergikan dengan program pemerintah dalam rangka pemerataan
pelayanan kesehatan.
Peserta program internsip adalah dokter yang baru lulus program studi pendidikan dokter
berbasis kompetensi yang akan menjalankan praktik kedokteran dan/atau mengikuti pendidikan
dokter spesialis. Dokter peserta program internsip harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) untuk
kewenangan internsip yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) dan Surat Izin Praktek
(SIP) Internsip yang dikeluarkan oleh kepala dinas kabupaten/kota. STR untuk kewenangan internsip
dan SIP internsip hanya berlaku selama menjalani internsip.
Dokter peserta program internsip ikatan dinas ditempatkan selama satu tahun dan wajib
melaksanakan tugas pasca internsip di fasilitas pelayanan kesehatan yang ditunjuk Kementerian
Kesehatan.
Pemberangkatan dokter peserta internsip dilakukan sebanyak empat kali dalam satu tahun.
Pada tahun 2018, jumlah dokter peserta internsip yang diberangkatkan pada bulan Februari sebanyak
2.696 orang, bulan Mei-Juni sebanyak 1.884 orang, bulan September-Oktober sebanyak 2.696 orang,
dan bulan November-Desember sebanyak 3.851 orang. Secara regional, proporsi terbesar dokter
peserta internsip yaitu regional Jawa-Bali (50,3%) dengan jumlah dokter peserta internsip terbanyak
adalah Jawa Timur (1.612 orang). Sedangkan provinsi dengan jumlah dokter peserta internsip paling
sedikit adalah Sulawesi Barat (38 orang). Rincian lengkap mengenai jumlah dokter peserta internsip
tahun 2018 dapat dilihat di Lampiran 3.21.
GAMBAR 3.21
JUMLAH DOKTER PESERTA INTERNSIP TAHUN 2018
KALIMANTAN
7,7%
NUSA TENGGARA-
MALUKU-PAPUA
7,9%
SULAWESI
8,3%
JAWA-BALI
50,3%
SUMATERA
25,8%
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 83
4. Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS)
Dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan Pasal 28 Ayat (1)
disebutkan bahwa dalam keadaan tertentu pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja
kepada tenaga kesehatan yang memenuhi kualifikasi akademik dan kompetensi untuk melaksanakan
tugas sebagai tenaga kesehatan di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai upaya meningkatkan akses dan memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan spesialistik melalui pemerataan dokter spesialis di Indonesia ditetapkan program Wajib
Kerja Dokter Spesialis (WKDS).
Berdasarkan Peraturan Presiden RI Nomor 4 Tahun 2017 tentang Wajib Kerja Dokter Spesialis,
WKDS adalah penempatan dokter spesialis di rumah sakit milik pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Setiap dokter spesialis lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis dari perguruan
tinggi negeri di dalam dan luar negeri wajib mengikuti WKDS. Untuk tahap awal, penempatan peserta
WKDS diprioritaskan bagi lulusan pendidikan profesi program dokter spesialis obstetri dan ginekologi,
spesialis anak, spesialis bedah, spesialis penyakit dalam, serta spesialis anestesi dan terapi intensif.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Wajib Kerja
Dokter Spesialis dalam rangka Pemenuhan Kebutuhan Pelayanan Spesialistik di Indonesia
menyebutkan bahwa peserta WKDS terdiri atas peserta WKDS mandiri dan penerima beasiswa tugas
belajar (tubel) atau program bantuan biaya pendidikan. Peserta WKDS ditempatkan pada rumah sakit
daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan, rumah sakit rujukan regional, dan rumah sakit rujukan
provinsi yang ada di seluruh Indonesia. Jangka waktu pelaksanaan WKDS bagi peserta mandiri adalah
satu tahun, sedangkan bagi peserta penerima beasiswa tubel disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Program WKDS merupakan langkah terobosan Kementerian Kesehatan yang didukung oleh
Organisasi Profesi Dokter seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI),Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
(POGI), Persatuan Dokter Spesialis Bedah Umum Indonesia (PABI), Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam
Indonesia (PAPDI), Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesi
dan Terapi Intensif (PERDATIN) beserta masing-masing Kolegium Dokter Spesialis tersebut, dan pihak
terkait lainnya dalam rangka pemenuhan dan pemerataan tenaga dokter spesialis terutama di DTPK.
Pada tahun 2018, sejumlah 1.169 dokter spesialis telah ditempatkan pada RS milik pemerintah
di 34 provinsi, termasuk juga RS milik institusi TNI/POLRI yang mengikuti program WKDS. Dari 1.169
orang dokter spesialis yang ditempatkan tersebut, terdapat 738 orang dokter spesialis yang merupakan
peserta mandiri dan 431 orang peserta penerima beasiswa tugas belajar (tubel). Provinsi dengan
jumlah penempatan WKDS terbanyak adalah Jawa Barat (75 orang) dan Jawa Timur (73 orang). Provinsi
dengan jumlah penempatan WKDS paling sedikit adalah DKI Jakarta (9 orang) dan Kalimantan Utara
(10 orang). Rincian lengkap mengenai jumlah penempatan tenaga kesehatan pada WKDS tahun 2018
dapat dilihat di Lampiran 3.22.
84 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 3.22
PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA
WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS (WKDS) TAHUN 2018
250
194
200
159 168
150 125
107
84 92 88 92
100
60
50
0
Tubel Mandiri Tubel Mandiri Tubel Mandiri Tubel Mandiri Tubel Mandiri
Spesialis Anak Spesialis Obstetri Spesialis Penyakit Spesialis Bedah Spesialis Anestesi
dan Ginekologi Dalam
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB III. SDM KESEHATAN 85
dan manajerial mengalami penurunan, sedangkan kegiatan penelitian bidang kesehatan sejak tahun
2014 belum ada permohonan rekomendasi pengajuan ataupun perpanjangan.
GAMBAR 3.23
TREN PERMOHONAN REKOMENDASI PENGAJUAN/ PERPANJANGAN
RPTKA DAN IMTA BAGI SDMK WNA TAHUN 2014 – 2018
120 108
100
83 78
80
60
40 27
20 21
20 10 13 7 5 10
2 0 1 5 2 0 0 3 3
0
Pelayanan bidang Pendidikan dan Bakti sosial bidang Manajerial
kesehatan pelatihan bidang kesehatan
kesehatan
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
Pendayagunaan SDMK WNA dalam kegiatan manajerial kesehatan banyak yang tidak sesuai
perijinannya yaitu dengan melakukan kegiatan pelayanan kesehatan. Sehubungan dengan hal tersebut
dipandang perlu dan penting sekali dilakukan kegiatan sosialisasi peraturan-peraturan yang berkaitan
dengan pendayagunaan SDMK WNA serta sinergitas sektor kesehatan dan lintas sektor lainnya dalam
perijinan maupun pemantauan/pengawasan SDMK WNA di Indonesia. Rincian lengkap mengenai
jumlah permohonan rekomendasi pengajuan atau perpanjangan RPTKA dan IMTA bagi SDMK WNA
dapat dilihat di Lampiran 3.23.
86 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
Penyelenggaraan Program Studi pada Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan dari Kementerian
Kesehatan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan diperbaharui dengan Surat
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 507/E/O/2013 tentang Perubahan atas
Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 355/E/O/2012. Dengan demikian,
pembinaan akademik Politeknik Kesehatan menjadi tanggung jawab Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, namun pengaturan di luar akademik, yaitu pembinaan teknis tetap menjadi tanggung
jawab Kementerian Kesehatan.
Institusi pendidikan tenaga kesehatan selain tenaga medis terdiri dari Politeknik Kesehatan
(Poltekkes) dan Non Politeknik Kesehatan (Non Poltekkes). Kementerian Kesehatan bertanggung jawab
terhadap pembinaan teknis institusi Poltekkes. Sampai dengan Desember 2018 terdapat 38 Poltekkes
di Indonesia, yang terdiri dari 139 program studi strata Diploma IV dan 270 program studi strata
Diploma III (266 program studi reguler dan 4 program studi Pendidikan Jarak Jauh (PJJ)). Terdapat
11 kelompok jurusan di Poltekkes yaitu:
1. Keperawatan, yang terdiri dari Keperawatan dan Keperawatan Gigi;
2. Kebidanan;
3. Kefarmasian, yang terdiri dari Analis Farmasi dan Makanan dan Farmasi,
4. Kesehatan Tradisional;
5. Kesehatan Lingkungan;
6. Gizi;
7. Kesehatan Masyarakat, yang terdiri dari Promosi Kesehatan;
8. Keterapian Fisik, yang terdiri dari Fisioterapi, Okupasi Terapi, Terapi Wicara, dan Akupunktur;
9. Keteknisan Medis, yang terdiri dari Teknik Gigi, Perekam Medis dan Informasi Kesehatan, dan
Teknologi Bank Darah;
10. Teknik Biomedika, yang terdiri dari Analisis Kesehatan, Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi,
Teknik Elektromedik, dan Ortotik Prostetik;
11. Asuransi Kesehatan.
GAMBAR 3.24
JUMLAH PROGRAM STUDI POLTEKKES DIPLOMA III DAN IV DI INDONESIA
TAHUN 2018
100 90
90
80 63
70
60 42
50 34 32
40 25 28
30 17 21 16
20 14 56 8
10 1 10 05 0 10
0
Diploma III
Gizi
Keterapian Fisik
Lingkungan
Tradisional
Keteknisian Medik
Teknik Biomedika
Kebidanan
Masyarakat
Keperawatan
Kefarmasian
Asuransi Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Diploma IV
Program Studi
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
88 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
2. Peserta Didik
Peserta didik jenjang Diploma III pada seluruh Poltekkes di Indonesia sampai dengan Desember
2018 berjumlah 57.856 orang, sementara peserta didik jenjang Diploma IV berjumlah 29.005 orang.
Jumlah peserta didik terbesar berasal dari kelompok tenaga kesehatan Keperawatan (Keperawatan
dan Keperawatan Gigi), sebanyak 22.778 mahasiswa untuk jenjang Diploma III dan sebanyak 7.759
mahasiswa untuk jenjang Diploma IV. Rincian lengkap mengenai jumlah peserta didik di institusi
Poltekkes dapat dilihat di Lampiran 3.25 sampai dengan Lampiran 3.28.
GAMBAR 3.25
JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA III DAN DIPLOMA IV POLTEKKES DI INDONESIA
TAHUN 2018
22.778
25.000
20.000
11.982
15.000
7.759
7.595
6.341
5.932
4.646
4.665
3.565
10.000
3.226
2.043
2.684
1.233
1.281
5.000
316
523
121
171
0
0
0
0 Diploma III
Gizi
Keterapian Fisik
Keteknisian Medik
Teknik Biomedika
Kesehatan Tradisional
Kebidanan
Kesehatan Lingkungan
Keperawatan
Kefarmasian
Kesehatan Masyarakat
Asuransi Kesehatan
Diploma IV
Program Studi
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
Peserta didik jenjang Diploma III program RPL pada di Indonesia sampai dengan Desember
2018 berjumlah 8.724 orang, dengan jumlah peserta didik terbanyak berasal dari program studi
Keperawatan (Keperawatan dan Keperawatan Gigi), sebanyak 5.432 mahasiswa dan jumlah peserta
didik paling sedikit pada program studi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan (jenis tenaga
Keteknisian Medik) sebanyak 47 mahasiswa. Rincian lengkap mengenai jumlah peserta didik Diploma
III RPL di Poltekkes dapat dilihat di Lampiran 3.28.
Gizi
Keteknisian
Lingkungan
Biomedika
Kebidanan
Keperawatan
Kefarmasian
Kesehatan
Teknik
Medik
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
Jumlah peserta didik Profesi di Poltekkes tahun 2018 adalah 1.337 mahasiswa. Jumlah peserta
didik Profesi terbanyak pada Poltekkes Surakarta (385 mahasiswa) dan paling sedikit pada
Poltekkes Mataram (15 mahasiswa).
TABEL 3.1
JUMLAH PESERTA DIDIK PROGRAM PROFESI DI POLTEKKES TAHUN 2018
Program Studi
No. Poltekkes
Keperawatan Kebidanan Fisioterapi
1 Jakarta I 25 - -
2 Jakarta III 80 90 -
3 Semarang 153 136 -
4 Surakarta 91 93 201
5 Yogyakarta 45 48 -
6 Malang 41 29 -
7 Banten 34 - -
8 Mataram 15 - -
9 Kupang 165 - -
10 Kalimantan Timur 40 - -
11 Palu 51 - -
Total 740 396 201
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
90 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 3.27
JUMLAH LULUSAN DIPLOMA III DAN DIPLOMA IV POLITEKNIK KESEHATAN MENURUT JENIS
TENAGA KESEHATAN TAHUN 2018
7.099
8.000
7.000
6.000 3.903
5.000
2.858
4.000
1.915
1.674
1.628
1.346
3.000 933
932
922
2.000
604
359
294
289
1.000
99 Diploma III
0
0
0
Kefarmasian
Kebidanan
Keperawatan
Gizi
Keterapian Fisik
Teknik Biomedika
Kesehatan Tradisional
Kesehatan Lingkungan
Keteknisian Medik
Diploma IV
Program Studi
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
Program Diploma III RPL pada tahun 2018 telah menghasilkan sebanyak 9.095 orang lulusan.
Proporsi lulusan terbanyak adalah program studi Keperawatan (4.501 orang), sedangkan proporsi
lulusan paling sedikit yaitu program studi Gizi dengan jumlah 388 orang. Rincian lebih lengkap
mengenai jumlah lulusan program Diploma III RPL Poltekkes dapat dilihat pada Lampiran 3.33.
GAMBAR 3.28
JUMLAH LULUSAN DIPLOMA III RPL MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2018
5.000
4.501
4.500
4.000
3.500
3.000
2.500 2.165
2.000
1.500
1.000
816 684
541 388
500
0
Keperawatan Kebidanan Kefarmasian Kesehatan Gizi Teknik
Lingkungan Biomedika
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
Pada tahun 2018 telah dihasilkan lulusan program Magister Terapan dan Profesi Terapan.
Jumlah lulusan Magister Terapan tahun 2018 adalah 157 orang lulusan yang terdiri dari 38 orang
lulusan program studi Keperawatan, 110 orang lulusan program studi Kebidanan, dan 9 orang lulusan
Selain lulusan Poltekkes yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan, kebutuhan tenaga
kesehatan juga dipenuhi oleh lulusan sekolah tinggi ilmu kesehatan swasta. Data tersebut tidak
termasuk data yang disajikan dalam profil ini.
***
92 I
BAB III. SDM KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
Bab iv.
pembiayaan kesehatan
IV PEMBIAYAAN KESEHATAN
Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyebutkan bahwa pembiayaan
kesehatan bertujuan untuk penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan
jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan. Pembiayaan kesehatan merupakan
besarnya dana yang harus disediakan untuk menyelenggarakan dan atau memanfaatkan berbagai
upaya kesehatan yang diperlukan oleh perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakarat.
Secara umum, sumber biaya kesehatan dapat dibedakan menjadi pembiayaan yang bersumber
dari anggaran pemerintah dan pembiayaan yang bersumber dari anggaran masyarakat. Di dalam bab
ini akan dibahas mengenai alokasi dan realisasi anggaran kesehatan baik di pusat maupun di daerah,
anggaran kesehatan adalah anggaran kesehatan yang pembiayaannya bersumber dari anggaran
pemerintah. Selain itu, juga dijelaskan lebih lanjut mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
GAMBAR 4.1
ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2010-2018
70.000.000 100
92,08 91,66 94,49 92,89 92,70
89,01 87,20 89,90
90
65.662.593
60.000.000 86,82
61.864.479
80
59.114.104
Anggaran (dalam jutaan rupiah)
54.337.519
50.000.000 70
50.355.789
60
40.000.000
Persentase
38.636.739
50
30.000.000
33.293.456
40
30.919.270
30
25.274.804
20.000.000
48.851.488
22.496.458
26.962.235
30.656.595
35.415.569
47.583.671
57.010.178
54.912.282
57.348.657
20
10.000.000
10
0 0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
alokasi anggaran realisasi anggaran persentase realisasi
Sumber : Biro Keuangan dan BMN, Kemenkes RI, 2019
25.000.000
80
Anggaran (dalam jutaan rupiah)
70
20.000.000
Persentase
60
28.138.097
15.000.000 50
15.432.615
40
5.086.360
4.891.123
17.204.700
2114745,619
4.324.582
4.187.147
10.000.000
3.378.572
3.072.479
30
1.954.138
930.898
20
119.983
828.488
113.595
5.000.000
10
0 0
Setjen Itjen Ditjen Ditjen Ditjen P2P Dirjen Balitbangkes Badan
Kesmas Yankes Farmalkes PPSDMKes
alokasi anggaran realisasi anggaran persentase realisasi
Dari keseluruhan alokasi anggaran Kementerian Kesehatan yang sebesar 61,86 trilyun rupiah,
sebanyak 25,50 trilyun rupiah atau sebesar 41,22% nya merupakan dana untuk peserta Penerima
Bantuan Iuran (PBI) pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dimasukkan dalam alokasi anggaran
Sekretariat Jenderal. Dana tersebut diwujudkan melalui anggaran belanja bantuan sosial (bansos)
Kementerian Kesehatan. Selain itu, 43,49% anggaran Kementerian Kesehatan lainnya dialokasikan
untuk belanja barang, 9,61% lainnya merupakan belanja pegawai, dan sisanya sebesar 5,67%
digunakan untuk belanja modal. Untuk persentase realisasi anggaran Kementerian Kesehatan
berdasarkan jenis belanja yang paling tinggi adalah belanja bansos sebesar 99,96% dan yang paling
rendah adalah belanja modal sebesar 81,22% (Gambar 4.3 dan 4.4). Rincian alokasi dan realisasi
anggaran Kementerian Kesehatan menurut jenis belanja tahun anggaran 2018 dapat dilihat pada
Lampiran 4.2.
100,00 99,96
89,17
90,00 81,22 84,34
80,00
Belanja Belanja 70,00
Bansos; Barang; 60,00
41.22% 43.49% 50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
Belanja Belanja
0,00
Pegawai; Modal; BELANJA BELANJA BELANJA BELANJA
9.61% 5.67% BARANG MODAL PEGAWAI BANSOS
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB IV.PEMBIAYAAN KESEHATAN 97
kesehatan kabupaten/kota. Data dan informasi lebih rinci mengenai alokasi dan realisasi dana
dekonsentrasi pada tahun 2018 disajikan pada Lampiran 4.4.
Pagu dan realisasi dana dekonsentrasi kesehatan menurut provinsi tahun 2018 disajikan pada
Gambar 4.5. Berdasarkan grafik tersebut, dapat dilihat bahwa realisasi dana dekonsentrasi paling tinggi
Provinsi Sulawesi Tengah sebesar 97,67%, sedangkan realisasi terendah adalah Provinsi Aceh sebesar
72,86%. Masih perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut terutama mengenai penyebab rendahnya
penyerapan anggaran dekonsentrasi pada beberapa provinsi, termasuk di dalamnya analisis mengenai
kecukupan alokasi anggaran dekonsentrasi pada setiap program di tiap provinsi itu sendiri.
GAMBAR 4.5
REALISASI DANA DEKONSENTRASI KESEHATAN MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
97,67
97,01
97,36
96,52
95,45
95,44
95,37
94,45
94,15
93,66
92,55
92,45
92,20
91,36
91,23
89,60
88,81
88,47
88,28
87,63
87,46
87,26
87,07
86,85
85,75
85,17
85,00
83,82
82,57
80.000 100
82,46
77,48
75,14
73,80
72,86
70.000 90
80
60.000
70
(dalam jutaan rupiah)
50.000
Persentase
60
40.000 50
67.605
66.966
63.695
40
52.305
52.121
30.000 48.508
41.879
39.446
30
36.551
34.991
32.303
31.172
30.527
30.388
29.636
28.957
20.000
28.108
28.057
27.899
27.380
26.998
26.956
26.601
24.108
23.933
22.548
22.385
17.893
19.061
20.025
17.589
18.511
17.999
19.843
20
10.000 10
- 0
Kepulauan Bangka…
Sulawesi Barat
Kepulauan Riau
Maluku
Jawa Timur
Kalimantan Timur
Jawa Tengah
Papua Barat
Banten
Kalimantan Tengah
Sumatera Selatan
Sumatera Barat
Jawa Barat
Kalimantan Barat
Kalimantan Selatan
Sulawesi Tenggara
Sumatera Utara
Lampung
Maluku Utara
Kalimantan Utara
Jambi
Sulawesi Tengah
Papua
Riau
Bali
D.I. Yogyakarata
Sulawesi Utara
Sulawesi Selatan
Bengkulu
Gorontalo
DKI Jakarta
98 I
BAB IV. PEMBIAYAAN KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
b. Dana Alokasi Khusus Non Fisik bidang kesehatan.
Alur pelaporan DAK bidang kesehatan dilaporkan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang
mendapatkan DAK Bidang Kesehatan ke Kementerian Kesehatan melalui aplikasi E-renggar secara
berkala (triwulan) dan diverifikasi oleh dinas kesehatan provinsi.
Pada tahun 2018, realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik 2018 secara nasional sebesar
82,98% dengan realisasi tertinggi adalah Provinsi Sulawesi Barat (98,03%) dan terendah adalah Provinsi
Papua (69,88%). Untuk Provinsi DKI tidak menerima DAK 2018 karena APBD mampu mencukupi
kebutuhan dan memiliki kapasitas yang baik, yaitu berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana
Bagi Hasil (DBH) Pajak yaitu sebesar 12 trilyun, seperti tampak pada Gambar 4.6 berikut.
GAMBAR 4.6
REALISASI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) FISIK KESEHATAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
Indonesia 82,98
Sulawesi Barat 98,03
Kalimantan Tengah 96,40
Bali 96,20
Sumatera Selatan 95,29
Maluku Utara 94,59
D.I. Yogyakarata 93,01
Kalimantan Selatan 92,78
Kalimantan Utara 92,70
Kalimantan Timur 91,77
Jawa Barat 91,53
Jawa Tengah 89,76
Sulawesi Selatan 88,68
Kepulauan Riau 88,33
Papua Barat 88,27
Bengkulu 87,87
Lampung 87,35
Kepulauan Bangka Belitung 86,44
Banten 85,97
Aceh 84,33
Kalimantan Barat 82,82
Riau 82,76
Sumatera Utara 82,71
Sumatera Barat 81,37
Jawa Timur 81,13
Jambi 80,93
Sulawesi Tengah 80,50
Sulawesi Tenggara 79,71
Nusa Tenggara Timur 78,29
Nusa Tenggara Barat 76,08
Gorontalo 75,94
Maluku 70,73
Sulawesi Utara 70,58
Papua 69,88
DKI Jakarta 0,00
0 20 40 60 80 100
Untuk realisasi DAK Non Fisik secara nasional adalah 75,53% dengan realisasi tertinggi adalah Provinsi
Bali (94,30%) dan terendah adalah Provinsi Maluku (32,58%) seperti tampak pada Gambar 4.7.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB IV.PEMBIAYAAN KESEHATAN 99
GAMBAR 4.7
REALISASI DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) NON FISIK KESEHATAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2018
Indonesia 75,53
Bali 94,30
Sulawesi Selatan 93,99
D.I. Yogyakarata 92,85
Jambi 91,88
Sulawesi Tenggara 91,03
Kepulauan Bangka Belitung 89,35
Bengkulu 89,20
Jawa Tengah 88,55
Sumatera Barat 87,38
Kepulauan Riau 86,20
Jawa Barat 84,92
Maluku Utara 84,75
Sumatera Selatan 84,47
Jawa Timur 84,13
Kalimantan Timur 83,76
Riau 81,00
Sulawesi Tengah 79,10
Banten 76,32
Kalimantan Selatan 75,96
Nusa Tenggara Barat 73,71
Sumatera Utara 72,37
Lampung 71,20
Kalimantan Barat 70,88
Kalimantan Tengah 69,95
Gorontalo 65,37
Kalimantan Utara 62,62
Aceh 61,80
Nusa Tenggara Timur 54,28
Papua 52,29
Sulawesi Utara 47,07
Papua Barat 42,15
Sulawesi Barat 35,42
Maluku 32,58
DKI Jakarta 0,00
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
100 I
BAB IV. PEMBIAYAAN KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
Penyebab utama rendahnya penyerapan DAK Non Fisik adalah:
1. Perubahan Struktur Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
2. Mekanisme Perkada sebagai dasar pelaksanaan DAK sebelum mekanisme APBD-P yang tidak
dipakai oleh daerah.
3. Keterlambatan penunjukkan pejabat pengelola keuangan.
4. Sebagian daerah seluruh penduduknya sudah di-cover BPJS/Jamkesda sehingga tidak bisa
menyerap Jampersal.
5. Dukungan anggaran operasional daerah yang sudah mencukupi.
6. Keterbatasan jumlah surveyor akreditasi.
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB IV.PEMBIAYAAN KESEHATAN 101
THE Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, dimana belanja kesehatan menjadi
Rp 436,5 triliun di tahun 2017 (kenaikan 106% dibanding 2010), dengan belanja kesehatan senilai
Rp 1,6 juta/kapita/tahun (Tabel 4.1). Selama 5 tahun ini, proporsi belanja kesehatan terhadap PDB
hanya mengalami fluktuasi kenaikan sebesar 0,1% yaitu dari 3,1% di tahun 2010 menjadi 3,2%
di tahun 2017.
TABEL 4.1
TOTAL BELANJA KESEHATAN INDONESIA
TAHUN 2010 – 2017
Total Belanja Belanja Belanja % THE terhadap
Tahun Kesehatan Kesehatan per Kesehatan per Produk Domestik Bruto
(Triliun Rp) Kapita (Rp) Kapita (US $) (PDB)
2010 211,2 885.571 97 3,1
2011 240,9 995.403 113 3,1
2012 261,0 1.063.490 113 3,0
2013 298,4 1.199.106 115 3,1
2014 341,9 1.355.852 114 3,2
2015 370,2 1.449.066 108 3,2
2016 413,2 1.597.106 120 3,3
2017 436,5 1.666.770 125 3,2
Sumber: Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan , Kemenkes RI, 2019
102 I
BAB IV. PEMBIAYAAN KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 4.8
GAMBARAN SKEMA PROPORSI DAN TOTAL PEMBIAYAAN BELANJA KESEHATAN
TAHUN 2010-2017
500,0 100,0
54,8 54,7 50,9 46,7 41,0 38,2 34,8 31,8
400,0
436,5 80,0
370,2 413,2
341,9
Triliun rupiah
Proporsi
240,9 12,1
4,0 13,7
211,2 3,9 17,1
200,0 4,1 3,6 13,8 17,3 21,1 40,0
11,4 11,8 16,6
12,0 8,1
6,7 13,8
5,5 6,1
100,0 23,8 25,5 20,0
16,3 17,4 19,4 19,8 17,8 20,1
0,0
7,3 6,9 7,2 7,6 6,7 7,7 7,7 6,1 0,0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
Skema Pemerintah Pusat Skema Pemerintah Daerah
Skema Asuransi Kesehatan Sosial Skema Perusahaan
Sumber: Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan , Kemenkes RI, 2019
Gambar di atas menunjukkan proporsi belanja kesehatan yang mengalir melalui berbagai
skema pembiayaan kesehatan, seperti skema pemerintah pusat, skema pemerintah daerah, skema
asuransi kesehatan sosial, skema perusahaan, skema swasta lainnya dan skema pembiayaan dari
kantong rumah tangga. Porsi belanja skema asuransi kesehatan sosial terhadap total belanja kesehatan
menunjukkan peran dan komitmen pemerintah dalam memberikan jaminan kesehatan untuk
masyarakat di negara tersebut. Selain itu menunjukkan bahwa peningkatan porsi belanja pada skema
asuransi kesehatan sosial seiring dengan penurunan pada porsi skema pembiayaan dari kantong rumah
tangga. Tren belanja kesehatan pada skema pembiayaan dari kantong rumah tangga yang cenderung
menurun secara proporsi sejak tahun 2010 hingga tahun 2017 harus dimonitor terus menerus.
Meskipun secara proporsi skema pembiayaan dari kantong rumah tangga menurun (dari 54,8% pada
tahun 2010 menjadi 31,8% pada tahun 2017), namun secara nominal mengalami kenaikan dari tahun
2010 – 2017 (dari 211,2 triliun pada tahun 2010 menjadi 436,5 triliun pada tahun 2017). Hal ini
merupakan dampak langsung dari pertumbuhan pasar di sektor kesehatan.
2. Jaminan Kesehatan
Pada tahun 2018, pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Indonesia telah
memasuki tahun kelima. Harus diakui bahwa reformasi pembiayaan kesehatan dan pelayanan
kesehatan ini telah banyak memberi manfaat kepada berbagai komponen yang terlibat di dalamnya,
terutama masyarakat sebagai penerima manfaat. Hal ini sesuai dengan tujuan diselenggarakannya
Program JKN, yakni mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan
perlindungan finansia, seperti pada kasus penyakit katastropis yang membutuhkan biaya yang sangat
tinggi.
Akan tetapi, sebagaimana pengalaman berbagai negara yang telah mencapai Jaminan Semesta
(Universal Health Coverage/ UHC), pelaksanaan JKN di Indonesia pada masa awal juga menghadapi
berbagai tantangan. Tantangan tersebut antara lain adalah adaptasi peserta dan pemberi pelayanan
terhadap sistem baru, keseimbangan sisi suplai pemberi pelayanan kesehatan, adaptasi terhadap
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB IV.PEMBIAYAAN KESEHATAN 103
strukturisasi pelayanan kesehatan berjenjang, penyesuaian pengelolaan program publik oleh Badan
Penyelenggaran Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS-Kesehatan), dan kesinambungan finansial dari
program JKN. Beberapa isu yang sering mengemuka antara lain adalah ketidakakuratan sasaran
kelompok PBI, peningkatan cakupan kepesertaan kelompok Pekerja Buka Penerima Upah (PBPU) yang
mempunyai risiko kesehatan yang besar tetapi dengan kesinambungan pembayaran iuran kepesertaan
yang rendah, luasnya cakupan manfaat dibandingkan dengan besaran iuran, pertanyaan tentang
besaran tarif INA-CBG untuk RS swasta, dan pentingnya penguatan pelayanan kesehatan primer serta
isu mengenai fraud/kecurangan.
GAMBAR 4.9
PERKEMBANGAN CAKUPAN KEPESERTAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)
KARTU INDONESIA SEHAT (KIS) TAHUN 2014-2018
250
208,1 Juta
200 187,9 Juta
171,9 Juta
156,7 Juta
92,1juta (44.26%)
150
133,4 Juta 92,3juta (49,1%)
91,1juta (53.00%)
87,8juta (56.00%)
100 29,9juta (14.37%)
86,4juta 20,3juta (10,8%)
(64.80%) 15,5juta (9.00%)
11,1juta (7.10%)
50
8,7juta (6.50%) 75.3juta (40,1%) 86,1juta (41.37%)
5.8juta (36,9%) 6.5juta (38,0%)
38,3juta (28.7%)
0
2014 2015 2016 2017 2018
Non PBI PBI (APBD) PBI (APBN)
Sejak awal diluncurkan program JKN-KIS pada tahun 2014, cakupan kepesertaan program terus
meningkat. Pada Tahun 2018, proporsi kepesertaan terbanyak berasal dari segmen PBI (APBN) sebesar
44,26%. Akan tetapi, pertumbuhan peserta paling signifikan dari tahun ke tahun terjadi pada segmen
non-PBI. Sampai dengan akhir tahun 2018, jumlah cakupan kepesertaan JKN/KIS sudah mencapai
208,1 juta jiwa.
104 I
BAB IV. PEMBIAYAAN KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 4.10
PERKEMBANGAN PESERTA PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) JAMINAN KESEHATAN
TAHUN 2014-2018
100
80
60
92,32
91,13
92,4
92,4
92,4
92,1
88,23
87,88
86,4
86,4
40
20
0
2014 2015 2016 2017 2018
Target Peserta Capaian Peserta
Pada Tahun 2018, Menteri Sosial menetapkan fakir miskin dan orang tidak mampu berdasarkan
basis data terpadu sebanyak 92,4 juta jiwa berdasarkan Surat Keputusan Menteri Sosial Nomor
5/HUK/2018. Penetapan ini termasuk bayi dari PBI Jaminan Kesehatan yang dilahirkan pada
tahun 2018.
Sejak pertengahan tahun 2017, Menteri Sosial menetapkan hasil verifikasi dan validasi
perubahan data PBI Jaminan Kesehatan setiap bulannya. Hal ini dilakukan sesuai dengan Peraturan
Menteri Sosial Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2015
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan
Iuran Jaminan Kesehatan.
GAMBAR 4.11
ALOKASI DAN REALISASI PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN
TAHUN 2014-2018
100,00 97,69 99,28 99,65 99,96
30 100
25
80
20
60
Triliun
15
%
25,49
25,41
24,81
25,5
25,5
25,0
40
19,93
19,88
20,4
19,9
10
20
5
0 0
2014 2015 2016 2017 2018
Alokasi Realisasi %
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB IV.PEMBIAYAAN KESEHATAN 105
Realisasi pembayaran iuran PBI Jaminan Kesehatan pada tahun 2014 sebesar 19,93 trilyun atau
100% dari alokasi yang dianggarkan. Pada tahun 2015, realisasi menjadi 97,69% mengalami penurunan,
namun kembali meningkat pada tahun 2016, 2017 dan 2018. Pada tahun 2018, realisasi pembayaran
iuran PBI Jaminan Kesehatan mencapai 99,96% dari alokasi yang dianggarkan.
25.000 Jejaring
21.763 22.482 RS Tipe D 5,43%
19.969 20.708 Pratama
20.000 18.437 Dokter
0,12% Praktik
Perorangan
15.000
24,28%
10.000 Puskesmas
44,04% Klinik
5.000 Pratama
26,13%
0
2014 2015 2016 2017 2018
Perkembangan fasilitas kesehatan (faskes) yang bekerjasama untuk FKTP terjadi peningkatan
dari sebanyak 18.437 faskes pada tahun 2014 menjadi 22.482 faskes pada tahun 2018. Jenis FKTP
terbanyak adalah Puskesmas sebesar 9.933 atau 44% dari FKTP yang ada. Jejaring FKTP terdiri dari
apotik, laboratorium, dan praktek bidan mandiri. Data dan informasi lebih rinci mengenai fasilitas
kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan pada tahun 2018 disajikan pada
Lampiran 4.7.
106 I
BAB IV. PEMBIAYAAN KESEHATAN Profil Kesehatan RI 2018
GAMBAR 4.15
GAMBAR 4.14 PERSENTASE FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN
JUMLAH FASILITAS KESEHATAN RUJUKAN
TINGKAT LANJUT (FKRTL) BEKERJA SAMA
TINGKAT LANJUT (FKRTL) BEKERJASAMA
DENGAN BPJS KESEHATAN BERDASARKAN
DENGAN BPJS KESEHATAN
TAHUN 2014-2018 KEPEMILIKAN TAHUN 2018
500
0
2014 2015 2016 2017 2018
Demikian juga dengan FKRTL bekerjasama dengan BPJS Kesehatan terjadi peningkatan dari
tahun 2014 sebanyak 1.681 menjadi 2.455 FKRTL pada tahun 2018, dengan 61% dari jumlah tersebut
merupakan RS Swasta.
***
I
Profil Kesehatan RI 2018 BAB IV.PEMBIAYAAN KESEHATAN 107
Bab v.
kesehatan keluarga
V KESEHATAN KELUARGA
Pembangunan keluarga dilakukan dalam upaya untuk mewujudkan keluarga berkualitas yang
hidup dalam lingkungan yang sehat. Selain lingkungan yang sehat, kondisi kesehatan dari tiap anggota
keluarga sendiri juga merupakan salah satu syarat dari keluarga yang berkualitas. Hal ini tercantum
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, dan Sistem Informasi Keluarga.
Keluarga sebagai komponen dari masyarakat berperan signifikan dalam mempengaruhi status
kesehatan. Keluarga berperan terhadap optimalisasi pertumbuhan, perkembangan, dan produktivitas
seluruh anggotanya melalui pemenuhan kebutuhan gizi dan menjamin kesehatan anggota keluarga.
Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas dalam
penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok yang rentan. Hal ini
terkait dengan fase kehamilan, persalinan dan nifas pada ibu dan fase tumbuh kembang pada anak.
Hal ini yang menjadi alasan pentingnya upaya kesehatan ibu dan anak menjadi salah satu prioritas
pembangunan kesehatan di Indonesia.
Keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia berdampak terhadap peningkatan Umur
Harapan Hidup (UHH) saat lahir. Meningkatnya UHH saat lahir mengakibatkan peningkatan jumlah
penduduk lanjut usia secara signifikan di masa yang akan datang. Makin bertambah usia, makin besar
kemungkinan seseorang mengalami permasalahan fisik, jiwa, spiritual, ekonomi dan sosial. Untuk itu
dibutuhkan upaya pemeliharaan kesehatan bagi lanjut usia yang ditujukan untuk menjaga agar para
lanjut usia tetap sehat, mandiri, aktif dan produktif secara sosial dan ekonomi.
Dukungan gizi terutama dalam masa tumbuh kembang berpengaruh besar dalam
perkembangan anggota keluarga dan masyarakat. Kekurangan gizi pada usia dini akan berimplikasi
pada perkembangan anak dan selanjutnya perkembangan potensi diri pada usia produktif. Kurang gizi
yang dialami saat awal kehidupan juga akan berdampak pada peningkatan risiko gangguan metabolik
yang berujung pada kejadian penyakit tidak menular seperti diabetes, stroke, penyakit jantung, dan
penyakit lainnya saat memasuki usia dewasa.
A. KESEHATAN IBU
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat keberhasilan upaya
kesehatan ibu. AKI adalah rasio kematian ibu selama masa kehamilan, persalinan dan nifas yang
disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena
sebab-sebab lain seperti kecelakaan atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Selain untuk menilai program kesehatan ibu, indikator ini juga mampu menilai derajat
kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi
aksesibilitas maupun kualitas. Secara umum terjadi penurunan kematian ibu selama periode
1991-2015 dari 390 menjadi 305 per 100.000 kelahiran hidup. Walaupun terjadi kecenderungan
penurunan angka kematian ibu, namun tidak berhasil mencapai target MDGs yang harus dicapai yaitu
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 111
sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Hasil supas tahun 2015 memperlihatkan
angka kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan target MDGs. Gambaran AKI di Indonesia dari tahun
1991 hingga tahun 2015 dapat dilihat pada Gambar 5.1 berikut ini.
GAMBAR 5.1
ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA PER 100.000 KELAHIRAN HIDUP
TAHUN 1991 – 2015
400
350 390
per 100.000 kelahiran hidup
359
300 334 305
307
250
200 228
150
100
50
0
1991 1997 2002 2007 2012 2015
tahun
Sumber: BPS, SDKI 1991-2012
*AKI tahun 2015 merupakan hasil SUPAS 2015
Target penurunan AKI ditentukan melalui tiga model Average Reduction Rate (ARR) atau angka
penurunan rata-rata kematian ibu seperti Gambar 5.2 berikut ini. Dari ketiga model tersebut,
Kementerian Kesehatan menggunakan model kedua dengan rata-rata penurunan 5,5% pertahun
sebagai target kinerja. Berdasarkan model tersebut diperkirakan pada tahun 2030 AKI di Indonesia
turun menjadi 131 per 100.000 kelahiran hidup.
GAMBAR 5.2
TARGET PENURUNAN AKI DI INDONESIA
400
ARR = 2,4%
346
350 ARR = 5,5%
per 100.000 kelahiran hidup
305
300 ARR = 9,5%
250
212
205
200
150 131
100
68
50
0
2010 2015 2020 2025 2030
tahun
Sumber: Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019
Pelayanan kesehatan ibu hamil harus memenuhi frekuensi minimal di tiap trimester, yaitu
minimal satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-12 minggu), minimal satu kali pada
trimester kedua (usia kehamilan 12-24 minggu), dan minimal dua kali pada trimester ketiga (usia
kehamilan 24 minggu sampai menjelang persalinan). Standar waktu pelayanan tersebut dianjurkan
untuk menjamin perlindungan terhadap ibu hamil dan janin berupa deteksi dini faktor risiko,
pencegahan, dan penanganan dini komplikasi kehamilan.
Penilaian terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dilakukan dengan
melihat cakupan K1 dan K4. Cakupan K1 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah
kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah
memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang
dianjurkan di tiap trimester, dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 113
waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil
dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan.
Capaian K4 tahun 2006 sampai dengan tahun 2018 disajikan pada gambar berikut ini.
GAMBAR 5.3
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4 DI INDONESIA
TAHUN 2006 – 2018
100 90,18
86,04 85,56 86,70 88,03
85,35
79,63
80 88,27 86,85 87,48 87,30
84,54
80,26
60
%
40
20
0
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
tahun
Selama tahun 2006 sampai tahun 2018 cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 cenderung
meningkat. Jika dibandingkan dengan target Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan
tahun 2018 yang sebesar 78%, capaian tahun 2018 telah mencapai target yaitu sebesar 88,03%.
Gambaran capaian kunjungan ibu hamil K4 pada tahun 2018 menurut provinsi disajikan pada
gambar berikut ini.
114 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 5.4
CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN IBU HAMIL K4
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
INDONESIA 88,03
DKI Jakarta 103,17
Kalimantan Utara 99,92
Kepulauan Riau 98,19
Jawa Barat 97,02
Jambi 96,66
Sumatera Selatan Target Renstra 2018: 78% 96,61
Bali 94,49
Nusa Tenggara Barat 94,23
Jawa Tengah 93,48
Banten 92,44
Lampung 91,88
Jawa Timur 91,10
Kep. Bangka Belitung 88,65
Bengkulu 86,25
Kalimantan Barat 85,94
Kalimantan Timur 85,38
Sumatera Utara 84,84
Kalimantan Tengah 84,79
Sulawesi Utara 84,18
Sulawesi Selatan 82,28
Gorontalo 80,89
Sumatera Barat 79,53
Kalimantan Selatan 79,32
Aceh 79,14
Sulawesi Tenggara 78,48
Sulawesi Tengah 77,87
DI Yogyakarta 75,26
Riau 74,81
Maluku 74,04
Maluku Utara 73,26
Sulawesi Barat 68,13
Nusa Tenggara Timur 52,01
Papua Barat 49,30
Papua 40,74
0 20 40 60 80 100 120
(%)
Selain akses ke fasilitas pelayanan kesehatan, kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan
pelayanan kesehatan ibu hamil adalah kualitas pelayanan yang harus ditingkatkan, di antaranya
pemenuhan semua komponen pelayanan kesehatan ibu hamil harus diberikan saat kunjungan. Dalam
hal ketersediaan sarana kesehatan, hingga bulan Desember 2018, terdapat 9.993 puskesmas.
Keberadaan puskesmas secara ideal harus didukung dengan aksesibilitas yang baik. Hal ini tentu saja
sangat berkaitan dengan aspek geografis dan kemudahan sarana dan prasarana transportasi.
Dalam mendukung penjangkauan terhadap masyarakat di wilayah kerjanya, Puskesmas juga
memiliki jaringan dengan menyediakan Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Bidan di Desa.
Data dan informasi lebih rinci menurut provinsi mengenai pelayanan kesehatan ibu hamil K1 dan K4
terdapat pada Lampiran 5.1.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 115
2. Pelayanan Imunisasi Tetanus Toksoid Difteri bagi Wanita Usia Subur dan Ibu
Hamil
Infeksi tetanus merupakan salah satu penyebab kematian ibu dan kematian bayi. Kematian
karena infeksi tetanus ini merupakan akibat dari proses persalinan yang tidak aman/steril atau berasal
dari luka yang diperoleh ibu hamil sebelum melahirkan. Sebagai upaya mengendalikan infeksi tetanus
yang merupakan salah satu faktor risiko kematian ibu dan kematian bayi, maka dilaksanakan program
imunisasi Tetanus Toksoid Difteri (Td) bagi Wanita Usia Subur (WUS) dan ibu hamil. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi mengamanatkan bahwa wanita
usia subur dan ibu hamil merupakan salah satu kelompok populasi yang menjadi sasaran imunisasi
lanjutan. Imunisasi lanjutan merupakan ulangan imunisasi dasar untuk mempertahankan tingkat
kekebalan dan untuk memperpanjang usia perlindungan.
Wanita usia subur yang menjadi sasaran imunisasi Td berada pada kelompok usia 15-39 tahun
yang terdiri dari WUS hamil (ibu hamil) dan tidak hamil. Imunisasi lanjutan pada WUS salah satunya
dilaksanakan pada waktu melakukan pelayanan antenatal. Imunisasi Td pada WUS diberikan sebanyak
5 dosis dengan interval tertentu, berdasarkan hasil screening mulai saat imunisasi dasar bayi, lanjutan
baduta, lanjutan BIAS serta calon pengantin atau pemberian vaksin mengandung “T” pada kegiatan
imunisasi lainnya. Pemberian dapat dimulai sebelum dan atau saat hamil yang berguna bagi kekebalan
seumur hidup.
Screening status imunisasi Td harus dilakukan sebelum pemberian vaksin. Pemberian imunisasi
Td tidak perlu dilakukan bila hasil screening menunjukkan wanita usia subur telah mendapatkan
imunisasi Td5 yang harus dibuktikan dengan buku KIA, rekam medis, dan atau kohort. Kelompok ibu
hamil yang sudah mendapatkan Td2 sampai dengan Td5 dikatakan mendapatkan imunisasi Td2+.
Gambar 5.5 memperlihatkan cakupan imunisasi Td5 pada wanita usia subur dan cakupan imunisasi
Td2+ pada ibu hamil.
GAMBAR 5.5
CAKUPAN IMUNISASI Td1-Td5 PADA WANITA USIA SUBUR
DI INDONESIA TAHUN 2018
30
20
10
3,50 4,37
2,43 1,82 2,63
0
Td1 Td2 Td3 Td4 Td5
116 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Pada gambar di atas diketahui cakupan imunisasi Td pada status Td1 sampai Td5 pada wanita
usia subur tahun 2018 masih sangat rendah yaitu kurang dari 5% jumlah seluruh WUS. Cakupan Td5
sebesar 4,37% dengan cakupan tertinggi di Provinsi Jawa Timur sebesar 23,26% dan terendah di
Maluku Utara sebesar 0,0003%.
GAMBAR 5.6
CAKUPAN IMUNISASI Td2+ PADA IBU HAMIL DI INDONESIA
TAHUN 2018
INDONESIA 51,76
Jawa Barat 89,29
Sumatera Selatan 81,87
DI Yogyakarta 72,17
Nusa Tenggara Barat 68,50
Bali 66,79
Jambi 66,49
Banten 65,86
DKI Jakarta 60,61
Maluku Utara 60,55
Jawa Timur 55,56
Jawa Tengah 53,73
Sulawesi Tengah 53,56
Sulawesi Tenggara 52,89
Gorontalo 52,46
Maluku 48,91
Sumatera Barat 46,47
Sulawesi Selatan 37,74
Bengkulu 35,73
Sulawesi Utara 34,86
Kep. Bangka Belitung 33,51
Kalimantan Barat 33,09
Sulawesi Barat 30,60
Riau 28,54
Kalimantan Tengah 27,20
Kalimantan Selatan 23,20
Nusa Tenggara Timur 22,69
Kalimantan Utara 22,27
Aceh 22,08
Kepulauan Riau 21,03
Kalimantan Timur 19,56
Papua 13,77
Lampung 12,60
Papua Barat 11,52
Sumatera Utara 1,20
0 20 40 60 80 100 120
Cakupan imunisasi Td2+ pada ibu hamil tahun 2018 sebesar 51,76%, relatif lebih rendah jika
dibandingkan dengan tahun 2017 yang sebesar 65,3%, juga lebih rendah sekitar 30% dibandingkan
dengan cakupan pelayanan kesehatan ibu hamil K4 yang sebesar 88,03%, sementara Td2+ merupakan
syarat pelayanan kesehatan ibu hamil K4.
Provinsi Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan DI Yogyakarta memiliki capaian imunisasi Td2+
pada ibu hamil tertinggi di Indonesia. Sedangkan provinsi dengan capaian terendah yaitu Sumatera
Utara (1,20%), Papua Barat (11,52%), dan Lampung (12,60%). Informasi lebih rinci mengenai imunisasi
Td pada wanita usia subur dan ibu hamil dapat dilihat pada Lampiran 5.9 - 5.10.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 117
3. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
Selain pada masa kehamilan, upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan
kematian bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih
yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan (SpOG), dokter umum, dan bidan, dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Keberhasilan program ini diukur melalui indikator persentase persalinan di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Dalam rangka menjamin ibu bersalin mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar, sejak
tahun 2015 setiap ibu bersalin diharapkan melakukan persalinan dengan ditolong oleh tenaga
kesehatan yang kompeten di fasilitas pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2015-2019 menetapkan persalinan ditolong tenaga kesehatan di
fasilitas pelayanan kesehatan (PF) sebagai salah satu indikator upaya kesehatan keluarga,
menggantikan indikator pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (PN).
Berikut ini disajikan gambaran cakupan persalinan ditolong tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan di 34 provinsi di Indonesia tahun 2018 (Gambar 5.7).
GAMBAR 5.7
CAKUPAN PERSALINAN DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
INDONESIA 86,28
DKI Jakarta
Bali 97,73
Jawa Timur 95,56
Kepulauan Riau 95,48
NTB 94,76
Kalimantan Utara 94,52
Jawa Barat 94,18
Jawa Tengah 93,52
Lampung 91,89
Sumatera Selatan 89,72
Banten Target Renstra 2018: 82% 88,90
Kalimantan Timur 86,18
Bengkulu 85,96
Sulawesi Utara 83,17
Sulawesi Selatan 82,96
Gorontalo 82,81
Sumatera Utara 82,56
Sumatera Barat 80,89
Aceh 80,83
Kep. Bangka Belitung 80,56
Jambi 78,02
Kalimantan Selatan 76,92
Sulawesi Tengah 76,66
Sulawesi Tenggara 76,18
DI Yogyakarta 75,88
Kalimantan Barat 71,73
Sulawesi Barat 71,33
Maluku Utara 66,60
Riau 66,08
NTT 57,80
Kalimantan Tengah 56,24
Papua Barat 48,91
Papua 45,69
Maluku 45,18
0 20 40 60 80 100
(%)
Sumber : Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019
118 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Pada tahun 2018 terdapat 90,32% persalinan yang ditolong tenaga kesehatan. Sementara ibu
hamil yang menjalani persalinan dengan ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan sebesar 86,28%. Dengan demikian masih terdapat sekitar 16% persalinan yang ditolong
tenaga kesehatan namun tidak dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Secara nasional, indikator PF telah memenuhi target Renstra yang sebesar 82%. Terdapat
kesenjangan yang cukup jauh antara provinsi dengan capaian tertinggi dan terendah yaitu DKI Jakarta
(102%) dan Maluku (45,18%). Analisis kematian ibu pada tahun 2010 membuktikan bahwa kematian
ibu terkait erat dengan penolong persalinan dan tempat/fasilitas persalinan. Persalinan yang ditolong
tenaga kesehatan terbukti berkontribusi terhadap turunnya risiko kematian ibu. Demikian pula jika
persalinan dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan, juga akan semakin menekan risiko kematian ibu.
Hasil Riskesdas 2018 memperlihatkan tempat persalinan paling banyak digunakan yaitu rumah
sakit (baik pemerintah maupun swasta) dan praktek tenaga kesehatan (nakes). Namun penggunaan
rumah masih cukup tinggi sebesar 16,7%, yang menempati urutan ketiga tertinggi tempat bersalin.
GAMBAR 5.8
PROPORSI TEMPAT PERSALINAN YANG DIMANFAATKAN
OLEH PEREMPUAN UMUR 10-54 TAHUN, RISKESDAS 2018
Lainnya
0,2
Poskesdes/ Rumah
Polindes 16,7
3,8
Klinik Rumah Sakit
4,9 32,7
Praktek Nakes
29,6
Puskesmas
12,1
Hasil Riskesdas 2018 juga memperlihatkan bahwa 62,5% rumah tangga mengetahui bahwa
akses ke rumah sakit sulit. Begitu juga pengetahuan rumah tangga terhadap akses ke
puskesmas/pustu/pusling/ bidan sebesar 60,8% dan akses ke klinik/praktek dokter/prakter dokter
gigi/praktek bidan mandiri sebesar 62,6% dengan akses sulit.
Secara konsisten terlihat bahwa provinsi dengan cakupan persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan rendah memiliki akses ke fasilitas pelayanan kesehatan yang relatif sulit. Oleh karena itu
untuk daerah dengan akses sulit, Kementerian Kesehatan mengembangkan program Kemitraan Bidan
dan Dukun serta Rumah Tunggu Kelahiran. Para dukun diupayakan bermitra dengan bidan dengan hak
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 119
dan kewajiban yang jelas. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan tidak lagi dikerjakan
oleh dukun, namun dirujuk ke bidan.
Ibu hamil yang di daerah tempat tinggalnya tidak ada bidan atau jauh dari fasilitas pelayanan
kesehatan, menjelang hari taksiran persalinan diupayakan sudah berada di dekat fasilitas pelayanan
kesehatan yaitu di Rumah Tunggu Kelahiran. Rumah Tunggu Kelahiran adalah suatu tempat atau
ruangan yang berada dekat fasilitas kesehatan (RS, Puskesmas), yang dapat digunakan sebagai tempat
tinggal sementara ibu hamil dan pendampingnya (suami/kader/dukun atau keluarga) selama beberapa
hari, saat menunggu persalinan tiba dan beberapa hari setelah bersalin.
Dari 34 provinsi, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan merupakan provinsi dengan jumlah
rumah tunggu kelahiran tertinggi, yaitu masing-masing sebanyak 397 dan 236. Provinsi lain memiliki
jumlah Rumah Tunggu Kelahiran di bawah 90. Sebanyak 6 provinsi tidak memiliki Rumah Tunggu
Kelahiran yaitu Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, dan
Maluku Utara.
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menurut hasil Riskesdas 2018 sebesar 93,1%
yang berarti hampir sama dengan hasil pencatatan rutin program kesehatan keluarga yang sebesar
90,32%. Berikut ini proporsi persalinan dengan kualifikasi tertinggi pada perempuan umur 10-54 tahun.
GAMBAR 5.9
PROPORSI PERSALINAN DENGAN KUALIFIKASI TERTINGGI
PADA PEREMPUAN UMUR 10-54 TAHUN, RISKESDAS 2018
dukun lainnya/tidak
perawat
6,2 ada penolong
0,3
0,7
dokter
kandungan
28,9
Proporsi terbesar penolong persalinan tertinggi yaitu bidan sebesar 62,7% dan dokter
kandungan sebesar 28,9%. Berdasarkan karakteristik demografi, semakin tinggi pendidikan ibu bersalin
semakin tinggi persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Sedangkan berdasarkan
tempat tinggal, proporsi persalinan oleh tenaga kesehatan di perkotaan lebih tinggi (96,7%)
dibandingkan di perdesaan (88,9%). Provinsi Maluku (33,4%), Maluku Utara (26,1%) dan, Nusa
Tenggara Timur (16,1%) merupakan provinsi tertinggi dengan proporsi persalinan oleh dukun.
120 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
4. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan kesehatan ibu nifas harus dilakukan minimal tiga kali sesuai jadwal yang dianjurkan,
yaitu pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat sampai dengan
hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai dengan hari ke-42 pasca persalinan. Jenis
pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan terdiri dari:
a) pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, nadi, nafas, dan suhu);
b) pemeriksaan tinggi puncak rahim (fundus uteri);
c) pemeriksaan lokhia dan cairan per vaginam lain;
d) pemeriksaan payudara dan pemberian anjuran ASI eksklusif;
e) pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kesehatan ibu nifas dan bayi baru lahir,
termasuk keluarga berencana pasca persalinan;
f) pelayanan keluarga berencana pasca persalinan.
Gambar 5.10 menyajikan cakupan kunjungan nifas di Indonesia sejak tahun 2008 sampai
dengan tahun 2018.
GAMBAR 5.10
CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) DI INDONESIA
TAHUN 2008 – 2018
120
100
85,16 86,41 84,41 85,92
80 73,61 87,36
86,64 87,06
76,96
60
55,58
40
17,90
20
0
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 121
GAMBAR 5.11
CAKUPAN KUNJUNGAN NIFAS (KF3) DI INDONESIA MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
INDONESIA 85,92
DKI Jakarta 101,56
Jawa Barat 97,78
Bali 96,84
Kalimantan Utara 96,54
Jawa Timur 94,59
Nusa Tenggara Barat 94,21
Jambi 92,89
Banten 92,05
Sumatera Selatan 91,92
Kepulauan Bangka… 90,78
Lampung 90,65
Kepulauan Riau 89,88
Kalimantan Selatan 86,40
Bengkulu 85,88
Sulawesi Utara 83,65
Kalimantan Timur 83,47
Kalimantan Barat 83,43
Sulawesi Selatan 82,82
Sumatera Utara 82,60
Sulawesi Tenggara 81,61
Sumatera Barat 79,37
Aceh 77,62
Gorontalo 77,56
Kalimantan Tengah 77,49
Riau 77,28
Jawa Tengah 75,86
Sulawesi Tengah 75,06
Maluku Utara 74,61
DI Yogyakarta 72,18
Sulawesi Barat 64,11
Nusa Tenggara Timur 58,27
Maluku 51,19
Papua Barat 49,08
Papua 33,10
0 20 40 60 80 100 120
Gambar di atas menggambarkan bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki capaian kunjungan nifas
lengkap (KF3) tertinggi yang diikuti oleh Jawa Barat dan Bali. Sedangkan provinsi dengan cakupan
kunjungan nifas terendah yaitu Papua, Papua Barat, dan Maluku. Dari 34 provinsi yang melaporkan
data kunjungan nifas, hampir 60% provinsi di Indonesia telah mencapai KF3 80%. Kondisi pada tahun
2018 tersebut sama dengan tahun 2017.
122 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) sebagai upaya
menurunkan kematian ibu dan kematian anak.
Kelas ibu hamil merupakan sarana bagi ibu hamil dan keluarga untuk belajar bersama tentang
kesehatan ibu hamil yang dilaksanakan dalam bentuk tatap muka dalam kelompok. Kegiatan ini
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dan keluarga mengenai kehamilan,
persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan komplikasi, perawatan bayi baru lahir dan aktivitas
fisik atau senam ibu hamil.
Cakupan Puskesmas Melaksanakan Kelas Ibu Hamil didapatkan dengan menghitung
puskesmas yang telah melaksanakan kelas ibu hamil dibandingkan dengan jumlah seluruh Puskesmas
di wilayah kabupaten/kota. Puskesmas dikatakan telah melaksanakan kelas ibu hamil apabila telah
melakukan kelas ibu hamil minimal sebanyak 4 kali.
GAMBAR 5.12
PUSKESMAS MELAKSANAKAN KELAS IBU HAMIL MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
INDONESIA 94,33
Gorontalo 100,00
Nusa Tenggara Timur 100,00
Nusa Tenggara Barat 100,00
Bali 100,00
Banten 100,00
DI Yogyakarta 100,00
DKI Jakarta 100,00
Kepulauan Riau Target Renstra 2018: 87% 100,00
Lampung 100,00
Jambi 100,00
Riau 100,00
Sulawesi Selatan 99,34
Jawa Tengah 99,09
Jawa Barat 98,88
Jawa Timur 98,76
Kalimantan Selatan 98,71
Sumatera Barat 98,55
Maluku Utara 98,51
Kep. Bangka Belitung 98,44
Bengkulu 98,33
Kalimantan Utara 98,21
Sumatera Utara 97,59
Sumatera Selatan 96,99
Kalimantan Barat 93,85
Sulawesi Tengah 92,08
Sulawesi Utara 91,71
Aceh 91,09
Sulawesi Barat 90,43
Kalimantan Tengah 89,50
Kalimantan Timur 87,98
Sulawesi Tenggara 86,97
Papua Barat 74,21
Maluku 71,63
Papua 44,36
0 20 40 60 80 100 120
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 123
Sebanyak 94,33% puskesmas di Indonesia telah melaksanakan kelas ibu hamil yang berarti
telah mencapai renstra Kementerian Kesehatan tahun 2018 yang sebesar 87%. Hampir seluruh provinsi
telah mencapai target renstra tersebut kecuali Papua, Maluku, dan Papua Barat. Bahkan sebanyak
sebelas provinsi telah mencapai 100% puskesmas ibu hamil.
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) merupakan suatu program
yang dijalankan untuk mencapai target penurunan AKI. Program ini menitikberatkan pemberdayaan
masyarakat dalam monitoring terhadap ibu hamil, bersalin, dan nifas.
Indikator Puskesmas melaksanakan orientasi P4K menghitung persentase puskesmas yang
melaksanakan orientasi P4K. Adapun yang dimaksud orientasi tersebut adalah pertemuan yang
diselenggarakan oleh puskesmas dengan mengundang kader dan/atau bidan desa dari seluruh desa
yang ada di wilayahnya dalam rangka memberikan pembekalan untuk meningkatkan peran aktif suami,
keluarga, ibu hamil serta masyarakat dalam merencanakan persalinan yang aman dan persiapan
menghadapi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas.
GAMBAR 5.13
PUSKESMAS MELAKSANAKAN ORIENTASI PROGRAM PERENCANAAN PERSALINAN
DAN PENCEGAHAN KOMPLIKASI (P4K) MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
INDONESIA 94,16
Sulawesi Barat 100,00
Nusa Tenggara Timur 100,00
Nusa Tenggara Barat 100,00
Bali 100,00
Banten 100,00
DI Yogyakarta 100,00
DKI Jakarta
Target Renstra 2018: 95% 100,00
Jambi 100,00
Lampung 99,67
Maluku Utara 99,25
Jawa Tengah 99,09
Kalimantan Selatan 98,71
Sumatera Barat 98,55
Kep. Bangka Belitung 98,44
Jawa Timur 98,04
Kalimantan Barat 97,95
Kalimantan Timur 97,81
Kepulauan Riau 97,59
Jawa Barat 97,57
Sumatera Selatan 96,99
Sulawesi Tenggara 96,13
Bengkulu 96,11
Sulawesi Tengah 95,54
Sulawesi Utara 95,34
Riau 94,44
Sumatera Utara 93,98
Kalimantan Tengah 93,50
Aceh 93,10
Sulawesi Selatan 93,01
Kalimantan Utara 89,29
Maluku 74,04
Papua Barat 61,01
Papua 56,62
Gorontalo 47,31
0 20 40 60 80 100 120
Sumber: Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019
124 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Pada tahun 2018 sebanyak 94,16% puskesmas teregistrasi telah melaksanakan orientasi P4K
yang berarti hampir mencapai renstra Kementerian Kesehatan tahun 2018 yang sebesar 95%.
Sebanyak 8 provinsi telah mencapai 100% puskesmas melaksanakan orientasi P4K. Namun masih
terdapat provinsi dengan capaian dibawah 50% yaitu Gorontalo.
6. Pelayanan Kontrasepsi
Eratnya hubungan antara KB dan kematian ibu dapat dilihat pada Gambar 5.14 berikut yang
merupakan hasil analisis terhadap proporsi kematian ibu usia 15-49 tahun dan angka prevalensi KB di
172 negara di dunia. Semakin tinggi angka prevalensi KB di suatu negara maka semakin rendah proporsi
kematian ibu di negara tersebut.
GAMBAR 5.14
HUBUNGAN PREVALENSI KB TERHADAP (LOG) PROPORSI KEMATIAN IBU
USIA 15-49 TAHUN
Sejalan dengan hal tersebut, terjadi juga hubungan yang erat antara KB dengan angka fertilitas total
(total fertility rate/TFR). TFR yaitu jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang perempuan pada
akhir masa reproduksinya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa KB merupakan hal yang berpengaruh
terhadap TFR. Semakin tinggi angka prevalensi KB maka semakin rendah TFR suatu negara.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 125
GAMBAR 5.15
HUBUNGAN PREVALENSI KB TERHADAP (LOG) PROPORSI KEMATIAN IBU
USIA 15-49 TAHUN
Dengan demikian KB merupakan hal utama dalam upaya menurunkan angka kematian ibu di dunia
termasuk juga di Indonesia.
Gambar 5.16 menunjukkan tren penggunaan kontrasepsi pada wanita kawin sejak tahun 1991 sampai
2017. Terlihat adanya peningkatan prevalensi kontrasepsi dari 50 persen pada tahun 1991 menjadi 64
persen pada tahun 2017. Namun, ada perlambatan peningkatan sejak tahun 2002-2003 di mana
selama lima belas tahun terakhir penggunaan kontrasepsi modern cenderung stagnan
GAMBAR 5.16
TREN PEMAKAIAN KONTRASEPSI PADA WANITA KAWIN
SDKI 1991-2017
70 61 62 63,6
60
55 57
60 50
50 57 57 58 57
55
52
40 47
30
20
10
0
SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI SDKI 2007 SDKI 2012 SDKI 2017
2002/2003
Sumber: Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2017, BKKBN, BPS, Kemenkes, USAID, 2017
126 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Menurut BKKBN, KB aktif di antara PUS tahun 2018 sebesar 63,27%, hampir sama dengan
tahun sebelumnya yang sebesar 63,22%. Sementara target RPJMN yang ingin dicapai tahun 2019
sebesar 66%. Hasil SDKI tahun 2017 juga menunjukan angka yang sama pada KB aktif yaitu sebesar
63,6%.
GAMBAR 5.17
CAKUPAN PASANGAN USIA SUBUR BERDASARKAN KEPESERTAAN BER-KB
TAHUN 2018
Tidak Pernah;
18,82%
Pernah;
17,91% Sedang (KB aktif);
63,27%
Sumber : Profil Keluarga Indonesia Tahun 2018, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional, 2019
KB aktif tertinggi terdapat di Bengkulu yaitu sebesar 71,15% dan yang terendah di Papua
sebesar 25,73%. Terdapat lima provinsi dengan cakupan KB aktif kurang dari 50% yaitu Papua, Papua
Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Kepulauan Riau seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.12.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 127
GAMBAR 5.18
CAKUPAN PESERTA KB AKTIF DI INDONESIA TAHUN 2018
INDONESIA 63,27
Bengkulu 71,15
Kalimantan Tengah 70,38
Kalimantan Selatan 70,14
Jambi 69,37
Lampung 69,15
Kep. Bangka Belitung 68,21
Bali 67,73
Sulawesi Utara 66,85
Sumatera Selatan 66,80
Jawa Barat 66,48
Gorontalo 66,37
Jawa Timur 65,69
Banten 65,63
Jawa Tengah 65,43
Nusa Tenggara Barat 63,27
Sulawesi Tengah 62,88
Sulawesi Selatan 61,66
Kalimantan Barat 61,24
DI Yogyakarta 59,85
Sumatera Barat 57,45
DKI Jakarta 57,29
Sulawesi Barat 56,12
Sulawesi Tenggara 55,87
Aceh 55,50
Kaltim dan Kaltara 55,43
Maluku Utara 52,40
Riau 52,28
Sumatera Utara 51,31
Kepulauan Riau 46,86
Maluku 39,78
Nusa Tenggara Timur 38,68
Papua Barat 29,63
Papua 25,73
0 20 40 60 80 100
Sumber: Profil Keluarga Indonesia Tahun 2018, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional,
2019
Berdasarkan pola dalam pemilihan jenis alat kontrasepsi seperti yang disajikan pada Gambar
5.19, sebagian besar peserta KB Aktif memilih suntikan dan pil sebagai alat kontrasepsi bahkan sangat
dominan (lebih dari 80%) dibanding metode lainnya; suntikan (63,71%) dan pil (17,24%). Padahal
suntikan dan pil termasuk dalam metode kontrasepsi jangka pendek sehingga tingkat efektifitas
suntikan dan pil dalam pengendalian kehamilan lebih rendah dibandingkan jenis kontrasepsi lainnya.
128 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 5.19
CAKUPAN PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI MODERN
TAHUN 2018
70
63,71
60
50
40
30
20 17,24
10 7,35 7,2
2,76 1,24
0,5
0
IUD MOW MOP Implan Suntik Kondom Pil
Dari Gambar 5.19 juga dapat diketahui bahwa partisipasi laki-laki dalam ber-KB masih sangat
rendah, yaitu pada MOP sebanyak 0,5% dan Kondom sebanyak 1,24%
Masih rendahnya penggunaan MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) dikarenakan
pengetahuan masyarakat yang masih rendah tentang kelebihan metode MKJP dan keterbatasan
jumlah tenaga terlatih serta sarana yang ada. Dari keseluruhan jumlah peserta KB modern, hanya
17,8% diantaranya yang menggunakan KB MKJP. Sedangkan 82,19% lainnya pengguna KB non MKJP.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 129
GAMBAR 5.20
CAKUPAN PESERTA KB AKTIF METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP)
DI INDONESIA TAHUN 2018
INDONESIA 17,80
Bali 40,54
DI Yogyakarta 37,38
Nusa Tenggara Timur 31,70
Gorontalo 30,67
Sulawesi Utara 25,80
Sumatera Utara 24,69
DKI Jakarta 24,51
Sumatera Barat 22,86
Nusa Tenggara Barat 20,40
Maluku Utara 20,24
Jawa Tengah 20,06
Bengkulu 18,65
Sulawesi Tenggara 17,78
Jawa Timur 17,58
Sulawesi Selatan 17,19
Jawa Barat 16,55
Sumatera Selatan 15,76
Maluku 15,75
Lampung 14,90
Kepulauan Riau 14,42
Sulawesi Tengah 13,91
Papua 13,88
Kaltim dan Kaltara 13,86
Jambi 12,87
Sulawesi Barat 12,12
Banten 11,27
Papua Barat 11,25
Riau 10,83
Kep. Bangka Belitung 8,62
Kalimantan Tengah 8,09
Aceh 7,48
Kalimantan Barat 6,57
Kalimantan Selatan 6,41
0 10 20 30 40 50 60
Sumber: Profil Keluarga Indonesia Tahun 2018, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional,
2019
Berdasarkan metode KB, provinsi tertinggi dengan peserta KB MKJP tertinggi terdapat di Bali
(40,54%), D.I Yogyakarta (37,38%), dan Nusa Tenggara Timur (31,70). Sedangkan Kalimantan Tengah
dan Kalimantan Selatan walaupun secara keseluruhan metode merupakan provinsi dengan cakupan
KB aktif yang relatif tinggi, namun pengguna MKJP yang sangat rendah.
Pemerintah wajib menjamin ketersediaan sarana informasi dan sarana pelayanan kesehatan
reproduksi yang aman, bermutu, dan terjangkau masyarakat, termasuk keluarga berencana. Pelayanan
kesehatan dalam keluarga berencana dimaksudkan untuk pengaturan kehamilan bagi pasangan usia
subur untuk membentuk generasi penerus yang sehat dan cerdas. Pasangan Usia Subur bisa
mendapatkan pelayanan kontrasepsi di tempat-tempat yang melayani program KB. Gambaran
mengenai tempat pelayanan KB di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 5.21 berikut ini.
130 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 5.21
PERSENTASE TEMPAT PELAYANAN KB DI INDONESIA
TAHUN 2018
FKRTL; 5,00%
Lainnya;
Pelayanan
19,47%
Bergerak;
1,31% FKTP; 18,51%
Jejaring;
55,71%
Terdapat lima jenis tempat pelayanan KB yaitu FKRTL, FKTP, Jejaring, Pelayanan Bergerak, dan
jenis tempat pelayanan KB Lainnya. Berdasarkan tempat pelayanan tersebut PUS paling banyak
dilayani oleh Jejaring yaitu sebesar 55,71%. Jejaring tersebut terdiri atas Pustu/Pusling/Bidan Desa,
Poskesdes/Polindes dan Praktek Bidan. Praktek Bidan memberikan pelayanan paling banyak yaitu
sebesar 60,42% dari jumlah PUS yang dilayani oleh Jejaring.
Provinsi dengan pengguna FKTP (puskesmas, klinik pratama, dan praktek dokter) tertinggi
sebagai tempat pelayanan KB yaitu Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Hal itu disebabkan
terbatasnya pilihan fasilitas pelayanan KB di provinsi-provinsi tersebut.
B. KESEHATAN ANAK
Sejak janin dalam kandungan sampai berusia 18 tahun upaya kesehatan anak telah dilakukan.
Upaya ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas
serta untuk menurunkan angka kematian anak.
Upaya kesehatan anak telah menunjukkan hasil yang baik terlihat dari angka kematian anak
dari tahun ke tahun yang menunjukkan penurunan. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2017 menunjukkan AKN sebesar 15 per 1.000 kelahiran hidup, AKB 24 per 1.000 kelahiran
hidup, dan AKABA 32 per 1.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Balita telah mencapai Target
Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) 2030 yaitu sebesar 25/1.000 kelahiran hidup dan diharapkan
AKN juga dapat mencapai target yaitu 12/1.000 kelahiran hidup. Tren angka kematian anak tahun
1991-2017 dari hasil SDKI sebagai berikut.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 131
GAMBAR 5.22
TREN ANGKA KEMATIAN NEONATAL, BAYI, DAN BALITA
TAHUN 1991 – 2017
120
58
60 68
46 44
57 40
40 46 32
35 34 32
32 30 24
20 26
20 19 19
15
0
1991 1995 1999 2003 2007 2012 2017
Sumber: SDKI tahun 1991-2017
Dalam rangka menjelaskan berbagai indikator kesehatan anak yang meliputi: pelayanan
kesehatan neonatal, imunisasi rutin pada anak, pelayanan kesehatan pada anak sekolah, dan
pelayanan kesehatan peduli remaja, data dan informasi yang akan disajikan adalah sebagai berikut.
132 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Hasil capaian nasional per provinsi masih terdapat disparitas cakupan KN1 antar provinsi yang
berkisar antara 53,37 di Papua dan 128,93% di Jawa Tengah. Beberapa provinsi mendapatkan cakupan
lebih dari 100% dikarenakan data sasaran yang ditetapkan lebih rendah dibandingkan dengan data
sasaran riil yang didapatkan.
