BST 1 Ambliopia

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

Bed Side Teaching

AMBLIOPIA

Oleh:

Fuka Priesley 1840312274

Shafira Aghnia 1840312281

Satrya Aji P 1840312401

Preseptor :

dr. Julita, Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA


RSUP DR M.DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

i
ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ambliopia adalah penurunan tajam penglihatan, walaupun sudah diberi

koreksi yang terbaik. Ambliopia dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak

dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras

penglihatan posterior.1 Ambliopia berasal dari bahasa Yunani,yang berarti

penglihatan tumpul atau pudar (amblus : pudar, Ops : mata). Klasifikasi ambliopia

dibagi ke dalam beberapa kategori dengan nama yang sesuai dengan penyebabnya

yaitu ambliopia strabismik, ambliopia anisometropik, ambliopia isometropia dan

ambliopia deprivasi.1

Ambliopia, dikenal juga dengan istilah “mata malas” (lazy eye), merupakan

suatu permasalahan dalam penglihatan yang memang hanya mengenai 2 – 3 %

populasi, tapi bila dibiarkan akan sangat merugikan nantinya bagi kehidupan

penderita. Insidensinya tidak dipengaruhi jenis kelamin dan ras. Ambliopia tidak

dapat sembuh dengan sendirinya. Ambliopia yang tidak diterapi dapat

menyebabkan gangguan penglihatan permanen. Jika nantinya pada mata yang baik

timbul suatu penyakit ataupun trauma, maka penderita akan bergantung pada

penglihatan buruk mata yang ambliopia, oleh karena itu ambliopia harus

ditatalaksana secepat mungkin.2

Hampir seluruh kasus ambliopia itu dapat dicegah dan bersifat reversibel

dengan deteksi dini dan intervensi yang tepat. 2,3 Umumnya penatalaksanaan

ambliopia dilakukan dengan menghilangkan penyulit, mengkoreksi kelainan

refraksi, dan memaksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi

1
penggunaan yang lebih baik. Anak dengan ambliopia atau yang beresiko ambliopia

hendaknya dapat diidentifikasi pada umur dini, dimana prognosis keberhasilan terapi

akan lebih baik.1 Prognosis juga ditentukan oleh jenis ambliopia dan dalamnya

ambliopia saat terapi dimulai. Untuk itu penting bagi kita sebagai dokter layanan

primer untuk dapat mendeteksi secara dini amblyopia, terutama pada anak agar dapat

mencegah terjadinya ambliopia permanen.

1.2. Batasan Masalah

Dalam makalah ini akan membahas mengenai anatomi dan fisiologi, tahap

perkembangan penglihatan, definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi,

klasifikasi, diagnosis, manifestasi klinis, tatalaksana, prognosis dan komplikasi

ambliopia.

1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami serta menambah

pengetahuan tentang penulis dan pembaca tentang ambliopia.

1.4. Metode Penulisan

Penulisan makalah menggunakan metode tinjauan pustaka dengan merujuk

ke berbagai literatur.

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Ambilopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia

(penglihatan). Dikenal juga dengan “lazy eye” atau “mata malas”.2 Ambliopia

merupakan suatu keadaan dimana pemeriksa tidak melihat apa – apa dan terkadang

3
pasien hanya dapat melihat sangat sedikit (The observer see nothing and the patient

very little).

Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan, walaupun sudah diberi

koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat

dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan

posterior.1

2.2. Epidemiologi

Ambliopia adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting oleh

karena menyebabkan penderitaan seumur hidup. Usaha-usaha untuk mengatasinya

memerlukan biaya yang besar, kedisiplinan yang tinggi dari dokter dan pasiennya,

juga waktu yang lama. Prevalensi ambliopia di Amerika Serikat sulit untuk ditaksir

dan berbeda pada tiap literatur, berkisar antara 1 – 3,5 % pada anak yang sehat

sampai 4 – 5,3 % pada anak dengan problema mata. Hampir seluruh data

mengatakan sekitar 2 % dari keseluruhan populasi menderita ambliopia.3,6 Di Cina,

menurut data bulan Desember tahun 2005, sekitar 3 – 5 % atau 9 hingga 5 juta

anak menderita ambliopia.2

Di Indonesia , suatu penelitian dengan sampel Murid-murid kelas 1 SD di

kotamadya Bandung, menunjukkan angka prevalensi Ambliopia berkisar 1,56 %. 7

Pada sebuah penelitian di Yogyakarta, didapatkan bahwa insidensi Ambliopia pada

anak di kawasan perkotaan adalah sebesar 0,25% sedangkan di pedesaaan sebesar

0,20%.5

Tidak ada perbedaan insidensi berdasarkan jenis kelamin dan ras. Usia

terjadinya ambliopia yaitu pada periode kritis dari perkembangan mata. Resiko

meningkat pada anak yang perkembangannya terlambat, prematur dan/atau

dijumpai adanya riwayat keluarga ambliopia.3

4
2.3. Etiologi

Ambliopia terjadi akibat beberapa gangguan pada tahap perkembangan

penglihatan, diantaranya:

