Argumen Hukuman Mati Pengedar Narkopa Terhadap HAM
Argumen Hukuman Mati Pengedar Narkopa Terhadap HAM
Argumen Hukuman Mati Pengedar Narkopa Terhadap HAM
Puji syukur saya panjatkan ke Allah SWT, karena dengan karunia-Nya saya
dapat menyelesaiakan laporan yang berjudul “Analisis HAM Terhadap Hukuman
mati Para Terpidana Bandar Narkoba”. Meskipun banyak hambatan yang saya alami
dalam proses pengerjaannya, tapi saya berhasil menyelesaikan laporan ini tepat
pada waktunya.
Tidak lupa saya sampaikan terimakasih kepada teman-teman yang telah
membantu dan menyemangati dalam mengerjakan laporan ini. saya juga
mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang juga sudah memberi
kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini.
Tentunya ada hal-hal yang ingin saya berikan kepada Ibu dari hasil laporan
ini. Karena itu saya berharap semoga laporan ini dapat menjadi sesuatu yang
berguna bagi kita bersama.
saya menyadari bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna sempurnanya makalah ini. Penulis berharap semoga karya tulis
ini bisa bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Fajrul Khafid
I
Daftar Isi :
Kata penghantar...........................................................................................................I
Daftar Isi......................................................................................................................II
Bab 1 :
A) Pendahuluan...........................................................................................................1
B) Latar Belakang........................................................................................................1
C) Rumusan Masalah..................................................................................................1
D) Tujuan.....................................................................................................................1
E) Manfaat...................................................................................................................1
Bab 2 :
A) Isi.............................................................................................................................2
Bab 3 :
A) Kesimpulan.............................................................................................................2
Daftar Pustaka.............................................................................................................3
II
BAB 1
PENDAHULUAN
A) LATAR BELAKANG.
Kota Jakarta, Senin (27/9/2018) terjadi perbedaan pendapat antara seorang guru
dan murid tentang HAM terhadap hukuman mati para narapidana bandar narkoba.
Akibatnya, terjadi perdebatan antara kedua belah pihak yang saling berbeda
padangan. Dampak dari perdebatan ini mengakibatkan perselisihan yang cukup
panas karena masing-masing pihak belum menukan titik terang atau penyelesain
dari pedebatan tersebut.
B) RUMUSAN MASALAH
C) TUJUAN
D) MANFAAT
1
BAB 2
ISI:
BAB 3
KESIMPULAN:
Berdasarkan data diatas bisa saya simpulkan bahwa hukuman mati di anggap efektif,
karena sudah membahayakan nyawa orang lain, dan juga membuat efek jera terhadap
pelaku lainnya, akan tetapi hukuman mati ini bertentangan dengan HAM yang berlaku di
indonesia. Oleh karena itu kita menbutuhkan analisi hukum yang tepat dan akurat dari
sumber yang terpercaya
2
DAFTAR PUSTAKA
https://news.okezone.com/read/2015/02/17/18/1107108/hukuman-mati-tidak-
bertentangan-dengan-ham
https://www.kompasiana.com/komarthirteen/54f3505a745513a32b6c701e/hukuman-mati-
tidak-melanggar-ham-dan-sesuai-dengan-konstitusi
http://setkab.go.id/pro-kontra-hukuman-mati-bagi-pelaku-kejahatan-narkoba/
http://www.sinarharapan.co/news/read/151130054/
3
MENGANALISIS
1. Apa yang dimaksud HAM?
2. Apa yang dimaksud itu narkoba?
3. Apa yang di maksud hukuman mati?
4. Apa yang dilakukan pihak berwenang?
5. Bagaimana relevansi pelaksanaan hukum mati dengan penegakan HAM?
Jawab:
1. Hak Asasi Manusia (HAM) adalah prinsip-prinsip moral atau norma-norma, yang
menggambarkan standar tertentu dari perilaku manusia, dan dilindungi secara teratur
sebagai hak-hak hukum dalam hukum kota dan internasional. Mereka umumnya
dipahami sebagai hal yang mutlak sebagai hak-hak dasar "yang seseorang secara
inheren berhak karena dia adalah manusia", dan yang "melekat pada semua
manusia" terlepas dari bangsa, lokasi, bahasa, agama, asal-usul etnis atau status
lainnya. Ini berlaku di mana-mana dan pada setiap kali dalam arti yang
universal, dan ini egaliter dalam arti yang sama bagi setiap orang. HAMHAM
membutuhkan empati dan aturan hukum dan memaksakan kewajiban pada orang
untuk menghormati hak asasi manusia dari orang lain. MerekaMereka tidak harus
diambil kecuali sebagai hasil dari proses hukum berdasarkan keadaan
tertentu; misalnya, hak asasi manusia mungkin termasuk kebebasan dari penjara
melanggar hukum , penyiksaan, dan eksekusi.
3. Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan sebagai
bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya. Pada
tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk Indonesia.
Pasal 10 huruf a,
2. Pasal 11
“Pidana mati dijalankan oleh algojo di tempat gantungan dengan menjeratkan tali yang
terikat di tiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat
terpidana berdiri.”
“Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-
turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana
seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara
seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima
belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan atau
karena ditentukan Pasal 52.
“Jika dilakukan pencabutan hak, hakim menentukan lamanya pencabutan dalam hal pidana
mati atau pidana penjara seumur hidup, lamanya pencabutan seumur hidup;”
“Jika perbuatan itu merupakan kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, maka dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
“Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
“Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
8. Pasal 67
“Jika orang dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, di samping itu tidak
boleh dijatuhkan pidana lain lagi kecuali pencabutan hak-hak tertentu, dan pengumuman
putusan hakim.”
“Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa: mengenai kejahatan yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.”
B. Buku II Kejahatan
Pasal 104
“Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan
kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”
(1) “Barang siapa mengadakan hubungan dengan negara asing dengan maksud
menggerakkannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara,
memperkuat niat mereka, menjanjikan bantuan atau membantu mempersiapkan mereka
untuk melakukan perbuatan permufakatan atua perang terhadap negara, diancam dengan
pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
(2) “Jika perbuatan permusuhan dilakukan atau terjadi perang, diancam dengan pidana mati
atua pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh
tahun.”
“Pidana mati atau pidana seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh
tahun dijatuhkan jika si pembuat.”
“Jika mekar terhadap nyawa mengakibatkan kematian atau dilakukan dengan rencana
terlebih dahulu mengakibatkan kematian, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”
5. Pasal 340
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang
lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
“Jika makar terhadap nyawa dilakukan dengan rencana terlebih dahulu mengakibatkan
kematian, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara sementara paling lama dua puluh tahun.”
“Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakihntkan luka berat atau
kematian dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, disertai pula oleh salah
satu hal yang diterangkan dalam no. 1 dan 3.”
8. Pasal 444
“Jika perbuatan kekerasan yang diterangkan dalam pasal 438 – 441 mengakibatkan
seseorang di kapal yang diserang atau seseorang yang diserang itu mati maka nakoda.
komandan atau pemimpin kapal dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan
kekerasan, diancam dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.”
“Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu,
dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
selama-lamanya dua puluh tahun.”
Perbuatan yang dimaksud Pasal 479 huruf i, dan Pasal 479 huruf j.
“Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya seseorang atau hancurnya pesawat udara itu,
dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
selamalamanya dua puluh tahun.”
Kesimpulan:
“Hukuman mati adalah bagian dari hukum positif di Indonesia terhadap kejahatan kriminal
yang serius, “ ujar Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi, dalam keterangan pers di
Kantor Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Jakarta. Selasa (17/2/2015).
Menteri Retno menambahkan narkoba adalah salah satu kejahatan kriminal yang harus
segera diberantas karena telah merusak generasi muda harapan bangsa.
“Hukuman mati tidak bertentangan dengan hak asasi manusia (HAM),” tegasnya.
Indonesia kini telah menjadi salah satu pasar narkoba terbesar di dunia, sehingga butuh
langkah serius dalam memberantasnya.