GAMBAR 5.23
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA (KN1)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 97,36
Jawa Tengah 128,93
Kalimantan Utara 105,83
DKI Jakarta 105,04
Jawa Barat 104,15
Bali 102,92
Kepulauan Riau 100,62
Banten 100,57
Jawa Timur 100,21
Nusa Tenggara Barat 99,59
Sumatera Selatan 99,55
Jambi 98,29
Kepulauan Bangka Belitung 95,91
Lampung 95,39
Bengkulu 93,86
Sumatera Utara 89,67
Kalimantan Barat 88,96
Sulawesi Selatan 88,80
Aceh 88,20
Kalimantan Selatan 87,99
Gorontalo 87,63
Sulawesi Utara 87,26
Kalimantan Tengah 86,46
Sumatera Barat 85,48
Kalimantan Timur 82,36
Sulawesi Tenggara 80,83
Maluku Utara 80,03
Sulawesi Tengah 79,32
Riau 78,06
Sulawesi Barat 77,70
D I Yogyakarta 74,54 Target
Papua Barat 70,65 Renstra 2018:
Maluku 70,30 85%
Nusa Tenggara Timur 63,36
Papua 53,37
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 140,00
Data kunjungan neonatal juga dikumpulkan dalam Riset Kesehatan Dasar. Cakupan KN1 hasil
Riskesdas 2018 lebih rendah dibandingkan cakupan hasil pencatatan rutin program, yaitu sebesar
84,1%. Tren cakupan KN1 hasil pencatatan rutin program dan Riskesdas tahun 10 tahun terakhir dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 133
GAMBAR 5.24
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL PERTAMA (KN1)
TAHUN 2009-2018
100
84,1
80 71,4 71,3
60
90,5 92,3 92,3 97,1 91,4 92,6 97,4
40 80,6 84,0 83,7
20
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Sedangkan cakupan Kunjungan Neonatal Lengkap (KN lengkap), yaitu cakupan pelayanan
Kunjungan Neonatal minimal tiga kali sesuai standar, pada tahun 2018 sebesar 91,39%. Empat provinsi
cakupannya mencapai 100% yaitu Jawa Barat, Bali, DKI Jakarta dan Kalimantan Utara sedangkan
cakupan terendah di Nusa Tenggara Timur (60,17%), DI Yogyakarta (72,12%) dan Sulawesi Barat
(74,35%). Data cakupan KN1 dan KN lengkap selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 5.11.
2. Imunisasi
Undang - Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa setiap anak berhak
memperoleh imunisasi dasar sesuai dengan ketentuan. Imunisasi dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pemerintah wajib memberikan imunisasi
lengkap kepada setiap bayi dan anak. Penyelenggaraan imunisasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 yang diundangkan tanggal 11 April 2017.
Beberapa penyakit menular yang termasuk ke dalam Penyakit yang Dapat Dicegah dengan
Imunisasi (PD3I) antara lain TBC, difteri, tetanus, hepatitis B, pertusis, campak, rubella, polio, radang
selaput otak, dan radang paru-paru. Anak yang telah diberi imunisasi akan terlindungi dari berbagai
penyakit berbahaya tersebut, yang dapat menimbulkan kecacatan atau kematian. Imunisasi
merupakan salah satu intervensi kesehatan yang terbukti paling cost-effective (murah), karena dapat
mencegah dan mengurangi kejadian kesakitan, kecacatan, dan kematian akibat PD3I yang diperkirakan
2 hingga 3 juta kematian tiap tahunnya.
Imunisasi dikelompokkan menjadi imunisasi program dan imunisasi pilihan. Imunisasi program
adalah imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang sebagai bagian dari masyarakat dalam rangka
melindungi yang bersangkutan dan masyarakat sekitarnya dari penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi. Sedangkan imunisasi pilihan adalah imunisasi yang dapat diberikan kepada seseorang sesuai
dengan kebutuhannya dalam rangka melindungi yang bersangkutan dari penyakit tertentu.
134 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Imunisasi program terdiri atas imunisasi rutin, imunisasi tambahan, dan imunisasi khusus.
Imunisasi rutin terdiri atas imunisasi dasar dan imunisasi lanjutan. Imunisasi dasar diberikan pada bayi
sebelum berusia satu tahun, sedangkan imunisasi lanjutan diberikan pada anak usia bawah dua tahun
(baduta), anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur (WUS). Imunisasi tambahan merupakan jenis
Imunisasi tertentu yang diberikan pada kelompok umur tertentu yang paling berisiko terkena penyakit
sesuai dengan kajian epidemiologis pada periode waktu tertentu. Imunisasi khusus dilaksanakan untuk
melindungi seseorang dan masyarakat terhadap penyakit tertentu pada situasi tertentu seperti
persiapan keberangkatan calon jemaah haji/umroh, persiapan perjalanan menuju atau dari negara
endemis penyakit tertentu, dan kondisi kejadian luar biasa/wabah penyakit tertentu.
GAMBAR 5.25
CAKUPAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI
TAHUN 2011-2018
100 90 91 91,5 92 92,5
85 88
90
80 82
70
59,2 57,9
60
50
93,3 90 91,58 91,12 90,61
40
86,8 86,9 86,54
30
20
10
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 135
GAMBAR 5.26
CAKUPAN IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 90,61
Jawa Tengah 102,99
DKI Jakarta 101,56
Nusa Tenggara Barat 101,50
Sumatera Selatan 100,76
Lampung Target Renstra 2018: 99,92
Bali 95,2 % 99,52
Kepulauan Riau 98,92
Jambi 98,70
Jawa Timur 98,29
Jawa Barat 96,90
Sulawesi Tengah 96,83
Bengkulu 95,92
Kalimantan Timur 93,27
Sulawesi Selatan 92,77
Kepulauan Bangka Belitung 92,33
Banten 91,73
Sulawesi Utara 90,03
Kalimantan Tengah 85,46
Sulawesi Tenggara 85,37
Kalimantan Selatan 84,75
Sumatera Utara 84,01
Gorontalo 82,25
Maluku 81,15
Papua Barat 80,73
Kalimantan Barat 79,48
Sulawesi Barat 77,77
Kalimantan Utara 76,47
Maluku Utara 75,26
Sumatera Barat 74,22
Riau 70,96
DI Yogyakarta 70,81
Aceh 55,26
Nusa Tenggara Timur 51,72
Papua 29,60
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Gambar di atas menunjukkan bahwa seluruh bayi di Provinsi Jawa Tengah, DKI Jakarta, Nusa
Tenggara Barat, dan Sumatera Selatan telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Sedangkan provinsi
dengan capaian terendah yaitu Papua (29,60%), Nusa Tenggara Timur (51,72%) dan Aceh (55,26%).
Data dan informasi terkait imunisasi dasar pada bayi yang dirinci menurut provinsi tahun 2017 terdapat
pada Lampiran 5.12.
Dari imunisasi dasar yang diwajibkan tersebut, campak/MR menjadi salah satu jenis imunisasi
yang mendapat perhatian lebih, hal ini sesuai dengan komitmen Indonesia pada global untuk turut
serta dalam eliminasi campak dan pengendalian rubela pada tahun 2020 dengan mencapai cakupan
campak minimal 95% di semua wilayah secara merata. Hal ini terkait dengan realita bahwa campak
menjadi salah satu penyebab utama kematian pada balita dan infeksi rubela menyebabkan cacat
bawaan pada bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi rubela. Dengan demikian pencegahan
campak dan rubela memiliki peran signifikan dalam penurunan angka kecacatan dan kematian pada
balita. Cakupan imunisasi campak program di Indonesia lebih dari 10 tahun terakhir selalu di atas 90%
136 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
namun jika dibandingkan angka hasil Riskesdas 2018, terdapat perbedaan yaitu proporsi anak 12-23
bulan yang mendapat imunisasi campak hanya sebesar 77,3%. Tren cakupan imunisasi campak 10
tahun terakhir disajikan pada Gambar 5.19 berikut.
GAMBAR 5.27
PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI
DI INDONESIA TAHUN 2009-2018
96,6 99,3 95,8 94,6
100 92,09 93,61 92,3 93,0 91,8 92
60
40
%
20
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Empat belas provinsi telah berhasil mencapai target cakupan imunisasi campak sebesar 95%
dan 9 provinsi di antaranya telah mencakup seluruh bayi di Provinsi tersebut yaitu Kepulauan Riau,
Sumatera Selatan, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, DKI Jakarta, Jambi, Lampung, Bali dan
Kalimantan Tengah. Sedangkan provinsi dengan cakupan terendah yaitu Nusa Tenggara Timur (57,1%),
Aceh (60,0%) dan Maluku (70,1%).
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 137
GAMBAR 5.28
PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK PADA BAYI MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
Indonesia 92,0
Kepulauan Riau 108,4
Sumatera Selatan 104,3
Jawa Tengah 103,5
Nusa Tenggara Barat 102,7
DKI Jakarta 102,6
Jambi 101,3
Lampung 100,5
Bali Target: 95 % 100,4
Kalimantan Tengah 100,2
Sulawesi Tengah 99,6
Jawa Timur 97,8
Sulawesi Selatan 97,2
Sulawesi Utara 96,0
Kalimantan Timur 95,8
Banten 94,5
Bengkulu 93,1
Jawa Barat 92,8
Kepulauan Bangka Belitung 92,0
Kalimantan Selatan 91,2
Kalimantan Barat 89,2
Sulawesi Tenggara 86,7
Papua Barat 85,9
Gorontalo 83,4
Sulawesi Barat 83,3
Sumatera Utara 83,1
Sumatera Barat 76,6
Riau 75,0
Maluku Utara 73,1
Kalimantan Utara 71,9
DI Yogyakarta 70,9
Papua 70,6
Maluku 70,1
Aceh 60,0
Nusa Tenggara Timur 57,1
0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0
138 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
vaksin yang menolak mengimunisasikan anaknya sehingga cakupan imunisasi menurun hampir di
semua antigen. Angka drop out imunisasi DPT/HB1-Campak pada tahun 2018 kembali dapat ditekan
sehingga menurun menjadi 3,0%. Tren dalam 10 tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut.
GAMBAR 5.29
ANGKA DROP OUT IMUNISASI DPT/HB/HiB1-CAMPAK PADA BAYI
TAHUN 2009-2018
6
5 5,2
4,6 4,4
4 4,1
3,6
3,3
3 2,9 2,9 3,0
2,4
2
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Sumber : Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2019
Lampiran 5.13 menggambarkan tentang data lebih rinci mengenai angka drop out cakupan
imunisasi DPT/HB1-Campak dan DPT/HB(1)-DPT/HB(3) pada tahun 2015-2017.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 139
GAMBAR 5.30
CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
Indonesia 82,13
d. Persentase Kabupaten/Kota yang Mencapai 80% Imunisasi Dasar Lengkap pada Bayi
Kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi merupakan salah satu
indikator pemerataan dan mutu pelayanan kesehatan, dengan target 95% pada tahun 2019.
Kabupaten/kota yang mencapai 80 persen imunisasi dasar lengkap pada bayi sampai dengan tahun
2017 cenderung meningkat, namun pada tahun 2018 menurun menjadi 68,75% kabupaten/kota
seperti tergambar pada gambar berikut.
140 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 5.31
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG
MENCAPAI 80% IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI
TAHUN 2015-2018
100
85,41
80
80,35 68,48
66,93
60
40
20
0
2015 2016 2017 2018
Terdapat 8 provinsi yang 100% kabupaten/kotanya telah mencapai 80% imunisasi dasar
lengkap pada bayi, sedangkan tiga provinsi terendah adalah Nusa Tenggara Timur (4,55%), Papua
(10,34%), dan Aceh (17,39%) seperti pada gambar berikut. Rincian menurut provinsi pada tiga tahun
terakhir dapat dilihat pada Lampiran 5.15.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 141
GAMBAR 5.32
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG
MENCAPAI 80% IMUNISASI DASAR LENGKAP PADA BAYI MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 68,75
Nusa Tenggara Barat 100,00
Bali 100,00
DI Yogyakarta 100,00
Jawa Tengah 100,00
DKI Jakarta 100,00
Kepulauan Riau 100,00
Lampung 100,00
Jambi 100,00
Jawa Timur 97,37
Jawa Barat 96,30
Sulawesi Tengah 92,31
Kalimantan Timur 90,00
Sumatera Selatan 88,24
Banten 87,50
Sulawesi Selatan 86,36
Kepulauan Bangka Belitung 85,71
Bengkulu 80,00
Papua Barat 76,92
Kalimantan Tengah 71,43
Sulawesi Tenggara 70,59
Kalimantan Selatan 69,23
Gorontalo 66,67
Sumatera Utara 60,61
Sulawesi Utara 60,00
Kalimantan Utara 60,00
Maluku 54,55
Sumatera Barat 47,37
Riau 41,67
Kalimantan Barat 35,71
Sulawesi Barat 33,33
Maluku Utara 30,00
Aceh 17,39
Papua 10,34
Nusa Tenggara Timur 4,55
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
142 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
terdapat 13 provinsi yang belum mencapai target dan 3 provinsi dengan cakupan terendah adalah Nusa
Tenggara Timur (22,6%), Aceh (27,3%) dan Papua (27,7), seperti tersaji pada gambar berikut.
GAMBAR 5.33
CAKUPAN IMUNISASI LANJUTAN DPT-HB-HIB (4) PADA ANAK BADUTA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 71,98
DKI Jakarta 133,9
Jawa Timur 101,2
Jawa Tengah 85,8
Sumatera Selatan 85,0
Bali 81,3
Jambi 78,8
Bengkulu 78,7
Lampung 75,3
Kalimantan Timur 74,8
Jawa Barat 71,6
Nusa Tenggara Barat 71,3
DI Yogyakarta 69,4
Kepulauan Riau 69,2
Banten 68,0
Kepulauan Bangka Belitung 65,6
Sulawesi Selatan 65,1
Sulawesi Tengah 64,8
Sulawesi Utara 62,0
Sumatera Utara 61,0
Kalimantan Barat 57,0
Maluku 55,5
Kalimantan Utara 54,9
Kalimantan Selatan 52,9
Sulawesi Tenggara 51,4
Kalimantan Tengah 48,1
Maluku Utara 48,0
Gorontalo 46,5 Target Renstra 2018 : 55%
Papua Barat 46,2
Sulawesi Barat 43,6
Sumatera Barat 41,3
Riau 40,2
Papua 27,7
Aceh 27,3
Nusa Tenggara Timur 22,6
0,0 20,0 40,0 60,0 80,0 100,0 120,0 140,0 160,0
Rincian cakupan imunisasi lanjutan DPT-HB-HIB (4) dan campak/MR (2) pada anak baduta
menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.16.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 143
(campak dan DT), 2 (Td) dan 5 SD (Td). Pada tahun 2017-2018, pemberian imunisasi pada BIAS hanya
dilakukan pada kelas 1 dan 2 saja, sedangkan kelas 5 SD akan dilakukan mulai tahun 2019.
Cakupan imunisasi campak pada anak kelas 1 SD tahun 2018 sebesar 44,99% (laporan dari 18
provinsi), imunisasi DT pada anak kelas 1 SD sebesar 63,26% (laporan dari 24 provinsi) dan imunisasi
Td anak kelas 2 SD sebesar 64,33% (laporan dari 24 provinsi). Rincian cakupan imunisasi anak sekolah
menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 5.17.
144 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
- pemeriksaan kesehatan pendengaran dan penglihatan,
- pemeriksaan kesehatan reproduksi,
- pemeriksaan perilaku berisiko kesehatan,
- pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut,
- pemeriksaan mental dan emosional, dan
- pemeriksaan intelegensia.
Cakupan puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan peserta didik kelas 1 pada
tahun 2018, sebesar 88,05% (8.799 puskesmas) yang berarti telah mencapai target yang ditetapkan
yaitu 65%. Provinsi Gorontalo, Nusa Tenggara Barat, Bali, DI Yogyakarta dan DKI telah mencapai 100%
dan terdapat 2 provinsi yang belum mencapai target yaitu Papua Barat dan Papua seperti dalam
Gambar 5.34. Rincian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.18.
GAMBAR 5.34
CAKUPAN PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN KESEHATAN PESERTA DIDIK
KELAS I MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 88,05
Gorontalo 100,00
Nusa Tenggara Barat 100,00
Bali 100,00
DI Yogyakarta 100,00
DKI Jakarta 100,00
Jawa Tengah 99,09
Banten 98,76
Kepulauan Bangka… 98,44
Lampung 98,01
Maluku Utara 97,76
Jambi 97,44
Jawa Timur Target Renstra 2018: 65% 96,48
Jawa Barat 96,07
Bengkulu 95,00
Sulawesi Tenggara 94,37
Kalimantan Selatan 93,13
Kalimantan Tengah 93,00
Kalimantan Utara 92,86
Sumatera Barat 92,36
Nusa Tenggara Timur 92,13
Kepulauan Riau 91,57
Aceh 89,08
Riau 87,96
Sulawesi Selatan 87,77
Kalimantan Timur 83,61
Sumatera Selatan 78,92
Kalimantan Barat 75,00
Sulawesi Barat 74,47
Sulawesi Tengah 73,76
Sumatera Utara 73,49
Maluku 68,75
Sulawesi Utara 67,36
Papua Barat 42,77
Papua 40,20
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 145
Hasil penjaringan kesehatan kelas 1 menemukan bahwa risiko kesehatan terbanyak antara lain
karies gigi, serumen telinga, masalah gizi (kurus atau gemuk) dan anemia. Hasil dari penjaringan
kesehatan ini diinformasikan oleh puskesmas kepada sekolah/madrasah untuk ditindaklanjuti.
Sekolah/madrasah berkewajiban untuk menginformasikan hasil penjaringan kesehatan tersebut
kepada orang tua/wali untuk ditindaklanjuti dengan membawa anak ke puskesmas untuk pemeriksaan
lanjutan dan/atau pengobatan.
146 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 5.35
CAKUPAN PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENJARINGAN KESEHATAN PESERTA DIDIK
KELAS 7 DAN 10 MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 82,53
DKI Jakarta 100,00
Nusa Tenggara Barat 100,00
Bali 100,00
Kepulauan Bangka Belitung 98,44
Maluku Utara 97,76
Lampung 97,68
Jambi 97,44
Jawa Timur 96,48
Jawa Tengah 95,80
DI Yogyakarta 93,39
Bengkulu 93,33
Kalimantan Utara 91,07
Jawa Barat 90,83
Nusa Tenggara Timur Target 90,55
Sumatera Barat Renstra 2018: 55% 87,64
Sulawesi Tenggara 87,32
Kalimantan Tengah 86,50
Kepulauan Riau 85,54
Aceh 85,06
Riau 83,33
Gorontalo 77,42
Sulawesi Selatan 75,76
Kalimantan Timur 75,41
Sumatera Selatan 75,30
Kalimantan Barat 73,36
Sumatera Utara 73,32
Sulawesi Tengah 68,32
Sulawesi Barat 65,96
Banten 64,88
Kalimantan Selatan 61,37
Maluku 61,06
Sulawesi Utara 55,96
Papua Barat 34,59
Papua 30,64
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
Risiko kesehatan terbanyak yang didapat dari penjaringan kesehatan kelas 7 SMP/MTs/SMPLB
dan kelas 10 SMA/SMK/MA/SMALB antara lain karies gigi, serumen telinga, masalah gizi (kurus, gemuk
dan/atau anemia), ganguan refraksi, dan masalah mental emosional. Hasil dari penjaringan kesehatan
diinformasikan oleh puskesmas kepada sekolah/madrasah untuk ditindaklanjuti. Selanjutnya
sekolah/madrasah berkewajiban untuk menginformasikan hasil penjaringan kesehatan tersebut
kepada orang tua/wali untuk ditindaklanjuti (membawa anak ke puskesmas untuk pemeriksaan
lanjutan dan/atau pengobatan).
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 147
memberikan layanan baik di dalam maupun di luar gedung yang ditujukan bagi kelompok remaja yang
berada di sekolah maupun di luar sekolah seperti di lembaga pemasyarakatan, panti ataupun
masyarakat. Hal ini dilakukan agar layanan yang diberikan dapat menjangkau semua kelompok remaja
(usia 10-18 tahun). Puskesmas dikatakan telah melaksanakan PKPR apabila :
1) memiliki pedoman PKPR,
2) terdapat petugas yang telah mendapatkan orientasi PKPR,
3) puskesmas memberikan pelayanan konseling remaja.
Layanan PKPR memiliki pendekatan yang komprehensif berupa upaya promotif/preventif
melalui pembekalan kesehatan dan peningkatan keterampilan psikososial dengan Pendidikan
Keterampilan Hidup Sehat (PKHS), pembinaan konselor sebaya dan skrining kesehatan remaja, dan
lain-lain; serta upaya kuratif dan rehabilitatif melalui penerapan Manajemen Terpadu Pelayanan
Kesehatan Peduli Remaja.
Persentase puskesmas menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja juga menjadi salah satu
indikator dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015 – 2019. Capaian cakupan
puskesmas menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja tahun 2018 tertera pada Gambar 5.32
sebagai berikut.
GAMBAR 5.36
PERSENTASE PUSKESMAS MELAKSANAKAN KEGIATAN KESEHATAN REMAJA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 62,08
Bali 100,00
Sumatera Barat 98,55
Jawa Tengah 98,52
Kepulauan Bangka Belitung 93,75
Lampung 92,72
Kalimantan Utara 83,93
Jambi 83,08
Riau 80,56
Jawa Barat 79,23
Bengkulu 78,89
Kalimantan Timur 77,05
Kepulauan Riau 75,90
Nusa Tenggara Barat Target 71,08
Nusa Tenggara Timur Renstra 2018: 40% 70,87
Kalimantan Barat 64,75
Banten 64,46
DI Yogyakarta 62,81
Sulawesi Utara 62,69
Sumatera Selatan 59,94
Kalimantan Selatan 55,36
DKI Jakarta 54,83
Maluku 53,37
Papua Barat 52,20
Gorontalo 50,54
Sumatera Utara 48,36
Jawa Timur 46,95
Aceh 41,95
Kalimantan Tengah 36,00
Sulawesi Tengah 30,69
Sulawesi Selatan 29,04
Papua 28,19
Maluku Utara 26,87
Sulawesi Barat 26,60
Sulawesi Tenggara 21,48
0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00
148 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja pada tahun 2018 adalah
sebesar 62,08%. Jumlah tersebut mencapai target nasional yang sebesar 40%. Namun demikian masih
terdapat tujuh provinsi (20,6%) belum mencapai target Renstra tahun 2018. Sejumlah 6.204 puskesmas
PKPR yang siap memberikan pelayanan yang ramah remaja dan komprehensif tersebar di 34 provinsi
di Indonesia. Data lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 5.20.
GAMBAR 5.37
ANGKA HARAPAN HIDUP DAN PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA
TAHUN 2010 – 2035
76
74,2 74,4
73,9
74 72,8 72,9 73,1
72,2 72,4 72,6
71,8 72 72,2 72,4
71,9
72 70,9 71,1
70,4 70,6 70,8
69,8 70 70,2
70
70,4 70,6
70,1
68 69,6
68,7 68,9 69
68,1 68,3 68,5 Laki-Laki
67,9
66 Perempuan
Laki-Laki + Perempuan
64
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2020 2025 2030 2035
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 149
Struktur penduduk yang menua tersebut, selain merupakan salah satu indikator keberhasilan
pencapaian pembangunan manusia secara nasional (adanya perbaikan gizi, sanitasi, kemajuan
teknologi medis, pelayanan kesehatan, dan peningkatan pendidikan), sekaligus juga merupakan
tantangan, yakni bagaimana mempertahankan kualitas hidup lansia.
GAMBAR 5.38
ANGKA HARAPAN HIDUP SEHAT
MENURUT PROVINSI TAHUN 2017
9,1
9,5
9,3
9,2
80
9,1
8,9
8,9
8,5
8,7
8,7
8,8
8,7
8,5
8,7
8,4
8,2
8,3
8,4
8,3
8,3
8,3
9
8,3
8,1
8,1
8,7
8,2
7,9
7,8
7,9
8,1
7,8
7,8
7,7
7,4
70
60
50
40
64,5
64,3
64,3
64,2
64,1
63,8
63,6
63,1
62,8
62,7
62,7
62,5
61,7
61,2
61,1
60,8
60,7
60,6
60,2
60,1
59,6
59,5
59,4
59,4
59,1
58,9
58,7
58,6
58,6
58,6
63
57,2
56,8
55,3
30
57
20
10
0
Sumatera Utara
DI Yogyakarta
Maluku
Lampung
Papua
Bali
Banten
Bengkulu
DKI Jakarta
Riau
Jambi
Kalimantan Barat
Jawa Barat
Kalimantan Selatan
Kepulauan Riau
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Kalimantan Utara
Sumatera Barat
Papua Barat
Jawa Timur
Sumatera Selatan
Gorontalo
Sulawesi Tengah
Aceh
Sulawesi Barat
Maluku Utara
Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tenggara
HALE LE-HALE
Disamping AHH, kita juga perlu memperhatikan AHH Sehat. Berdasarkan data Kementerian
Kesehatan, pada tahun 2017, angka harapan hidup sehat/Healthy Life Expectancy (HALE) di Indonesia
baru mencapai 62,7 tahun, sementara AHH ditahun yang sama sebesar 71,5 tahun. Artinya terdapat
gap/ kesenjangan sebesar 8,8 tahun dibanding AHH/LE.
Dengan bertambahnya usia, fungsi fisiologis mengalami penurunan akibat proses degeneratif
(penuaan) sehingga penyakit tidak menular banyak muncul pada lansia. Selain itu proses degeneratif
menurunkan daya tahan tubuh sehingga rentan terkena infeksi penyakit menular. Hasil Riset
Kesehatan Dasar tahun 2018 penyakit yang banyak diderita oleh lansia adalah hipertensi 63.5%,
masalah gigi 53.6%, penyakit sendi 18%, masalah mulut 17%, diabetes mellitus 5.7%, penyakit jantung
4.5%, stroke 4.4%, gagal ginjal 0.8% dan kanker 0.4%.
Sementara itu dengan bertambahnya usia, gangguan fungsional akan meningkat dengan
ditunjukkan terjadinya disabilitas. Pada Riskesdas 2018, penilaian disabilitas pada lansia dihitung
menggunakan skoring dari jawaban dengan memodifikasi Barthel Index. Dilaporkan bahwa sebesar
80,30% lansia pada kelompok usia 60-69 tahun memiliki kemandirian dalam melakukan melakukan
aktivitas sehari-hari, sebesar 68,09% pada usia 70-79 tahun, dan hanya sebesar 50,04% pada
150 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
usia 80 tahun ke atas. Data ini menunjukkan bahwa lansia Indonesia memerlukan ketersediaan
pelayanan yang ramah lansia, serta perawat atau pendamping lansia.
Mengacu pada konsep Active Ageing WHO (2002), lanjut usia sehat berkualitas adalah proses
penuaan yang tetap sehat serta optimal secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap sejahtera
sepanjang hidup dan berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota
masyarakat (partisipasi sosial). Hal-hal yang diperlukan untuk meraih active ageing ini meliputi kondisi
ekonomi, social, fisik, kesehatan, perilaku dan kondisi personal lansia itu sendiri. Semua determinan
active ageing berada dalam lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi secara positif pencapaian
active ageing yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan
hidup yang sehat/healthy life expectancy (Adieoetomo dan Pardede, 2018).
Pemerintah harus memfasilitasi dengan menyediakan fasilitas dan perlindungan yang
memadai, keamanan, serta perawatan ketika dibutuhkan. Pelaksanaannya di Indonesia diterjemahkan
dalam bentuk pelayanan kesehatan santun lanjut usia baik di fasilitas kesehatan tingkat pertama
maupun fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan. Pemberian pelayanan kesehatan kepada lansia
dilakukan mengacu kepada hasil penapisan dan pengelompokan berdasarkan status fungsional lansia
yang dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu :
1) lanjut usia mandiri/ketergantungan ringan (Tingkat Kemandirian A);
2) lanjut usia dengan ketergantungan sedang (Tingkat Kemandirian B); dan
3) lanjut usia dengan ketergantungan berat dan total (Tingkat Kemandirian C).
GAMBAR 5.39
PROPORSI TINGKAT KETERGANTUNGAN
PADA PENDUDUK UMUR >60 TAHUN, RISKESDAS 2018
ketergantungan
ketergantungan
sedang
berat/total
1,2
2,6
mandiri/
ketergantungan ringan
96,3
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 151
GAMBAR 5.40
PUSKESMAS YANG MENYELENGGARAKAN
PELAYANAN KESEHATAN SANTUN LANSIA DAN POSYANDU LANSIA/POSBINDU
TAHUN 2018
Jumlah Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang santun lansia naik dari 3.645
puskesmas (37,1%) di tahun 2017 menjadi 4.835 (48,4%) di tahun 2018. Sementara itu jumlah
Posyandu Lansia yang dibina oleh Puskesmas mencapai 100.470 posyandu dan tersebar di semua
provinsi.
Pada tingkat pelayanan kesehatan rujukan, pada tahun 2017 rumah sakit rujukan dengan Klinik
Geriatri Terpadu terdapat pada 17 rumah sakit di 12 provinsi dan pada tahun 2018 menjadi 88 rumah
sakit di 23 provinsi (Data Laporan Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lansia Direktorat Kesehatan
Keluarga tahun 2018).
Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan lansia di fasilitas kesehatan telah
diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan
Kesehatan Geriatri di Rumah Sakit yang telah masuk kedalam penilaian Standar Nasional Akreditasi
Rumah Sakit (SNARS) sejak tahun 2018 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Puskesmas. Selain itu, diterbitkan juga
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 tahun 2016 tentang Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut
Usia Tahun 2016-2019 untuk memberikan acuan bagi pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan
pemangku kepentingan lain berupa langkah-langkah konkrit yang harus dilaksanakan secara
152 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
berkesinambungan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan lansia untuk mencapai lansia yang
Sehat, Mandiri, Aktif dan Produktif (SMART).
D. GIZI
Pada subbab gizi ini akan dibahas terkait status gizi balita dan upaya pencegahan serta
penanganan masalah gizi yaitu pemberian ASI eksklusif, antara lain pemberian ASI eksklusif pada bayi
usia sampai dengan 6 bulan, pemberian kapsul vitamin A pada balita 6-59 bulan, pemberian tablet
tambah darah (TTD) pada ibu hamil dan remaja putri, serta pemberian makanan tambahan pada ibu
hamil KEK dan balita kurus.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 153
GAMBAR 5.41
PERSENTASE GIZI BURUK DAN GIZI KURANG PADA BALITA 0-23 BULAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Pada balita usia 0-59 bulan, hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyatakan bahwa
persentase gizi buruk di Indonesia adalah 3,9%, sedangkan persentase gizi kurang adalah 13,8%. Hal
tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) yang diselenggarakan oleh
Kementerian Kesehatan tahun 2017, yaitu persentase gizi buruk pada balita usia 0-59 bulan sebesar
3,8% dan persentase gizi kurang sebesar 14,0%. Provinsi dengan persentase tertinggi gizi buruk dan
gizi kurang pada balita usia 0-59 bulan tahun 2018 adalah Nusa Tenggara Timur, sedangkan provinsi
dengan persentase terendah adalah Provinsi Kepulauan Riau.
154 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 5.42
PERSENTASE GIZI BURUK DAN GIZI KURANG PADA BALITA 0-59 BULAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Pendek dan sangat pendek atau yang sering disebut sebagai stunting merupakan status gizi
yang berdasarkan pada indeks tinggi badan menurut umur. Persentase balita sangat pendek dan
pendek usia 0-23 bulan di Indonesia tahun 2018 yaitu 12,8% dan 17,1%. Kondisi ini meningkat dari
tahun sebelumnya dimana persentase balita sangat pendek yaitu sebesar 6,9% dan balita pendek
sebesar 13,2%. Pada tahun 2018, Provinsi Aceh memilliki persentase tertinggi balita sangat pendek dan
pendek usia 0-23 bulan, sedangkan Provinsi DKI Jakarta memiliki persentase terendah untuk kategori
tersebut.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 155
GAMBAR 5.43
PERSENTASE SANGAT PENDEK DAN PENDEK PADA BALITA 0-23 BULAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Persentase balita sangat pendek dan pendek usia 0-59 bulan di Indonesia tahun 2018 adalah
11,5% dan 19,3%. Kondisi ini meningkat dari tahun sebelumnya yaitu persentase balita usia 0-59 bulan
sangat pendek sebesar 9,8% dan balita pendek sebesar 19,8%. Provinsi dengan persentase tertinggi
balita sangat pendek dan pendek pada usia 0-59 bulan tahun 2018 adalah Nusa Tenggara Timur,
sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah DKI Jakarta.
156 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 5.44
PERSENTASE PENDEK DAN SANGAT PENDEK PADA BALITA 0-59 BULAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Kategori balita kurus dan sangat kurus merupakan status gizi yang berdasarkan pada indeks
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Persentase balita sangat kurus dan kurus usia 0-23 bulan
di Indonesia pada tahun 2018 adalah 4,5% dan 7,2%. Bila dijumlahkan, persentase ini cenderung turun
jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2017 dimana persentase balita sangat kurus dan kurus sebesar
3,9% dan 8,9%. Meski demikian, persentase balita sangat kurus usia 0-23 bulan tahun 2018 mengalami
kenaikan. Provinsi Maluku memiliki persentase tertinggi balita sangat kurus dan kurus usia 0-23 bulan
tahun 2018, sedangkan Provinsi Kalimantan Utara memiliki persentase terendah balita usia 0-23 bulan
sangat kurus dan kurus.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 157
GAMBAR 5.45
PERSENTASE KURUS DAN SANGAT KURUS PADA BALITA 0-23 BULAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Persentase balita usia 0-59 bulan di Indonesia pada tahun 2018 sangat kurus yaitu sebesar
3,5% dan kurus sebesar 6,7%. Kondisi ini cenderung mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan
kondisi tahun 2017, dimana persentase balita sangat kurus sebesar 2,8% dan kurus sebesar 6,7%.
Provinsi dengan persentase tertinggi balita sangat kurus dan kurus usia 0-59 bulan tahun 2018 adalah
Nusa Tenggara Barat, sedangkan provinsi dengan persentase terendah balita sangat kurus dan kurus
adalah Kalimantan Utara.
Data mengenai status gizi balita selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 5.22-5.27.
158 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 5.46
PERSENTASE KURUS DAN SANGAT KURUS PADA BALITA 0-59 BULAN
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Tren persentase sangat pendek dan pendek pada balita usia 0-59 bulan di Indonesia menurut
hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 angkanya cenderung
tidak mengalami penurunan. Namun demikian, tren persentase sangat kurus dan kurus pada balita
usia 0-59 bulan di Indonesia menurut hasil PSG sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2017 terlihat
mengalami penurunan.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 159
GAMBAR 5.47
PERSENTASE SANGAT PENDEK DAN PENDEK SERTA SANGAT KURUS DAN KURUS
BERDASARKAN HASIL PSG PADA BALITA 0-59 BULAN
DI INDONESIA TAHUN 2015-2017
35
29,0 29,6
30 27,5
25
20
15 12,0 11,1
9,5
10
0
2015 2016 2017
Tren persentase sangat pendek dan pendek pada balita usia 0-59 bulan di Indonesia menurut
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 mengalami
penurunan. Selain itu, tren persentase sangat kurus dan kurus pada balita usia 0-59 bulan di Indonesia
menurut hasil Riset Kesehatan Dasar sejak tahun 2007 sampai dengan tahun 2018 juga terlihat
mengalami penurunan. Hal tersebut sejalan dengan hasil PSG yang dilakukan oleh Kementerian
Kesehatan sebagai salah satu upaya dalam monitoring status gizi tahunan. Meski persentasenya
mengalami penurunan, balita pendek dan kurus hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan di
Indonesia.
160 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 5.48
PERSENTASE SANGAT PENDEK DAN PENDEK SERTA SANGAT KURUS DAN KURUS
BERDASARKAN HASIL RISKESDAS PADA BALITA 0-59 BULAN
DI INDONESIA TAHUN 2007-2018
40 36,8 37,2
35 30,8
30
25
20
13,6
15 12,1
10,2
10
5
0
2007 2013 2018
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dilakukan dengan cara meletakkan bayi secara tengkurap di dada
atau perut ibu sehingga kulit bayi bersentuhan pada kulit ibu yang dilakukan sekurang-kurangnya satu
jam segera setelah lahir. Jika kontak tersebut terhalang oleh kain atau dilakukan kurang dari satu jam
maka dianggap belum sempurna dan tidak melakukan IMD.
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2012 tentang
Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak dilahirkan selama enam
bulan, tanpa menambahkan dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat,
vitamin, dan mineral).
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 161
ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung protein untuk daya
tahan tubuh dan bermanfaat untuk mematikan kuman dalam jumlah tinggi sehingga pemberian ASI
eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada bayi. Kolostrum berwarna kekuningan yang dihasilkan
pada hari pertama sampai dengan hari ketiga. Hari keempat sampai hari kesepuluh ASI mengandung
immunoglobulin, protein, dan laktosa lebih sedikit dibandingkan kolostrum tetapi lemak dan kalorinya
lebih tinggi dengan warna susu yang lebih putih. Selain mengandung zat makanan, ASI juga
mengandung enzim tertentu yang berfungsi sebagai zat penyerap yang tidak akan menganggu enzim
lain di usus. Susu formula tidak mengandung enzim tersebut sehingga penyerapan makanan
sepenuhnya bergantung pada enzim yang terdapat di usus bayi.
Pada tahun 2018, secara nasional persentase bayi baru lahir yang mendapat IMD yaitu sebesar
71,17%. Angka ini telah melampaui target Renstra tahun 2018 yaitu sebesar 47,0%. Provinsi dengan
persentase tertinggi bayi baru lahir mendapat IMD adalah Sulawesi Barat (88,49%) sedangkan provinsi
dengan persentase terendah adalah Maluku (23,18%). Ada tiga provinsi yang belum mencapai target
Renstra tahun 2018 yaitu Maluku, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara, sedangkan provinsi Papua
Barat belum mengumpulkan data.
GAMBAR 5.49
CAKUPAN BAYI BARU LAHIR MENDAPAT INISIASI MENYUSU DINI (IMD)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 71,17
Sulawesi Barat 88,49
Gorontalo 88,03
DI Yogyakarta 87,50
Sulawesi Tenggara 86,14
Jambi 85,44
Kepulauan Riau 85,21
Sulawesi Selatan 84,09
DKI Jakarta 83,70
Kep. Bangka Belitung
Target 83,53
Papua 83,23
Kalimantan Tengah Renstra Tahun 2018: 47% 79,51
Sumatera Barat 79,24
Jawa Tengah 78,59
Nusa Tenggara Barat 78,05
Kalimantan Timur 76,95
Sumatera Selatan 76,08
Maluku Utara 75,41
Kalimantan Selatan 75,16
Jawa Barat 72,30
Lampung 70,65
Bengkulu 70,32
Jawa Timur 67,66
Banten 67,44
Kalimantan Barat 67,15
Kalimantan Utara 66,53
Riau 66,52
Aceh 62,48
Nusa Tenggara Timur 60,17
Sumatera Utara 59,10
Bali 50,65
Sulawesi Utara 37,70
Sulawesi Tengah 30,37
Maluku 23,18
Papua Barat
0 20 40 60 80 100
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI 2019
162 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Secara nasional, cakupan bayi mendapat ASI eksklusif tahun 2018 yaitu sebesar 68,74%. Angka
tersebut sudah melampaui target Renstra tahun 2018 yaitu 47%. Persentase tertinggi cakupan
pemberian ASI eksklusif terdapat pada Provinsi Jawa Barat (90,79%), sedangkan persentase terendah
terdapat di Provinsi Gorontalo (30,71%). Sebanyak enam provinsi belum mencapai target Renstra
tahun 2018. Selain itu, terdapat sembilan provinsi yang belum mengumpulkan data. Cakupan bayi baru
lahir mendapatkan IMD dan cakupan bayi mendapat ASI eksklusif selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 5.28.
GAMBAR 5.50
CAKUPAN BAYI MENDAPAT ASI EKSKLUSIF
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 68,74
Jawa Barat 90,79
Nusa Tenggara Barat 78,63
Jawa Timur 77,51
Sulawesi Selatan 70,43
Kalimantan Timur
Target 70,02
Indonesia 68,74
Sumatera Barat Renstra Tahun 2018: 47% 68,11
DI Yogyakarta 67,55
Jambi 67,25
Bengkulu 65,46
Kalimantan Barat 62,14
Lampung 61,63
Kalimantan Utara 61,00
Sulawesi Barat 60,71
Maluku Utara 60,05
Bali 58,28
Kalimantan Tengah 53,64
Nusa Tenggara Timur 52,67
Aceh 48,17
Sulawesi Tenggara 47,53
DKI Jakarta 45,29
Jawa Tengah 45,21
Banten 39,31
Sulawesi Utara 38,69
Riau 35,01
Gorontalo 30,71
Kepulauan Riau
Kep. Bangka Belitung
Papua
Sumatera Selatan
Kalimantan Selatan
Sumatera Utara
Sulawesi Tengah
Maluku
Papua Barat
0 20 40 60 80 100
b. Penimbangan Balita
Deteksi dini kasus gizi kurang dan gizi buruk dapat dilakukan melalui penimbangan balita.
Dengan rutin menimbang balita, maka pertumbuhan balita dapat dipantau secara intensif. Hal ini
dimaksudkan apabila berat badan anak tidak naik atau jika ditemukan penyakit, dapat segera dilakukan
upaya pemulihan dan pencegahan, agar tidak menjadi gizi kurang atau gizi buruk. Semakin cepat
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 163
ditemukan, kasus gizi kurang atau gizi buruk akan semakin cepat ditangani. Penanganan yang cepat
dan tepat sesuai tata laksana kasus anak gizi kurang atau gizi buruk akan mengurangi risiko kematian
sehingga angka kematian akibat gizi buruk dapat ditekan.
Pada tahun 2018, persentase rata-rata balita umur 6-59 bulan yang ditimbang di Indonesia
yaitu 68,37% anak per bulan. Persentase tertinggi terdapat di Provinsi Bali yaitu sebesar 84,71%,
sedangkan persentase terendah terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu sebesar 32,51%.
Sebanyak empat provinsi belum melaporkan datanya, yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku, dan
Nusa Tenggara Barat. Data lebih lengkap mengenai rata-rata balita umur 6-59 bulan yang ditimbang
per bulan dapat dilihat di lampiran 5.29.
GAMBAR 5.51
PERSENTASE RERATA BALITA UMUR 6-59 BULAN DITIMBANG PER BULAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 68,37
Bali 84,71
Jawa Tengah 82,57
Aceh 82,52
DI Yogyakarta 80,86
Sumatera Barat 80,28
Sulawesi Utara 79,88
Lampung 79,55
Nusa Tenggara Timur 79,38
Jawa Timur 79,20
Sulawesi Tengah 78,99
Sulawesi Barat 78,92
Sumatera Utara 78,86
Banten 75,24
Maluku Utara 74,52
DKI Jakarta 74,36
Jambi 72,71
Sulawesi Tenggara 69,46
Kepulauan Bangka Belitung 67,46
Kalimantan Selatan 63,10
Gorontalo 61,81
Bengkulu 61,14
Sumatera Selatan 60,46
Riau 60,24
Kepulauan Riau 59,36
Sulawesi Selatan 56,04
Kalimantan Barat 53,93
Jawa Barat 51,77
Kalimantan Utara 51,08
Kalimantan Timur 49,53
Kalimantan Tengah 32,51
Papua
Papua Barat
Maluku
Nusa Tenggara Barat
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
164 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
c. Cakupan Pemberian Kapsul Vitamin A Balita Usia 6–59 Bulan
Vitamin A merupakan zat gizi penting yang sangat diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan
daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kebutaan pada anak
serta meningkatkan risiko kesakitan dan kematian. Asupan vitamin A dari makanan sehari-hari masih
cukup rendah sehingga diperlukan asupan gizi tambahan berupa kapsul vitamin A.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015 tentang Standar Kapsul Vitamin
A bagi Bayi, anak Balita, dan Ibu Nifas, kapsul vitamin A merupakan kapsul lunak dengan ujung (nipple)
yang dapat digunting, tidak transparan (opaque), dan mudah untuk dikonsumsi, termasuk dapat masuk
ke dalam mulut balita. Kapsul vitamin A diberikan kepada bayi, anak balita, dan ibu nifas. Kapsul vitamin
A bagi bayi usia 6–11 bulan berwarna biru dan mengandung retinol (palmitat/asetat) 100.000 IU,
sedangkan kapsul vitamin A untuk anak balita usia 12-59 bulan dan ibu nifas berwarna merah dan
mengandung retinol (palmitat/asetat) 200.000 IU.
Sesuai dengan Panduan Manajemen Suplementasi Vitamin A waktu pemberian kapsul vitamin
A pada bayi dan anak balita dilaksanakan serentak setiap bulan Februari dan Agustus. Frekuensi
pemberian vitamin A pada bayi 6-11 bulan adalah 1 kali sedangkan pada anak balita 12-59 bulan
sebanyak 2 kali. Pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas dilakukan sebanyak 2 kali yaitu satu kapsul
segera setelah saat persalinan dan satu kapsul lagi pada 24 jam setelah pemberian kapsul pertama.
Cakupan pemberian vitamin A pada balita di Indonesia tahun 2018 yaitu sebesar 86,18%.
Provinsi dengan persentase tertinggi cakupan pemberian vitamin A adalah DI Yogyakarta (99,86%),
sedangkan provinsi dengan persentase terendah adalah Kalimantan Tengah (69,55%). Sebanyak tiga
provinsi belum mengumpulkan datanya, yaitu Provinsi Papua, Papua Barat, dan Nusa Tenggara Barat.
Capaian pemberian Vitamin A pada balita 6-59 bulan menurut provinsi selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 5.29.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 165
GAMBAR 5.52
CAKUPAN PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BALITA (6-59 BULAN)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 86,18
DI Yogyakarta 99,86
Jawa Tengah 99,18
Sulawesi Utara 98,48
Bali 96,31
Aceh 94,56
Jambi 92,22
Jawa Timur 92,19
Bengkulu 92,12
Sulawesi Selatan 91,42
Sumatera Utara 90,97
Gorontalo 90,53
Lampung 88,92
Kepulauan Bangka… 88,86
Sulawesi Tengah 88,34
DKI Jakarta 87,62
Nusa Tenggara Timur 87,12
Kalimantan Selatan 86,95
Riau 86,60
Sumatera Selatan 86,31
Sumatera Barat 85,91
Maluku Utara 85,45
Kalimantan Barat 84,75
Sulawesi Tenggara 83,61
Sulawesi Barat 81,66
Banten 79,45
Kepulauan Riau 78,57
Maluku 77,79
Kalimantan Timur 74,44
Jawa Barat 71,69
Kalimantan Utara 69,70
Kalimantan Tengah 69,55
Papua
Papua Barat
Nusa Tenggara Barat
0 20 40 60 80 100
d. Pemberian Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil dan Remaja Putri
Anemia sering diderita pada wanita usia subur. Hal ini disebabkan karena terjadinya siklus
menstruasi pada wanita setiap bulannya. Kekurangan zat besi dapat menurunkan daya tahan tubuh
sehingga dapat menyebabkan produktivitas menurun. Asupan zat besi dapat diperoleh melalui
makanan bersumber protein hewani seperti hati, ikan, dan daging. Namun tidak semua masyarakat
dapat mengonsumsi makanan tersebut, sehingga diperlukan asupan zat besi tambahan yang diperoleh
dari tablet tambah darah (TTD).
Pemberian TTD pada remaja putri bertujuan untuk memenuhi kebutuhan zat besi bagi para
remaja putri yang akan menjadi ibu di masa yang akan datang. Dengan cukupnya asupan zat besi sejak
dini, diharapkan angka kejadian anemia ibu hamil, pendarahan saat persalinan, BBLR, dan balita
pendek dapat menurun.
166 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Sesuai dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan
Nomor HK.03.03/V/0595/2016 tentang Pemberian Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri dan
Wanita Usia Subur, pemberian TTD pada remaja putri dilakukan melalui UKS/M di institusi Pendidikan
(SMP dan SMA atau yang sederajat) dengan menentukan hari minum TTD bersama. Dosis yang
diberikan adalah satu tablet setiap minggu selama sepanjang tahun.
Cakupan pemberian TTD pada remaja putri di Indonesia pada tahun 2018 adalah 48,52%. Hal
ini sudah memenuhi target Renstra tahun 2018 yaitu 25%. Provinsi dengan persentase tertinggi
cakupan pemberian TTD pada remaja putri adalah Bali (92,61%), sedangkan persentase terendah
adalah Kalimantan Barat (9,62%). Sebanyak tujuh provinsi belum memenuhi target Renstra tahun
2018. Cakupan pemberian TTD pada remaja putri selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.30.
GAMBAR 5.53
CAKUPAN PEMBERIAN TABLET TAMBAH DARAH (TTD) PADA REMAJA PUTRI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 48,52
Bali 92,61
Kepulauan Bangka… 71,67
Sulawesi Barat 67,96
Lampung 67,53
Papua Barat 64,48
Jawa Timur 64,46
Sulawesi Tenggara 60,43
Sulawesi Selatan 60,15
Maluku Utara 58,09
Jambi 56,54
Jawa Tengah 56,52
DKI Jakarta 54,83
DI Yogyakarta 54,60
Bengkulu 47,05
Gorontalo 45,85
Kalimantan Selatan 43,10
Kalimantan Utara 40,20
Nusa Tenggara Barat 38,22
Jawa Barat 36,64
Nusa Tenggara Timur 35,67
Kepulauan Riau 34,78
Papua 34,28
Sumatera Barat 32,95 Target
Aceh 32,15
Banten 30,33 Renstra Tahun 2018: 25%
Sulawesi Utara 26,72
Sulawesi Tengah 25,47
Riau 23,86
Sumatera Selatan 23,56
Maluku 22,23
Sumatera Utara 19,96
Kalimantan Timur 17,01
Kalimantan Tengah 12,58
Kalimantan Barat 9,62
0 20 40 60 80 100
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI 2019
Anemia pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko kelahiran prematur, kematian ibu dan anak,
serta penyakit infeksi. Anemia defisiensi besi pada ibu dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 167
perkembangan janin/bayi saat kehamilan maupun setelahnya. Hasil Riskesdas 2018 menyatakan
bahwa di Indonesia sebesar 48,9% ibu hamil mengalami anemia. Sebanyak 84,6% anemia pada ibu
hamil terjadi pada kelompok umur 15-24 tahun. Untuk mencegah anemia setiap ibu hamil diharapkan
mendapatkan tablet tambah darah (TTD) minimal 90 tablet selama kehamilan.
Cakupan pemberian TTD pada ibu hamil di Indonesia tahun 2018 adalah 81,16%. Angka ini
belum mencapai target Renstra tahun 2018 yaitu 95%. Provinsi dengan cakupan tertinggi pemberian
TTD pada ibu hamil adalah Bengkulu (99,49%), sedangkan provinsi dengan cakupan terendah adalah
Banten (32,11%). Terdapat dua provinsi yang sudah melampaui target Renstra tahun 2018. Cakupan
pemberian TTD pada ibu hamil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.30.
GAMBAR 5.54
CAKUPAN PEMBERIAN TABLET TAMBAH DARAH (TTD) PADA IBU HAMIL
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 81,16
Bengkulu 99,49
DKI Jakarta 98,26
Bali 94,67
Kep. Bangka Belitung 94,30
Sumatera Selatan 92,81
Jawa Tengah 92,29
Jambi 90,43
Lampung 90,10
DI Yogyakarta Target 89,29
Jawa Barat
Renstra Tahun 2018: 95% 87,91
Jawa Timur 87,09
Sulawesi Selatan 86,66
Kalimantan Timur 84,24
Riau 84,21
Kalimantan Utara 84,19
Sulawesi Utara 83,77
Kepulauan Riau 82,60
Kalimantan Selatan 81,47
Sumatera Barat 79,93
Sumatera Utara 77,25
Sulawesi Barat 76,62
Gorontalo 76,30
Sulawesi Tenggara 74,03
Maluku 73,69
Aceh 73,62
Sulawesi Tengah 66,58
Nusa Tenggara Barat 65,68
Kalimantan Barat 64,07
Maluku Utara 62,00
Nusa Tenggara Timur 61,67
Kalimantan Tengah 56,10
Papua 42,02
Papua Barat 40,64
Banten 32,11
0 20 40 60 80 100
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI 2019
e. Pemberian Makanan Tambahan pada Ibu Hamil KEK dan Balita Kurus
Masa kehamilan memerlukan perhatian khusus karena merupakan periode penting pada 1.000
hari kehidupan. Ibu hamil termasuk salah satu kelompok yang rawan gizi. Asupan gizi ibu hamil sangat
168 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
berpengaruh terhadap pertumbuhan janin. Status gizi yang baik pada ibu hamil dapat mencegah
terjadinya Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) dan stunting (pendek).
Asupan energi dan protein yang tidak mencukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan Kurang
Energi Kronis (KEK). Berdasarkan PSG tahun 2016, 53,9% ibu hamil mengalami defisit energi (<70% AKE)
dan 13,1% mengalami defisit ringan (70-90% AKE). Untuk kecukupan protein, 51,9% ibu hamil
mengalami defisit protein (<80% AKP) dan 18,8% mengalami defisit ringan (80-99% AKP). Salah satu
identifikasi ibu hamil KEK adalah memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) <23,5cm.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperbaiki gizi pada ibu hamil KEK adalah dengan
pemberian makanan tambahan. Bentuk makanan tambahan untuk ibu hamil KEK menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2016 tentang Standar Produk Suplementasi Gizi adalah biskuit
yang mengandung protein, asam linoleat, karbohidrat, dan diperkaya dengan 11 vitamin dan 7 mineral.
Secara nasional, cakupan ibu hamil KEK mendapat PMT tahun 2018 adalah 86,41%. Angka ini
sudah memenuhi target Renstra tahun 2018 yaitu 80%. Provinsi dengan persentase tertinggi ibu hamil
KEK mendapat PMT adalah Gorontalo (100,0%), sedangkan persentase terendah adalah Nusa Tenggara
Barat (27,97%). Sebanyak tujuh provinsi belum memenuhi target Renstra tahun 2018. Cakupan ibu
hamil KEK mendapat PMT selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.31.
GAMBAR 5.55
CAKUPAN IBU HAMIL KEK MENDAPAT MAKANAN TAMBAHAN (PMT)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 86,41
Gorontalo 100,0
Bali 100,0
Sumatera Selatan 99,44
Bengkulu Target 98,60
DI Yogyakarta 98,41
Sulawesi Barat Renstra Tahun 2018: 80% 98,31
Riau 97,53
Banten 96,76
Sumatera Barat 95,22
Kepulauan Bangka Belitung 94,61
Jambi 94,30
Kalimantan Selatan 94,24
DKI Jakarta 93,58
Jawa Timur 93,58
Lampung 92,88
Kepulauan Riau 92,41
Jawa Tengah 92,29
Kalimantan Timur 91,69
Kalimantan Utara 90,73
Sulawesi Utara 90,08
Maluku Utara 89,60
Sulawesi Selatan 87,41
Kalimantan Barat 87,19
Maluku 84,56
Sumatera Utara 83,61
Jawa Barat 82,04
Kalimantan Tengah 80,33
Aceh 77,91
Sulawesi Tenggara 74,41
Nusa Tenggara Timur 72,49
Papua Barat 69,44
Papua 67,17
Sulawesi Tengah 59,47
Nusa Tenggara Barat 27,97
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI 2019
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB V. KESEHATAN KELUARGA 169
Balita kurus diukur berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan sebesar minus 3
standar deviasi (-3SD) sampai dengan kurang dari minus 2 standar deviasi (<-2SD). Balita kurus
termasuk dalam kelompok rawan gizi yang membutuhkan suplementasi gizi dalam bentuk pemberian
makanan tambahan. Pemberian makanan tambahan diberikan pada balita usia 6 bulan 0 hari sampai
dengan 23 bulan 29 hari selama 90 hari berturut-turut. Pemberian makanan tambahan (PMT) pada
balita kurus dapat diberikan berupa PMT lokal maupun PMT pabrikan seperti biskuit. Bila perbandingan
berat badan terhadap tinggi badan telah mencapai atau sesuai dengan perhitungan, maka MT balita
kurus dihentikan. Selanjutnya balita tersebut dapat mengonsumsi makanan keluarga yang memenuhi
gizi seimbang serta dilakukan pemantauan berat badan secara rutin agar status gizi balita tidak kembali
menjadi kurus.
Persentase balita kurus mendapat PMT di Indonesia tahun 2018 adalah 83,88%. Angka ini
belum memenuhi target Renstra tahun 2018 yaitu sebesar 85%. Provinsi dengan persentase tertinggi
balita kurus mendapat PMT adalah Sumatera Selatan (99,97%), sedangkan persentase terendah adalah
Papua (50,06%). Terdapat 23 provinsi yang sudah memenuhi target Renstra tahun 2018. Cakupan
balita kurus mendapat PMT selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5.31.
GAMBAR 5.56
CAKUPAN BALITA KURUS MENDAPAT MAKANAN TAMBAHAN (PMT)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 83,88
170 I
BAB V. KESEHATAN KELUARGA Profil Kesehatan Indonesia 2018
Bab vI.
pengendalian penyakit
VI PENGENDALIAN PENYAKIT
VI
Pengendalian penyakit yang akan dibahas pada bab ini yaitu pengendalian penyakit menular dan
tidak menular. Pengendalian penyakit sebagai upaya penurunan insidens, prevalens, morbiditas atau
mortalitas dari suatu penyakit mempunyai peranan penting untuk mengukur derajat kesehatan
masyarakat. Indikator yang digunakan dalam menilai derajat kesehatan suatu masyarakat adalah angka
kesakitan dan kematian penyakit. Penyakit menular meliputi penyakit menular langsung, penyakit yang
dapat dikendalikan dengan imunisasi dan penyakit yang ditularkan melalui binatang. Penyakit tidak
menular meliputi upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit tidak menular tertentu.
a. Insidens Tuberkulosis
Angka insiden tuberkulosis Indonesia pada tahun 2017 sebesar 319 per 100.000 penduduk dan
angka kematian penderita tuberkulosis 40 per 100.000 penduduk. (Global Tuberculosis Report WHO,
2018). Indikator yang digunakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
pada tahun 2015-2019 adalah prevalensi berbasis mikroskopis saja. Hal ini mengakibatkan angkanya
lebih rendah dari hasil survei prevalensi tuberkulosis tahun 2013-2014 yang telah menggunakan
metode yang lebih sensitif yaitu konfirmasi bakteriologis yang mencakup pemeriksaan mikroskopis,
molekuler dan kultur. Target prevalensi tuberkulosis tahun 2017 dalam RPJMN sebesar 262 per
100.000 penduduk dengan capaian sebesar 254 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2018 target
sebesar 254 per 100.000 penduduk dengan capaian sebesar 250 per 100.000 penduduk.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 173
b. Kasus Tuberkulosis Ditemukan
Jumlah kasus tuberkulosis pada tahun 2018 ditemukan sebanyak 566.623 kasus, meningkat
bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2017 yang sebesar 446.732
kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar
yaitu Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di tiga provinsi tersebut sebesar
44% dari jumlah seluruh kasus tuberkulosis di Indonesia.
Jumlah kasus tuberkulosis pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan yaitu 1,3 kali
dibandingkan pada perempuan. Pada masing-masing provinsi di seluruh Indonesia kasus lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.
GAMBAR 6.1
PROPORSI KASUS TUBERKULOSIS MENURUT KELOMPOK UMUR
TAHUN 2014-2018
100%
7,8 8,6 8,9 9,3 8,1
90% ≥ 65 tahun
14,0 13,8 14,0 14,3 12,2
80% 55-64 tahun
70% 14,2
17,5 17,3 17,2 17,1 45-54 tahun
60% 13,4 35-44 tahun
50% 17,5 17,2 16,8 16,4
13,8 25-34 tahun
40%
19,7 18,6 18,1 17,2 15-24 tahun
30% 13,0
8,4 0-14 tahun
20% 15,5
16,3 15,9 16,0
10% NA
16,9
7,1 8,6 9,0 10,1
0%
2014 2015 2016 2017 2018
Gambar 6.1. menunjukan bahwa pada tahun 2018 kasus tuberkulosis terbanyak ditemukan
pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu sebesar 14,2% diikuti kelompok umur 25-34 tahun sebesar
13,8% dan pada kelompok umur 35-44 tahun sebesar 13,4%. Pada tahun 2018 dilakukan penyisiran
kasus di rumah sakit (Mopping Up) untuk mengurangi under reporting kasus tuberkulosis khususnya di
rumah sakit. Pada data hasil penyisiran di rumah sakit terdapat pengelompokan umur yang tidak
diketahui (NA) yang mengakibatkan terjadinya pergeseran proporsi kasus tuberkulosis berdasarkan
kelompok umur dari tahun 2014-2017 dengan tahun 2018.
c. Cakupan Pengobatan Semua Kasus Tuberkulosis (Case Detection Rate/CDR) Yang Diobati
Case Detection Rate (CDR) adalah jumlah semua kasus tuberkulosis yang diobati dan dilaporkan
di antara perkiraan jumlah semua kasus tuberkulosis (insiden). Perkiraan jumlah semua kasus
tuberkulosis merupakan insiden dalam per 100.000 penduduk dibagi dengan 100.000 dikali dengan
174 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
jumlah penduduk. CDR menggambarkan seberapa banyak kasus tuberkulosis yang terjangkau oleh
program.
GAMBAR 6.2
CASE DETECTION RATE (CDR)
TAHUN 2009-2018
100
90
80
70 67,2
60 52,6
50
%
20
10
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Gambar 6.2. menunjukkan bahwa Case Detection Rate kasus tuberkulosis pada tahun 2018
sebesar 67,2% dan angka ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 yang sebesar 52,6%.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 175
GAMBAR 6.3
CASE DETECTION RATE (CDR)
MENURUT PROVINSI 2018
Indonesia 67,2
Gambar 6.3. menunjukan cakupan semua kasus tuberkulosis menurut Provinsi pada tahun
2018. Provinsi dengan CDR yang tertinggi adalah Provinsi DKI Jakarta (122,2%), Sulawesi Selatan
(84,0%), Papua (78,5%). Sedangkan CDR yang terendah adalah Provinsi Nusa Tenggara Barat (29,0%),
Bali (29,5%) dan Kepulauan Bangka Belitung (31,1 %). Angka CDR Provinsi DKI Jakarta yang lebih dari
100% (122,2%) mungkin disebabkan karena terdapat penderita tuberkulosis yang terdeteksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan DKI Jakarta yang tidak hanya berasal dari wilayah DKI Jakarta namun dari wilayah
luar Povinsi DKI Jakarta (Jabodetabek).
176 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
d. Angka Notifikasi Semua Kasus Tuberkulosis atau Case Notification Rate (CNR)
CNR adalah jumlah semua kasus tuberkulosis yang diobati dan dilaporkan di antara 100.000
penduduk yang ada di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan
menggambarkan kecenderungan (tren) meningkat atau menurunnya penemuan kasus dari tahun
ketahun di suatu wilayah. Gambar 6.4 menunjukkan angka notifikasi semua kasus tuberkulosis per
100.000 penduduk dari tahun 2009-2018. Angka notifikasi semua kasus tuberkulosis pada tahun 2018
sebesar 214 per 100.000 penduduk meningkat dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar 169 per
100.000 penduduk.
GAMBAR 6.4
ANGKA NOTIFIKASI SEMUA KASUS TUBERKULOSIS
PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2009-2018
250
214
200
(per 100.000 penduduk)
169
150
139
136 138 130
135
127 129 125
100
50
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Gambar 6.5 menunjukkan besarnya angka notifikasi atau Case Notification Rate (CNR) semua
kasus tuberkulosis menurut provinsi tahun 2018.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 177
GAMBAR 6.5
ANGKA NOTIFIKASI SEMUA KASUS TUBERKULOSIS PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
450 410
400 357
347
310
(per 100.000 penduduk)
350
300 273
250
247
245
240
238
237
234
223
221
216
214
250
201
197
197
191
191
187
176
176
162
200
151
150
147
140
139
138
130
129
150
99
89
100
50
0
Papua
Sumatera Utara
Lampung
DI Yogyakarta
Indonesia
Maluku
Banten
Bengkulu
DKI Jakarta
Riau
Kalimantan Barat
Bali
Sulawesi Utara
Jambi
Kepulauan Riau
Jawa Barat
Jawa Tengah
Papua Barat
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Barat
Gorontalo
Kalimantan Utara
Sumatera Barat
Jawa Timur
Aceh
Sulawesi Tengah
Maluku Utara
Sulawesi Selatan
Kalimantan Tengah
Sulawesi Tenggara
Provinsi dengan CNR semua kasus tuberkulosis (per 100.000 penduduk) terendah yaitu
Provinsi Bali (89), DI Yogyakarta (99) dan Nusa Tenggara Barat (129). CNR semua kasus tuberkulosis
tertinggi yaitu Provinsi DKI Jakarta (410), Sulawesi Selatan (357) dan Papua (347) Bila dibandingkan
antara tahun 2017 dengan 2018 CNR semua kasus tuberkulosis yang mengalami kenaikan 28 Provinsi
(82,4%) dan yang mengalami penurunan 6 provinsi (17,6%) yaitu Provinsi Nusa Tenggara Barat,
Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku Utara dan Papua .
178 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.6
ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS
DI INDONESIA TAHUN 2009-2018
100
90
89,2 88,1 88,0 87,0 85,8
80 84,9 85,1 85,0 85,7 84,6
70
60
%
50
40
30
20
10
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 179
GAMBAR 6.7
ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
INDONESIA 84,6
Sumatera Selatan 95,1
Kalimantan Timur 92,5
Kalimantan Selatan 91,9
Sumatera Utara 90,8
Banten 90,3
Jambi 89,6
Sulawesi Tengah 89,6
Kepulauan Riau 89,4
Sulawesi Barat 89,2
Bali 88,7
Nusa Tenggara Barat 88,6
Kepulauan Bangka Belitung 87,2
Lampung 87,0
Jawa Timur 87,0
Sulawesi Selatan 87,0
Aceh 85,5
DI Yogyakarta 85,1
Jawa Barat 84,8
Kalimantan Tengah 84,5
Jawa Tengah 82,7
Riau 82,0
Gorontalo 81,7
DKI Jakarta 81,2
Sulawesi Tenggara 80,9
Sumatera Barat 80,5
Bengkulu 79,5
Kalimantan Barat 79,5
Sulawesi Utara 77,6
Nusa Tenggara Timur 71,8
Papua 71,2
Maluku 68,9
Maluku Utara 63,8
Kalimantan Utara 53,8 Target: ≥ 90%
Papua Barat 35,1
0 20 40 % 60 80 100
Grafik di atas menunjukan angka keberhasilan pengobatan kasus tuberkulosis semua kasus per
provinsi tertinggi Sumatera Selatan (95,1%) dan terendah Papua Barat (35,1%). Provinsi yang sudah
mencapai angka keberhasilan pengobatan kasus tuberkulosis semua tuberkulosis minimal 90%
sebanyak 5 Provinsi (14,7%) yaitu Provinsi Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan,
Sumatera Utara dan Banten. Informasi mengenai tuberkulosis menurut indikator, jenis kelamin, dan
provinsi secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.1-6.7.
180 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
sekumpulan gejala berkurangnya kemampuan pertahanan diri yang disebabkan oleh masuknya virus
HIV. Program pengendalian HIV di Indonesia bertujuan untuk: 1.) Menurunkan hingga meniadakan
infeksi baru; 2.) Menurunkan hingga meniadakan kematian terkait AIDS; 3.) Menurunkan stigma dan
diskriminasi.
Estimasi jumlah orang dengan HIV di Indonesia pada tahun 2018 adalah sebanyak 641.675
orang dengan jumlah infeksi baru sebanyak 46.372 orang dan kematian sebanyak 38.734 orang (Hasil
Pemodelan Spectrum 2019).
GAMBAR 6.8
JUMLAH KASUS HIV POSITIF DAN AIDS YANG DILAPORKAN DI INDONESIA
SAMPAI TAHUN 2018
55.000
50.000 48.300
46.659
45.000
41.250
40.000
35.000 32.711
(jumlah kasus)
29.037
30.000 30.935
15.000 12.214
10.362 9.793 10.488
10.000 7.195 6.048 10.190
5.395 11.238
8.329 8.754 9.215 10.146
5.000 7.437
5.359 6.712
859 3.716 4.872
0
s.d. 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
2005
HIV AIDS
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 181
Jumlah kasus HIV positif yang dilaporkan dari tahun ketahun cenderung meningkat dan pada
tahun 2018 dilaporkan sebanyak 46.659 kasus. Sampai dengan tahun 2018 jumlah kasus HIV yang
dilaporkan sebanyak 327.282 kasus.
Jumlah kasus AIDS terlihat adanya kecenderungan peningkatan penemuan kasus baru sampai
tahun 2013 yang kemudian cenderung menurun pada tahun-tahun berikutnya. Pada tahun 2018 kasus
AIDS yang dilaporkan menurun dibandingkan tahun 2017 yaitu sebanyak 10.190. Secara kumulatif,
kasus AIDS sampai dengan tahun 2018 sebesar 114.065 kasus.
Persentase kasus HIV positif dan AIDS tahun 2018 pada laki-laki lebih besar dibandingkan
perempuan seperti digambarkan di bawah ini.
GAMBAR 6.9
PROPORSI KASUS HIV POSITIF DAN AIDS MENURUT JENIS KELAMIN
DI INDONESIA TAHUN 2018
Perempuan Perempuan
36,2% 32,8%
Laki-laki
Laki-laki
67,2%
63,8%
Penderita HIV positif pada laki-laki sebesar 63,8% dan pada perempuan sebesar 36,2%.
Sedangkan penderita AIDS pada laki-laki sebesar 67,2% dan pada perempuan sebesar 32,8%.
Persentase kasus HIV positif dan AIDS tahun 2018 menurut kelompok umur seperti
digambarkan di bawah ini.
182 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.10
PERSENTASE KASUS HIV POSITIF DAN AIDS MENURUT KELOMPOK UMUR
TAHUN 2018
80 50
70,4 45
70
40
60 34,0
35
50 30 28,1
%
25
%
40
19,6
30 20
15
20 15,1
10 8,0
8,3
10 3,1 2,8 2,4 1,8
2,1 1,0 5
0,4 1,7 1,1
0 0
≤4 5-14 15-19 20-24 25-49 ≥ 50
tahun tahun tahun tahun tahun tahun
Berdasarkan grafik di atas, masih ditemukan penularan HIV dari ibu ke anak yang di tunjukkan
dengan adanya penemuan Kasus HIV dan AIDS pada kelompok usia di bawah 4 tahun. Untuk mencapai
tujuan nasional dan global dalam rangka triple elimination (eliminasi HIV, hepatitis B, dan sifilis) pada
bayi, penularan HIV dari ibu ke anak diharapkan akan terus menurun di tahun selanjutnya. Proporsi
terbesar kasus HIV dan AIDS masih pada penduduk usia produktif (15-49 tahun), dimana kemungkinan
penularan terjadi pada usia remaja.
HIV dapat ditularkan melalui hubungan seks, tranfusi darah, penggunaan jarum suntik
bergantian dan penularan dari ibu ke anak (perinatal). Berikut ini disajikan persentase kasus HIV positif
dan AIDS menurut faktor risiko penularan yang dilaporkan pada tahun 2018.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 183
GAMBAR 6.11
PERSENTASE KASUS HIV POSITIF DAN AIDS MENURUT FAKTOR RISIKO DI INDONESIA
TAHUN 2018
60 80 73,4
55 51,0 70
50
45 60
40
50
35
%
30 40
%
25 20,4 19,6 30
20
15 20 16,5
10
8,2
10
5 0,9 2,8 2,1 1,8 2,9
0,3 0,2
0 0
Keterangan: LSL: Laki-laki Seks Laki-laki Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Pada gambar 6.11 terlihat bahwa hampir setengah dari seluruh kasus HIV tidak diketahui faktor
risikonya (51,0%). Faktor risiko tertinggi yaitu LSL sebesar 20,4%, heteroseksual 19,6% dan Penasun
sebesar 0,9%. Sedangkan kasus AIDS tertinggi yaitu Heteroseksual sebesar 73,4% dan terendah
transfusi sebesar 0,3%.
Menurut jenis pekerjaannya, distribusi kasus AIDS terbanyak pada tenaga non profesional
(karyawan) (26,4%), ibu rumah tangga (15,5%) dan wiraswasta/usaha sendiri (12,6%).
184 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.12
JUMLAH KASUS AIDS MENURUT PEKERJAAN
DI INDONESIA TAHUN 2018
Pada tahun 2018 jumlah HIV positif yang ditemukan pada pasien tuberkulosis sebesar 6.716
pasien dari 148.542 pasien tuberkulosis yang diperiksa, sedangkan jumlah HIV positif yang ditemukan
pada pasien IMS sebesar 330 pasien dari 16.879 pasien IMS yang diperiksa.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 185
GAMBAR 6.13
ANGKA KEMATIAN AKIBAT AIDS YANG DILAPORKAN
TAHUN 2009-2018
8
7 6,12
6
5 5,23 4,14
(%) 4 4,36
2,67
3
186 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
kehamilan, saat persalinan dan selama menyusui. Infeksi HIV pada bayi dapat menyebabkan kesakitan,
kecacatan dan kematian sehingga berdampak buruk pada kelangsungan dan kualitas hidup anak.
Selama tahun 2018 terdapat 1.805.993 ibu hamil yang di periksa HIV. Dari pemeriksaan
tersebut di dapatkan 5.074 (0,28%) ibu hamil yang positif HIV. Data selengkapnya dapat di lihat pada
lampiran 6.12
3. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli) yang dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti virus, jamur dan bakteri. Sampai saat ini program
dalam pengendalian pneumonia lebih di prioritaskan pada pengendalian pneumonia balita. Pneumonia
pada balita ditandai dengan batuk DAN ATAU tanda kesulitan bernapas yaitu adanya nafas cepat,
kadang disertai tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (TDDK), dengan frekuensi nafas
berdasarkan usia penderita:
• < 2 bulan : ≤ 60/menit,
• 2 - < 12 bulan : ≤ 50/menit,
• 1 - < 5 tahun : ≤ 40/menit.
