Abon Chaca Go

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu komoditi peternakan yang banyak dikembangkan saat ini adalah

ayam petelur. Unggas jenis ini dikembangkan dengan maksud untuk diperoleh

telurnya. Tahun 2010 cenderung mengalami fluktuatif dengan tingkat konsumsi

terendah terjadi pada tahun 2007 yaitu 4,02 konsumsi (Kg) dan tertinggi terjadi

pada tahun 2010 yaitu 5,22 konsumsi (Kg). Hal ini tidak sejalan dengan

permintaan telur yang diharapkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Permintaan seseorang atau masyarakat kepada suatu barang ditentukan oleh

banyak faktor yaitu harga barang itu sendiri, jumlah penduduk dan pendapatan

rumah tangga.

Selain beberapa keuntungan, telur juga mempunyai beberapa kelemahan

yaitu sifatnya cepat rusak. Kerusakannya dapat berupa kerusakan fisik, kerusakan

kimia, atau kerusakan yang disebabkan oleh serangan mikroba melalui pori-pori

kulit telur dan juga mengalami penurunan kualitas akibat pengaruh lingkungan.

Satu salah pengolahan telur yang dapat memperpanjang masa simpan serta

meningkatkan nilai tambahnya adalah pembuatan abon telur.

Abon merupakan jenis lauk pauk kering dengan bahan baku pokok berupa

daging atau ikan yang diolah dengan cara direbus, dicabik-cabik, dibumbui,

digoreng, dan dipres. Pembuatan abon dapat dijadikan salah satu alternatif

pengolahan pangan dan umur simpan lebih lama karena berbentuk kering. Abon

yang terbuat dari daging atau ikan memiliki harga yang cukup tinggi sehingga

1
untuk menekan harga agar terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah maka

produk abon dapat dibuat dengan bahan nabati.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari praktikum pembuatan abon telur adalah dapat mengetahui cara

pengolahan telur, menghasilkan produk abon dapat dijadikan sebagai salah satu

alternative pengolahan bahan pangan sehingga umur simpan bahan pangan lebih

lama dan mengetahui kualitas abon yang baik dikonsumsi.

Kegunaan dari praktikum pembuatan abon telur ini yaitu agar mahasiswa

dapat mengaplikasikan cara pengolahan telur menjadi abon, menghasilkan produk

abon dapat dijadikan sebagai salah satu alternative untuk masyarakat.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan Umum Telur Ayam

Telur merupakan salah satu produk peternakan unggas yang mudah

dicerna dan memiliki kandungan gizi lengkap. Kuning telur mengandung 52 %

bahan padat yang terdiri dari 31 % protein, 64 % lipid (41,9 % trigliserida; 18,8 %

fosfolipida dan 3,3 % kolesterol), 2 % karbohidrat dan 3% abu. Kuning talur

dibungkus oleh membran vitelin. Putih telur yang tebal dapat mempertahankan

kuning telur tetap ditengah. Telur mengandung protein dan air yang cukup tinggi

sehingga media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme (Ningrum dan

Wahniyati, 2013).

Telur adalah salah satu jenis bahan pangan hasil ternak yang memiliki nilai

gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi yang cukup lengkap, menjadikan telur

banyak dikonsumsi dan diolah menjadi produk olahan lain. Telur merupakan

makanan sumber protein hewani yang murah dan mudah untuk didapatkan oleh

masyarakat Indonesia. Telur memiliki kandungan gizi yang lengkap mulai dari

protein, lemak, vitamin, dan mineral (Mulyani, 2013).

Telur terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit telur (egg shell) dengan

bobot sekitar 11%, putih telur (albumen) dengan bobot sekitar 58%, dan kuning

telur (yolk) dengan bobot sekitar 31%. Kandungan dan komposisi kimia masing-

masing bagian tersebut berbeda satu dengan lainnya. Telur sebagai sumber gizi

terutama asal oleat (18:1), zat besi, fosfor, trace elemen, vitamin A, D, E, K

ataupun vitamin B, termasuk vitamin B12 (Ariyani, 2006).

3
Tinjauan Umum Abon Telur

Abon telur merupakan salah satu jenis olahan dari telur yang dibuat dengan

tujuan agar telur dapat bertahan lebih lama dengan cita rasa yang berbeda.