(Sumber: https://news.okezone.com/read/2015/02/17/18/1107108/hukuman-mati-tidak-
bertentangan-dengan-ham )
Kesimpulan:
Seorang mentri mendukung jalannya hukuman mati terhadap bandar narkoba dengan
alasan itu salah satu kejahatan kriminal yang harus di berantas
Pernyataan lain
tren banyak negara yg menghapuskan hukuman mati tdk dapat di jadikan alasan menolak
hukuman mati, karena situasi dan kondisi tiap negara tidak sama. Hukuma mati tidak
melanggar HAM, Justru menjual dan mengedarkan narkoba itulah pelanggaran HAM yg
sebenarnya, karena dpt merusak kehidupan rakyat indonesia. maka dari itu
Australia, karena memang kewajiban mereka utk melindungi warga negaranya. Indonesia
pun pasti akan melakukan hal yg sama. Tetapi Indonesia adalah negara berdaulat, yg
mempunyai hukum dan aturan tersendiri yg tdk dapat di intervensi. Mengenai ancaman
pemerintah Australia yg memboikot dan melarang warga Australia berkunjung ke Bali
bukanlah hal serius. Eksekusi hukuman mati tdk akan membuat hubungan diplomatik antara
Indonesia dan Negara Australia
akan memanas. Masih ingatkah tindakan SBY yg menarik pulang Duta besar indonesia utk
Australia sebagai bentuk protes atas tindakan penyadapa yg dilakukan Australia. Namun itu
hanya berlangsung 6 bulan saja seiring dgn membaiknya sikap Australia. Dan terbukti hingga
kini hubungan Australia dan Indonesia baik saja. Bagi Aktivis dan organisasi pegiat HAM, yg
menolak hukuman mati dgn mengatas-namakakan HAM adalah pemikiran yg dangkal dan
tidak objektif. Bukankah sudah jelas Hukuman mati di Indonesia
tidak dapat di vonis sembarangan & hanya utk kejahatan luar biasa yg membahayakan
seperti: Pembunuhan berencana,mutilasi,kejahatan Genosida(kemanusiaan),dan korupsi.
bahwa ada pemikiran bahwa hukuman mati adalah pembunuhan yg di legalkan itu adalah
sebuah pemikiran tolol, Jangan melihat dari 1 sisi saja. Di mana letak keadilan bagi korban &
keluarga, terutama korban yg tewas krn kejahatan luar biasa
ditinggakan ? Bukankah itu juga merampas hak hidup korban ? Di mana letak keadilan
walaupun tersangka di penjara seumur hidup. Bahkan bnyk terpidana narkoba justru jadi
bandar di dalam sel ? Hukuman mati tdk selalu melanggar HAM. dan hukuman mati
bukanlah merampas dan mengambil hak hidup tersangka dari Tuhan, Jika ada yg
berpendapat hukuman mati tdk bisa dilakukan krn hukum indonesia dpt di rekayasa dan
rawan terjadi salah eksekusi adalah salah, Bukankah eksekusi mati tdk langsung dilakukan,
sebelumnya melewati
mekanisme dan tahapan seperti PK, Grasi, bahkan dapat amnesti. Itupun dlm waktu yg
relatif lama, bahkan ada yg puluhan tahun. Kalaupun terjadi rekayasa dan salah eksekusi
itupun adalah kehendak tuhan, krn sekuat apapun usaha terpidana menolak/mempercepat
eksekusi, jika memang sudah saatnya dan kehendak tuhan maka tewaslah. Mengenai
rekayasa hukum itu domain yg
orang yg sudah wafat tdk dpt hidup kembali utk mencari keadilan. Maka itulah tugas utk kita
yg masih hidup untuk menegakan kedilan.
( Sumber:
https://www.kompasiana.com/komarthirteen/54f3505a745513a32b6c701e/hukuman-mati-
tidak-melanggar-ham-dan-sesuai-dengan-konstitusi )
Kesimpulan:
Menurut MK, hukuman mati tidak bertentangan dengan HAM, karena hukuman itu
ditujukan kepada kejahatan serius
Dalam keadaan darurat narkoba seperti sekarang ini, ketika kejahatan narkoba telah
membunuh dan merampas hak hidup sekitar 40 sampai dengan 50 warga dan generasi
muda Indonesia, adalah adil menjatuhkan hukuman mati terhadap satu orang pelaku
kejahatan narkoba.
Hukuman mati terhadap pelaku kejahatan narkoba (drug-related criminals) kembali menjadi
perdebatan publik. Kontroversi semakin tajam ketika Pemerintah RI berencana
mengeksekusi terpidana warga negara asing yang terlibat kejahatan narkoba, khususnya
warga Australia anggota “Bali Nine”. Lalu, apakah hukuman mati itu sendiri adalah hukuman
yang adil, manusiawi, dan konstitusional? Kajian ini membahas argumen-argumen kelompok
yang kontra dan yang pro-hukuman mati, khususnya terhadap pelaku kejahatan narkoba.
Hukuman mati telah lama, dan tampaknya akan tetap, menjadi topik debat klasik di antara
para ilmuwan filsafat dan hukum. Masing-masing kelompok, baik yang menentang
(kelompok abolisionis) maupun yang mendukung hukuman mati (kelompok retensionis),
mendasarkan pendapatnya pada argumen yang kuat.
