Digestive
Digestive
Digestive
2017
http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/3762
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
GAMBARAN PASIEN PENYAKIT HIRSCHSPRUNG PADA BAYI
USIA 0-12 BULAN DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2012-2016
SKRIPSI
Oleh :
DEVI SHILVIA HATOGUAN MANGUNSONG
140100130
SKRIPSI
Oleh :
DEVI SHILVIA HATOGUAN MANGUNSONG
140100130
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, yang
selalu menyertai dan mencurahkan kasih karunia-Nya yang begitu besar kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan seluruh rangkaian punyusunan skripsi yang
berjudul: “Gambaran Pasien Penyakit Hirschsprung pada Bayi Usia 0-12 Bulan di
RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2012-2016”. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orangtua yang terkasih, ayahanda Ir. Salamat Simangunsong dan
ibunda Erika Flora Simbolon S. Pd atas cinta, kasih, pengorbanan dan doa yang
tak pernah putus baik dalam kehidupan penulis maupun selama proses
penyusunan skripsi ini hingga selesai.
Dalam penyusunan skripsi mulai dari penulisan proposal, pengambilan data,
hingga penulisan hasil penelitian tentunya tak lepas dari bantuan banyak pihak.
Oleh karena itu, sebagai bentuk penghargaan terhadap bantuan, dorongan, dan
dukungan yang telah diberikan, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Yang terhormat Dekan Fakultas Kedokteran USU Dr. dr. Aldy Safruddin
Rambe, Sp.S(K) yang telah memberikan izin penelitian.
2. Yang terhormat Prof. dr. Sutomo Kasiman, SpPd, SpJP(K), selaku ketua
komisi etik penelitian bidang kesehatan Fakultas Kedokteran Sumatera Utara
yang telah memberikan persetujuan etik penelitian.
3. Yang terhormat dr. Mahyono Sp.B, Sp.A selaku dosen pembimbing yang
telah mencurahkan tenaga, pikiran, dan waktu dalam proses bimbingan selama
penyusunan skripsi ini.
4. Yang terhormat dr. Muhammad Rusda, M.Ked., Sp.OG(K) dan dr. M. Aron
Pase, M.Ked(PD), Sp.PD selaku dosen penguji I dan II yang telah
ii
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil skripsi ini masih memiliki banyak
kekurangan, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran serta
koreksi yang membangun guna meghasilkan karya ilmiah yang lebih baik lagi.
Penulis juga mengharapkan semoga karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Akhir kata, semoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa berkenan untuk memberkati
dan melindungi kita sekalian.
Medan, 22 November 2017
Penulis
iii
Halaman
Halaman Pengesahan ................................................................................. i
Kata Pengantar ........................................................................................... ii
Daftar Isi ..................................................................................................... iv
Daftar Tabel ............................................................................................... vi
Daftar Gambar ............................................................................................ vii
Daftar Singkatan.......................................................................................... viii
Daftar Lampiran ......................................................................................... ix
Abstrak ....................................................................................................... x
Abstract ...................................................................................................... xi
iv
vi
vii
viii
Lampiran Judul
1 Biodata Penulis
2 Lembar Orisinalitas
3 Surat Izin Survei Awal Penelitian
4 Ethical Clearance
5 Surat Izin Penelitian
6 Data Induk Penelitian
7 Data Statistik SPSS
ix
Latar Belakang. Penyakit Hirschsprung merupakan salah satu penyakit kongenital saluran cerna
yang sering terjadi pada bayi dengan insidensi 1 dari 1500 -7000 kelahiran hidup di seluruh
dunia, dan sebesar 1 dari 5000 kelahiran hidup di Indonesia. Terdapat 1540 bayi lahir dengan
penyakit Hirschsprung di Indonesia setiap tahunnya. Diagnosis penyakit Hirschsprung harus
dapat ditegakkan sedini mungkin mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat
membahayakan jiwa pasien. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran
penderita penyakit Hirschsprung pada bayi usia 0 - 12 bulan di RSUP Haji Adam Malik Medan
tahun 2012-2016. Metode. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian potong
lintang yang dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2017. Seluruh pasien penyakit
Hirschsprung usia 0 – 12 di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012 – 2016 menjadi sampel
dalam penelitian. Karakteristik pasien dinilai dengan melihat rekam medis pasien. Faktor yang
dianalisis meliputi jenis kelamin, gambaran klinis, pemeriksaan penunjang, tatalaksana dan
komplikasi pada pasien Hirschsprung. Hasil. Terdapat sebanyak 81 pasien penderita penyakit
Hirschsprung berusia 0 -12 bulan di RSUP Haji Adam Malik Medan periode 2012 -2016 dengan
jenis kelamin laki-laki 64,2% sedangkan kelamin perempuan 35,8%. Gambaran klinis yang paling
banyak yaitu distensi abdomen (87,7%) dan yang paling jarang muntah hijau yaitu sebanyak
(30,9%). Pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan yaitu pemeriksaan Radiologi
sebanyak (97,5%) dan yang paling jarang adalah pemeriksaan Manometri sebanyak 0 sampel
(0%). Penatalaksanaan yang paling banyak dilakukan yaitu Kolostomi (58%) dan yang paling
sedikit yaitu Sigmoidectomy (0%). Dan pasien yang tidak ditatalaksana yaitu sebanyak 24,7%.