Pembuatan abon telur ayam merupakan suatu produk pangan hasil pengolahan

dari telur ayam yang diolah secara tradisional dengan cara yang sangat sederhana

namun memiliki kandungan protein yang tinggi yang meliputi proses

menggoreng, mengepress minyak, dan mencampur bumbu. Telur yang diolah

menjadi produk pangan akan mempunyai daya simpan yang lama sehingga

merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kualitas telur tanpa mengurangi

kandungan gizi di dalamnya (Tugiyanti, 2012).

Pada prinsipnya abon merupakan suatu proses pengawetan yaitu kombinasi

antara perebusan dan penggorengan dengan menambahkan bumbu-bumbu.

Produk yang dihasilkan mempunyai tekstur, aroma dan rasa yang khas. Selain itu

proses pembuatan abon merupakan proses pengurangan kadar air dalam bahan

daging untuk memperpanjang proses penyimpanan. Dalam SNI 01-3707-1995

disebutkan abon adalah suatu jenis makanan kering berbentuk khas, dibuat dari

daging, direbus disayat-sayat, dibumbui, digoreng dan dipres. Abon dibuat dari

daging yang diolah sedemikian rupa sehingga memiliki karakteristik kering,

renyah dan gurih (Mustar, 2013).

Tahapan dalam membuat abon telur yang harus diperhatikan adalah pada

prosen menggoreng adonan abon. Pada tahap ini perlu untuk diperhatikan adalah

metrampilan dalam memutar telur setelah berada dalam minyak panas. Proses ini

tidak dapat dilakukan oleh hanya satu orang tetapi harus ada yang membantu,

karena tahapan menuangkan adonan telur ke dalam wajan dilakukan oleh satu

4
orang dan saat adonan dalam minyak panas, sudah harus langsung diputar dengan

menggunakan bambu. Hal ini dilakukan karena apabila tidak cepat diputar, maka

telur akan menggumpal dan tenggelam sehingga tidak menghasilkan abon yang

baik (Yuniarti, 2012).

Pengaruh Penyaringan Terhadap Kualitas Abon Telur

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau

menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air

tersebut dengan menggunakan energi panas. Secara umum keuntungan dari

pengawetan ini adalah bahan menjadi awet dengan volume bahan menjadi kecil

sehingga memudahkan dalam pengangkutan. Tujuan dari pengeringan adalah

mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana mikroorganisme dan kegiatan

enzim yang dapat menyebabkan pembusukan akan terhenti, dengan demikian

bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lama (Riansyah

dkk, 2013).

Metode penggorengan yang biasanya digunakan adalah deep frying yaitu

metode penggorengan dimana bahan yang digoreng terendam semua dalam

minyak. Akibat penggorengan deep frying, kandungan minyak dalam abon

menjadi banyak. Oleh karena itu, diperlukan proses pengepresan atau penirisan

minyak untuk mengurangi kadar minyak yang terdapat pada produk abon ikan

tersebut. Walaupun sudah dilakukan proses pengepresan, kandungan lemak pada

abon tidak semuanya bisa keluar. Sebagian dari minyak akan tetap tertinggal

dalam abon tersebut. Minyak inilah yang menjadi salah satu faktor pengendali

kualitas dari abon ikan. Hal ini disebabkan karena sifat lemak yang mudah

mengalami kerusakan (Anggo dkk, 2017).

5
Spinner pulling oil merupakan solusi kreatif yang diterapkan untuk

mengatasi permasalahan mitra, sebagai alat pengentasan minyak dalam

pembuatan produk makanan. Dalam hal ini, produk spinner pulling oil dapat

diaplikasikan dalam elaborasi usaha perikanan melalui produk abon dengan

memanfaatkan spinner. Kandungan minyak pada abon yang masih tinggi setelah

proses penggorengan dengan menggunakan alat spinner pulling oil dapat

mengurangi kandungan minyak sesuai dengan lama waktu pengentasannya.

Alat spinner pulling oil memiliki kapasitas 10 kg dengan kecepatan putaran

dinamo yaitu 1400 rpm serta terbuat dari bahan stainless steel (food grade)

(Nugraha dkk, 2014).