1) Strabismus

Strabismus adalah gangguan visual di mana mata tidak sinkron dan titik

fokus menuju ke arah yang berbeda. Jenis Klasifikasi strabismus dibagi

menjadi4: 7

a. Esotropia. Keadaan strabismus, yakni juling ke dalam atau strabismus

konvergen, dimana sumbu penglihatan mengarah ke arah nasal.

b. Eksotropia. Keadaan strabismus, yakni juling ke luar atau strabismus

divergen dimana sumbu penglihatan kearah temporal.

c. Hipertropia. Keadan strabismus, dimana salah satu bola mata normal,

sedangkan bola mata yang lain bergulir kearah atas, atau seakan - akan

salah satu mata melihat kearah alis atau rambut.

d. Hipotropia. Keadan strabismus, dimana salah satu bola mata normal,

sedangkan bola mata yang lain bergulir ke arah bawah, atau seakan -

akan melihat kearah mulut.

Ambliopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau

terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu

(fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan

kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi penurunan respon

terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi.

5
2) Gangguan Refraksi

Dalam keadaan normal, cahaya sejajar yang masuk ke mata dalam

keadaan istirahat atau tidak berakomodasi akan difokuskan pada satu titik di

retina. Kondisi ini disebut emetropia. Ketika mata dalam keadaan tidak

berakomodasi dengan baik, mata tidak dapat memfokuskan cahaya ke retina.

Keadaan ini disebut ametropia. Namun, ada suatu keadaan dimana mata

mempunyai kelainan refraksi yang tidak sama pada mata kanan dan mata mata

kiri. Ada tiga keadaan yang dapat menyebabkan ametropia, yaitu:6

a. Miopia

b. Hipermetropia (disebut juga hiperopia)

c. Astigmat

Pada gangguan refraksi, ambliopia yang terjadi dapat akibat dari kelainan

refraksi tinggi yang tidak dikoreksi (ambliopia isometropia) atau adanya

perbedaan refraksi antara kedua mata yang menyebabkan lama kelamaan

bayangan pada satu retina tidak fokus (ambliopia anisometropik).

3) Deprivasi Penglihatan

Gangguan mata ini timbul ketika katarak atau keadaan yang sejenis yang

menutup axis visual pada saat periode visual experience. Gangguan ambliopia

deprivatif jika tidak ditangani dengan cepat maka prognosisnya akan buruk.4

Mekanisme terjadinya ambliopia pada beberapa gangguan visual ini

diduga akibat 2 faktor, yaitu nirpakai (non use) dan supresi. Ambliopia nirpakai

terjadi akibat tidak dipergunakannya elemen visual retino kortikal pada saat

periode kritis dalam perkembangannya terutama sebelum usia 9 tahun. Supresi

yang terjadi pada ambliopia dapat merupakan proses kortikal yang akan

6
mengakibatkan terdapatnya skotoma absolut pada penglihatan binokular atau sebagai

hambatan binokular pada bayangan retina yang kabur. Supresi sama sekali tidak

berkaitan dengan perkembangan penglihatan.

Berikut ini adalah poin-poin faktor ambliogenik1 :

1. Strabismus
2. Kelainan Refraksi
Pada kelainan refraksi dikenal dengan 2 tipe yaitu ambliopia anisometrik dan

ambliopia isometrik
a. Ambliopia anisometrik
Terjadi ambliopia karena kelainan refraksi pada kedua mata yang mana terdapat

berbedaan visus yang jauh antara keduanya. Level dari anisometrip yang dapat

menimbulkan ambliopia adalah lebih dari 1.50 D untuk anisohiperopia, 2.00 D

pada anisoastigmatisme dan 3.00 D pada anisomiopia.


b. Ambliopia isometrik
Ambliopia yang disebabkan karena penurunan visus pada kedua mata.