Berdasarkan data laporan ruin Subdit ISPA Tahun 2018, didapatkan insiden (per 1000 balita) di
Indonesia sebesar 20,06% hampir sama dengan data tahun sebelumnya 20,56%. Salah satu upaya yang
dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan meningkatkan penemuan pneumonia pada
balita. Perkiraan kasus pneumonia secara nasional sebesar 3,55% namun angka perkiraan kasus
pneumonia di masing-masing provinsi menggunakan angka yang berbeda-beda sesuai angka yang telah
ditetapkan.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 187
TABEL 6.1
PERKIRAAN PERSENTASE KASUS PNEUMONIA PADA BALITA
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA
Cakupan penemuan kasus pneumonia pada balita di Indonesia pada tahun 2009-2018 dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
188 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.14
CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA PADA BALITA
DI INDONESIA TAHUN 2009-2018
100
90
80
70 63,45 65,27
56,51
60 51,19
(%) 50
40
29,47
25,91 23,98 23,42 24,46
30 23,00
20
10
0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Selama kurun waktu tahun 2009-2014, angka cakupan penemuan pneumonia balita tidak
mengalami perkembangan berarti yaitu berkisar antara 20%-30%. Pada tahun 2015 – 2018 terjadi
peningkatan cakupan dikarenakan adanya perubahan angka perkiraan kasus dari 10% menjadi 3,55%,
selain itu ada peningkatan dalam kelengkapan pelaporan dari 94,12% pada tahun 2016 menjadi 97,30%
pada tahun 2017, dan 100% pada tahun 2018.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 189
GAMBAR 6.15
CAKUPAN PENEMUAN PNEUMONIA BALITA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 56,51
Pada tahun 2018 terdapat satu provinsi yang cakupan penemuan pneumonia balita sudah
mencapai target yaitu DKI Jakarta 95,53%, sedang provinsi yang lain masih di bawah target 80%,
capaian terendah di provinsi Kalimantan Tengah 5,35% (Gambar 6.15).
Indikator Renstra yang digunakan sejak tahun 2015 adalah persentase kabupaten/kota yang
50% puskesmasnya melakukan pemeriksaan dan tatalaksana standar pneumonia baik melalui
pendekatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), maupun program P2 ISPA. Hasil pada tahun 2015
tercapai 14,62% sedangkan target sebesar 20%, tahun 2016 tercapai 28,07% dari target 30%, tahun
2017 tercapai 42,6% dari target 40%. Tahun 2018 tercapai sebesar 43% dari target 50%. Pada tahun
2018 tidak mencapai target, namun bila dilihat capaiannya meningkat dari tahun sebelumnya.
190 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Pada tahun 2018 Angka kematian akibat pneumonia pada balita sebesar 0,08 %. Angka
kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,16 % dibandingkan pada
kelompok anak umur 1 – 4 tahun sebesar 0,05%. Cakupan penemuan pneumonia dan kematiannya
menurut provinsi dan kelompok umur pada tahun 2018 dapat dilihat pada Lampiran 6.13 dan 6.14.
4. Hepatitis
Hepatitis yang merupakan peradangan hati yang dapat berkembang menjadi fibrosis, sirosis
atau kanker hati, disebabkan oleh berbagai faktor seperti infeksi virus, zat beracun, dan penyakit
autoimun. Penyebab paling umum Hepatitis adalah yang disebabkan oleh Virus Hepatitis A, B, C, D dan
E. Untuk Hepatitis A dan Hepatitis E, besaran masalah tidak diketahui dengan pasti. Namun mengingat
kondisi sanitasi lingkungan, higiene dan sanitasi pangan, serta perilaku hidup bersih dan sehat yang
belum optimal, maka masyarakat Indonesia merupakan kelompok berisiko untuk tertular Hepatitis A
dan Hepatitis E. Laporan yang diterima oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa setiap tahun
selalu terjadi KLB Hepatitis A, sedangkan untuk Hepatitis E jarang dilaporkan di Indonesia. Hasil
RISKESDAS tahun 2013 memperlihatkan proporsi pengidap Hepatitis B sebesar 7,1%, menurut jenis
kelamin (laki-laki 8,0% dan perempuan 6,4%), menurut lokasi tempat tinggal (perkotaan 6,3% dan
pedesaan 7,8%).
a. Hepatitis B
Program Nasional dalam Pencegahan dan Pengendalian Virus Hepatitis B saat ini fokus pada
pencegahan Penularan Ibu ke Anak (PPIA) karena 95% penularan Hepatitis B adalah secara vertikal
yaitu dari Ibu yang Positif Hepatitis B ke bayi yang dilahirkannya. Sejak tahun 2015 telah dilakukan
Kegiatan Deteksi Dini Hepatitis B (DDHB) pada ibu hamil dilayanan Kesehatan dasar (Puskesmas) dan
Jaringannya.
Pemeriksaan Hepatitis B pada ibu hamil dilakukan melalui pemeriksaan darah dengan
menggunakan tes cepat/Rapid Diagnostic Test (RDT) HBsAg. HBsAg (Hepatitis B Surface Antigen)
merupakan antigen permukaan yang ditemukan pada virus hepatitis B yang memberikan arti adanya
infeksi hepatitis B. Bayi yang lahir dari ibu yang terdeteksi Hepatitis B (HBsAg Reaktif) diberi vaksin pasif
yaitu HBIg (Hepatitis B Imunoglobulin) sebelum 24 jam kelahiran disamping imunisasi aktif sesuai
program Nasional (HB0, HB1, HB2 dan HB3). HBIg merupakan serum antibodi spesifik Hepatitis B yang
memberikan perlindungan langsung kepada bayi.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 191
GAMBAR 6.16
TARGET DAN CAPAIAN INDIKATOR PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG
MELAKSANAKAN DETEKSI DINI HEPATITIS B (DDHB)
TAHUN 2015-2018
100
90
80
70 69,65
60 60
50
%
40 33,66
30 30
17,12
20
10 5,8
10
0 5
2015 2016 2017 2018
Capaian Target
Target Kabupaten/kota yang melaksanakan Deteksi Dini Hepatitis B tahun 2018 sebanyak 60%
(308 Kabupaten/kota). Tahun 2018 deteksi dini Hepatitis B pada ibu hamil/kelompok berisiko telah
dilaksanakan di 358 kabupaten/kota atau sebesar 69,65% yang tersebar di 34 Provinsi.
192 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.17
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA MELAKSANAKAN DETEKSI DINI HEPATITIS B (DDHB)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 69,65
Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan DDHB tampak pada gambar 6.17. Pada tahun
2018 terdapat 23 Provinsi yang sudah mencapai target. Provinsi dengan capaian tertinggi yaitu
Sulawesi Selatan (100%), Kalimantan Timur (100%), Kalimantan Selatan (100%), Nusa Tenggara Barat
(100%), Banten (100%), DI Yogyakarta (100%) dan DKI Jakarta (100%) sedangkan Provinsi dengan
capaian terendah yaitu Maluku (9,09%).
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 193
ii. Persentase Ibu Hamil Reaktif pada Pelaksanaan Deteksi Dini Hepatitis B
Jumlah Ibu hamil yang diperiksa Hepatitis B dengan menggunakan Rapid Diagnostic Test (RDT)
HbsAg masih relatif sedikit yaitu sebanyak 1.643.204 orang atau sebanyak 39,95% dari target ibu hamil.
Hasil pemeriksaan RDT HbsAg menemukan bahwa sebanyak 30.965 (1,88%) ibu hamil terdeteksi HBsAg
Reaktif (Positif).
GAMBAR 6.18
PERSENTASE IBU HAMIL HBSAG REAKTIF
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 1,88
Gambar 6.18 menunjukkan bahwa persentase ibu hamil HBsAg reaktif tertinggi yaitu Provinsi
Nusa tenggara Timur (5,53%), Maluku Utara (4,52%) dan Papua (4,48%). Data/informasi terkait
penyakit Hepatitis B menurut provinsi terdapat pada Lampiran 6.15 sampai Lampiran 6.16.
194 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
b. Hepatitis A
Hepatitis A merupakan salah satu jenis penyakit hepatitis akibat infeksi yang masih banyak
terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Hepatitis A disebabkan oleh Virus Hepatitis A (VHA)
yang penularannya melalui fecal oral yaitu melalui makanan dan minuman yang telah terkontaminasi
Virus Hepatitis A. Hal ini sangat berkaitan dengan sanitasi yang buruk. Hepatitis A bersifat akut yang
akan sembuh sendiri. Pengobatan yang diberikan hanya untuk meringankan gejala-gejala yang dialami
penderitanya.
Pada tahun 2018 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Hepatitis A sebanyak 9 kali yang tersebar di
5 Provinsi, dan 8 Kabupaten/Kota. (Di Kabupaten Bogor terjadi 2 kali KLB). Jumlah kasus KLB Hepatitis
A pada tahun 2018 adalah 564 kasus dengan kasus tertinggi terjadi di Kota Singkawang Provinsi
Kalimantan Barat (256 kasus).
TABEL 6.2
REKAPITULASI KLB HEPATITIS A TAHUN 2018
No Provinsi Kabupaten/Kota Kasus Kematian CFR (%)
1 Sumatera Selatan Kab. Ogan Komering Ilir 39 0 0,00
5. Diare
Penyakit Diare merupakan penyakit endemis potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering
disertai dengan kematian di Indonesia.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 195
Target cakupan pelayanan penderita Diare semua umur (SU) yang datang ke sarana kesehatan
adalah 10% dari perkiraan jumlah penderita Diare SU (Insidens Diare SU dikali jumlah penduduk di satu
wilayah kerja dalam waktu satu tahun). Tahun 2017 jumlah penderita diare SU yang dilayani di sarana
kesehatan sebanyak 4.274.790 penderita dan terjadi peningkatan pada tahun 2018 yaitu menjadi
4.504.524 penderita atau 62,93% dari perkiraan diare di sarana kesehatan. Insiden diare semua umur
secara nasional adalah 270/1.000 penduduk (Rapid Survey Diare tahun 2015).
GAMBAR 6.19
CAKUPAN PELAYANAN PENDERITA DIARE BALITA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 40,90
196 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
b. Kejadian Luar Biasa (KLB)
Terjadi 10 kali KLB Diare pada tahun 2018 yang tersebar di 8 provinsi, 8 kabupaten/kota.
Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Buru masing-masing terjadi 2 kali KLB. Jumlah penderita 756 orang
dan kematian 36 orang (CFR 4,76%).
TABEL 6.3
REKAPITULASI KLB DIARE TAHUN 2018
No Provinsi Kabupaten/Kota Kasus Kematian CFR (%)
1 Jawa Barat Kota Depok 137 0 0,00
Angka kematian (CFR) saat KLB Diare diharapkan <1%. Tabel 6.4 menunjukkan bahwa CFR saat
KLB masih cukup tinggi (>1%) kecuali pada tahun 2011 CFR pada saat KLB sebesar 0,40%, sedangkan
tahun 2018 CFR Diare saat KLB mengalami peningkatan di banding tahun 2017 yaitu menjadi 4,76%.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 197
TABEL 6.4
REKAPITULASI KLB DIARE DI INDONESIA
TAHUN 2010 – 2018
Jumlah
Tahun Jumlah Propinsi Kasus Kematian CFR (%)
Kejadian
2010 11 33 4.204 73 1,74
2011 15 19 3.003 12 0,40
2012 17 34 1.625 25 1,54
2013 6 8 633 7 1,11
2014 5 6 2.549 29 1,14
2015 13 21 1.213 30 2,47
2016 3 3 198 6 3,03
2017 12 21 1.725 34 1,97
2018 8 10 756 36 4,76
6. Kusta
Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium leprae. Penyakit ini menyerang kulit, saraf tepi, mukosa saluran pernafasan atas dan
mata. Penatalaksanaan kasus kusta yang buruk dapat menyebabkan kusta menjadi progresif,
menyebabkan kerusakan permanen pada kulit, saraf, anggota gerak, dan mata.
Pada tahun 2017 jumlah penderita kusta yang dilaporkan dari 150 negara di semua regional
WHO adalah sebanyak 210.671 kasus baru kusta dan jumlah pasien yang masih terdaftar mengikuti
pengobatan adalah 192.713 kasus, dengan angka cacat tingkat 2 sebesar 1,6 per 1.000.000 penduduk
198 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
dan jumlah kasus anak di antara kasus baru mencapai 16.979 (Weekly Epidemiological Record, 31
Agustus 2018).
GAMBAR 6.20
ANGKA PREVALENSI DAN ANGKA PENEMUAN KASUS BARU KUSTA (NCDR)
TAHUN 2011-2018
0,96
10,00 0,91 1
4,00 0,4
2,00 0,2
0,00 0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Angka penemuan kasus baru kusta per 100.000 penduduk
Angka prevalensi kusta per 10.000 penduduk
Berdasarkan status eliminasi, kusta dibagi menjadi 2 kelompok yaitu provinsi yang belum
eliminasi dan provinsi yang sudah mencapai eliminasi. Provinsi yang sudah mencapai eliminasi jika
angka prevalensi <1 per 10.000 penduduk. Pada Gambar 6.21 terlihat bahwa dari 34 provinsi, sebanyak
9 provinsi (26,47%) termasuk dalam provinsi yang belum eliminasi. Sedangkan 25 provinsi lainnya
(73,53%) termasuk dalam provinsi yang sudah eliminasi.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 199
GAMBAR 6.21
PETA ELIMINASI KUSTA PROVINSI DI INDONESIA
TAHUN 2017 DAN 2018
(Prev<1/10.000 penduduk)
Terdapat penambahan provinsi yang mencapai eliminasi pada tahun 2018 yaitu Provinsi
Sulawesi Tengah. Adapun 9 provinsi yang belum mencapai eliminasi adalah Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, serta
Papua.
200 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
satunya adalah angka cacat tingkat 2. Angka cacat tingkat 2 pada tahun 2018 adalah sebesar 4,22 per
1.000.000 penduduk, menurun dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 4,26 per 1.000.000
penduduk. Hal tersebut menunjukkan kegiatan penemuan kasus semakin ke arah dini dan
keterlambatan kasus dapat dicegah. Berikut ini grafik angka cacat tingkat 2 tahun 2011-2018.
GAMBAR 6.22
ANGKA CACAT TINGKAT 2 PENDERITA KUSTA BARU PER 1.000.000 PENDUDUK
TAHUN 2011-2018
10
9
per 1.000.000 penduduk
8 8,71
8,40
7
6 6,82 6,60
6,33
5
5,27
4
4,26 4,22
3
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Provinsi dengan angka cacat tingkat 2 tertinggi pada tahun 2018 adalah Maluku Utara (12,98
per 1.000.000 penduduk), Gorontalo (11,81 per 1.000.000 penduduk), dan Papua Barat (10,67 per
1.000.000 penduduk) sedangkan Kalimantan Utara dan Kalimantan Tengah tidak di temukan kasus
dengan cacat tingkat 2.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 201
GAMBAR 6.23
ANGKA CACAT TINGKAT 2 KUSTA PER 1.000.000 PENDUDUK
PER PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 4,22
Kalimantan Utara 0,00
Kalimantan Tengah 0,00
Lampung 0,12
Kalimantan Barat 0,20
Kepulauan Riau 0,47
Sumatera Barat 0,74
Nusa Tenggara Barat 0,80
Kepulauan Bangka Belitung 1,37
Riau 1,47
DI Yogyakarta 1,58
Jambi 1,68
Sumatera Utara 1,73
Aceh 1,89
Sumatera Selatan 2,27
Bali 2,56
Nusa Tenggara Timur 2,61
Kalimantan Timur 2,74
DKI Jakarta 2,87
Bengkulu 3,06
Jawa Tengah 3,74
Jawa Barat 3,80
Sulawesi Utara 4,03
Kalimantan Selatan 4,06
Sulawesi Barat 4,43
Banten 4,96
Sulawesi Tengah 6,31
Sulawesi Tenggara 7,54
Maluku 8,46
Jawa Timur 8,58
Sulawesi Selatan 9,35
Papua 9,93
Papua Barat 10,67
Gorontalo 11,81
Maluku Utara 12,98
0 10 20 30 40 50
per 1.000.000 penduduk
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
c. Proporsi kusta Multibasiler (MB) dan proporsi penderita kusta pada anak
Proporsi kusta MB dan proporsi penderita kusta pada anak (0-14 tahun) di antara penderita
baru yang memperlihatkan masih adanya sumber penularan tersembunyi serta tingginya tingkat
penularan di masyarakat ditunjukkan pada gambar 6.24.
202 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.24
PROPORSI KUSTA MB DAN PROPORSI KUSTA PADA ANAK
TAHUN 2012-2018
100
90
80
83,44 83,48 84,55 84,19 86,12 85,46
70 82,69
60
(%) 50
40
30
20 10,78 11,88 11,12 11,22 11,43 11,03 10,94
10
0
2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Proporsi kusta MB Proporsi kusta pada anak
Proporsi kusta MB periode 2012-2018 tidak banyak berubah berkisar 82-87%. Kasus kusta tipe
MB masih mendominasi di Indonesia menunjukkan banyaknya sumber penularan di masyarakat.
Provinsi dengan proporsi kusta MB tertinggi pada tahun 2018 yaitu Lampung (99,35%),
Kalimantan Tengah (96,00%), Sumatera Utara (93,79%).
Proporsi kusta anak pada periode yang sama yaitu sekitar 10%-12%. Provinsi dengan proporsi
kusta pada anak tertinggi yaitu Papua Barat (27,20%), Papua (24,17%) dan Maluku Utara (20,40%).
Data/informasi terkait penyakit kusta menurut provinsi terdapat pada Lampiran 6.19 sampai Lampiran
6.21.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 203
sebesar 100%, yaitu Jambi (1 kasus meninggal dari 1 kasus TN). Penyebaran kasus TN dapat dilihat pada
Gambar 6.25.
GAMBAR 6.25
DISTRIBUSI KASUS TETANUS NEONATORUM PER PROVINSI
TAHUN 2018
Berdasarkan faktor risiko penolong persalinan, yaitu 8 kasus TN ditolong oleh penolong
persalinan tradisional, misalnya dukun. Kemungkinan terjadinya kasus TN diakibatkan oleh
penggunaan cara perawatan tali pusat dan alat pemotongan tali pusat yang tidak benar. Terdapat 7
bayi yang dirawat menggunakan cara tradisional. Sementara itu, berdasarkan alat yang digunakan
untuk pemotongan tali pusat, terdapat 7 kasus menggunakan gunting, sedangkan menggunakan
bambu, alat lain atau tidak diketahui alat yang digunakan masing-masing sebanyak 1 kasus. Menurut
status imunisasi, sebanyak 5 kasus terjadi pada kelompok yang tidak diimunisasi, imunisasi TT2+
sebanyak 2 kasus, TT1 sebanyak 1 kasus, dan 2 kasus tidak diketahui status imunisasinya.
2. Campak
Penyakit campak merupakan penyakit yang sangat menular dari genus Morbillivirus dan
termasuk golongan Paramyxovirus. Campak disebut juga morbili atau measles. Penularan campak
melalui udara yang telah terkontaminasi oleh droplet (ludah) orang yang telah terinfeksi. Kelompok
anak usia prasekolah dan usia SD merupakan kelompok rentan tertular penyakit campak. Seseorang
yang pernah menderita campak akan mendapatkan kekebalan terhadap penyakit tersebut seumur
hidup.
Penyebaran kasus suspek campak hampir terdapat di seluruh provinsi Indonesia. Terdapat
8.429 kasus suspek campak, jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2017 yaitu sebesar 15.104 kasus.
Kasus suspek campak terbanyak terdapat di Provinsi Aceh (1.619 kasus), DKI Jakarta (578 kasus), DI
Yogyakarta (546 kasus), dan Sumatera Selatan (505 kasus).
204 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.26
SEBARAN KASUS SUSPEK CAMPAK DI INDONESIA
TAHUN 2017-2018
Tahun 2017
Tahun 2018
Suspek campak pada tahun 2018 tersebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, dengan
Incidence Rate (IR) sebesar 3,18 per 100.000 penduduk. Angka tersebut menurun dibandingkan tahun
2017 yang sebesar 5,77 per 100.000 penduduk. Gambar 6.27 menyajikan IR suspek campak menurut
provinsi. Walaupun jumlah kasus suspek campak menurun pada tahun 2018, namun provinsi yang
melaporkan tidak ada kasus suspek campak menurun menjadi 2 provinsi (Maluku Utara dan Sulawesi
Tengah), dimana pada tahun 2017 terdapat 10 provinsi melaporkan tidak ada kasus suspek campak.
Provinsi dengan IR suspek campak terendah, yaitu Papua Barat, Banten, dan Jawa Barat. Sedangkan
Aceh, Kalimantan Utara dan D.I. Yogyakarta merupakan provinsi dengan IR suspek campak tertinggi.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 205
GAMBAR 6.27
INCIDENCE RATE (IR) SUSPEK CAMPAK PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Indonesia 3,18
Aceh 30,66
Kalimantan Utara 23,59
D.I Yogyakarta 14,36
Papua 11,77
Sulawesi Barat 11,66
Bali 11,18
Kalimantan Timur 8,17
Jambi 8,15
Sumatera Selatan 6,03
Kalimantan Selatan 6,00
DKI Jakarta 5,52
Bengkulu 4,69
Kep. Bangka Belitung 4,18
Lampung 4,13
Kepulauan Riau 4,12
Nusa Tenggara Barat 4,01
Sumatera Barat 3,81
Sulawesi Selatan 3,76
Kalimantan Barat 2,44
Riau 2,35
Kalimantan Tengah 2,22
Gorontalo 1,77
Sulawesi Tenggara 1,43
Jawa Tengah 1,37
Nusa Tenggara Timur 1,10
Jawa Timur 1,02
Sumatera Utara 1,00
Maluku 0,90
Sulawesi Utara 0,89
Jawa Barat 0,52
Banten 0,39
Papua Barat 0,21
Maluku Utara 0,00
Sulawesi Tengah 0,00
0 10 20 30 40
Jika dilihat distribusi kasus suspek campak per bulan pada tahun 2018 (Gambar 6.28), dapat
diketahui bahwa tren kasus suspek campak cenderung tinggi pada awal tahun dan menurun pada akhir
tahun. Jumlah kasus suspek campak tertinggi pada bulan Januari (1.432 kasus), sedangkan jumlah
terendah pada bulan Desember (16 kasus). Penurunan jumlah kasus ini antara lain disebabkan oleh
kampanye imunisasi MR yang telah dilaksanakan pada tahun 2017 di Pulau Jawa, meningkatnya
komitmen dan dukungan pemangku program surveilans PD3I di daerah, meningkatnya penemuan
kasus campak berbasis masyarakat atau Case Base Measles Surveillance (CBMS) dengan
mengikutsertakan pelayanan swasta dalam menemukan dan melaporkan kasus campak, serta
penguatan surveilans PD3I berbasis laboratorium.
206 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.28
JUMLAH KASUS SUSPEK CAMPAK PER BULAN
DI INDONESIA TAHUN 2018
1.600
1.432
1.400
1.149
1.200
1.009
1.000
1.061
800 802
713 706
600
555
502
400
321
200 163
0 16
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Proporsi kasus suspek campak terbesar terdapat pada kelompok umur 5-9 tahun (25,3%),
sedangkan kasus suspek kurang dari 1 tahun dan suspek dengan umur yang tidak diketahui
masing-masing sebesar 10,2% dan 8,4%. Suspek campak yang divaksinasi (menerima minimal satu
dosis imunisasi campak) tahun 2018 sebanyak 1.599 orang, dengan proporsi sebesar 18,97%. Proporsi
kasus suspek yang divaksinasi terhadap kasus suspek terbesar adalah kelompok umur 10-14 tahun
(26,2%). Gambar 6.29 memperlihatkan proporsi kasus suspek campak per kelompok umur. Rincian
kasus suspek campak per provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.22 - 6.25.
GAMBAR 6.29
PROPORSI KASUS SUSPEK CAMPAK
MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2018
Tidak
Diketahui
8,4% <1 Tahun
10,2%
> 14 Tahun
18,1% 1-4 Tahun
22,2%
10-14 Tahun
15,8%
5-9 Tahun
25,3%
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 207
Provinsi dengan proporsi suspek divaksinasi terhadap kasus suspek tertinggi yaitu Bengkulu,
Kalimantan Utara, dan Lampung. Sedangkan provinsi dengan proporsi terendah yaitu D.I Yogyakarta,
Banten, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku, dan Papua Barat.
Gambar 6.30 memperlihatkan proporsi kasus suspek campak terhadap suspek yang divaksinasi
menurut provinsi.
GAMBAR 6.30
PROPORSI KASUS SUSPEK CAMPAK PER SUSPEK YANG DIVAKSINASI
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Indonesia 18,97
Bengkulu 72,83
Kalimantan Utara 69,82
Lampung 62,14
Riau 55,00
Sulawesi Utara 50,00
Kepulauan Riau 50,00
Sumatera Barat 42,93
Kalimantan Selatan 42,50
Sumatera Selatan 33,66
Sulawesi Selatan 27,27
Jambi 24,74
DKI Jakarta 23,36
Kep. Bangka Belitung 21,31
Sumatera Utara 20,83
Papua 14,83
Jawa Barat 14,57
Gorontalo 14,29
Kalimantan Timur 12,08
Kalimantan Barat 9,84
Nusa Tenggara Barat 8,96
Sulawesi Barat 7,59
Jawa Tengah 5,29
Jawa Timur 4,49
Aceh 2,16
Papua Barat 0,00
Maluku 0,00
Sulawesi Tenggara 0,00
Kalimantan Tengah 0,00
Nusa Tenggara Timur 0,00
Bali 0,00
Banten 0,00
D.I Yogyakarta 0,00
Maluku Utara Tidak ada kasus
Sulawesi Tengah Tidak ada kasus
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Apabila terjadi 5 atau lebih kasus suspek campak dalam waktu 4 minggu berturut-turut, yang
terjadi secara mengelompok, dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis di suatu daerah, maka
dinyatakan KLB suspek campak. Pada tahun 2018, dari 8.429 kasus suspek campak terdapat 85 kasus
KLB suspek campak. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2017 dengan 349 KLB
dan jumlah kasus sebanyak 3.056 kasus.
208 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.31
FREKUENSI KASUS KLB SUSPEK CAMPAK
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Kalimantan Selatan 13
Sulawesi Selatan 11
Bali 9
Kalimantan Barat 7
Sumatera Utara 5
Sulawesi Barat 4
Nusa Tenggara Timur 4
Jawa Tengah 4
Sumatera Selatan 4
Jawa Timur 3
Lampung 3
Riau 3
Aceh 3
Nusa Tenggara Barat 2
Sumatera Barat 2
Papua 1
Maluku 1
Gorontalo 1
Sulawesi Tenggara 1
Kalimantan Tengah 1
Banten 1
Jawa Barat 1
Kep. Bangka Belitung 1
Papua Barat 0
Maluku Utara 0
Sulawesi Tengah 0
Sulawesi Utara 0
Kalimantan Utara 0
Kalimantan Timur 0
DI Yogyakarta 0
DKI Jakarta 0
Kepulauan Riau 0
Bengkulu 0
Jambi 0
0 2 4 6 8 10 12 14
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
KLB suspek campak terbanyak terdapat pada Provinsi Kalimantan Selatan sebanyak 13 KLB
dengan 251 kasus suspek. Diikuti oleh Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 11 KLB dengan 330 kasus
suspek. Sementara itu, walaupun di Provinsi Aceh terjadi 1.619 kasus suspek, namun hanya terdapat 3
kasus KLB suspek campak. Semua KLB suspek campak yang terjadi pada tahun 2018 dilaporkan tidak
ada kematian. Frekuensi dan jumlah kasus pada KLB suspek campak menurut provinsi secara lengkap
dapat dilihat pada Lampiran 6.25.
Sebaran KLB suspek campak berdasarkan konfirmasi laboratorium dari 704 total darah (serum)
sampel tahun 2018, terdapat 296 kasus campak, 350 kasus rubella, 73 kasus gabungan (campak dan
rubella), 51 kasus negatif, dan 82 kasus pending lab.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 209
3. Difteri
Penyakit difteri dapat menyerang orang yang tidak mempunyai kekebalan, terutama pada
anak-anak (1-10 tahun). Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae ini
ditandai dengan adanya peradangan pada selaput saluran pernafasan bagian atas, hidung dan kulit.
Kasus difteri pada tahun 2018 menyebar di hampir semua wilayah di Indonesia. Jumlah kasus
difteri pada tahun 2018 sebanyak 1.386 kasus, jumlah kematian sebanyak 29 kasus, dengan CFR
sebesar 2,09%. Jumlah kasus difteri tahun 2018 meningkat drastis hampir dua kali lipat dibandingkan
tahun 2017 (954 kasus). Namun, jumlah kematian akibat difteri menurun dari tahun 2017 (44 kasus).
Berdasarkan provinsi, jumlah kasus terbanyak terdapat di Jawa Timur sebanyak 385 kasus. Sementara
itu, terdapat 5 provinsi yang tidak ditemukan kasus difteri, yaitu D.I Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, dan Papua Barat.
GAMBAR 6.32
SEBARAN KASUS DIFTERI MENURUT PROVINSI
TAHUN 2017-2018
Tahun 2017
Tahun 2018
210 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Proporsi kasus difteri terbesar terdapat pada kelompok umur di atas 14 tahun (15,1%),
sedangkan proporsi terendah terdapat pada kelompok umur kurang dari 1 tahun (0,9%) dan suspek
dengan umur tidak diketahui (1,1%). Gambar 6.33 menunjukkan proporsi kasus difteri menurut
kelompok umur.
GAMBAR 6.33
PROPORSI KASUS DIFTERI
MENURUT KELOMPOK UMUR DI INDONESIA TAHUN 2018
1-4 Tahun
15,1%
> 14 Tahun
44,1% 5-9 Tahun
25,7%
10-14
Tahun
13,1%
Penderita difteri yang divaksinasi tahun 2018 sebanyak 382 orang, dengan proporsi sebesar
27,56%. Provinsi dengan proporsi penderita divaksinasi terhadap kasus difteri tertinggi yaitu Papua dan
Bali, masing-masing sebesar 100%. Sementara itu, provinsi dengan proporsi kasus difteri yang tidak
divaksinasi terendah, yaitu Maluku Utara, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara, masing-masing
sebesar 0%. Gambar 6.34 memperlihatkan variasi proporsi kasus difteri dibandingkan penderita yang
divaksinasi.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 211
GAMBAR 6.34
PROPORSI KASUS DIFTERI PER PENDERITA YANG DIVAKSINASI
MENURUT PROVINSI DI INDONESIA TAHUN 2018
Indonesia 27,56
Papua 100,00
Bali 100,00
Maluku 80,00
Kalimantan Utara 75,00
Kep. Bangka Belitung 75,00
Sumatera Utara 72,22
DKI Jakarta 64,71
Sumatera Selatan 61,11
Kepulauan Riau 60,00
Riau 60,00
Kalimantan Barat 57,69
Sumatera Barat 56,25
Kalimantan Tengah 50,00
Jambi 50,00
Lampung 43,59
Sulawesi Selatan 40,91
Kalimantan Selatan 40,00
Sulawesi Tenggara 37,50
Jawa Barat 35,56
Jawa Tengah 33,33
Kalimantan Timur 31,11
Aceh 20,29
Gorontalo 20,00
Banten 10,15
Jawa Timur 3,90
Maluku Utara 0,00
Sulawesi Barat 0,00
Sulawesi Utara 0,00
Papua Barat Tidak ada kasus
Sulawesi Tengah Tidak ada kasus
Nusa Tenggara Timur Tidak ada kasus
Nusa Tenggara Barat Tidak ada kasus
DI Yogyakarta Tidak ada kasus
Bengkulu Tidak ada kasus
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Tatalaksana upaya penanggulangan dan pencegahan KLB difteri pada tahun 2018 meliputi:
• tatalaksana kasus termasuk pemberian Anti Difteri Serum (ADS) yang dikoordinasikan
dengan komite ahli penanggulangan difteri baik pusat maupun daerah (komite ahli di
provinsi masing-masing),
• penyelidikan epidemiologi pada setiap kasus suspek Difteri untuk mencari kasus tambahan
dan mengidentifikasi kontak,
• memberikan kemoprofilaksis kepada kontak erat selama 7 hari. Namun, hal ini mempunyai
hambatan dan tantangan karena kemoprofilaksis yang diberikan dengan frekuensi minum
obat sehari 4 kali mempunyai efek samping mual, menyebabkan kurangnya kepatuhan
dalam mengonsumsi kemoprofilaksis (obat),
• sudah melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) Cluster I – IV. ORI dilaksanakan
sebanyak 3 putaran di 4 cluster dengan tujuan untuk memutuskan rantai penularan
penyakit Difteri. Capaian Cakupan ORI/cluster sampai dengan 16 Februari 2019, yaitu:
212 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
a. cluster I: Putaran I sebesar 93,7 %, Putaran II sebesar 83,6 % dan Putaran III sebesar
44,7%,
b. cluster II: Putaran I sebesar 41,1 %, Putaran II sebesar 18,30 % sedangkan Putaran III
1,3%,
c. cluster III: putaran I sebesar 58,50 %, Putaran II sebesar 60,30 % dan Putaran III sebesar
10,60%,
d. cluster Jawa Timur: pelaksanaan ORI sudah selesai dengan cakupan sebesar 95%.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 213
GAMBAR 6.35
PENCAPAIAN NON POLIO AFP RATE PER 100.000 PENDUDUK UMUR < 15 TAHUN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2017-2018
Tahun 2017
Tahun 2018
Provinsi Jambi merupakan provinsi dengan non polio AFP rate per 100.000 penduduk umur <15
tahun tertinggi, yaitu sebesar 4,36 per 100.000 penduduk, sedangkan provinsi terendah, yaitu Papua
Barat sebesar 0,34 per 100.000 penduduk.
214 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.36
NON POLIO AFP RATE PER 100.000 PENDUDUK < 15 TAHUN
DI INDONESIA TAHUN 2018
Indonesia 2,17
Jambi 4,36
Sumatera Selatan 3,10
Jawa Tengah 2,95
Sulawesi Selatan 2,85
DKI Jakarta 2,85
Nusa Tenggara Timur Target: ≥2 2,66
Sumatera Barat 2,63
Bali 2,57
Sulawesi Utara 2,57
Kep. Bangka Belitung 2,56
Jawa Timur 2,56
DI Yogyakarta 2,43
Bengkulu 2,22
Kalimantan Selatan 2,20
Kalimantan Barat 2,15
Sulawesi Barat 2,14
Papua 2,05
Jawa Barat 1,91
Kalimantan Utara 1,87
Sumatera Utara 1,82
Kalimantan Tengah 1,78
Lampung 1,78
Aceh 1,78
Kepulauan Riau 1,72
Kalimantan Timur 1,71
Banten 1,41
Sulawesi Tenggara 1,38
Gorontalo 0,92
Riau 0,87
Maluku 0,87
Nusa Tenggara Barat 0,54
Papua Barat 0,35
Maluku Utara Tidak ada kasus
Sulawesi Tengah Tidak ada kasus
0 1 2 3 4 5
Sumber: Ditjen P2P Kemenkes RI, 2019
Pemeriksaan spesimen tinja dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya virus polio liar pada
kasus AFP yang ditemukan dalam kegiatan intensifikasi surveilans. Namun, tidak semua kasus AFP yang
dilacak harus dikumpulkan spesimen tinjanya. Pengumpulan spesimen tinja tergantung dari lamanya
kelumpuhan kasus AFP. Oleh karena itu, diperlukan spesimen adekuat yang sesuai dengan persyaratan,
yaitu diambil dalam kurun waktu 14 hari pertama setelah kelumpuhan dan suhu spesimen 2°C - 8°C
sampai di laboratorium.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 215
GAMBAR 6.37
PENCAPAIAN SPESIMEN ADEKUAT MENURUT PROVINSI
TAHUN 2017-2018
Tahun 2017
Tahun 2018
Semua kasus AFP seharusnya dilakukan pemeriksaan klinis dan investigasi virologi, dan
setidaknya 80% kasus AFP harus memenuhi standar spesimen adekuat. Spesimen dinyatakan adekuat
jika dua spesimen tinja diperiksa dengan kuantitas yang mencukupi untuk analisis laboratorium,
setidaknya pengumpulan spesimen tinja 1 dan tinja 2 dengan rentang waktu 24 jam, dalam 14 hari
pertama setelah kelumpuhan, dan dibawa ke laboratorium dengan menggunakan proses cold chain
dan dokumen yang sesuai.
Spesimen adekuat di Indonesia tahun 2018 masih belum sesuai standar, yaitu sebesar 79,6%.
Meskipun demikian, sebanyak 12 provinsi telah mencapai standar spesimen adekuat pada tahun 2018,
sedangkan 18 provinsi lainnya belum mencapai standar, dan 2 provinsi yaitu Sulawesi Tengah dan
Maluku Utara tidak ada kasus. Persentase spesimen adekuat AFP menurut provinsi tahun 2018 dapat
dilihat pada Gambar 6.38.
Informasi lebih rinci mengenai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi menurut provinsi
dan kelompok umur dapat dilihat pada Lampiran 6.22 - 6.29.
216 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.38
PERSENTASE SPESIMEN ADEKUAT AFP
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 78,60
Sumatera Utara 95,10
Sulawesi Utara 93,70
Jawa Tengah Standar spesimen 93,30
Nusa Tenggara Timur
adequat: ≥ 80% 90,70
Kalimantan Barat 90,30
Sulawesi Selatan 89,40
Sumatera Barat 89,10
Nusa Tenggara Barat 88,80
Banten 87,50
DI Yogyakarta 86,90
Jambi 86,30
Jawa Barat 84,40
Aceh 79,40
Sumatera Selatan 79,00
Sulawesi Barat 77,70
Kalimantan Timur 72,70
Bali 70,50
Lampung 69,30
Bengkulu 69,20
Papua 65,30
Sulawesi Tenggara 64,20
Jawa Timur 63,80
Kepulauan Riau 62,50
Kep. Bangka Belitung 61,50
Kalimantan Utara 60,00
Riau 59,20
Kalimantan Selatan 53,50
DKI Jakarta 51,80
Gorontalo 50,00
Kalimantan Tengah 43,70
Maluku 11,10
Papua Barat 0,00
Maluku Utara Tidak ada kasus
Sulawesi Tengah Tidak ada kasus
0 20 40 60 80 100
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 217
sebanyak 493 orang. Angka kesakitan DBD tahun 2018 menurun dibandingkan tahun 2017, yaitu dari
26,10 menjadi 24,75 per 100.000 penduduk. Penurunan case fatality rate (CFR) dari tahun sebelumnya
tidak terlalu tinggi, yaitu 0,72% pada tahun 2017, menjadi 0,71% pada tahun 2018. Berikut tren angka
kesakitan DBD selama kurun waktu 2010-2018.
GAMBAR 6.39
ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE
PER 100.000 PENDUDUK TAHUN 2010-2018
100,00
90,00
78,85
(per 100.000 penduduk)
80,00
65,70
70,00
60,00
45,85 50,75
50,00
37,27 39,80
40,00
27,67 26,10 24,75
30,00
20,00
10,00
0,00
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Angka kesakitan DBD menurut provinsi tahun 2018 dapat dilihat pada Gambar 6.39. Pada
tahun 2017 terdapat 30 provinsi dengan angka kesakitan kurang dari 49 per 100.000 penduduk.
Sedangkan tahun 2018 provinsi dengan angka kesakitan kurang dari 49 per 100.000 penduduk
menurun menjadi 26 provinsi. Provinsi dengan angka kesakitan DBD tertinggi yaitu Kalimantan Timur
sebesar 87,81 per 100.000 penduduk, Kalimantan Tengah sebesar 84,39 per 100.000 penduduk, dan
Bengkulu sebesar 72,28 per 100.000 penduduk. Provinsi Kalimantan Timur kembali menjadi provinsi
dengan angka kesakitan DBD tertinggi sejak tahun 2017. Angka kesakitan Provinsi Kalimantan Tengah
meningkat 2,5 kali lipat dibandingkan tahun 2017 sebesar 33,74 per 100.000 penduduk menjadi 84,39
per 100.000 penduduk tahun 2018. Angka kesakitan di Provinsi Bengkulu juga mengalami kenaikan 2
kali lipat dibandingkan tahun 2017 yaitu 31,95 penduduk 72,28 per 100.000 penduduk. Kenaikan angka
kesakitan tersebut perlu mendapat perhatian khusus.
Angka kesakitan di Provinsi Bali mengalami penurunan yang sangat signifikan sebesar 5 kali
lipat dari tahun 2017 sebesar 105,95 menjadi 21,6 per 100.000 penduduk pada tahun. Hal ini
disebabkan oleh program pencegahan penyakit DBD telah berjalan cukup efektif melalui kegiatan
Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), meskipun kegiatan tersebut belum dilaksanakan di seluruh
provinsi maupun kabupaten/kota.
218 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.40
ANGKA KESAKITAN DEMAM BERDARAH DENGUE PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
INDONESIA 24,75
Kalimantan Timur 87,81
Kalimantan Tengah 84,39
Bengkulu 72,28
Gorontalo 68,58
Sulawesi Utara 64,72
Kalimantan Barat 61,92
Kepulauan Riau 56,35
Kepulauan Bangka Belitung 52,06
Kalimantan Selatan 47,84
Sumatera Barat 40,93
Sulawesi Barat 39,25
Sumatera Utara 39,01
Sulawesi Tengah 35,44
Lampung 34,31
Aceh 29,03
Sumatera Selatan 28,72
DKI Jakarta 28,33
Nusa Tenggara Timur 24,82
Papua Barat 24,32
Sulawesi Selatan 24,10
Kalimantan Utara 24,01
Sulawesi Tenggara 23,51
Jawa Timur 21,39
Bali 21,06
Jambi 20,17
Jawa Barat 17,94
Maluku 17,87
DI Yogyakarta 14,38
Riau 13,47
Nusa Tenggara Barat 10,67
Jawa Tengah 9,08
Maluku Utara 8,92
Banten 8,06
Papua 5,81
0 20 40 60 80 100
Angka kematian (CFR) akibat DBD lebih dari 1% dikategorikan tinggi. CFR tahun 2018 menurun
dibandingkan tahun sebelumnya 0,72 pada tahun 2017 menjadi 0,71. Pada tahun 2018 terdapat 8
provinsi yang memiliki CFR tinggi, dimana 3 provinsi dengan CFR tertinggi adalah Maluku Utara (3,64%),
Maluku (3,15%), dan Kalimantan Utara (1,74%). Provinsi dengan CFR tinggi masih diperlukan upaya
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dan peningkatan pengetahuan masyarakat untuk segera
memeriksakan diri ke sarana kesehatan jika ada gejala DBD sehingga tidak terlambat ditangani dan
bahkan menyebabkan kematian. CFR menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 6.40.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 219
GAMBAR 6.41
CASE FATALITY RATE DEMAM BERDARAH DENGUE
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
INDONESIA 0,71
Maluku Utara 3,64
Maluku 3,15
Kalimantan Utara 1,74
Gorontalo 1,72
Papua Barat 1,32
Sulawesi Utara 1,31
Sulawesi Barat 1,13
Sumatera Selatan 1,08
Papua 1,04
Jawa Timur 0,99
Kalimantan Tengah 0,98
Jawa Tengah 0,93
Nusa Tenggara Timur 0,90
Sulawesi Selatan 0,90
Riau 0,87
Bengkulu 0,85
Kalimantan Barat 0,81
Kalimantan Selatan 0,75
Banten 0,68
Sulawesi Tenggara 0,64
Kepulauan Riau 0,58
Sulawesi Tengah 0,56
Jawa Barat 0,56
DI Yogyakarta 0,55
Kalimantan Timur 0,53
Lampung 0,49
Sumatera Utara 0,46
Aceh 0,39
Kepulauan Bangka Belitung 0,26
Sumatera Barat 0,23
Bali 0,22
Nusa Tenggara Barat 0,19
Jambi 0,14
DKI Jakarta 0,07
0 1 2 3 4
220 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.42
JUMLAH KABUPATEN/KOTA TERJANGKIT DBD
DI INDONESIA TAHUN 2010-2018
500 463
446 440
412 433 434
450 417
400
(jumlah kab/kota)
400 374
350
300
250
200
150
100
50
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia (514 kab/kota), terdapat 398
kabupaten/kota (77,43%) yang sudah mencapai IR DBD < 49/100.000 penduduk. Target program tahun
2018 adalah sebesar 66% kabupaten/kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk. Dengan
demikian, persentase kabupaten/kota dengan IR DBD < 49 per 100.000 penduduk sudah mencapai
target 2018. Gambar 6.42 menunjukkan bahwa ada 10 provinsi pada tahun 2018 yang tidak memenuhi
target IR DBD < 49 per 100.000 penduduk, yaitu Maluku, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, Kepulauan
Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Gorontalo, Kalimantan Timur, Bengkulu dan
Kalimantan Tengah.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 221
GAMBAR 6.43
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA DENGAN IR DBD < 49 PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Papua 100,00
Maluku Utara 100,00
Nusa Tenggara Barat 100,00
Bali 100,00
Banten 100,00
DI Yogyakarta 100,00
Jawa Tengah 100,00
DKI Jakarta 100,00
Jambi 100,00
Riau 100,00
Jawa Timur 89,47
Sulawesi Tenggara 88,24
Sulawesi Selatan 87,50
Jawa Barat 85,19
Papua Barat 84,62
Sumatera Selatan 82,35
Nusa Tenggara Timur 81,82
Kalimantan Utara 80,00
Lampung 80,00
Aceh 73,91
Sumatera Utara 72,73
Sulawesi Tengah 69,23
Sumatera Barat 68,42
Sulawesi Barat 66,67
Maluku 63,64
Kalimantan Barat 57,14
Kepulauan Riau 57,14
Kepulauan Bangka Belitung 57,14
Kalimantan Selatan 53,85
Sulawesi Utara 46,67
Gorontalo 33,33
Kalimantan Timur 30,00
Bengkulu 30,00
Kalimantan Tengah 14,29
0 20 40 60 80 100
Sumber: Ditjen P2P Kemenkes RI, 2019
222 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.44
ANGKA BEBAS JENTIK
DI INDONESIA TAHUN 2010-2018
100
90
80
70 80,2 79,3 80,1
76,2
60 67,6
(%) ABJ
50
54,2
40 46,7
30
20 31,5
24,1
10
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
ABJ tahun 2018 yang sebesar 31,5% menurun dibandingkan tahun 2017 sebesar 46,7%. ABJ
merupakan output yang diharapkan dari kegiatan Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J). Untuk itu
perlu optimalisasi kegiatan tersebut dari seluruh kabupaten/kota, optimalisasi dana DAK untuk
pemenuhan kebutuhan logistik yang mendukung pengendalian DBD, serta monitoring dan pembinaan
kepada dinas kesehatan provinsi dalam manajemen sistem pelaporan.
Data tentang penyakit DBD menurut provinsi dapat dilihat secara lebih rinci pada Lampiran
6.32 dan Lampiran 6.33.
2. Chikungunya
Gejala utama demam chikungunya (demam chik) adalah demam mendadak, nyeri pada
persendian, terutama pada sendi lutut, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang, serta
ruam pada kulit. Demam chik ini ditularkan oleh nyamuk Aedes albopictus dan Aedes aegypty yang juga
merupakan nyamuk penular penyakit DBD. Demam chik dijumpai terutama di daerah tropis/subtropis
dan sering menimbulkan epidemi. Beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya demam chik yaitu
rendahnya status kekebalan kelompok masyarakat dan kepadatan populasi nyamuk penular karena
banyaknya tempat perindukan nyamuk yang biasanya terjadi pada musim penghujan.
Pada tahun 2018 ditemukan kasus demam chikungunya sebanyak 97 kasus di Kota Depok
Provinsi Jawa Barat.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 223
GAMBAR 6.45
JUMLAH KASUS CHIKUNGUNYA DI INDONESIA
TAHUN 2010-2018
60.000
52.703
50.000
40.000
30.000
20.000
15.324
10.000
2.998 7.341 2.282
1.831 1.702 126
0 97
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Kejadian demam chikungunya mengalami penurunan kasus yang sangat signifikan pada tahun
2010-2012, namun kembali meningkat cukup tinggi pada tahun 2013 dan turun kembali cukup
signifikan mulai tahun 2014 sampai tahun 2018. Sampai dengan saat ini belum pernah dilaporkan
adanya kematian akibat chikungunya. Faktor penyebab turunnya kasus antara lain kondisi cuaca yang
relatif kering dengan curah hujan yang rendah, adanya imunitas pada daerah yang pernah terjangkit,
sebagian daerah tidak melaporkan kasus chikungunya dan lain-lain.
3. Filariasis
Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh cacing filaria dan ditularkan
melalui nyamuk. Di Indonesia, cacing filaria terdiri dari tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori. Penyakit ini menginfeksi jaringan limfe (getah bening). Filariasis menular
melalui gigitan nyamuk yang mengandung cacing filaria dalam tubuhnya. Dalam tubuh manusia, cacing
tersebut tumbuh menjadi cacing dewasa dan menetap di jaringan limfe sehingga menyebabkan
pembengkakan di kaki, tungkai, payudara, lengan dan organ genital.
WHO menetapkan kesepakatan global sebagai upaya untuk mengeliminasi filariasis pada
tahun 2020 (The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health problem by The
Year 2020). Saat ini di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit filariasis atau
yang dikenal juga dengan penyakit kaki gajah yang berada pada lebih dari 83 negara dan 60% kasus
berada di Asia Tenggara. Di Indonesia, pada tahun 2018 terdapat 10.681 kasus filariasis yang tersebar
di 34 Provinsi. Angka ini terlihat menurun dari data tahun sebelumnya karena dilaporkan beberapa
kasus meninggal dunia dan adanya perubahan diagnosis sesudah dilakukan konfirmasi kasus klinis
kronis yang dilaporkan tahun sebelumnya. Grafik berikut menggambarkan peningkatan dan penurunan
kasus filariasis di Indonesia sejak tahun 2010.
224 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.46
JUMLAH KASUS KRONIS FILARIASIS DI INDONESIA
TAHUN 2010 – 2018
16000 14932
10000
8000
6000
4000
2000
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Lima provinsi dengan kasus kronis filariasis terbanyak pada tahun 2018 adalah Papua (3.615
kasus), Nusa Tenggara Timur (1.542 kasus), Jawa Barat (781 kasus), Papua Barat (622 kasus) dan Aceh
(578 kasus). Provinsi dengan jumlah kasus kronis filariasis terendah adalah DI Yogyakarta (3 kasus).
Jumlah kasus kronis filariasis menurut provinsi tahun 2018 dapat dilihat pada Gambar 6.46.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 225
GAMBAR 6.47
JUMLAH KASUS KRONIS FILARIASIS MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
Papua 3.615
Nusa Tenggara Timur 1.542
Jawa Barat 781
Papua Barat 622
Aceh 578
Jawa Tengah 439
Jawa Timur 412
Kalimantan Timur 319
Jambi 267
Kalimantan Barat 254
Sumatera Barat 239
Riau 236
Sulawesi Tengah 193
Sumatera Utara 183
Sumatera Selatan 169
Banten 129
Kepulauan Bangka Belitung 104
Kalimantan Tengah 90
Sulawesi Selatan 82
Bengkulu 64
Sulawesi Tenggara 62
Sulawesi Barat 43
Lampung 40
Maluku 37
Maluku Utara 34
Kepulauan Riau 31
Kalimantan Selatan 23
DKI Jakarta 23
Sulawesi Utara 20
Bali 18
Kalimantan Utara 15
Nusa Tenggara Barat 10
Gorontalo 4
DI Yogyakarta 3
0 1000 2000 3000 4000
Jumlah Kasus Kronis Filariaris
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Tujuan Program Eliminasi Filariasis untuk menurunkan angka mikrofilaria menjadi kurang dari
1% di setiap kabupaten/kota sehingga filariasis tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia pada tahun 2020. Berdasarkan hasil pemetaan daerah endemis di Indonesia diperoleh
sebanyak 236 kabupaten/kota merupakan daerah endemis filariasis yang ada di 28 Provinsi. Enam
provinsi yang seluruh kabupaten/kotanya adalah daerah non endemis filariasis yaitu DKI Jakarta, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Utara. Sedangkan daerah non
endemis Filariasis adalah sebanyak 278 kabupaten/kota dari total 514 kabupaten/kota se-Indonesia.
Terdapat 38 kabupaten/kota yang telah lulus dalam survei penilaian penularan tahap kedua
dan sebanyak 103 kabupaten/kota yang berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi kurang dari
1% pada tahun 2018. Dengan demikian, target sebanyak 65 kabupaten/kota yang berhasil menurunkan
angka mikrofilaria kurang dari 1% dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2018
berhasil terlampaui. Kabupaten/kota endemis filariasis di Provinsi Banten, Lampung, Bengkulu, Riau,
dan Sumatera Barat yang telah 100% berhasil menurunkan angka mikrofilaria menjadi <1%.
226 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.48
JUMLAH KABUPATEN/KOTA ENDEMIS FILARIA
BERHASIL MENURUNKAN ANGKA MIKROFILARIA MENJADI <1%
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Banten 100% (5 dari 5 kabupaten kota)
Lampung 100% (1 dari 1 kabupaten kota)
Bengkulu 100% (5 dari 5 kabupaten kota)
Riau 100% (10 dari 10 kabupaten kota)
Sumatera Barat 100% (10 dari 10 kabupaten kota)
Jambi 80% (4 dari 5 kabupaten kota)
Sumatera Utara 78% (7 dari 9 kabupaten kota)
Sulawesi Selatan 75% (3 dari 4 kabupaten kota)
Jawa Barat 73% (8 dari 11 kabupaten kota)
Kepulauan Bangka Belitung 71% (5 dari 7 kabupaten kota)
Gorontalo 67% (4 dari 6 kabupaten kota)
Sumatera Selatan 56% (5 dari 9 kabupaten kota)
Sulawesi Barat 50% (2 dari 4 kabupaten kota)
Sulawesi Tenggara 50% (6 dari 12 kabupaten kota)
Kalimantan Timur 50% (3 dari 6 kabupaten kota)
Kalimantan Selatan 50% (4 dari 8 kabupaten kota)
Sulawesi Tengah 44% (4 dari 9 kabupaten kota)
Kalimantan Tengah 36% (4 dari 11 kabupaten kota)
Kepulauan Riau 33% (1 dari 3 kabupaten kota)
Kalimantan Utara 25% (1 dari 4 kabupaten kota)
Papua 22% (5 dari 23 kabupaten kota)
Maluku Utara 17% (1 dari 6 kabupaten kota)
Nusa Tenggara Timur 17% (3 dari 18 kabupaten kota)
Aceh 17% (2 dari 12 kabupaten kota)
Papua Barat 0% (0 dari 12 kabupaten kota)
Maluku 0% (0 dari 8 kabupaten kota)
Kalimantan Barat 0% (0 dari 9 kabupaten kota)
Jawa Tengah 0% (0 dari 9 kabupaten kota)
Sulawesi Utara (non endemis filariasis)
Nusa Tenggara Barat (non endemis filariasis)
(non endemis filariasis)
Bali
(non endemis filariasis)
Jawa Timur
(non endemis filariasis)
DI Yogyakarta
(non endemis filariasis)
DKI Jakarta
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Pada tahun 2018 jumlah kabupaten/kota yang masih melaksanakan POPM Filariasis sebanyak
131 kabupaten/kota, sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 152 kabupaten/kota. Terjadi penurunan
jumlah kabupaten/kota yang masih melaksanakan POPM Filariasis disebabkan karena ada beberapa
kabupaten/kota telah selesai melaksanakan POPM Filariasis selama 5 tahun dan sedang memasuki
tahap surveilans. Papua Barat, Maluku, Kalimantan Barat dan Jawa Tengah adalah provinsi dengan
semua kabupaten/kota endemis filariasis melaksanakan POPM. Sementara itu, Banten, Lampung,
Bengkulu, Riau, dan Sumatera Barat merupakan provinsi dengan kabupaten/kota yang tidak
melaksanakan POPM Filariasis karena sedang dalam masa surveilans pasca POPM Filariasis.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 227
GAMBAR 6.49
JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MASIH MELAKSANAKAN POPM FILARIASIS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Sulawesi Utara
(non endemis filariasis)
Nusa Tenggara Barat (non endemis filariasis)
Bali (non endemis filariasis)
Jawa Timur (non endemis filariasis)
DI Yogyakarta (non endemis filariasis)
DKI Jakarta (non endemis filariasis)
Papua Barat 100% ( 1 dari 5 kabupaten/kota)
Maluku 100% ( 8 dari 8 kabupaten/kota)
Kalimantan Barat 100% ( 9 dari 9 kabupaten/kota)
Jawa Tengah 100% ( 9 dari 9 kabupaten/kota)
Maluku Utara 83% ( 5 dari 6 kabupaten/kota)
Nusa Tenggara Timur 83% ( 15 dari 18 kabupaten/kota)
Aceh 83% ( 10 dari 12 kabupaten/kota)
Papua 78% ( 18 dari 23 kabupaten/kota)
Kalimantan Utara 75% ( 3 dari 4 kabupaten/kota)
Kepulauan Riau 67% ( 2 dari 3 kabupaten/kota)
Kalimantan Tengah 64% ( 7 dari 11 kabupaten/kota)
Sulawesi Tengah 56% ( 5 dari 9 kabupaten/kota)
Sulawesi Barat 50% ( 2 dari 4 kabupaten/kota)
Kalimantan Selatan 50% ( 4 dari 8 kabupaten/kota)
Sumatera Selatan 44% ( 4 dari 9 kabupaten/kota)
Sulawesi Tenggara 42% ( 5 dari 12 kabupaten/kota)
Gorontalo 33% ( 5 dari 5 kabupaten/kota)
Kalimantan Timur 33% ( 2 dari 6 kabupaten/kota)
Kepulauan Bangka Belitung 29% ( 2 dari 7 kabupaten/kota)
Jawa Barat 27% ( 3 dari 11 kabupaten/kota)
Sulawesi Selatan 25% ( 1 dari 4 kabupaten/kota)
Sumatera Utara 22% ( 2 dari 9 kabupaten/kota)
Jambi 20% ( 1 dari 5 kabupaten/kota)
(surveilans pasca POPM Filariasis)
Banten
(surveilans pasca POPM Filariasis)
Lampung
(surveilans pasca POPM Filariasis)
Bengkulu
(surveilans pasca POPM Filariasis)
Riau
(surveilans pasca POPM Filariasis)
Sumatera Barat
0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Gambar 6.46 menggambarkan tentang cakupan POPM filariasis. Selama delapan tahun
terakhir POPM Filariasis cenderung meningkat, dari 39,4% pada tahun 2010 menjadi 77,48% pada
tahun 2018. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya komitmen Pemerintah Daerah dalam
mencapai Eliminasi Filariasis.
228 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.50
CAKUPAN POPM FILARIASIS
TAHUN 2010-2018
90
80 76,7 78,2
73,9 77,48
70
66,9 69,5
60
56,5
50
40
39,4
37,7
30
20
10
0
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
4. Malaria
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009
tentang “Eliminasi Malaria di Indonesia” dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri kepada seluruh
gubernur dan bupati/walikota Nomor 443.41/465/SJ tanggal 8 Februari 2010 berisi tentang “Pedoman
Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia yang harus dicapai secara bertahap mulai dari
tahun 2010 sampai seluruh wilayah Indonesia bebas malaria selambat-lambatnya tahun 2030”, maka
program malaria di Indonesia bertujuan untuk mencapai eliminasi.
Pencapaian eliminasi sangat bervariasi di antara provinsi di Indonesia. Provinsi yang
kabupaten/kotanya belum satupun mencapai eliminasi ada di wilayah Indonesia timur, yaitu Papua,
Papua barat, NTT, Maluku, dan Maluku Utara. Provinsi yang memiliki presentase kabupaten/kota
mencapai eliminasi diatas 80% yaitu Aceh, Riau, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta,
Jawa Timur, dan Bali. Terdapat tiga (3) Provinsi yang 100% kabupaten/kotanya telah mencapai bebas
penularan Malaria yaitu DKI Jakarta, Bali dan Jawa Timur.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 229
GAMBAR 6.51
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MENCAPAI ELIMINASI MALARIA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 55,45%
Bali 100,00%
Jawa Timur 100,00%
DKI Jakarta 100,00%
Jawa Tengah 85,71%
Jawa Barat 85,19%
Sumatera Barat 84,21%
Riau 83,33%
Aceh 82,61%
DI Yogyakarta 80,00%
Sulawesi Selatan 79,17%
Banten 75,00%
Kep. Bangka Belitung 71,43%
Lampung 66,67%
Kalimantan Tengah 64,29%
Sumatera Utara 63,64%
Kalimantan Selatan 53,85%
Sulawesi Tenggara 52,94%
Sulawesi Barat 50,00%
Sumatera Selatan 47,06%
Jambi 45,45%
Kepulauan Riau 42,86%
Sulawesi Utara 40,00%
Gorontalo 33,33%
Sulawesi Tengah 30,77%
Kalimantan Timur 30,00%
Nusa Tenggara Barat 30,00%
Bengkulu 30,00%
Kalimantan Barat 21,43%
Kalimantan Utara 20,00%
Papua 0,00%
Papua Barat 0,00%
Maluku Utara 0,00%
Maluku 0,00%
Nusa Tenggara Timur 0,00%
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Pada tahun 2017 sebanyak 266 kabupaten/kota dan tahun 2018 sebanyak 285 kabupaten/kota
mengalami peningkatan capaian eliminasi malaria. Capaian jumlah kabupaten/kota yang mencapai
eliminasi malaria tahun 2018 telah memenuhi target yang ditetapkan. Hal tersebut antara lain karena
didukung oleh pencapaian target pendukung yaitu persentase konfirmasi sediaan darah serta
persentase pengobatan standar yang merupakan indikator Pemantauan Program Prioritas Janji
Presiden tahun 2018 oleh KSP (Kantor Staf Presiden) yang dilakukan setiap tiga bulan.
Target indikator Pemantauan Program Prioritas Janji Presiden tahun 2018 oleh KSP (Kantor Staf
Presiden) berupa indikator persentase suspek Malaria yang dikonfirmasi Laboratorium (dengan
mikroskop/RDT) dengan target 95% dan indikator persentase kasus Malaria positif yang diobati sesuai
standar (ACT) dengan target 90%. Capaian indikator persentase suspek Malaria yang dikonfirmasi
Laboratorium (dengan mikroskop/RDT) pada tahun 2018 sudah tercapai yaitu sebesar 95,5% dan
230 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
indikator persentase kasus Malaria positif yang diobati sesuai standar (ACT) sudah tercapai sebesar
92,9%.
Peta endemisitas malaria tahun 2018 per kabupaten/kota, dimana daerah yang berwarna
putih menunjukkan kabupaten/kota yang telah mencapai eliminasi malaria dapat dilihat pada Gambar
6.48.
GAMBAR 6.52
PETA ENDEMISITAS MALARIA
TAHUN 2018
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 231
GAMBAR 6.53
ANGKA KESAKITAN MALARIA (ANNUAL PARACITE INCIDENCE /API)
PER 1.000 PENDUDUK TAHUN 2009-2018
3,0
2,5
1,96
API per 1.000 penduduk
0,99 0,99
0,85 0,88 0,84
1,0
0,5
0,0
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Tahun
Papua merupakan provinsi dengan API tertinggi, yaitu 52,99 per 1.000 penduduk. Angka ini
sangat tinggi jika dibandingkan dengan provinsi lainnya. Tiga provinsi dengan API per 1.000 penduduk
tertinggi lainnya, yaitu Papua Barat (8,49), Nusa Tenggara Timur (3,42), dan Maluku (1,16). Sebanyak
66% kasus berasal dari Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku. Angka kesakitan malaria
menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 6.50.
Secara nasional, sebesar 96% suspek malaria diperiksa secara laboratorium (Rapid Diagnostic
Test dan Mikroskop). Informasi lengkap mengenai jumlah kasus malaria dan jenis tes sediaan darah
menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran 6.31.
232 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.54
ANGKA KESAKITAN MALARIA (ANNUAL PARACITE INCIDENCE/API)
PER 1.000 PENDUDUK MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
INDONESIA 0,84
Papua 52,99
Papua Barat 8,49
Nusa Tenggara Timur 3,42
Maluku 1,16
Kalimantan Timur 0,63
Maluku Utara 0,39
Lampung 0,38
Nusa Tenggara Barat 0,34
Sulawesi Tenggara 0,31
Kalimantan Tengah 0,25
Sulawesi Utara 0,25
Kalimantan Selatan 0,20
Sulawesi Barat 0,19
Bengkulu 0,16
Kepulauan Bangka Belitung 0,16
Sulawesi Selatan 0,15
Kepulauan Riau 0,11
Sumatera Utara 0,09
Sumatera Barat 0,09
Sumatera Selatan 0,08
Sulawesi Tengah 0,06
Jambi 0,05
Gorontalo 0,05
Kalimantan Utara 0,04
Aceh 0,02
Jawa Tengah 0,02
Kalimantan Barat 0,02
Bali 0,02
Riau 0,01
Jawa Timur 0,01
DI Yogyakarta 0,01
DKI Jakarta 0,01
Banten 0,00
Jawa Barat 0,00
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60
API per 1.000 Penduduk
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Pada tahun 2018 terdapat 168 kabupaten/kota dengan API<1 per 1.000 penduduk (32,68%).
Ada 3 provinsi dengan status bebas malaria yaitu Bali, Jawa Timur, dan DKI Jakarta. 3 provinsi dengan
capaian persentase kabupaten/kota dengan API <1 per 1000 penduduk yaitu Maluku Utara (80,00%),
Kalimantan Utara (80,00%), dan Kalimantan Barat (78,57%). Persentase kabupaten/kota dengan API<1
per 1.000 penduduk menurut provinsi dapat dilihat pada Gambar 6.54.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 233
GAMBAR 6.55
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA DENGAN API<1 PER 1.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 32,68
b. Pengobatan Malaria
Pengobatan malaria secara efektif dilakukan dengan pemberian ACT (Artemicin-based
Combination Therapy) pada 24 jam pertama pasien panas dan obat harus diminum habis. Persentase
pengobatan ACT masuk dalam indikator prioritas yang dipantau oleh Kantor Staf Presiden dengan
target 90%. Persentase ACT menurut provinsi tahun 2018 dapat dilihat pada Gambar 6.52.
234 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.56
PERSENTASE PENGOBATAN ACT ARTEMICIN-BASED COMBINATION THERAPY (ART)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
5. Rabies
Rabies merupakan penyakit mematikan baik pada manusia maupun hewan yang disebabkan
oleh infeksi virus (golongan Rhabdovirus) yang ditularkan melalui gigitan hewan seperti anjing, kucing,
kelelawar, kera, musang dan serigala yang di dalam tubuhnya mengandung virus.
Sampai dengan tahun 2018 terdapat 25 provinsi tertular rabies dari 34 provinsi di Indonesia.
Sedangkan ada 9 provinsi lainnya dinyatakan bebas rabies yaitu Papua, Papua Barat, Kepulauan Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, dan Nusa Tenggara Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan DKI
Jakarta.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 235
Kasus kematian karena rabies (Lyssa) sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 cenderung
menurun, namun meningkat kembali pada tahun 2015 menjadi 118 kematian, lalu mengalami
penurunan sampai tahun 2018, yaitu menjadi 111 kematian akibat rabies. Gambar 6.53
memperlihatkan bahwa terjadi penurunan GHPR, VAR dan kematian akibat rabies (Lyssa).
GAMBAR 6.57
SITUASI RABIES DI INDONESIA
TAHUN 2009 – 2018
90.000 200
84.010 84.740
80.403 80.868
80.000 180
74.331 74.331 73.767 74.245
69.136 68.271 160
70.000
(Jumlah GHPR dan PET)
184
59.541 140
60.000 57.889 57.887
137 54.059
(kematian/Lyssa)
51.581 120
50.000 45.311
119 118 100
108 111
40.000 99
98 80
30.000
60
20.000
40
10.000 20
0 0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
GHPR PET Lyssa
Kasus GHPR tahun 2018 paling banyak terjadi di Bali yaitu sebanyak 26.130 kasus, diikuti oleh
NTT sebanyak 12.530 kasus, dan Sumatera Utara sebanyak 5.667 kasus. Jumlah kasus di Provinsi Bali
menurun drastis dibandingkan tahun sebelumnya, yaitu sebanyak 33.103 kasus. Kematian akibat rabies
(Lyssa) paling banyak terjadi di Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan dengan masing-masing
sebanyak 25 kasus, diikuti oleh Sulawesi Utara sebanyak 16 kasus, dan Sulawesi Selatan sebanyak 15
kasus. Provinsi Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan merupakan provinsi dengan kematian akibat
rabies tinggi juga pada tahun sebelumnya, yaitu masing-masing sebanyak 22 kasus kematia (jumlah
kasus GHPR, kasus GHPR yang diberi Vaksin Anti Rabies (VAR) dan kematian akibat rabies (Lyssa) lebih
lanjut dapat dilihat pada tabel Lampiran 6.34.
6. Leptospirosis
Leptospirosis merupakan penyakit yang disebabkan bakteri Leptospira sp. Sumber infeksi pada
manusia biasanya akibat kontak secara langsung atau tidak langsung dengan urine hewan yang
terinfeksi. Banyak kasus leptospirosis yang tidak terlaporkan karena sulitnya diagnosa klinis dan
mahalnya biaya pemeriksaan laboratorium.
236 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Pada tahun 2018 terdapat 7 provinsi yang melaporkan adanya kasus leptopirosis yaitu DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Banten, dan Maluku. Kasus leptospirosis
meningkat drastis pada tahun 2016 sebanyak 830 kasus, kembali meningkat pada tahun 2018, yaitu
sebanyak 894 kasus. Pada tahun 2018 terdapat 1 provinsi yang melaporkan kasus yaitu Maluku
sebanyak 5 kasus. Ada 5 provinsi yang mengalami peningkatkan kasus kasus leptospirosis, yaitu: DKI
Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Banten. Hanya Provinsi Jawa Barat yang mengalami
penurunan kasus (5 kasus pada tahun 2017 menjadi 2 kasus pada tahun 2018).
TABEL 6.5
DISTRIBUSI KASUS LEPTOSPIROSIS DI 6 PROVINSI
DI INDONESIA TAHUN 2015 – 2018
Tahun
Provinsi
2015 2016 2017 2018
DKI Jakarta 37 39 1 31
Jawa Barat 19 16 5 2
Jawa Tengah 149 164 316 427
DI Yogyakarta 144 114 123 186
Jawa Timur 24 468 106 128
Banten 31 29 89 115
Maluku 5
Sumatera Selatan 1
Total 404 830 640 895
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Kasus dan kematian akibat leptospirosis tertinggi tahun 2018 terjadi di Jawa Tengah dengan
CFR sebesar 20,84%. Sedangkan CFR tertinggi di Provinsi Maluku berjumlah 5 kasus dan 2 diantaranya
meninggal dunia sehingga CFR di provinsi tersebut (40,00%) tertinggi dibandingkan provinsi lainnya.
Gambaran jumlah kasus dan jumlah kematian akibat leptospirosis selama sembilan tahun terakhir
dapat dilihat pada Gambar 6.54.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 237
GAMBAR 6.58
SITUASI LEPTOSPIROSIS DI INDONESIA
TAHUN 2009 – 2018
1.000 20
Jumlah kasus
900 Jumlah kasus meninggal 16,88
17,76
Case fatality rate 16,55
800
15
700
12,13
(kasus)
Sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2018 terjadi fluktuasi jumlah kasus leptospirosis.
Jumlah kasus tertinggi terjadi pada tahun tahun 2011 lalu menurun sampai dengan tahun 2015,
kemudian meningkat pada tahun 2018. Sementara itu, jumlah kematian akibat leptospirosis cenderung
tetap pada tahun 2013-2016, kemudian meningkat pada tahun 2018. Peningkatan pelaporan kasus
seiring dengan dilakukannya surveilans sentinel leptosprosis dari tahun 2017 sampai 2018 pada 3
provinsi, yaitu DKI Jakarta, Banten, dan Sumatera Selatan.
Upaya yang telah dilaksanakan dalam pengendalian leptospirosis antara lain surat edaran
kewaspadaan leptospirosis setiap tahunnya; pengadaan Rapid Test Diagnostic (RDT) sebagai buffer
stock; mendistribusikan media KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) seperti buku petunjuk teknis,
leaflet, poster, roll banner, dan lain-lain.
7. Antraks
Antraks merupakan salah satu penyakit zoonosis yang menjadi masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri antraks (Bacillus anthracis) yang dapat membentuk
spora yang bertahan di lingkungan sampai puluhan tahun. Antraks selain menjadi masalah kesehatan
masyrakat, juga dapat mengancam dunia internasional karena dapat dijadikan senjadi biologis.
Berdasarkan Peta Kasus dan Situasi Penyakit Hewan Kementerian Kesehatan 2017, hampir
seluruh provinsi, kecuali Papua yang dinyatakan bebas historis dari penyakit antraks. Sepanjang tahun
2017, provinsi yang terkonfirmasi positif antraks pada ternak adalah Sulawesi Selatan, DI Yogyakarta,
dan Gorontalo. Sedangkan daerah yang dilaporkan ada kematian mendadak pada ternak terduga
antraks melalui ISIKHNAS, selain dari 3 provinsi tersebut sebelumnya, adalah Jawa Timur, Nusa
238 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Tenggara Barat, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Utara. Pada tahun 2018 tercatat
provinsi yang dilaporkan kasus antraks pada ternak adalah Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Barat.
Kasus antrak pada manusia yang dilaporkan sampai tahun 2017 ada di 5 provinsi, yaitu
Sulawesi Selatan, Gorontalo, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada tahun 2017 dilaporkan terjadi sebanyak 77 kasus antraks, dengan 1 kasus kematian
(CFR=1,59%). Jumlah kasus ini meningkat dibandingkan tahun 2016 yang berjumlah 52 kasus, dengan
tidak ada kematian. Gambar 6.54 memperlihatkan kasus antraks selama tujuh tahun terakhir.
GAMBAR 6.59
JUMLAH KASUS DAN KEMATIAN ANTRAKS
DI INDONESIA TAHUN 2011-2018
90 10
9,09
80 77 9
70 8
7
60 6,25
52 6
50 48
(% CFR)
(Jumlah Kasus)
41 5
40
4
30
3
22
20 2
1,30
11
10 9 1
0,00 0,00 3 30,00 0,00 0,00 0
0 0 1 0 0 1
0 0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Dalam periode 5 tahun terakhir, kasus antraks pada manusia ditemukan pada provinsi Nusa
Tenggara Timur 2012, Sulawesi Selatan (2013, 2014, dan 2015). Untuk tahun 2017 terjadi kembali di
Nusa Tenggara Timur sebanyak 1 kasus, Sulawesi Selatan sebanyak 2 kasus, Gorontalo sebanyak 45
kasus, Jawa Timur sebanyak 25 kasus dan DI Yogyakarta sebanyak 4 kasus. Terdapat 1 kasus meninggal
di Provinsi DI Yogyakarta yang dikarenakan adanya infeksi meningitis anthraxis. Tahun 2018 dilaporkan
kasus antraks sebanyak 8 kasus dari Jawa Timur dan 1 kasus dari Sulawesi Selatan. Sementara itu, untuk
provinsi lain yang tidak lagi ditemukan kasus pada manusia, masih merupakan daerah endemis antraks
dan dapat berpotensi untuk menyebabkan kasus pada manusia, bila tidak dilakukan pengendalian baik
dari sektor kesehatan manusia maupun sektor kesehatan hewan.