Bahan Tambahan Pangan

Bahan tambahan pangan secara umum adalah bahan yang biasanya bukan

merupakan komponen khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai

gizi, yang sengaja ditambahkan kedalam makanan untuk maksud teknologi pada

pembuatan. Bahan tambahan pangan pada abon adalah garam, ketumbar, minyak

goreng. Konsentrasi garam yang paling sering digunakan adalah yang berkenaan

dengan persyaratan organoleptik. Dalam pembuatan abon garam berfungsi sebagai

penambah cita rasa sehingga akan terbentuk rasa gurih dengan adanya gula dan

garam (Mustar, 2013).

Bawang putih mengandung antibiotik alami, berupa Aliin dan Alicin, yang

selain menekan pertumbuhan bakteri pembusuk, juga meningkatkan aroma dan

cita rasa yang lezat (Rahayu, 2016).

Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu komoditas

tanaman hortikultura yang banyak dikonsumsi manusia sebagai campuran bumbu

6
masak setelah cabe. Selain sebagai campuran bumbu masak, bawang merah juga

dijual dalam bentuk olahan seperti ekstrak bawang merah, bubuk, minyak atsiri,

bawang goreng bahkan sebagai bahan obat untuk menurunkan kadar kolesterol,

gula darah, mencegah penggumpalan darah, menurunkan tekanan darah serta

memperlancar aliran darah. Sebagai komoditas hortikultura yang banyak

dikonsumsi masyarakat, potensi pengembangan bawang merah masih terbuka

lebar tidak saja untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga luar negeri (Irfan, 2013).

Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan daging, ikan,

dan bahan pangan lainnya. Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan

pangan dengan menyerap air sehingga aktivitas air akan menurun dengan

menurunnya kadar air. Oleh karena itu garam dapat digunakan untuk

mengendalikan pertumbuhan mikroba dengan suatu metode yang bebas dari

racun. Gram merupakan bumbu utama dalam 26 makanan yang menyehatkan.

Tujuan penambahan garam adalah untuk menguatkan rasa bumbu yang sudah ada

sebelumnya. Jumlah penambahan garam tidak boleh terlalu berlebihan karena kan

menutupi rasa bumbu yang lain dalam makanan. Jumlah penambahan garam

dalam resep makanan biasanya berkisar antara 15%-25% (Mustar, 2013).

Rasa manis yang disebabkan penambahan gula merah ini juga dapat

meningkatkan penerimaan panelis terhadap abon modifikasi. Rasa abon sangat

bervariasi mulai dari manis, agak manis, dan agak asin, tergantung dari

komposisi gula dan garam yang ditambahkan (Rohmawati, 2013).

Ketumbar (Coriandrum Sativum L) banyak digunakan sebagai bumbu

masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap

dan rasa pedas yang gurih. Biji ketumbar banyak mengandung mineral seperti

7
kalsium, posfor, magnesium, potasium dan besi. Ketumbar banyak digunakan

untuk sayuran, bahan penyedap serta mengandung karbohidrat, lemak dan protein

yang cukup tinggi. Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromnanya

disebabkan oleh komponen kimia yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa

hidrokarbon beroksigen. Senyawa tersebut menimbulkan aroma wangi dalam

minyak atsiri (Mustar, 2013).

Asam Jawa memiliki kandungan gizi yang sangat berharga dalam

menyokong kesehatan. Adapun beberapa nutrisi yang terkandung adalah vitamin

C, vitamin E, vitamin B, kalsium, kalium, fosfor, zat besi, mangan, dan serat

makanan. Selain itu, ada juga sejumlah senyawa organik yang membuat asam

Jawa menjadi agen anti-oksidan dan anti implamasi yang hebat (Rahayu, 2016).

Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambahrasa gurih

dan penambah kalori bahan pangan. Minyak goreng biasanyadibuat dari minyak

kelapa atau minyak sawit. Cara penggorengan abon sebaiknya menggunakan cara

deep frying yaitu bahan pangan yang digoreng dengan minyak kelapa atau sawit

agar hasil akhirnya baik cepat dan masak merata (Mustar, 2013).

8
METODOLOGI PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Pengolahan Hasil Ternak mengenai Pembuatan Abon

Telur dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 Februari 2019, pada pukul 08.00 WITA –

selesai, bertempat di Laboratorium Pengolahan daging dan Telur, Fakultas

Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum abon telur yaitu wadah untuk

mencampur bahan abon telur, kompor, wajan, spatula, saringan, spinner, pisau,

sendok, saringan minyak.