Komplikasi yang paling sering terjadi yaitu enterokolitis (19,8%) dan yang paling jarang terjadi
yaitu obstruksi usus / konstipasi dan kematian yaitu masing-masing sebanyak 4,9%. Kesimpulan.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penyakit Hirschsprung dalam jumlah kasus lebih
besar dari beberapa rumah sakit dengan waktu penelitian lebih panjang, khususnya dalam hal
mendeteksi gejala yang signifikan, serta melakukan evaluasi terhadap setiap tindakan yang
dilakukan, agar dapat melihat keberhasilan dari terapi yang diberikan.
Kata kunci : Penyakit Hirschsprung, bayi, kongenital, RSUP Haji Adam Malik
Background. Hirschsprung’s disease is one of intestinal congenital disease that most common in
baby, the incidence 1:1500-7000 live births around the world, and 1:5000 live births in Indonesia.
There are 1540 babies born in Indonesia with this disease every year. The diagnosis of
Hirschsprung's disease should be upheld as early as possible, given the various complications that
can occur and very life-threatening to the patients. Objective. The aim of the study was to
determine the characteristics of babies with Hirschsprung’s disease that 0-12 month old in RSUP
Haji Adam Malik Medan at 2012-2016. Methods. This study method is descriptive with cross
sectional research design, conducted in August-October 2017. All Hirscpsung’s disease patients
age 0-12 month old become sample of this study and recorded in hospital medical records.
Factors analyzed in this study included sex, clinical features, diagnostic test, management and
complications in Hirschsprung’s disease patients. Results. There are 81 Hirschsprung’s disease
patients (64,2% men, 35,8% women). Most clinical features is abdominal distention (87,7%) and
green vomiting is the most rarely (30,9%). Based on diagnostic test that most frequent is
Radiologic test (97,5%) and less frequent is Manometry (0%). Colostomy has been performed in
the majority of patients (58%) and number of patients who were not administered were 24.7%.
The most common complications are enterocolitis (19.8%) and most rarely are intestinal
obstruction / constipation and death respectively 4.9%. Conclusions. Further studies of
Hirschsprung's disease in the case of larger numbers of hospitals with longer research times are
required, and evaluate all management taken to see how successful the therapy is.
xi
Kelainan kongenital adalah kelainan yang sudah ada pada saat lahir, bukan
akibat proses persalinan (Depkes RI, 2010). Kelainan kongenital merupakan
kelainan morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak lahir.
Sebanyak 3% bayi baru lahir di seluruh dunia mempunyai kelainan
kongenital. Di Asia Tenggara, jumlah penderita kelainan kongenital mencapai
5%. Di Indonesia prevalensi kelainan bawaan mencapai angka 5 per 1.000
kelahiran (Markum, 2002). Meskipun angka ini termasuk rendah, namun kelainan
kongenital dapat mengakibatkan angka kematian dan kesakitan yang tinggi.