Pengendalian kasus Antraks dapat dilakukan dengan peningkatan kegiatan surveilans yang
intensif terhadap kasus Antraks dengan fokus daerah endemis atau daerah rawan lainnya. Kegiatan
surveilans diintensifkan pada hari-hari perayaan agama seperti Hari Raya Idul Fitri, Idul Adha, Natal
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 239
ataupun perayaan hari besar lainnya dan juga saat dimungkinkan konsumsi daging meningkat dan
pengawasan lalu lintas ternak dari sektor kesehatan hewan.
8. Flu Burung
Flu burung merupakan penyakit zoonosis yang masih menjadi perhatian di Indonesia. Jumlah
kumulatif kasus terkonfirmasi flu burung sejak Juni 2005 sampai Desember 2018 sebanyak 200 kasus
konfirmasi, dengan kasus meninggal sebanyak 168 kasus, Case Fatality Rate (CFR) sebesar 84%.
GAMBAR 6.60
JUMLAH KASUS, KEMATIAN, DAN CASE FATALITY RATE (CFR) FLU BURUNG
DI INDONESIA TAHUN 2005-2018
100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100
100 100
90,48
88,10
90 81,82 83,33 83,33 90
77,78
80 80
70 65,00 70
(Jumlah Kasus)
60 60
55
%CFR
50 45 50
42
40 37 40
30 30
24
20 21
20 20 19 20
13 9 12
10 9
10 7 9 10
3 2 2 11
3 2 2 00
0 0
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Kasus Meninggal CFR (%)
Jumlah kasus flu burung cenderung menurun dalam kurun waktu lima tahun, pada tahun 2012
sebanyak 9 kasus, pada tahun 2013 sebanyak 3 kasus, pada tahun 2014 sebanyak 2 kasus, sedangkan
pada tahun 2015 jumlah kasus flu burung sama dengan jumlah kasus pada tahun 2014 yaitu sebanyak
2 kasus. Jumlah kasus kematian karena flu burung juga terjadi penurunan jumlah kasus kematiannya.
Dalam tahun 2016 tidak ada kasus konfirmasi maupun yang meninggal, tetapi pada akhir 2017
terdapat 1 kasus konfirmasi flu burung dan 1 kasus meninggal di Kab. Klungkung, Provinsi Bali. Pada
tahun 2018 tidak ada kasus konfirmasi maupun yang meninggal karena flu burung di Indonesia.
240 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.61
JUMLAH KASUS DAN KEMATIAN AKIBAT FLU BURUNG
MENURUT PROVINSI TAHUN 2005-2018
DKI Jakarta 53
45
Jawa Barat 51
43
Banten 34
31
Jawa Tengah 14
13
Riau 10
8
Jawa Timur 9
6
Sumatera Utara 8
7
Bali 7
7
Sumatera Barat 4
1
DI Yogyakarta 3
3
Lampung 3
0
Nusa Tenggara Barat 1
1
Bengkulu 1
1
Sumatera Selatan 1
1
Sulawesi Selatan 1
1
0 10 20 30 40 50 60
Kasus Meninggal
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2018
Sebaran kasus flu burung sejak tahun 2005 dilaporkan sampai tahun 2017, masih tersebar
secara sporadis di 15 Provinsi. Jumlah kasus flu burung tertinggi dilaporkan dari 3 provinsi, yaitu DKI
Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Untuk Provinsi Bali, pada tahun 2017 menambah 1 kasus konfirmasi
flu burung. Sedangkan tahun 2018, tidak ada dilaporkan kasus konfirmasi flu burung pada manusia.
Kematian kasus flu burung tinggi, fatalitas kasus berkisar antara 65-100%, Hal ini dipengaruhi
oleh faktor-faktor sebagai berikut: keganasan virus flu burung (High Pathogenic Avian Influenza
Virus/HPAI), gejala klinis awal penyakit flu burung menyerupai penyakit Flu biasa dan Penyakit lain
sehingga kasus suspek terlambat dirujuk ke rumah sakit sehingga ketika dirujuk ke rumah sakit keadaan
pasien dalam kondisi sesak nafas berat.
Penurunan jumlah kematian ini terjadi karena telah dilakukan pelatihan-pelatihan tatalaksana
flu burung untuk petugas kesehatan baik dari puskesmas, rumah sakit maupun swasta. Selain itu,
penyebarluasan KIE melalui poster, leaflet dan informasi melalui media massa banyak mengenai tanda
dan gejala flu burung kepada masyarakat sehingga masyarakat lebih waspada terhadap flu burung.
Pada tahun 2017 telah dicetak dan disebarkan juga ke daerah tentang Buku Pedoman Pengendalian flu
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 241
burung yang terbaru. Pada tahun 2018, dilakukan penyegaran kembali pelatihan tatalaksana flu burung
dengan pendekatan one-health yang melibatkan sektor kesehatan hewan dan satwa liar.
242 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Tujuan pengendalian vektor adalah untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin
sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular vektor di suatu
wilayah, atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan vektor dapat
dicegah. Target Nasional adalah Persentase Kabupaten/ Kota yang melaksanakan PVT. Target
Kabupaten/ Kota yang melaksanakan PVT berturut (tahun 2015-2018) adalah 40%, 50%, 60%, 70%
Kabupaten/ Kota, dengan realisasi PVT berturut (tahun 2015-2018) sebanyak 42,2%, 50%, 60,7%,
71,79% Kabupaten/ Kota.
Kabupaten/kota yang melaksanakan pengendalian vektor terpadu pada tahun 2018 sebanyak
369 kabupaten/kota atau sebesar 71,79% dari seluruh kabupaten/kota. Target Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan tahun 2018 adalah 70% kabupaten/kota melaksanakan pengendalian vektor
terpadu. Dengan demikian target pelaksanaan pengendalian vektor terpadu tahun 2018 tercapai.
Jumlah dan persentase kabupaten/kota yang melakukan pengendalian vektor terpadu menurut
provinsi tahun 2018 dapat dilihat pada gambar 6.62.
GAMBAR 6.62
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MELAKUKAN PENGENDALIAN VEKTOR TERPADU
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Banten 87,50
Jawa Timur 86,84
Lampung 86,67
Kepulauan Bangka Belitung 85,71
Jawa Barat 85,19
Sumatera Utara 84,85
Kalimantan Selatan 84,62
Sumatera Barat 84,21
Gorontalo 83,33
Sulawesi Selatan 83,33
DKI Jakarta 83,33
Riau 83,33
Jawa Tengah 82,86
Sulawesi Tenggara 82,35
Sumatera Selatan 82,35
Jambi 81,82
Kalimantan Timur 80,00
Nusa Tenggara Barat 80,00
DI Yogyakarta 80,00
Kalimantan Tengah 78,57
Bali 77,78
Kalimantan Barat 71,43
Kepulauan Riau 71,43
Aceh 69,57
Sulawesi Tengah 69,23
Sulawesi Barat 66,67
Sulawesi Utara 60,00
Kalimantan Utara 60,00
Bengkulu 60,00
Maluku 36,36
Nusa Tenggara Timur 31,82
Papua 31,03
Maluku Utara 30,00
Papua Barat 23,08
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 243
Berdasarkan gambar 6.57 dapat dilihat bahwa lima provinsi dengan persentase
kabupaten/kota terbanyak yang melakukan pengendalian vektor terpadu tahun 2018 adalah Provinsi
Banten (87,50%), Lampung (86,67%), Bangka Belitung (85,84%), Jawa Timur (85,71%) dan, Jawa Barat
(85,19%).
244 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Beberapa kegiatan yang telah dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan dalam upaya untuk
mengendalikan penyakit tidak menular sampai dengan tahun 2018 adalah sebagai berikut.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 245
GAMBAR 6.63
PERSENTASE PUSKESMAS YANG MELAKSANAKAN PENGENDALIAN
TERPADU (PANDU) PTM MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
Indonesia 74,25
246 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Pada tahun 2018 target 40%, realisasi 43,9% atau sebanyak 35.749 desa/kelurahan yang melaksanakan
Posbindu PTM. Terjadi peningkatan persentase pencapaian jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan
Posbindu PTM dibandingkan tahun 2017.
Kepulauan Bangka Belitung merupakan provinsi dengan desa/kelurahan terbanyak yang
melaksanakan Posbindu PTM, yaitu sebesar 100,0%. Provinsi dengan desa/kelurahan yang
melaksanakan Posbindu PTM terbanyak lainnya yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta sebesar 99,6% dan
92,2%. Hanya terdapat 3,1% desa di Papua yang melaksanakan Posbindu PTM.
GAMBAR 6.64
PERSENTASE DESA/KELURAHAN YANG MELAKSANAKAN POSBINDU PTM
MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
Indonesia 43,9
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 247
3. Pengendalian Konsumsi Hasil Tembakau
Beberapa upaya pengendalian konsumsi hasil tembakau yang telah dikembangkan adalah
sebagai berikut.
a. Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk hidup sehat tanpa rokok termasuk
akibat merokok melalui iklan layanan masyarakat serta promosi kesehatan.
b. Menyediakan layanan upaya berhenti rokok di Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) baik
primer dan sekunder maupun tersier. Selain itu juga, bagi masyarakat yang tidak sempat dan tidak
dapat datang ke Fasyankes, disiapkan layanan konseling upaya berhenti merokok melalui telepon
tanpa bayar.
c. Melakukan monitoring dan implementasi kebijakan pengendalian konsumsi hasil tembakau.
d. Perlindungan masyarakat terhadap paparan asap rokok melalui pengembangan kawasan tanpa
rokok dengan mendorong terbentuknya peraturan dan kebijakan daerah serta implementasinya.
Sebagian besar provinsi di Indonesia sudah memiliki peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR),
yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung,
Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DIY, Bali, NTB, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Papua Barat. Secara
keseluruhan sudah 61,76% provinsi yang memiliki peraturan KTR. Sedangkan untuk kabupaten/kota
yang sudah memiliki peraturan mengenai KTR mencapai 68,68%. Selengkapnya mengenai
kabupaten/kota yang memiliki peraturan mengenai KTR dapat dilihat pada lampiran 6.43.
248 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.65
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN
KEBIJAKAN KTR MINIMAL PADA 50% SEKOLAH
MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
Indonesia 42,41
Bali 100,0
DI Yogyakarta 100,0
DKI Jakarta 100,0
Nusa Tenggara Barat 80,0
Sumatera Barat 73,7
Kepulauan Riau 71,4
Kep. Bangka Belitung 71,4
Kalimantan Timur 70,0
Sulawesi Barat 66,7
Maluku 63,6
Banten 62,5
Lampung 60,0
Sumatera Selatan 58,8
Jambi 54,5
Kalimantan Selatan 53,8
Sulawesi Utara 53,3
Gorontalo 50,0
Kalimantan Barat 50,0
Riau 50,0
Jawa Barat 48,1
Maluku Utara 40,0
Kalimantan Utara 40,0
Kalimantan Tengah 35,7
Sulawesi Selatan 33,3
Bengkulu 30,0
Sulawesi Tenggara 29,4
Jawa Tengah 28,6
Jawa Timur 26,3
Aceh 26,1
Sulawesi Tengah 23,1
Nusa Tenggara Timur 22,7
Sumatera Utara 21,2
Papua 15,4
Papua Barat 13,8
0 20 40 60 80 100 120
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Berdasarkan implementasi KTR, diketahui bahwa sampai dengan tahun 2018 secara nasional telah
tercapai 42,41% kabupaten/kota telah melaksanakan kebijakan KTR minimal pada 50% sekolah. Hal ini
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2017 dengan capaian 29,96%. Provinsi dengan
persentase kabupaten/kota yang melaksanakan kebijakan KTR minimal pada 50% sekolah tertinggi
adalah Provinsi Bali, DIY, dan DKI Jakarta. Kondisi pada tahun 2018 ini sama dengan pada tahun 2017.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 249
prakanker) dengan metoda IVA dan papsmear. Jika ditemukan pada tahap lebih dini dapat menurunkan
angka kematian dan menghemat pembiayaan kesehatan yang sangat tinggi.
GAMBAR 6.66
PERSENTASE PEMERIKSAAN DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DAN PAYUDARA PADA
PEREMPUAN USIA 30-50 TAHUN MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
Indonesia 7,34
Kep. Bangka Belitung 25,42
Sumatera Barat 18,89
Lampung 17,47
Bali 16,63
Kalimantan Utara 16,51
Sumatera Selatan 16,51
Kalimantan Selatan 15,28
DKI Jakarta 13,62
Nusa Tenggara Barat 13,24
Riau 10,57
Sulawesi Tengah 8,86
Jawa Timur 8,50
Jambi 8,17
Kepulauan Riau 7,75
DI Yogyakarta 7,60
Kalimantan Timur 7,54
Maluku 7,10
Sulawesi Utara 6,84
Bengkulu 6,80
Papua Barat 6,41
Kalimantan Barat 6,09
Nusa Tenggara Timur 5,37
Sulawesi Selatan 5,08
Jawa Tengah 5,07
Kalimantan Tengah 4,70
Sumatera Utara 4,59
Sulawesi Barat 4,00
Maluku Utara 3,80
Jawa Barat 3,02
Aceh 2,64
Gorontalo 2,55
Banten 2,44
Sulawesi Tenggara 1,34
Papua 0,91
0 5 10 15 20 25 30
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2018
Cakupan pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dan payudara pada perempuan usia
30-50 tertinggi terdapat di Kep. Bangka Belitung yaitu sebesar 25,42%, diikuti oleh Sumatera Barat
sebesar 18,89%, dan Lampung sebesar 17,47%. Pemeriksaan IVA menurut provinsi sampai dengan
tahun 2018 lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6.45.
250 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.67
HASIL PEMERIKSAAN DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DAN KANKER PAYUDARA PADA
PEREMPUAN USIA 30-50 TAHUN TAHUN 2018
100.000
77.969
80.000
60.000
40.000
20.000 16.956
3.563 2.253
0
IVA positif Tumor Payudara Curiga Ca leher rahim Curiga Ca Payudara
Gambar 6.63 menggambarkan hasil pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dan payudara
di Indonesia, dimana pada tahun 2018 telah ditemukan 77.969 IVA positif, 16.956 tumor payudara,
3.563 curiga kanker leher rahim, dan 2.253 curiga kanker payudara.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 251
Tujuan wajib lapor :
a. memenuhi hak pecandu narkotika dalam mendapatkan pengobatan dan/ atau perawatan
melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial,
b. mengikutsertakan orang tua, wali, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan
tanggung jawab terhadap pecandu narkotika yang ada di bawah pengawasan dan
bimbingannya, dan
c. memberikan bahan informasi bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan di bidang
pencegahan, pemberantasan, penyalahgunaan, dan peredaran narkotika.
Wajib lapor dilakukan oleh orang tua atau wali pecandu narkotika yang belum cukup umur dan
pecandu narkotika yang sudah cukup umur atau keluarganya. Prosedur wajib lapor dilakukan dengan
melaporkan pecandu narkotika kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL).
GAMBAR 6.68
JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG AKTIF MENYELENGGARAKAN UPAYA PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN MASALAH PENYALAHGUNAAN NAPZA
DI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL)
TAHUN 2015 - 2018
16
14 14
14
12
12
10
10
8 8 8
8
6 6 6 6 6 6 6 6 6
6 5
4 4
4 3 3 3
2
2 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0
0
Sumatera Utara
Bengkulu
DI Yogyakarta
Kalimantan Barat
Maluku
Lampung
Papua
Banten
Jambi
Bali
Riau
DKI Jakarta
NTB
NTT
Sumatera Barat
Jawa Barat
Jawa Tengah
Sulawesi Utara
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Utara
Papua Barat
Aceh
Sumatera Selatan
Jawa Timur
Sulawesi Barat
Gorontalo
Kep. Riau
Sulawesi Tengah
Maluku Utara
Kep. Bangka Belitung
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa selama kurun waktu 2015-2018, Provinsi Aceh, Jawa
Timur, dan Jawa Tengah, merupakan provinsi dengan peningkatan jumlah kabupaten/kota aktif
menyelenggarakan upaya pencegahan dan pengendalian Napza di Institus Penerima Wajib Lapor
(IPWL) paling besar.
252 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.69
JUMLAH IPWL DAN IPWL AKTIF DI INDONESIA
80
70
70 62 61
60
50 46
40 40 40
37 36
40
31 31
28 2728
30 24 25 25
20 21 19
17
20 14 1414 14 13
10 11 11 10 10 10 10 9
8 7 8 7 7 5 7 6
10 6 6 4 4 57 6 6 5 4 4 4 3
2 2 4 2 2 0 1 1 0 1 2 20
0
DI Yogyakarta
Maluku
Sumatera Barat
Sumatera Utara
Bali
Nusa Tenggara Barat
Banten
Lampung
Riau
Bengkulu
DKI Jakarta
Jawa Tengah
Kalimantan Barat
Sulawesi Utara
Kalimantan Timur
Jawa Barat
Kepulauan Riau
Jambi
Kalimantan Selatan
Kalimantan Utara
Aceh
Sumatera Selatan
Jawa Timur
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Kep. Bangka Belitung
Papua
Sulawesi Barat
Maluku Utara
Papua Barat
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Tengah
jumlah IPWL jumlah IPWL aktif
IPWL aktif tertinggi dimiliki oleh provinsi Aceh, Jambi, dan DKI Jakarta, masing-masing
sebanyak 28, 27, dan 24 IPWL. Hal ini disebabkan karena banyak pasien penyalahguna Napza yang
mengakses pelayanan di IPWL, tersedianya SDM terlatih bidang Napza, dukungan yang cukup dari
pemerintah daerah, serta aktif dalam pengajuan klaim IPWL. Sedangkan provinsi yang memiliki IPWL
terendah adalah Kalimantan Utara (3 IPWL) dan Papua Barat memiliki 2 IPWL. Hal ini dimungkinkan
karena kurang aktif dalam mengajukan klaim, membuat laporan (walaupun mereka melakukan
pelayanan IPWL) dan kurangnya dukungan dari pemerintah daerah.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 253
Peningkatan jumlah pasien wajib lapor dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
GAMBAR 6.70
JUMLAH KUMULATIF PASIEN WAJIB LAPOR 2011 – 2018
BERDASARKAN KUNJUNGAN
10.000 9.405
9.000
8.000
7.695
7.000
6.028
6.000
4.940
5.000
4.000
2.788
3.000
2.163
2.000 1.537
775
1.000
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
GAMBAR 6.71
IPWL BERDASARKAN FASYANKES DAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 701
TAHUN 2018
350
310
300
250
200 180
142
150
100 77
50 33
12
0
Berdasarkan gambar di atas diketahui bahwa yang termasuk IPWL berdasarkan Fasyankes dan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 701 Tahun 2018 adalah puskesmas, rumah sakit umum, BNN,
POLRI, RSJ/RSKO, dan LAPAS/RUTAN. Sedangkan jenis layanan yang diberikan di IPWL antara lain terdiri
254 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
dari rawat inap (824), terapi rumatan metadon (463), rawat jalan (367), dan terapi rumatan
buprenorfin (56).
GAMBAR 6.72
JENIS LAYANAN YANG DIBERIKAN DI IPWL
TAHUN 2011-2018
GAMBAR 6.73
JUMLAH PASIEN REHABILITASI BERDASARKAN JENIS KELAMIN
TAHUN 2011-2018
8.000
7.253
7.000
6.000
5.775
5.000 4.681
4.000
3.765
3.000
1.920 2.152
1.884
2.000 1.452 1.347
1.175
879658 711 904
1.000 547
228
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018
Laki-laki Perempuan
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 255
Pada grafik mengenai jumlah pasien rehabilitasi diketahui bahwa selama periode tahun 2011
sampai dengan 2018, jumlah pasien laki-laki selalu lebih banyak dibandingkan perempuan. Pada tahun
2018, jumlah pasien laki-laki mencapai tiga kali lipat dari jumlah pasien perempuan.
256 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
bersama semua aktor pembangunan secara inklusi, tidak hanya berbasis fasilitas kesehatan, individu,
dan keluarga, namun juga komunitas di dalam satu wilayah.
Kesehatan jiwa dalam Undang-Undang Kesehatan Jiwa Nomor 18 tahun 2014, adalah kondisi
di mana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spritual dan sosial, sehingga individu
tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,
dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Sedangkan Upaya Kesehatan Jiwa adalah
setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga
dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang diselenggarakan
secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah dan
masyarakat.
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza telah berupaya
untuk melakukan upaya pencegahan dan pengendalian masalah kesehatan jiwa melalui pelaksanaan
PIS-PK dan SPM yang dilakukukan secara nasional oleh petugas puskesmas.
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya.
Masalah kesehatan jiwa yang terdapat dalam Sistem Informasi Puskesmas, yaitu demensia,
gangguan anxietas, gangguan depresi, gangguan psikotik, gangguan penggunaan Napza, gangguan
perkembangan dan perilaku pada anak dan remaja, gangguan campuran anxietas dan depresi,
gangguan somatofon, insomnia dan percobaan tindakan bunuh diri.
Dalam PIS-PK terdapat indikator Gangguan jiwa berat di obati dan tidak ditelantarkan, dan
SPM memuat indikator Pelayanan Kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat. ODGJ berat adalah
penderita psikotik akut dan skizofrenia. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang parah, ditandai
dengan banyaknya gangguan dalam berpikir, mempengaruhi bahasa, persepsi, dan rasa kesadaran diri.
Seringkali termasuk didalamnya adalah pengalaman psikotik, seperti mendengar suara atau delusi. Hal
ini dapat merusak fungsi diri melalui hilangnya kemampuan yang diperoleh untuk mendapatkan mata
pencaharian, atau gangguan dalam belajar. Pengobatan Skizofrenia di banyak negara pada saat ini
masih terhalang oleh banyak stigma negatif yang melekat pada orang-orang dengan Skizofrenia dan
keluarga mereka. Akibatnya, sejumlah kasus Skizofrenia tidak pernah dilaporkan dan tidak
mendapatkan tindak lanjut secara medis, sehingga banyak ODGJ berat yang di pasung oleh
keluarganya.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 257
TABEL 6.6
DATA KASUS PASUNG 2018
No Provinsi Jumlah Kasus Pasung
1 Aceh 90
2 Sumatera Utara 427
3 Sumatera Barat 134
4 Riau 40
5 Jambi 64
6 Sumatera Selatan 33
7 Bengkulu 39
8 Lampung 601
9 Kep. Bangka Belitung 15
10 Kepulauan Riau 153
11 DKI Jakarta
12 Jawa Barat 131
13 Jawa Tengah 106
14 DI Yogyakarta 325
15 Jawa Timur 754
16 Banten 24
17 Bali 9
18 Nusa Tenggara Barat 14
19 Nusa Tenggara Timur 105
20 Kalimantan Barat 38
21 Kalimantan Tengah 30
22 Kalimantan Selatan 40
23 Kalimantan Timur 139
24 Kalimantan Utara 131
25 Sulawesi Utara -
26 Sulawesi Tengah 202
27 Sulawesi Selatan 5
28 Sulawesi Tenggara 38
29 Gorontalo 616
30 Sulawesi Barat 117
31 Maluku 17
32 Maluku Utara 18
33 Papua Barat -
34 Papua 3
Total 4458
Sumber: Direktorat Jenderal P2P, 2019
Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama akan menjadi unit terdepan
dalam upaya pencapaian target-target PIS-PK dan SPM. Dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM)
terdapat Indikator Pelayanan Kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat. Setiap ODGJ berat
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar melalui pemeriksaan kesehatan jiwa, pemeriksaan
status mental, wawancara, dan edukasi.
258 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Untuk mencapai target indikator SPM dengan definisi operasional Pemerintah kabupaten/kota
dalam memberikan pelayanan kesehatan ODGJ berat dinilai dengan jumlah ODGJ berat (psikotik) di
wilayah kerjanya yang mendapat pelayanan kesehatan jiwa promotif preventif sesuai standar dalam
kurun waktu satu tahun. Sehingga di perlukan upaya atau kegiatan berupa penyediaan materi KIE
Keswa, Pedoman dan Buku Kerja Kesehatan Jiwa, peningkatan pengetahuan SDM dokter dan perawat
di puskesmas bidang kesehatan jiwa, melakukan pencatatan dan pelaporan, memberikan pelayanan
kesehatan ODGJ berat di puskesmas, melaksanaan kunjungan rumah (memantau minum obat,
penurunan gejala dan efek samping obat, melakukan PHBS (perawatan diri ODGJ berat, KIE tentang
gejala gangguan jiwa berat dan penanganannya, menurunkan stigma dan diskriminasi), melakukan
monitoring dan evaluasi.
Selain dalam Indikator PIS-PK dan SPM, dalam Renstra Kementerian kesehatan 2015-2019
terdapat indikator kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan
Napza yaitu indikator jumlah kabupaten/kota yang memiliki puskesmas yang menyelenggarakan upaya
kesehatan jiwa dengan target 230 kabupaten/kota tahun 2018 dan dengan capaian sebanyak 247
kabupaten/kota.
GAMBAR 6.74
INDIKATOR CAKUPAN KABUPATEN/KOTA MEMILIKI PUSKESMAS YANG
MENYELENGGARAKAN UPAYA KESEHATAN JIWA
80 73
60
60
44 43 41
40 33 32 30 30
23
20
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
Maluku
Bali
Sumatera Utara
Sumatera Barat
DI Yogyakarta
Lampung
Banten
Bengkulu
Sulawesi Utara
DKI Jakarta
Riau
Kepulauan Riau
Kalimantan Selatan
Jawa Barat
Jawa Tengah
Kalimantan Timur
Papua Barat
Sumatera Selatan
Kalimantan Utara
Sulawesi Tengah
Aceh
Gorontalo
Jawa Timur
Maluku Utara
Papua
Sulawesi Barat
Kep. Bangka Belitung
Sulawesi Tenggara
Kalimantan Tengah
Sulawesi Selatan
Kabupaten/kota di Provinsi Aceh, Lampung, Sumbar, Jatim, DKI Jakarta dan Sumsel sudah
banyak yang memiliki puskesmas dengan layanan kesehatan jiwa, salah satunya karena adanya
dukungan APBD dalam melakukan pelatihan bagi nakes. Provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat,
Jambi, Riau, dan Papua mempunyai kabupaten/kota yang sedikit memiliki puskesmas dengan layanan
jiwa dikarenakan provinsi tersebut hanya mengadakan pelatihan dengan menggunakan dana
dekonsentrasi, yang diadakan di provinsi sehingga puskesmas yang dapat dilibatkan hanya
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 259
sedikit/terbatas. Hingga saat ini semua provinsi sudah memiliki puskesmas dengan layanan jiwa
walaupun belum mencapai indikator yang ditetapkan.
260 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Untuk capaian target tersebut dapat di lihat pada tabel di bawah ini :
TABEL 6.7
JUMLAH PROVINSI YANG MENYELENGGARAKAN UPAYA PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN MASALAH KESEHATAN JIWA DAN NAPZA DI 30% SMA
DAN YANG SEDERAJAT
Capaian
V Indikator Target No Nama Provinsi
Sekolah
1 Jumlah Provinsi yang 19 1 Aceh 293
menyelenggarakan upaya Provinsi 2 Sumatera Utara 779
pencegahan dan 3 Sumatera Barat 230
pengendalian masalah
4 Bengkulu 85
kesehatan jiwa dan NAPZA di
30% SMA dan yang sederajat 5 Jambi 185
6 Riau 331
7 Kepulauan Riau 77
8 Bangka Belitung 44
9 Sumatera Selatan 339
10 Lampung 391
11 Banten 648
12 DKI Jakarta 528
13 Jawa Barat 1.704
14 Jawa Tengah 1.001
15 Jawa Timur 1.580
16 DIY 132
17 Bali 110
18 NTB 350
19 NTT 249
TOTAL 8.347
Sumber: Direktorat Jenderal P2P, 2019
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 261
Jumlah pecandu narkoba yang mendapatkan pelayanan terapi dan rehabilitasi di seluruh
Indonesia tahun 2017 menurut data Deputi Bidang Rehabilitasi BNN adalah sebanyak 16.554
orang. Tercatat sebanyak 9.280 kasus AIDS yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan RI Tahun
2017, dengan kasus terbanyak terjadi pada rentang usia 30-39 tahun sebanyak 3.294 kasus atau
sebesar 35,49% dilanjutkan dengan usia 20-29 tahun sebanyak 2.830 kasus atau sebesar 30,49%.
Berdasarkan penggolongan kasus narkoba tahun 2017, terjadi trend peningkatan kasus
narkoba secara keseluruhan, peningkatan terbesar adalah kasus psikotropika dengan persentase
kenaikan sebesar 137,14%, yaitu dari 1.540 kasus di tahun 2016 menjadi 3.652 kasus di tahun
2017. Sedangkan berdasarkan penggolongan tersangka kasus narkoba tahun 2017, terjadi trend
peningkatan tersangka kasus narkotika dan psikotropika, dimana kenaikan terbesar terjadi pada
tersangka kasus psikotropika sebesar 135,85%, yaitu dari 1.771 tersangka di tahun 2016 menjadi
4.177 tersangka di tahun 2017. Sementara untuk sitaan barang bukti di tahun 2017 jenis ganja,
persentase peningkatan terbesar terjadi pada jumlah daun ganja yang ditemukan dengan
persentase 990,93 dari 13,89 ton daun ganja yang ditemukan di tahun 2016 menjadi 151,53 ton
daun ganja yang ditemukan di tahun 2017.
Sitaan pohon ganja mengalami penurunan dengan persentase penurunan sebesar
90,63%, yaitu dari 2.196.418 batang di tahun 2016 menjadi 205.708 batang di tahun 2017. Untuk
sitaan barang bukti jenis narkotika tahun 2017, persentase peningkatan terbesar terdapat pada
sitaan barang bukti ekstasi dengan persentase 83,25%, yaitu dari 1.694.970 tablet yang disita di
tahun 2016 menjadi 3.106.009 yang disita di tahun 2017. Diikuti oleh barang bukti shabu dengan
kenaikan sebesar 183,34%, yaitu dari 2.631,07 kg di tahun 2016 menjadi 7.454,78 kg di tahun
2017.
262 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
TABEL 6.8
PREVALENSI JUMLAH PENYALAHGUNA SETAHUN TERAKHIR PAKAI
Coba Pakai Teratur Pakai Pecandu Non-suntik Pecandu Suntik
0,94 % (1.908.319 orang) 0,53 % (920.100 orang) 0,26 % (489.197 orang) 0,03 % (58.498 orang)
Sebagian besar penyalahguna berada pada kelompok coba pakai, yang mencapai 1,9 juta
orang. Kebanyakan yang coba pakai berada pada kelompok pekerja. Kondisi ini dipicu oleh tekanan
pekerjaan yang berat, kemampuan sosial ekonomi, dan tekanan lingkungan teman kerja merupakan
faktor pencetus terjadinya penyalahgunaan narkoba pada kelompok pekerja. Sebagian besar dari
mereka masih dalam taraf coba pakai dan teratur pakai, terutama yang memberikan efek terhadap
daya tahan tubuh, seperti jenis shabu atau zenith/carnopen. Mereka pakai zat tersebut dalam
keadaan tekanan kerja yang tinggi atau membutuhkan ketahanan fisik yang kuat dalam
pekerjaannya sehingga diperlukan tambahan stamina atau tenaga ekstra dengan cara singkat. Salah
satu alasan yang disampaikan dari hasil wawancara mendalam, shabu tersebut sebagai doping agar
kuat dalam bekerja (tidak cepat lelah). Sayangnya sebagian dari mereka (para pekerja) tidak paham
bahwa yang dikonsumsinya (shabu) merupakan salah satu jenis narkoba. Bahkan mereka percaya
bahwa shabu tidak menyebabkan ketergantungan, karena dapat dikontrol pemakaiannya oleh
pengguna tersebut. Miskonsepsi tentang shabu ini banyak beredar pada kelompok pekerja.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 263
TABEL 6.9
JUMLAH PENYALAHGUNA NARKOBA BERDASARKAN JENIS NARKOBA YANG DIGUNAKAN
264 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
b. Pola Pencarian Pengobatan
Sebanyak 38% dari yang mengalami keluhan mengaku setahun terakhir berobat. Sebagian
besar responden berobat ke pelayanan medis (61%), dan ada yang melakukan pengobatan sendiri
(46%). Penyalahguna yang berobat medis, sebagian besar pergi ke puskesmas (34%), RS pemerintah
(19%), dokter (19%), dan RS swasta (16%) serta Poliklinik (9%). Dari yang melakukan pemeriksaan
medis, sekitar separuhnya (52%) mengaku tahu hasil pemeriksaannya. Dengan hasil, gangguan
kejiwaan/depresi (26%), sakit paru-paru (16%), HIV (15%), sakit syaraf/sendi/alat gerak(15%),
Hepatitis C (9%), kerusakan/gangguan mata(6%), Hepatitis B (4%), TB (4%), Candidiasis (4%), dan
penyakit lainnya. Pola penyakit hasil pemeriksaan yang dilaporkan pada kelompok penyalahguna
berbanding lurus dengan tingkat pemakaian narkoba dimana tingkat penyalahgunaan makin tinggi
maka persentase yang melaporkan hasil pemeriksaan sakitnya lebih banyak. Kecuali untuk penyakit
kejiwaaan/depresi dan kerusakan/gangguan mata dimana lebih banyak dilaporkan kelompok
teratur dibandingkan 2 kelompok penyalahguna lainnya.
Untuk pola cara pembayaran biaya berobat ternyata pada kelompok teratur lebih banyak
yang menggunakan jaminan pembiayaan/asuransi sementara pada kelompok pecandu dan
kelompok suntik lebih banyak yang membiayai pengobatannya dengan Out of Pocket (OOP). Secara
keseluruhan yang membayar sendiri lebih banyak (62%), kemudian BPJS kesehatan/KIS (40%),
keluarga (25%), perusahaan (4)%, dan asuransi lain (5%). Dari yang sakit, sebanyak 42% mengaku di
rawat jalan dan 11% rawat inap. Kelompok teratur lebih banyak yang rawat jalan, sementara
kelompok pecandu suntik lebih banyak yang di rawat inap (16%), sekitar dua kali lipat dibanding
kelompok teratur (8%). Ada 41% responden yang mengaku pernah ikut tes HIV, dan saat ini ada 9%
yang mengaku minum ARV dalam satu bulan yang lalu dan ada 8% mengaku sedang minum ARV
saat di survei.
c. Overdosis
Mereka yang pernah mengalami over dosis (OD) sebanyak 17%. Pada kelompok pecandu
suntik 3 kali lebih tinggi (33%) kejadiannya daripada kelompok teratur dan pecandu non suntik.
Ketika OD terjadi, sebagian tidak melakukan apa-apa (40%), separuhnya (52%) ditolong teman dan
sekitar sepertiga mendapat perawatan medis (30%). Mereka yang melakukan perawatan non medis
hanya sekitar 9%.
d. Rehabilitasi
Kurang dari separuh responden (49%) yang tahu lokasi tempat melakukan rehabilitasi di
kotanya, terutama di kalangan pecandu suntik (77%). Responden yang pernah ikut detoks dan
rehabilitasi sangat rendah (5%). Ada 22% dari responden yang pernah ikut rehabilitasi
melakukannya dalam setahun terakhir, kebanyakan dari kelompok pencandu non suntik (40%).
Waktu terakhir kali direhabilitasi sekitar 4 sampai 6 bulan lalu. Dengan rata-rata lama per
rehabilitasi sekitar 1 hingga 3 bulan. Tempat rehabilitasi yang banyak dipilih dalam setahun terakhir
adalah LSM (17%), Rumah sakit (13%), panti rehabilitasi keagamaan (5%), dan BNN (12%). Kelompok
pecandu non suntik dan pecandu suntik melakukan rehabilitasi di hampir semua jenis tempat
rehabilitasi, sedangkan di kelompok teratur pakai melakukannya di BNN atau tempat lain.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 265
Sekitar 12% dari total responden mengaku berniat mau ikut rehabilitasi dalam waktu dekat
(1-12 bulan ke depan). Para pecandu suntik yang berniatnya lebih tinggi (14%) dibandingkan
kelompok lainnya. Alasan bagi mereka yang berniat ikut rehabilitasi agar bebas dari narkoba
sebanyak 62%, kesadaran sendiri (63%), bosan/capek pakai narkoba (36%) dan banyak teman
pengguna jadi korban (17%). Namun, ada sekitar 19% dari responden masih ragu-ragu ikut
rehabilitasi, lalu sekitar 12% responden belum terpikir untuk berhenti pakai dan sekitar 21% belum
ada niat ikut rehabilitasi. Melihat pola jawaban seperti itu, maka yang harus diprioritaskan adalah
mereka yang berniat ikut rehabilitasi saja, dan membujuk yang masih ragu-ragu. Sementara yang
tidak ada niat dan tidak berpikir berhenti, perlu dilakukan usaha yang keras untuk membuat mereka
sadar, hal ini diperlukan waktu, dana dan tenaga yang besar jika belum ada kesadaran dari diri
sendiri untuk berhenti narkoba. Mereka yang tidak ada niat untuk berhenti banyak ditemukan
dengan berbagai alasan, bagi yang tidak berniat rehabilitasi yang disampaikan beragam, yaitu
merasa mampu mengontrol/berhenti sendiri (57%), orangtua belum tahu (15%), sedang bekerja
(20%), malu pada teman/keluarga (14%), belum bisa lepas dari narkoba (21%), tidak punya uang
(15%), ragu akan manfaat (15%), tidak tahu tempatnya (12%), sudah berkeluarga (10%).
266 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.75
PERSENTASE KRISIS KESEHATAN MENURUT KATEGORI BENCANA
DI INDONESIA TAHUN 2018
Bencana
Sosial
3,1%
Bencana Non
Alam
33,8% Bencana
Alam
63,1%
Krisis kesehatan akibat bencana alam merupakan yang paling sering terjadi di Indonesia pada
tahun 2018 dengan persentase 63,1%. Sisanya, sebanyak 33,8% merupakan bencana non alam, dan
hanya 3,1% dari kejadian seluruh bencana termasuk ke dalam bencana sosial.
Seperti tahun sebelumnya, pada tahun 2018, banjir merupakan krisis kesehatan yang paling
sering terjadi. Frekuensi banjir sebanyak 90 kejadian (25%) dan meliputi 24 dari 34 provinsi di
Indonesia. Selain banjir, kebakaran merupakan kejadian terbesar kedua selama tahun 2018 yaitu
sebanyak 57 kejadian (16%) yang meliputi 16 provinsi.
GAMBAR 6.76
JUMLAH KRISIS KESEHATAN MENURUT KATEGORI DAN WAKTU KEJADIAN
TAHUN 2018
50 45
45
40
34
35
30 27
25
19 18
20 16 15 16
12 13
15 13 12
9 9 10
8
10 6 15 12
11 11 4 4
5 8
2 2 3
0 0 0 0 1 1 2 0 0
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 267
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa jumlah krisis kesehatan akibat bencana alam tertinggi
terjadi pada bulan Februari dan Desember yang sebagian besarnya adalah kejadian banjir. Hal itu
terjadi karena tingginya curah hujan pada akhir dan awal tahun. Sedangkan jumlah bencana non alam
tertinggi di bulan Juni-Juli yang sebagian besarnya adalah kebakaran. Secara keseluruhan, jumlah
bencana terbanyak terjadi di bulan Februari dan terendah di bulan September.
GAMBAR 6.77
PERSENTASE KRISIS KESEHATAN AKIBAT BENCANA ALAM DI INDONESIA
TAHUN 2018
Banjir dan Tsunami;
Tanah 2,2%
Longsor; 7,1%
Gelombang
Pasang/Badai;
0,4%
Angin Puting
Beliung;
15,9% Banjir;
39,8%
Banjir
Bandang; Tanah
10,2% Longsor; 9,7%
Letusan
Gunung Api;
Gempa Bumi dan Gempa Bumi; 4,0%
Tsunami; 1,3% 9,3%
Sumber: Pusat Krisis Kesehatan, Kemenkes 2019
Pada tahun 2018, bencana alam yang paling sering terjadi di Indonesia yaitu bencana banjir
(39,8%), diikuti oleh angin puting beliung (15,9%) dan banjir bandang (10,2%).
268 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.78
PERSENTASE KRISIS KESEHATAN
AKIBAT BENCANA NON ALAM DI INDONESIA
TAHUN 2018
Gagal
Teknologi;
0,8%
Kejadian Luar
Biasa (KLB) -
Keracunan;
Kebakaran;
36,4%
47,1%
Kejadian Luar
Biasa (KLB) - Kecelakaan
Penyakit; 1,7% Transportasi;
13,2%
Kecelakaan
Industri; 0,8%
Sumber: Pusat Krisis Kesehatan, Kemenkes 2019
Bencana non alam yang paling sering terjadi di Indonesia pada tahun 2018 yaitu kebakaran
hingga mencapai 47,1% dari total bencana non alam dan diikuti oleh KLB keracunan (36,4%) dan
kecelakaan transportasi (13,2%).
Di antara ketiga jenis bencana, bencana sosial termasuk paling jarang terjadi dibandingkan
jenis bencana lainnya. Pada tahun 2018 terjadi 11 bencana sosial yang terdiri dari 9 konflik/kerusuhan
sosial dan 2 aksi teror dan sabotase.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 269
GAMBAR 6.79
JUMLAH KRISIS KESEHATAN MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
Jawa Barat 49
Jawa Tengah 42
Jawa Timur 41
DKI Jakarta 35
Aceh 18
Sumatera Utara 17
Nusa Tenggara Barat 15
Sumatera Barat 15
Sulawesi Selatan 12
Sulawesi Tengah 11
Sulawesi Tenggara 10
Bali 10
Lampung 10
Banten 8
Kalimantan Timur 7
DI Yogyakarta 7
Jambi 7
Riau 7
Papua 6
Nusa Tenggara Timur 5
Kalimantan Barat 4
Kepulauan Riau 4
Maluku Utara 2
Maluku 2
Kalimantan Utara 2
Kalimantan Selatan 2
Kalimantan Tengah 2
Kepulauan Bangka Belitung 2
Sumatera Selatan 2
Papua Barat 1
Sulawesi Barat 1
Gorontalo 1
Sulawesi Utara 1
0 10 20 30 40 50 60
Sumber: Pusat Krisis Kesehatan, Kemenkes 2019
Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur merupakan provinsi yang terbanyak
mengalami kejadian bencana di tahun 2018. Ketiga provinsi tersebut juga merupakan provinsi dengan
penduduk terbanyak. Pada tahun 2017 tidak ada satu pun kejadian bencana yang menimbulkan
masalah kesehatan di Papua Barat dan Sulawesi Barat, sedangkan pada tahun 2018 hanya Provinsi
Bengkulu yang memiliki kejadian bencana namun tidak menimbulkan masalah kesehatan.
Banjir 24
Angin Puting Beliung 11
Banjir Bandang 9
Banjir dan Tanah Longsor 8
Tanah Longsor 8
Gempa Bumi 7 Bencana Alam
Letusan Gunung Api 4 Bencana Non Alam
Tsunami 2
Gelombang Pasang/Badai 1 Bencana Sosial
Gempa Bumi dan Tsunami 1
Krisis kesehatan akibat bencana alam dengan jumlah provinsi paling banyak terjadi yaitu angin
puting beliung sebanyak 24 provinsi, sedangkan bencana non alam terbanyak yaitu kebakaran yang
terjadi di 17 provinsi di Indonesia.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 271
TABEL 6.10
JUMLAH KEJADIAN BENCANA DAN JUMLAH KORBAN YANG DITIMBULKAN
TAHUN 2018
Luka Berat/ Luka Ringan/Rawat
No Jenis Bencana Frekuensi Jumlah Provinsi Meninggal Hilang Pengungsi
Rawat Inap Jalan
Walaupun frekuensi kejadiannya paling rendah, gempa bumi selama tahun 2018 memberi
dampak korban yang paling besar baik korban meninggal maupun luka berat/rawat inap. Dengan 3 kali
kejadian memberi dampak 2.615 korban meninggal dan 7.532 luka berat/rawat inap. Ini tidak lepas
adanya bencana besar pada tahun 2018 yaitu gempa bumi dan tsunami di Sulawesi Tengah yang
meliputi empat kabupaten/kota yaitu Kota Palu, Donggala, Sigi, dan Parigi Moutong.
272 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Permenkes tersebut juga mengubah orientasi penyelenggaraan kesehatan haji dengan
penguatan upaya promotif dan preventif pada setiap tahap kegiatan penyelenggaraan kesehatan haji.
Kegiatan promosi kesehatan dan pencegahan penyakit pada jemaah haji yang dilaksanakan di
Indonesia sampai Arab Saudi diapresiasi oleh Kementerian Kesehatan Arab Saudi dengan memberikan
beberapa penghargaan yang salah satunya diberikan oleh Ketua Komite Kantor Urusan Haji Makkah Al
Mukarramah, Kerajaan Arab Saudi kepada Pemerintah Republik Indonesia atas Pelayanan Kesehatan
Haji tahun 2018.
Jemaah Haji selama menjalankan ibadah haji mendapat pendampingan petugas kesehatan
yang menyertai di kelompok terbang (kloter) terdiri dari petugas 1 dokter dan 2 para medis serta
petugas non kloter kesehatan atau Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi. Pada tahun
2017, petugas kesehatan haji Indonesia di Arab Saudi terdiri dari Tim Promotif dan Preventif (TPP),
Tim Gerak Cepat (TGC), Tim Kuratif dan Rehabilitatif (TKR) dan Tenaga Pendamping Kesehatan (TPK).
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 273
GAMBAR 6.81
CAPAIAN PEMERIKSAAN JEMAAH HAJI
MENURUT PROVINSI TEMPAT PEMERIKSAAN TAHUN 2018
Indonesia 102,44
Pemeriksaan terhadap calon Jemaah haji tahun 2018 dilakukan sejak enam sampai satu bulan
sebelum keberangkatan. Dalam proses penghitungan cakupan pemeriksaan sebagian besar provinsi
memiliki capaian di atas 100%. Hal ini disebabkan karena numerator yang digunakan adalah seluruh
calon Jemaah yang menjalani pemeriksaan, sedangkan denominatornya adalah kuota yang ditetapkan
Kementerian Agama, sehingga jumlahnya lebih rendah dibandingkan calon Jemaah haji yang diperiksa.
Data dan informasi lebih rinci mengenai pemeriksaan Jemaah haji terdapat pada Lampiran 6.48.
274 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.82
JEMAAH HAJI INDONESIA MENURUT JENIS KELAMIN
TAHUN 2018
Laki-Laki
(44,8%); 92.286
Perempuan
(55,2%); 113.600
Sedangkan menurut kelompok umur, sebagian besar jemaah berada pada kelompok umur 51-
60 tahun sebanyak 72.524 jemaah (35,23%).
GAMBAR 6.83
JEMAAH HAJI INDONESIA MENURUT KELOMPOK UMUR TAHUN 2018
80.000 72.524
70.000
60.000 53.794
50.000 43.486
40.000
30.000
18.194
20.000 13.951
10.000 3.926
0
> 30 31-40 41-50 51-60 61-70 > 70
Gambaran jemaah haji menurut karakateristik umur menunjukkan bahwa lebih dari 50%
Jemaah haji berada pada usia lebih dari 50 tahun. Kelompok populasi pra-usila dan usila merupakan
kelompok rentan terhadap kejadian kesakitan dan kematian selama penyelenggaran ibadah haji.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 275
3. Pola Morbiditas dan Mortalitas Jemaah Haji
Isthithaah Kesehatan Jemaah Haji adalah kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan
yang meliputi fisik dan mental yang terukur dengan pemeriksaan yang dapat
dipertanggungjawabkan sehingga jemaah haji dapat menjalankan ibadahnya sesuai tuntunan
Agama Islam. Pemerintah bertanggungjawab terhadap pembinaan Istithaah kesehatan haji yang
merupakan kegiatan terpadu, terencana, terstruktur, dan terukur, diawali dengan pemeriksaan
kesehatan pada saat mendaftar jemaah haji sampai masa keberangkatan ke Arab Saudi.
Melalui implementasi istithaah, faktor risiko kesehatan dapat diketahui sejak dini sehingga
penanganan dapat dilakukan sejak dini. Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan, Jemaah haji
tergolong risiko tinggi (risti) jika memenuhi tiga kriteria, yaitu berusia >60 tahun dengan penyakit,
berusia <60 tahun dengan penyakit, dan berusia > 60 tahun tanpa penyakit.
GAMBAR 6.84
PERSENTASE JEMAAH HAJI MENURUT STATUS RISTI
Tidak Risti
(34,7%);
71.396
Risti (65,3%);
134.490
Secara umum Jemaah haji dengan kategori risti lebih banyak dibandingkan dengan jemaah
tidak risti.
276 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 6.85
PERSENTASE JEMAAH HAJI RISTI MENURUT EMBARKASI
TAHUN 2018
Banjarmasin 58,50
Medan 59,79
Ujung Pandang 59,87
Lombok 60,71
Balikpapan 61,49
Surabaya 62,68
Jakarta-Bekasi 67,16
Solo 67,61
Jakarta 68,03
Palembang 71,31
Padang 71,69
Batam 74,24
Banda Aceh 80,08
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Keberadaan Jemaah risti menjadi hal yang harus diperhatikan tidak hanya oleh petugas
kesehatan yang mendampingi di tiap kloter, namun juga oleh dinas kesehatan provinsi dan
kabupaten kota yang menjadi asal daerah jamaah tersebut. Berdasarkan pembagian embarkasi,
proporsi Jemaah risti terbanyak berasal dari embarkasi Banda Aceh (Aceh), embarkasi Batam (Riau,
Kep. Riau, Kalimantan Barat, dan Jambi) dan embarkasi Padang (Sumatera Barat dan Bengkulu).
Faktor risiko yang telah dimiliki oleh Jemaah sejak keberangkatan dan kondisi cuaca di tanah
suci berkontribusi terhadap tingkat kesakitan Jemaah selama proses penyelenggaran ibadah haji.
Jemaah haji yang mendapatkan rawat jalan kloter sejumlah 282.852 kunjungan. Kunjungan
penyakit terbanyak adalah acute nasopharyngitis (common cold) sebesar 17,49%. Angka ini menurun
dibandingkan kesakitan penyakit yang sama pada tahun 2017 sebesar 19%.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 277
GAMBAR 6.86
PROPORSI 10 PENYAKIT TERBANYAK PADA PASIEN RAWAT JALAN
JEMAAH HAJI TAHUN 2018
Selain berupaya untuk menekan angka kesakitan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Kesehatan juga berupaya untuk menurunkan angka kematian jemaah haji. Pada penyelenggaraan
ibadah haji tahun 2018, terdapat 364 jemaah haji yang wafat atau 0,18% terhadap total jemaah.
GAMBAR 6.87
PROPORSI JEMAAH HAJI WAFAT TAHUN 2014-2018
0,5
0,4 0,39
0,3 0,31
0,2 0,20
0,18 0,18
0,1
0
2014 2015 2016 2017 2018
278 I
BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT Profil Kesehatan Indonesia 2018
Proporsi jemaah haji wafat terhadap total jemaah dalam lima tahun terakhir menunjukkan
peningkatan yang signifikan tiap dua tahun sekali, yaitu pada tahun 2015 dan 2017. Sedangkan pada
tahun 2014, 2016 dan 2018, proporsi jemaah wafat berada pada kisaran 0,18%-0,2%. Peningkatan
tersebut terjadi karena insiden di Mina dan robohnya crane di Mekkah pada tahun 2015 dan
peningkatan suhu ekstrem pada tahun 2017.
Data dan informasi lebih rinci terkait penyelenggaraan ibadah haji dapat dilihat pada lampiran
6.48-6.52.
***
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VI. PENGENDALIAN PENYAKIT 279
Bab viI.
kesehatan lingkungan
V
VII
VII KESEHATAN LINGKUNGAN
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 283
yang fokus pada perubahan perilaku Stop Buang Air Besar Sembarangan menggunakan metode CLTS
(Community Led Total Sanitation). Belajar dari pengalaman implementasi CLTS melalui berbagai
program yang dilakukan oleh pemerintah bersama NGO (Non-Governmental Organization), maka
pendekatan CLTS selanjutnya dikembangkan dengan menambahkan 4 (empat) pilar perubahan
perilaku lainnya yang dinamakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), selanjutnya Pemerintah
menetapkan STBM menjadi kebijakan nasional pada tahun 2008, yang kemudian diperbarui dan
diperkuat dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 3 Tahun 2014 tentang
STBM. Pendekatan ini telah berkontribusi pada percepatan perubahan perilaku masyarakat dan
penyediaan layanan sanitasi yang memenuhi standar kesehatan. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2013, peningkatan rata-rata akses sanitasi dari tahun 1993-2006 mencapai 0,78%
per tahun. Sejak penerapan CLTS (Community Lead Total Sanitation) pada tahun 2006 yang kemudian
menjadi kebijakan nasional STBM pada tahun 2008 rata-rata peningkatan akses sanitasi per tahun
mencapai 3,53%, dan berdasarkan penghitungan Pusat Data dan Informasi dari data BPS 2009-2017
rata-rata peningkatan rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak adalah 2,23% per tahun. STBM
diharapkan mampu untuk berkontribusi secara nyata dalam pencapaian akses universal sanitasi di
Indonesia pada tahun 2019 yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN
2015-2019).
Masyarakat menyelenggarakan STBM secara mandiri dengan berpedoman pada Pilar STBM
yang bertujuan untuk memutus mata rantai penularan penyakit dan keracunan. Pilar STBM terdiri atas
perilaku:
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan;
b. Cuci Tangan Pakai Sabun;
c. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga;
d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga; dan
e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.
Masyarakat yang didukung oleh pemerintah dan berbagai pihak seperti LSM, swasta,
perguruan tinggi, media, dan organisasi sosial lainnya merupakan pelaku utama STBM. Dukungan yang
diberikan meliputi pengembangan kapasitas, pengembangan pilihan teknologi, memfasilitasi
pengembangan mekanisme jejaring pemasaran, pengembangan media, fasilitasi pemicuan, dan
pertemuan-pertemuan pembelajaran antar pihak. Berbagai dukungan tersebut telah terbukti mampu
meningkatkan kemandirian masyarakat dalam membangun sarana sanitasi sesuai kemampuan. STBM
digunakan sebagai sarana pemerintah dalam pencapaian akses sanitasi menuju universal access pada
akhir tahun 2019.
Mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014, strategi penyelenggaraan
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) meliputi 3 (tiga) komponen yang saling mendukung satu
dengan yang lain, yang disebut dengan 3 Komponen Sanitasi Total adalah sebagai berikut.
1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment)
Tujuan: menciptakan lingkungan yang mendukung melalui sinergi lintas sektor dan lintas program,
penguatan-penguatan melalui regulasi yang mendukung pelaksanaan STBM, dan membangun
mekanisme pembelajaran antar daerah.
2. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation)
Tujuan: meningkatkan kebutuhan masyarakat terhadap sarana sanitasi yang dilakukan melalui
kegiatan pemicuan, monitoring, dan penggunaan media komunikasi perubahan perilaku.
284 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
3. Peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply improvement)
Tujuan: meningkatkan penyediaan sarana sanitasi dengan pilihan yang bervariasi dan terjangkau
masyarakat secara luas.
Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat adalah jumlah
kumulatif desa/kelurahan yang terverifikasi melaksanakan STBM. Akumulasi jumlah desa/kelurahan
yang terverifikasi sebagai desa/kelurahan melaksanakan STBM adalah desa/kelurahan yang
memenuhi kriteria sebagai berikut.
1. Telah dilakukan pemicuan STBM (upaya untuk menuju perubahan perilaku masyarakat yang higienis
dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode partisipatori berprinsip pada
pendekatan CLTS (Community-Led Total Sanitation).
2. Telah memiliki natural leader (anggota masyarakat baik individu maupun kelompok masyarakat
yang memotori gerakan STBM di masyarakat tersebut).
3. Telah memiliki Rencana Kerja Masyarakat (RKM).
Data dari Profil Nasional STBM per tanggal 5 Mei 2019 yang diakses melalui situs
http://monev.stbm.kemkes.go.id/, memperlihatkan hasil bahwa dari 9.993 puskesmas per Desember
2018, 8.659 (86,65%) puskesmas sudah menjalankan program STBM, dan memiliki sumber daya
manusia kesehatan khususnya sanitarian sebanyak 8.582 orang dan 2.077 orang (24,20%) diantaranya
adalah sanitarian terlatih, dengan 78% fasilitator aktif.
GAMBAR 7.1
CAPAIAN DESA/KELURAHAN YANG MELAKSANAKAN SANITASI TOTAL BERBASIS
MASYARAKAT TAHUN 2014-2018
60.000
49.283
50.000
Jumlah Desa/ Kelurahan
39.616 40.000
40.000
33.927 35.000
30.000
30.000
25.000 25.262
20.000 20.420
20.000
10.000
0
Tahun 2014 Tahun 2015 Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 menyatakan bahwa jumlah seluruh
desa/kelurahan di Indonesia pada tahun 2018 adalah 80.805 dan jumlah desa/kelurahan yang telah
melaksanakan STBM mencapai 49.283 desa/kelurahan, dimana angka ini telah melebihi target Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2018 yaitu 40.000 desa/kelurahan. Tren capaian
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 285
total desa/kelurahan yang melaksanakan STBM periode dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2018
selalu melebihi target Renstra yang ditetapkan setiap tahunnya. Secara rinci kenaikan realisasi dapat
dilihat pada Gambar 7.1.
GAMBAR 7.2
JUMLAH CAPAIAN DESA/KELURAHAN SBS PER PROVINSI
TAHUN 2018
Indonesia 5.407
Jawa Tengah 1.722
Jawa Timur 752
Sulawesi Selatan 494
Jawa Barat 325
Lampung 270
Sumatera Selatan 265
Aceh 181
Sumatera Utara 130
Nusa Tenggara Timur 109
Sulawesi Tenggara 101
Banten 94
Bengkulu 94
Jambi 89
Kalimantan Tengah 81
Bali 78
Riau 72
Sumatera Barat 72
Sulawesi Utara 68
Sulawesi Tengah 63
Kalimantan Selatan 61
Nusa Tenggara Barat 42
Sulawesi Barat 40
Kalimantan Barat 39
Kepulauan Bangka Belitung 34
Kalimantan Timur 32
Maluku Utara 28
Kalimantan Utara 27
DKI Jakarta 15
Kepulauan Riau 13
Papua 9
Gorontalo 6
Papua Barat 1
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
Gambar 7.2 menunjukkan capaian desa/kelurahan sbs verifikasi per provinsi tahun 2018 yang
diambil dari data pada aplikasi monev STBM yang dapat diakses pada situs
http://monev.stbm.kemkes.go.id. Capaian desa/kelurahan sbs verifikasi secara nasional mencapai
5.407 (6,69 %) dari jumlah seluruh desa/Kelurahan. Jumlah capaian desa/kelurahan SBS paling banyak
di Provinsi Jawa Tengah, yaitu mencapai 1.722 desa/kelurahan dan paling sedikit di provinsi Papua
286 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
Barat, yaitu 1 desa/kelurahan. Secara kumulatif sampai dengan 5 Mei 2019, desa dengan SBS (Stop
Buang Air Besar Sembarangan) atau ODF (Open Defecation Free) yang sudah terverifikasi, mencapai
19.745 desa/kelurahan atau 24,44% dari total jumlah desa/kelurahan, sedangkan capaian
desa/kelurahan yang melaksanakan STBM sudah 60,99% dari total jumlah desa/kelurahan. Dalam
rangka mendukung pencapaian target RPJMN termasuk Universal Access 2019, pada akhir tahun 2019
harus tercapai 100% desa/kelurahan melaksanakan STBM, dan 50% desa/kelurahan STBM harus
mencapai SBS/ ODF yang terverifikasi. SBS Terverifikasi adalah kondisi ketika setiap individu dalam
suatu komunitas tidak lagi melakukan perilaku buang air besar sembarangan yang berpotensi
menyebarkan penyakit dan sudah dipastikan melalui proses verifikasi. Gambar 7.2 menunjukkan
cakupan desa/kelurahan SBS verifikasi secara kumulatif dari desa/kelurahan yang melaksanakan STBM.
GAMBAR 7.3
PERSENTASE DESA/KELURAHAN YANG MELAKSANAKAN
SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT TAHUN 2018
Indonesia 60,99
Nusa Tenggara Barat 95,87
Sulawesi Selatan 95,01
DI Yogyakarta 93,38
Kepulauan Bangka Belitung 91,05
Jawa Tengah 88,60
Banten 87,69
Jawa Timur 83,55
Bali 81,28
Nusa Tenggara Timur 76,06
DKI Jakarta 74,91
Kalimantan Tengah 71,95
Riau 71,63
Kalimantan Selatan 70,28
Sulawesi Barat 67,03
Sumatera Selatan 63,94
Lampung 63,34
Jambi 59,86
Sumatera Barat 58,55
Bengkulu 57,63
Kalimantan Timur 56,27
Jawa Barat 55,85
Kepulauan Riau 54,33
Gorontalo 52,12
Sulawesi Tengah 51,52
Kalimantan Barat 47,28
Sulawesi Tenggara 46,60
Aceh 43,37
Kalimantan Utara 41,67
Sumatera Utara 37,77
Sulawesi Utara 35,30
Maluku Utara 28,14
Papua Barat 23,29
Maluku 16,42
Papua 8,78
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 287
Rata-rata capaian nasional desa/kelurahan yang melaksanakan STBM tahun 2018 adalah
60,99% meningkat dari rata-rata capaian tahun 2017 yaitu 47,48% dan tahun 2016 sebesar 42,24%.
Hal ini terlihat pada gambar 7.3. Provinsi dengan persentase desa/kelurahan yang melaksanakan STBM
tertinggi adalah Nusa Tenggara Barat (95,87%), Sulawesi Selatan (95,01%), dan DI Yogyakarta (93,38%).
Sedangkan provinsi dengan persentase desa/kelurahan yang melaksanakan STBM terendah adalah
Papua (8,78%), Maluku (16,42%) dan Papua Barat (23,29%). Lima provinsi dengan realisasi
desa/kelurahan yang melaksanakan STBM tertinggi yaitu Jawa Tengah (7.600 desa/kelurahan), Jawa
Timur (7.100 desa/kelurahan), Jawa Barat (3.316 desa/kelurahan), Sulawesi Selatan (2.895
desa/kelurahan), dan Aceh (2.823 desa/kelurahan). Rincian lengkap tentang jumlah persentase desa
yang melaksanakan STBM tahun 2016-2018 dapat dilihat pada Lampiran 7.1.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menempati peringkat pertama secara nasional menurut
persentase desa/kelurahan yang melaksanakan STBM. Capaian kemajuan tersebut diperoleh karena
adanya upaya dan semangat warga NTB serta dukungan dari pemerintah setempat untuk terlepas dari
BABS serta mewujudkan keberhasilan STBM. Sejak Tahun 2010, NTB memilki program gerakan BASNO
(Buang Air Besar Sembarangan Nol) dan sudah dilegitimasi melalui Peraturan Gubernur Prov. NTB
Nomor 9 Tahun 2013. BASNO merupakan kebijakan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan perubahan
perilaku yang hygine dan saniter di masyarakat dengan pendekatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM). Gerakan BASNO menjadikan Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagai salah satu daerah yang
memberikan inovasi dan inspirasi bagi daerah lain dalam upaya pencegahan penyakit berbasis
lingkungan. Pada tanggal 17 Februari 2019, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dalam hal ini
diwakili oleh Bupati dan Wakil Bupati melaunching program STBM. Selain itu, Kabupaten Lombok Utara
juga memiliki tekad yang kuat untuk melaksanakan program STBM. Hal ini terlihat dari terbitnya
peraturan Bupati Lombok Utara Nomor 13 Tahun 2017 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat.
Provinsi D.I Yogyakarta menempati peringkat kedua secara nasional menurut persentase
desa/kelurahan yang melaksanakan STBM. Capaian kemajuan tersebut diperoleh karena adanya upaya
dan semangat warga DI Yogyakarta serta dukungan dari pemerintah setempat untuk terlepas dari BABS
serta mewujudkan keberhasilan STBM. Hal ini dibuktikan dengan adanya Deklarasi Program Kecamatan
Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS) di 24 Kecamatan yang tersebar di Kota Yogyakarta (12
kecamatan), Kabupaten Gunung kidul (5 kecamatan), Kabupaten Sleman (1 kecamatan) dan Kabupaten
Bantul (6 kecamatan). Deklarasi ini yang diselenggarakan bertepatan dengan peringatan Hari
Kesehatan Nasional (HKN) pada 19 November 2015. Pada tanggal 13 September 2017 Pemerintah kota
Yogyakarta juga telah mendeklarasikan program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM).
Beberapa kendala dihadapi dalam upaya pencapaian target Universal Access 2019, diantaranya
adalah proses peningkatan perubahan perilaku cenderung membutuhkan waktu yang relatif lama dan
masalah kecukupan pendampingan petugas kepada masyarakat untuk menerapkan perilaku yang lebih
sehat dalam kehidupan sehari-hari secara berkesinambungan. Disparitas capaian desa/kelurahan
melaksanakan STBM merupakan akibat dari belum semua puskesmas dan petugas yang terkait
melaporkan hasil kegiatannya. Untuk mengatasi kendala ini, langkah-langkah yang dapat dilakukan
adalah melakukan advokasi dan sosialisasi secara terpadu bersama lintas program/sektor serta mitra
terkait (Promkes, Poltekkes, Bappenas, Kemendagri, Kemen PU-PERA) dalam rangka internalisasi
program di provinsi/kabupaten/kota, meningkatkan dan memperkuat strategi Kemitraan Pemerintah
- Swasta (KPS) dalam rangka efektivitas intervensi kegiatan serta peningkatan dan penguatan sistem
monitoring dan evaluasi STBM.
288 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
B. TATANAN KAWASAN SEHAT
Pengertian Kawasan Sehat adalah suatu kondisi wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat
bagi pekerja dan masyarakat, melalui peningkatan suatu kawasan potensial dengan kegiatan yang
terintegrasi dan disepakati masyarakat, kelompok usaha, dan pemerintah daerah. Tatanan Kawasan
Sehat merupakan salah satu indikator pelaksanaan kegiatan penyehatan lingkungan dalam Renstra
2015-2019. Mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor
34 Tahun 2005 dan Nomor 1138 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat,
Kabupaten/Kota Sehat (KKS) adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman, aman, dan
sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui terselenggaranya penerapan beberapa tatanan
dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah daerah.
Berdasarkan kawasan dan permasalahan khusus, Tatanan Kabupaten/kota sehat
dikelompokkan menjadi:
1. kawasan permukiman, sarana, dan prasarana umum,
2. kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayanan transportasi,
3. kawasan pertambangan sehat,
4. kawasan hutan sehat,
5. kawasan industri dan perkantoran sehat,
6. kawasan pariwisata sehat,
7. ketahanan pangan dan gizi,
8. kehidupan masyarakat yang mandiri,
9. kehidupan sosial yang sehat.
Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat dilakukan melalui berbagai kegiatan dengan
memberdayakan masyarakat yang difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk mewujudkan
Kabupaten/Kota Sehat. Penyelenggaraan Kabupatan/Kota Sehat dilaksanakan melalui forum dan atau
memfungsikan lembaga masyarakat yang ada. Forum di kabupaten/kota disebut forum
Kabupaten/Kota Sehat atau sebutan lainnya, tingkat kecamatan disebut forum komunikasi
Desa/Kelurahan atau sebutan lain dan tingkat desa/kelurahan disebut kelompok kerja atau sebutan
lain. Kabupaten/Kota Sehat diselenggarakan dengan membentuk Tim Pembina Kabupaten/Kota Sehat
untuk menyelaraskan kebutuhan masyarakat sesuai dengan arah pembangunan daerah. Tim pembina
diketuai oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan anggota dari instansi terkait
dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
Kabupaten/kota sehat yang memenuhi kriteria akan diberikan Penghargaan Kabupaten/Kota
Sehat (Swasti Saba) dalam periode dua tahun sekali. Seleksi penghargaan ini dilakukan oleh Gubernur
yang pelaksanaannya dilakukan oleh Tim Pembina Provinsi. Penilaian Kabupaten/kota sehat dapat
dievaluasi oleh Tim Pembina pusat, sesuai dengan perkembangan penyelenggaraan Kabupaten/kota
sehat. Penghargaan ini terdiri dari 3 kategori, yaitu penghargaan Padapa diberikan kepada
kabupaten/kota untuk taraf pemantapan, Wiwerda untuk taraf pembinaan, dan Wistara untuk taraf
pengembangan.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 289
GAMBAR 7.4
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA PENYELENGGARA TATANAN KAWASAN SEHAT
TAHUN 2018
Indonesia 69,65
Gorontalo 100,00
Sulawesi Selatan 100,00
Nusa Tenggara Barat 100,00
Bali 100,00
Jawa Timur 100,00
DI Yogyakarta 100,00
Jawa Tengah 100,00
Jawa Barat 100,00
DKI Jakarta 100,00
Kepulauan Riau 100,00
Kepulauan Bangka Belitung 100,00
Jambi 100,00
Sumatera Barat 100,00
Sulawesi Utara 93,33
Riau 91,67
Kalimantan Timur 90,00
Banten 87,50
Sumatera Selatan 82,35
Kalimantan Utara 80,00
Bengkulu 80,00
Kalimantan Selatan 76,92
Sulawesi Barat 66,67
Lampung 66,67
Kalimantan Barat 57,14
Sulawesi Tengah 53,85
Sulawesi Tenggara 52,94
Sumatera Utara 51,52
Nusa Tenggara Timur 31,82
Maluku Utara 30,00
Maluku 27,27
Aceh 26,09
Kalimantan Tengah 14,29
Papua 3,45
Papua Barat 0,00
0 20 40 60 80 100
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019
Sebanyak 358 kabupaten/kota telah menyelenggarakan program KKS dari total 514 jumlah
kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2018. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka ini
belum mencapai target Renstra tahun 2018 sebanyak 376 kabupaten/kota. Hal ini diperkirakan karena
keterbatasan sumber daya (tenaga, anggaran, tempat/kantor sekretariat) untuk membentuk forum
KKS yang mana keberadaan forum merupakan salah satu syarat penyelenggaraan kab/kota sehat.
Gambar 7.4 menunjukkan provinsi yang seluruh kabupaten/kotanya telah mencapai KKS 100%
sebanyak 13 (tiga belas) provinsi yaitu Gorontalo, Sulawesi Selatan, NTB, Bali, Jawa Timur, DI
Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, DKI Jakarta, Kep. Riau, Kep. Bangka Belitung, Jambi, dan
Sumatera Barat. Terdapat satu provinsi yang kabupaten/kotanya belum menyelenggarakan Tatanan
290 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
Kawasan Sehat yaitu Papua Barat. Hal tersebut juga disebabkan karena keterbatasan sumber daya
(tenaga, anggaran, tempat/kantor sekretariat) untuk membentuk forum KKS yang mana keberadaan
forum merupakan salah satu syarat penyelenggaraan kabupaten/kota sehat. Rincian lengkap tentang
jumlah kabupaten/kota penyelenggara Tatanan Kawasan Sehat tahun 2018 dapat dilihat pada
Lampiran 7.2.
Masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan KKS diantaranya (1) masih belum
sempurnanya standar indikator pelaksanaan kegiatan per-Tatanan (9 Tatanan) dalam Kabupaten/Kota
Sehat, (2) masih sulitnya koordinasi Lintas Sektor Kementerian/Lembaga terkait dalam merespon kerja
sama dengan Kemenkes untuk mewujudkan Kabupaten/Kota Sehat, (3) kurangnya sosialisasi dan
komitmen pemerintah daerah dalam pengambilan keputusan akibat seringnya mutasi kepegawaian di
daerah, (4) kurang optimalnya fungsi tim pembina, baik di pusat, provinsi maupun kabupaten/kota,
serta (5) kurangnya advokasi dan sosialisasi kegiatan penyehatan kawasan yang terdiri dari
Kabupaten/Kota Sehat, pasar sehat, pelabuhan sehat, dan DTPK di setiap provinsi. Upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah mengembangkan jejaring dengan lintas sektor dan
lintas program yang terkait dengan penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat.
C. AIR MINUM
Air bersih adalah salah satu jenis sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan biasa
dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Air minum
merupakan air yang dikonsumsi manusia dalam memenuhi kebutuhan cairan tubuh. Mengacu pada
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, air
minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi
syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Permenkes tersebut juga menyatakan bahwa
penyelenggara air minum wajib menjamin air minum yang diproduksinya aman bagi kesehatan.
Penyelenggara air minum diantaranya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, usaha perorangan, kelompok masyarakat, dan/atau
individual yang menyelenggarakan penyediaan air minum.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010 menyatakan bahwa air minum yang
aman (layak) bagi kesehatan adalah air minum yang memenuhi persyaratan secara fisik, mikrobiologis,
kimia, dan radioaktif. Secara fisik, air minum yang sehat adalah tidak berbau, tidak berasa, tidak
berwarna serta memiliki total zat padat terlarut, kekeruhan, dan suhu sesuai ambang batas yang
ditetapkan. Secara mikrobiologis, air minum yang sehat harus bebas dari bakteri E.Coli dan total bakteri
koliform. Secara kimiawi, zat kimia yang terkandung dalam air minum seperti besi, aluminium, klor,
arsen, dan lainnya harus di bawah ambang batas yang ditentukan. Secara radioaktif, kadar gross alpha
activity tidak boleh melebihi 0,1 becquerel per liter (Bq/l) dan kadar gross beta activity tidak boleh
melebihi 1 Bq/l.
Rumah tangga harus memiliki akses air minum layak dan bersih dalam mendukung kesehatan
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Kebutuhan air minum, tidak hanya dilihat dari kuantitasnya
tetapi juga dari kualitas air minum. Pemenuhan kebutuhan air minum di rumah tangga dapat diukur
dari akses air minum layak.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 291
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap akses air minum layak diantaranya adalah:
1. jenis sumber air utama yang digunakan untuk diminum;
2. jenis sumber air utama yang digunakan untuk memasak, mandi, dan mencuci;
3. jarak sumber air ke penampungan limbah/kotoran/tinja terdekat ≥ 10 meter.