Argumen Kontra
Kaum abolisionis mendasarkan argumennya pada beberapa alasan. Pertama, hukuman mati
merupakan bentuk hukuman yang merendahkan martabat manusia dan bertentangan
dengan hak asasi manusia. Atas dasar argumen inilah kemudian banyak negara
menghapuskan hukuman mati dalam sistem peradilan pidananya. Sampai sekarang ini sudah
97 negara menghapuskan hukuman mati. Negara-negara anggota Uni Eropa dilarang
menerapkan hukuman mati berdasarkan Pasal 2 Charter of Fundamental Rights of the
European Union tahun 2000.
Majelis Umum PBB pada 2007, 2008, dan 2010 mengadopsi resolusi tidak mengikat (non-
binding resolutions) yang mengimbau moratorium global terhadap hukuman mati. Protokol
Opsional II International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR akhirnya melarang
penggunaan hukuman mati pada negara-negara pihak terkait. Dasar argumen selanjutnya
yang dikemukakan kelompok abolisionis adalah konstitusionalitas hukuman mati. Kaum
abolisionis di Amerika Serikat, misalnya, menentang hukuman mati karena hukuman ini
bertentangan dengan Amendemen VIII Konstitusi Amerika Serikat.
Dasar argumentasi konstitusional juga telah digunakan oleh kaum abolisionis di Indonesia.
Pada 2007, dua WNI terpidana mati kasus narkoba, yaitu Edith Sianturi dan Rani Andriani,
serta tiga warga Australia anggota “Bali Nine”, yakni Myuran Sukumaran, Andrew Chan, dan
Scott Rush, mengajukan permohonan uji konstitusional kepada Mahkamah Konstitusi atas
pasal hukuman mati dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Kuasa hukum pemohon berargumentasi pasal pidana mati UU No. 22/1997 bertentangan
dengan Pasal 28A Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945. Namun permohonan para
pemohon ditolak oleh majelis hakim Mahkamah Konstitusi yang pada intinya menyatakan
hukuman mati terhadap kejahatan yang serius merupakan bentuk pembatasan hak asasi
manusia.
Kelompok abolisionis juga membantah alasan kaum retensionis yang meyakini hukuman
mati akan menimbulkan efek jera dan, karena itu, akan menurunkan tingkat kejahatan
khususnya kejahatan terkait narkoba. Belum ada bukti ilmiah konklusif yang membuktikan
korelasi positif antara hukuman mati dan penurunan tingkat kejahatan narkoba.
Argumen pro
Kelompok retensionis tidak kalah sengit mengajukan argumen yang mendukung hukuman
mati. Alasan utama adalah hukuman mati memberi efek cegah terhadap penjahat potensial
kejahatan narkoba. Bila menyadari akan dihukum mati, penjahat demikian setidaknya akan
berpikir seribu kali sebelum melakukan kejahatan narkoba.
Fakta membuktikan, bila dibandingkan dengan negara-negara maju yang tidak menerapkan
hukuman mati, Arab Saudi, yang memberlakukan hukum Islam dan hukuman mati, memiliki
tingkat kejahatan yang rendah. Berdasarkan data United Nations Office on Drugs and Crime
pada 2012, misalnya, tingkat kejahatan pembunuhan hanya 1,0 per 100 ribu orang.
Bandingkan dengan Finlandia yang sebesar 2,2; Belgia 1,7; dan Rusia 10,2.
Kaum retensionis juga menolak pendapat kelompok abolisionis yang mengatakan hukuman
mati (terhadap penjahat narkoba) bertentangan dengan kemanusiaan. Sebaliknya, mereka
berpendapat justru kejahatan narkoba merupakan kejahatan luar biasa yang menistakan
perikemanusiaan. Kejahatan narkoba merupakan kejahatan kemanusiaan yang merenggut
hak hidup tidak hanya satu orang, melainkan banyak manusia. Kelompok retensionis
berpendapat, hukuman mati terhadap penjahat narkoba tidak melanggar konstitusi
sebagaimana telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi. Di Amerika Serikat pun, hukuman
mati tidak bertentangan dengan konstitusi. Dalam kasus Gregg vs Georgia, Mahkamah
Agung Amerika Serikat menyatakan, “The punishment of death does not violate the
Constitution.”
Tetapi hukuman mati hanya dijatuhkan pada bentuk kejahatan narkoba yang paling jahat,
seperti pemroduksi dan pengedar narkoba. Selain itu, hukuman mati harus sangat berhati-
hati dijatuhkan. Dalam sistem peradilan pidana yang korup seperti sekarang ini, seseorang
sangat mungkin menjadi korban peradilan sesat (miscarriage of justice). Bahkan di Amerika
Serikat sekalipun yang sistem peradilan pidananya relatif cukup baik, dalam periode 1900-
1987 23 orang telah dihukum mati karena kekeliruan peradilan.