Hipermetropi yang dapat menimbulkan ambliopia apabila lebih dari 4.00-5.00 D

dan miopia yang lebihdari 5.00-6.00D


3. Kelainan deprivasi
Disebabkan karena kekeruhan media pada usia dini saat perkembangan mata masih

berlangsung. Kasus yang sering yaitu katarak congenital atau katarak developmental

2.4. Patofisiologi

Pada ambliopia ditemukan adanya kerusakan penglihatan sentral, sedangkan

daerah perifer dapat dikatakan masih tetap normal. Studi eksperimental pada

binatang serta studi klinis pada bayi dan balita, mendukung adanya suatu periode

kritis yang peka dalam berkembangnya ambliopia. Periode kritis ini sesuai dengan

perkembangan sistem pengglihatan anak yang peka terhadap masukan abnormal

yang diakibatkan oleh ransangan deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi yang

signifikan. Secara umum, periode kritis untuk ambliopia deprivasi terjadi lebih

cepat dibanding strabismus ataupun anisometropia, begitu juga dengan waktu yang

dibutuhkan untuk terjadinya amblyopia lebih singkat pada ransangan deprivasi ini.1

7
Periode kritis yang sesuai dengan perkembangan sistem penglihatan anak

yang dimaksudkan diatas adalah :8

a. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6),

yaitu pada saat lahir sampai usia 3-5 tahun.

b. Periode yang beresiko tinggi untuk terjadinya amblyopia deprivasi yaitu

usia beberapa bulan hingga usia 7-8 tahun.

c. Periode dimana kesembuhan amblyopia masih dapat dicapai, yaitu sejak

terjadinya deprivasi sampai usia remaja atau bahkan terkadang usia

dewasa.

Walaupun mekanisme neurofisiologi penyebab amblyopia masih sangat

belum jelas, studi eksperimental modifikasi pengalaman dalam melihat pada

binatang dan percoban laboratorium pada pada manusia dengan amblyopia telah

8
memberikan beberapa masukan, pada binatang percobaan menunjukkan gangguan

sistem penglihatan fungsi neuron diakibatkan oleh pengalaman melihat abnormal dini.

Sel pada korteks visual primer dapat kehilangan kemampuan dalam menanggapi

rangsangan pada satu atau kedua mata, dan sel yang masih responsive fungsinya

akhirnya dapat menurun. Kelainan juga terjadi pada neuron badan genikulatum

lateral.1

2.5. Klasifikasi

Ambliopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan ganguan/ kelainan

yang menjadi penyebabnya.

1. Ambliopia Strabismik

Esotropia atau eksotropia pada seorang anak menyebabkan penglihatan

ganda. Anak dengan cepat belajar untuk menekan bayangan pada mata yang

mengalami deviasi dan belajar melihat normal hanya dengan satu mata.

Sayangnya, penglihatan tidak berkembang pada mata yang tidak digunakan

(kecuali jika mata yang normal ditutup, sehingga memaksa anak menggunakan

mata yang berdeviasi) penglihatan tidak akan terbentuk pada mata tersebut.

Anak akan tumbuh dengan satu mata normal yang pada dasarnya buta karena

mata tersebut tidak membentuk hubungan fungsional dengan pusat-pusat

penglihatan di otak. Hal ini lebih mungkin terjadi pada esotropia dibandingkan

eksotropia.4

2. Amblyopia Refraktif

Amblyopia refraktif terbagi atas dua tipe yaitu :

a. Ambliopia anisometropia

Ambliopia anisometropia merupakan jenis ambliopia terbanyak kedua

setelah ambliopia strabismus.1 Ambliopia ini terjadi akibat perbedaan refraksi

kedua mata yang terlalu besar atau lebih dari 2.5 dioptri. 10 Anak lebih

memperhatikan benda-benda yang terletak dekat daripada yang jauh. Apabila


9
salah satu mata nearsighted (miopia) dan yang lain farsighted (hyperopia), anak

lebih menyukai mata yang myopia. Dengan demikian, mata yang farsighted

tidak akan digunakan walaupun tidak juling. Akibatnya akan sama seperti

pada strabismus yang tidak diobati, yakni kebutaan monocular akibat

kegagalan perkembangan visual mata yang tidak digunakan.4

b. Ambliopia Isometropia

Pada amblyopia ini visus turun bilateral walaupun sudah dikoreksi

maksimal. Hal ini disebabkan oleh kelainan refraksi bilateral yang tingi pada

anak yang tidak dikoreksiyang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan

mata kiri, yaitu hyperopia lebih dari 5 dioptri atau myopia lebih dari 10 dioptri.