Akses air minum yang layak dan bersih diperoleh dari sumber air minum yang terlindungi
meliputi air ledeng (keran), hydrant umum, keran umum, terminal air, penampungan air hujan atau
mata air dan sumur terlindung, sumur bor/pompa yang memiliki jarak minimal 10 meter dari sarana
pembuangan kotoran, penampungan limbah, dan tempat penampungan atau pembuangan sampah.
Air kemasan, air yang diperoleh dari penjual keliling, serta air dari sumur atau mata air tak terlindung
bukan termasuk dalam kriteria akses air minum layak dan bersih.
Data dari BPS (Badan Pusat Statistik) yang dipublikasikan melalui Indikator Perumahan dan
Kesehatan Lingkungan 2018, secara nasional menunjukkan sumber air utama yang paling banyak
digunakan rumah tangga untuk minum adalah air isi ulang (26,43%), sumur terlindung (17,51%), dan
sumur bor/pompa (16,36%). Secara rinci, data tersebut dapat dilihat pada tabel 7.1.
TABEL 7.1
PERSENTASE RUMAH TANGGA MENURUT SUMBER AIR MINUM UTAMA DAN TIPE DAERAH
TAHUN 2018
292 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 7.5
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP SUMBER AIR MINUM
LAYAK TAHUN 2018
Indonesia 73,68
Bali 90,90
DKI Jakarta 89,59
Kalimantan Utara 88,30
Kepulauan Riau 83,56
Kalimantan Timur 81,26
Sulawesi Tenggara 80,95
DI Yogyakarta 80,62
Riau 79,68
Gorontalo 78,99
Jawa Tengah 78,16
Sulawesi Selatan 77,93
Papua Barat 77,12
Maluku 76,47
Sulawesi Utara 76,20
Jawa Timur 75,20
Nusa Tenggara Barat 73,61
Kalimantan Barat 72,88
Banten 72,83
Nusa Tenggara Timur 72,41
Sumatera Utara 71,95
Sulawesi Tengah 71,13
Jawa Barat 71,06
Sumatera Barat 69,53
Maluku Utara 69,17
Kepulauan Bangka Belitung 66,83
Jambi 66,66
Aceh 66,48
Kalimantan Tengah 65,38
Sumatera Selatan 65,31
Sulawesi Barat 62,98
Kalimantan Selatan 62,67
Papua 58,35
Lampung 56,78
Bengkulu 49,37
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018
Secara nasional persentase rumah tangga dengan akses air minum layak sebesar 73,68%
(Gambar 7.5). Provinsi dengan persentase rumah tangga dengan akses air minum layak tertinggi yaitu
Bali (90,90%), DKI Jakarta (89,59%) dan Kalimantan Utara (88,30%). Sedangkan provinsi dengan
persentase rumah tangga menurut akses air minum layak terendah adalah Bengkulu (49,37%),
Lampung (56,78%), dan Papua (58,35%). Rincian lengkap tentang persentase rumah tangga menurut
akses air minum layak tahun 2018 dapat dilihat pada Lampiran 7.3.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 293
GAMBAR 7.6
PERSENTASE SARANA AIR MINUM YANG DILAKUKAN PENGAWASAN
TAHUN 2018
Indonesia 19,93
Maluku 53,75
Kalimantan Utara 53,33
Kepulauan Bangka Belitung 50,64
Kalimantan Barat 41,62
Riau 41,45
Kalimantan Timur Target Renstra 2018: 45% 40,44
Banten Target Renstra 2018: 45% 37,09
Kalimantan Tengah 33,38
DKI Jakarta 33,12
Sulawesi Barat 32,14
Sumatera Barat 31,30
Jawa Timur 28,15
Sulawesi Selatan 25,17
Bengkulu 23,39
Sumatera Selatan 23,04
Sulawesi Tenggara 22,86
Kalimantan Selatan 20,57
Kepulauan Riau 20,51
Papua Barat 19,88
DI Yogyakarta 19,60
Nusa Tenggara Barat 19,46
Bali 17,63
Jambi 15,40
Sumatera Utara 15,08
Papua 14,56
Maluku Utara 12,26
Jawa Tengah 11,54
Sulawesi Tengah 11,48
Jawa Barat 7,65
Gorontalo 7,47
Sulawesi Utara 7,01
Aceh 6,44
Nusa Tenggara Timur 5,80
Lampung 3,61
0 10 20 30 40 50 60
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736 Tahun 2010 mengatur tentang Tata Laksana dan
Pengawasan Kualitas Air Minum. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa pengawasan internal
dilakukan oleh penyelenggara air minum komersial dan pengawasan eksternal dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Pengawas kualitas air minum internal adalah penyelenggara air minum
yang diawasi kualitas hasil produksinya secara eksternal oleh Dinas Kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota dan KKP yang dibuktikan dengan jumlah sampel pengujian kualitas air.
Penyelenggara air minum adalah PDAM/BPAM/PT yang terdaftar di Persatuan Perusahaan Air Minum
Seluruh Indonesia (Perpamsi); Sarana air minum perpipaan non PDAM; dan Sarana air minum bukan
jaringan perpipaan komunal.
294 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
Pada tahun 2018, secara nasional terdapat 463.735 jumlah sarana air minum yang beresiko
rendah dan sedang, 19,93% (92.435) diantaranya diambil sampel airnya sebagai pelaksanaan
pengawasan sarana air minum (Gambar 7.6). Hasil ini masih belum mencapai target Renstra
Kementerian Kesehatan tahun 2018 yaitu 45% sarana air minum yang dilakukan pengawasan. Terdapat
3 (tiga) provinsi sudah memenuhi target Renstra Kemenkes tahun 2018 dengan memperoleh hasil lebih
dari 45% sarana air minum yang diawasi diantaranya Maluku, kalimantan Utara, Kep. Bangka Belitung.
Sedangkan provinsi dengan persentase terendah diantaranya Lampung (3,61%), Nusa tenggara Timur
(5,80%), dan Aceh (6,44%).
Gambaran persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan pada tahun 2016 dan
2017 menunjukkan hasil yang belum mencapai target renstra. Pada tahun 2016, capaian nasional
sebesar 16,02% (5.218) sarana air minum yang diawasi dari jumlah sarana air minum sebesar 32.578
sarana dan angka ini belum mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2016 yaitu 35%
sarana air minum yang dilakukan pengawasan. Pada tahun 2017, capaian nasional sebesar 22,76%
(4.754) sarana air minum yang diawasi dari jumlah sarana air minum sebesar 20.844 sarana dan angka
ini belum mencapai target Renstra Kementerian Kesehatan tahun 2017 yaitu 40% sarana air minum
yang dilakukan pengawasan.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 295
GAMBAR 7.7
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP SANITASI LAYAK
TAHUN 2018
Indonesia 69,27
Bali 91,14
DKI Jakarta 90,73
DI Yogyakarta 88,92
Kepulauan Bangka Belitung 85,64
Kepulauan Riau 85,07
Sulawesi Selatan 79,61
Kalimantan Timur 79,19
Sulawesi Utara 75,23
Sumatera Utara 74,60
Jawa Tengah 74,04
Papua Barat 73,95
Nusa Tenggara Barat 73,70
Kalimantan Utara 71,75
Riau 71,48
Banten 70,65
Sulawesi Tenggara 69,90
Maluku 69,05
Jawa Timur 68,84
Sumatera Selatan 68,60
Aceh 67,09
Maluku Utara 66,96
Jawa Barat 64,73
Gorontalo 64,30
Sulawesi Tengah 64,15
Jambi 63,99
Sulawesi Barat 63,21
Kalimantan Selatan 62,76
Sumatera Barat 56,85
Kalimantan Barat 53,97
Kalimantan Tengah 52,55
Lampung 52,48
Nusa Tenggara Timur 50,72
Bengkulu 44,31
Papua 33,75
0 20 40 60 80 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018
Data dari BPS (Badan Pusat Statistik) yang dipublikasikan melalui Indikator Perumahan dan
Kesehatan Lingkungan 2018 mengenai persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi
layak (Gambar 7.7). Secara nasional, terdapat 69,27% rumah tangga yang memiliki akses terhadap
sanitasi layak, provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak
tertinggi yaitu Bali (91,14%), DKI Jakarta (90,73%), dan DI Yogyakarta sebesar (88,92%). Sedangkan
provinsi dengan persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak terendah adalah
Papua (33,75%), Bengkulu (44,31%), dan Nusa Tenggara Timur (50,72%). Rincian lengkap tentang
persentase rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi layak tahun 2016-2018 dapat dilihat
pada Lampiran 7.5.
296 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
GAMBAR 7.8
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP SANITASI LAYAK
TAHUN 2016-2018
90
80,77 80,67 80,48
80
67,8 67,89 69,27
70
50
40
30
20
10
0
Tahun 2016 Tahun 2017 Tahun 2018
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
Sumber: Badan Pusat Statistik, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018
Gambar 7.8 menunjukkan persentase rumah tangga yang memiliki akses sanitasi layak
menunjukkan peningkatan dari tahun 2016 ke tahun 2018 sebesar 1,47 persen. Jika dilihat menurut
tipe daerah, persentase di perkotaan cenderung lebih tinggi daripada di perdesaan. Selama periode
ini, persentase untuk daerah perkotaan menunjukkan penurunan walaupun nilainya dibawah 1 persen,
sedangkan untuk perdesaan, walaupun sempat menunjukkan penurunan pada tahun 2016, namun
kembali menunjukkan kenaikan pada tahun 2018.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 297
Gambar 7.9 menunjukkan angka nasional persentase TTU yang telah memenuhi syarat
kesehatan pada tahun 2018 mencapai 61,30%. Angka ini telah mencapai target Renstra Kementerian
Kesehatan 2018 persentase TTU yang memenuhi syarat kesehatan yaitu 56%, dan capaian tersebut
juga lebih besar dari sebelumnya, tahun 2017 yang mencapai 54,01%. Provinsi dengan persentase
tertinggi adalah Jawa Tengah (83,25%), kep. Bangka Belitung (80,16%), dan Maluku Utara (78,93%).
Terdapat 8 (delapan) provinsi yang telah mencapai target Renstra 2018. Provinsi dengan capaian
terendah diantaranya Sulawesi Utara (18,36%), Jawa Timur (27,84%), dan Papua (33,34%). Terdapat 1
provinsi yang tidak ada datanya, yaitu Maluku. Rincian lengkap tentang persentase TTU yang
memenuhi syarat kesehatan tahun 2018 dapat dilihat pada TAB 7.6.
GAMBAR 7.9
PERSENTASE TEMPAT-TEMPAT UMUM YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN
TAHUN 2018
Indonesia 61,30
Jawa Tengah 83,25
Kepulauan Bangka Belitung 80,16
Maluku Utara 78,93
Nusa Tenggara Barat 75,64
Kalimantan Utara 73,19
Kalimantan Barat 72,59
Lampung 71,75
Sumatera Barat 71,47
Aceh Target Renstra 2018: 56% 69,96
Sumatera Selatan 69,66
Kalimantan Selatan 68,96
Jambi 68,29
Kalimantan Tengah 66,90
Bengkulu 65,91
DKI Jakarta 64,39
DI. Yogyakarta 64,16
Jawa Barat 64,08
Riau 61,78
Nusa Tenggara Timur 60,50
Sumatera Utara 58,62
Sulawesi Tengah 58,27
Papua Barat 55,84
Kepulauan Riau 55,43
Banten 46,75
Gorontalo 44,62
Sulawesi Selatan 44,56
Sulawesi Barat 43,48
Kalimantan Timur 43,41
Bali 41,33
Sulawesi Tenggara 39,05
Papua 33,34
Jawa Timur 27,84
Sulawesi Utara 18,36
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00
298 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan upaya peningkatan jumlah TTU yang memenuhi
syarat diantaranya adalah anggaran daerah untuk program kesehatan lingkungan masih rendah, belum
semua daerah memiliki peralatan pengukuran parameter kualitas lingkungan yang sesuai, dan
pendataan ulang di daerah untuk akurasi data yang tercatat. Kendala lainnya adalah tumpang tindih
regulasi antar kementerian/lembaga yang belum bersinergi dan masih belum optimalnya koordinasi
baik lintas program maupun lintas sektor serta institusi terkait baik di tingkat pusat maupun daerah.
Salah satu aspek dalam menjaga keamanan pangan yang harus dilaksanakan secara terstruktur
dan terukur dengan mewujudkan tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat kesehatan.
TPM siap saji yang terdiri dari Rumah Makan/Restoran, Jasa Boga, Depot Air Minum, Sentra Makanan
Jajanan, Kantin Sekolah yang memenuhi syarat kesehatan adalah TPM yang memenuhi persyaratan
higiene sanitasi yang dibuktikan dengan sertifikat layak higiene sanitasi.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 299
GAMBAR 7.10
PERSENTASE TEMPAT PENGOLAHAN MAKANAN YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN
TAHUN 2018
Indonesia 26,41
DI Yogyakarta 52,77
DKI Jakarta 50,42
Kepulauan Bangka Belitung 49,55
Kalimantan Utara 43,64
Kalimantan Timur 38,82
Sulawesi Tenggara Target Renstra 2018: 26% 37,47
Bengkulu 36,50
Riau 35,98
Kalimantan Tengah 35,55
Maluku Utara 34,92
Kalimantan Barat 32,94
Gorontalo 32,07
Sumatera Barat 31,11
Sulawesi Tengah 31,03
Kalimantan Selatan 30,73
Jambi 28,35
Kepulauan Riau 27,47
Sulawesi Barat 27,30
Nusa Tenggara Barat 26,78
Papua Barat 25,83
Bali 22,76
Sulawesi Selatan 21,46
Jawa Tengah 20,43
Jawa Barat 19,69
Jawa Timur 19,28
Banten 18,73
Sulawesi Utara 18,01
Papua 17,42
Lampung 14,50
Nusa Tenggara Timur 12,76
Sumatera Selatan 12,06
Sumatera Utara 9,31
Aceh 7,87
Maluku 3,57
0 10 20 30 40 50 60
Gambar 7.10 menunjukkan bahwa persentase tempat pengolahan makanan yang memenuhi
syarat kesehatan secara nasional pada tahun 2018 adalah 26,41%. Capaian ini meningkat dari tahun
sebelumnya yaitu tahun 2017 (18,04%). Capaian di tahun 2018 sudah memenuhi target Renstra
Kementerian Kesehatan 2018 untuk TPM memenuhi syarat kesehatan yaitu sebesar 26%.
Provinsi dengan persentase TPM yang memenuhi syarat kesehatan tertinggi adalah DI
Yogyakarta (52,77%), DKI Jakarta (50,42%), dan Kep. Bangka Belitung (49,55%). Sedangkan provinsi
dengan persentase TPM yang memenuhi syarat kesehatan terendah adalah Maluku (3,57%), Aceh
300 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
(7,87%), Sumatera Utara (9,31%). Rincian lengkap tentang persentase TPM yang memenuhi syarat
kesehatan tahun 2018 dapat dilihat pada Lampiran 7.7.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 301
GAMBAR 7.11
PERSENTASE KABUPATEN/KOTA YANG MEMENUHI KUALITAS KESEHATAN LINGKUNGAN
TAHUN 2018
Indonesia 57,78
Gorontalo 100,00
Banten 100,00
DI Yogyakarta 100,00
Kepulauan Bangka Belitung Target Renstra 2018: 35%
100,00
Jambi 100,00
Riau 100,00
Jawa Tengah 97,14
Kalimantan Selatan 92,31
Nusa Tenggara Barat 90,00
Sumatera Barat 89,47
Bali 88,89
Sulawesi Selatan 87,50
Kepulauan Riau 85,71
Jawa Barat 85,19
DKI Jakarta 83,33
Kalimantan Utara 80,00
Kalimantan Timur 80,00
Lampung 73,33
Kalimantan Barat 71,43
Bengkulu 70,00
Jawa Timur 63,16
Kalimantan Tengah 57,14
Sulawesi Barat 50,00
Sulawesi Tengah 46,15
Sumatera Selatan 35,29
Sumatera Utara 30,30
Maluku Utara 30,00
Sulawesi Utara 20,00
Sulawesi Tenggara 17,65
Nusa Tenggara Timur 13,64
Aceh 8,70
Papua Barat 7,69
Papua 3,45
0 20 40 60 80 100
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019
302 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran seperti insinerator, dapur, perlengkapan
generator, anestesi, dan pembuatan obat sitotoksik.
Pengelolaan limbah medis berbeda dengan limbah domestik atau limbah rumah tangga.
Penempatan limbah medis dilakukan pada wadah yang sesuai dengan karakteristik bahan kimia,
radioaktif, dan volumenya. Limbah medis yang telah terkumpul tidak diperbolehkan untuk langsung
dibuang ke tempat pembuangan limbah domestik tetapi harus melalui proses pengolahan terlebih
dahulu. Untuk limbah medis yang berbentuk gas dilengkapi alat pereduksi emisi gas dan debu pada
proses pembuangannya. Selain itu perlu dilakukan pula upaya minimalisasi limbah yaitu dengan
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara mengurangi bahan (reduce), menggunakan
kembali (reuse), dan daur ulang (recycle). Penghijauan juga baik dilakukan untuk mengurangi polusi
dari limbah yang berbentuk gas dan untuk menyerap debu.
Tata laksana pengelolaan limbah medis sesuai standar tertuang dalam pedoman pelaksanaan
penyehatan lingkungan rumah sakit yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1204 Tahun 2004 mengenai persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit yang diantaranya terdiri
dari beberapa upaya disesuaikan dengan jenis limbah, upaya tersebut diantaranya:
1. upaya minimisasi limbah ;
2. pemilahan, pewadahan, pemanfaatan kembali, dan daur ulang;
3. tempat penampungan sementara;
4. transportasi (pengangkutan);
5. pengolahan, pemusnahan, dan pembuangan akhir limbah cair dan limbah padat.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 303
GAMBAR 7.12
PERSENTASE RUMAH SAKIT YANG MELAKUKAN PENGELOLAAN
LIMBAH MEDIS SESUAI STANDAR
TAHUN 2018
Indonesia 33,63
DKI Jakarta 91,13
Lampung 88,31
Riau 72,60
Target Renstra 2018: 28%
Bengkulu 65,22
DI Yogyakarta 59,76
Sumatera Barat 57,14
Jawa Tengah 50,00
Gorontalo 42,86
Banten 42,86
Kalimantan Timur 40,74
Kalimantan Utara 40,00
Kalimantan Tengah 38,46
Bali 38,46
Jawa Barat 35,14
Sulawesi Selatan 33,02
Kepulauan Bangka Belitung 25,00
Jambi 24,39
Kalimantan Selatan 20,45
Nusa Tenggara Barat 19,44
Maluku Utara 15,00
Sulawesi Tenggara 14,71
Sumatera Utara 9,48
Kepulauan Riau 9,09
Aceh 8,96
Sulawesi Barat 8,33
Sumatera Selatan 7,69
Jawa Timur 7,35
Maluku 7,14
Kalimantan Barat 6,25
Papua Barat 5,56
Sulawesi Tengah 5,41
Papua 2,33
Sulawesi Utara 2,17
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019 per 31 Desember 2018; Direktorat
Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
Gambar 7.12 menunjukkan cakupan rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah sesuai
standar pada tahun 2018 adalah sebesar 33,63%, meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya
yaitu 22,46%. Provinsi dengan presentase tertinggi adalah DKI Jakarta (91,13%), Provinsi Lampung
(88,31%), Riau (72,60%). Provinsi dengan persentase terendah adalah Sulawesi Utara (2,17%), Papua
(2,33%), Sulawesi tengah (5,41%). Rincian lengkap tentang persentase rumah sakit yang melakukan
pengelolaan limbah medis sesuai standar tahun 2016 dapat di lihat pada Lampiran 7.9.
304 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
Masalah yang dihadapi dalam pengelolaan limbah medis adalah masih sedikitnya fasilitas
pelayanan kesehatan yang melakukan pengelolaan limbah medis sesuai standar, masih banyak fasilitas
pelayanan kesehatan yang menggunakan alat kesehatan yang bermerkuri, serta hambatan teknis dan
perizinan dalam pengolahan limbah medis.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 305
GAMBAR 7.13
KABUPATEN/KOTA YANG MEMILIKI KEBIJAKAN PHBS
TAHUN 2018
Indonesia 70,62
Sulawesi Barat 100,00
Gorontalo 100,00
Kalimantan Tengah 100,00
Bali Target Renstra 2018: 70% 100,00
Banten 100,00
DI Yogyakarta 100,00
Jawa Tengah 100,00
DKI Jakarta 100,00
Kepulauan Riau 100,00
Kepulauan Bangka Belitung 100,00
Lampung 100,00
Bengkulu 100,00
Sulawesi Selatan 95,83
Jambi 90,91
Kalimantan Timur 90,00
Nusa Tenggara Barat 90,00
Jawa Timur 86,84
Sulawesi Tengah 84,62
Kalimantan Selatan 84,62
Sumatera Barat 84,21
Jawa Barat 81,48
Sumatera Selatan 70,59
Aceh 69,57
Riau 66,67
Maluku 63,64
Sulawesi Utara 53,33
Sumatera Utara 45,45
Kalimantan Barat 42,86
Kalimantan Utara 40,00
Sulawesi Tenggara 35,29
Nusa Tenggara Timur 27,27
Maluku Utara 20,00
Papua Barat 7,69
Papua 6,90
0 20 40 60 80 100
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019
Gambar 7.13 menunjukkan persentase Kabupaten/Kota yang memiliki kebijakan PHBS secara
nasional pada tahun 2018 sebesar 70,62%, dimana angka ini sudah melampaui target Renstra 2018
sebesar 70%. Sebanyak 12 Provinsi sudah mencapai 100% yaitu Sulawesi Barat, Gorontalo, Kalimantan
Tengah, Bali, Banten, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kepulauan Riau, Kep. Bangka Belitung,
Lampung, dan Bengkulu. Provinsi dengan persentase terendah adalah Papua 6,90%, Papua Barat
7,69%, dan Maluku Utara 20%. Rincian lengkap tentang Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki
kebijakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dapat dilihat pada lampiran 7.10.
306 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
J. GERAKAN MASYARAKAT SEHAT
Pemerintah saat ini melakukan suatu gebrakan inovasi dengan mengeluarkan Program
Gerakan Masyarakat Hidup sehat yang melibatkan pemangku kepentingan, swasta, akademisi, LSM
dan sektor-sektor lainnya agar dapat berperan dalam pembangunan kesehatan dengan menekankan
pada upaya promotif dan preventif. Program Gerakan Masyarakat Hidup Sehat bertujuan antara lain
1) Menurunkan beban penyakit menular dan penyakit tidak menular, baik kematian maupun
kecacatan; 2) Menghindarkan terjadinya penurunan produktivitas penduduk; 3) Menurunkan beban
pembiayaan pelayanan kesehatan karena menigkatnya penyakit dan pengeluaran kesehatan serta; 4)
Penguatan sistem kesehatan; Pendekatan siklus hidup; Jaminan kesehatan nasional (JKN) dan berfokus
pada pemerataan layanan.
Inpres No. 1 tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat merupakan bukti dukungan
pemerintah untuk mempercepat dan mensinergikan upaya promotif dan preventif untuk
meningkatkan produktivitas penduduk dan menurunkan beban pembiayaan pelayanan kesehatan
akibat penyakit. Dalam inpres ini terlihat peran dari setiap sektor untuk mewujudkan Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat.
Kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dengan
menggerakkan seluruh elemen dari sektor pemerintah, swasta, organisasi kemasyarakatan, serta
seluruh elemen masyarakat lainnya. Salah satu ukuran kinerja dalam Inpres No. 1 tahun 2017 tentang
Gerakan Masyarakat Hidup Sehat adalah Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan minimal 5 (lima)
tema kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 307
GAMBAR 7.14
JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN MINIMAL 5 TEMA KAMPANYE
GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT
TAHUN 2018
Indonesia 101
Jawa Timur 9
Jawa Tengah 8
Sumatera Utara 7
Aceh 5
Sulawesi Selatan 5
Jawa Barat 5
Sumatera Barat 4
Nusa Tenggara Timur 4
Nusa Tenggara Barat 3
Sulawesi Tengah 3
Kalimantan Selatan 3
Kalimantan Tengah 3
Kalimantan Barat 3
Sulawesi Utara 3
Lampung 3
Sulawesi Tenggara 3
Sumatera Selatan 3
Banten 2
Bali 2
Maluku Utara 2
Kalimantan Timur 2
Bengkulu 2
Maluku 2
Jambi 2
Riau 2
Papua Barat 2
Papua 2
Kalimantan Utara 1
DI Yogyakarta 1
Sulawesi Barat 1
Gorontalo 1
DKI Jakarta 1
Kepulauan Riau 1
Kepulauan Bangka Belitung 1
0 20 40 60 80 100 120
Provinsi dengan jumlah kabupaten/kota yang paling banyak melaksanakan kampanye minimal
5 tema Germas adalah provinsi Jawa Timur yaitu 9 dari 38 Kabupaten/kota. 7 Provinsi hanya
melaksanakan Kampanye minimal 5 Tema Germas di 1 Kabupaten/Kota, yaitu provinsi Kalimantan
Utara, DI Yogyakarta, Sulawesi Barat, Gorontalo, DKI Jakarta, Kep. Riau, dan Kep. Bangka Belitung.
Rincian lengkap mengenai jumlah kabupaten/kota dengan pelaksanaan minimal 5 tema kampanye
germas dapat dilihat pada Lampiran 7.11.
308 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
K. PERUMAHAN
Mengacu pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman,
perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan
hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana lingkungan. Dalam pengertian yang luas, rumah
bukan hanya sebuah bangunan (struktural), melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-
syarat kehidupan yang layak dan sehat, dipandang dari berbagai segi kehidupan masyarakat. Rumah
dapat dimengerti sebagai tempat perlindungan, untuk menikmati kehidupan, beristirahat bersama
keluarga. Rumah yang layak harus menjamin kepentingan keluarga salah satunya menjamin kesehatan
keluarga.
Menurut WHO (World Health Organitation), pengertian perumahan (housing) adalah suatu
struktur fisik di mana orang menggunakannya untuk tempat berlindung, di mana lingkungan dari
struktur tersebut termasuk juga semua fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang
berguna untuk kesehatan jasmani, rohani, dan keadaan sosial yang baik untuk keluarga dan individu.
Rumah sehat merupakan salah satu sarana untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Berdasarkan Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat Departemen Kesehatan RI Tahun 2007,
secara umum rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) memenuhi
kebutuhan psikologis antara lain privasi yang cukup, komunikasi yang sehat antar anggota keluarga
dan penghuni rumah, adanya ruangan khusus untuk istirahat (ruang tidur), bagi masing-masing
penghuni, (2) memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah dengan
penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vektor penyakit dan tikus,
kepadatan hunian yang tidak berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan
minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup, dan (3) memenuhi
persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang timbul karena pengaruh luar dan dalam
rumah, antara lain persyaratan garis sempadan jalan, konstruksi bangunan rumah, bahaya kebakaran
dan kecelakaan di dalam rumah.
Rumah layak huni mendukung terciptanya rumah yang sehat. Definisi rumah layak huni
menurut Badan Pusat Statistik 2015, adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan,
bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Penilaian rumah
layak huni diperoleh melalui indikator komposit dari tujuh indikator terkait yaitu:
1. akses air layak;
2. akses sanitasi layak;
3. sufficient living area (luas lantai per kapita > 7,2 m2);
4. jenis lantai;
5. jenis dinding;
6. jenis atap;
7. penerangan listrik.
Rumah layak huni adalah rumah yang maksimum hanya memiliki dua indikator pembentuk
yang kurang baik dari tujuh indikator rumah layak huni. Indikator rumah layak huni dapat mengetahui
tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan masyarakat mengindikasikan
semakin terpenuhi kebutuhan dasar akan perumahan sehat.
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 309
Gambar 7.15 menunjukan bahwa pada tahun 2018 capaian rumah tangga di Indonesia yang
telah menempati rumah layak huni adalah sebesar 95,70%, meningkat dari tahun sebelumnya yaitu
95,07 di tahun 2017 dan 94,04 di tahun 2016. Provinsi dengan rumah layak huni terbesar yaitu dan DI
Yogyakarta (99,46%), DKI Jakarta (99,36%), Kalimantan Utara (99,16%). Provinsi dengan persentase
rumah layak huni terendah yaitu Papua (58,23%), Nusa Tenggara Timur (72,06%), dan Sulawesi Barat
(89,88%). Rincian lengkap mengenai rumah layak huni menurut provinsi dapat dilihat pada Lampiran
7.12.
GAMBAR 7.15
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MENEMPATI RUMAH LAYAK HUNI
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Indonesia 95,70
DI Yogyakarta 99,46
DKI Jakarta 99,36
Kalimantan Utara 99,16
Kep. Bangka Belitung 99,10
Bali 99,03
Kepulauan Riau 98,44
Kalimantan Timur 98,20
Riau 97,49
Jawa Tengah 97,40
Jawa Barat 97,09
Nusa Tenggara Barat 97,06
Jawa Timur 96,95
Banten 96,93
Kalimantan Selatan 96,64
Sulawesi Selatan 96,60
Sulawesi Tenggara 96,20
Lampung 96,03
Jambi 95,99
Sulawesi Utara 95,59
Sumatera Barat 95,38
Papua Barat 94,55
Sumatera Selatan 94,54
Sumatera Utara 94,03
Gorontalo 93,85
Kalimantan Tengah 93,73
Bengkulu 93,70
Aceh 93,38
Kalimantan Barat 92,84
Maluku Utara 92,18
Sulawesi Tengah 91,10
Maluku 90,55
Sulawesi Barat 89,88
Nusa Tenggara Timur 72,06
Papua 58,23
0 20 40 60 80 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018
310 I
BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN Profil Kesehatan Indonesia 2018
Rumah tangga kumuh (kategori rumah tidak layak huni) merupakan rumah yang tidak
memenuhi persyaratan keselamatan, bangunan, dan kecukupan minimum luas bangunan serta
memenuhi syarat bagi kesehatan penghuninya. Seperti halnya indikator rumah layak huni, indikator
penilaian rumah kumuh merupakan indikator komposit. Indikator pembentuk rumah tangga kumuh
sama dengan indikator pembentukan rumah layak huni/rumah tidak layak huni.
Gambar 7.16 menunjukkan persentase rumah tangga kumuh menurut provinsi secara nasional
pada tahun 2018 sebesar 5,26%, menurun dari tahun sebelumnya yaitu 5,32% di tahun 2017 dan 5,89%
di tahun 2016. Angka nasional rumah tangga kumuh menunujukkan bahwa tingkat kesejahteraan
masyarakat Indonesia sudah cukup baik. Terdapat 20 provinsi yang persentase rumah tangga kumuh
lebih tinggi dari angka nasional, provinsi dengan persentase rumah tangga kumuh terendah yaitu DI
Yogyakarta (1,13%), Jawa Tengah (1,75%), dan Bali (1,79%). Sedangkan provinsi dengan rumah tangga
kumuh terbesar yaitu Papua (40,01%), NTT (20,65%), dan Maluku (11,05%). Rincian lengkap rumah
tangga kumuh menurut provinsi pada tahun 2016-2018 dapat dilihat pada Lampiran 7.13.
GAMBAR 7.16
PERSENTASE RUMAH TANGGA KUMUH MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
Indonesia 5,26
Papua 40,01
Nusa Tenggara Timur 20,65
Maluku 11,05
Gorontalo 9,76
Sulawesi Barat 9,67
Sulawesi Tengah 8,51
Papua Barat 8,10
Aceh 8,06
Sumatera Selatan 7,93
Sumatera Utara 7,71
Maluku Utara 7,39
Sulawesi Utara 7,24
DKI Jakarta 7,07
Kalimantan Tengah 7,05
Bengkulu 6,66
Sumatera Barat 6,58
Nusa Tenggara Barat 6,43
Sulawesi Tenggara 6,09
Jawa Barat 5,92
Kalimantan Barat 5,87
Kalimantan Selatan 4,48
Kalimantan Utara 4,47
Riau 4,06
Jambi 4,04
Kalimantan Timur 3,82
Sulawesi Selatan 3,67
Banten 3,36
Jawa Timur 2,59
Kepulauan Riau 2,53
Kep. Bangka Belitung 2,28
Lampung 2,21
Bali 1,79
Jawa Tengah 1,75
DI Yogyakarta 1,13
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
Sumber: Badan Pusat Statistik, Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2018
I
Profil Kesehatan Indonesia 2018 BAB VII. KESEHATAN LINGKUNGAN 311
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Adioutomo, Sari Martiningsih dan Ghazy Mujahid. 2014. Indonesia on The Threshold of
Population Ageing. UNFPA Indonesia.
Ahmed et al.2012. Maternal Death Averted by Contraceptive Use: an analysis of 172 countries.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. The Lancet.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2018. Profil Keluarga Indonesia
Tahun 2017. Jakarta: BKKBN.
Badan Narkotika Nasional. 2017. Survei Nasional Penyalahgunaan Narkoba di 34 Provinsi
Tahun 2017. Jakarta: Badan Narkotika Nasional.
Badan Narkotika Nasional. 2017. Indonesia: Narkoba dalam Angka Tahun 2017. Jakarta: Badan
Narkotika Nasional.
Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035. Jakarta: UNPF.
Badan Pusat Statistik. 2015. Profil Penduduk Indonesia Hasil Supas 2015. Jakarta: Badan Pusat
Statistik.
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Indonesia 2018. Jakarta: Badan Pusat Statistik RI.
Badan Pusat Statistik.2018. Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, Mei 2019. Jakarta: Badan
Pusat Statistik RI.
Badan Pusat Statistik. 2018. Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan Tahun 2018.
Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Badan Pusat Statistik, BKKBN, Kementerian Kesehatan. 2018. Survei Demografi Kesehatan
Indonesia 2017. Jakarta: Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
Kementerian Dalam Negeri RI. 2017. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017
Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri RI.
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan RI. 2005. Peraturan Bersama Menteri
Dalam Negeri dan Menteri Keseatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor 1138 Tahun 2005
tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Kesehatan RI.
315
Kementerian Kesehatan RI. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Rumah Makan dan
Restoran. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2007. Pedoman Surveilans Acute Flaccid Paralysis (AFP). Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492 Tahun 2010
tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
316
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 83 Tahun 2014 tentang
Unit Transfusi Darah, Bank Darah Rumah Sakit, dan Jejaring Pelayanan Transfusi Darah.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Upaya Perbaikan Gizi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 79 Tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Geriatri di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2015 tentang
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2015 tentang
Standar Kapsul Vitamin A bagi Bayi, Anak Balita dan Ibu Nifas. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 67 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia di Puskesmas. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI, 2016. Roadmap STBM 2015-2019. Jakarta: Direktorat Jenderal
Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2017 tentang
Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 Tahun 2017
tentang Penyelenggaraan Imunisasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2017. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 422 Tahun 2017
tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015 – 2019: Revisi I Tahun 2017. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan RI. 2019. Riset Kesehatan Dasar 2018. Jakarta: Kementerian
Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan. 2019. Profil Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah
Kesehatan Jiwa dan NAPZA Tahun 2018. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI Nomor 507 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 355 Tahun 2012. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan
318
Republik Indonesia. 2007. Undang Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009, Nomor 144. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2012. Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan
Menteri Kesehatan Nomor 355 Tahun 2012 tentang Alih Bina Penyelenggaraan Program Studi
pada Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan dari Kementerian Kesehatan kepada
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 103 Tahun 2014
tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan
Lingkungan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014, Nomor 184. Jakarta:
Sekretariat Negara.
***
319
LAMPIRAN
Lampiran 1.1
PEMBAGIAN WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Pembagian Wilayah
No Provinsi
Kabupaten Kota Kabupaten + Kota Kecamatan Kelurahan Desa
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 18 5 23 289 0 6.497
2 Sumatera Utara 25 8 33 444 693 5.417
3 Sumatera Barat 12 7 19 179 230 928
4 Riau 10 2 12 166 268 1.591
5 Jambi 9 2 11 141 163 1.399
6 Sumatera Selatan 13 4 17 236 386 2.853
7 Bengkulu 9 1 10 128 172 1.341
8 Lampung 13 2 15 228 205 2.435
9 Kepulauan Bangka Belitung 6 1 7 47 82 309
10 Kepulauan Riau 5 2 7 70 141 275
11 DKI Jakarta 1 5 6 44 267 0
12 Jawa Barat 18 9 27 627 645 5.312
13 Jawa Tengah 29 6 35 573 750 7.809
14 DI Yogyakarta 4 1 5 78 46 392
15 Jawa Timur 29 9 38 666 777 7.724
16 Banten 4 4 8 155 313 1.238
17 Bali 8 1 9 57 80 636
18 Nusa Tenggara Barat 8 2 10 116 142 995
19 Nusa Tenggara Timur 21 1 22 309 327 3.026
20 Kalimantan Barat 12 2 14 174 99 2.031
21 Kalimantan Tengah 13 1 14 136 139 1.432
22 Kalimantan Selatan 11 2 13 153 144 1.864
23 Kalimantan Timur 7 3 10 103 197 841
24 Kalimantan Utara 4 1 5 53 35 447
25 Sulawesi Utara 11 4 15 171 332 1.507
26 Sulawesi Tengah 12 1 13 175 175 1.842
27 Sulawesi Selatan 21 3 24 307 792 2.255
28 Sulawesi Tenggara 15 2 17 219 377 1.915
29 Gorontalo 5 1 6 77 72 657
30 Sulawesi Barat 6 0 6 69 73 575
31 Maluku 9 2 11 118 35 1.198
32 Maluku Utara 8 2 10 115 117 1.063
33 Papua Barat 12 1 13 218 95 1.742
34 Papua 28 1 29 560 110 5.411
Indonesia 416 98 514 7.201 8.479 74.957
Sumber: Kementerian Dalam Negeri, 2018
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017
Lampiran 1.2
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN RASIO JENIS KELAMIN MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Kepadatan Penduduk
No Provinsi Laki-Laki Perempuan Total Luas Wilayah (Km2)* 2
(Jiwa per Km )
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 2.638.423 2.642.891 5.281.314 57.956,00 91,13
2 Sumatera Utara 7.193.200 7.222.191 14.415.391 72.981,23 197,52
3 Sumatera Barat 2.681.113 2.700.964 5.382.077 42.012,89 128,11
4 Riau 3.495.705 3.319.204 6.814.909 87.023,66 78,31
5 Jambi 1.821.381 1.748.891 3.570.272 50.058,16 71,32
6 Sumatera Selatan 4.252.833 4.117.487 8.370.320 91.592,43 91,39
7 Bengkulu 1.000.644 962.656 1.963.300 19.919,33 98,56
8 Lampung 4.286.676 4.083.809 8.370.485 34.623,80 241,76
9 Kepulauan Bangka Belitung 759.255 700.618 1.459.873 16.424,06 88,89
10 Kepulauan Riau 1.089.442 1.047.079 2.136.521 8.201,72 260,50
11 DKI Jakarta 5.244.690 5.222.939 10.467.629 664,01 15.764,26
12 Jawa Barat 24.652.609 24.031.252 48.683.861 35.377,76 1.376,11
13 Jawa Tengah 17.101.806 17.389.029 34.490.835 32.800,69 1.051,53
14 DI Yogyakarta 1.881.478 1.921.394 3.802.872 3.133,15 1.213,75
15 Jawa Timur 19.502.156 19.998.695 39.500.851 47.799,75 826,38
16 Banten 6.465.282 6.224.454 12.689.736 9.662,92 1.313,24
17 Bali 2.161.512 2.130.642 4.292.154 5.780,06 742,58
18 Nusa Tenggara Barat 2.433.731 2.579.956 5.013.687 18.572,32 269,95
19 Nusa Tenggara Timur 2.660.613 2.710.906 5.371.519 48.718,10 110,26
20 Kalimantan Barat 2.544.860 2.456.804 5.001.664 147.307,00 33,95
21 Kalimantan Tengah 1.391.078 1.269.131 2.660.209 153.564,50 17,32
22 Kalimantan Selatan 2.121.999 2.060.696 4.182.695 38.744,23 107,96
23 Kalimantan Timur 1.912.979 1.735.856 3.648.835 129.066,64 28,27
24 Kalimantan Utara 380.011 336.396 716.407 75.467,70 9,49
25 Sulawesi Utara 1.267.467 1.216.925 2.484.392 13.851,64 179,36
26 Sulawesi Tengah 1.536.491 1.473.952 3.010.443 61.841,29 48,68
27 Sulawesi Selatan 4.286.893 4.485.077 8.771.970 46.717,48 187,77
28 Sulawesi Tenggara 1.334.683 1.318.971 2.653.654 38.067,70 69,71
29 Gorontalo 593.871 591.621 1.185.492 11.257,07 105,31
30 Sulawesi Barat 680.325 675.229 1.355.554 16.787,18 80,75
31 Maluku 894.229 879.547 1.773.776 46.914,03 37,81
32 Maluku Utara 628.572 604.060 1.232.632 31.982,50 38,54
33 Papua Barat 493.353 444.105 937.458 99.671,63 9,41
34 Papua 1.746.771 1.575.755 3.322.526 319.036,05 10,41
Indonesia 133.136.131 131.879.182 265.015.313 1.913.578,68 138,49
Sumber: Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2018
* Kemendagri, 2018
Lampiran 1.5
ESTIMASI JUMLAH LAHIR HIDUP, JUMLAH BAYI (0 TAHUN), JUMLAH BATITA (0-2 TAHUN), JUMLAH ANAK BALITA (1 - 4 TAHUN), DAN JUMLAH BALITA (0 - 4 TAHUN)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Jumlah Lahir Jumlah Bayi (0 tahun) Jumlah Batita (0-2 tahun) Jumlah Anak Balita (1 - 4 tahun) Jumlah Balita (0 - 4 tahun)
No Provinsi
Hidup Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 Aceh 116.118 58.403 56.036 114.439 174.631 167.807 342.438 231.632 222.871 454.503 290.035 278.907 568.942
2 Sumatera Utara 305.935 152.573 146.711 299.284 460.003 443.252 903.255 619.998 598.563 1.218.561 772.571 745.274 1.517.845
3 Sumatera Barat 110.146 55.065 52.863 107.928 164.958 158.670 323.628 220.084 212.071 432.155 275.149 264.934 540.083
4 Riau 154.379 77.007 73.824 150.831 228.593 219.419 448.012 299.958 288.282 588.240 376.965 362.106 739.071
5 Jambi 66.106 32.888 31.502 64.390 98.467 94.431 192.898 131.178 125.940 257.118 164.066 157.442 321.508
6 Sumatera Selatan 161.571 80.497 77.322 157.819 242.489 233.347 475.836 325.620 313.879 639.499 406.117 391.201 797.318
7 Bengkulu 37.277 18.511 17.781 36.292 55.575 53.484 109.059 74.320 71.650 145.970 92.831 89.431 182.262
8 Lampung 152.816 76.284 73.245 149.529 231.457 222.594 454.051 314.450 302.893 617.343 390.734 376.138 766.872
9 Kep. Bangka Belitung 27.364 13.685 13.124 26.809 40.959 39.339 80.298 54.424 52.346 106.770 68.109 65.470 133.579
10 Kep. Riau 41.629 21.295 20.481 41.776 65.196 62.826 128.022 89.268 86.202 175.470 110.563 106.683 217.246
11 DKI Jakarta 170.265 88.018 84.475 172.493 270.671 260.096 530.767 373.776 359.672 733.448 461.794 444.147 905.941
12 Jawa Barat 878.472 443.440 423.953 867.393 1.330.756 1.273.281 2.604.037 1.775.668 1.700.499 3.476.167 2.219.108 2.124.452 4.343.560
13 Jawa Tengah 532.242 268.873 255.614 524.487 810.507 769.535 1.580.042 1.092.234 1.036.030 2.128.264 1.361.107 1.291.644 2.652.751
14 DI Yogyakarta 54.193 27.863 26.633 54.496 84.384 80.706 165.090 113.846 108.966 222.812 141.709 135.599 277.308
15 Jawa Timur 570.819 287.390 275.523 562.913 865.039 830.414 1.695.453 1.162.680 1.117.559 2.280.239 1.450.070 1.393.082 2.843.152
16 Banten 242.312 121.855 117.063 238.918 368.695 354.838 723.533 498.387 480.494 978.881 620.242 597.557 1.217.799
17 Bali 64.771 32.644 31.302 63.946 98.397 94.482 192.879 132.245 127.169 259.414 164.889 158.471 323.360
18 Nusa Tenggara Barat 104.166 51.073 49.044 100.117 152.260 146.639 298.899 202.604 195.592 398.196 253.677 244.636 498.313
19 Nusa Tenggara Timur 137.715 67.195 64.593 131.788 197.636 190.515 388.151 257.642 248.938 506.580 324.837 313.531 638.368
20 Kalimantan Barat 101.045 50.243 48.171 98.414 150.849 144.837 295.686 201.653 193.884 395.537 251.896 242.055 493.951
21 Kalimantan Tengah 53.774 26.332 25.376 51.708 78.158 75.497 153.655 102.870 99.566 202.436 129.202 124.942 254.144
22 Kalimantan Selatan 81.296 40.188 38.586 78.774 121.163 116.585 237.748 163.442 157.575 321.017 203.630 196.161 399.791
23 Kalimantan Timur 74.904 36.158 34.578 70.736 107.878 103.224 211.102 142.556 136.500 279.056 178.714 171.078 349.792
24 Kalimantan Utara 12.140 7.713 7.340 15.053 23.012 21.914 44.926 30.410 28.981 59.391 38.123 36.321 74.444
25 Sulawesi Utara 41.125 20.660 19.797 40.457 62.353 59.826 122.179 84.127 80.819 164.946 104.787 100.616 205.403
26 Sulawesi Tengah 62.927 30.967 29.689 60.656 92.053 88.447 180.500 121.653 117.101 238.754 152.620 146.790 299.410
27 Sulawesi Selatan 169.207 84.250 80.746 164.996 252.814 242.659 495.473 338.097 324.971 663.068 422.347 405.717 828.064
28 Sulawesi Tenggara 62.386 30.899 29.564 60.463 92.000 88.133 180.133 121.522 116.540 238.062 152.421 146.104 298.525
29 Gorontalo 23.810 11.714 11.221 22.935 34.717 33.327 68.044 45.674 43.914 89.588 57.388 55.135 112.523
30 Sulawesi Barat 32.661 15.801 15.199 31.000 46.468 44.860 91.328 60.533 58.610 119.143 76.334 73.809 150.143
31 Maluku 44.440 21.536 20.701 42.237 63.442 61.169 124.611 82.916 80.135 163.051 104.452 100.836 205.288
32 Maluku Utara 29.134 14.333 13.758 28.091 42.641 41.027 83.668 56.404 54.370 110.774 70.737 68.128 138.865
33 Papua Barat 21.694 10.527 10.159 20.686 30.915 29.928 60.843 40.115 38.942 79.057 50.642 49.101 99.743
34 Papua 71.291 34.607 33.563 68.170 102.473 99.741 202.214 134.603 131.446 266.049 169.210 165.009 334.219
Indonesia 4.810.130 2.410.487 2.309.537 4.720.024 7.241.609 6.946.849 14.188.458 9.696.589 9.312.970 19.009.559 12.107.076 11.622.507 23.729.583
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2018
Lampiran 1.6
ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK MENURUT PENDUDUK USIA MUDA, USIA PRODUKTIF DAN USIA NON PRODUKTIF,
JENIS KELAMIN, DAN PROVINSI TAHUN 2018
Jumlah Penduduk Usia Produktif Jumlah Penduduk Usia Non Produktif (65+ Angka
Jumlah Penduduk Usia Muda (<15 Tahun)
No Provinsi (15-64 Tahun) Tahun) Beban Ketergantungan
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total (ABK)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 833.282 799.702 1.632.984 1.707.850 1.722.163 3.430.013 97.291 121.026 218.317 53,97
2 Sumatera Utara 2.304.102 2.212.218 4.516.320 4.607.116 4.651.861 9.258.977 281.982 358.112 640.094 55,69
3 Sumatera Barat 813.614 782.242 1.595.856 1.729.619 1.743.668 3.473.287 137.880 175.054 312.934 54,96
4 Riau 1.058.205 1.010.618 2.068.823 2.332.300 2.200.505 4.532.805 105.200 108.081 213.281 50,35
5 Jambi 489.553 473.277 962.830 1.255.955 1.197.011 2.452.966 75.873 78.603 154.476 45,55
6 Sumatera Selatan 1.205.378 1.152.568 2.357.946 2.864.535 2.760.506 5.625.041 182.920 204.413 387.333 48,80
7 Bengkulu 277.026 264.397 541.423 683.019 655.643 1.338.662 40.599 42.616 83.215 46,66
8 Lampung 1.180.396 1.127.950 2.308.346 2.887.825 2.731.984 5.619.809 218.455 223.875 442.330 48,95
9 Kep. Bangka Belitung 199.559 190.994 390.553 528.634 476.580 1.005.214 31.062 33.044 64.106 45,23
10 Kep. Riau 326.573 312.883 639.456 736.030 706.164 1.442.194 26.839 28.032 54.871 48,14
11 DKI Jakarta 1.328.596 1.270.352 2.598.948 3.701.715 3.714.010 7.415.725 214.379 238.577 452.956 41,15
12 Jawa Barat 6.554.474 6.245.738 12.800.212 16.812.995 16.347.157 33.160.152 1.285.140 1.438.357 2.723.497 46,81
13 Jawa Tengah 4.205.716 3.988.588 8.194.304 11.565.828 11.797.357 23.363.185 1.330.262 1.603.084 2.933.346 47,63
14 DI Yogyakarta 421.209 401.238 822.447 1.302.181 1.318.818 2.620.999 158.088 201.338 359.426 45,09
15 Jawa Timur 4.514.014 4.325.618 8.839.632 13.571.503 13.916.453 27.487.956 1.416.639 1.756.624 3.173.263 43,70
16 Banten 1.810.833 1.732.694 3.543.527 4.444.271 4.262.638 8.706.909 210.178 229.122 439.300 45,74
17 Bali 518.147 492.622 1.010.769 1.503.300 1.472.497 2.975.797 140.065 165.523 305.588 44,24
18 Nusa Tenggara Barat 751.919 722.099 1.474.018 1.563.026 1.719.054 3.282.080 118.786 138.803 257.589 52,76
19 Nusa Tenggara Timur 934.945 907.255 1.842.200 1.601.921 1.659.906 3.261.827 123.747 143.745 267.492 64,68
20 Kalimantan Barat 736.389 705.222 1.441.611 1.696.531 1.634.713 3.331.244 111.940 116.869 228.809 50,14
21 Kalimantan Tengah 373.071 357.072 730.143 973.872 868.983 1.842.855 44.135 43.076 87.211 44,35
22 Kalimantan Selatan 602.730 576.872 1.179.602 1.438.376 1.385.698 2.824.074 80.893 98.126 179.019 48,11
23 Kalimantan Timur 509.438 482.853 992.291 1.338.559 1.193.717 2.532.276 64.982 59.286 124.268 44,09
24 Kalimantan Utara 109.505 104.163 213.668 256.655 220.792 477.447 13.851 11.441 25.292 50,05
25 Sulawesi Utara 318.253 303.865 622.118 873.325 824.887 1.698.212 75.889 88.173 164.062 46,29
26 Sulawesi Tengah 437.174 417.165 854.339 1.027.507 981.431 2.008.938 71.810 75.356 147.166 49,85
27 Sulawesi Selatan 1.253.131 1.201.664 2.454.795 2.805.413 2.973.728 5.779.141 228.349 309.685 538.034 51,79
28 Sulawesi Tenggara 446.047 424.920 870.967 836.331 833.132 1.669.463 52.305 60.919 113.224 58,95
29 Gorontalo 166.996 159.607 326.603 401.457 401.057 802.514 25.418 30.957 56.375 47,72
30 Sulawesi Barat 215.338 206.182 421.520 439.233 438.637 877.870 25.754 30.410 56.164 54,41
31 Maluku 295.759 282.254 578.013 562.528 557.122 1.119.650 35.942 40.171 76.113 58,42
32 Maluku Utara 205.979 197.957 403.936 400.628 383.873 784.501 21.965 22.230 44.195 57,12
33 Papua Barat 144.109 137.868 281.977 337.079 296.010 633.089 12.165 10.227 22.392 48,08
34 Papua 496.714 477.826 974.540 1.218.218 1.073.881 2.292.099 31.839 24.048 55.887 44,96
Indonesia 36.038.174 34.448.543 70.486.717 90.005.335 89.121.636 179.126.971 7.092.622 8.309.003 15.401.625 47,95
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2018
Lampiran 1.7
ESTIMASI JUMLAH WANITA USIA SUBUR (15 - 49 TAHUN), WUS IMUNISASI (15 - 39 TAHUN),
IBU HAMIL, IBU BERSALIN, DAN IBU NIFAS MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Jumlah Anak Prasekolah (5 - 6 tahun) Jumlah Anak Usia Kelas 1 SD/Setingkat (7 Tahun) Jumlah Anak Usia SD/Setingkat (7 - 12 Tahun)
No Provinsi
Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Aceh 114.269 110.107 224.376 56.586 54.566 111.152 329.499 315.112 644.611
2 Sumatera Utara 317.463 307.191 624.654 160.338 155.308 315.646 926.113 885.311 1.811.424
3 Sumatera Barat 110.593 106.806 217.399 55.500 53.665 109.165 324.825 312.007 636.832
4 Riau 145.270 139.856 285.126 71.451 68.856 140.307 407.993 386.751 794.744
5 Jambi 65.729 63.203 128.932 32.900 31.654 64.554 195.321 189.009 384.330
6 Sumatera Selatan 164.626 159.029 323.655 82.431 79.722 162.153 481.407 456.674 938.081
7 Bengkulu 37.355 36.079 73.434 18.658 18.035 36.693 110.913 104.830 215.743
8 Lampung 163.149 157.537 320.686 82.939 80.214 163.153 477.554 453.315 930.869
9 Kep. Bangka Belitung 26.907 25.933 52.840 13.316 12.846 26.162 78.952 75.205 154.157
10 Kep. Riau 45.708 44.277 89.985 22.519 21.856 44.375 130.011 123.640 253.651
11 DKI Jakarta 195.973 189.083 385.056 98.055 94.742 192.797 520.379 494.601 1.014.980
12 Jawa Barat 890.238 854.023 1.744.261 445.854 428.228 874.082 2.601.125 2.463.586 5.064.711
13 Jawa Tengah 562.589 533.358 1.095.947 286.665 271.799 558.464 1.716.307 1.623.556 3.339.863
14 DI Yogyakarta 57.524 55.128 112.652 28.686 27.509 56.195 167.330 158.647 325.977
15 Jawa Timur 595.262 573.187 1.168.449 301.870 290.995 592.865 1.851.906 1.767.925 3.619.831
16 Banten 254.510 245.984 500.494 127.504 123.419 250.923 719.486 683.046 1.402.532
17 Bali 67.033 64.604 131.637 33.640 32.470 66.110 214.024 201.472 415.496
18 Nusa Tenggara Barat 101.996 98.720 200.716 51.126 49.579 100.705 301.993 288.466 590.459
19 Nusa Tenggara Timur 124.809 120.881 245.690 61.689 59.807 121.496 365.692 358.278 723.970
20 Kalimantan Barat 101.391 97.692 199.083 50.722 48.926 99.648 290.911 277.219 568.130
21 Kalimantan Tengah 50.255 48.741 98.996 24.817 24.094 48.911 146.017 138.337 284.354
22 Kalimantan Selatan 83.973 81.166 165.139 42.466 41.101 83.567 241.105 229.340 470.445
23 Kalimantan Timur 69.767 66.789 136.556 34.533 33.096 67.629 197.967 185.833 383.800
24 Kalimantan Utara 15.144 14.563 29.707 7.497 7.216 14.713 42.726 40.435 83.161
25 Sulawesi Utara 43.221 41.587 84.808 21.892 21.081 42.973 127.173 121.339 248.512
26 Sulawesi Tengah 60.395 58.273 118.668 30.173 29.151 59.324 170.295 161.273 331.568
27 Sulawesi Selatan 170.295 164.000 334.295 85.288 82.219 167.507 498.434 477.750 976.184
28 Sulawesi Tenggara 59.675 57.315 116.990 29.481 28.355 57.836 179.650 169.960 349.610
29 Gorontalo 22.340 21.509 43.849 11.042 10.638 21.680 65.784 62.473 128.257
30 Sulawesi Barat 29.092 28.247 57.339 14.247 13.861 28.108 83.574 79.157 162.731
31 Maluku 40.208 38.948 79.156 19.821 19.239 39.060 115.106 108.435 223.541
32 Maluku Utara 27.897 26.941 54.838 13.861 13.395 27.256 81.568 78.114 159.682
33 Papua Barat 19.172 18.672 37.844 9.395 9.170 18.565 56.059 52.859 108.918
34 Papua 65.718 64.411 130.129 32.385 31.809 64.194 196.135 188.196 384.331
Indonesia 4.899.546 4.713.840 9.613.386 2.459.347 2.368.621 4.827.968 14.413.334 13.712.151 28.125.485
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2018
Lampiran 1.9
JUMLAH PENDUDUK MISKIN, PERSENTASE PENDUDUK MISKIN DAN GARIS KEMISKINAN
TAHUN 2001 - 2018
Jumlah Penduduk Miskin (dalam Juta Orang) Persentase Penduduk Miskin Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)
No Tahun
Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 2001 8,60 29,27 37,87 9,79 24,84 18,41 100.011,00 80.382,00
2 2002 13,32 25,08 38,39 14,46 21,10 18,20 130.499,00 96.512,00
3 2003 12,26 25,08 37,34 13,57 20,23 17,42 138.803,00 105.888,00
4 2004 11,37 24,78 36,15 12,13 20,11 16,66 143.455,00 108.725,00
5 2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 165.565,00 117.365,00
6 2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 174.290,00 130.584,00
7 2007 13,56 23,61 37,17 12,52 20,37 16,58 187.942,00 146.837,00
8 2008 12,77 22,19 34,96 11,65 18,93 15,42 204.895,99 161.830,79
9 2009 11,91 20,62 32,53 10,72 17,35 14,15 222.123,10 179.834,57
10 2010 11,10 19,93 31,02 9,87 16,56 13,33 232.989,00 192.353,83
11 Maret 2011 11,05 18,97 30,02 9,23 15,72 12,49 253.015,51 213.394,51
12 September 2011 10,95 18,94 29,89 9,09 15,59 12,36 263.593,84 223.180,69
13 Maret 2012 10,65 18,49 29,13 8,78 15,12 11,96 267.407,53 229.225,78
14 September 2012 10,51 18,09 28,59 8,60 14,70 11,66 277.381,99 240.441,35
15 Maret 2013 10,33 17,74 28,07 8,39 14,32 11,37 289.042,00 253.273,00
16 September 2013 10,63 17,92 28,55 8,52 14,42 11,47 308.626,00 275.779,00
17 Maret 2014 10,51 17,77 28,28 8,34 14,17 11,25 318.514,00 286.097,00
18 September 2014 10,36 17,37 27,73 8,16 13,76 10,96 326.853,00 296.681,00
19 Maret 2015 10,65 17,94 28,59 8,29 14,21 11,22 342.541,00 317.881,00
20 September 2015 10,62 17,89 28,51 8,22 14,09 11,13 356.378,00 333.034,00
21 Maret 2016 10,34 17,67 28,01 7,79 14,11 10,86 364.527,00 343.647,00
22 September 2016 10,49 17,28 27,76 7,73 13,96 10,70 372.114,00 350.420,00
23 Maret 2017 10,67 17,10 27,77 7,72 13,93 10,64 385.621,00 361.496,00
24 September 2017 10,27 16,31 26,58 7,26 13,47 10,12 400.995,00 370.910,00
25 Maret 2018 10,14 15,80 25,95 7,02 13,20 9,82 415.614,00 383.908,00
Maret September
Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Total
Maret September
No Provinsi Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) * Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)** Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) * Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)**
Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh 1,58 3,42 2,85 0,37 0,93 0,75 1,52 3,41 2,80 0,35 0,89 0,72
2 Sumatera Utara 1,49 1,64 1,56 0,38 0,44 0,41 1,40 1,53 1,46 0,31 0,36 0,33
3 Sumatera Barat 0,66 1,33 1,04 0,14 0,32 0,24 0,88 1,03 0,96 0,21 0,21 0,21
4 Riau 0,99 1,33 1,20 0,22 0,35 0,30 0,86 1,17 1,05 0,16 0,29 0,24
5 Jambi 1,68 1,12 1,30 0,37 0,30 0,32 1,96 0,92 1,26 0,57 0,19 0,31
6 Sumatera Selatan 2,08 2,48 2,33 0,52 0,65 0,60 2,20 1,98 2,06 0,60 0,45 0,50
7 Bengkulu 2,51 2,64 2,59 0,56 0,63 0,61 2,18 2,43 2,35 0,42 0,56 0,51
8 Lampung 1,48 2,28 2,04 0,33 0,54 0,48 1,39 2,36 2,06 0,31 0,56 0,48
9 Kep. Bangka Belitung 0,36 1,06 0,69 0,06 0,24 0,14 0,38 1,14 0,73 0,06 0,27 0,15
10 Kep. Riau 0,82 2,06 1,00 0,18 0,61 0,24 0,50 1,29 0,59 0,09 0,22 0,11
11 DKI Jakarta 0,51 - 0,51 0,11 - 0,11 0,50 - 0,50 0,11 - 0,11
12 Jawa Barat 1,13 1,84 1,32 0,29 0,48 0,34 1,06 1,36 1,13 0,26 0,28 0,26
13 Jawa Tengah 1,57 2,14 1,85 0,38 0,52 0,45 1,43 1,83 1,63 0,30 0,38 0,34
14 DI Yogyakarta 1,91 2,48 2,07 0,47 0,59 0,50 1,58 1,85 1,65 0,35 0,34 0,35
15 Jawa Timur 1,17 2,80 1,95 0,28 0,73 0,50 1,20 3,04 2,07 0,28 0,87 0,56
16 Banten 0,69 1,14 0,82 0,16 0,28 0,20 0,68 1,45 0,91 0,16 0,48 0,25
17 Bali 0,50 1,04 0,69 0,12 0,28 0,18 0,44 0,67 0,52 0,10 0,15 0,11
18 Nusa Tenggara Barat 3,24 2,45 2,82 0,91 0,60 0,74 2,35 2,41 2,38 0,51 0,59 0,55
19 Nusa Tenggara Timur 1,61 4,59 3,91 0,36 1,22 1,03 1,03 5,62 4,55 0,20 1,82 1,44
20 Kalimantan Barat 0,84 1,36 1,18 0,21 0,32 0,28 0,68 1,48 1,21 0,15 0,35 0,28
21 Kalimantan Tengah 0,88 0,76 0,81 0,27 0,18 0,21 0,63 0,94 0,82 0,14 0,24 0,20
22 Kalimantan Selatan 0,61 0,76 0,69 0,16 0,17 0,16 0,61 0,88 0,75 0,15 0,21 0,18
23 Kalimantan Timur 0,66 1,23 0,85 0,16 0,27 0,20 0,54 1,24 0,76 0,10 0,26 0,15
24 Kalimantan Utara 0,96 1,28 1,10 0,23 0,31 0,27 0,87 0,97 0,91 0,16 0,19 0,17
25 Sulawesi Utara 0,77 1,77 1,27 0,16 0,44 0,30 0,63 2,05 1,31 0,11 0,50 0,30
26 Sulawesi Tengah 2,02 2,88 2,64 0,57 0,80 0,74 1,30 2,68 2,28 0,42 0,78 0,68
27 Sulawesi Selatan 0,83 2,07 1,55 0,22 0,50 0,38 0,56 2,52 1,68 0,11 0,82 0,51
28 Sulawesi Tenggara 0,73 2,86 2,04 0,13 0,76 0,52 1,27 2,61 2,09 0,28 0,71 0,55
29 Gorontalo 0,78 4,50 3,06 0,16 1,13 0,75 0,30 4,95 3,02 0,03 1,40 0,83
30 Sulawesi Barat 1,22 1,92 1,76 0,27 0,50 0,44 0,98 1,74 1,56 0,14 0,41 0,35
31 Maluku 0,94 5,29 3,47 0,22 1,54 0,99 0,57 5,37 3,31 0,06 1,56 0,92
32 Maluku Utara 0,69 0,97 0,89 0,19 0,19 0,19 0,62 1,50 1,25 0,23 0,45 0,39
33 Papua Barat 0,71 10,11 6,29 0,16 3,90 2,38 0,89 10,32 6,50 0,18 3,88 2,38
34 Papua 0,84 8,98 6,73 0,24 3,07 2,28 0,76 7,94 5,91 0,23 2,45 1,82
Indonesia 1,17 2,37 1,71 0,29 0,63 0,44 1,08 2,32 1,63 0,25 0,62 0,41
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019
Catatan :
*) Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing - masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan, Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
**) Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin.
***) DKI Jakarta tidak memiliki desa
Lampiran 1.12
INDEKS GINI MENURUT PROVINSI TAHUN 2013 - 2018
2017
No Provinsi 2013 2014 2015 2016 2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 0,33 0,34 0,34 0,34 0,33 0,32
2 Sumatera Utara 0,33 0,31 0,33 0,31 0,34 0,31
3 Sumatera Barat 0,35 0,33 0,32 0,31 0,31 0,31
4 Riau 0,39 0,38 0,37 0,35 0,33 0,35
5 Jambi 0,33 0,34 0,34 0,35 0,33 0,34
6 Sumatera Selatan 0,38 0,38 0,33 0,36 0,37 0,34
7 Bengkulu 0,37 0,36 0,37 0,35 0,35 0,36
8 Lampung 0,36 0,33 0,35 0,36 0,33 0,33
9 Kep. Bangka Belitung 0,31 0,30 0,28 0,29 0,28 0,27
10 Kep. Riau 0,38 0,44 0,34 0,35 0,36 0,34
11 DKI Jakarta 0,40 0,44 0,42 0,40 0,41 0,39
12 Jawa Barat 0,41 0,40 0,43 0,40 0,39 0,41
13 Jawa Tengah 0,39 0,39 0,38 0,36 0,37 0,36
14 DI Yogyakarta 0,42 0,44 0,42 0,43 0,44 0,42
15 Jawa Timur 0,37 0,40 0,40 0,40 0,42 0,37
16 Banten 0,38 0,42 0,39 0,39 0,38 0,37
17 Bali 0,44 0,44 0,40 0,37 0,38 0,36
18 Nusa Tenggara Barat 0,35 0,39 0,36 0,37 0,38 0,39
19 Nusa Tenggara Timur 0,34 0,36 0,35 0,36 0,36 0,36
20 Kalimantan Barat 0,38 0,40 0,33 0,33 0,33 0,33
21 Kalimantan Tengah 0,36 0,37 0,30 0,35 0,33 0,34
22 Kalimantan Selatan 0,36 0,33 0,33 0,35 0,35 0,34
23 Kalimantan Timur 0,37 0,36 0,32 0,33 0,33 0,34
24 Kalimantan Utara - - 0,31 0,31 0,31 0,30
25 Sulawesi Utara 0,45 0,44 0,37 0,38 0,39 0,37
26 Sulawesi Tengah 0,39 0,35 0,37 0,35 0,35 0,32
27 Sulawesi Selatan 0,43 0,45 0,40 0,40 0,43 0,39
28 Sulawesi Tenggara 0,39 0,40 0,38 0,39 0,40 0,39
29 Gorontalo 0,45 0,45 0,40 0,41 0,41 0,42
30 Sulawesi Barat 0,32 0,38 0,36 0,37 0,34 0,37
31 Maluku 0,35 0,33 0,34 0,34 0,32 0,33
32 Maluku Utara 0,32 0,32 0,29 0,31 0,33 0,34
33 Papua Barat 0,42 0,41 0,43 0,40 0,39 0,39
34 Papua 0,44 0,46 0,39 0,40 0,40 0,40
Indonesia 0,41 0,41 0,40 0,39 0,39 0,38
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019
Keterangan : Indeks Gini adalah suatu koefisien yang menunjukkan tingkat ketimpangan atau kemerataan distribusi pendapatan, nilai koefisien adalah 0 - 1
Nilai 0 menunjukkan distribusi yang sangat merata dan nilai 1 menunjukkan distribusi yang timpang
Lampiran 1.13
PERSENTASE RATA-RATA PENGELUARAN PER KAPITA SEBULAN MENURUT KELOMPOK BARANG DAN
DAERAH TEMPAT TINGGAL TAHUN 2018
Persentase (%)
No Kelompok Barang
Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan
(1) (2) (3) (4) (5)
I Makanan
1 Padi-padian 4,50 8,73 5,95
2 Umbi-umbian 0,37 0,75 0,50
3 Ikan/udang/cumi/kerang 3,46 4,61 3,85
4 Daging 2,10 1,95 2,05
5 Telur dan susu 2,94 2,72 2,86
6 Sayur-sayuran 3,00 4,53 3,53
7 Kacang-kacangan 0,89 1,23 1,00
8 Buah-buahan 2,52 2,56 2,53
9 Minyak dan kelapa 0,98 1,63 1,20
10 Bahan minuman 1,23 2,09 1,53
11 Bumbu-bumbuan 0,83 1,19 0,96
12 Konsumsi lainnya 0,81 1,11 0,91
13 Makanan dan minuman Jadi 17,56 15,39 16,82
14 Rokok 4,79 7,79 5,82
Jumlah Makanan 45,98 56,28 49,51
II Bukan Makanan
1 Perumahan dan fasilitas rumah tangga 27,20 21,62 25,29
2 Aneka barang dan jasa 13,73 9,83 12,39
3 Pakaian, alas kaki dan tutup kepala 2,86 3,04 2,92
4 Barang tahan lama 5,18 5,07 5,14
5 Pajak, pungutan dan asuransi 3,02 2,40 2,81
6 Keperluan pesta dan upacara/kenduri 2,03 1,76 1,94
Jumlah Bukan Makanan 54,02 43,72 50,49
Jumlah Makanan + Bukan Makanan 100,00 100,00 100,00
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019
Keterangan : Susenas, Maret 2018
Lampiran 1.14
PERSENTASE RATA-RATA PENGELUARAN BUKAN MAKANAN PER KAPITA PER BULAN TAHUN 2018
Februari Agustus
No Provinsi
Jumlah (1.000 orang) TPT (%) Jumlah (1.000 orang) TPT (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh 99,88 98,44 81,18 29,55 99,84 98,54 84,74 35,74 99,86 98,49 82,92 32,59
2 Sumatera Utara 99,48 96,26 73,88 24,19 99,51 97,27 80,92 26,50 99,50 96,75 77,41 25,31
3 Sumatera Barat 99,45 94,79 78,54 32,52 99,57 97,92 87,81 35,22 99,51 96,37 83,08 33,87
4 Riau 98,97 93,55 72,56 28,95 99,18 96,30 82,45 25,26 99,07 94,95 77,27 27,19
5 Jambi 99,58 96,23 69,56 19,30 99,76 96,05 74,47 25,11 99,67 96,14 71,94 22,16
6 Sumatera Selatan 99,73 93,80 65,27 16,24 99,69 95,08 74,25 18,09 99,71 94,41 69,65 17,15
7 Bengkulu 99,84 96,42 75,13 26,36 99,90 98,37 83,72 32,25 99,87 97,36 79,33 29,15
8 Lampung 99,85 94,09 68,60 19,55 99,87 95,99 73,14 21,75 99,86 95,00 70,83 20,60
9 Kepulauan Bangka Belitung 99,89 89,46 63,69 14,68 99,81 96,35 70,59 17,44 99,85 92,70 67,11 15,99
10 Kepulauan Riau 99,74 99,02 83,44 18,59 99,32 99,39 84,19 17,86 99,52 99,20 83,78 18,24
11 DKI Jakarta 99,93 97,79 72,73 23,89 99,59 97,75 70,88 24,88 99,77 97,77 71,81 24,41
12 Jawa Barat 99,48 92,90 66,60 22,46 99,57 95,53 67,74 21,44 99,52 94,15 67,17 21,96
13 Jawa Tengah 99,72 94,84 69,35 21,98 99,80 96,81 68,68 21,85 99,76 95,79 69,02 21,92
14 DI Yogyakarta 99,87 99,83 86,79 50,53 99,93 99,59 90,15 52,84 99,90 99,72 88,39 51,69
15 Jawa Timur 99,56 96,56 72,73 22,83 99,67 97,54 71,62 22,88 99,62 97,02 72,18 22,86
16 Banten 99,49 94,74 69,00 19,00 99,29 96,89 67,66 21,88 99,39 95,79 68,35 20,42
17 Bali 99,39 98,63 81,78 26,35 99,75 97,14 82,90 28,18 99,56 97,92 82,35 27,24
18 Nusa Tenggara Barat 99,07 97,00 80,78 26,48 99,84 98,41 72,74 25,01 99,43 97,72 76,89 25,74
19 Nusa Tenggara Timur 98,09 93,76 72,84 28,34 98,47 96,21 76,90 28,19 98,28 94,95 74,83 28,27
20 Kalimantan Barat 98,36 91,81 65,00 25,41 98,51 93,90 71,75 22,25 98,43 92,84 68,35 23,86
21 Kalimantan Tengah 99,63 93,38 66,04 22,55 99,68 94,35 67,89 26,13 99,66 93,87 66,95 24,27
22 Kalimantan Selatan 99,82 92,07 69,33 26,11 99,46 92,84 67,94 21,48 99,64 92,43 68,66 23,82
23 Kalimantan Timur 99,59 98,07 79,53 31,91 99,93 99,80 83,72 27,51 99,76 98,89 81,55 29,84
24 Kalimantan Utara 98,02 94,42 74,76 21,96 98,48 98,44 76,54 24,36 98,24 96,38 75,62 23,04
25 Sulawesi Utara 99,34 93,06 70,46 18,35 99,39 97,09 77,08 24,92 99,36 95,00 73,67 21,45
26 Sulawesi Tengah 97,96 90,80 71,75 26,84 98,53 94,68 78,58 27,49 98,24 92,74 75,05 27,15
27 Sulawesi Selatan 99,07 91,38 66,91 30,07 99,44 94,92 74,87 37,41 99,25 93,13 70,81 33,72
28 Sulawesi Tenggara 99,19 94,79 70,51 31,28 99,38 93,76 76,35 28,72 99,28 94,29 73,47 30,01
29 Gorontalo 98,33 87,64 69,60 28,74 99,23 95,18 71,91 32,44 98,76 91,38 70,75 30,58
30 Sulawesi Barat 98,12 86,93 64,46 21,62 98,39 92,94 73,20 26,70 98,25 89,95 68,69 24,10
31 Maluku 99,71 97,05 78,77 35,22 99,70 97,04 79,51 40,43 99,71 97,05 79,12 37,82
32 Maluku Utara 98,93 97,41 74,93 28,49 99,25 97,54 77,68 34,42 99,08 97,47 76,36 31,36
33 Papua Barat 97,90 96,97 80,30 29,16 96,69 97,19 81,42 32,74 97,31 97,08 80,81 30,84
34 Papua 82,16 80,78 65,67 23,76 82,72 79,14 60,87 22,91 82,43 80,00 63,48 23,37
Indonesia 99,17 94,51 70,98 24,03 99,27 96,26 73,04 24,79 99,22 95,36 71,99 24,40
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019
Keterangan : Susenas, Maret 2018
Lampiran 1.20
ANGKA PARTISIPASI KASAR (APK) PENDIDIKAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2014 - 2018
(1) (2) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (11) (12)
1 Aceh 68,81 11 69,45 13 70,00 11 70,60 11 71,19 11
2 Sumatera Utara 68,87 10 69,51 10 70,00 11 70,57 12 71,18 12
3 Sumatera Barat 69,36 9 69,98 9 70,73 9 71,24 9 71,73 9
4 Riau 70,33 6 70,84 6 71,20 6 71,79 6 72,44 6
5 Jambi 68,24 17 68,89 17 69,62 15 69,99 16 70,65 17
6 Sumatera Selatan 66,75 23 67,46 23 68,24 22 68,86 23 69,39 23
7 Bengkulu 68,06 20 68,59 20 69,33 17 69,95 18 70,64 18
8 Lampung 66,42 26 66,95 25 67,65 23 68,25 24 69,02 24
9 Kepulauan Bangka Belitung 68,27 16 69,05 15 69,55 16 69,99 17 70,67 16
10 Kepulauan Riau 73,40 4 73,75 4 73,99 4 74,45 4 74,84 4
11 DKI Jakarta 78,39 1 78,99 1 79,60 1 80,06 1 80,47 1
12 Jawa Barat 68,80 12 69,50 11 70,05 10 70,69 10 71,30 10
13 Jawa Tengah 68,78 13 69,49 12 69,98 12 70,52 13 71,12 13
14 DI Yogyakarta 76,81 2 77,59 2 78,38 2 78,89 2 79,53 2
15 Jawa Timur 68,14 18 68,95 16 69,74 14 70,27 15 70,77 15
16 Banten 69,89 8 70,27 8 70,96 8 71,42 8 71,95 8
17 Bali 72,48 5 73,27 5 73,65 5 74,30 5 74,77 5
18 Nusa Tenggara Barat 64,31 30 65,19 30 65,81 29 66,58 29 67,30 29
19 Nusa Tenggara Timur 62,26 31 62,67 32 63,13 31 63,73 32 64,39 32
20 Kalimantan Barat 64,89 29 65,59 29 65,88 28 66,26 30 66,98 30
21 Kalimantan Tengah 67,77 21 68,53 21 69,13 20 69,79 21 70,42 21
22 Kalimantan Selatan 67,63 22 68,38 22 69,05 21 69,65 22 70,17 22
23 Kalimantan Timur 73,82 3 74,17 3 74,59 3 75,12 3 75,83 3
24 Kalimantan Utara 68,64 14 68,76 18 69,20 19 69,84 20 70,56 20
25 Sulawesi Utara 69,96 7 70,39 7 71,05 7 71,66 7 72,20 7
26 Sulawesi Tengah 66,43 25 66,76 26 67,47 25 68,11 26 68,88 25
27 Sulawesi Selatan 68,49 15 69,15 14 69,76 13 70,34 14 70,90 14
28 Sulawesi Tenggara 68,07 19 68,75 19 69,31 18 69,86 19 70,61 19
29 Gorontalo 65,17 28 65,86 28 66,29 27 67,01 28 67,71 28
30 Sulawesi Barat 62,24 32 62,96 31 63,60 30 64,30 31 65,10 31
31 Maluku 66,74 24 67,05 24 67,60 24 68,19 25 68,87 26
32 Maluku Utara 65,18 27 65,91 27 66,63 26 67,20 27 67,76 27
33 Papua Barat 61,28 33 61,73 33 62,21 32 62,99 33 63,74 33
34 Papua 56,75 34 57,25 34 58,05 33 59,09 34 60,06 34
Indonesia 68,90 69,55 70,18 70,81 71,39
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019
Lampiran 1.24
INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN KOMPONEN MENURUT PROVINSI TAHUN 2017 - 2018
2017 2018 2017 2018 2017 2018 2017 2018 2017 2018 2017-2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1 Aceh 69,52 69,64 14,13 14,27 8,98 9,09 8.957 9.186 70,60 71,19 0,84
2 Sumatera Utara 68,37 68,61 13,10 13,14 9,25 9,34 10.036 10.391 70,57 71,18 0,86
3 Sumatera Barat 68,78 69,01 13,94 13,95 8,72 8,76 10.306 10.638 71,24 71,73 0,69
4 Riau 70,99 71,19 13,03 13,11 8,76 8,92 10.677 10.968 71,79 72,44 0,91
5 Jambi 70,76 70,89 12,87 12,90 8,15 8,23 9.880 10.357 69,99 70,65 0,94
6 Sumatera Selatan 69,18 69,41 12,35 12,36 7,99 8,00 10.220 10.652 68,86 69,39 0,77
7 Bengkulu 68,59 68,84 13,57 13,58 8,47 8,61 9.778 10.162 69,95 70,64 0,99
8 Lampung 69,95 70,18 12,46 12,61 7,79 7,82 9.413 9.858 68,25 69,02 1,13
9 Kepulauan Bangka Belitung 69,95 70,18 11,83 11,87 7,78 7,84 12.066 12.666 69,99 70,67 0,97
10 Kepulauan Riau 69,48 69,64 12,81 12,82 9,79 9,81 13.566 13.976 74,45 74,84 0,52
11 DKI Jakarta 72,55 72,67 12,86 12,95 11,02 11,05 17.707 18.128 80,06 80,47 0,51
12 Jawa Barat 72,47 72,66 12,42 12,45 8,14 8,15 10.285 10.790 70,69 71,30 0,86
13 Jawa Tengah 74,08 74,18 12,57 12,63 7,27 7,35 10.377 10.777 70,52 71,12 0,85
14 DI Yogyakarta 74,74 74,82 15,42 15,56 9,19 9,32 13.521 13.946 78,89 79,53 0,81
15 Jawa Timur 70,80 70,97 13,09 13,10 7,34 7,39 10.973 11.380 70,27 70,77 0,71
16 Banten 69,49 69,64 12,78 12,85 8,53 8,62 11.659 11.994 71,42 71,95 0,74
17 Bali 71,46 71,68 13,21 13,23 8,55 8,65 13.573 13.886 74,30 74,77 0,63
18 Nusa Tenggara Barat 65,55 65,87 13,46 13,47 6,90 7,03 9.877 10.284 66,58 67,30 1,08
19 Nusa Tenggara Timur 66,07 66,38 13,07 13,10 7,15 7,30 7.350 7.566 63,73 64,39 1,04
20 Kalimantan Barat 69,92 70,18 12,50 12,55 7,05 7,12 8.472 8.860 66,26 66,98 1,09
21 Kalimantan Tengah 69,59 69,64 12,45 12,55 8,29 8,37 10.492 10.931 69,79 70,42 0,90
22 Kalimantan Selatan 68,02 68,23 12,46 12,50 7,99 8,00 11.600 12.062 69,65 70,17 0,75
23 Kalimantan Timur 73,70 73,96 13,49 13,67 9,36 9,48 11.612 11.917 75,12 75,83 0,95
24 Kalimantan Utara 72,47 72,50 12,79 12,82 8,62 8,87 8.643 8.943 69,84 70,56 1,03
25 Sulawesi Utara 71,04 71,26 12,66 12,68 9,14 9,24 10.422 10.731 71,66 72,20 0,75
26 Sulawesi Tengah 67,31 67,78 13,04 13,13 8,29 8,52 9.311 9.488 68,11 68,88 1,13
27 Sulawesi Selatan 69,84 70,08 13,28 13,34 7,95 8,02 10.489 10.814 70,34 70,90 0,80
28 Sulawesi Tenggara 70,47 70,72 13,36 13,53 8,46 8,69 9.094 9.262 69,86 70,61 1,70
29 Gorontalo 67,14 67,45 13,01 13,03 7,28 7,46 9.532 9.839 67,01 67,71 1,04
30 Sulawesi Barat 64,34 64,58 12,48 12,59 7,31 7,50 8.736 9.051 64,30 65,10 1,24
31 Maluku 65,40 65,59 13,91 13,92 9,38 9,58 8.433 8.721 68,19 68,87 1,00
32 Maluku Utara 67,54 67,80 13,56 13,62 8,61 8,72 7.792 7.980 67,20 67,76 0,83
33 Papua Barat 65,32 65,55 12,47 12,53 7,15 7,27 7.493 7.816 62,99 63,74 1,19
34 Papua 65,14 65,36 10,54 10,83 6,27 6,52 6.996 7.159 59,09 60,06 1,64
Indonesia 71,06 71,20 12,85 12,91 8,10 8,17 10.664 11.059 70,81 71,39 0,82
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2019
Lampiran 2.1
JUMLAH PUSKESMAS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2014 - 2018
Jumlah Puskesmas
No Provinsi
2014 2015 2016 2017 2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 337 339 340 341 348
2 Sumatera Utara 570 571 571 571 581
3 Sumatera Barat 264 264 264 269 275
4 Riau 211 212 213 215 216
5 Jambi 176 176 183 186 195
6 Sumatera Selatan 321 322 322 322 332
7 Bengkulu 180 180 180 180 180
8 Lampung 290 291 292 297 302
9 Kepulauan Bangka Belitung 61 62 62 63 64
10 Kepulauan Riau 73 72 73 74 83
11 DKI Jakarta 340 340 340 340 321
12 Jawa Barat 1.050 1.050 1.050 1.056 1.069
13 Jawa Tengah 875 875 875 876 881
14 DI Yogyakarta 121 121 121 121 121
15 Jawa Timur 960 960 960 963 967
16 Banten 231 233 233 233 242
17 Bali 120 120 120 120 120
18 Nusa Tenggara Barat 158 158 158 160 166
19 Nusa Tenggara Timur 370 371 371 372 381
20 Kalimantan Barat 238 238 238 241 244
21 Kalimantan Tengah 195 195 195 196 200
22 Kalimantan Selatan 228 230 230 230 233
23 Kalimantan Timur 174 174 175 179 183
24 Kalimantan Utara 48 49 49 49 56
25 Sulawesi Utara 187 187 188 189 193
26 Sulawesi Tengah 184 189 189 193 202
27 Sulawesi Selatan 446 448 448 451 458
28 Sulawesi Tenggara 269 269 269 274 284
29 Gorontalo 93 93 93 93 93
30 Sulawesi Barat 94 94 94 94 94
31 Maluku 197 199 199 199 208
32 Maluku Utara 127 127 128 129 134
33 Papua Barat 149 151 151 155 159
34 Papua 394 394 393 394 408
Indonesia 9.731 9.754 9.767 9.825 9.993
Sumber: Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2019
Lampiran 2.2
RASIO PUSKESMAS PER KECAMATAN
TAHUN 2018
Puskesmas Dengan Pelayanan Sesuai Standar* Puskesmas Belum Sesuai Standar Puskesmas Belum Melapor
Jumlah Kabupaten dengan
No Provinsi
Puskesmas Sesuai Standar*
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Aceh 348 211 60,63 131 37,64 132 37,93 26 35
2 Sumatera Utara 581 276 47,50 373 64,20 450 77,45 77 77
3 Sumatera Barat 275 129 46,91 204 74,18 136 49,45 53 54
4 Riau 216 123 56,94 98 45,37 37 17,13 15 15
5 Jambi 195 156 80,00 162 83,08 162 83,08 53 53
6 Sumatera Selatan 332 276 83,13 0,00 304 91,57 45 45
7 Bengkulu 180 156 86,67 179 99,44 136 75,56 6 6
8 Lampung 302 229 75,83 174 57,62 105 34,77 45 45
9 Kepulauan Bangka Belitung 64 63 98,44 63 98,44 61 95,31 56 56
10 Kepulauan Riau 83 74 89,16 74 89,16 64 77,11 56 77
11 DKI Jakarta 321 299 93,15 321 100,00 265 82,55 58 58
12 Jawa Barat 1069 712 66,60 775 72,50 917 85,78 261 261
13 Jawa Tengah 881 684 77,64 639 72,53 876 99,43 58 58
14 DI Yogyakarta 121 93 76,86 80 66,12 121 100,00 51 51
15 Jawa Timur 967 925 95,66 891 92,14 767 79,32 317 450
16 Banten 242 187 77,27 184 76,03 166 68,60 41 41
17 Bali 120 107 89,17 66 55,00 120 100,00 20 20
18 Nusa Tenggara Barat 166 149 89,76 101 60,84 89 53,61 27 27
19 Nusa Tenggara Timur 381 192 50,39 74 19,42 28 7,35 19 19
20 Kalimantan Barat 244 120 49,18 148 60,66 133 54,51 27 27
21 Kalimantan Tengah 200 191 95,50 95 47,50 171 85,50 55 55
22 Kalimantan Selatan 233 150 64,38 175 75,11 69 29,61 32 32
23 Kalimantan Timur 183 74 40,44 85 46,45 52 28,42 10 10
24 Kalimantan Utara 56 27 48,21 27 48,21 40 71,43 14 14
25 Sulawesi Utara 193 188 97,41 189 97,93 189 97,93 21 21
26 Sulawesi Tengah 202 111 54,95 189 93,56 26 12,87 75 75
27 Sulawesi Selatan 458 404 88,21 310 67,69 68 14,85 107 107
28 Sulawesi Tenggara 284 209 73,59 218 76,76 210 73,94 121 121
29 Gorontalo 93 93 100,00 93 100,00 93 100,00 9 9
30 Sulawesi Barat 94 81 86,17 94 100,00 65 69,15 6 6
31 Maluku 208 90 43,27 79 37,98 118 56,73 11 11
32 Maluku Utara 134 78 58,21 78 58,21 41 30,60 21 21
33 Papua Barat 159 23 14,47 26 16,35 9 5,66 1 1
34 Papua 408 83 20,34 49 12,01 0 0,00 26 26
Indonesia 9.993 6.963 69,68 6.444 64,49 6.220 62,24 1.820 1.984
Sumber: Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019
Lampiran 2.6
JUMLAH PUSKESMAS YANG TELAH MENYELENGGARAKAN PELAYANAN KESEHATAN TRADISIONAL
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
RS Khusus
RS Khusus
RS Khusus
RS Khusus
RS Khusus
RS Khusus
RS Khusus
RS Khusus
RS Khusus
RS Umum
RS Umum
RS Umum
RS Umum
RS Umum
RS Umum
RS Umum
RS Umum
RS Umum
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29)
1 Aceh 0 0 0 1 0 1 4 0 4 2 0 2 1 2 3 20 0 20 4 0 4 31 2 33 63 4 67
2 Sumatera Utara 1 0 1 2 0 2 7 0 7 11 1 12 1 3 4 26 0 26 7 0 7 131 21 152 186 25 211
3 Sumatera Barat 1 1 2 1 0 1 3 0 3 2 0 2 3 2 5 14 0 14 5 0 5 19 26 45 48 29 77
4 Riau 0 0 0 2 0 2 2 0 2 4 1 5 2 1 3 13 0 13 2 0 2 34 12 46 59 14 73
5 Jambi 0 0 0 1 0 1 2 0 2 0 0 0 1 1 2 11 0 11 2 0 2 19 4 23 36 5 41
6 Sumatera Selatan 1 1 2 1 0 1 3 0 3 3 0 3 1 4 5 22 0 22 4 0 4 26 12 38 61 17 78
7 Bengkulu 0 0 0 1 0 1 2 0 2 0 0 0 1 1 2 11 0 11 1 0 1 5 1 6 21 2 23
8 Lampung 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 2 1 3 13 0 13 2 0 2 36 21 57 55 22 77
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 2 9 0 9 1 0 1 9 3 12 20 4 24
10 Kepulauan Riau 0 0 0 1 0 1 2 0 2 1 0 1 2 0 2 8 0 8 2 0 2 12 5 17 28 5 33
11 DKI Jakarta 3 7 10 2 0 2 7 3 10 8 1 9 30 1 31 0 0 0 0 0 0 93 48 141 143 60 203
12 Jawa Barat 1 4 5 5 0 5 9 0 9 4 1 5 3 2 5 33 0 33 10 2 12 220 56 276 285 65 350
13 Jawa Tengah 2 3 5 2 0 2 10 0 10 3 1 4 4 3 7 42 1 43 6 0 6 177 36 213 246 44 290
14 DI Yogyakarta 1 0 1 1 0 1 2 0 2 1 1 2 0 2 2 6 0 6 2 0 2 45 21 66 58 24 82
15 Jawa Timur 0 1 1 10 0 10 13 3 16 5 2 7 8 6 14 48 0 48 9 0 9 200 76 276 293 88 381
16 Banten 0 1 1 0 0 0 2 0 2 1 0 1 2 0 2 6 0 6 4 0 4 61 35 96 76 36 112
17 Bali 1 0 1 1 0 1 2 0 2 1 0 1 1 2 3 12 0 12 1 0 1 36 8 44 55 10 65
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 2 2 4 10 0 10 2 0 2 14 3 17 31 5 36
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0 1 0 1 4 0 4 0 0 0 1 1 2 20 0 20 1 0 1 20 2 22 47 3 50
20 Kalimantan Barat 0 0 0 1 0 1 4 0 4 1 0 1 1 2 3 14 0 14 2 0 2 16 7 23 39 9 48
21 Kalimantan Tengah 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 15 1 16 1 0 1 5 1 6 24 2 26
22 Kalimantan Selatan 0 0 0 1 0 1 3 0 3 2 0 2 2 2 4 12 0 12 1 0 1 13 8 21 34 10 44
23 Kalimantan Timur 0 0 0 1 0 1 3 0 3 1 0 1 3 1 4 13 0 13 3 1 4 18 10 28 42 12 54
24 Kalimantan Utara 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 6 0 6 1 0 1 1 0 1 10 0 10
25 Sulawesi Utara 2 0 2 1 0 1 3 0 3 0 1 1 3 2 5 12 0 12 2 0 2 17 3 20 40 6 46
26 Sulawesi Tengah 0 0 0 1 0 1 2 0 2 1 0 1 2 0 2 19 0 19 1 0 1 6 5 11 32 5 37
27 Sulawesi Selatan 2 0 2 1 0 1 6 1 7 1 3 4 3 4 7 27 0 27 4 0 4 31 23 54 75 31 106
28 Sulawesi Tenggara 0 0 0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 2 15 0 15 2 0 2 11 1 12 32 2 34
29 Gorontalo 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 7 0 7 2 0 2 3 0 3 13 1 14
30 Sulawesi Barat 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 6 0 6 0 0 0 3 1 4 11 1 12
31 Maluku 0 0 0 1 0 1 3 0 3 0 0 0 2 1 3 13 0 13 1 0 1 7 0 7 27 1 28
32 Maluku Utara 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 2 1 3 10 0 10 1 0 1 5 0 5 19 1 20
33 Papua Barat 0 0 0 0 0 0 4 0 4 1 0 1 0 0 0 9 0 9 1 0 1 3 0 3 18 0 18
34 Papua 0 0 0 1 0 1 5 0 5 0 0 0 2 1 3 25 0 25 0 0 0 9 0 9 42 1 43
Indonesia 15 18 33 45 0 45 113 7 120 55 13 68 91 50 141 527 2 529 87 3 90 1.336 451 1.787 2.269 544 2.813
Sumber: Ditjen. Pelayanan Kesehatan (Sekretariat Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2019, per 9 Januari 2019
Keterangan : Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS
Lampiran 2.11
JUMLAH RUMAH SAKIT UMUM DAN TEMPAT TIDUR
MENURUT PENGELOLA TAHUN 2015 - 2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
3 Tentara Nasional Indonesia 120 15.957 119 12.239 120 12.473 113 12.269
6 Pemerintah Kabupaten 466 66.901 477 70.347 504 74.665 527 77.509
Estimasi Kelas A Kelas B Kelas C Kelas D dan Kelas D Pratama Belum Ditetapkan Kelas Total
Jumlah
No Provinsi RS RS RS RS RS TT
Penduduk
TT TT TT TT TT RS
2018 Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah Rasio
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21)
1 Aceh 5.281.314 2 2,99 1.092 10 14,93 2.581 32 47,76 3459 22 32,84 1275 1 1,49 42 67 8.449 1,60
2 Sumatera Utara 14.415.391 2 0,95 1.248 29 13,74 6.836 117 55,45 11222 53 25,12 2457 10 4,74 442 211 22.205 1,54
3 Sumatera Barat 5.382.077 2 2,60 1.116 6 7,79 949 49 63,64 4104 17 22,08 829 3 3,90 42 77 7.040 1,31
4 Riau 6.814.909 1 1,37 230 7 9,59 1.742 41 56,16 3420 23 31,51 1235 1 1,37 25 73 6.652 0,98
5 Jambi 3.570.272 - - - 4 9,76 1.040 25 60,98 2673 11 26,83 345 1 2,44 28 41 4.086 1,14
6 Sumatera Selatan 8.370.320 3 3,85 1.403 8 10,26 1.636 38 48,72 4140 27 34,62 1827 2 2,56 39 78 9.045 1,08
7 Bengkulu 1.963.300 - - - 2 8,70 638 12 52,17 1220 9 39,13 488 - - - 23 2.346 1,19
8 Lampung 8.370.485 - - - 6 7,79 1.802 54 70,13 4875 17 22,08 905 - - - 77 7.582 0,91
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.459.873 - - - 2 8,33 219 14 58,33 1379 8 33,33 331 - - - 24 1.929 1,32
10 Kepulauan Riau 2.136.521 - - - 6 18,18 1.223 18 54,55 1452 8 24,24 386 1 3,03 22 33 3.083 1,44
11 DKI Jakarta 10.467.629 17 8,37 6.499 63 31,03 10.902 77 37,93 4912 29 14,29 1302 17 8,37 737 203 24.352 2,33
12 Jawa Barat 48.683.861 8 2,29 2.561 64 18,29 14.957 203 58,00 19880 72 20,57 4075 3 0,86 99 350 41.572 0,85
13 Jawa Tengah 34.490.835 9 3,10 4.144 33 11,38 11.251 131 45,17 16621 117 40,34 7641 - - - 290 39.657 1,15
14 DI Yogyakarta 3.802.872 3 3,66 1.153 12 14,63 2.467 29 35,37 1589 35 42,68 1621 3 3,66 75 82 6.905 1,82
15 Jawa Timur 39.500.851 5 1,31 4.028 57 14,96 13.610 181 47,51 16519 130 34,12 7831 8 2,10 278 381 42.266 1,07
16 Banten 12.689.736 1 0,89 200 23 20,54 4.941 78 69,64 5303 7 6,25 470 3 2,68 124 112 11.038 0,87
17 Bali 4.292.154 3 4,62 1.201 11 16,92 1.916 37 56,92 2835 13 20,00 622 1 1,54 21 65 6.595 1,54
18 Nusa Tenggara Barat 5.013.687 - - - 3 8,33 723 18 50,00 1905 14 38,89 807 1 2,78 121 36 3.556 0,71
19 Nusa Tenggara Timur 5.371.519 - - - 2 4,00 442 26 52,00 2770 21 42,00 1133 1 2,00 20 50 4.365 0,81
20 Kalimantan Barat 5.001.664 - - - 5 10,42 1.598 31 64,58 2981 11 22,92 564 1 2,08 10 48 5.153 1,03
21 Kalimantan Tengah 2.660.209 - - - 3 11,54 828 16 61,54 1266 7 26,92 331 - - - 26 2.425 0,91
22 Kalimantan Selatan 4.182.695 2 4,55 930 6 13,64 962 27 61,36 2437 9 20,45 452 - - - 44 4.781 1,14
23 Kalimantan Timur 3.648.835 2 3,70 1.004 7 12,96 2.271 27 50,00 2584 17 31,48 802 1 1,85 39 54 6.700 1,84
24 Kalimantan Utara 716.407 - - - 1 10,00 365 4 40,00 553 5 50,00 90 - - - 10 1.008 1,41
25 Sulawesi Utara 2.484.392 1 2,17 942 3 6,52 454 24 52,17 2783 14 30,43 858 4 8,70 182 46 5.219 2,10
26 Sulawesi Tengah 3.010.443 - - - 3 8,11 804 24 64,86 2866 9 24,32 405 1 2,70 36 37 4.111 1,37
27 Sulawesi Selatan 8.771.970 2 1,89 1.462 25 23,58 4.958 61 57,55 6106 15 14,15 764 3 2,83 99 106 13.389 1,53
28 Sulawesi Tenggara 2.653.654 - - - 2 5,88 662 14 41,18 1436 14 41,18 571 4 11,76 202 34 2.871 1,08
29 Gorontalo 1.185.492 - - - 2 14,29 592 5 35,71 618 7 50,00 654 - - - 14 1.864 1,57
30 Sulawesi Barat 1.355.554 - - - - - - 6 50,00 998 4 33,33 205 2 16,67 28 12 1.231 0,91
31 Maluku 1.773.776 - - - 3 10,71 600 7 25,00 875 16 57,14 884 2 7,14 112 28 2.471 1,39
32 Maluku Utara 1.232.632 - - - 1 5,00 254 5 25,00 535 11 55,00 496 3 15,00 70 20 1.355 1,10
33 Papua Barat 937.458 - - - - - - 6 33,33 745 10 55,56 499 2 11,11 48 18 1.292 1,38
34 Papua 3.322.526 - - - 2 4,65 551 14 32,56 2340 17 39,53 832 10 23,26 394 43 4.117 1,24
Indonesia 265.015.313 63 2,24 29.213 411 14,61 94.774 1.451 51,58 139.401 799 28,40 43.987 89 3,16 3335 2.813 310.710 1,17
Sumber: Ditjen. Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2019, per 9 Januari 2019
Ket : 1. Rumah Sakit yang telah memiliki kode RS
2. Estimasi Jumlah Penduduk 2018: Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2018 (BPS di Olah Pusdatin)
3. Rasio tempat tidur per 1.000 penduduk
Lampiran 2.14
JUMLAH TEMPAT TIDUR DI RUMAH SAKIT
MENURUT KELAS PERAWATAN DAN PROVINSI TAHUN 2018
Kelas Perawatan
Total Tempat VVIP VIP Kelas I Kelas II Kelas III Ruang Rawat Inap Lainnya*
No Provinsi
Tidur
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 Aceh 8.449 122 1,44 458 5,42 998 11,81 1.228 14,53 4.695 55,57 948 11,22
2 Sumatera Utara 22.205 501 2,26 1.698 7,65 4.130 18,60 4.712 21,22 8.705 39,20 2.459 11,07
3 Sumatera Barat 7.040 157 2,23 491 6,97 1.149 16,32 1.394 19,80 2.953 41,95 896 12,73
4 Riau 6.652 263 3,95 673 10,12 1.050 15,78 1.383 20,79 2.390 35,93 893 13,42
5 Jambi 4.086 158 3,87 330 8,08 719 17,60 734 17,96 1.699 41,58 446 10,92
6 Sumatera Selatan 9.045 263 2,91 623 6,89 1.426 15,77 1.756 19,41 3.998 44,20 979 10,82
7 Bengkulu 2.346 47 2,00 166 7,08 344 14,66 482 20,55 940 40,07 367 15,64
8 Lampung 7.582 412 5,43 512 6,75 1.128 14,88 1.459 19,24 3.472 45,79 599 7,90
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.929 33 1,71 109 5,65 329 17,06 406 21,05 808 41,89 244 12,65
10 Kepulauan Riau 3.083 71 2,30 154 5,00 480 15,57 692 22,45 1.226 39,77 460 14,92
11 DKI Jakarta 24.352 932 3,83 2.368 9,72 3.987 16,37 4.382 17,99 9.217 37,85 3.466 14,23
12 Jawa Barat 41.572 1.433 3,45 3.046 7,33 6.436 15,48 9.680 23,28 15.709 37,79 5.268 12,67
13 Jawa Tengah 39.657 1.720 4,34 3.387 8,54 6.342 15,99 7.826 19,73 16.241 40,95 4.141 10,44
14 DI Yogyakarta 6.905 276 4,00 686 9,93 912 13,21 1.237 17,91 2.992 43,33 802 11,61
15 Jawa Timur 42.266 2.106 4,98 3.538 8,37 6.298 14,90 8.716 20,62 15.825 37,44 5.783 13,68
16 Banten 11.038 271 2,46 806 7,30 1.956 17,72 2.713 24,58 3.759 34,06 1.533 13,89
17 Bali 6.595 528 8,01 848 12,86 960 14,56 981 14,87 2.453 37,19 825 12,51
18 Nusa Tenggara Barat 3.556 134 3,77 334 9,39 437 12,29 505 14,20 1.688 47,47 458 12,88
19 Nusa Tenggara Timur 4.365 65 1,49 243 5,57 492 11,27 797 18,26 2.273 52,07 495 11,34
20 Kalimantan Barat 5.153 75 1,46 285 5,53 656 12,73 1.028 19,95 2.386 46,30 723 14,03
21 Kalimantan Tengah 2.425 43 1,77 260 10,72 332 13,69 556 22,93 1.006 41,48 228 9,40
22 Kalimantan Selatan 4.781 165 3,45 373 7,80 752 15,73 818 17,11 2.062 43,13 611 12,78
23 Kalimantan Timur 6.700 133 1,99 744 11,10 1.064 15,88 1.339 19,99 2.680 40,00 740 11,04
24 Kalimantan Utara 1.008 13 1,29 45 4,46 141 13,99 207 20,54 475 47,12 127 12,60
25 Sulawesi Utara 5.219 110 2,11 233 4,46 786 15,06 1.247 23,89 2.312 44,30 531 10,17
26 Sulawesi Tengah 4.111 46 1,12 241 5,86 576 14,01 623 15,15 1.966 47,82 659 16,03
27 Sulawesi Selatan 13.389 492 3,67 1.413 10,55 2.381 17,78 2.276 17,00 4.986 37,24 1.841 13,75
28 Sulawesi Tenggara 2.871 148 5,15 224 7,80 347 12,09 438 15,26 1.355 47,20 359 12,50
29 Gorontalo 1.864 72 3,86 120 6,44 179 9,60 267 14,32 875 46,94 351 18,83
30 Sulawesi Barat 1.231 38 3,09 98 7,96 167 13,57 186 15,11 541 43,95 201 16,33
31 Maluku 2.471 59 2,39 109 4,41 314 12,71 377 15,26 1.478 59,81 134 5,42
32 Maluku Utara 1.355 28 2,07 112 8,27 171 12,62 248 18,30 667 49,23 129 9,52
33 Papua Barat 1.292 42 3,25 78 6,04 155 12,00 247 19,12 648 50,15 122 9,44
34 Papua 4.117 81 1,97 131 3,18 424 10,30 589 14,31 2.216 53,83 676 16,42
Indonesia 310.710 11.037 3,55 24.936 8,03 48.018 15,45 61.529 19,80 126.696 40,78 38.494 12,39
Sumber: Ditjen. Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2019, per 9 Januari 2019
Keterangan :
* Tempat tidur di ruang rawat inap lainnya mencakup ICU, HCU, ICCU/ICVCU, RICU, NICU, PICU, dan Isolasi
PERUBAHAN TABEL, TAHUN 2018 TANPA TT DI RUANG NON RAWAT INAP
Lampiran 2.15
AKREDITASI RUMAH SAKIT DI INDONESIA
TAHUN 2018
Jumlah UTD
No Provinsi Pemerintah/ Palang Merah
Jumlah
Pemerintah Daerah Indonesia (PMI)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 15 4 19
2 Sumatera Utara 17 8 25
3 Sumatera Barat 12 4 16
4 Riau 8 5 13
5 Jambi 8 1 9
6 Sumatera Selatan 11 5 16
7 Bengkulu 6 3 9
8 Lampung 4 7 11
9 Kepulauan Bangka Belitung 5 3 8
10 Kepulauan Riau 2 3 5
11 DKI Jakarta 1 2 3
12 Jawa Barat 2 23 25
13 Jawa Tengah 0 36 36
14 DI Yogyakarta 1 5 6
15 Jawa Timur 2 37 39
16 Banten 0 7 7
17 Bali 0 10 10
18 Nusa Tenggara Barat 4 3 7
19 Nusa Tenggara Timur 8 4 12
20 Kalimantan Barat 8 4 12
21 Kalimantan Tengah 10 3 13
22 Kalimantan Selatan 9 3 12
23 Kalimantan Timur 1 7 8
24 Kalimantan Utara 1 3 4
25 Sulawesi Utara 2 5 7
26 Sulawesi Tengah 7 5 12
27 Sulawesi Selatan 13 6 19
28 Sulawesi Tenggara 6 2 8
29 Gorontalo 3 2 5
30 Sulawesi Barat 3 2 5
31 Maluku 9 1 10
32 Maluku Utara 7 1 8
33 Papua Barat 7 2 9
34 Papua 8 4 12
Indonesia 200 220 420
Sumber: Ditjen. Pelayanan Kesehatan, Kemenkes RI, 2019
Lampiran 2.17
JUMLAH SARANA PRODUKSI
BIDANG KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Tenaga Total
Keterapian Fisik
Dokter Spesialis
Psikologi Klinis
Tenaga Teknik
Keperawatan
Kefarmasian
Lingkungan
Masyarakat
Tradisional
Tenaga Gizi
Keteknisian
Dokter Gigi
No Provinsi Penunjang SDM
Biomedika
Kebidanan
Dokter Gigi
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Spesialis
Jumlah
Dokter
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Tenaga
Medis
Kesehatan Kesehatan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (19) (20) (21)
1 Aceh 362 1.120 13 223 28 9.263 11.252 1.077 1.735 729 503 299 797 1.075 6 28.482 6.219 34.701
2 Sumatera Utara 347 1.911 11 687 12 11.774 17.665 1.155 1.677 550 780 115 623 868 4 38.179 5.646 43.825
3 Sumatera Barat 725 956 24 362 13 7.009 5.658 1.317 463 362 598 162 1.135 1.220 3 20.007 6.960 26.967
4 Riau 343 1.335 25 365 13 6.280 6.741 1.127 623 199 337 104 433 669 0 18.594 5.526 24.120
5 Jambi 480 1.048 22 266 9 6.599 5.286 1.070 451 357 329 103 521 801 0 17.342 4.904 22.246
6 Sumatera Selatan 402 924 8 202 40 10.069 11.159 1.093 1.436 643 611 143 804 921 12 28.467 6.794 35.261
7 Bengkulu 270 458 11 122 4 4.233 3.821 560 841 193 358 35 210 494 0 11.610 3.321 14.931
8 Lampung 334 885 11 148 3 6.507 7.691 580 635 380 285 56 432 666 11 18.624 4.847 23.471
9 Kepulauan Bangka Belitung 161 504 8 94 10 3.377 1.402 560 240 130 170 67 254 401 0 7.378 3.656 11.034
10 Kepulauan Riau 336 532 34 131 5 3.601 1.761 464 176 154 163 63 217 354 0 7.991 3.452 11.443
11 DKI Jakarta 7.190 12.346 1.035 2.473 58 33.484 8.318 16.996 736 550 1.246 925 3.013 6.252 95 94.717 30.973 125.690
12 Jawa Barat 2.024 3.381 136 904 39 24.153 17.645 3.410 1.659 996 1.310 311 1.883 2.441 0 60.292 21.722 82.014
13 Jawa Tengah 5.884 6.079 242 1.286 198 45.566 23.490 9.112 1.655 1.460 2.458 1.211 3.853 5.801 26 108.321 41.419 149.740
14 DI Yogyakarta 2.046 2.071 274 696 68 9.026 2.445 2.628 229 295 572 365 1.198 1.448 137 23.498 8.010 31.508
15 Jawa Timur 6.708 8.657 384 2.457 91 52.406 25.140 9.243 1.752 1.329 3.023 932 3.070 5.980 59 121.231 50.532 171.763
16 Banten 959 1.267 69 411 5 7.044 5.181 1.050 399 212 334 114 418 768 0 18.231 5.061 23.292
17 Bali 1.411 1.430 35 398 15 8.304 4.583 1.014 297 409 496 101 534 1.013 12 20.052 9.394 29.446
18 Nusa Tenggara Barat 3.473 2.560 98 392 53 18.906 6.921 2.505 578 858 1.298 424 1.599 3.114 1 42.780 21.132 63.912
19 Nusa Tenggara Timur 65 464 1 116 1 6.354 5.166 677 659 636 627 62 558 619 0 16.005 3.208 19.213
20 Kalimantan Barat 348 697 18 136 10 7.994 4.037 729 408 415 553 90 648 716 0 16.799 4.897 21.696
21 Kalimantan Tengah 246 527 15 96 9 5.894 3.476 580 341 193 427 52 371 594 0 12.821 3.805 16.626
22 Kalimantan Selatan 388 748 20 205 22 6.305 4.483 950 448 445 784 73 652 848 6 16.377 5.777 22.154
23 Kalimantan Timur 568 1.066 47 279 5 7.903 3.485 1.190 388 277 349 126 332 937 0 16.952 8.619 25.571
24 Kalimantan Utara 53 238 6 46 14 1.703 983 235 183 66 80 19 74 166 0 3.866 1.558 5.424
25 Sulawesi Utara 611 890 14 76 12 6.104 1.694 584 345 439 381 99 335 209 0 11.793 3.110 14.903
26 Sulawesi Tengah 132 430 1 114 13 6.502 5.079 767 1.368 471 309 68 215 326 1 15.796 3.911 19.707
27 Sulawesi Selatan 861 1.300 34 602 6 13.664 9.299 1.985 2.096 900 1.058 322 1.172 1.577 0 34.876 7.391 42.267
28 Sulawesi Tenggara 238 442 11 172 9 5.470 4.175 720 1.193 464 695 57 335 455 0 14.436 3.207 17.643
29 Gorontalo 150 325 5 60 0 2.258 1.472 317 557 220 428 19 109 162 0 6.082 2.438 8.520
30 Sulawesi Barat 84 190 6 78 0 1.770 1.426 249 195 120 161 23 90 144 0 4.536 1.050 5.586
31 Maluku 92 250 5 43 6 4.188 1.604 284 385 353 430 24 84 193 0 7.941 1.892 9.833
32 Maluku Utara 46 226 3 33 2 2.045 1.720 267 518 102 270 25 50 186 2 5.495 1.398 6.893
33 Papua Barat 144 230 3 34 5 2.761 1.016 217 196 118 153 22 103 209 0 5.211 1.280 6.491
34 Papua 63 597 2 74 4 5.702 2.452 441 555 315 344 28 79 436 614 11.706 3.211 14.917
Indonesia 37.544 56.084 2.631 13.781 782 354.218 217.726 65.153 25.417 15.340 21.920 6.639 26.201 42.063 989 886.488 296.320 1.182.808
Sumber : Sistem Informasi SDM Kesehatan diolah oleh Sekretariat Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.2
JUMLAH SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN DI PUSKESMAS
MENURUT JENIS TENAGA DAN PROVINSI TAHUN 2018
Persentase Puskesmas dengan Kecukupan Persentase Puskesmas dengan Kecukupan Persentase Puskesmas dengan Persentase Puskesmas dengan
No Provinsi Dokter Dokter Gigi Kecukupan Perawat Kecukupan Bidan
Cukup Kurang Lebih Cukup Kurang Lebih Cukup Kurang Lebih Cukup Kurang Lebih
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh 29,86% 15,94% 54,20% 33,91% 57,39% 8,70% 3,77% 14,78% 81,45% 2,61% 4,35% 93,04%
2 Sumatera Utara 25,96% 24,56% 49,47% 30,88% 48,07% 21,05% 5,09% 26,32% 68,60% 2,46% 15,09% 82,46%
3 Sumatera Barat 39,86% 21,74% 38,41% 61,59% 18,48% 19,93% 10,87% 24,28% 64,86% 1,45% 1,09% 97,46%
4 Riau 18,10% 11,21% 70,69% 52,59% 21,55% 25,86% 1,72% 4,74% 93,53% 1,72% 4,31% 93,97%
5 Jambi 31,88% 20,29% 47,83% 37,20% 46,38% 16,43% 4,35% 11,59% 84,06% 1,93% 2,42% 95,65%
6 Sumatera Selatan 40,47% 26,98% 32,55% 32,26% 64,22% 3,52% 2,93% 7,33% 89,74% 1,47% 2,93% 95,60%
7 Bengkulu 45,56% 24,44% 30,00% 23,33% 70,00% 6,67% 3,33% 15,56% 81,11% 1,11% 2,22% 96,67%
8 Lampung 22,37% 15,93% 61,69% 11,86% 67,12% 21,02% 1,36% 11,19% 87,46% 0,00% 8,47% 91,53%
9 Kepulauan Bangka Belitung 0,00% 1,56% 98,44% 0,00% 25,00% 75,00% 0,00% 0,00% 100,00% 0,00% 0,00% 100,00%
10 Kepulauan Riau 20,00% 12,94% 67,06% 31,76% 32,94% 35,29% 0,00% 11,76% 88,24% 1,18% 1,18% 97,65%
11 DKI Jakarta 21,87% 1,17% 76,97% 76,38% 6,41% 17,20% 5,54% 76,97% 17,49% 11,08% 65,31% 23,62%
12 Jawa Barat 35,98% 13,64% 50,37% 46,45% 45,05% 8,50% 9,16% 22,90% 67,94% 3,55% 7,01% 89,44%
13 Jawa Tengah 37,76% 12,70% 49,55% 62,47% 31,63% 5,90% 11,56% 16,78% 71,66% 1,81% 4,99% 93,20%
14 DI Yogyakarta 19,83% 1,65% 78,51% 68,60% 4,96% 26,45% 19,83% 21,49% 58,68% 4,96% 14,88% 80,17%
15 Jawa Timur 42,69% 17,51% 39,79% 64,56% 15,96% 19,48% 6,42% 6,01% 87,56% 1,55% 1,14% 97,31%
16 Banten 37,97% 13,08% 48,95% 40,08% 28,69% 31,22% 10,97% 21,94% 67,09% 4,64% 6,33% 89,03%
17 Bali 9,17% 1,67% 89,17% 26,67% 2,50% 70,83% 2,50% 2,50% 95,00% 0,00% 0,00% 100,00%
18 Nusa Tenggara Barat 31,52% 27,88% 40,61% 54,55% 36,36% 9,09% 0,61% 9,70% 89,70% 2,42% 4,85% 92,73%
19 Nusa Tenggara Timur 36,70% 48,14% 15,16% 25,00% 73,14% 1,86% 3,46% 15,43% 81,12% 3,72% 10,37% 85,90%
20 Kalimantan Barat 45,27% 24,28% 30,45% 27,98% 66,67% 5,35% 2,47% 11,52% 86,01% 5,35% 5,35% 89,30%
21 Kalimantan Tengah 32,50% 37,50% 30,00% 27,00% 70,50% 2,50% 1,00% 1,50% 97,50% 1,00% 3,00% 96,00%
22 Kalimantan Selatan 43,59% 11,97% 44,44% 54,70% 41,45% 3,85% 3,85% 4,70% 91,45% 3,85% 1,28% 94,87%
23 Kalimantan Timur 22,75% 13,23% 64,02% 45,50% 23,81% 30,69% 2,12% 12,17% 85,71% 4,23% 11,64% 84,13%
24 Kalimantan Utara 33,93% 25,00% 41,07% 42,86% 44,64% 12,50% 0,00% 8,93% 91,07% 1,79% 12,50% 85,71%
25 Sulawesi Utara 20,10% 30,93% 48,97% 17,01% 80,93% 2,06% 5,67% 19,59% 74,74% 7,73% 40,72% 51,55%
26 Sulawesi Tengah 38,00% 41,00% 21,00% 31,50% 58,50% 10,00% 2,00% 10,50% 87,50% 1,50% 5,00% 93,50%
27 Sulawesi Selatan 35,38% 36,48% 28,13% 49,45% 28,57% 21,98% 7,91% 15,82% 76,26% 6,37% 14,73% 78,90%
28 Sulawesi Tenggara 35,69% 47,35% 16,96% 32,51% 60,78% 6,71% 7,77% 26,50% 65,72% 6,36% 12,37% 81,27%
29 Gorontalo 44,09% 21,51% 34,41% 35,48% 59,14% 5,38% 3,23% 9,68% 87,10% 1,08% 1,08% 97,85%
30 Sulawesi Barat 25,26% 42,11% 32,63% 32,63% 54,74% 12,63% 4,21% 8,42% 87,37% 3,16% 3,16% 93,68%
31 Maluku 25,60% 64,25% 10,14% 10,63% 87,44% 1,93% 8,70% 19,32% 71,98% 12,08% 45,41% 42,51%
32 Maluku Utara 26,87% 45,52% 27,61% 8,96% 87,31% 3,73% 12,69% 17,91% 69,40% 2,24% 15,67% 82,09%
33 Papua Barat 32,28% 56,33% 11,39% 8,86% 89,87% 1,27% 8,23% 25,32% 66,46% 7,59% 51,27% 41,14%
34 Papua 24,63% 60,45% 14,93% 8,46% 90,30% 1,24% 5,72% 37,31% 56,97% 7,46% 57,21% 35,32%
Indonesia 33,06% 24,36% 42,58% 41,15% 45,53% 13,32% 6,24% 18,13% 75,63% 3,56% 12,63% 83,81%
Sumber : Sistem Informasi SDM Kesehatan diolah oleh Sekretariat Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.4
JUMLAH PUSKESMAS YANG MEMILIKI LIMA JENIS TENAGA KESEHATAN PROMOTIF DAN PREVENTIF
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Tenaga
Total SDM
No Provinsi Penunjang
Psikologi Klinis
Kesehatan
Lingkungan
Masyarakat
Keteknisian
Tradisional
Dokter Gigi
Dokter Gigi
Biomedika
Keterapian
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Kesehatan
Spesialis
Spesialis
Perawat
Farmasi
Jumlah
Dokter
Tenaga
Teknik
Dokter
Medis
Bidan
Fisik
Gizi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20)
1 Aceh 1.496 962 25 139 53 7.717 3.053 727 490 301 262 265 375 1.026 0 16.891 4.853 21.744
2 Sumatera Utara 4.546 1.997 50 348 26 12.315 3.505 1.428 444 243 443 332 555 1.506 0 27.738 8.690 36.428
3 Sumatera Barat 1.791 599 34 134 18 5.034 1.038 693 234 108 239 167 613 693 0 11.395 4.028 15.423
4 Riau 1.483 746 42 170 34 4.982 1.808 770 210 78 189 187 343 678 0 11.720 4.262 15.982
5 Jambi 787 473 28 88 14 3.883 1.062 483 148 192 118 109 121 522 0 8.028 3.066 11.094
6 Sumatera Selatan 1.748 836 43 157 34 7.664 2.247 1.045 348 205 232 224 431 948 0 16.162 7.164 23.326
7 Bengkulu 327 222 16 48 5 1.874 759 214 357 72 107 42 74 291 0 4.408 1.136 5.544
8 Lampung 1.161 695 28 95 12 5.014 1.512 416 172 158 158 121 139 768 0 10.449 5.621 16.070
9 Kepulauan Bangka Belitung 334 214 11 36 10 1.800 340 223 62 41 71 52 108 256 0 3.558 1.514 5.072
10 Kepulauan Riau 551 268 32 57 14 2.318 595 252 138 40 74 57 109 320 0 4.825 2.291 7.116
11 DKI Jakarta 8.778 2.777 463 692 72 20.494 2.327 3.451 529 163 516 738 1.175 2.537 0 44.712 23.358 68.070
12 Jawa Barat 9.223 3.973 499 985 110 32.962 6.384 4.417 681 436 814 1.057 2.037 4.258 0 67.836 32.745 100.581
13 Jawa Tengah 6.859 3.106 206 547 166 35.453 6.020 4.202 423 563 1.057 1.104 2.099 3.957 0 65.762 30.484 96.246
14 DI Yogyakarta 1.800 743 129 156 28 5.232 783 701 81 141 207 223 520 802 0 11.546 5.561 17.107
15 Jawa Timur 8.155 3.257 334 657 732 28.776 6.141 3.731 726 548 1.038 732 1.582 3.588 0 59.997 31.199 91.196
16 Banten 3.170 1.311 203 307 39 9.062 1.997 1.476 467 146 220 376 448 1.284 0 20.506 8.036 28.542
17 Bali 2.158 866 24 164 16 6.191 1.824 527 148 172 281 103 219 715 0 13.408 5.926 19.334
18 Nusa Tenggara Barat 668 456 22 47 19 3.650 1.029 365 166 87 149 90 259 510 0 7.517 2.882 10.399
19 Nusa Tenggara Timur 468 418 2 55 9 3.992 1.159 429 176 126 188 104 264 515 0 7.905 2.953 10.858
20 Kalimantan Barat 723 436 24 72 11 3.940 850 451 83 107 163 102 147 521 0 7.630 3.875 11.505
21 Kalimantan Tengah 302 227 12 38 7 2.239 529 241 71 48 155 48 97 307 0 4.321 1.634 5.955
22 Kalimantan Selatan 990 435 25 88 23 3.834 958 472 89 121 188 66 173 511 0 7.973 3.315 11.288
23 Kalimantan Timur 1.149 688 64 115 26 6.092 1.301 594 161 95 157 167 176 688 0 11.473 6.113 17.586
24 Kalimantan Utara 3 14 1 1 0 73 34 8 5 3 3 0 1 13 0 159 25 184
25 Sulawesi Utara 890 455 6 70 12 4.045 465 240 141 119 113 91 87 195 0 6.929 2.544 9.473
26 Sulawesi Tengah 506 336 15 54 23 4.358 1.198 354 452 182 134 80 82 305 0 8.079 2.220 10.299
27 Sulawesi Selatan 2.554 960 83 337 17 10.615 2.514 1.255 669 260 453 324 516 1.249 0 21.806 5.799 27.605
28 Sulawesi Tenggara 326 216 6 57 16 2.004 713 302 354 61 151 58 84 224 0 4.572 868 5.440
29 Gorontalo 204 168 5 19 1 1.073 327 153 109 36 113 17 16 131 0 2.372 1.107 3.479
30 Sulawesi Barat 130 81 7 23 0 1.168 471 124 73 21 49 24 27 104 0 2.302 357 2.659
31 Maluku 222 171 7 22 5 1.741 414 116 109 97 109 32 40 135 0 3.220 918 4.138
32 Maluku Utara 167 161 2 18 4 1.326 474 144 223 32 85 29 40 211 0 2.916 686 3.602
33 Papua Barat 178 143 1 25 4 1.123 323 138 130 45 45 26 44 148 0 2.373 838 3.211
34 Papua 386 378 9 56 3 3.363 678 372 195 124 203 60 58 352 0 6.237 1.903 8.140
Indonesia 64.233 28.788 2.458 5.877 1.563 245.407 54.832 30.514 8.864 5.171 8.484 7.207 13.059 30.268 0 506.725 217.971 724.696
Sumber : Sistem Informasi SDM Kesehatan diolah oleh Sekretariat Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.6
JUMLAH DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER GIGI SPESIALIS DI RUMAH SAKIT
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Jumlah Rumah Sakit Kabupaten/Kota Kelas C Jumlah RS yang Memiliki 4 Dokter Spesialis
No Provinsi %
yang Melaporkan Data Dasar dan 3 Dokter Spesialis Penunjang
Tenaga Kefarmasian
Dokter Gigi Spesialis
Tenaga Keteknisian
Kabupaten/Kota
Tenaga Keterapian
Kesehatan
Penunjang
Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan
Tenaga Psikologi
Tenaga
Tenaga Teknik
Daerah
Keperawatan
Lingkungan
Masyarakat
Tenaga Gizi
Tradisional
Dokter Gigi
No Provinsi
Kebidanan
Biomedika
Spesialis
Tertinggal,
Tenaga
Tenaga
Jumlah
Dokter
Dokter
Medis
Klinis
Fisik
Terdepan,
dan Terluar
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21)
1 Aceh 3 56 166 4 38 1 1.010 1.291 149 259 107 100 29 137 120 0 3.467 631 4.098
2 Sumatera Utara 5 118 207 1 41 2 2.029 1.958 151 189 47 113 22 58 127 0 5.063 700 5.763
3 Sumatera Barat 3 43 100 0 34 0 791 916 179 80 46 69 10 123 116 0 2.507 908 3.415
4 Riau 6 317 710 3 171 1 3.501 3.324 534 307 119 168 74 237 379 0 9.845 3.349 13.194
5 Sumatera Selatan 2 20 84 0 13 2 1.027 930 92 53 33 63 14 62 70 0 2.463 690 3.153
6 Bengkulu 1 2 20 0 9 1 291 477 38 55 16 33 2 1 36 0 981 209 1.190
7 Lampung 2 12 51 2 4 0 577 1.019 44 69 28 50 1 25 35 0 1.917 246 2.163
8 Kepulauan Riau 5 337 391 23 102 2 2.810 1.380 382 163 113 159 45 186 307 0 6.400 2.672 9.072
9 Jawa Timur 4 147 456 10 158 3 3.363 2.953 265 139 79 174 13 122 256 0 8.138 2.968 11.106
10 Banten 2 69 155 4 42 0 1.483 1.569 120 112 42 43 1 19 45 0 3.704 899 4.603
11 Nusa Tenggara Barat 8 227 613 12 132 8 5.969 3.815 582 392 412 525 52 414 680 1 13.834 4.582 18.416
12 Nusa Tenggara Timur 19 366 628 2 160 5 6.895 4.936 825 687 658 721 82 618 769 3 17.355 5.085 22.440
13 Kalimantan Barat 9 179 386 7 72 3 4.693 2.954 430 291 280 353 37 324 412 0 10.421 3.030 13.451
14 Kalimantan Tengah 1 15 24 1 4 1 376 235 30 19 10 29 4 17 47 0 812 318 1.130
15 Kalimantan Selatan 1 16 26 0 13 0 330 279 40 20 32 72 2 24 48 0 902 397 1.299
16 Kalimantan Timur 2 24 98 0 26 0 773 381 102 56 43 47 7 16 74 0 1.647 772 2.419
17 Kalimantan Utara 2 26 63 2 23 1 834 565 119 115 41 48 10 31 81 0 1.959 713 2.672
18 Sulawesi Utara 2 21 60 1 6 1 886 227 66 58 88 63 6 34 34 0 1.551 376 1.927
19 Sulawesi Tengah 9 116 251 2 83 10 3.892 2.967 541 771 270 216 32 128 233 1 9.513 2.693 12.206
20 Sulawesi Selatan 1 13 34 0 22 0 237 181 43 58 32 36 2 25 27 0 710 149 859
21 Sulawesi Tenggara 3 35 66 1 27 1 668 448 101 101 69 111 10 50 69 0 1.757 521 2.278
22 Gorontalo 3 31 121 0 25 0 806 576 112 203 80 167 4 36 75 0 2.236 751 2.987
23 Sulawesi Barat 2 27 70 2 23 0 662 713 69 116 53 46 6 26 56 0 1.869 234 2.103
24 Maluku 8 49 161 1 26 2 2.745 1.174 181 263 270 285 16 53 142 0 5.368 890 6.258
25 Maluku Utara 6 20 109 2 18 1 1.117 977 173 307 85 164 12 18 123 0 3.126 652 3.778
26 Papua Barat 7 55 106 0 10 1 1.378 454 109 127 70 95 7 45 98 0 2.555 608 3.163
27 Papua 27 166 604 4 77 4 5.721 2.219 494 562 333 478 34 79 543 614 11.932 3.613 15.545
Indonesia 143 2.507 5.760 84 1.359 50 54.864 38.918 5.971 5.572 3.456 4.428 534 2.908 5.002 619 132.032 38.656 170.688
Sumber : Sistem Informasi SDM Kesehatan diolah oleh Sekretariat Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
*berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 dan Surat Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS no 2421/Dt.7.2/04/2015
Lampiran 3.9
JUMLAH DOKTER UMUM, DOKTER SPESIALIS, DOKTER GIGI DAN DOKTER GIGI SPESIALIS YANG MEMILIKI SURAT TANDA REGISTRASI
MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER TAHUN 2018
Dokter Gigi
No Provinsi Dokter Dokter Spesialis Dokter Gigi Total
Spesialis
Tenaga
Tenaga Kesehatan
Tenaga Keterapian Fisik Tenaga Keteknisian Medik Tenaga Teknik Biomedika Kesehatan
Masyarakat
Tradisional
Tenaga Kebidanan
Tradisional Komplementer
Tenaga Gizi
Teknik Kardiovaskular
Kesehatan Masyarakat
Refraksionis Optisien
Total
Promosi Kesehatan
No Provinsi
Fisikawan Medis
Ortotis Prostetik
Okupasi Terapis
Penata Anestesi
Terapis Wicara
Elektromedis
Rekam Medis
Akupunktur
Radiografer
Teknisi Gigi
Fisioterapi
Audiologis
Medik
(1) (2) (3) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29)
1 Aceh 5.440 2.511 329 0 1 292 392 213 1 19 0 140 0 0 6 13 7 328 127 39 201 0 1 0 8 10.068
2 Sumatera Utara 4.802 7.650 675 1 3 180 322 180 1 19 83 116 0 0 104 14 85 273 322 89 446 8 2 0 14 15.389
3 Sumatera Barat 3.570 4.097 609 0 0 18 473 335 12 11 1 406 0 0 45 9 35 438 136 78 421 2 2 0 15 10.713
4 Riau 3.317 1.886 400 1 0 49 162 118 9 28 1 194 0 0 56 11 13 119 183 27 489 1 1 0 9 7.074
5 Jambi 1.045 1.371 189 5 0 163 195 51 0 3 0 25 0 0 10 4 41 183 22 3 217 0 0 0 5 3.532
6 Sumatera Selatan 4.038 3.005 357 1 0 138 74 109 1 3 0 112 0 0 45 2 8 178 92 3 464 0 1 0 9 8.640
7 Bengkulu 959 1.265 262 4 0 218 286 2 0 0 2 44 0 0 4 4 7 1 12 1 258 1 0 0 1 3.331
8 Lampung 1.685 3.476 77 0 0 148 95 33 4 5 1 26 0 0 5 25 6 114 195 18 226 0 1 0 4 6.144
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.250 296 307 2 0 71 84 11 0 2 0 13 0 0 3 0 3 43 9 1 107 4 0 0 0 2.206
10 Kepulauan Riau 883 767 55 0 0 155 26 8 0 0 0 20 0 2 4 0 0 17 4 15 47 0 0 0 0 2.003
11 DKI Jakarta 10.830 3.179 441 0 0 274 803 608 84 204 22 256 13 431 134 81 77 433 477 397 1.622 60 27 0 36 20.489
12 Jawa Barat 13.937 8.556 642 3 0 590 813 240 57 144 2 922 0 0 69 19 150 1.297 337 15 1.515 14 2 0 15 29.339
13 Jawa Tengah 14.934 3.468 785 55 0 266 754 664 57 54 72 1.402 0 4 93 6 10 774 378 166 516 5 129 87 136 24.815
14 DI Yogyakarta 2.884 1.378 334 0 0 147 556 142 2 13 2 351 0 5 3 14 40 235 74 53 527 1 0 0 45 6.806
15 Jawa Timur 17.813 13.902 841 8 2 2.405 1.272 123 10 3 34 977 1 1 110 45 82 434 247 64 1.665 1 5 38 24 40.107
16 Banten 2.394 2.325 210 1 0 157 114 94 8 12 0 98 0 1 93 16 10 178 161 52 508 4 0 0 12 6.448
17 Bali 1.800 641 126 0 0 74 138 50 0 0 0 16 0 0 1 1 22 59 63 6 167 0 0 0 24 3.188
18 Nusa Tenggara Barat 3.082 2.035 159 2 0 29 390 6 1 24 0 67 0 0 46 11 13 129 10 10 513 0 1 0 1 6.529
19 Nusa Tenggara Timur 7.358 3.411 357 3 2 141 466 159 0 5 0 85 0 0 5 0 36 510 58 21 353 2 0 0 1 12.973
20 Kalimantan Barat 2.960 1.312 128 0 0 27 105 49 0 0 1 87 0 0 8 20 14 201 28 3 187 1 0 0 0 5.131
21 Kalimantan Tengah 834 695 26 0 0 28 107 1 0 0 0 2 0 0 2 1 5 16 6 1 65 0 0 0 5 1.794
22 Kalimantan Selatan 3.020 2.353 237 3 6 223 556 75 4 21 1 82 0 0 38 7 20 341 98 8 390 2 1 0 17 7.503
23 Kalimantan Timur 2.768 1.928 182 5 0 74 90 20 3 9 0 7 0 0 0 7 39 110 48 5 371 0 1 0 5 5.672
24 Kalimantan Utara 329 161 23 3 1 16 29 2 0 0 0 1 0 0 0 0 7 8 1 11 20 0 0 0 0 612
25 Sulawesi Utara 2.079 486 112 0 0 82 168 56 0 6 0 2 0 1 5 3 2 130 1 2 55 0 0 0 2 3.192
26 Sulawesi Tengah 1.284 1.216 392 2 0 155 159 4 1 1 0 48 0 0 1 0 21 27 23 2 69 0 0 0 2 3.407
27 Sulawesi Selatan 6.163 5.560 735 51 39 449 450 383 10 7 0 273 0 3 9 14 0 368 417 84 1.137 3 3 0 0 16.158
28 Sulawesi Tenggara 1.690 967 475 0 6 69 330 7 1 24 0 3 0 0 2 0 16 92 9 2 142 1 0 0 1 3.837
29 Gorontalo 899 516 370 0 0 2 59 9 0 0 0 1 0 0 5 0 0 2 0 1 7 0 0 0 1 1.872
30 Sulawesi Barat 1.026 852 89 1 1 45 40 2 0 26 0 35 0 0 0 1 0 3 10 0 32 0 7 0 0 2.170
31 Maluku 2.119 1.066 117 5 15 272 176 1 0 0 0 0 0 1 1 1 14 118 4 2 213 0 0 0 0 4.125
32 Maluku Utara 779 599 346 2 2 156 161 5 0 4 0 4 0 0 0 0 5 41 8 7 131 0 1 0 1 2.252
33 Papua Barat 697 432 46 6 1 9 19 0 0 0 0 4 0 0 1 2 15 15 3 0 64 0 0 0 0 1.314
34 Papua 3.730 1.759 206 0 2 58 65 19 0 1 0 5 0 1 8 2 16 104 14 0 355 0 0 0 1 6.346
Indonesia 132.398 85.121 10.639 164 81 7.180 9.929 3.779 266 648 222 5.824 14 450 916 333 819 7.319 0 3.577 1.186 13.500 110 185 125 394 285.179
Sumber : Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.11
JUMLAH DOKTER SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI PER 31 DESEMBER 2018
Jumlah Dokter Spesialis dan Dokter Gigi Spesialis sebagai PTT Aktif
No Provinsi
Biasa Terpencil Sangat Terpencil Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 0 0 0 0
2 Sumatera Utara 2 0 0 2
3 Sumatera Barat 0 0 0 0
4 Riau 0 1 0 1
5 Jambi 0 0 0 0
6 Sumatera Selatan 0 0 0 0
7 Bengkulu 0 0 0 0
8 Lampung 2 0 0 2
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 0 0
10 Kepulauan Riau 0 0 0 0
11 DKI Jakarta 0 0 0 0
12 Jawa Barat 0 0 0 0
13 Jawa Tengah 1 0 0 1
14 DI Yogyakarta 0 0 0 0
15 Jawa Timur 0 0 0 0
16 Banten 0 0 0 0
17 Bali 0 0 0 0
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0 0
19 Nusa Tenggara Timur 0 1 0 1
20 Kalimantan Barat 0 0 0 0
21 Kalimantan Tengah 0 0 0 0
22 Kalimantan Selatan 0 1 0 1
23 Kalimantan Timur 0 0 0 0
24 Kalimantan Utara 0 0 0 0
25 Sulawesi Utara 0 0 0 0
26 Sulawesi Tengah 0 0 0 0
27 Sulawesi Selatan 0 0 0 0
28 Sulawesi Tenggara 0 0 0 0
29 Gorontalo 0 0 0 0
30 Sulawesi Barat 0 0 0 0
31 Maluku 0 0 0 0
32 Maluku Utara 0 0 0 0
33 Papua Barat 0 0 0 0
34 Papua 0 1 0 1
Indonesia 5 4 0 9
Sumber: Biro Kepegawaian, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.14
JUMLAH BIDAN SEBAGAI PEGAWAI TIDAK TETAP (PTT) AKTIF
MENURUT KRITERIA WILAYAH DAN PROVINSI PER 31 DESEMBER 2018
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
No Provinsi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh - - 1 3 - - - - 2 2 2 3
2 Sumatera Utara 4 9 - - 1 1 1 1 4 9 - -
3 Sumatera Barat 2 5 - - - - - - 1 1 1 1
4 Riau 1 1 2 4 3 3 1 1 - - - -
5 Jambi - - 1 1 - - 1 1 1 1 - -
6 Sumatera Selatan 3 3 - - - - - - - - - -
7 Bengkulu 1 2 1 2 - - 2 2 - - - -
8 Lampung - - 2 3 - - - - 2 4 2 3
9 Kepulauan Bangka Belitung - - - - - - - - 1 1 - -
10 Kepulauan Riau 1 2 - - 3 5 1 1 - - - -
11 Jawa Barat - - - - - - - - - - 1 1
12 Nusa Tenggara Barat - - - - - - 1 4 - - - -
13 Nusa Tenggara Timur 5 7 4 8 3 9 7 13 5 12 - -
14 Kalimantan Barat 4 4 1 1 5 8 1 1 2 2 - -
15 Kalimantan Tengah - - 2 3 - - - - 2 5 1 2
16 Kalimantan Selatan - - 1 1 - - - - - - - -
17 Kalimantan Timur 1 1 1 1 2 2 - - - - - -
18 Kalimantan Utara 2 2 - - 2 7 - - - - - -
19 Sulawesi Utara 2 2 1 1 4 7 - - - - 1 1
20 Sulawesi Tengah - - 3 6 1 1 2 5 2 2 3 9
21 Sulawesi Selatan 1 2 2 5 - - 3 6 - - 4 7
22 Sulawesi Tenggara 2 4 1 6 - - - - - - 6 9
23 Gorontalo - - 1 2 - - 1 1 - - - -
24 Sulawesi Barat 2 3 - - - - 1 1 2 4 - -
25 Maluku 2 4 2 3 3 11 1 1 2 7 - -
26 Maluku Utara 1 1 2 3 1 3 2 6 - - 1 1
27 Papua Barat 2 2 3 4 1 1 3 4 2 2 1 1
28 Papua 4 6 2 3 4 10 3 12 3 4 1 2
Indonesia 40 60 33 60 33 68 31 60 31 56 24 40
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Catatan: - = tidak ada penempatan Nusantara Sehat
Lampiran 3.17
JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA TIM NUSANTARA SEHAT (BATCH VI SAMPAI DENGAN BATCH XI)
MENURUT PROVINSI HINGGA TAHUN 2018
Jumlah Tenaga
Ahli Teknologi
No Provinsi Kesehatan Kesehatan Total
Dokter Umum Dokter Gigi Perawat Bidan Farmasi Gizi Laboratorium
Masyarakat Lingkungan
Medik
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 1 0 8 7 8 6 4 8 6 48
2 Sumatera Utara 1 1 16 17 15 17 15 19 17 118
3 Sumatera Barat 0 0 7 7 2 6 6 7 3 38
4 Riau 0 3 7 9 3 6 9 7 3 47
5 Jambi 1 1 2 3 2 1 3 3 1 17
6 Sumatera Selatan 0 2 2 3 1 3 2 2 2 17
7 Bengkulu 0 1 5 6 3 4 5 5 5 34
8 Lampung 0 2 9 8 8 9 6 10 7 59
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 1 1 1 1 1 1 0 6
10 Kepulauan Riau 2 0 7 8 3 6 7 8 3 44
11 Jawa Barat 0 0 1 1 1 1 1 1 1 7
12 Nusa Tenggara Barat 0 1 4 4 4 4 1 4 0 22
13 Nusa Tenggara Timur 7 9 40 44 40 37 29 35 30 271
14 Kalimantan Barat 1 1 14 15 11 6 12 12 11 83
15 Kalimantan Tengah 1 1 9 9 9 9 5 7 50
16 Kalimantan Selatan 0 0 1 1 1 1 1 8 0 13
17 Kalimantan Timur 0 1 4 4 3 2 4 1 2 21
18 Kalimantan Utara 0 1 9 9 6 6 5 8 8 52
19 Sulawesi Utara 0 2 11 11 9 9 8 5 8 63
20 Sulawesi Tengah 3 4 21 20 21 15 15 19 17 135
21 Sulawesi Selatan 5 4 17 20 14 15 17 14 14 120
22 Sulawesi Tenggara 4 2 18 19 16 15 16 13 15 118
23 Gorontalo 0 0 4 3 3 1 3 1 3 18
24 Sulawesi Barat 1 1 6 8 6 6 2 7 6 43
25 Maluku 3 5 22 24 24 19 15 13 24 149
26 Maluku Utara 2 1 13 14 9 8 11 11 7 76
27 Papua Barat 4 0 14 14 12 11 9 6 9 79
28 Papua 7 0 35 34 30 19 33 28 24 210
Indonesia 43 43 307 323 265 243 245 256 233 1.958
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.18
JUMLAH KABUPATEN/KOTA DAN PUSKESMAS PENEMPATAN NUSANTARA SEHAT INDIVIDU
PERIODE I-VI SAMPAI DENGAN TAHUN 2018
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Jumlah Puskesmas
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
Jumlah
No Provinsi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh - - 3 8 2 4 1 3 - - 3 11
2 Sumatera Utara 1 1 2 17 5 18 2 7 - - - -
3 Sumatera Barat - - - - 1 1 6 17 - - 6 19
4 Riau - - - - - - - - - - 3 9
5 Jambi 1 1 4 26 4 14 5 11 - - 3 9
6 Sumatera Selatan - - - - - - 1 1 - - 1 8
7 Bengkulu 1 1 6 20 4 7 5 12 - - 1 1
8 Lampung - - - - 1 1 5 16 - - 5 23
9 Kepulauan Bangka Belitung - - - - - - - - - - - -
10 Kepulauan Riau - - 3 9 4 8 2 2 - - 1 1