Angka tersebut dapat meningkat menjadi 4%-5%, sebab beberapa kelainan
kongenital baru bermanifestasi dan terdiagnosis seiring bertambahnya usia bayi
hingga 1 tahun (Effendi dan Indrasanto, 2008). Sampai dengan 70% dari birth
defect ternyata dapat dicegah atau dapat diberikan perawatan yang bisa
menyelamatkan nyawa bayi atau mengurangi keparahan disabilitas yang mungkin
diderita dengan memberikan terapi yang tepat yaitu dengan pembedahan.
Sedangkan untuk pencegahan, khususnya dilakukan sebelum terjadi pembuahan
atau pada kehamilan usia dini (Wiziyanti, 2009).
Penyakit Hirschsprung merupakan salah satu penyakit kongenital saluran
cerna yang sering terjadi pada bayi dengan insidensi 1 dari 1500-7000 kelahiran
hidup di seluruh dunia. Kejadian pada bayi laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidensi pada kasus-
kasusdengan faktor risiko familial yang rata-rata mencapai 6% (Kapur, 2009).
Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia sebesar 1 dari 5000 kelahiran
hidup. Terdapat 1540 bayi lahir dengan penyakit Hirschsprung di Indonesia setiap
tahunnya. Kartono dalam penelitiannya mencatat sebanyak 40 sampai 60 pasien
penyakit Hirschsprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RS Cipto Mangunkusumo
Jakarta (Kartono, 2010). Risiko menjadi tinggi pada pasien yang mempunyai
riwayat keluarga penyakit Hirschprung dan pada pasien penderita Syndrome
Down (Kapur, 2009).
Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan
dengan berat lahir ≥ 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan)
yang terlambat mengeluarkan tinja. Trias klasik gambaran klinis pada neonatus
adalah pengeluaran mekonium yang terlambat, yaitu lebih dari 24 jam pertama,
muntah hijau, dan perut membuncit keseluruhan (Imseis dan Gariepy, 2012).
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin
mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa
pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan
septikimia yang dapat menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan
komplikasi yang amat berbahaya, sebanyak 24 pasien dari 47 penderita penyakit
Hirschsprung (50%) mengalami enterokolitis dan mortalitasnya mencapai 30%
apabila tidak ditangani dengan sempurna (Demehri et al., 2008).
Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya di RSUP HAM Medan pada
tahun 2005 - 2009 dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang diperoleh hasil dan
kesimpulan bahwa gambaran penderita penyakit Hirschsprung pada anak usia 0-
14 tahun adalah sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang (72%) dan
14 orang berjenis kelamin perempuan (28%). Gambaran klinis yang paling
banyak ditemukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu perut membesar,
sulit BAB (Buang air besar), dan muntah sebanyak 23 sampel (46%) dan
gambaran klinis yang paling sedikit ditemukan pada sampel adalah perut
membesar, BAB, dan muntah yaitu sebanyak 3 sampel (6%). Pemeriksaan
penunjang yang paling banyak dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung
yaitu pemeriksaan Radiologi (foto polos abdomen) 27 sampel (54%) dan
pemeriksaan yang paling sedikit dilakukan yaitu pemeriksaan Manometri
anorektal sebanyak 0 sampel (0%). Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan
pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu kolostomi sebanyak 24 sampel (48%)
dan yang paling sedikit dilakukan yaitu sigmoidectomy pada 5 sampel (10%)
(Sari, 2010).
Gambaran yang terlihat dalam penegakan diagnosis sering kali disalah artikan
sebagai gangguan biasa pada diri pasien terlebih pada kasus penyakit
Hirschsprung sering didiagnosis pada anak yang belum bisa berbicara dan
dianggap hanya inkontinensia ataupun perut kembung biasa. Dan berdasarkan
hasil survey awal yang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan pada bulan
Maret 2017, terdapat peningkatan jumlah pasien pada periode tahun 2012–2016
hampir 4 kali lipat dari penelitian yang dilakukan sebelumnya (periode tahun
2005–2009), yaitu sebanyak 199 pasien. Untuk itu karya ilmiah ini akan
memaparkan gambaran klinis pada pasien yang didiagnosis dengan penyakit
Hirschprung agar lebih memperjelas lagi teori yang berkembang selama ini.