Bahan yang digunakan pada praktikum mengenai Pembuatan Abon Telur

yaitu telur ayam 3 butir , gula merah 3 gram, garam 2,3 gram, bawang putih 4

gram, bawang merah 6 gram, penyedap rasa 1,5 gram, asam 11 gram, kecap 7

gram, ketumbar 2 gram dan minyak goreng.

Prosedur Kerja

Menyiapkan alat dan bahan, mengambil wadah mencampurkan semua

bahan yang ada dalam satu wadah, mengaduk hingga rata. Menyalakan kompor

dan mengisi wajan dengan minyak, menunggu sampai minyak panas lalu

memasukkan adonan abon telur kedalam wajan dengan cara disaring agar tidak

menggumpal. menggoreng abon, meniriskan abon, menyaring abon dengan

menggunakan spinner. Menguji abon.

9
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil praktikum Laboratorium Teknologi Pengolahan Hasil

Ternak, Universitas Hasanuddin mengenai pengolahan hasil ternak yaitu

pembuatan abon telur diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1. Uji Organoleptik pada Abon Telur


Parameter Nilai Hasil Praktikum
Warna 2,5 Agak Kehitaman
Tekstur 2,1 Agak Kasar
Aroma 3 Sedikit Beraroma
Kesukaan 3 Sedikit Suka
Sumber: Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolah Hasil Ternak, 2019.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa warna pada abon telur

dengan nilai parameter uji 2,5 yaitu agak kehitaman hal ini disebabkan adanya

reaksi maillard pada saat penggorengan. Hal ini sesuai dengan pendapat Amalia

(2015) Pemanasan yang berlebihan juga menyebabkan terjadinya reaksi maillard

yang dapat merusak dan mengurangi ketersediaan asam amino yang merupakan

komponen dalam protein, serta dapat menurunkan daya cerna protein.

Tekstur yang didapatkan berdasarkan uji organoleptik adalah 2,1 yang

menunjukkan bahwa abon telur memiliki tekstur yang agak kasar hal ini

disebabkan karena teknik penggorengan deep frying yang digunakan pada saat

pembuatan abon telur sehingga minyak yang meresap pada bahan makanan

menyebabkan tekstur menjadi lebih garing. Hali ini sesuai dengan pendapat

Adawiyah (2016) bahwa deep frying adalah proses penggorengan dengan

menggunakan minyak goreng yang banyak sehingga bahan pangan yang digoreng

akan terendam seluruhnya didalam minyak goreng tersebut. Penggorengan deep

frying biasanya menggunakan suhu 170-200°C dengan waktu penggorenga 5-15

menit. deep frying yang digunakan pada saat pembuatan abon telur sehingga

10
minyak yang meresap pada bahan makanan menyebabkan tekstur menjadi lebih

garing.

Aroma yang didapatkan berdasarkan uji organoleptik adalah 3 hal ini

berarti sedikit beraroma telur yang menjadi daya tarik untuk dikonsumsi. Hal ini

sesuai dengan pendapat Kadir (2017) bahwa bahwa aroma yang disebarkan oleh

makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera

penciuman sehingga membangkitkan selera.

Tingkat kesukaan yang didapatkan berdasarkan uji organoleptik adalah 3

yaitu sedikit suka hal ini karena adanya penambahan bumbu yang mempengaruhi

abon. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurjanah (2005) yang menyatakan Rasa

merupakan faktor yang penting dalam menentukan keputusan bagi konsumen

untuk menerima atau menolak suatu makanan. Meskipun parameter lain

nilainya baik, jika rasa tidak enak atau tidak disukai, maka produk akan

ditolak. Ada 4 jenis rasa dasar yang dikenali yaitu: manis, asin, asam, dan pahit.

Sedangkan rasa lainnya merupakan perpaduan dari rasa dasar. Rasa yang

ditimbulkan dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah

penambahan bumbu (garam, bawang putih, bawang merah, dan merica ).

11
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum teknologi pengolahan hasil ternak mengenai

pembuatan abon telur dapat disimpulkan bahwa abon telur memiliki warna hampir

agak kehitaman. Tekstur dari abon telur agak kasar dan aroma abon telur

didapatkan dari aroma bahan utamanya yaitu sedikit beraroma telur dan tingkat

kesukaan yaitu sedikit suka. Pada pembuatan abon digunakan prinsip kerja

pengeringan menggunakan spinner pulling oil sehingga menghasilkan abon telur

yang tahan lebih tahan lama dan berkualitas.