11 Jawa Barat - - 1 3 1 1 1 13 - - 1 16
12 Jawa Timur - - - - 1 1 2 6 - - 2 2
13 Nusa Tenggara Barat 1 4 2 8 - - - - 2 6 1 2
14 Nusa Tenggara Timur 4 6 4 23 4 10 3 5 - - 1 8
15 Kalimantan Barat 1 1 2 20 3 28 2 2 - - 3 14
16 Kalimantan Tengah - - 6 16 5 12 4 8 - - 5 15
17 Kalimantan Selatan - - 1 3 - - - - - - - -
18 Kalimantan Timur - - 2 5 2 4 - - - - 3 7
19 Kalimantan Utara - - - - - - 1 3 - - 2 3
20 Sulawesi Utara - - 1 5 1 4 1 1 - - 1 4
21 Sulawesi Tengah 1 1 4 14 6 32 7 18 - - 10 33
22 Sulawesi Selatan 2 2 6 28 7 16 6 18 - - 8 25
23 Sulawesi Tenggara - - 1 11 2 8 7 58 - - 7 33
24 Gorontalo 1 1 4 14 3 6 3 11 - - 4 10
25 Sulawesi Barat 1 1 3 10 3 7 3 14 - - 5 19
26 Maluku - - 3 12 3 7 1 1 - - 4 12
27 Maluku Utara 2 4 5 22 3 16 3 15 - - 5 17
28 Papua Barat 3 3 4 33 4 16 3 3 - - 2 3
29 Papua 2 5 - - 1 1 - - - - 1 2
Indonesia 21 31 67 307 70 222 74 245 2 6 88 306
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Catatan: - = tidak ada penempatan Nusantara Sehat
Lampiran 3.20
JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA NUSANTARA SEHAT INDIVIDU (PERIODE I-XII)
MENURUT PROVINSI SAMPAI DENGAN TAHUN 2018
Jumlah Tenaga
No Provinsi Ahli Teknologi Total
Kesehatan Kesehatan
Dokter Umum Dokter Gigi Perawat Bidan Farmasi Gizi Laboratorium
Masyarakat Lingkungan
Medik
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 15 42 49 9 45 15 18 39 26 258
2 Sumatera Utara 18 13 16 0 16 12 16 29 14 134
3 Sumatera Barat 6 1 33 1 11 10 20 28 7 117
4 Riau 2 2 8 7 3 6 6 15 7 56
5 Jambi 19 21 29 10 31 26 36 58 28 258
6 Sumatera Selatan 3 0 0 0 5 4 8 9 6 35
7 Bengkulu 10 9 27 2 25 8 26 35 28 170
8 Lampung 8 2 11 0 20 14 13 40 15 123
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 0 3 0 1 2 0 3 0 9
10 Kepulauan Riau 8 3 4 3 8 9 5 14 9 63
11 Jawa Barat 1 6 1 10 6 16 18 10 68
12 Jawa Timur 6 6 3 2 6 3 9 6 5 46
13 Nusa Tenggara Barat 6 6 11 2 16 16 8 7 16 88
14 Nusa Tenggara Timur 10 14 54 19 16 23 9 34 12 191
15 Kalimantan Barat 1 3 16 40 33 39 13 44 18 207
16 Kalimantan Tengah 1 1 22 45 15 30 20 25 3 162
17 Kalimantan Selatan 0 3 15 6 5 5 8 5 3 50
18 Kalimantan Timur 6 1 2 4 11 11 9 22 10 76
19 Kalimantan Utara 0 0 3 18 3 0 3 3 1 31
20 Sulawesi Utara 5 0 14 82 9 14 8 9 9 150
21 Sulawesi Tengah 10 8 29 12 24 7 9 49 25 173
22 Sulawesi Selatan 16 16 96 80 42 30 27 54 40 401
23 Sulawesi Tenggara 8 8 97 95 37 23 19 26 49 362
24 Gorontalo 5 6 34 19 15 7 8 9 24 127
25 Sulawesi Barat 5 5 50 24 17 22 27 38 27 215
26 Maluku 10 1 2 16 15 8 8 9 12 81
27 Maluku Utara 3 6 39 14 31 8 27 25 26 179
28 Papua Barat 3 0 1 26 20 23 11 21 12 117
29 Papua 1 1 6 11 4 11 6 4 6 50
Indonesia 186 184 675 547 494 392 393 678 448 3.997
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.21
JUMLAH DOKTER PESERTA INTERNSHIP
MENURUT BULAN PEMBERANGKATAN DAN PROVINSI TAHUN 2018
Pemberangkatan
No Provinsi Jumlah
Februari Mei - Juni September-Oktober November - Desember
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 0 87 119 130 336
2 Sumatera Utara 137 79 160 101 477
3 Sumatera Barat 75 63 53 138 329
4 Riau 59 65 48 136 308
5 Jambi 78 48 27 64 217
6 Sumatera Selatan 91 45 102 162 400
7 Bengkulu 64 23 0 78 165
8 Lampung 15 70 62 96 243
9 Kepulauan Bangka Belitung 24 0 15 116 155
10 Kepulauan Riau 16 61 44 115 236
11 DKI Jakarta 212 74 144 102 532
12 Jawa Barat 276 167 362 329 1.134
13 Jawa Tengah 107 260 375 456 1.198
14 DI Yogyakarta 36 68 42 133 279
15 Jawa Timur 601 198 324 489 1.612
16 Banten 111 37 96 76 320
17 Bali 144 36 110 236 526
18 Nusa Tenggara Barat 21 26 55 99 201
19 Nusa Tenggara Timur 108 34 68 82 292
20 Kalimantan Barat 45 51 57 55 208
21 Kalimantan Tengah 33 12 32 27 104
22 Kalimantan Selatan 46 32 52 78 208
23 Kalimantan Timur 58 35 76 117 286
24 Kalimantan Utara 0 0 28 24 52
25 Sulawesi Utara 36 15 36 45 132
26 Sulawesi Tengah 41 36 48 14 139
27 Sulawesi Selatan 82 99 55 153 389
28 Sulawesi Tenggara 23 22 25 52 122
29 Gorontalo 27 29 0 50 106
30 Sulawesi Barat 21 13 4 0 38
31 Maluku 37 32 37 10 116
32 Maluku Utara 5 25 0 30 60
33 Papua Barat 34 15 0 5 54
34 Papua 33 27 40 53 153
Indonesia 2.696 1.884 2.696 3.851 11.127
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.22
JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KESEHATAN PADA WAJIB KERJA DOKTER SPESIALIS (WKDS)
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Spesialis Obstetri
Spesialis Anak Spesialis Penyakit Dalam Spesialis Bedah Spesialis Anestesi
No Provinsi dan Gynekology Total
Tubel Mandiri Tubel Mandiri Tubel Mandiri Tubel Mandiri Tubel Mandiri
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1 Aceh 4 2 4 3 15 3 5 3 9 3 51
2 Sumatera Utara 5 5 1 13 8 7 5 9 4 3 60
3 Sumatera Barat 7 4 2 8 0 5 4 4 1 5 40
4 Riau 4 2 0 5 1 6 9 4 1 2 34
5 Jambi 1 5 1 4 3 2 3 1 1 0 21
6 Sumatera Selatan 3 8 4 7 6 5 2 4 2 6 47
7 Bengkulu 1 4 2 4 1 6 2 3 0 1 24
8 Lampung 0 6 7 2 1 4 1 3 0 2 26
9 Kepulauan Bangka Belitung 0 3 1 3 1 4 0 0 0 0 12
10 Kepulauan Riau 2 4 1 6 2 4 0 3 1 5 28
11 DKI Jakarta 1 1 1 1 1 3 0 0 0 1 9
12 Jawa Barat 3 15 6 12 6 15 2 9 5 2 75
13 Jawa Tengah 8 8 7 11 6 3 3 3 4 2 55
14 DI Yogyakarta 0 3 0 4 0 1 0 3 0 0 11
15 Jawa Timur 3 13 3 11 10 13 6 10 1 3 73
16 Banten 2 4 2 3 2 2 2 2 1 1 21
17 Bali 2 4 1 4 3 4 3 2 0 0 23
18 Nusa Tenggara Barat 2 2 2 5 3 5 0 4 0 5 28
19 Nusa Tenggara Timur 2 8 8 7 1 8 3 7 2 6 52
20 Kalimantan Barat 2 2 2 7 2 7 0 4 1 3 30
21 Kalimantan Tengah 0 8 4 5 0 10 2 7 0 4 40
22 Kalimantan Selatan 3 6 4 5 1 5 1 6 1 3 35
23 Kalimantan Timur 3 4 2 4 3 8 2 6 0 2 34
24 Kalimantan Utara 0 0 1 2 1 3 1 1 1 0 10
25 Sulawesi Utara 3 3 3 5 1 2 2 4 1 4 28
26 Sulawesi Tengah 4 4 1 7 3 6 2 1 3 5 36
27 Sulawesi Selatan 3 7 2 8 4 3 4 4 1 5 41
28 Sulawesi Tenggara 2 4 2 6 4 5 2 4 2 3 34
29 Gorontalo 0 2 2 3 0 2 0 2 2 1 14
30 Sulawesi Barat 1 0 0 6 1 1 1 1 0 1 12
31 Maluku 2 8 1 10 2 5 2 5 1 5 41
32 Maluku Utara 2 2 3 2 4 1 3 0 1 1 19
33 Papua Barat 2 1 3 3 2 1 1 3 5 1 22
34 Papua 2 7 6 8 4 9 5 3 4 7 55
TNI/POLRI 5 0 3 0 5 0 10 0 5 0 28
Indonesia 84 159 92 194 107 168 88 125 60 92 1.169
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.23
PERMOHONAN REKOMENDASI PENGAJUAN/PERPANJANGAN
RPTKA DAN IMTA BAGI SDMK WNA TAHUN 2014-2018
Kesehatan Lingkungan
Keperawatan
Asuransi Kesehatan
Keperawatan Gigi
Teknik Elektromedik
Informasi Kesehatan
Radiodiagnostik dan
Jumlah
Perekam Medis dan
Analis Farmasi dan
Analis Kesehatan
Ortotik Prostetik
Okupasi Terapi
No Poltekkes
Terapi Wicara
Gizi
Akupunktur
Radioterapi
Teknik Gigi
Fisioterapi
Makanan
Farmasi
Reguler
Reguler
Teknik
Jamu
(PJJ)
(PJJ)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25)
1 Aceh 3 - 1 3 - 1 - - 1 1 - - - - - - - - - - - - 10
2 Medan 1 - 1 3 - 1 - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 9
3 Padang 2 - 1 2 - - - - 1 1 - - - - - - - - - - - - 7
4 Riau 1 - - 1 - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - 3
5 Jambi 1 - 1 1 - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - 4
6 Palembang 3 - 1 1 - 1 - - - 1 - - - - - - - 1 - - - - 8
7 Bengkulu 2 - - 2 - 1 - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 8
8 Tanjung karang 2 - 1 2 - 1 - - 1 1 - - - - 1 - - 1 - - - - 10
9 Tanjung pinang 1 - - 1 - - - - 1 - - - - - - - - - - - - - 3
10 Pangkal pinang 1 - - 1 - 1 - - - 1 - - - - - - - - - - - - 4
11 Jakarta I 1 - 1 1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - 3
12 Jakarta II - - - - - 1 1 - 1 1 - - - - 1 - - - 1 1 - - 7
13 Jakarta III 1 - - 1 - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - 3
14 Bandung 2 - 1 3 - 1 - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 10
15 Tasikmalaya 2 - 1 2 - 1 - - - 2 - - - - - - 2 - - - - - 10
16 Semarang 5 - 1 4 - - - - 1 1 - - - - - 1 1 1 - 2 - - 17
17 Surakarta 1 - - 1 - - 1 1 - - 1 1 1 1 - - - - - - 1 - 9
18 Di yogyakarta 1 - 1 1 - - - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 6
19 Surabaya 4 - 1 3 - - - - 2 1 - - - - - - - 1 1 - - - 13
20 Malang 3 - - 3 - - 1 - - 1 - - - - - 1 1 - - - - 1 11
21 Banten 1 - - 1 - - - - - - - - - - - - - 1 - - - - 3
22 Denpasar 1 - 1 1 - - - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 6
23 Mataram 2 - - 1 - - - - - 1 - - - - - - - 1 - - - - 5
24 Kupang 3 1 1 1 1 1 - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 11
25 Pontianak 1 - 1 1 - - - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 6
26 Palangkaraya 1 - - 1 - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - 3
27 Banjarmasin 1 - 1 1 - - - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 6
28 Kalimantan timur 1 1 - 2 1 - - - - - - - - - - - - 1 - - - - 6
29 Manado 1 - 1 1 - 1 - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 7
30 Palu 2 - - 2 - - - - 1 1 - - - - - - - - - - - - 6
31 Makassar 2 - 1 1 - 1 - - 1 1 1 - - - - - - 1 - - - - 9
32 Kendari 1 - - 1 - - - - - 1 - - - - - - - 1 - - - - 4
33 Gorontalo 1 - - 1 - 1 - - - 1 - - - - - - - - - - - - 4
34 Mamuju 1 - - 1 - - - - 1 1 - - - - - - - - - - - - 4
35 Maluku 3 - - 2 - - - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 8
36 Ternate 1 - - 1 - - - - 1 1 - - - - - - - 1 - - - - 5
37 Jayapura 7 - - 4 - 1 - - 2 1 - - - - - - - 1 - - - - 16
38 Sorong 3 - - 2 - - - - - 1 - - - - - - - - - - - - 6
Total 70 2 18 61 2 14 3 1 25 32 2 1 1 1 2 2 4 22 2 3 1 1 270
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.25
JUMLAH JURUSAN/PROGRAM STUDI DIPLOMA IV INSTITUSI POLITEKNIK KESEHATAN (POLTEKKES)
PER DESEMBER TAHUN 2018
Jurusan/Program Studi
Kesehatan
Keperawatan Kefarmasian Keterapian Fisik Teknik Biomedika
Masyarakat
Kebidanan
Jumlah
Radiodiagnostik
Okupasi Terapi
Terapi Wicara
Elektromedik
Keperawatan
Keperawatan
No Poltekkes
Akupunktur
Radioterapi
Kesehatan
Fisioterapi
Kesehatan
Gizi
Prostetik
Promkes
Farmasi
Ortotik
Teknik
Teknik
Lingkungan
Analis
Gigi
dan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
1 Aceh 1 1 1 - 1 - 1 - - - - - - - - 5
2 Medan 1 - 1 - 1 - 1 - - - - - - - - 4
3 Padang 1 - 1 - 1 1 1 - - - - - - - - 5
4 Riau 1 - 1 - - - - - - - - - - - - 2
5 Jambi 1 1 1 - - - - - - - - - - - - 3
6 Palembang 1 - 1 - - - 1 - - - - - - - - 3
7 Bengkulu 1 - 1 - - 1 1 - - - - - - - - 4
8 Tanjung karang 1 - 2 - 1 - - - - - - 1 - - - 5
9 Tanjung pinang - - - - - - - - - - - - - - - 0
10 Pangkal pinang - - - - - - - - - - - - - - - 0
11 Jakarta I 1 - - - - - - - - - - - - - 1 2
12 Jakarta II - - - - 1 - 1 - - - - - 1 1 - 4
13 Jakarta III - - 1 - - - - 1 - - - 1 - - - 3
14 Bandung - - - - 1 1 1 - - - - 1 - - - 4
15 Tasikmalaya - 1 2 - - - - - - - - - - - - 3
16 Semarang 2 1 2 - 1 - 1 - - - - 1 - 1 - 9
17 Surakarta 1 - 1 - - - - 1 1 1 1 - - - 1 7
18 Di yogyakarta 2 1 1 - 1 - 1 - - - - 1 - - - 7
19 Surabaya 1 1 1 - 1 - - - - - - 1 1 - - 6
20 Malang 2 - 3 - - 1 1 - - - - - - - - 7
21 Banten 1 - - - - - - - - - - - - - - 1
22 Denpasar 1 - 1 - 1 - 1 - - - - - - - - 4
23 Mataram 2 - 1 - - - 1 - - - - 1 - - - 5
24 Kupang 1 - - - - - - - - - - - - - - 1
25 Pontianak 2 - 1 - 1 - 1 - - - - 1 - - - 6
26 Palangkaraya 1 - 1 - - - 1 - - - - - - - - 3
27 Banjarmasin 1 1 1 - 1 - 1 - - - - 1 - - - 6
28 Kalimantan timur 1 - 1 - - - 1 - - - - - - - - 3
29 Manado 1 - 1 - 1 1 1 - - - - - - - - 5
30 Palu 1 - 1 - - - - - - - - - - - - 2
31 Makassar 1 1 1 1 1 - 1 1 - - - 1 - - - 8
32 Kendari - - 1 - - - 1 - - - - - - - - 2
33 Gorontalo 1 - 1 - - - 1 - - - - - - - - 3
34 Mamuju - - - - - - - - - - - - - - - 0
35 Maluku - - - - - - - - - - - - - - - 0
36 Ternate 1 - 1 - - - - - - - - - - - - 2
37 Jayapura 1 - 1 - - - 1 - - - - - - - - 3
38 Sorong 1 - 1 - - - - - - - - - - - - 2
Total 34 8 34 1 14 5 21 3 1 1 1 10 2 2 2 139
Sumber : Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.26
JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA III POLTEKKES MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN
TAHUN AJARAN 2016/2017 SAMPAI DENGAN 2017/2018
Keperawatan Kesehatan
Kefarmasian Keterapian Fisik Keteknisian Medis Teknik Biomedika
Tradisional
Radiodiagnosti
Analis Farmasi
Terapi Wicara
dan Makanan
Elektromedik
Akupunktur
Radioterapi
Bank Darah
Teknik Gigi
Kesehatan Asuransi
Fisioterapi
Kesehatan
Kesehatan
Medis dan
Teknologi
Informasi
Prostetik
Perekam
No Poltekkes Keperawatan Kebidanan Gizi Jumlah
Farmasi
Okupasi
Terapi
Ortotik
Teknik
Teknik
Analis
Keperawatan Lingkungan Kesehatan
k dan
Jamu
Gigi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23)
Keperawatan
Keteknisian Teknik
Medis Biomedika
Kesehatan
No Poltekkes Kebidanan Kefarmasian Gizi Jumlah
Lingkungan
Keperawatan Keperawatan Gigi Perekam Medis
Analis
dan Informasi
Kesehatan
Kesehatan
(1) (2) (3) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 457 106 169 80 16 14 - - 842
2 Medan 213 71 142 48 38 57 - 89 658
3 Padang 42 107 - - 26 42 - - 217
4 Riau 80 - - - - - - - 80
5 Jambi 146 86 13 - 23 - - - 268
6 Palembang 266 85 46 45 - 20 - 80 542
7 Bengkulu 77 - - - - - - 123 200
8 Tanjung karang 160 61 65 29 - - - - 315
9 Tanjung pinang 13 - 8 - - - - - 21
10 Pangkal pinang - - - - - - - - 0
11 Jakarta I 32 109 - - - - - - 141
12 Jakarta II - - - 84 - 10 - - 94
13 Jakarta III 22 - - - - - - 39 61
14 Bandung 108 37 37 42 57 60 - 21 362
15 Tasikmalaya 112 30 20 - - - - - 162
16 Semarang 147 102 37 - - 2 47 37 372
17 Surakarta 83 - 13 - - - - - 96
18 DI Yogyakarta - - - - - - - - 0
19 Surabaya 115 151 39 - 58 53 - 26 442
20 Malang 90 - 4 - - - - - 94
21 Banten 77 - 16 - - - - - 93
22 Denpasar 51 23 - - - 15 - 41 130
23 Mataram 95 - - - - - - 68 163
24 Kupang 184 103 217 28 41 9 - 25 607
25 Pontianak 77 8 17 - 17 - - 28 147
26 Palangkaraya 43 - 29 - - 15 - - 87
27 Banjarmasin 67 57 - - 35 13 - - 172
28 Kalimantan Timur 41 - 13 - - - - 8 62
29 Manado 183 89 49 66 86 12 - 34 519
30 Palu - - - - - - - - 0
31 Makassar 164 101 15 55 7 26 - 73 441
32 Kendari 165 - - - - 19 - - 184
33 Gorontalo 69 - - - - - - - 69
34 Mamuju - - - - - - - - 0
35 Maluku 206 - 102 - 12 - - - 320
36 Ternate - - - - - - - - 0
37 Jayapura 371 - 137 25 - - - 80 613
38 Sorong 150 - - - - - - - 150
Total 4.106 1.326 1.188 502 416 367 47 772 8.724
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.29
JUMLAH PESERTA DIDIK DIPLOMA IV POLTEKKES MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN
TAHUN AJARAN 2016/2017 SAMPAI DENGAN 2017/2018
Jurusan/Program Studi
Kesehatan Lingkungan
Kesehatan
Keperawatan Kefarmasian Keterapian Fisik Teknik Biomedika
Masyarakat
Jumlah
Kebidanan
dan Radioterapi
Radiodiagnostik
Okupasi Terapi
No Poltekkes
Elektromedik
Keperawatan
Keperawatan
Akupunktur
Gizi
Fisioterapi
Kesehatan
Kesehatan
Prostetik
Farmasi
Promosi
Wicara
Ortotik
Teknik
Teknik
Terapi
Analis
Gigi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
1 Aceh 212 366 226 - 186 - 344 - - - - - - - - 1.334
2 Medan 151 - 342 - 57 - 344 - - - - - - - - 894
3 Padang 40 - 192 - 179 80 181 - - - - - - - - 672
4 Riau 72 - 110 - - - - - - - - - - - - 182
5 Jambi 118 101 232 - - - - - - - - - - - - 451
6 Palembang 113 - 112 - - - 135 - - - - - - - - 360
7 Bengkulu 161 - 245 - - 224 175 - - - - - - - - 805
8 Tanjung karang 172 - 265 - 177 - - - - - - 183 - - - 797
9 Tanjung pinang - - - - - - - - - - - - - - - 0
10 Pangkal pinang - - - - - - - - - - - - - - - 0
11 Jakarta I - - - - - - - - - - - - - - 75 75
12 Jakarta II - - - - 241 - 277 - - - - - 171 314 - 1.003
13 Jakarta III - - 167 - - - - 231 - - - 169 - - - 567
14 Bandung - 37 - - 159 112 228 - - - - 212 - - - 748
15 Tasikmalaya - 236 432 - - - - - - - - - - - - 668
16 Semarang 475 291 628 - 231 - 299 - - - - 40 - 433 - 2.397
17 Surakarta 348 - 431 - - - - 467 454 327 179 - - - 252 2.458
18 DI Yogyakarta 204 245 239 - 214 - 228 - - - - 200 - - - 1.330
19 Surabaya 115 192 282 - 193 - - - - - - 215 208 - - 1.205
20 Malang 442 - 892 - - 107 285 - - - - - - - - 1.726
21 Banten 133 - - - - - - - - - - - - - - 133
22 Denpasar 219 - 194 - 152 - 317 - - - - - - - - 882
23 Mataram 302 - 183 - - - 306 - - - - 323 - - - 1.114
24 Kupang 165 - - - - - - - - - - - - - - 165
25 Pontianak 459 - 326 - 142 - 293 - - - - 346 - - - 1.566
26 Palangkaraya 114 - 210 - - - 155 - - - - - - - - 479
27 Banjarmasin 113 146 101 - 176 - 177 - - - - 193 - - - 906
28 Kalimantan timur 156 - 149 - - - 43 - - - - - - - - 348
29 Manado 244 - 163 - 248 - 204 - - - - - - - - 859
30 Palu 253 - 317 - - - - - - - - - - - - 570
31 Makassar 295 420 189 171 329 - 356 385 - - - 231 - - - 2.376
32 Kendari - - 302 - - - 150 - - - - - - - - 452
33 Gorontalo 236 - 276 - - - - - - - - - - - - 512
34 Mamuju - - - - - - - - - - - - - - - 0
35 Maluku - - - - - - - - - - - - - - - 0
36 Ternate 76 - 79 - - - - - - - - - - - - 155
37 Jayapura 179 - 182 - - - 168 - - - - - - - - 529
38 Sorong 158 - 129 - - - - - - - - - - - - 287
Total 5.725 2.034 7.595 171 2.684 523 4.665 1.083 454 327 179 2.112 379 747 327 29.005
Sumber: Badan PPSDM Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 3.31
JUMLAH LULUSAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III POLTEKKES
MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2016-2018
Program Studi
Keperawatan Gigi
Analis Kesehatan
Ortetik Prostetik
dan Radioterapi
Radiodiagnostik
Okupasi Terapi
Analis Farmasi
Teknik Elektro
Terapi Wicara
Keperawatan
Dan Makanan
Perekam dan
Akupunktur
Teknik Gigi
Lingkungan
Fisioterapi
Kebidanan
Kesehatan
Kesehatan
Informasi
Farmasi
Teknik
Medik
No Nama Poltekkes Total
Jamu
Gizi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21)
1 Aceh 206 176 73 - 76 - 32 50 - - - - - - - - - - 613
2 Medan 123 234 90 - 95 - 93 101 - - - - 92 - - - - - 828
3 Padang 187 158 68 - - - 80 78 - - - - - - - - - - 571
4 Riau 41 38 - - - - - 79 - - - - - - - - - - 158
5 Jambi 41 31 36 - - - 42 - - - - - - - - - - - 150
6 Palembang 252 78 53 - 61 - - 69 - - - - 42 - - - - - 555
7 Bengkulu 136 127 - - 0 - 71 80 - - - - 79 - - - - - 493
8 Tanjung Karang 161 155 36 - 32 - 66 38 - - - - 74 19 - - - - 581
9 Tanjung Pinang 65 82 - - - - 65 - - - - - - - - - - - 212
10 Pangkal Pinang 28 30 - - 27 - - 32 - - - - - - - - - - 117
11 Jakarta I 78 80 74 - - - - - - - - - - - - - - - 232
12 Jakarta II - - - 75 143 - 69 59 - - - - - 50 58 - 38 - 492
13 Jakarta III 194 116 - - - - - - - - - - 39 - - - - - 349
14 Bandung 177 160 60 - 49 - 43 82 - - - - 76 - - - - - 647
15 Tasikmalaya 159 109 39 - 38 - - 40 - - - - - - - 79 - - 464
16 Semarang 478 164 47 - - - 45 41 - - - - 83 - 87 70 - - 1.015
17 Surakarta 188 82 - 0 - 99 - - 86 59 51 41 - - - - - 46 652
18 Yogyakarta 77 40 109 - - - 80 50 - - - - 100 - - - - - 456
19 Surabaya 272 187 38 - - - 115 33 - - - - 37 - - - 35 - 717
20 Malang 251 187 - 0 - - - 102 - - - - - - - 76 - - 616
21 Banten 94 81 - - - - - - - - - - 88 - - - - - 263
22 Denpasar 119 49 59 - - - 32 47 - - - - 56 - - - - - 362
23 Mataram 142 47 - - - - - 39 - - - - 96 - - - - - 324
24 Kupang 268 115 43 - 112 - 51 74 - - - - 50 - - - - - 713
25 Pontianak 215 49 87 - - - 68 51 - - - - 68 - - - - - 538
26 Palangkaraya 80 62 - - - - - 24 - - - - - - - - - - 166
27 Banjarmasin 36 58 41 - - - 36 41 - - - - 49 - - - - - 261
28 Kalimantan Timur 82 70 - - - - - - - - - - 72 - - - - - 224
29 Manado 83 54 41 - 48 - 17 39 - - - - 42 - - - - - 324
30 Palu 147 128 - - - - 54 54 - - - - - - - - - - 383
31 Makassar 268 90 52 - 138 - 49 49 52 - - - 52 - - - - - 750
32 Kendari 82 91 - - - - - 46 - - - - 40 - - - - - 259
33 Gorontalo 137 138 - - 0 - - 31 - - - - - - - - - - 306
34 Mamuju 32 38 - - - - 24 36 - - - - - - - - - - 130
35 Maluku 322 181 - - - - 123 88 - - - - 89 - - - - - 803
36 Ternate 101 106 - - - - 43 32 - - - - 33 - - - - - 315
37 Jayapura 462 200 - - 39 - 48 22 - - - - 53 - - - - - 824
38 Sorong 269 112 - - - - - 21 - - - - - - - - - - 402
Total 6.053 3.903 1.046 75 858 99 1.346 1.628 138 59 51 41 1.410 69 145 225 73 46 17.265
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Catatan: - = tidak ada program studi di poltekkes
Lampiran 3.33
JUMLAH LULUSAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU (RPL) POLTEKKES
MENURUT JENIS PROGRAM STUDI TAHUN 2018
Program Studi
Keperawatan
Keperawatan
Lingkungan
Kebidanan
Kesehatan
Kesehatan
Farmasi
Analis
No Nama Poltekkes Total
Gigi
Gizi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Aceh - 165 - - 89 36 - 290
2 Medan 47 165 121 146 35 47 47 608
3 Padang 105 34 69 - 21 - - 229
4 Riau 141 29 - - - 36 - 206
5 Jambi 124 143 - - 60 - - 327
6 Palembang 273 116 78 - - - - 467
7 Bengkulu 158 158 - - 40 23 29 408
8 Tanjung Karang 80 86 37 46 39 22 100 410
9 Tanjung Pinang - - - - - - - 0
10 Pangkal Pinang - - - - - - - 0
11 Jakarta I 49 - 77 - - - - 126
12 Jakarta II - - - 73 21 26 - 120
13 Jakarta III 75 18 - - - - 38 131
14 Bandung 76 39 61 80 62 45 54 417
15 Tasikmalaya 155 - 38 - - - - 193
16 Semarang 155 66 40 - 45 41 24 371
17 Surakarta 40 59 - - - - - 99
18 Yogyakarta - - - - - - - 0
19 Surabaya 166 52 137 - 61 38 58 512
20 Malang 96 44 - - - - - 140
21 Banten 40 30 - - - - - 70
22 Denpasar 77 62 35 - 40 - - 214
23 Mataram 84 - - - - 18 33 135
24 Kupang 183 159 80 68 35 - - 525
25 Pontianak 81 57 78 - 40 33 82 371
26 Palangkaraya 119 72 - - - - - 191
27 Banjarmasin 78 54 79 - 62 23 49 345
28 Kalimantan Timur 34 23 - - - - 23 80
29 Manado 157 102 41 39 30 - 66 435
30 Palu 118 114 - - 50 - - 282
31 Makassar 105 22 37 51 40 - - 255
32 Kendari 81 - - - - - - 81
33 Gorontalo 54 26 - - - - - 80
34 Mamuju - - - - - - - 0
35 Maluku 195 - - - 46 - - 241
36 Ternate - - - - - - - 0
37 Jayapura 347 270 - 38 - - 81 736
38 Sorong - - - - - - - 0
Total 3.493 2.165 1.008 541 816 388 684 9.095
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Catatan: - = tidak ada program studi di poltekkes
Lampiran 3.34
JUMLAH LULUSAN PROGRAM STUDI DIPLOMA IV POLTEKKES
MENURUT JENIS TENAGA KESEHATAN TAHUN 2016-2018
Analis Kesehatan
Lingkungan
Terapi Wicara
Diagnostik dan
Kebidanan
Keperawatan
Elektromedik
Kesehatan
Keperawatan
Teknik Radio
Akupunktur
Radioterapi
Fisioterapi
Prostetik
Farmasi
Okupasi
Ortotik
Teknik
Terapi
No Poltekkes Jumlah
Gizi
Gigi
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)
1 Aceh 67 29 50 - 70 35 - - - - - - - - 251
2 Medan 166 0 - - 0 94 - - - - - - - - 260
3 Padang 66 0 - - 60 69 - - - - - - - - 195
4 Riau 69 33 - - - - - - - - - - - - 102
5 Jambi 53 73 21 - - - - - - - - - - - 147
6 Palembang 40 47 - - - 0 - - - - - - - - 87
7 Bengkulu 98 40 - - - 38 - - - - - - - - 176
8 Tanjung Karang 75 37 - - 23 - - - - - 35 - - - 170
9 Tanjung Pinang - - - - - - - - - - - - - - 0
10 Pangkal Pinang - - - - - - - - - - - - - - 0
11 Jakarta I - 0 - - - - - - - - - - - 15 15
12 Jakarta II - - - - 63 50 - - - - - 91 110 - 314
13 Jakarta III 39 - - - - - 52 - - - 39 - - - 130
14 Bandung - - - - 46 76 - - - - 81 - - - 203
15 Tasikmalaya 152 - 31 - - - - - - - - - - - 183
16 Semarang 187 131 115 - 36 46 - - - - 0 - 132 - 647
17 Surakarta 254 0 - - - - 45 101 75 37 - - - 41 553
18 Yogyakarta 82 40 106 - 71 59 - - - - 38 - - - 396
19 Surabaya 39 35 73 - 44 - - - - - 91 36 - - 318
20 Malang 266 112 - - - 65 - - - - - - - - 443
21 Banten - 41 - - - - - - - - - - - - 41
22 Denpasar 53 39 - - 26 50 - - - - - - - - 168
23 Mataram 89 147 - - - 76 - - - - 92 - - - 404
24 Kupang - 0 - - - - - - - - - - - - 0
25 Pontianak 80 55 - - 42 29 - - - - 49 - - - 255
26 Palangkaraya 68 35 - - - 34 - - - - - - - - 137
27 Banjarmasin 42 38 34 - 39 44 - - - - 37 - - - 234
28 Kalimantan Timur 38 86 - - - 0 - - - - - - - - 124
29 Manado 169 53 - - 37 50 - - - - - - - - 309
30 Palu 97 71 - - - - - - - - - - - - 168
31 Makassar 46 43 48 0 47 43 49 - - - 45 - - - 321
32 Kendari 233 - - - - 43 - - - - - - - - 276
33 Gorontalo 120 106 - - - 0 - - - - - - - - 226
34 Mamuju - - - - - - - - - - - - - - 0
35 Maluku - - - - - - - - - - - - - - 0
36 Ternate 32 38 - - - - - - - - - - - - 70
37 Jayapura 58 38 - - - 21 - - - - - - - - 117
38 Sorong 80 70 - - - - - - - - - - - - 150
Total 2.858 1.437 478 0 604 922 146 101 75 37 507 127 242 56 7.590
Sumber : Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Catatan: - = tidak ada program studi di poltekkes
Lampiran 4.1
ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
MENURUT ESELON I TAHUN 2018
1 Sekretariat Jenderal 27.945.428.609.000 27.255.925.582.617 97,53 113.476.508.000 108.264.687.288 95,41 79.191.460.000 71.421.863.725 90,19 28.138.096.577.000 27.435.612.133.630 97,50
2 Inspektorat Jenderal 119.983.200.000 113.594.977.605 94,68 - - 0,00 - - 0,00 119.983.200.000 113.594.977.605 94,68
3 Ditjen Kesehatan Masyarakat 1.574.544.403.000 1.482.560.926.400 94,16 22.831.219.000 21.406.246.546 93,76 517.369.997.000 450.170.942.562 87,01 2.114.745.619.000 1.954.138.115.508 92,41
4 Ditjen Pelayanan Kesehatan 574.274.179.000 510.764.838.954 88,94 16.553.434.111.000 14.852.988.088.138 89,73 76.992.000.000 68.862.755.677 89,44 17.204.700.290.000 15.432.615.682.769 89,70
Ditjen Pengendalian
5 2.007.875.808.000 1.815.852.498.668 90,44 1.167.332.266.000 1.078.263.061.081 92,37 203.363.915.000 178.363.546.700 87,71 3.378.571.989.000 3.072.320.264.449 90,94
dan Pencegahan Penyakit
Badan Penelitian
7 687.911.859.000 599.382.148.011 87,13 242.986.957.000 229.106.100.698 94,29 - - 0,00 930.898.816.000 828.488.248.709 89,00
dan Pengembangan Kesehatan
Badan Pengembangan
8 1.347.187.357.000 1.234.096.509.055 91,61 3.382.910.382.000 2.946.258.104.907 87,09 161.025.328.000 144.227.162.462 89,57 4.891.123.067.000 4.324.581.776.424 88,42
dan Pemberdayaan SDM Kesehatan
Kementerian Kesehatan 39.278.565.263.000 37.139.498.189.903 94,55 21.482.971.443.000 19.236.286.288.658 89,54 1.102.942.700.000 972.872.928.116 88,21 61.864.479.406.000 57.348.498.564.677 92,70
Unit Eselon I
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
A. BELANJA PEGAWAI
Anggaran 1.612.448.852.000 41.445.124.000 72.214.923.000 2.311.657.315.000 552.073.305.000 36.958.796.000 174.366.746.000 1.147.056.568.000 5.948.221.629.000
Realisasi 1.011.728.033.084 39.259.502.723 66.126.394.544 2.200.167.366.157 506.963.212.420 33.097.503.555 162.537.328.376 996.613.423.057 5.016.492.763.916
B. BELANJA BARANG
Anggaran 876.291.075.000 76.938.200.000 2.031.879.104.000 12.676.622.213.000 2.478.459.110.000 5.015.300.571.000 688.203.054.000 3.060.397.599.000 26.904.090.926.000
Realisasi 816.221.098.667 72.810.293.450 1.879.429.339.165 11.503.900.457.430 2.252.798.615.719 4.128.069.116.492 603.080.533.195 2.733.190.793.648 23.989.500.247.766
C. BELANJA MODAL
Anggaran 146.956.650.000 1.599.876.000 10.651.592.000 2.216.420.762.000 348.039.574.000 34.100.481.000 68.329.016.000 683.668.900.000 3.509.766.851.000
Realisasi 115.619.855.879 1.525.181.432 8.582.381.799 1.728.547.859.182 312.717.278.310 25.980.745.536 62.870.387.138 594.777.559.719 2.850.621.248.995
D. BELANJA BANSOS
Anggaran 25.502.400.000.000 0 0 0 0 0 0 0 25.502.400.000.000
TOTAL
Anggaran 28.138.096.577.000 119.983.200.000 2.114.745.619.000 17.204.700.290.000 3.378.571.989.000 5.086.359.848.000 930.898.816.000 4.891.123.067.000 61.864.479.406.000
Realisasi 27.435.612.133.630 113.594.977.605 1.954.138.115.508 15.432.615.682.769 3.072.479.106.449 4.187.147.365.583 828.488.248.709 4.324.581.776.424 57.348.657.406.677
% 97,50 94,68 92,41 89,70 90,94 82,32 89,00 88,42 92,70
Sumber : Biro Keuangan dan BMN, Kemenkes RI, 2019
Lampiran 4.3
ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN ESELON 1 KEMENTERIAN KESEHATAN RI
MENURUT SUMBER DANA TAHUN ANGGARAN 2018
Unit Eselon I
No Sumber Dana
Setjen Itjen Ditjen Kesmas Ditjen Yankes Ditjen P2P Ditjen Farmalkes Badan Litbangkes Badan PPSDM Kesehatan Total
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
A. RUPIAH MURNI
Anggaran 28.108.127.942.000 119.983.200.000 2.101.811.709.000 4.685.688.013.000 2.612.663.501.000 4.925.394.971.000 902.172.115.000 4.055.961.350.000 47.511.802.801.000
Realisasi 27.406.177.883.093 113.594.977.605 1.942.145.153.425 4.378.578.240.957 2.336.152.471.762 4.027.054.782.464 800.412.141.997 3.599.313.668.307 44.603.429.319.610
% 97,50 94,68 92,40 93,45 89,42 81,76 88,72 88,74 93,88
B. PINJAMAN LUAR NEGERI
Anggaran
Realisasi
% 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
C PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
Anggaran 6.398.019.000 898.672.000 30.901.989.000 109.969.323.000 13.784.965.000 2.863.415.000 306.987.250.000 471.803.633.000
Realisasi 6.043.623.999 780.175.386 23.932.542.088 100.563.874.517 12.939.927.467 2.346.508.373 255.801.403.928 402.408.055.758
% 94,46 0,00 86,81 77,45 91,45 93,87 81,95 83,33 85,29
D. BADAN LAYANAN UMUM
Anggaran 12.487.610.288.000 527.849.447.000 13.015.459.735.000
Realisasi 11.040.649.488.632 469.141.684.189 11.509.791.172.821
% 0,00 0,00 0,00 88,41 0,00 0,00 0,00 88,88 88,43
E. HIBAH LUAR NEGERI
Anggaran -
Realisasi -
% 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
F. HIBAH LANGSUNG LUAR NEGERI (HLL)
Anggaran 23.570.616.000 0 12.035.238.000 0 655.939.164.000 147.179.912.000 8.821.331.000 325.020.000 847.871.281.000
Realisasi 23.390.626.538 0 11.212.786.697 0 635.603.918.170 147.152.655.652 8.687.643.339 325.020.000 826.372.650.396
% 99,24 0,00 93,17 0,00 96,90 99,98 98,48 100,00 97,46
TOTAL
Anggaran 28.138.096.577.000 119.983.200.000 2.114.745.619.000 17.204.200.290.000 3.378.571.988.000 5.086.359.848.000 913.856.861.000 4.891.123.067.000 61.846.937.450.000
Realisasi 27.435.612.133.630 113.594.977.605 1.954.138.115.508 15.443.160.271.677 3.072.320.264.449 4.187.147.365.583 811.446.293.709 4.324.581.776.424 57.342.001.198.585
% 97,50 94,68 92,41 89,76 90,94 82,32 88,79 88,42 92,72
Sumber : Biro Keuangan dan BMN, Kemenkes RI, 2019
Lampiran 4.4
ALOKASI DAN REALISASI ANGGARAN DEKONSENTRASI KMENTERIAN KESEHATAN RI
MENURUT PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2018
Puskesmas Melaksanakan Kelas Ibu Hamil Puskesmas Melaksanakan P4K Jumlah RTK
No Provinsi Jumlah Puskesmas
Jumlah % Jumlah % Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 348 317 91,09 324 93,10 2
2 Sumatera Utara 581 567 97,59 546 93,98 397
3 Sumatera Barat 275 271 98,55 271 98,55 69
4 Riau 216 216 100,00 204 94,44 56
5 Jambi 195 195 100,00 195 100,00 74
6 Sumatera Selatan 332 322 96,99 322 96,99 0
7 Bengkulu 180 177 98,33 173 96,11 72
8 Lampung 302 302 100,00 301 99,67 36
9 Kepulauan Bangka Belitung 64 63 98,44 63 98,44 7
10 Kepulauan Riau 83 83 100,00 81 97,59 14
11 DKI Jakarta 321 321 100,00 321 100,00 0
12 Jawa Barat 1.069 1.057 98,88 1.043 97,57 1
13 Jawa Tengah 881 873 99,09 873 99,09 0
14 DI Yogyakarta 121 121 100,00 121 100,00 3
15 Jawa Timur 967 955 98,76 948 98,04 39
16 Banten 242 242 100,00 242 100,00 1
17 Bali 120 120 100,00 120 100,00 12
18 Nusa Tenggara Barat 166 166 100,00 166 100,00 17
19 Nusa Tenggara Timur 381 381 100,00 381 100,00 1
20 Kalimantan Barat 244 229 93,85 239 97,95 10
21 Kalimantan Tengah 200 179 89,50 187 93,50 91
22 Kalimantan Selatan 233 230 98,71 230 98,71 26
23 Kalimantan Timur 183 161 87,98 179 97,81 14
24 Kalimantan Utara 56 55 98,21 50 89,29 37
25 Sulawesi Utara 193 177 91,71 184 95,34 89
26 Sulawesi Tengah 202 186 92,08 193 95,54 0
27 Sulawesi Selatan 458 455 99,34 426 93,01 236
28 Sulawesi Tenggara 284 247 86,97 273 96,13 78
29 Gorontalo 93 93 100,00 44 47,31 45
30 Sulawesi Barat 94 85 90,43 94 100,00 0
31 Maluku 208 149 71,63 154 74,04 12
32 Maluku Utara 134 132 98,51 133 99,25 0
33 Papua Barat 159 118 74,21 97 61,01 23
34 Papua 408 181 44,36 231 56,62 12
Indonesia 9.993 9.426 94,33 9.409 94,16 1.474
Sumber: Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019 (data per 21 Februari 2019)
* hanya Puskesmas teregistrasi
Lampiran 5.3
CAKUPAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) BERDASARKAN KEPESERTAAN BER-KB
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Kepesertaan Ber-KB
No Provinsi Jumlah PUS Sedang (KB Aktif) Pernah Tidak Pernah
Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Aceh 633.662 351.669 55,50 128.936 20,35 153.055 24,15
2 Sumatera Utara 1.682.698 863.368 51,31 294.505 17,50 524.823 31,19
3 Sumatera Barat 739.370 424.753 57,45 137.044 18,54 177.572 24,02
4 Riau 759.570 397.079 52,28 139.782 18,40 222.709 29,32
5 Jambi 622.715 432.007 69,37 99.014 15,90 91.694 14,72
6 Sumatera Selatan 1.233.883 824.245 66,80 210.693 17,08 198.945 16,12
7 Bengkulu 314.574 223.804 71,15 48.527 15,43 42.243 13,43
8 Lampung 1.228.969 849.836 69,15 217.241 17,68 161.892 13,17
9 Kepulauan Bangka Belitung 210.774 143.773 68,21 35.008 16,61 31.993 15,18
10 Kepulauan Riau 269.162 126.133 46,86 56.564 21,01 86.465 32,12
11 DKI Jakarta 1.026.601 588.163 57,29 196.959 19,19 241.478 23,52
12 Jawa Barat 7.925.420 5.268.652 66,48 1.489.520 18,79 1.167.246 14,73
13 Jawa Tengah 5.839.791 3.821.210 65,43 1.058.455 18,12 960.126 16,44
14 DI Yogyakarta 535.556 320.533 59,85 99.765 18,63 115.258 21,52
15 Jawa Timur 6.314.004 4.147.429 65,69 1.075.005 17,03 1.090.285 17,27
16 Banten 1.694.874 1.112.376 65,63 317.394 18,73 265.104 15,64
17 Bali 549.170 371.929 67,73 69.566 12,67 107.675 19,61
18 Nusa Tenggara Barat 900.257 569.616 63,27 183.239 20,35 147.402 16,37
19 Nusa Tenggara Timur 465.006 179.843 38,68 71.989 15,48 213.174 45,84
20 Kalimantan Barat 418.556 256.336 61,24 88.875 21,23 73.345 17,52
21 Kalimantan Tengah 310.430 218.478 70,38 58.188 18,74 33.764 10,88
22 Kalimantan Selatan 651.448 456.920 70,14 115.027 17,66 79.501 12,20
23 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 572.598 317.397 55,43 122.986 21,48 132.215 23,09
24 Sulawesi Utara 397.771 265.902 66,85 72.797 18,30 59.072 14,85
25 Sulawesi Tengah 469.553 295.252 62,88 63.468 13,52 110.833 23,60
26 Sulawesi Selatan 1.272.017 784.263 61,66 191.313 15,04 296.441 23,30
27 Sulawesi Tenggara 326.496 182.409 55,87 61.394 18,80 82.693 25,33
28 Gorontalo 178.783 118.666 66,37 27.887 15,60 32.230 18,03
29 Sulawesi Barat 197.677 110.931 56,12 30.395 15,38 56.351 28,51
30 Maluku 220.949 87.900 39,78 44.128 19,97 88.921 40,25
31 Maluku Utara 173.472 90.902 52,40 27.195 15,68 55.375 31,92
32 Papua Barat 82.281 24.383 29,63 14.064 17,09 43.834 53,27
33 Papua 125.844 32.375 25,73 21.959 17,45 71.510 56,82
Indonesia 38.343.931 24.258.532 63,27 6.868.882 17,91 7.215.224 18,82
Sumber: Profil Keluarga Indonesia 2018, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2018 (data per Juni 2018)
Catatan: Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara digabung
Lampiran 5.4
PERSENTASE PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI DAN PROVINSI TAHUN 2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
1 Aceh 633.662 11.813 3,43 3.223 0,94 470 0,14 10.241 2,97 247.010 71,72 4.335 1,26 67.296 19,54 7,48
2 Sumatera Utara 1.682.698 40.965 4,95 57.933 6,99 7.640 0,92 97.947 11,82 419.526 50,65 22.853 2,76 181.489 21,91 24,69
3 Sumatera Barat 739.370 34.451 8,16 14.694 3,48 1.770 0,42 45.540 10,79 264.075 62,58 10.548 2,50 50.908 12,06 22,86
4 Riau 759.570 13.544 3,50 5.337 1,38 1.886 0,49 21.193 5,47 249.413 64,37 11.078 2,86 85.043 21,95 10,83
5 Jambi 622.715 12.940 3,03 4.823 1,13 730 0,17 36.429 8,54 275.326 64,53 4.018 0,94 92.387 21,65 12,87
6 Sumatera Selatan 1.233.883 16.462 2,01 6.425 0,78 2.107 0,26 104.136 12,71 587.055 71,65 7.860 0,96 95.263 11,63 15,76
7 Bengkulu 314.574 7.600 3,41 3.138 1,41 756 0,34 30.046 13,49 148.832 66,81 4.128 1,85 28.274 12,69 18,65
8 Lampung 1.228.969 36.149 4,29 6.322 0,75 3.184 0,38 80.019 9,49 591.433 70,11 7.093 0,84 119.323 14,15 14,90
9 Kepulauan Bangka Belitung 210.774 3.955 2,79 1.869 1,32 331 0,23 6.055 4,27 86.057 60,74 1.733 1,22 41.677 29,42 8,62
10 Kepulauan Riau 269.162 7.266 5,95 3.520 2,88 393 0,32 6.432 5,27 67.791 55,52 2.836 2,32 33.864 27,73 14,42
11 DKI Jakarta 1.026.601 102.680 17,69 15.587 2,68 3.337 0,57 20.704 3,57 336.539 57,97 12.685 2,19 88.992 15,33 24,51
12 Jawa Barat 7.925.420 476.183 9,07 127.220 2,42 19.965 0,38 245.555 4,68 3.380.544 64,39 44.806 0,85 955.994 18,21 16,55
13 Jawa Tengah 5.839.791 276.239 7,28 142.860 3,76 22.168 0,58 320.071 8,43 2.590.306 68,24 50.293 1,32 394.174 10,38 20,06
14 DI Yogyakarta 535.556 74.342 23,66 20.367 6,48 3.257 1,04 19.474 6,20 146.861 46,74 17.205 5,48 32.700 10,41 37,38
15 Jawa Timur 6.314.004 293.350 7,19 149.626 3,67 28.046 0,69 245.871 6,03 2.563.327 62,84 39.445 0,97 759.154 18,61 17,58
16 Banten 1.694.874 56.572 5,16 13.433 1,23 2.913 0,27 50.501 4,61 827.834 75,58 10.647 0,97 133.467 12,18 11,27
17 Bali 549.170 125.139 33,96 10.919 2,96 2.088 0,57 11.230 3,05 176.746 47,97 5.545 1,50 36.793 9,99 40,54
18 Nusa Tenggara Barat 900.257 39.207 6,99 8.330 1,49 2.350 0,42 64.496 11,50 390.340 69,62 2.991 0,53 52.994 9,45 20,40
19 Nusa Tenggara Timur 465.006 15.378 8,72 8.513 4,83 1.179 0,67 30.806 17,48 105.201 59,69 863 0,49 14.317 8,12 31,70
20 Kalimantan Barat 418.556 6.296 2,53 1.804 0,73 532 0,21 7.688 3,09 164.442 66,17 2.138 0,86 65.606 26,40 6,57
21 Kalimantan Tengah 310.430 2.625 1,27 1.487 0,72 339 0,16 12.273 5,94 129.433 62,62 1.203 0,58 59.330 28,70 8,09
22 Kalimantan Selatan 651.448 7.036 1,55 3.356 0,74 1.051 0,23 17.671 3,89 232.114 51,09 3.349 0,74 189.729 41,76 6,41
23 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 572.598 22.564 7,22 7.064 2,26 1.241 0,40 12.478 3,99 166.712 53,32 6.060 1,94 96.539 30,88 13,86
24 Sulawesi Utara 397.771 15.681 5,98 4.885 1,86 2.330 0,89 44.816 17,08 134.432 51,22 2.577 0,98 57.720 21,99 25,80
25 Sulawesi Tengah 469.553 13.328 4,56 4.217 1,44 726 0,25 22.409 7,66 152.115 52,02 864 0,30 98.777 33,78 13,91
26 Sulawesi Selatan 1.272.017 27.609 3,60 23.396 3,05 6.187 0,81 74.455 9,72 462.411 60,37 13.715 1,79 158.150 20,65 17,19
27 Sulawesi Tenggara 326.496 6.542 3,79 3.312 1,92 964 0,56 19.834 11,51 91.369 53,00 5.499 3,19 44.865 26,03 17,78
28 Gorontalo 178.783 7.067 6,01 3.036 2,58 517 0,44 25.431 21,64 52.930 45,03 241 0,21 28.317 24,09 30,67
29 Sulawesi Barat 197.677 2.450 2,23 1.144 1,04 334 0,30 9.398 8,55 57.230 52,06 861 0,78 38.520 35,04 12,12
30 Maluku 220.949 1.625 1,89 844 0,98 145 0,17 10.943 12,71 60.546 70,34 322 0,37 11.647 13,53 15,75
31 Maluku Utara 173.472 1.590 1,76 473 0,52 156 0,17 16.094 17,79 63.360 70,04 97 0,11 8.698 9,61 20,24
32 Papua Barat 82.281 513 2,17 515 2,18 72 0,30 1.561 6,60 16.356 69,14 105 0,44 4.533 19,16 11,25
33 Papua 125.844 701 2,19 587 1,84 150 0,47 2.999 9,38 23.348 73,04 225 0,70 3.955 12,37 13,88
Indonesia 38.343.931 1.759.862 7,35 660.259 2,76 119.314 0,50 1.724.796 7,20 15.261.014 63,71 298.218 1,24 4.130.495 17,24 17,80
Sumber: Profil Keluarga Indonesia 2018, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2018 (data per Juni 2018)
Catatan: Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara digabung
Lampiran 5.6
PERSENTASE PASANGAN USIA SUBUR (PUS) JKN PBI PESERTA KB AKTIF MENURUT METODE KONTRASEPSI DAN PROVINSI TAHUN 2018
% Peserta
PUS PBI Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi Modern PUS Metode
No Provinsi Kontrasepsi
Peserta KB Prevalensi Jangka
Jumlah IUD MOW MOP Implan Suntik Kondom Pil
Modern (%) Panjang
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1 Aceh 369.141 205.206 55,59 5.911 1.874 259 6.215 147.258 2.477 41.212 6,95
2 Sumatera Utara 242.632 128.616 53,01 6.885 10.685 1.426 17.129 62.233 3.604 26.654 28,09
3 Sumatera Barat 196.241 118.081 60,17 9.797 5.174 742 14.445 69.960 2.833 15.130 25,54
4 Riau 139.965 68.297 48,80 3.394 1.229 394 4.297 43.291 1.108 14.584 13,64
5 Jambi 77.448 54.101 69,85 1.864 712 112 4.782 33.261 566 12.804 13,81
6 Sumatera Selatan 178.370 120.318 67,45 2.998 1.238 378 16.055 82.806 1.305 15.538 17,18
7 Bengkulu 66.630 48.661 73,03 1.795 770 215 7.039 31.713 916 6.213 20,18
8 Lampung 199.632 137.485 68,87 7.263 1.219 595 13.909 92.324 1.291 20.884 16,72
9 Kepulauan Bangka Belitung 28.956 18.991 65,59 682 288 43 909 11.126 281 5.662 10,12
10 Kepulauan Riau 72.457 33.577 46,34 1.975 863 111 1.949 18.826 750 9.103 14,59
11 DKI Jakarta 405.169 236.745 58,43 37.793 6.700 1.472 9.749 139.981 4.444 36.606 23,53
12 Jawa Barat 1.639.716 1.120.626 68,34 94.048 37.131 5.825 65.844 695.807 8.339 213.632 18,10
13 Jawa Tengah 1.586.373 1.074.617 67,74 74.718 47.729 8.444 109.470 707.578 12.101 114.577 22,37
14 DI Yogyakarta 223.355 138.927 62,20 27.958 8.696 1.647 10.309 68.486 6.205 15.626 34,99
15 Jawa Timur 1.497.394 1.032.645 68,96 62.631 39.966 7.213 77.429 646.017 7.373 192.016 18,13
16 Banten 272.970 179.259 65,67 9.208 2.034 610 10.483 133.533 1.644 21.747 12,46
17 Bali 96.773 66.953 69,19 23.073 2.042 440 1.948 31.600 797 7.053 41,08
18 Nusa Tenggara Barat 196.761 129.924 66,03 8.415 2.097 534 16.808 87.647 584 13.839 21,44
19 Nusa Tenggara Timur 165.102 66.168 40,08 5.591 3.462 456 12.900 38.448 264 5.047 33,87
20 Kalimantan Barat 49.545 29.626 59,80 1.158 346 95 1.094 18.344 358 8.231 9,09
21 Kalimantan Tengah 42.463 27.904 65,71 502 282 59 1.798 16.661 277 8.325 9,46
22 Kalimantan Selatan 103.477 73.047 70,59 1.250 639 209 3.796 36.878 530 29.745 8,07
23 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 167.390 93.908 56,10 6.083 2.207 573 4.283 49.187 1.457 30.118 14,00
24 Sulawesi Utara 97.717 65.883 67,42 4.224 1.347 631 12.234 32.037 691 14.719 27,98
25 Sulawesi Tengah 132.241 87.024 65,81 3.630 1.258 259 7.790 44.196 220 29.671 14,87
26 Sulawesi Selatan 451.051 283.498 62,85 7.188 9.444 3.091 30.945 169.764 4.660 58.406 17,87
27 Sulawesi Tenggara 88.100 49.382 56,05 1.730 966 267 6.600 25.093 1.636 13.090 19,37
28 Gorontalo 86.773 60.620 69,86 3.288 1.472 300 13.881 27.103 85 14.491 31,25
29 Sulawesi Barat 62.934 36.181 57,49 522 378 104 3.033 18.881 217 13.046 11,16
30 Maluku 31.184 13.319 42,71 344 180 27 1.813 8.981 53 1.921 17,75
31 Maluku Utara 19.332 10.037 51,92 279 84 18 1.884 6.838 19 915 22,57
32 Papua Barat 18.373 7.184 39,10 154 156 31 650 4.732 31 1.430 13,79
33 Papua 28.126 9.979 35,48 214 225 36 976 7.170 59 1.299 14,54
Indonesia 9.033.791 5.826.789 64,50 416.565 192.893 36.616 492.446 3.607.760 67.175 1.013.334 19,54
Sumber: Profil Keluarga Indonesia 2018, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2018 (data per Juni 2018)
Catatan: Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara digabung
Lampiran 5.7
PASANGAN USIA SUBUR (PUS) PESERTA KB AKTIF (MODERN) DI DAERAH TERTINGGAL, PERBATASAN, DAN KEPULAUAN
MENURUT METODE KONTRASEPSI DAN PROVINSI TAHUN 2018
PUS di Wilayah DTPK Peserta KB Aktif Menurut Metode Kontrasepsi Modern % Peserta PUS
Metode
No Provinsi
Kontrasepsi
Peserta KB Prevalensi Jangka Panjang
Jumlah IUD MOW MOP Implan Suntik Kondom Pil
Modern (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
1 Aceh 552.208 300.806 54,47 8.370 2.395 395 9.029 222.263 3.330 55.024 6,71
2 Sumatera Utara 1.288.645 633.263 49,14 25.566 40.723 5.429 75.838 328.026 15.128 142.553 23,30
3 Sumatera Barat 562.415 330.255 58,72 18.997 9.420 1.211 39.898 216.232 5.782 38.715 21,05
4 Riau 624.262 326.292 52,27 8.193 2.909 1.358 18.048 215.946 9.237 70.601 9,35
5 Jambi 521.545 362.213 69,45 7.855 3.290 591 31.942 238.956 2.541 77.038 12,06
6 Sumatera Selatan 980.065 669.160 68,28 9.313 4.548 1.655 92.621 483.520 4.941 72.562 16,16
7 Bengkulu 268.018 192.676 71,89 4.745 2.367 609 27.565 130.898 2.948 23.544 18,31
8 Lampung 1.090.933 743.025 68,11 24.134 4.827 2.714 70.779 530.428 5.332 104.811 13,79
9 Kepulauan Bangka Belitung 184.504 126.414 68,52 2.847 1.420 263 5.457 76.352 1.280 38.795 7,90
10 Kepulauan Riau 88.210 47.644 54,01 1.555 1.040 118 2.874 27.949 514 13.594 11,73
11 DKI Jakarta 4.832 3.184 65,89 123 82 26 92 2.511 24 326 10,14
12 Jawa Barat 6.707.632 4.488.373 66,91 321.870 104.784 17.090 224.313 2.976.036 27.806 816.474 14,88
13 Jawa Tengah 5.135.899 3.344.443 65,12 238.225 123.969 20.086 294.432 2.282.964 37.190 347.577 20,23
14 DI Yogyakarta 497.770 290.948 58,45 65.743 18.932 3.101 18.816 140.220 13.324 30.812 36,64
15 Jawa Timur 5.647.787 3.622.086 64,13 241.105 125.785 23.839 227.502 2.297.129 29.600 677.126 17,07
16 Banten 1.167.854 776.405 66,48 22.424 6.227 2.172 41.040 615.053 4.412 85.077 9,26
17 Bali 484.112 329.815 68,13 109.272 8.294 1.888 10.782 163.200 4.318 32.061 39,49
18 Nusa Tenggara Barat 827.271 513.133 62,03 31.403 7.101 2.197 59.963 359.401 2.437 50.631 19,62
19 Nusa Tenggara Timur 446.653 167.914 37,59 13.755 7.752 1.083 29.717 101.515 770 13.322 31,15
20 Kalimantan Barat 379.165 222.083 58,57 3.519 1.294 433 7.182 150.968 1.487 57.200 5,60
21 Kalimantan Tengah 289.507 188.666 65,17 1.893 1.266 314 11.420 119.429 914 53.430 7,89
22 Kalimantan Selatan 521.206 361.333 69,33 3.062 2.129 754 14.681 188.129 1.831 150.747 5,71
23 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 292.937 158.504 54,11 5.803 2.324 523 6.939 89.859 1.589 51.467 9,84
24 Sulawesi Utara 275.143 182.052 66,17 10.581 2.864 1.370 32.628 92.049 1.433 41.127 26,06
25 Sulawesi Tengah 420.195 267.298 63,61 10.569 3.627 667 21.006 139.626 720 91.083 13,42
26 Sulawesi Selatan 1.080.700 633.922 58,66 14.747 18.405 5.643 62.187 389.241 10.843 132.856 15,93
27 Sulawesi Tenggara 277.041 143.286 51,72 4.524 2.496 794 17.011 79.005 4.528 34.928 17,33
28 Gorontalo 153.295 101.827 66,43 4.465 2.243 388 23.094 46.941 177 24.519 29,65
29 Sulawesi Barat 201.673 109.937 54,51 2.450 1.144 334 9.398 57.230 861 38.520 12,12
30 Maluku 173.610 65.536 37,75 619 376 85 8.840 47.843 261 7.512 15,14
31 Maluku Utara 133.045 69.365 52,14 727 213 75 11.506 50.004 41 6.799 18,05
32 Papua Barat 73.238 17.009 23,22 301 294 60 1.252 11.920 67 3.115 11,21
33 Papua 110.872 25.005 22,55 517 500 125 2.626 17.907 169 3.161 15,07
Indonesia 31.462.242 19.813.872 62,98 1.219.272 515.040 97.390 1.510.478 12.888.750 195.835 3.387.107 16,87
Sumber: Profil Keluarga Indonesia 2018, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2018 (data per Juni 2018)
Catatan: Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara digabung
Lampiran 5.8
JUMLAH PASANGAN USIA SUBUR (PUS) PESERTA KELUARGA BERENCANA
MENURUT TEMPAT PELAYANAN DAN PROVINSI TAHUN 2018
PUS Peserta KB
No Provinsi FKRTL FKTP Jejaring Pelayanan Bergerak Lainnya
Peserta % Peserta % Peserta % Peserta % Peserta %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12)
1 Aceh 9.741 2,77 106.446 30,27 203.026 57,73 3.357 0,95 29.099 8,27
2 Sumatera Utara 78.093 9,05 172.188 19,94 465.646 53,93 29.529 3,42 117.912 13,66
3 Sumatera Barat 25.117 5,91 89.944 21,18 281.571 66,29 4.800 1,13 23.321 5,49
4 Riau 22.098 5,57 93.370 23,51 233.745 58,87 6.418 1,62 41.448 10,44
5 Jambi 11.283 2,61 73.896 17,11 289.982 67,12 14.814 3,43 42.032 9,73
6 Sumatera Selatan 15.837 1,92 139.980 16,98 621.123 75,36 16.551 2,01 30.754 3,73
7 Bengkulu 6.803 3,04 45.759 20,45 153.084 68,40 8.150 3,64 10.008 4,47
8 Lampung 20.787 2,45 180.516 21,24 596.010 70,13 8.186 0,96 44.337 5,22
9 Kepulauan Bangka Belitung 3.526 2,45 12.986 9,03 106.919 74,37 3.069 2,13 17.273 12,01
10 Kepulauan Riau 14.610 11,58 23.647 18,75 65.313 51,78 968 0,77 21.595 17,12
11 DKI Jakarta 77.563 13,19 202.541 34,44 225.303 38,31 7.470 1,27 75.286 12,80
12 Jawa Barat 279.763 5,31 885.556 16,81 3.509.994 66,62 65.956 1,25 527.383 10,01
13 Jawa Tengah 245.446 6,42 661.800 17,32 2.610.953 68,33 27.413 0,72 275.598 7,21
14 DI Yogyakarta 42.485 13,25 103.606 32,32 140.863 43,95 1.520 0,47 32.059 10,00
15 Jawa Timur 96.490 2,33 250.149 6,03 894.804 21,57 10.901 0,26 2.895.085 69,80
16 Banten 75.030 6,75 231.453 20,81 689.599 61,99 23.847 2,14 92.447 8,31
17 Bali 27.914 7,51 100.260 26,96 219.268 58,95 2.431 0,65 22.056 5,93
18 Nusa Tenggara Barat 16.138 2,83 117.767 20,67 379.763 66,67 10.852 1,91 45.096 7,92
19 Nusa Tenggara Timur 12.547 6,98 80.634 44,84 75.906 42,21 1.599 0,89 9.157 5,09
20 Kalimantan Barat 10.468 4,08 66.771 26,05 156.815 61,18 3.170 1,24 19.112 7,46
21 Kalimantan Tengah 3.530 1,62 55.106 25,22 128.379 58,76 2.039 0,93 29.424 13,47
22 Kalimantan Selatan 7.626 1,67 77.579 16,98 271.446 59,41 11.078 2,42 89.191 19,52
23 Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara 22.095 6,96 95.488 30,08 151.412 47,70 4.022 1,27 44.380 13,98
24 Sulawesi Utara 16.043 6,03 94.564 35,56 111.934 42,10 11.678 4,39 31.683 11,92
25 Sulawesi Tengah 7.889 2,67 62.325 21,11 184.514 62,49 6.027 2,04 34.497 11,68
26 Sulawesi Selatan 34.452 4,39 233.417 29,76 434.952 55,46 13.472 1,72 67.970 8,67
27 Sulawesi Tenggara 12.955 7,10 57.495 31,52 88.862 48,72 5.496 3,01 17.601 9,65
28 Gorontalo 5.191 4,37 47.752 40,24 43.971 37,05 6.622 5,58 15.130 12,75
29 Sulawesi Barat 2.498 2,25 29.086 26,22 68.845 62,06 2.399 2,16 8.103 7,30
30 Maluku 3.079 3,50 34.898 39,70 41.656 47,39 1.720 1,96 6.547 7,45
31 Maluku Utara 2.347 2,58 30.335 33,37 52.713 57,99 2.134 2,35 3.373 3,71
32 Papua Barat 1.428 5,86 12.486 51,21 8.123 33,31 120 0,49 2.226 9,13
33 Papua 2.463 7,61 20.484 63,27 7.180 22,18 215 0,66 2.033 6,28
Indonesia 1.213.335 5,00 4.490.284 18,51 13.513.674 55,71 318.023 1,31 4.723.216 19,47
Sumber: Profil Keluarga Indonesia 2018, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, 2018 (data per Juni 2018)
Catatan: Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara digabung
Lampiran 5.9
CAKUPAN IMUNISASI Td PADA WANITA USIA SUBUR MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 Aceh 127.730 9.978 7,81 9.737 7,62 8.552 6,70 5.355 4,19 4.556 3,6 28.200 22,08
2 Sumatera Utara 336.528 4.224 1,26 912 0,27 1.328 0,39 861 0,26 940 0,3 4.041 1,20
3 Sumatera Barat 121.161 15.731 12,98 17.576 14,51 14.836 12,24 12.565 10,37 11.326 9,3 56.303 46,47
4 Riau 169.817 7.529 4,43 8.794 5,18 12.357 7,28 12.567 7,40 14.748 8,7 48.466 28,54
5 Jambi 72.717 16.699 22,96 18.107 24,90 13.375 18,39 9.418 12,95 7.449 10,2 48.349 66,49
6 Sumatera Selatan 177.728 81.058 45,61 77.574 43,65 24.401 13,73 22.509 12,66 21.016 11,8 145.500 81,87
7 Bengkulu 41.005 5.118 12,48 4.789 11,68 3.563 8,69 3.332 8,13 2.966 7,2 14.650 35,73
8 Lampung 168.098 4.298 2,56 4.359 2,59 4.987 2,97 5.517 3,28 6.321 3,8 21.184 12,60
9 Kepulauan Bangka Belitung 30.100 560 1,86 886 2,94 2.593 8,61 2.860 9,50 3.748 12,5 10.087 33,51
10 Kepulauan Riau 45.792 2.892 6,32 2.986 6,52 2.248 4,91 2.259 4,93 2.136 4,7 9.629 21,03
11 DKI Jakarta 187.291 28.050 14,98 30.343 16,20 30.053 16,05 26.442 14,12 26.673 14,2 113.511 60,61
12 Jawa Barat 966.319 482.946 49,98 474.770 49,13 189.155 19,57 117.101 12,12 81.796 8,5 862.822 89,29
13 Jawa Tengah 585.466 104.617 17,87 80.438 13,74 79.639 13,60 74.245 12,68 80.249 13,7 314.570 53,73
14 DI Yogyakarta 59.612 77 0,13 863 1,45 13.619 22,85 14.041 23,55 14.499 24,3 43.022 72,17
15 Jawa Timur 627.901 13.433 2,14 18.467 2,94 27.665 4,41 58.553 9,33 244.160 38,9 348.846 55,56
16 Banten 266.543 111.650 41,89 74.009 27,77 45.972 17,25 31.072 11,66 24.490 9,2 175.543 65,86
17 Bali 71.248 30 0,04 47 0,07 1.029 1,44 9.962 13,98 36.545 51,3 47.583 66,79
18 Nusa Tenggara Barat 114.583 32.603 28,45 28.478 24,85 21.137 18,45 16.580 14,47 12.297 10,7 78.492 68,50
19 Nusa Tenggara Timur 151.486 18.217 12,03 14.544 9,60 9.028 5,96 5.425 3,58 5.377 3,5 34.374 22,69
20 Kalimantan Barat 111.150 15.371 13,83 6.771 6,09 11.129 10,01 9.526 8,57 9.355 8,4 36.781 33,09
21 Kalimantan Tengah 59.151 9.712 16,42 8.988 15,20 3.179 5,37 1.922 3,25 2.003 3,4 16.092 27,20
22 Kalimantan Selatan 89.426 6.122 6,85 8.185 9,15 6.359 7,11 3.867 4,32 2.332 2,6 20.743 23,20
23 Kalimantan Timur 82.394 5.606 6,80 5.277 6,40 4.253 5,16 3.259 3,96 3.330 4,0 16.119 19,56
24 Kalimantan Utara 13.354 707 5,29 790 5,92 819 6,13 746 5,59 619 4,6 2.974 22,27
25 Sulawesi Utara 45.238 13.384 29,59 10.339 22,85 3.045 6,73 1.482 3,28 904 2,0 15.770 34,86
26 Sulawesi Tengah 69.220 12.442 17,97 10.142 14,65 11.185 16,16 8.732 12,61 7.013 10,1 37.072 53,56
27 Sulawesi Selatan 186.128 58.989 31,69 20.660 11,10 25.445 13,67 11.677 6,27 12.462 6,7 70.244 37,74
28 Sulawesi Tenggara 68.625 17.620 25,68 14.847 21,64 9.173 13,37 6.929 10,10 5.348 7,8 36.297 52,89
29 Gorontalo 26.191 14.744 56,29 9.426 35,99 1.947 7,43 1.160 4,43 1.206 4,6 13.739 52,46
30 Sulawesi Barat 35.927 5.438 15,14 4.841 13,47 3.398 9,46 1.606 4,47 1.150 3,2 10.995 30,60
31 Maluku 48.884 22.320 45,66 12.344 25,25 5.880 12,03 2.864 5,86 2.823 5,8 23.911 48,91
32 Maluku Utara 32.047 14.339 44,74 12.540 39,13 3.545 11,06 1.802 5,62 1.519 4,7 19.406 60,55
33 Papua Barat 23.863 828 3,47 776 3,25 626 2,62 524 2,20 824 3,5 2.750 11,52
34 Papua 78.420 6.360 8,11 4.706 6,00 2.557 3,26 1.616 2,06 1.918 2,4 10.797 13,77
Indonesia 5.291.143 1.143.692 21,62 998.311 18,87 598.077 11,30 488.376 9,23 654.098 12,36 2.738.862 51,76
Sumber : Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2019 (data per 2 Mei 2019)
Lampiran 5.11
CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Sasaran BCG HB<7 HARI DPT-HB-HiB (1) DPT-HB-HiB (3) Polio 4 Campak/MR (1) IPV Imunisasi Dasar Lengkap
Kelahiran
No Provinsi Surviving I
Hidup*
nfants * Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18)
1 Aceh 116.118 114.439 81.337 70,05 96.955 83,50 79.639 69,59 74.010 64,67 75.983 66,40 68.697 60,0 31.719 27,72 63.242 55,26
2 Sumatera Utara 305.935 299.284 273.063 89,26 216.136 70,65 274.804 91,82 268.453 89,70 267.740 89,46 248.658 83,1 158.558 52,98 251.415 84,01
3 Sumatera Barat 110.146 107.928 85.321 77,46 87.191 79,16 85.076 78,83 82.335 76,29 81.743 75,74 82.623 76,6 51.752 47,95 80.099 74,22
4 Riau 154.379 150.831 117.821 76,32 108.769 70,46 118.319 78,44 114.537 75,94 113.913 75,52 113.111 75,0 91.484 60,65 107.030 70,96
5 Jambi 66.106 64.390 66.231 100,19 66.148 100,06 65.711 102,05 63.879 99,21 63.839 99,14 65.238 101,3 53.764 83,50 63.551 98,70
6 Sumatera Selatan 161.571 157.819 159.783 98,89 154.520 95,64 162.080 102,70 160.630 101,78 158.245 100,27 164.659 104,3 130.438 82,65 159.022 100,76
7 Bengkulu 37.277 36.292 33.342 89,44 32.621 87,51 33.286 91,72 32.482 89,50 32.348 89,13 33.781 93,1 26.518 73,07 34.810 95,92