Berdasarkan hasil uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan suatu
masalah dalam penulisan penelitian ini, yaitu:
“Bagaimanakah gambaran penderita penyakit Hirschsprung pada bayi usia 0-12
bulan di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012-2016?”
Secara embriologi, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri
sampai dengan rektum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan
embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan
dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan
terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat
terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya
yang sempit (Sadler, 2000).
Kolon mempunyai panjang total kira-kira 1,5 meter, dengan diameter 7,5-8,5
cm dan membentuk huruf “U” terbalik sepanjang sisi rongga perut. Bagian usus
besar yang pertama disebut sekum (usus buntu) dengan appendix vermiformis
(umbai cacing) diujungnya. Sekum dilanjutkan menjadi kolon ascendens yang
menuju atas di sisi kanan rongga perut, lalu membelok di bawah hati membentuk
kolon tranversum yang menuju kiri dan terletak di sebelah bawah membentuk
kolon descendens di sisi kiri tubuh, lalu di panggul sebelah kiri melanjutkan diri
menjadi rektum yang terletak di dalam rongga panggul bagian bawah dan berakhir
sebagai anus (Daniel, 2008) .
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu membran serosa, muskularis,
tela submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai gambaran-
gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna
tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada
sigmoid distal. Lapisan mukosa usus besar lebih halus dari pada usus halus, dan
tidak memiliki vili, dengan kelenjar tubuler dan kriptus lieberkuhn terletak lebih
dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada usus halus (Pearce,
2008).
Persarafan parasimpatik rectum dan anus berasal dari cabang anterior saraf
sakralis ke 2, 3, dan 4. Persarafan preganglion ini membentuk 2 saraf erigentes
G
Gambar 2.1 Anatomi Kolon.
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter
eksternus yang diatur secara volunter. Sistem saraf otonom tersebut terdiri dari 3
pleksus :
1. Pleksus Auerbach : terletak diantara lapisan otot sirkuler dan longitudinal
2. Pleksus Henle : terletak disepanjang batas dalam otot sirkuler
Fungsi kolon ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mucus serta
menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Kolon tidak ikut berperan
dalam proses pencernaan makanan maupun absorpsi makanan. Bila isi usus halus
mencapai sekum maka semua zat makanan telah di absorpsi dan semua akan cair
dan selama perjalanan didalam kolon isinya menjadi makin padat karena terjadi
proses reabsorbsi. Dari 700- 1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon,
hanya 150-200 ml yang dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Proses ini akan
berakhir ketika mencapai rektum dan akan terbentuk feses. Peristaltik kolon
membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai flexura sigmoid. (Hidayat, 2009;
Pearce, 2008).
2.3.2 EPIDEMIOLOGI
2.3.3 ETIOLOGI
peristalsis usus dengan defisiensi ganglion di usus bagian distal. Sebelum tahun
1948 belum terdapat bukti yang menjelaskan apakah defek ganglion pada kolon
distal menjadi penyebab penyakit Hirschsprung ataukah defek ganglion pada
kolon distal merupakan akibat dilatasi dari stasis feses dalam kolon.
Aganglionosis pada penyakit Hirschsprung bukan di sebabkan oleh kegagalan
perkembangan inervasi parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh lesi primer,
sehingga terdapat ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan
simpatektomi. Kenyataan ini mendorong Swenson untuk mengengembangkan
prosedur bedah definitif penyakit Hirschsprung dengan pengangkatan segmen
aganglion disertai dengan preservasi sfingter anal (Kartono, 2010).
2.3.4 PATOGENESIS
2.3.6 DIAGNOSIS
2. Pemeriksaan Fisik
Bayi yang baru lahir jarang dilakukan pemeriksaan fisik secara lengkap seperti
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi sehingga pemeriksaan fisik pada
kasus penyakit Hirschspung sering dilakukan setelah beberapa jam kemudian,
pada penilaian inspeksi (melihat) sering terlihat perut buncit yang membesar
tanpa diketahui sebelumnya. Pemeriksaan perkusi dan auskultasi pada pasien
penyakit Hirschsprung sering di dengar suara berisi suatu masa ataupun
kontraksi usus yang meningkat, penurunan bising usus, dan suara timpani
akibat abdominal mengalami kembung. Pada palpasi akan teraba dilatasi
kolon pada abdominal. Namun pada anak-anak, perut buncit dan di tambah
tidak mengeluarkan mekonium (kotoran pertama) dapat dipertimbangkan
bahwa penyebabnya adalah penyakit Hirschprung (Lee, 2012; Mustaqqin dan
Sari, 2011). Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka
feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian
tampak perut anak sudah kempes lagi (Mustaqqin dan Sari, 2011).