Karena itu, untuk mencegah miscarriage of justice, terdakwa kejahatan narkoba harus diberi
hak melakukan upaya hukum yang adil. Misalnya, dalam sidang kasasi, terdakwa wajib diadili
sendiri oleh sembilan hakim agung pidana Mahkamah Agung. Untuk mengumpulkan bukti-
bukti baru yang meyakinkan (novum), ia pun diberi hak untuk mengajukan peninjauan
kembali tanpa batas waktu.
Apabila terdakwa pada akhirnya dipidana mati, ia pun masih memiliki kesempatan
mengajukan grasi atau permintaan ampun. Ia dapat mengajukan permintaan ampun kepada
parlemen sebagai wakil rakyat yang telah dirugikan. Jika grasinya diterima, hukumannya
diperingan. Peringanan hukuman hanya boleh diberikan menjadi minimal 20 tahun penjara.
Namun, bila ditolak, ia masih memiliki kesempatan memohon grasi kepada presiden.
Apabila Indonesia telah terbebas dari darurat narkoba dan kedaulatan hukum telah
ditegakkan, hukuman mati terhadap penjahat narkoba sebaiknya dihapuskan. Dampak
kejahatan narkoba dalam keadaan “normal” tidaklah seburuk seperti dampak kejahatan
narkoba dalam keadaan darurat. Hukuman mati hanyalah salah satu cara untuk mencegah
meluasnya kejahatan narkoba. Memberantas korupsi dalam proses penegakan hukum
antinarkoba, mengurangi permintaan akan narkoba, dan merehabilitasi korban narkoba
adalah beberapa cara lain yang efektif untuk memberantas kejahatan itu.
Selain itu, meskipun kita telah mendesain sistem peradilan pidana dengan baik untuk
mencegah miscarriage of justice, kemungkinan menghukum mati orang yang tidak
sepantasnya dihukum mati tetap ada. Kita tidak ingin menghukum mati anak manusia yang
tidak bersalah. Sebab, seperti yang dikatakan ahli hukum abad ke-12, Moses Maimonides, “It
is better and more satisfactory to acquit a thousand guilty persons than to put a single
innocent man to death.” Membunuh satu manusia (yang tidak bersalah), sesungguhnya
adalah seperti membunuh seluruh manusia, begitulah yang difirmankan Sang Maha Adil (QS.
5 : 32).
Pemerintah Indonesia di masa depan perlu mengkaji opsi kebijakan untuk memberikan
hukuman pidana terberat bagi terpidana warga negara asing berdasarkan sistem
pemidanaan negara asal warga negara itu (bisa hukuman mati atau seumur hidup).
Misalnya, bila peradilan Indonesia menjatuhkan hukuman mati bagi warga negara asing yang
di negaranya tidak ada hukuman mati maka Presiden RI dapat mengabulkan grasi warga
negara asing tersebut dengan meringankan atau memberikan hukuman terberat menurut
sistem pemidanaan di negaranya, misalnya hukuman seumur hidup.
Banyak warga negara Indonesia juga terancam hukuman mati di beberapa negara. Sebagai
negara tentu kita akan berusaha melindungi mereka. Namun, sebagaimana ditegaskan
dalam piagam PBB dan hukum internasional kita memahami dan menghormati kedaulatan
(hukum) negara lain.
Kita berharap penerapan hukuman mati oleh Indonesia terhadap penjahat narkoba yang
telah merampas hak hidup banyak manusia tidak seharusnya merusak hubungan baik dan
kerja sama bilateral antara Indonesia dan negara lain yang telah lama dan susah payah
dibangun. Bila itu terjadi, tentu yang dirugikan adalah rakyat kedua negara. Sudah
semestinya kita bersatu bergandengan tangan melawan kejahatan yang serius ini.
*) Penulis adalah analis hukum dan kebijakan. Penulis buku, “Good Governance dan
Permasalahan Pemerintahan Strategis, 2015”. Tulisan ini adalah hasil adaptasi dari artikel
penulis sebelumnya, dengan beberapa tambahan.)
(Sumber: http://setkab.go.id/pro-kontra-hukuman-mati-bagi-pelaku-kejahatan-narkoba/ )
Kesimpulan:
Dalam hal ini, ada beberapa pendapat pro dan kontra yang memiliki argumen sama-sama
kuat