8 Lampung 152.816 149.529 146.562 95,91 147.681 96,64 148.159 99,08 148.213 99,12 147.780 98,83 150.207 100,5 82.564 55,22 149.409 99,92
9 Kepulauan Bangka Belitung 27.364 26.809 25.394 92,80 40.481 147,94 25.022 93,33 24.038 89,66 24.015 89,58 24.653 92,0 21.736 81,08 24.752 92,33
10 Kepulauan Riau 41.629 41.776 41.898 100,65 42.151 101,25 41.579 99,53 40.854 97,79 40.528 97,01 45.288 108,4 22.949 54,93 41.325 98,92
11 DKI Jakarta 170.265 172.493 172.318 101,21 170.275 100,01 178.866 103,69 177.768 103,06 178.094 103,25 176.960 102,6 163.048 94,52 175.178 101,56
12 Jawa Barat 878.472 867.393 908.807 103,45 910.696 103,67 910.696 104,99 892.358 102,88 885.192 102,05 804.611 92,8 486.103 56,04 840.472 96,90
13 Jawa Tengah 532.242 524.487 536.811 100,86 536.613 100,82 531.197 101,28 530.551 101,16 533.779 101,77 543.019 103,5 469.082 89,44 540.173 102,99
14 DI Yogyakarta 54.193 54.496 39.269 72,46 39.215 72,36 39.215 71,96 39.095 71,74 39.089 71,73 38.649 70,9 0 0,00 38.587 70,81
15 Jawa Timur 570.819 562.913 558.179 97,79 556.986 97,58 559.938 99,47 552.937 98,23 553.022 98,24 550.502 97,8 471.222 83,71 553.260 98,29
16 Banten 242.312 238.918 242.592 100,12 251.971 103,99 236.801 99,11 229.423 96,03 229.206 95,94 225.875 94,5 153.358 64,19 219.169 91,73
17 Bali 64.771 63.946 65.816 101,61 65.544 101,19 65.246 102,03 63.973 100,04 64.011 100,10 64.208 100,4 52.363 81,89 63.641 99,52
18 Nusa Tenggara Barat 104.166 100.117 100.309 96,30 97.906 93,99 104.021 103,90 101.223 101,10 101.131 101,01 102.805 102,7 94.113 94,00 101.615 101,50
19 Nusa Tenggara Timur 137.715 131.788 79.104 57,44 70.387 51,11 69.544 52,77 59.845 45,41 71.435 54,20 75.230 57,1 34.666 26,30 68.162 51,72
20 Kalimantan Barat 101.045 98.414 83.458 82,59 80.801 79,97 83.831 85,18 81.355 82,67 82.480 83,81 87.807 89,2 42.922 43,61 78.219 79,48
21 Kalimantan Tengah 53.774 51.708 46.565 86,59 46.695 86,84 45.905 88,78 44.728 86,50 44.784 86,61 51.797 100,2 34.750 67,20 44.192 85,46
22 Kalimantan Selatan 81.296 78.774 68.696 84,50 69.940 86,03 69.940 88,79 64.686 82,12 65.030 82,55 71.869 91,2 50.763 64,44 66.763 84,75
23 Kalimantan Timur 74.904 70.736 68.764 91,80 49.961 66,70 69.236 97,88 67.546 95,49 66.759 94,38 67.734 95,8 52.053 73,59 65.972 93,27
24 Kalimantan Utara 12.140 15.053 12.261 101,00 11.351 93,50 11.965 79,49 11.204 74,43 11.307 75,11 10.821 71,9 7.715 51,25 11.511 76,47
25 Sulawesi Utara 41.125 40.457 37.848 92,03 37.019 90,02 38.498 95,16 38.219 94,47 37.977 93,87 38.820 96,0 33.221 82,11 36.423 90,03
26 Sulawesi Tengah 62.927 60.656 57.278 91,02 66.597 105,83 55.191 90,99 55.037 90,74 54.988 90,66 60.399 99,6 42.750 70,48 58.734 96,83
27 Sulawesi Selatan 169.207 164.996 155.260 91,76 152.535 90,15 153.983 93,33 146.302 88,67 148.346 89,91 160.408 97,2 116.904 70,85 153.072 92,77
28 Sulawesi Tenggara 62.386 60.463 53.372 85,55 46.110 73,91 52.933 87,55 50.281 83,16 49.256 81,46 52.442 86,7 38.602 63,84 51.617 85,37
29 Gorontalo 23.810 22.935 18.696 78,52 18.295 76,84 18.708 81,57 18.469 80,53 17.943 78,23 19.123 83,4 11.171 48,71 18.864 82,25
30 Sulawesi Barat 32.661 31.000 24.296 74,39 24.223 74,16 23.790 76,74 22.684 73,17 23.872 77,01 25.832 83,3 18.798 60,64 24.108 77,77
31 Maluku 44.440 42.237 35.183 79,17 30.043 67,60 35.531 84,12 33.841 80,12 35.151 83,22 29.628 70,1 13.571 32,13 34.276 81,15
32 Maluku Utara 29.134 28.091 21.005 72,10 18.856 64,72 21.568 76,78 21.305 75,84 21.176 75,38 20.523 73,1 10.026 35,69 21.142 75,26
33 Papua Barat 21.694 20.686 18.450 85,04 22.869 105,41 16.313 78,86 15.517 75,01 15.542 75,13 17.761 85,9 9.784 47,30 16.699 80,73
34 Papua 71.291 68.170 46.714 65,53 31.666 44,42 49.080 72,00 42.665 62,59 42.865 62,88 48.124 70,6 18.037 26,46 20.177 29,60
Indonesia 4.810.130 4.720.024 4.481.802 93,17 4.399.206 91,46 4.475.671 94,82 4.370.443 92,59 4.378.568 92,77 4.341.863 92,0 3.096.504 65,60 4.276.681 90,61
Sumber : Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 2 Mei 2019)
*Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 117 Tahun 2015 tentang Data Penduduk Sasaran Program Pembangunan Kesehatan Tahun 2015-2019
Catatan : (1) Sejak tahun 2013 sesuai kebijakan nasional, Provinsi DI Yogyakarta hanya memberikan tiga dosis polio secara suntik melalui pemberian IPV, cakupan imunisasi polio 4 di DI Yogyakarta merupakan Polio 3
(2) Mulai tahun 2017, telah dilakukan introduksi vaksin polio suntik (IPV) ke dalam Program Imunisasi Nasional;
Lampiran 5.13
DROP OUT RATE CAKUPAN IMUNISASI DPT/HB/HiB(1) - CAMPAK DAN CAKUPAN IMUNISASI DPT/HB/HiB(1) - DPT/HB/HiB(3)
PADA BAYI MENURUT PROVINSI TAHUN 2016-2018
2017 2018
No Provinsi
Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Aceh 4,80 15,70 78,10 1,40 6,30 14,40 76,30 3,00
2 Sumatera Utara 4,60 11,40 81,70 2,40 5,80 12,90 76,50 4,90
3 Sumatera Barat 3,40 11,90 83,40 1,30 3,90 13,00 82,10 1,00
4 Riau 4,30 10,40 84,10 1,10 4,40 11,20 80,70 3,60
5 Jambi 2,60 8,70 86,20 2,40 4,90 8,20 81,90 5,10
6 Sumatera Selatan 1,90 8,90 88,30 1,00 3,90 8,40 83,60 4,00
7 Bengkulu 2,50 9,00 86,70 1,70 2,40 10,40 81,70 5,50
8 Lampung 2,90 11,60 83,70 1,90 2,70 10,20 84,70 2,40
9 Kep. Bangka Belitung 4,70 12,90 80,80 1,70 4,60 12,50 80,30 2,50
10 Kepulauan Riau 3,40 11,90 82,90 1,80 2,70 8,80 84,40 4,10
11 DKI Jakarta 4,40 10,10 82,40 3,10 1,50 11,70 84,10 2,70
12 Jawa Barat 2,90 10,00 85,80 1,30 2,50 8,10 87,20 2,20
13 Jawa Tengah 2,70 10,60 85,40 1,30 3,50 11,50 83,00 2,10
14 DI Yogyakarta 2,80 11,40 83,90 1,90 1,40 9,90 87,50 1,20
15 Jawa Timur 2,50 9,90 85,80 1,70 3,60 11,60 82,20 2,60
16 Banten 3,60 11,80 83,70 1,00 3,00 10,60 83,30 3,10
17 Bali 1,70 6,30 87,70 4,30 1,60 11,20 85,00 2,10
18 Nusa Tenggara Barat 3,40 13,10 82,10 1,50 4,40 14,40 78,80 2,30
19 Nusa Tenggara Timur 6,80 16,00 76,10 1,10 6,90 17,60 74,00 1,50
20 Kalimantan Barat 6,20 15,70 76,00 2,00 5,20 14,30 77,50 3,00
21 Kalimantan Tengah 5,30 14,80 77,20 2,80 4,70 13,80 77,30 4,20
22 Kalimantan Selatan 3,60 12,90 82,50 1,00 3,90 14,50 80,30 1,30
23 Kalimantan Timur 4,50 13,10 81,00 1,40 3,40 7,40 85,90 3,30
24 Kalimantan Utara 5,00 12,80 81,20 1,00 1,70 15,80 80,60 2,00
25 Sulawesi Utara 3,00 11,10 84,00 1,80 6,30 10,90 80,00 2,80
26 Sulawesi Tengah 4,70 15,30 78,00 2,00 3,80 15,50 79,10 1,60
27 Sulawesi Selatan 4,50 15,20 79,40 0,90 4,80 14,80 77,50 2,90
28 Sulawesi Tenggara 4,50 13,30 80,90 1,30 6,30 13,20 78,80 1,70
29 Gorontalo 5,50 14,70 79,20 0,60 8,10 16,00 71,30 4,70
30 Sulawesi Barat 4,90 16,20 78,30 0,70 5,70 14,20 79,50 0,60
31 Maluku 4,70 13,80 78,50 2,90 10,30 12,50 74,40 2,80
32 Maluku Utara 4,20 9,70 84,50 1,50 6,50 14,40 74,80 4,30
33 Papua Barat 5,10 14,80 78,60 1,50 4,10 12,10 80,90 2,90
34 Papua 6,50 11,70 77,90 3,90 4,50 11,70 77,70 6,10
Indonesia 3,50 11,30 83,50 1,60 3,80 11,40 82,00 2,70
Sumber:
Tahun 2017: Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2017, Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, 2018
Tahun 2018: Riskesdas Tahun 2018, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes, 2019
Lampiran 5.23
PERSENTASE BALITA USIA 0-59 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN INDEKS BB/U
MENURUT PROVINSI TAHUN 2017-2018
2017 2018
No Provinsi
Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Aceh 5,90 18,90 74,10 1,10 6,70 16,80 73,60 2,90
2 Sumatera Utara 5,30 13,10 79,80 1,90 5,40 14,30 76,30 4,00
3 Sumatera Barat 3,30 14,20 81,60 0,90 3,50 15,40 79,50 1,60
4 Riau 4,20 14,00 80,60 1,20 4,30 14,00 78,10 3,50
5 Jambi 3,00 10,50 84,50 1,90 3,80 11,90 80,00 4,20
6 Sumatera Selatan 2,10 10,20 86,70 1,10 4,90 12,30 78,60 4,20
7 Bengkulu 2,30 11,90 84,40 1,40 2,80 10,40 82,30 4,50
8 Lampung 3,50 15,00 79,90 1,60 3,10 12,80 81,20 2,80
9 Kep. Bangka Belitung 3,70 13,00 80,70 2,70 3,40 13,60 78,70 4,30
10 Kepulauan Riau 3,00 13,40 80,70 2,80 3,20 9,80 82,60 4,40
11 DKI Jakarta 3,00 11,00 82,10 3,80 2,30 12,00 80,90 4,80
12 Jawa Barat 2,90 12,20 83,20 1,70 2,60 10,60 84,30 2,50
13 Jawa Tengah 3,00 14,00 81,60 1,40 3,10 13,70 80,60 2,70
14 DI Yogyakarta 2,40 10,20 85,20 2,30 2,50 13,00 82,30 2,20
15 Jawa Timur 2,90 12,60 82,30 2,20 3,30 13,40 79,80 3,40
16 Banten 4,00 15,70 78,10 2,20 3,60 12,60 79,90 3,90
17 Bali 2,00 6,60 86,80 4,60 2,00 11,10 83,80 3,10
18 Nusa Tenggara Barat 4,30 18,30 76,50 0,90 5,90 20,50 71,50 2,10
19 Nusa Tenggara Timur 7,40 20,90 71,10 0,70 7,30 22,20 69,30 1,10
20 Kalimantan Barat 6,50 19,40 71,90 2,10 5,20 18,60 73,10 3,00
21 Kalimantan Tengah 6,00 17,60 73,40 3,00 5,50 16,30 74,10 4,10
22 Kalimantan Selatan 4,60 16,40 77,10 1,90 5,50 19,00 73,00 2,50
23 Kalimantan Timur 4,40 14,90 78,70 2,10 3,20 11,50 80,80 4,50
24 Kalimantan Utara 4,50 15,30 78,60 1,60 2,40 14,40 80,30 2,90
25 Sulawesi Utara 3,30 12,00 82,70 2,00 4,20 11,20 81,60 2,90
26 Sulawesi Tengah 6,20 19,90 72,50 1,40 4,80 18,60 74,70 1,80
27 Sulawesi Selatan 4,90 17,90 76,00 1,20 4,60 18,40 74,20 2,90
28 Sulawesi Tenggara 6,50 17,30 75,20 1,00 5,60 16,40 76,20 1,80
29 Gorontalo 6,00 17,50 75,90 0,60 6,80 19,30 69,10 4,70
30 Sulawesi Barat 4,90 19,90 74,30 0,90 6,30 18,40 74,10 1,20
31 Maluku 5,80 17,90 74,50 1,80 7,40 17,50 72,40 2,70
32 Maluku Utara 4,10 13,40 81,50 1,00 5,60 16,60 74,80 3,00
33 Papua Barat 6,60 17,40 74,90 1,20 5,10 14,10 77,50 3,20
34 Papua 6,80 12,80 77,80 2,60 5,10 11,40 76,00 7,40
Indonesia 3,80 14,00 80,40 1,80 3,90 13,80 79,20 3,10
Sumber:
Tahun 2017: Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, 2018
Tahun 2018: Riskesdas Tahun 2018, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes, 2019
Lampiran 5.24
PERSENTASE BALITA USIA 0-23 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN INDEKS TB/U
MENURUT PROVINSI TAHUN 2017-2018
2017 2018
No Provinsi
Sangat Pendek Pendek Normal Sangat Pendek Pendek Normal
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 8,50 15,40 76,10 18,9 19,0 62,1
2 Sumatera Utara 8,50 11,80 79,80 13,6 18,6 67,9
3 Sumatera Barat 6,30 12,30 81,40 10,6 18,2 71,1
4 Riau 8,40 12,90 78,70 9,8 15,0 75,2
5 Jambi 5,80 11,40 82,80 15,7 14,6 69,7
6 Sumatera Selatan 5,20 9,10 85,70 13,7 16,1 70,2
7 Bengkulu 5,90 13,40 80,80 10,4 18,6 71,0
8 Lampung 8,00 15,00 77,10 12,2 15,2 72,6
9 Kep. Bangka Belitung 8,40 13,50 78,10 9,5 13,8 76,7
10 Kepulauan Riau 3,80 12,40 83,80 8,6 21,5 69,9
11 DKI Jakarta 7,80 10,30 81,90 7,0 9,2 83,8
12 Jawa Barat 5,10 13,40 81,50 13,2 15,9 70,9
13 Jawa Tengah 5,50 12,90 81,60 13,9 19,4 66,8
14 DI Yogyakarta 4,60 9,80 85,60 8,3 12,2 79,5
15 Jawa Timur 5,10 12,80 82,10 15,2 18,4 66,4
16 Banten 8,10 11,80 80,00 8,7 14,6 76,7
17 Bali 3,40 10,20 86,30 9,2 15,4 75,3
18 Nusa Tenggara Barat 7,40 16,10 76,50 8,1 17,0 74,9
19 Nusa Tenggara Timur 12,80 17,00 70,10 17,4 18,5 64,1
20 Kalimantan Barat 10,90 17,40 71,80 13,1 18,3 68,5
21 Kalimantan Tengah 12,60 17,80 69,70 15,9 18,3 65,9
22 Kalimantan Selatan 10,10 14,10 75,80 13,3 18,2 68,5
23 Kalimantan Timur 6,50 16,30 77,20 11,8 18,2 70,0
24 Kalimantan Utara 10,90 15,40 73,70 8,7 22,1 69,2
25 Sulawesi Utara 12,70 14,20 73,10 11,9 14,7 73,4
26 Sulawesi Tengah 7,90 13,90 78,20 11,7 16,1 72,2
27 Sulawesi Selatan 6,10 15,70 78,20 13,3 20,6 66,2
28 Sulawesi Tenggara 10,50 14,50 75,10 10,3 16,0 73,6
29 Gorontalo 7,30 16,80 76,00 13,1 15,4 71,6
30 Sulawesi Barat 9,40 16,80 73,80 12,6 24,5 62,9
31 Maluku 7,60 12,70 79,60 14,1 17,8 68,1
32 Maluku Utara 5,00 10,30 84,70 12,3 19,6 68,1
33 Papua Barat 9,30 15,60 75,10 12,5 17,7 69,7
34 Papua 11,60 12,70 75,70 15,1 18,9 66,0
Indonesia 6,90 13,20 79,90 12,8 17,1 70,1
Sumber:
Tahun 2017: Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, 2018
Tahun 2018: Riskesdas Tahun 2018, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes, 2019
Lampiran 5.25
PERSENTASE BALITA USIA 0-59 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN INDEKS TB/U
MENURUT PROVINSI TAHUN 2017-2018
2017 2018
No Provinsi
Sangat Pendek Pendek Normal Sangat Pendek Pendek Normal
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1 Aceh 12,20 23,50 64,40 16,00 21,10 62,90
2 Sumatera Utara 12,50 16,00 71,50 13,20 19,20 67,60
3 Sumatera Barat 9,30 21,30 69,40 9,60 20,30 70,10
4 Riau 11,20 18,50 70,30 10,30 17,10 72,60
5 Jambi 8,80 16,40 74,80 13,40 16,80 69,90
6 Sumatera Selatan 7,90 14,90 77,20 14,40 17,20 68,30
7 Bengkulu 8,60 20,80 70,50 9,80 18,20 72,00
8 Lampung 10,10 21,50 68,50 9,60 17,70 72,70
9 Kep. Bangka Belitung 9,30 18,00 72,70 7,30 16,10 76,60
10 Kepulauan Riau 4,70 16,30 79,00 8,50 15,10 76,40
11 DKI Jakarta 7,20 15,50 77,40 6,10 11,50 82,40
12 Jawa Barat 8,40 20,80 70,80 11,70 19,40 68,90
13 Jawa Tengah 7,90 20,60 71,50 11,20 20,10 68,80
14 DI Yogyakarta 5,10 14,70 80,20 6,30 15,10 78,60
15 Jawa Timur 7,90 18,80 73,20 12,90 19,90 67,20
16 Banten 10,60 19,00 70,40 9,60 17,00 73,40
17 Bali 4,90 14,20 81,00 5,60 16,30 78,20
18 Nusa Tenggara Barat 11,20 26,00 62,70 9,20 24,30 66,50
19 Nusa Tenggara Timur 18,00 22,30 59,80 16,00 26,70 57,40
20 Kalimantan Barat 13,00 23,50 63,50 11,40 21,90 66,70
21 Kalimantan Tengah 15,40 23,60 61,10 12,70 21,30 66,00
22 Kalimantan Selatan 13,00 21,20 65,80 12,00 21,10 66,90
23 Kalimantan Timur 8,60 22,00 69,40 10,20 19,00 70,80
24 Kalimantan Utara 11,30 22,10 66,60 6,80 20,10 73,10
25 Sulawesi Utara 14,10 17,30 68,60 9,80 15,70 74,50
26 Sulawesi Tengah 14,00 22,10 63,90 11,90 20,40 67,70
27 Sulawesi Selatan 10,20 24,60 65,20 12,50 23,20 64,30
28 Sulawesi Tenggara 15,20 21,20 63,70 10,10 18,60 71,30
29 Gorontalo 11,20 20,50 68,30 12,70 19,80 67,50
30 Sulawesi Barat 14,90 25,10 59,90 16,20 25,40 58,40
31 Maluku 10,30 19,70 70,00 12,50 21,50 66,00
32 Maluku Utara 8,20 16,80 75,00 11,00 20,40 68,60
33 Papua Barat 13,40 19,90 66,80 11,70 16,10 72,30
34 Papua 15,90 16,90 67,20 15,30 17,80 66,90
Indonesia 9,80 19,80 70,40 11,50 19,30 69,20
Sumber:
Tahun 2017: Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, 2018
Tahun 2018: Riskesdas Tahun 2018, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes, 2019
Lampiran 5.26
PERSENTASE BALITA USIA 0-23 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN INDEKS BB/TB
MENURUT PROVINSI TAHUN 2017-2018
2017 2018
No Provinsi
Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Aceh 5,00 12,10 79,50 3,40 6,7 7,8 74,2 11,3
2 Sumatera Utara 6,70 10,20 77,40 5,70 6,3 8,3 74,7 10,7
3 Sumatera Barat 4,50 10,80 81,80 2,90 4,9 9,7 79,9 5,5
4 Riau 5,60 10,90 78,90 4,60 5,4 10,4 76,7 7,6
5 Jambi 4,60 8,20 82,60 4,60 7,2 7,0 73,6 12,2
6 Sumatera Selatan 3,20 7,70 85,90 3,20 5,9 5,4 77,5 11,2
7 Bengkulu 3,40 7,20 85,00 4,40 3,4 6,3 78,4 12,0
8 Lampung 4,10 7,40 83,90 4,50 4,9 6,9 79,3 8,9
9 Kep. Bangka Belitung 4,80 10,20 78,90 6,00 3,4 8,4 82,3 6,0
10 Kepulauan Riau 5,30 12,50 80,00 2,10 3,4 5,7 82,0 8,8
11 DKI Jakarta 4,70 9,80 82,60 3,00 4,5 8,1 81,2 6,2
12 Jawa Barat 2,70 7,80 87,30 2,20 4,0 5,4 80,8 9,8
13 Jawa Tengah 3,60 9,30 84,20 3,00 3,5 6,1 80,2 10,2
14 DI Yogyakarta 3,80 11,80 80,90 3,50 0,7 7,4 88,3 3,6
15 Jawa Timur 2,30 7,10 86,90 3,80 3,6 7,1 78,6 10,6
16 Banten 3,90 9,20 83,40 3,50 7,2 6,3 79,1 7,4
17 Bali 2,50 6,70 83,80 6,90 2,4 4,6 84,7 8,3
18 Nusa Tenggara Barat 2,20 7,30 85,70 4,90 4,6 10,3 80,6 4,5
19 Nusa Tenggara Timur 7,20 10,60 77,00 5,30 6,6 8,2 79,9 5,2
20 Kalimantan Barat 6,10 10,30 79,30 4,40 4,9 11,9 75,1 8,1
21 Kalimantan Tengah 4,10 8,60 82,10 5,20 4,2 8,6 76,5 10,7
22 Kalimantan Selatan 2,90 9,60 82,50 5,10 3,4 8,7 80,6 7,3
23 Kalimantan Timur 2,80 10,70 83,80 2,60 3,7 5,1 82,3 9,0
24 Kalimantan Utara 5,10 7,60 82,50 4,80 1,3 3,5 89,5 5,7
25 Sulawesi Utara 5,40 8,40 76,70 9,50 4,1 8,0 78,9 9,0
26 Sulawesi Tengah 4,60 10,80 81,10 3,50 4,0 10,5 80,8 4,7
27 Sulawesi Selatan 2,40 9,90 85,10 2,60 4,0 8,3 79,2 8,5
28 Sulawesi Tenggara 5,90 10,10 77,90 6,00 5,4 8,5 79,0 7,2
29 Gorontalo 5,10 10,60 80,60 3,70 5,3 10,3 78,7 5,7
30 Sulawesi Barat 3,50 9,30 85,30 1,90 3,7 8,6 82,5 5,2
31 Maluku 7,30 12,60 75,10 5,10 6,3 11,1 77,1 5,5
32 Maluku Utara 3,60 9,90 84,00 2,50 3,9 10,2 78,1 7,7
33 Papua Barat 7,20 12,30 73,20 7,30 5,9 6,0 79,7 8,4
34 Papua 7,60 9,80 76,90 5,70 5,0 8,2 71,8 15,0
Indonesia 3,90 8,90 83,50 3,70 4,5 7,2 79,2 9,0
Sumber:
Tahun 2017: Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, 2018
Tahun 2018: Riskesdas Tahun 2018, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes, 2019
Lampiran 5.27
PERSENTASE BALITA USIA 0-59 BULAN MENURUT STATUS GIZI DENGAN INDEKS BB/TB
MENURUT PROVINSI TAHUN 2017-2018
2017 2018
No Provinsi
Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk Sangat Kurus Kurus Normal Gemuk
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10)
1 Aceh 3,70 9,10 84,20 3,00 5,00 6,90 79,30 8,80
2 Sumatera Utara 5,70 7,70 80,80 5,90 4,60 7,50 79,10 8,90
3 Sumatera Barat 2,80 7,30 87,00 3,00 2,90 8,40 83,30 5,40
4 Riau 4,00 8,60 81,80 5,50 4,20 8,00 80,00 7,80
5 Jambi 3,80 6,80 84,40 5,00 5,70 6,30 77,10 10,80
6 Sumatera Selatan 2,00 5,80 88,00 4,20 4,70 6,70 77,80 10,80
7 Bengkulu 2,70 5,60 87,20 4,40 3,50 4,80 81,40 10,40
8 Lampung 2,90 6,40 86,50 4,20 3,90 6,80 82,20 7,20
9 Kep. Bangka Belitung 3,20 7,20 81,80 7,80 2,80 7,10 82,20 8,00
10 Kepulauan Riau 4,40 9,80 81,40 4,40 4,50 6,70 79,50 9,20
11 DKI Jakarta 2,60 7,30 83,30 6,80 3,90 6,20 82,00 7,90
12 Jawa Barat 1,60 4,80 89,80 3,80 3,20 5,20 82,90 8,70
13 Jawa Tengah 2,40 6,90 86,70 4,00 2,70 5,80 83,90 7,60
14 DI Yogyakarta 2,00 6,30 86,20 5,50 1,20 7,20 86,90 4,70
15 Jawa Timur 1,60 5,30 88,10 5,00 2,90 6,30 81,60 9,30
16 Banten 3,10 7,20 85,00 4,70 4,60 5,90 81,00 8,60
17 Bali 1,80 4,50 85,60 8,10 1,90 4,40 85,90 7,90
18 Nusa Tenggara Barat 2,20 6,40 88,00 3,50 4,40 10,00 82,30 3,30
19 Nusa Tenggara Timur 6,00 9,80 80,40 3,80 4,60 8,20 83,40 3,80
20 Kalimantan Barat 4,70 8,40 81,70 5,20 4,00 10,30 77,70 8,00
21 Kalimantan Tengah 3,50 7,10 83,70 5,80 4,00 9,90 76,20 9,80
22 Kalimantan Selatan 2,40 7,80 83,50 6,20 3,90 9,20 79,70 7,10
23 Kalimantan Timur 2,20 7,10 86,00 4,70 2,00 5,50 83,00 9,40
24 Kalimantan Utara 3,30 5,90 85,50 5,20 1,10 3,50 87,80 7,60
25 Sulawesi Utara 4,70 7,50 77,90 9,90 2,90 6,70 82,80 7,70
26 Sulawesi Tengah 3,90 8,60 84,40 3,10 3,70 9,20 83,70 3,50
27 Sulawesi Selatan 1,70 7,00 88,30 3,10 2,50 7,50 82,90 7,10
28 Sulawesi Tenggara 5,10 8,30 81,80 4,80 3,40 8,50 81,90 6,10
29 Gorontalo 4,40 8,50 82,60 4,50 3,80 10,60 80,20 5,40
30 Sulawesi Barat 2,10 6,80 88,70 2,40 3,20 7,30 84,00 5,50
31 Maluku 5,90 10,70 79,70 3,60 4,00 9,10 81,80 5,00
32 Maluku Utara 2,70 7,60 87,60 2,10 4,00 7,90 82,50 5,70
33 Papua Barat 6,00 10,40 78,20 5,40 3,90 8,30 80,00 7,80
34 Papua 5,80 7,80 80,60 5,70 4,80 5,50 76,50 13,20
Indonesia 2,80 6,70 85,90 4,60 3,50 6,70 81,80 8,00
Sumber:
Tahun 2017: Pemantauan Status Gizi Tahun 2017, Ditjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, 2018
Tahun 2018: Riskesdas Tahun 2018, Badan Litbang Kesehatan Kemenkes, 2019
Lampiran 5.28
PERSENTASE BAYI BARU LAHIR MENDAPAT INISIASI MENYUSU DINI (IMD)
DAN BAYI MENDAPAT ASI EKSKLUSIF MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
No Provinsi % Bayi baru lahir mendapat IMD % Bayi Mendapat ASI Eksklusif
(1) (2) (3) (4)
1 Aceh 62,48 48,17
2 Sumatera Utara 59,10 -
3 Sumatera Barat 79,24 68,11
4 Riau 66,52 35,01
5 Jambi 85,44 67,25
6 Sumatera Selatan 76,08 -
7 Bengkulu 70,32 65,46
8 Lampung 70,65 61,63
9 Kep. Bangka Belitung 83,53 -
10 Kepulauan Riau 85,21 -
11 DKI Jakarta 83,70 45,29
12 Jawa Barat 72,30 90,79
13 Jawa Tengah 78,59 45,21
14 DI Yogyakarta 87,50 67,55
15 Jawa Timur 67,66 77,51
16 Banten 67,44 39,31
17 Bali 50,65 58,28
18 Nusa Tenggara Barat 78,05 78,63
19 Nusa Tenggara Timur 60,17 52,67
20 Kalimantan Barat 67,15 62,14
21 Kalimantan Tengah 79,51 53,64
22 Kalimantan Selatan 75,16 -
23 Kalimantan Timur 76,95 70,02
24 Kalimantan Utara 66,53 61,00
25 Sulawesi Utara 37,70 38,69
26 Sulawesi Tengah 30,37 -
27 Sulawesi Selatan 84,09 70,43
28 Sulawesi Tenggara 86,14 47,53
29 Gorontalo 88,03 30,71
30 Sulawesi Barat 88,49 60,71
31 Maluku 23,18 -
32 Maluku Utara 75,41 60,05
33 Papua Barat - -
34 Papua 83,23 -
Indonesia 71,17 68,74
Sumber : Ditjen Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019
Keterangan : IMD = Inisiasi Menyusui Dini
"-" = Tidak ada data
Lampiran 5.29
PERSENTASE BALITA UMUR 6-59 BULAN MENDAPAT VITAMIN A DAN
PERSENTASE RERATA BALITA DITIMBANG PER BULAN MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Jenis Kelamin
No Provinsi Laki-laki Perempuan
Laki-laki + Perempuan
Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 5.135 64,51 2.825 35,49 7.960
2 Sumatera Utara 21.965 64,01 12.349 35,99 34.314
3 Sumatera Barat 6.821 63,02 4.003 36,98 10.824
4 Riau 8.394 62,40 5.057 37,60 13.451
5 Jambi 3.056 61,22 1.936 38,78 4.992
6 Sumatera Selatan 12.027 61,32 7.585 38,68 19.612
7 Bengkulu 2.273 60,52 1.483 39,48 3.756
8 Lampung 9.254 57,95 6.715 42,05 15.969
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.344 61,55 839 38,45 2.183
10 Kepulauan Riau 3.124 59,11 2.161 40,89 5.285
11 DKI Jakarta 24.231 56,50 18.657 43,50 42.888
12 Jawa Barat 59.030 54,76 48.773 45,24 107.803
13 Jawa Tengah 36.970 54,41 30.971 45,59 67.941
14 DI Yogyakarta 2.127 56,42 1.643 43,58 3.770
15 Jawa Timur 40.771 55,22 33.064 44,78 73.835
16 Banten 17.351 56,99 13.093 43,01 30.444
17 Bali 2.268 59,56 1.540 40,44 3.808
18 Nusa Tenggara Barat 3.988 61,74 2.471 38,26 6.459
19 Nusa Tenggara Timur 4.215 57,01 3.179 42,99 7.394
20 Kalimantan Barat 4.628 63,16 2.700 36,84 7.328
21 Kalimantan Tengah 2.369 64,27 1.317 35,73 3.686
22 Kalimantan Selatan 5.721 61,21 3.625 38,79 9.346
23 Kalimantan Timur 3.741 58,42 2.663 41,58 6.404
24 Kalimantan Utara 917 59,16 633 40,84 1.550
25 Sulawesi Utara 4.243 62,46 2.550 37,54 6.793
26 Sulawesi Tengah 4.361 61,22 2.762 38,78 7.123
27 Sulawesi Selatan 18.113 57,83 13.206 42,17 31.319
28 Sulawesi Tenggara 2.797 59,84 1.877 40,16 4.674
29 Gorontalo 2.077 56,59 1.593 43,41 3.670
30 Sulawesi Barat 1.292 58,91 901 41,09 2.193
31 Maluku 2.413 54,40 2.023 45,60 4.436
32 Maluku Utara 956 59,60 648 40,40 1.604
33 Papua Barat 1.208 52,66 1.086 47,34 2.294
34 Papua 6.223 54,04 5.292 45,96 11.515
Indonesia 325.403 57,43 241.220 42,57 566.623
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, Data per 1 Mei 2019
Lampiran 6.2
JUMLAH KASUS BARU TUBERKULOSIS PARU TERKONFIRMASI BAKTERIOLOGIS
MENURUT JENIS KELAMIN DAN PROVINSI TAHUN 2018
Jenis Kelamin
No Provinsi Laki-laki Perempuan
Laki-laki + Perempuan
Jumlah % Jumlah %
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 2.375 67,61 1.138 32,39 3.513
2 Sumatera Utara 10.831 64,76 5.893 35,24 16.724
3 Sumatera Barat 3.428 66,32 1.741 33,68 5.169
4 Riau 3.717 65,96 1.918 34,04 5.635
5 Jambi 1.936 63,45 1.115 36,55 3.051
6 Sumatera Selatan 5.669 62,86 3.350 37,14 9.019
7 Bengkulu 1.056 64,35 585 35,65 1.641
8 Lampung 4.982 59,03 3.458 40,97 8.440
9 Kepulauan Bangka Belitung 740 64,18 413 35,82 1.153
10 Kepulauan Riau 1.626 60,60 1.057 39,40 2.683
11 DKI Jakarta 9.176 59,12 6.344 40,88 15.520
12 Jawa Barat 21.108 57,72 15.462 42,28 36.570
13 Jawa Tengah 14.045 57,28 10.475 42,72 24.520
14 DI Yogyakarta 843 57,31 628 42,69 1.471
15 Jawa Timur 18.133 57,73 13.278 42,27 31.411
16 Banten 5.930 60,69 3.841 39,31 9.771
17 Bali 1.205 61,83 744 38,17 1.949
18 Nusa Tenggara Barat 2.435 62,29 1.474 37,71 3.909
19 Nusa Tenggara Timur 2.160 58,82 1.512 41,18 3.672
20 Kalimantan Barat 2.514 64,79 1.366 35,21 3.880
21 Kalimantan Tengah 1.211 64,93 654 35,07 1.865
22 Kalimantan Selatan 2.394 64,18 1.336 35,82 3.730
23 Kalimantan Timur 1.793 59,87 1.202 40,13 2.995
24 Kalimantan Utara 458 62,65 273 37,35 731
25 Sulawesi Utara 2.920 62,42 1.758 37,58 4.678
26 Sulawesi Tengah 2.021 62,38 1.219 37,62 3.240
27 Sulawesi Selatan 5.893 58,91 4.111 41,09 10.004
28 Sulawesi Tenggara 1.831 59,78 1.232 40,22 3.063
29 Gorontalo 1.476 56,97 1.115 43,03 2.591
30 Sulawesi Barat 906 59,25 623 40,75 1.529
31 Maluku 1.117 56,61 856 43,39 1.973
32 Maluku Utara 638 60,70 413 39,30 1.051
33 Papua Barat 508 53,93 434 46,07 942
34 Papua 2.303 56,50 1.773 43,50 4.076
Indonesia 139.378 60,03 92.791 39,97 232.169
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, Data per 1 Mei 2019
Lampiran 6.3
JUMLAH KASUS TUBERKULOSIS SEMUA TIPE
MENURUT KELOMPOK UMUR, JENIS KELAMIN, DAN PROVINSI TAHUN 2018
Jumlah Kasus
Jumlah Kasus Baru
No Provinsi Kumulatif
2016 2017 2018 1987-2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 60 78 89 497
2 Sumatera Utara 0 155 149 4.065
3 Sumatera Barat 152 267 347 1.958
4 Riau 371 383 269 2.470
5 Jambi 75 87 25 739
6 Sumatera Selatan 115 170 246 1.115
7 Bengkulu 77 29 55 415
8 Lampung 76 41 143 892
9 Kepulauan Bangka Belitung 27 57 38 503
10 Kepulauan Riau 224 208 289 1.573
11 DKI Jakarta 555 567 717 9.932
12 Jawa Barat 382 1251 247 6.749
13 Jawa Tengah 1402 1.719 1.941 10.111
14 DI Yogyakarta 112 50 48 1.459
15 Jawa Timur 1865 741 1.586 19.829
16 Banten 817 512 207 2.989
17 Bali 784 736 549 7.990
18 Nusa Tenggara Barat 75 93 27 813
19 Nusa Tenggara Timur 27 11 94 2.059
20 Kalimantan Barat 26 110 95 2.695
21 Kalimantan Tengah 59 12 25 272
22 Kalimantan Selatan 15 14 0 405
23 Kalimantan Timur 51 358 171 1.572
24 Kalimantan Utara 58 55 267 539
25 Sulawesi Utara 199 127 332 1.799
26 Sulawesi Tengah 106 144 2 763
27 Sulawesi Selatan 581 220 337 3.416
28 Sulawesi Tenggara 20 92 113 561
29 Gorontalo 37 61 5 215
30 Sulawesi Barat 9 6 0 25
31 Maluku 128 88 68 729
32 Maluku Utara 77 34 108 637
33 Papua Barat 0 0 0 1.741
34 Papua 1584 2012 1.601 22.538
Indonesia 10.146 10.488 10.190 114.065
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Data SIHA per 17 Januari 2019
Lampiran 6.10
JUMLAH DAN PERSENTASE KASUS AIDS PADA PENGGUNA NAPZA SUNTIKAN (IDU )
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Jumlah Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota Melaksanakan
No Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota Melaksanakan Deteksi Dini Target 2018 (%)
Deteksi Dini Hepatitis B (%)
Hepatitis B
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 23 20 60 86,96
2 Sumatera Utara 33 8 60 24,24
3 Sumatera Barat 19 18 60 94,74
4 Riau 12 7 60 58,33
5 Jambi 11 9 60 81,82
6 Sumatera Selatan 17 10 60 58,82
7 Bengkulu 10 7 60 70,00
8 Lampung 15 13 60 86,67
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 6 60 85,71
10 Kepulauan Riau 7 2 60 28,57
11 DKI Jakarta 6 6 60 100,00
12 Jawa Barat 27 17 60 62,96
13 Jawa Tengah 35 34 60 97,14
14 DI Yogyakarta 5 5 60 100,00
15 Jawa Timur 38 33 60 86,84
16 Banten 8 8 60 100,00
17 Bali 9 7 60 77,78
18 Nusa Tenggara Barat 10 10 60 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 22 8 60 36,36
20 Kalimantan Barat 14 12 60 85,71
21 Kalimantan Tengah 14 6 60 42,86
22 Kalimantan Selatan 13 13 60 100,00
23 Kalimantan Timur 10 10 60 100,00
24 Kalimantan Utara 5 3 60 60,00
25 Sulawesi Utara 15 12 60 80,00
26 Sulawesi Tengah 13 8 60 61,54
27 Sulawesi Selatan 24 24 60 100,00
28 Sulawesi Tenggara 17 12 60 70,59
29 Gorontalo 6 5 60 83,33
30 Sulawesi Barat 6 3 60 50,00
31 Maluku 11 1 60 9,09
32 Maluku Utara 10 5 60 50,00
33 Papua Barat 13 2 60 15,38
34 Papua 29 14 60 48,28
Indonesia 514 358 60 69,65
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, Data Per 12 Maret 2019
Lampiran 6.16
PERSENTASE IBU HAMIL HBsAg REAKTIF BERDASARKAN PEMERIKSAAN DARAH DENGAN MENGGUNAKAN TEST CEPAT HBsAg
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Perkiraan Diare Jumlah Penderita Diare yang Cakupan Pelayanan Diare Cakupan Penderita Diare
No Provinsi
di Sarana Kesehatan Dilayani di Sarana Kesehatan (%) Mendapatkan Oralit (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 142.595 72.805 51,06 70,51
2 Sumatera Utara 386.516 128.088 33,14 99,99
3 Sumatera Barat 145.316 122.201 84,09 100,00
4 Riau 184.003 80.498 43,75 87,30
5 Jambi 96.397 74.741 77,53 92,03
6 Sumatera Selatan 225.999 164.934 72,98 99,62
7 Bengkulu 53.009 21.093 39,79 97,05
8 Lampung 226.003 133.916 59,25 100,00
9 Kepulauan Bangka Belitung 39.417 19.455 49,36 98,96
10 Kepulauan Riau 57.686 25.073 43,46 100,00
11 DKI Jakarta 282.626 305.638 108,14 99,95
12 Jawa Barat 1.314.464 803.533 61,13 87,55
13 Jawa Tengah 931.253 573.625 61,60 77,77
14 DI Yogyakarta 102.678 67.580 65,82 96,27
15 Jawa Timur 1.066.523 742.060 69,58 100,00
16 Banten 342.623 236.699 69,08 99,37
17 Bali 115.888 58.064 50,10 90,68
18 Nusa Tenggara Barat 135.370 133.779 98,83 97,76
19 Nusa Tenggara Timur 145.031 70.236 48,43 90,23
20 Kalimantan Barat 135.045 64.731 47,93 96,45
21 Kalimantan Tengah 71.826 39.450 54,92 99,74
22 Kalimantan Selatan 112.933 67.818 60,05 78,30
23 Kalimantan Timur 98.519 71.401 72,47 78,70
24 Kalimantan Utara 19.343 14.770 76,36 84,17
25 Sulawesi Utara 67.079 20.626 30,75 84,06
26 Sulawesi Tengah 81.282 59.544 73,26 81,62
27 Sulawesi Selatan 236.843 167.900 70,89 67,72
28 Sulawesi Tenggara 76.418 32.359 42,34 83,98
29 Gorontalo 32.008 20.801 64,99 74,46
30 Sulawesi Barat 36.600 36.616 100,04 100,00
31 Maluku 47.892 5.902 12,32 94,27
32 Maluku Utara 33.281 15.403 46,28 91,29
33 Papua Barat 25.311 9.956 39,33 0,00
34 Papua 89.708 43.229 48,19 59,41
Indonesia 7.157.483 4.504.524 62,93 90,48
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, Data Per 12 Maret 2019
Lampiran 6.18
CAKUPAN PELAYANAN PENDERITA DIARE BALITA
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Perkiraan Diare Jumlah Penderita Diare yang di Cakupan Pelayanan Diare Cakupan Penderita Diare Cakupan Penderita Diare
No Provinsi
di Sarana Kesehatan Layani di Sarana Kesehatan (%) Mendapatkan Oralit (%) Mendapatkan Zinc (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 95.924 24.138 25,16 75,66 92,27
2 Sumatera Utara 255.909 42.747 16,70 99,98 98,94
3 Sumatera Barat 91.058 34.504 37,89 100,00 100,00
4 Riau 124.607 29.749 23,87 92,09 87,64
5 Jambi 54.206 28.020 51,69 92,74 89,57
6 Sumatera Selatan 134.428 61.872 46,03 99,46 96,19
7 Bengkulu 30.729 7.285 23,71 97,90 94,87
8 Lampung 129.295 42.942 33,21 100,00 99,89
9 Kepulauan Bangka Belitung 22.521 8.638 38,35 99,04 99,64
10 Kepulauan Riau 36.628 6.843 18,68 100,00 100,00
11 DKI Jakarta 152.742 104.695 68,54 99,86 99,99
12 Jawa Barat 732.324 339.418 46,35 91,28 93,17
13 Jawa Tengah 447.254 178.197 39,84 82,10 83,10
14 DI Yogyakarta 46.754 15.106 32,31 97,64 98,99
15 Jawa Timur 479.355 232.398 48,48 100,00 100,00
16 Banten 205.321 104.581 50,94 98,56 99,28
17 Bali 54.518 16.155 29,63 91,51 89,32
18 Nusa Tenggara Barat 84.016 63.751 75,88 98,57 99,14
19 Nusa Tenggara Timur 107.629 32.163 29,88 96,67 98,04
20 Kalimantan Barat 83.280 27.534 33,06 93,98 100,00
21 Kalimantan Tengah 42.849 15.478 36,12 99,90 99,53
22 Kalimantan Selatan 67.405 27.719 41,12 84,22 87,17
23 Kalimantan Timur 58.975 27.057 45,88 83,89 85,00
24 Kalimantan Utara 12.551 6.903 55,00 87,98 98,10
25 Sulawesi Utara 34.631 7.677 22,17 86,97 69,28
26 Sulawesi Tengah 50.481 22.634 44,84 82,99 84,55
27 Sulawesi Selatan 139.612 57.131 40,92 72,07 79,44
28 Sulawesi Tenggara 53.310 13.740 25,77 87,47 91,97
29 Gorontalo 18.971 8.933 47,09 76,16 87,99
30 Sulawesi Barat 25.314 12.464 49,24 100,00 100,00
31 Maluku 34.612 3.383 9,77 97,58 97,61
32 Maluku Utara 23.413 7.877 33,64 92,98 93,36
33 Papua Barat 16.817 5.210 30,98 - -
34 Papua 56.349 20.766 36,85 62,90 58,63
Indonesia 4.003.786 1.637.708 40,90 92,24 93,23
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, Data Per 12 Maret 2019
Lampiran 6.19
JUMLAH KASUS BARU KUSTA DAN CASE DETECTION RATE (CDR) PER 100.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI DAN JENIS KELAMIN TAHUN 2018
Faktor Risiko
Tanpa pemeriksaan
Tidak Diimunisasi
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Tidak Diketahui
Alkohol/Iodium
Meninggal
Bidan/Perawat
Bidan/Perawat
Tradisional
Tradisional
Tradisional
Total
Lain-lain
Lain-lain
No Provinsi
Gunting
Bambu
Dokter
Dokter
Tidak
TT2+
TT1
Ya
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17) (18) (19) (20) (21) (22) (23) (24) (25) (26) (27) (28) (29)
1 Aceh 1 0 0 1 1 1 1 1 1
2 Sumatera Utara 0 0 0
3 Sumatera Barat 0 0 0
4 Riau 1 0 0 1 1 1 1 1 1
5 Jambi 1 1 100 1 1 1 1 1 1
6 Sumatera Selatan 2 0 0 1 1 2 2 2 1 1 2
7 Bengkulu 0 0 0
8 Lampung 1 0 0 1 1 1 1 1 1
9 Kep. Bangka Belitung 0 0 0
10 Kepulauan Riau 0 0 0
11 DKI Jakarta 0 0 0
12 Jawa Barat 0 0 0
13 Jawa Tengah 0 0 0
14 DI Yogyakarta 0 0 0
15 Jawa Timur 0 0 0
16 Banten 0 0 0
17 Bali 0 0 0
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 0
19 Nusa Tenggara Timur 0 0 0
20 Kalimantan Barat 1 0 0 1 1 1 1 1 1
21 Kalimantan Tengah 3 3 100 2 1 3 3 1 2 3 1 2
22 Kalimantan Selatan 0 0 0
23 Kalimantan Timur 0 0 0
24 Kalimantan Utara 0 0 0
25 Sulawesi Utara 0 0 0
26 Sulawesi Tengah 0 0 0
27 Sulawesi Selatan 0 0 0
28 Sulawesi Tenggara 0 0 0
29 Gorontalo 0 0 0
30 Sulawesi Barat 0 0 0
31 Maluku 0 0 0
32 Maluku Utara 0 0 0
33 Papua Barat 0 0 0
34 Papua 0 0 0
Indonesia 10 4 40 2 6 0 1 1 2 1 5 2 0 1 8 1 0 7 2 1 7 1 1 1 8 2 0
Sumber: Ditjen P2P Kemenkes RI, 2019
Ket: Data per 10 Januari 2019
Lampiran 6.23
JUMLAH KASUS, MENINGGAL, DAN INCIDENCE RATE (IR) SUSPEK CAMPAK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Incidence Rate
No Provinsi Jumlah Penduduk Kasus Meninggal
(per 100.000 Penduduk)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Aceh 5.281.314 1.619 30,66 0
2 Sumatera Utara 14.415.391 144 1,00 0
3 Sumatera Barat 5.382.077 205 3,81 0
4 Riau 6.814.909 160 2,35 0
5 Jambi 3.570.272 291 8,15 0
6 Sumatera Selatan 8.370.320 505 6,03 0
7 Bengkulu 1.963.300 92 4,69 0
8 Lampung 8.370.485 346 4,13 0
9 Kep. Bangka Belitung 1.459.873 61 4,18 0
10 Kepulauan Riau 2.136.521 88 4,12 0
11 DKI Jakarta 10.467.629 578 5,52 0
12 Jawa Barat 48.683.861 254 0,52 0
13 Jawa Tengah 34.490.835 473 1,37 0
14 DI Yogyakarta 3.802.872 546 14,36 0
15 Jawa Timur 39.500.851 401 1,02 0
16 Banten 12.689.736 49 0,39 0
17 Bali 4.292.154 480 11,18 0
18 Nusa Tenggara Barat 5.013.687 201 4,01 0
19 Nusa Tenggara Timur 5.371.519 59 1,10 0
20 Kalimantan Barat 5.001.664 122 2,44 0
21 Kalimantan Tengah 2.660.209 59 2,22 0
22 Kalimantan Selatan 4.182.695 251 6,00 0
23 Kalimantan Timur 3.648.835 298 8,17 0
24 Kalimantan Utara 716.407 169 23,59 0
25 Sulawesi Utara 2.484.392 22 0,89 0
26 Sulawesi Tengah 3.010.443 0 0,00 0
27 Sulawesi Selatan 8.771.970 330 3,76 0
28 Sulawesi Tenggara 2.653.654 38 1,43 0
29 Gorontalo 1.185.492 21 1,77 0
30 Sulawesi Barat 1.355.554 158 11,66 0
31 Maluku 1.773.776 16 0,90 0
32 Maluku Utara 1.232.632 0 0,00 0
33 Papua Barat 937.458 2 0,21 0
34 Papua 3.322.526 391 11,77 0
Indonesia 265.015.313 8.429 3,18 0
Sumber: Ditjen P2P Kemenkes RI, 2019
Ket: Data per 10 Januari 2019
Lampiran 6.24
JUMLAH KASUS SUSPEK CAMPAK PER BULAN
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Laporan KLB
Konfirmasi Laboratorium
Gabungan Tanpa Spesimen
No Provinsi Total Darah Campak Rubella Negatif Pending Lab
(Campak dan Rubella)
(Serum) Sampel
Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus Frekuensi Kasus
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 Aceh 22 0 0 0 0 2 22 0 0 1 8 0 0
2 Sumatera Utara 32 1 5 1 10 1 5 0 0 2 18 0 0
3 Sumatera Barat 17 0 0 2 31 0 0 0 0 0 0 0 0
4 Riau 24 0 0 3 24 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Jambi 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Sumatera Selatan 33 1 8 2 51 0 0 0 0 1 11 0 0
7 Bengkulu 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
8 Lampung 14 0 0 2 9 1 5 0 0 0 0 0 0
9 Kep. Bangka Belitung 0 1 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Kepulauan Riau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 DKI Jakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Jawa Barat 9 0 0 0 0 0 0 1 15 0 0 0 0
13 Jawa Tengah 30 1 10 0 0 0 0 3 20 1 6 0 0
14 DI Yogyakarta 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 12 0 0
15 Jawa Timur 16 0 0 1 5 0 0 1 5 0 0 0 0
16 Banten 75 1 8 0 0 0 0 0 0 1 5 0 0
17 Bali 86 0 0 7 68 1 12 0 0 0 0 0 0
18 Nusa Tenggara Barat 14 2 14 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
19 Nusa Tenggara Timur 29 3 25 0 0 0 0 1 4 0 0 0 0
20 Kalimantan Barat 50 5 38 0 0 0 0 0 0 2 16 0 0
21 Kalimantan Tengah 6 0 0 1 6 0 0 0 0 0 0 0 0
22 Kalimantan Selatan 147 3 37 8 88 1 17 0 0 1 6 0 0
23 Kalimantan Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
24 Kalimantan Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
25 Sulawesi Utara 12 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
26 Sulawesi Tengah 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27 Sulawesi Selatan 8 2 12 6 43 1 12 0 0 0 0 0 0
28 Sulawesi Tenggara 0 1 72 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
29 Gorontalo 5 0 0 0 0 0 0 1 7 0 0 0 0
30 Sulawesi Barat 5 3 30 1 15 0 0 0 0 0 0 0 0
31 Maluku 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
32 Maluku Utara 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
33 Papua Barat 45 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34 Papua 0 1 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Indonesia 704 27 296 34 350 7 73 7 51 11 82 0 0
Sumber: Ditjen P2P Kemenkes RI, 2019
Ket: Data per 10 Januari 2019
Lampiran 6.28
JUMLAH KASUS DIFTERI MENURUT PROVINSI
TAHUN 2018
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (10) (11) (12) (13) (14)
1 Aceh 5.281.314 29.719 18.602 9.135 27.737 128 128 100% 0,02 19 4 0 0
2 Sumatera Utara 14.415.391 23.155 5.994 15.583 21.577 1.299 1.289 99% 0,09 21 12 0 0
3 Sumatera Barat 5.382.077 4.874 3.042 1.146 4.188 482 482 100% 0,09 16 2 1 0
4 Riau 6.814.909 2.771 1.859 911 2.770 74 70 95% 0,01 10 2 0 0
5 Jambi 3.570.272 18.658 11.835 6.546 18.381 189 181 96% 0,05 5 6 0 0
6 Sumatera Selatan 8.370.320 7.725 5.672 654 6.326 646 569 88% 0,08 8 9 0 0
7 Bengkulu 1.963.300 13.307 8.194 847 9.041 317 293 92% 0,16 3 7 0 0
8 Lampung 8.370.485 23.189 15.231 7.958 23.189 3.181 3.127 98% 0,38 10 4 1 0
9 Kep. Bangka Belitung 1.459.873 23.333 23.201 132 23.333 227 224 99% 0,16 5 2 0 0
10 Kepulauan Riau 2.136.521 2.153 1.832 234 2.066 238 235 99% 0,11 3 3 1 0
11 DKI Jakarta 10.467.629 63 63 0 63 63 63 100% 0,01 6 0 0 0
12 Jawa Barat 48.683.861 14.004 13.861 6 13.867 181 166 92% 0,00 23 4 0 0
13 Jawa Tengah 34.490.835 23.888 23.888 0 23.888 732 732 100% 0,02 30 5 0 0
14 DI Yogyakarta 3.802.872 6.102 2.333 0 2.333 30 29 97% 0,01 4 1 0 0
15 Jawa Timur 39.500.851 15.578 13.811 22 13.833 361 347 96% 0,01 38 0 0 0
16 Banten 12.689.736 55 22 33 55 55 55 100% 0,00 6 2 0 0
17 Bali 4.292.154 918 912 6 918 70 59 84% 0,02 9 0 0 0
18 Nusa Tenggara Barat 5.013.687 74.009 47.833 2.202 50.035 1.702 1.629 96% 0,34 3 6 1 0
19 Nusa Tenggara Timur 5.371.519 331.482 270.608 58.617 329.225 18.386 17.688 96% 3,42 0 11 6 5
20 Kalimantan Barat 5.001.664 31.661 14.964 16.697 31.661 99 85 86% 0,02 3 11 0 0
21 Kalimantan Tengah 2.660.209 18.180 9.296 8.834 18.130 664 621 94% 0,25 9 5 0 0
22 Kalimantan Selatan 4.182.695 20.161 13.270 6.891 20.161 844 827 98% 0,20 7 6 0 0
23 Kalimantan Timur 3.648.835 7.383 4.292 3.084 7.376 2.297 1.715 75% 0,63 3 4 2 1
24 Kalimantan Utara 716.407 2.703 1.187 1.516 2.703 27 27 100% 0,04 1 4 0 0
25 Sulawesi Utara 2.484.392 15.640 8.992 6.563 15.555 609 608 100% 0,25 6 8 1 0
26 Sulawesi Tengah 3.010.443 19.007 8.577 10.430 19.007 186 173 93% 0,06 4 9 0 0
27 Sulawesi Selatan 8.771.970 13.779 9.607 4.144 13.751 1.285 1.237 96% 0,15 19 5 0 0
28 Sulawesi Tenggara 2.653.654 13.306 5.760 7.546 13.306 831 772 93% 0,31 9 8 0 0
29 Gorontalo 1.185.492 4.197 2.521 1.676 4.197 58 57 98% 0,05 2 4 0 0
30 Sulawesi Barat 1.355.554 23.018 11.347 11.671 23.018 254 254 100% 0,19 3 3 0 0
31 Maluku 1.773.776 68.684 44.300 24.384 68.684 2.058 2.044 99% 1,16 0 5 6 0
32 Maluku Utara 1.232.632 18.329 10.011 8.166 18.177 485 447 92% 0,39 0 8 2 0
33 Papua Barat 937.458 92.410 73.545 18.865 92.410 7.957 7.425 93% 8,49 0 2 7 4
34 Papua 3.322.526 486.731 432.441 48.388 480.829 176.070 162.757 92% 52,99 0 6 5 18
Indonesia 265.015.313 1.450.172 1.118.903 282.887 1.401.790 222.085 206.415 93% 0,84 285 168 33 28
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Lampiran 6.31
ANNUAL PARASITE INSIDENCE (API) MALARIA PER 1.000 PENDUDUK
MENURUT PROVINSI TAHUN 2015-2018
API
No Provinsi
2015 2016 2017 2018
Persentase Persentase
Jumlah Kabupaten/Kota Jumlah Kabupaten/Kota
Jumlah Kabupaten/Kota Kabupaten/Kota Berhasil Kabupaten/Kota yang
No Provinsi Berhasil Menurunkan yang Masih Melaksanakan
Endemis Filariasis Menurunkan Mikrofilaria Masih Melaksanakan
Mikrofilaria < 1% POPM Filariasis
< 1% POPM Filariasis
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 Aceh 12 2 16,7% 10 83,3%
2 Sumatera Utara 9 7 77,8% 2 22,2%
3 Sumatera Barat 10 10 100,0% 0 0,0%
4 Riau 10 10 100,0% 0 0,0%
5 Jambi 5 4 80,0% 1 20,0%
6 Sumatera Selatan 9 5 55,6% 4 44,4%
7 Bengkulu 5 5 100,0% 0 0,0%
8 Lampung 1 1 100,0% 0 0,0%
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 5 71,4% 2 28,6%
10 Kepulauan Riau 3 1 33,3% 2 66,7%
11 DKI Jakarta 0 0 N/A 0 N/A
12 Jawa Barat 11 8 72,7% 3 27,3%
13 Jawa Tengah 9 0 0,0% 9 100,0%
14 DI Yogyakarta 0 0 N/A 0 N/A
15 Jawa Timur 0 0 N/A 0 N/A
16 Banten 5 5 100,0% 0 0,0%
17 Bali 0 0 N/A 0 N/A
18 Nusa Tenggara Barat 0 0 N/A 0 N/A
19 Nusa Tenggara Timur 18 3 16,7% 15 83,3%
20 Kalimantan Barat 9 0 0,0% 9 100,0%
21 Kalimantan Tengah 11 4 36,4% 7 63,6%
22 Kalimantan Selatan 8 4 50,0% 4 50,0%
23 Kalimantan Timur 6 3 50,0% 2 33,3%
24 Kalimantan Utara 4 1 25,0% 3 75,0%
25 Sulawesi Utara 0 0 N/A 0 N/A
26 Sulawesi Tengah 9 4 44,4% 5 55,6%
27 Sulawesi Selatan 4 3 75,0% 1 25,0%
28 Sulawesi Tenggara 12 6 50,0% 5 41,7%
29 Gorontalo 6 4 66,7% 2 33,3%
30 Sulawesi Barat 4 2 50,0% 2 50,0%
31 Maluku 8 0 0,0% 8 100,0%
32 Maluku Utara 6 1 16,7% 5 83,3%
33 Papua Barat 12 0 0,0% 12 100,0%
34 Papua 23 5 21,7% 18 78,3%
Indonesia 236 103 43,6% 131 55,5%
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Ket: * = kabupaten/kota non endemis filariasis
** = kabupaten/kota dalam masa pasca surveilans POPM filariasis
Lampiran 6.38
JUMLAH KABUPATEN/KOTA ELIMINASI FILARIASIS
MENURUT PROVINSI TAHUN 2018
Persentase Kabupaten/Kota
Jumlah Kabupaten/Kota yang
No Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota yang Memiliki Peraturan
Memiliki Peraturan KTR
KTR
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 23 14 60,87
2 Sumatera Utara 33 13 39,39
3 Sumatera Barat 19 18 94,74
4 Riau 12 9 75,00
5 Jambi 11 9 81,82
6 Sumatera Selatan 17 16 94,12
7 Bengkulu 10 7 70,00
8 Lampung 15 14 93,33
9 Kep. Bangka Belitung 7 7 100,00
10 Kepulauan Riau 7 5 71,43
11 DKI Jakarta 6 6 100,00
12 Jawa Barat 27 21 77,78
13 Jawa Tengah 35 20 57,14
14 DI Yogyakarta 5 5 100,00
15 Jawa Timur 38 22 57,89
16 Banten 8 6 75,00
17 Bali 9 9 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 10 10 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 22 9 40,91
20 Kalimantan Barat 14 5 35,71
21 Kalimantan Tengah 14 12 85,71
22 Kalimantan Selatan 13 13 100,00
23 Kalimantan Timur 10 10 100,00
24 Kalimantan Utara 5 3 60,00
25 Sulawesi Utara 15 11 73,33
26 Sulawesi Tengah 13 12 92,31
27 Sulawesi Selatan 24 23 95,83
28 Sulawesi Tenggara 17 13 76,47
29 Gorontalo 6 4 66,67
30 Sulawesi Barat 6 4 66,67
31 Maluku 11 11 100,00
32 Maluku Utara 10 5 50,00
33 Papua Barat 13 5 38,46
34 Papua 29 2 6,90
Indonesia 514 353 68,68
Sumber: Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2019
Lampiran 6.44
JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN
KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DI 50% SEKOLAH MENURUT PROVINSI S.D. TAHUN 2018
Jumlah Kejadian
No Jenis Bencana Total
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1 Banjir 6 23 14 10 6 5 4 0 2 5 3 12 90
2 Letusan Gunung Api 0 1 1 0 3 2 2 0 0 0 0 0 9
3 Gempa Bumi 3 0 0 2 0 1 3 9 0 3 0 0 21
4 Gempa Bumi dan Tsunami 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 3
5 Tanah Longsor 2 10 3 1 1 0 0 0 0 1 2 2 22
6 Banjir Bandang 1 3 2 2 0 1 1 0 1 2 3 7 23
7 Angin Puting Beliung 4 7 7 4 1 1 1 1 2 0 4 4 36
8 Gelombang Pasang/Badai 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1
9 Banjir dan Tanah Longsor 0 1 0 0 0 2 0 1 0 2 6 4 16
10 Tsunami 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 5
Sub Total Bencana Alam 16 45 27 19 11 12 12 11 8 13 18 34 226
1 Kebakaran 4 2 2 5 9 8 9 8 1 3 2 4 57
2 Kecelakaan Transportasi 1 1 0 4 1 3 1 1 1 2 0 1 16
3 Kecelakaan Industri 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1
4 Kejadian Luar Biasa (KLB) - Penyakit 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2
5 Kejadian Luar Biasa (KLB) - Keracunan 3 3 5 3 5 4 5 3 2 4 2 5 44
6 Gagal Teknologi 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Sub Total Bencana Non Alam 9 6 8 13 15 15 16 12 4 9 4 10 121
1 Konflik Sosial atau Kerusuhan Sosial 0 0 0 0 0 2 3 1 1 2 0 0 9
2 Aksi Teror dan Sabotase 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2
Sub Total Bencana Sosial 0 0 0 0 2 2 3 1 1 2 0 0 11
Total Jumlah Bencana 2018 25 51 35 32 28 29 31 24 13 24 22 44 358
Sumber : Pusat Krisis Kesehatan, Kemenkes RI, 2018 (data per 5 Januari 2019)
Lampiran 6.49
JUMLAH KORBAN AKIBAT KRISIS KESEHATAN MENURUT JENIS BENCANA
TAHUN 2018
3 Acute Upper Respiratory Infectios of Multiple and Unspecified Sites J06 34.578 7,44
Sumber: Siskohatkes, Pusat Kesehatan Haji, Kemenkes RI, 2019 (Update sampai dengan 1 Januari 2019)
Lampiran 6.53
JUMLAH JEMAAH HAJI WAFAT DI ARAB SAUDI BERDASARKAN PENYEBAB PENYAKIT
TAHUN 2018
No Provinsi
Jumlah Desa dan Jumlah Desa dan Jumlah Desa dan Jumlah Desa/Kelurahan
Jumlah Desa STBM % Jumlah Desa STBM % %
Kelurahan Kelurahan Kelurahan* STBM
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11)
1 Aceh 6.502 1.471 22,62 6.497 2.173 33,45 6.509 2.823 43,37
2 Sumatera Utara 5.924 1.093 18,45 6.110 1.416 23,18 6.113 2.309 37,77
3 Sumatera Barat 1.126 514 45,65 1.158 526 45,42 1.117 654 58,55
4 Riau 1.814 1.113 61,36 1.859 1.182 63,58 1.875 1.343 71,63
5 Jambi 1.547 543 35,10 1.562 656 42,00 1.562 935 59,86
6 Sumatera Selatan 3.191 1.366 42,81 3.239 1.682 51,93 3.261 2.085 63,94
7 Bengkulu 1.523 533 35,00 1.513 761 50,30 1.527 880 57,63
8 Lampung 2.626 1.081 41,17 2.640 1.249 47,31 2.643 1.674 63,34
9 Kepulauan Bangka Belitung 387 312 80,62 391 366 93,61 391 356 91,05
10 Kepulauan Riau 403 146 36,23 416 184 44,23 416 226 54,33
11 DKI Jakarta 267 26 9,74 267 116 43,45 267 200 74,91
12 Jawa Barat 5.936 2.401 40,45 5.957 2.549 42,79 5.937 3.316 55,85
13 Jawa Tengah 8.577 5.222 60,88 8.559 6.063 70,84 8.578 7.600 88,60
14 DI Yogyakarta 438 422 96,35 438 433 98,86 438 409 93,38
15 Jawa Timur 8.499 5.797 68,21 8.501 6.089 71,63 8.498 7.100 83,55
16 Banten 1.551 841 54,22 1.551 1.201 77,43 1.551 1.360 87,69
17 Bali 716 398 55,59 716 505 70,53 716 582 81,28
18 Nusa Tenggara Barat 1.137 1.081 95,07 1.137 1.103 97,01 1.137 1.090 95,87
19 Nusa Tenggara Timur 3.266 2.230 68,28 3.353 2.432 72,53 3.296 2.507 76,06
20 Kalimantan Barat 1.983 538 27,13 2.130 668 31,36 1.984 938 47,28
21 Kalimantan Tengah 1.565 738 47,16 1.571 930 59,20 1.565 1.126 71,95
22 Kalimantan Selatan 2.008 1.045 52,04 2.008 1.103 54,93 2.009 1.412 70,28
23 Kalimantan Timur 1.020 207 20,29 1.038 320 30,83 1.020 574 56,27
24 Kalimantan Utara 479 64 13,36 482 103 21,37 480 200 41,67
25 Sulawesi Utara 1.738 137 7,88 1.839 294 15,99 1.779 628 35,30
26 Sulawesi Tengah 1.968 685 34,81 2.017 788 39,07 1.974 1.017 51,52
27 Sulawesi Selatan 3.023 1.570 51,94 3.047 2.056 67,48 3.047 2.895 95,01
28 Sulawesi Tenggara 2.247 657 29,24 2.292 828 36,13 2.247 1.047 46,60
29 Gorontalo 730 329 45,07 729 351 48,15 731 381 52,12
30 Sulawesi Barat 649 422 65,02 648 452 69,75 649 435 67,03
31 Maluku 1.076 144 13,38 1.233 190 15,41 1.078 177 16,42
32 Maluku Utara 1.194 235 19,68 1.180 250 21,19 1.194 336 28,14
33 Papua Barat 1.447 301 20,80 1.837 329 17,91 1.447 337 23,29
34 Papua 3.757 265 7,05 5.521 268 4,85 3.769 331 8,78
Indonesia 80.314 33.927 42,24 83.436 39.616 47,48 80.805 49.283 60,99
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019 per 31 Desember 2018
*Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri 137 tahun 2017
Lampiran 7.2
KABUPATEN/KOTA YANG MENYELENGGARAKAN TATANAN KAWASAN SEHAT
TAHUN 2018
Jumlah Kabupaten/
No Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota Kota Penyelenggara Tatanan %
Kawasan Sehat
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 23 6 26,09
2 Sumatera Utara 33 17 51,52
3 Sumatera Barat 19 19 100,00
4 Riau 12 11 91,67
5 Jambi 11 11 100,00
6 Sumatera Selatan 17 14 82,35
7 Bengkulu 10 8 80,00
8 Lampung 15 10 66,67
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 7 100,00
10 Kepulauan Riau 7 7 100,00
11 DKI Jakarta 6 6 100,00
12 Jawa Barat 27 27 100,00
13 Jawa Tengah 35 35 100,00
14 DI Yogyakarta 5 5 100,00
15 Jawa Timur 38 38 100,00
16 Banten 8 7 87,50
17 Bali 9 9 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 10 10 100,00
19 Nusa Tenggara Timur 22 7 31,82
20 Kalimantan Barat 14 8 57,14
21 Kalimantan Tengah 14 2 14,29
22 Kalimantan Selatan 13 10 76,92
23 Kalimantan Timur 10 9 90,00
24 Kalimantan Utara 5 4 80,00
25 Sulawesi Utara 15 14 93,33
26 Sulawesi Tengah 13 7 53,85
27 Sulawesi Selatan 24 24 100,00
28 Sulawesi Tenggara 17 9 52,94
29 Gorontalo 6 6 100,00
30 Sulawesi Barat 6 4 66,67
31 Maluku 11 3 27,27
32 Maluku Utara 10 3 30,00
33 Papua Barat 13 0 0,00
34 Papua 29 1 3,45
Indonesia 514 358 69,65
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019 per 31 Desember 2018
Lampiran 7.3
PERSENTASE RUMAH TANGGA YANG MEMILIKI AKSES TERHADAP SUMBER AIR MINUM LAYAK MENURUT PROVINSI
TAHUN 2016-2018
Jumlah Tempat-tempat TTU yang Memenuhi Syarat TTU yang Memenuhi Syarat
No Provinsi
Umum (TTU) Kesehatan Kesehatan (%)
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 7.038 4.924 69,96
2 Sumatera Utara 15.095 8.849 58,62
3 Sumatera Barat 5.681 4.060 71,47
4 Riau 4.092 2.528 61,78
5 Jambi 5.074 3.465 68,29
6 Sumatera Selatan 7.028 4.896 69,66
7 Bengkulu 1.898 1.251 65,91
8 Lampung 7.232 5.189 71,75
9 Kepulauan Bangka Belitung 1.109 889 80,16
10 Kepulauan Riau 1.409 781 55,43
11 DKI Jakarta 879 566 64,39
12 Jawa Barat 29.360 18.813 64,08
13 Jawa Tengah 27.656 23.025 83,25
14 DI. Yogyakarta 2.829 1.815 64,16
15 Jawa Timur 11.180 3.112 27,84
16 Banten 6.755 3.158 46,75
17 Bali 4.950 2.046 41,33
18 Nusa Tenggara Barat 5.206 3.938 75,64
19 Nusa Tenggara Timur 12.124 7.335 60,50
20 Kalimantan Barat 5.469 3.970 72,59
21 Kalimantan Tengah 4.801 3.212 66,90
22 Kalimantan Selatan 4.098 2.826 68,96
23 Kalimantan Timur 3.022 1.312 43,41
24 Kalimantan Utara 623 456 73,19
25 Sulawesi Utara 3.824 702 18,36
26 Sulawesi Tengah 4.385 2.555 58,27
27 Sulawesi Selatan 9.534 4.248 44,56
28 Sulawesi Tenggara 4.325 1.689 39,05
29 Gorontalo 1.544 689 44,62
30 Sulawesi Barat 1.573 684 43,48
31 Maluku N/A N/A N/A
32 Maluku Utara 3.384 2.671 78,93
33 Papua Barat 1.549 865 55,84
34 Papua 3.635 1.212 33,34
Indonesia 208.361 127.731 61,30
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019 per 31 Desember 2018
Lampiran 7.7
PERSENTASE TEMPAT PENGELOLAAN MAKANAN (TPM) YANG MEMENUHI SYARAT KESEHATAN
TAHUN 2018
Jumlah Kabupaten/
Kota yang Memenuhi
No Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota %
Kualitas Kesehatan
Lingkungan
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 23 2 8,70
2 Sumatera Utara 33 10 30,30
3 Sumatera Barat 19 17 89,47
4 Riau 12 12 100,00
5 Jambi 11 11 100,00
6 Sumatera Selatan 17 6 35,29
7 Bengkulu 10 7 70,00
8 Lampung 15 11 73,33
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 7 100,00
10 Kepulauan Riau 7 6 85,71
11 DKI Jakarta 6 5 83,33
12 Jawa Barat 27 23 85,19
13 Jawa Tengah 35 34 97,14
14 DI Yogyakarta 5 5 100,00
15 Jawa Timur 38 24 63,16
16 Banten 8 8 100,00
17 Bali 9 8 88,89
18 Nusa Tenggara Barat 10 9 90,00
19 Nusa Tenggara Timur 22 3 13,64
20 Kalimantan Barat 14 10 71,43
21 Kalimantan Tengah 14 8 57,14
22 Kalimantan Selatan 13 12 92,31
23 Kalimantan Timur 10 8 80,00
24 Kalimantan Utara 5 4 80,00
25 Sulawesi Utara 15 3 20,00
26 Sulawesi Tengah 13 6 46,15
27 Sulawesi Selatan 24 21 87,50
28 Sulawesi Tenggara 17 3 17,65
29 Gorontalo 6 6 100,00
30 Sulawesi Barat 6 3 50,00
31 Maluku 11 N/A N/A
32 Maluku Utara 10 3 30,00
33 Papua Barat 13 1 7,69
34 Papua 29 1 3,45
Indonesia 514 297 57,78
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019 per 31 Desember 2018
Lampiran 7.9
PERSENTASE RUMAH SAKIT YANG MELAKUKAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS SESUAI STANDAR
TAHUN 2018
Jumlah Kabupaten/
No Provinsi Jumlah Kabupaten/Kota %
Kota dengan Kebijakan PHBS
(1) (2) (3) (4) (5)
1 Aceh 23 16 69,57
2 Sumatera Utara 33 15 45,45
3 Sumatera Barat 19 16 84,21
4 Riau 12 8 66,67
5 Jambi 11 10 90,91
6 Sumatera Selatan 17 12 70,59
7 Bengkulu 10 10 100,00
8 Lampung 15 15 100,00
9 Kepulauan Bangka Belitung 7 7 100,00
10 Kepulauan Riau 7 7 100,00
11 DKI Jakarta 6 6 100,00
12 Jawa Barat 27 22 81,48
13 Jawa Tengah 35 35 100,00
14 DI Yogyakarta 5 5 100,00
15 Jawa Timur 38 33 86,84
16 Banten 8 8 100,00
17 Bali 9 9 100,00
18 Nusa Tenggara Barat 10 9 90,00
19 Nusa Tenggara Timur 22 6 27,27
20 Kalimantan Barat 14 6 42,86
21 Kalimantan Tengah 14 14 100,00
22 Kalimantan Selatan 13 11 84,62
23 Kalimantan Timur 10 9 90,00
24 Kalimantan Utara 5 2 40,00
25 Sulawesi Utara 15 8 53,33
26 Sulawesi Tengah 13 11 84,62
27 Sulawesi Selatan 24 23 95,83
28 Sulawesi Tenggara 17 6 35,29
29 Gorontalo 6 6 100,00
30 Sulawesi Barat 6 6 100,00
31 Maluku 11 7 63,64
32 Maluku Utara 10 2 20,00
33 Papua Barat 13 1 7,69
34 Papua 29 2 6,90
Indonesia 514 363 70,62
Sumber: Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kemenkes RI, 2019 per 31 Januari 2019
Lampiran 7.11
JUMLAH KABUPATEN/KOTA YANG MELAKSANAKAN MINIMAL 5 TEMA KAMPANYE GERAKAN MASYARAKAT HIDUP
KAMPANYE GERAKAN MASYARAKAT HIDUP SEHAT TAHUN 2018
2019