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit
Hirschsprung. Biasanya gambaran foto polos abdomen menggambarkan
distensi lipatan usus dengan sedikit udara pada rectum. Dan diagnosis
didasarkan pada adanya bagian transisi antara usus bagian proksimal yang
melebar dan kolon bagian distal yang mengecil karena disebabkan oleh
nonrelaxation dari usus aganglionik. Bagian transisi ini biasanya tidak terjadi
pada 1-2 minggu kelahiran (Kartono, 2010). Pemeriksaan yang merupakan
standard dalam menegakkan diagnosa penyakit Hirschsprung adalah foto
dengan barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
a. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi.
b. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi.
c. Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi.
Foto radiografi diambil segera setelah injeksi kontras dan 24 jam selanjutnya.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas penyakit
Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi barium, yakni foto
setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan feses. Gambaran
khasnya adalah terlihatnya barium yang bercampur dengan feses kearah
proksimal kolon (Trisnawan dan Darmajaya, 2009).
Gambar 2.2 Radiografi abdomen menunjukkan loop melebar usus. Kontras enema
menunjukkan karakteristik "zona transisi" yaitu transisi antara recto menyempit.
3. Konstipasi
4. Hipotiroidisme
5. Gangguan Motilitas Usus
6. Irritable Bowel Syndrome / Sindrom iritasi usus besar
7. Toxic Megacolon (Lee, 2012)
2.3.8 PENATALAKSAAN
Tujuan umum dalam penatalaksaan penyakit Hirchsprung meliputi: (1) untuk
memperbaiki gejala klinis dan komplikasi yang tidak teratasi, (2) untuk
memonitor tindakan sementara sampai bedah rekonstruksi, dan (3) untuk menjaga
fungsi usus pasca pembedahan (Kartono, 2010).
Pada prinsipnya, sampai saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya
dapat dicapai dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan
tetapi hanya untuk sementara dimaksudkan untuk menangani distensi abdomen
dengan pemasangan pipa anus atau pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum.
Pemberian antibiotika dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk
enterokolitis dan mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk
menjaga kondisi nutrisi penderita serta untuk menjaga keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa tubuh (Pieter, 2005).
Pilihan bedah bervariasi tergantung pada usia pasien, status mental,
kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari, panjang segmen
aganglionik, derajat dilatasi kolon, dan kehadiran enterokolitis. Pilihan bedah
kolostomi termasuk pada tingkat usus normal, irigasi rektal diikuti oleh reseksi
usus dan prosedur kolostomi (Mustaqqin dan Sari, 2011).
Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama
dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi
definitif. Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah
komplikasi dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan
menghilangkan distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien. Tahapan
kedua adalah dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang
aganglionik dan kemudian melakukan anastomosis antara usus yang ganglionik
3. Pasien dengan enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang buruk.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi pasca bedah, dengan
kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan keadaan umum. Pada pasien
yang tidak termasuk dalam kategori 1, 2, dan 3 tersebut dapat langsung
dilakukan tindakan bedah definitif (Kartono, 2010).
2.3.10 KOMPLIKASI
Komplikasi potensial untuk operasi kompleks terkait dengan penyakit
Hirschsprung mencakup seluruh spektrum komplikasi dari tindakan bedah
gastrointestinal. Komplikasi termasuk peningkatan insiden enterokolitis pasca
operasi dengan prosedur Swenson, sembelit setelah perbaikan Duhamel, dan diare
dan inkontinensia dengan prosedeur Soave.