Saran

Pembuatan abon telur praktikan benar-benar serius dalam mengerjakannya

agar dapat menghasilkan abon yang mempunyai tingkat kesukaan yang tinggi

serta selalu menjaga kebersihan dalam mengolah abon, dan sebaiknya untuk lab

kebersihannya ditingkatkan agar kualitas makanan yang terdapat di dalam lab bisa

terjaga. Untuk memperoleh kualitas abon telur yang baik dengan cita rasa yang

lezat sebaiknya dalam pembuatan abon telur pada saat penggorengan harus lebih

diperhatikan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, R. 2016. Perbedaan teknik penggorengan terhadap kadar protein


terlarut dan daya terima abon jamur tiram (pleurotus ostreatus). Fakultas
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Amalia, T. R. N. 2015. Perbedaan teknik penggorengan terhadap kadar protein
terlarut dan daya terima keripik tempe. Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Anggo, A. D., A, S. Fahmi dan Y. S. Darmanto. 2017. Energi Aktivasi Perubahan


Nilai Free Fatty Acid pada Abon Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) Selama
Penyimpanan. Jurnal Ilmu Pangan dan Hasil Pertanian, 1(2) : 21-28.

Ariyani, E. 2006. Penetapan Kandungan Kolesterol dalam Kuning Telur pada


Ayam Petelur. Balai Penelitian Ternak : 12-15.

Irfan, M. 2013. Respon bawang merah (Allium ascalonicum) terhadap zat


pengatur tumbuh dan unsur hara. Jurnal Agroteknologi. 3 (2) : 35-40.
Jusriadi. 2014. Pengaruh protein energi ransum yang berbeda terhadap yolk dan
albumen telur ayam arab. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Kadir, E. 2017. Kualitas organoleptik telur pindang dengan penambahan level


daun jambu biji (psidium guajava l.) dan lama perebusan yang berbeda.
skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Mulyani S. 2013. Penururnan kualitas telur ayam ras dengan intensitas warna
coklat kerabang berbeda selama penyimpanan. Jakarta.

Mustar. 2013. Studi Pembuatan Abon Ikan Gabus (Ophiocephalus striatus)


sebagai Makanan Suplemen (Food Suplement). Skripsi. Fakultas
Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.
Nugraha, M, A., H, F, Felayati., A, B,Irianto., Bambang., 2014., Ancang bangun
alat “Spinner Pulling Oil” sebagai pengentas minyak otomatis dalam
peningkatan mutu abon ikan patin (pangaius pangaius) pada koperasi
wanita srikandi. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 15 (2):103-110.
Nurjanah., RR. Nitibaskara., dan Madiah. 2005. Pengaruh penambahan bahan
pengikat terhadap karakteristik fisik otak-otak ikan sapu-sapu (Liposarcus
pardalis). Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Vol 8(1): 1-11.

Rahayu, I. D., Sutawi dan E, S. Hartatie. 2016. Aplikasi bahan tambahan pangan
(BTP) alami dalam proses pembuatan produk olahan daging di tingkat
keluarga. Jurnal Dedikasi. Vol 13 : 69-74.

13
Riansyah, A., Agus, S dan Radiana, N. 2013. Pengaruh perbedaan suhu dan waktu
pengeringan terhadap karakteristik ikan asin sepat siam (trichogaster
pectoralis) dengan menggunakan oven. Fishtech, 2(1) : 53-68.

Rohmawati, N., Sulistiyani., dan Ratnawati, L.Y. 2013. Pengaruh penambahan


keluwih (Artocarpus camasi) terhadap mutu fisik, kadar protein, dan kadar
air abon lele dumbo (Claris garieptinus). Jurnal IKESMA. (2) : 127-135.

Yuniarti. 2012. Teknologi Hasil Peternakan Pembuatan Abon Telur. Balai besar
pelatihan peternakan. Kupang.

14
Lampiran 1. Dokumentasi Pembuatan Abon Telur

Keterangan : Mencampur Telur Keterangan : Mencampur Telur dan Bumbu

Keterangan : Menggoreng Abon Telur Keterangan : Mengepres Abon

Keterangan : Abon Telur

15

Anda mungkin juga menyukai