Secara umum, komplikasi kebocoran anastomosis dan pembentukan striktur
(5-15%), obstruksi usus (5%), abses pelvis (5%), infeksi luka (10%), dan
membutuhkan re-operasi kembali (5%), seperti prolaps atau striktur. Kemudian,
komplikasi yang terkait dengan manajemen bedah penyakit Hirschsprung
termasuk enterokolitis, gejala obstruktif, inkontinensia, sembelit kronis (6-10%),
dan perforasi.
Enterokolitis menyumbang morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada
pasien dengan penyakit Hirschsprung. Hasil enterokolitis dari proses inflamasi pada
mukosa dari usus besar atau usus kecil. Sebagai penyakit berlangsung, lumen usus
menjadi penuh dengan eksudat fibrin dan berada pada peningkatan risiko untuk
perforasi. Proses ini dapat terjadi di kedua bagian aganglionik dan ganglionik usus.
transisi. Pasien mungkin hadir pasca operasi dengan distensi abdomen, muntah,
sembelit atau indikasi obstruksi yang sedang berlangsung. Obstruksi mekanik dapat
dengan mudah didiagnosis dengan rektal digital dan barium enema. Komplikasi ini
perlu diketahui secara dini karena dapat mengakibatkan kematian pada setiap saat
bila penanganan tidak memadai (Lee, 2012).
2.3.11 PROGNOSIS
Prognosis pada pasien penyakit Hirschsprung yang telah dilakukan terapi
definitif pembedahan pada umunya baik. Pasca pembedahan, pada 90% pasien
bisa kembali buang air besar secara normal dan komplikasi tidak bertahan lama.
Namun, pada beberapa kasus pasien penyakit Hirschsprung masih berlanjut
megalami gejala dan tanda, termasuk konstipasi sertamembutuhkan tindakan
kolostomi permanen. Pasien dengan abnormalitas genetik dan sindrom lain
memiliki prognosis yang lebih buruk (Lee, 2012).
Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, maka kerangka teori dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Epidemiologi
Diagnosis
Banding:
Penyakit Kongenital
Gambaran Klinis:
Pengeluaran Megakolon
Akut
Penyakit Hirschsprung mekonium yang
Megakolon
terlambat Kronik
Muntah hijau Konstipasi
Etiologi: Distensi Hipotiroidism
Defek ganglion abdomen
Gangguan
kolon distal Motilitas
Usus
Irritable
Prosedur Diagnostik:
Bowel
Penatalaksanaan Anamnesis Syndrome
Pemeriksaan Fisik Toxic
Megacolon
Pemeriksaan
Komplikasi Radiologi
Pemeriksaan Patologi
Anatomi
Prognosis
Pemeriksaan
Manometri
Jenis Kelamin
Gambaran Klinis
Pemeriksaan Penunjang Pasien penyakit
Hirschsprung
Penatalaksanaan
Komplikasi pasca bedah
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional study,
yaitu untuk mengetahui gambaran penderita penyakit Hirschsprung.
Penelitian ini dilakukan selama sepuluh bulan yaitu pada bulan Maret sampai
dengan bulan Desember tahun 2017.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita penyakit
Hirschsprung di RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2012 - 2016.
22
Data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk table distribusi
frekuensi. Semua data yang di peroleh di analisis secara ststistik dengan bantuan
program window SPSS 24.0 (Statistical Package for Social Science) dengan
tahapan sebagai berikut:
1. Editing.
Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.
Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan data dilengkapi dengan
melihat ulang rekam medis.
2. Coding.
Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya
kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah ke dalam
komputer.
3. Entry.
Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program
pengolah statistik.
4. Cleaning.
Pemeriksaan ulang semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer
guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukkan data.
5. Analyzing.
Menyimpan data yang telah diolah dan dianalisa. Hasil penelitian akan
ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
-Obstruksi
usus /
konstipasi
-Infeksi luka
-Kembali
Hirschsprung
-Kematian
6 Pasien Penderita Rekam Observasi Pasien usia Nominal
Hirschsprung penyakit medis rekam 0-12 bulan
Hirschsprung medis
di RSUP Haji
Adam Malik.
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
(RSUP HAM) Kota Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17,
kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah sakit ini
merupakan rumah sakit pemerintah dengan kategori kelas A. Selain itu, RSUP
Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah
Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau
sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang sangat bervariasi.
Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal
6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik ditetapkan sebagai Rumah Sakit
Pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Data penelitian yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder yaitu
data yang didapatkan dari rekam medis yang diambil dari sub bagian rekam
medik periode 2012-2016 di RSUP Haji Adam Malik, Medan. Jumlah penderita
penyakit Hirschsprung usia 0-12 bulan di RSUP Haji Adam Malik tahun 2012-
2016 yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 81 orang yang dipilih
menurut kriteria inklusi dan eksklusi sebelumnya. Pada penelitian ini
karakteristik penderita penyakit Hirschsprung yang ada dapat dibedakan
berdasarkan jenis kelamin, gambaran klinis, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan
patologi anatomi, pemeriksaan manometri, penatalaksanaan dan komplikasi.
Distribusi sampel berdasarkan kategori jenis kelamin dapat dilihat dalam
tabel dibawah. Dari Tabel 4.1 didapatkan bahwa sampel berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 52 orang (64,2%) dan perempuan sebanyak 29 orang (35,8%).
26
Gambaran klinis merupakan tanda dan gejala awal yang dialami oleh pasien
yang tercatat dalam rekam medis. Terdapat tiga gambaran klinis yang dinilai
karakteristiknya dalam penelitian ini, yaitu distensi abdomen, muntah hijau serta
pengeluaran mekonium yang terlambat. Data mengenai gambaran klinis ini
didapatkan melalui rekam medis dan dapat dilihat dalam tabel.
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa frekuensi distribusi gambaran klinis
tertinggi adalah distensi abdomen yaitu sebanyak 71 sampel (87,7%) dan
terendah muntah hijau yaitu sebanyak 25 sampel (30,9%).
Penatalaksanaan Frekuensi %
Tidak ditatalaksana 20 24,7
Tatalaksana
Kolostomi 47 58,0
Sigmoidectomy 0 0
Kolostomi + Sigmoidectomy 14 17,3
Jumlah 81 100
Dari seluruh pasien yang dilakukan terapi pembedahan, dapat dilihat frekuensi
distribusi komplikasi pasca pembedahan tertinggi adalah enterokolitis yaitu
sebanyak 16 sampel (19,8%) dan terendah obstruksi usus/konstipasi dan kematian
yaitu masing-masing sebanyak 4 sampel (4,9%). Namun tidak semua pasien
penyakit Hirschsprung yang diterapi bedah mengalami komplikasi dan hal ini
terjadi pada 15 sampel (18,5%). Hal ini diuraikan dalam Tabel 4.5 di bawah ini.
Komplikasi Frekuensi %
Tidak Ditatalaksana 20 24,7
Tanpa Komplikasi 15 18,5
Enterokolitis 16 19,8
Kebocoran anastomosis dan striktur 10 12,3
Obstruksi usus / konstipasi 4 4,9
Infeksi luka 6 7,4
Kembali Hirschsprung 6 7,4
Kematian 4 4,9
Jumlah 81 100
Sori dan Hiswani dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 4:1 (Verawati,
Sori dan Hiswani, 2013). Hal serupa juga ditemukan pada penelitian yang
dilakukan oleh S. Rajindrajith, N. M. Devanarayana & M. A. Benninga ditemukan
pasien penyakit Hirschsprung dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1
sampai 6:1 (Rajindrajith. S, Devanarayana, dan Benninga, 2012).
Pada penelitian ini terdapat tiga gambaran klinis yang dinilai, yaitu distensi
abdomen yang terjadi pada 71 sampel (87,7%). Sedangkan muntah hijau hanya
terjadi pada 25 sampel (30,9%) dan pengeluaran mekonium terlambat (lebih dari
24 jam) yang terjadi pada 50 sampel (61,7%). Distensi abdomen merupakan salah
satu gejala klinis yang sering terjadi pada pasien penyakit Hirschsprung. Kartono
dalam penelitiannya menemukan ditensi abdomen secara radiografis pada 95,3%
dari 86 pasien penyakit Hirschsprung. Muntah berwarna hijau merupakan
gambaran klinis penting lainnya. Hal ini terjadi karena oleh obstruksi usus, yang
dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan gangguan pasase usus. Secara normal
mekonium dikeluarkan dalam waktu kurang dari 24 jam pertama kelahiran,
Kartono menemukan bahwa dari 123 pasien penyakit Hirschsprung terdapat 115
pasien (93,5%) mengalami pengeluaran mekonium yang terlambat yaitu 24 – 48
jam pada 26 kasus dan lebih dari 48 jam pada 89 kasus (Kartono, 2010).
Dari hasil penelitian, pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan
terhadap pasien penyakit Hirschsprung adalah pemeriksaan Radiologi yang
dilakukan pada 79 sampel (97,5%). Sedangkan pemeriksaan lain seperti patologi
anatomi hanya dilakukan pada 36 sampel (44,4%) dan pemeriksaan manometri
yang tidak pernah dilakukan (0%). Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Kartono
dalam bukunya bahwa pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang
memegang peranan penting dalam penegakan diagnosis penyakit Hirschsprung.
Pemeriksaan manometri adalah prosedur pemeriksaan tambahan jika hasil
pemeriksaan klinis, radiologi, dan patologi anatomi meragukan. Pemeriksaan ini
jarang dilakukan karena pada umumnya diagnosis penyakit Hirschsprung dapat
langsung ditegakkan (Kartono, 2010).
5.1 KESIMPULAN
31
5.2 SARAN
Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan antara lain:
2. Kepada tenaga medis tentunya hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
tambahan referensi dalam penegakan dan penanganan kasus Hirschsprung
dalam praktek sehari-hari. Serta diharapkan untuk meningkatkan pelayanan
dan manajemen khususnya untuk pelayanan medis bagi bayi yang menderita
penyakit Hirschsprung sehingga dapat mengurangi tingginya angka
morbiditas dan mortalitas.
3. Kepada bagian rekam medis, dalam mengentri data rekam medis ke dalam
komputer sebaiknya lebih teliti, agar tidak terjadi penggandaan nomor rekam
medis, kesalahan dalam memasukkan kode penyakit serta lebih
memperhatikan kelengkapan isi rekam medis. Sehingga dapat mempermudah
pencarian data rekam medis.
4. Kepada ibu dan masyarakat agar lebih waspada apabila menjumpai bayi
yang belum mengeluarkan mekonium pertama dalam 24 jam pertama
kelahiran dan tanda-tanda awal kejadian penyakit Hirschsprung untuk
selanjutnya segera meminta pertolongan kepada petugas kesehatan.
Effendi, S. H. dan Indrasanto (2008) Buku Ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak
Indonesia: Jakarta.
Markum, A. H. (2002) lmu Kesehatan Anak Jilid I. Balai Penerbit FK UI: Jakarta.
33
Pieter, J. (2005) 'Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum', in R, S., Jong,
D., and Wim (eds) Buku Ajar Ilmu Bedah. II. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
Verawati, Sori dan Hiswani. (2013) Karakteristik Bayi yang Menderita Penyakit
Hircshsprung di RSUP H. Adam Malik Kota Medan
Tahun 2010-2012.
Universitas Sumatera Utara.
Riwayat Pendidikan :
1. TK St Patricia Tangerang (2000-2002)
2. TK SRADA St Maria Tangerang (2002-2003)
3. SD STRADA St Maria Tangerang (2003-2009)
4. SMP Negeri 1 Tangerang (2009-2012)
5. SMA Negeri 78 Jakarta (2012-2014)
6. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2014-Sekarang)
Riwayat Pelatihan :
1. Peserta Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) FK USU 2014
2. Manajemen Mahasiswa Baru (MMB) MMB FK USU 2014
3. Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa (LKMM) FK USU 2014
Riwayat Organisasi :
1. Anggota Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FK USU 2014
2. Anggota Pemerintahan Mahasiswa (PEMA) FK USU 2015
PERNYATAAN
Dengan ini penulis menyatakan bahwa skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter
pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan
hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil
karya orang lain dalam penulisan skripsi ini, telah penulis cantumkan sumbernya
secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penelitian ilmiah.
Materai
Rp 6.000
ETHICAL CLEARANCE
DATA INDUK
Muntah Hijau
Pemeriksaan Manometri