Jika hiperopianya hanya 1-2 dioptri maka masih bisa dikompensasi dengan

akomodasi, jadi tidak sampai menyebabkan amblyopia.1,9

3. Ambliopia Deprivasi

Ambliopia deprivasi dilaporkan mengenai <3% dari seluruh penderita

ambliopia.13 Ambliopia deprivasi sering disebabkan oleh kekeruhan media

kongenital atau dini yang akan menyebabkan terjadinya penurunan

pembentukan bayangan yang akhirnya menimbulkan ambliopia. Bentuk

ambliopia ini merupakan yang paling parah dan sulit diperbaiki.1

10
Pasien dengan ambliopia deprivasi dapat memiliki mata yang sehat atau

dengan kondisi penyerta, seperti mikroftalmus, koloboma, hipoplasia nervus

optikus, atau abnormalitas retina. Hal yang sulit untuk menentukan apakah

kehilangan penglihatan disebabkan oleh ambliopia deprivasi atau kondisi

penyerta pada mata. Etiologi yang paling sering dilaporkan adalah katarak

kongenital atau infantil unilateral. Ambliopia deprivasi karena katarak berlanjut

sampai katarak diangkat dan koreksi optik dilakukan. Bahkan setelah koreksi

optik dilakukan, mata yang terkena ambliopia dapat berlanjut menjadi

anisometrop dan anisekonik. Onset penyakit yang terjadi di waktu dini

dipercaya membuat ambliopia tipe ini parah dan resisten terhadap

pengobatan.10

2.6. Diagnosis

Ambliopia didiagnosis ketika penurunan ketajaman penglihatan tidak dapat

dijelaskan berdasarkan abnormalitas pemeriksaan fisik dan ditemukan berkaitan

dengan penemuan kondisi yang bisa menyebabkan ambliopia. Karakteristik

penglihatan tidak dapat dibedakan secara nyata antara ambliopia dengan

kehilangan penglihatan lainnya. Sebagai contoh crowding phenomenon bukan

suatu patognomonik pada ambliopia.3

Beberapa pemeriksaan digunakan untuk menegakkan diagnosis dan derajat

ambliopia. Pemeriksaan untuk mengetahui perkembangan tajam penglihatan sejak

bayi sampai usia 9 tahun perlu untuk mencegah keadaan terlambat untuk

melakukan perawatan.

11
Pemeriksaan kedudukan mata dan adanya reaksi pupil selain pemeriksaan

fundus, yaitu:3

1. Penilaian ketajaman penglihatan

a. Ketajaman penglihatan jauh

b. Ketajaman penglihatan dekat

2. Tes crowding phenomenon

Penderita diminta membaca huruf kartu snellen sampai huruf terkecil

yang dibuka satu persatu atau yang diisolasi, kemudian isolasi huruf

dibuka satu persatu dan pasien diminta membaca sebaris huruf yang sama.

Bila terjadi penurunan ketajaman penglihatan dari huruf isolasi ke huruf

dalam baris maka ini disebut adanya fenomena crowding pada mata

tersebut. 7

3. Uji densiti filter netral

Dasar uji adalah diketahuinya bahwa pada mata yang ambliopia secara

fisiologik berada dalam keadaan beradaptasi gelap, sehingga bila pada

mata ambliopia dilakukan uji penglihatan dengan intensitas sinar yang

direndahkan (memakai filter densiti netral) tidak akan terjadi penurunan

ketajaman penglihatan. Dilakukan dengan memakai filter yang perlahan-

lahan digelapkan sehingga tajam penglihatan pada mata normal turun 50%

pada mata ambliopia fungsional tidak akan atau hanya sedikit menurunkan

tajam penglihatan pada pemeriksaan sebelumnya. Bila ambliopia adalah

fungsional maka paling banyak tajam penglihatan berkurang satu baris

atau tidak terganggu sama sekali. Bila mata tersebut ambliopia organik

maka tajam penglihatan akan sangat menurun dengan pemakaian filter

tersebut.7

4. Uji Worth’s Four Dot

12
Uji untuk melihat penglihatan binokular, adanya fusi, korespondensi

retina abnormal, supresi pada satu mata dan juling. Penderita memakai

kacamata dengan filter merah pada mata kanan dan filter biru pada mata

kiri lalu melihat pada objek 4 titik dimana satu berwarna merah, 2 hijau, 1

putih. Lampu atau titik putih akan terlihat merah oleh mata kanan dan

hijau oleh mata kiri. Lampu merah hanya dapat dilihat oleh mata kanan

dan lampu hijau hanya dapat dilihat oleh mata kiri. Bila fusi baik maka

akan terlihat 4 titik dan sedang lampu putih terlihat sebagai lampu

campuran hijau dan merah. 4 titik juga akan dilihat oleh mata juling akan

tetapi telah terjadi korespondensi retina yang tidak normal. Bila terdapat

supresi maka akan terlihat hanya 2 merah bila mata dominan kanan atau 3

hijau bila mata kiri dominan. Bila terlihat 5 titik (3 merah dan 2 hijau yang

saling bersilangan) berarti mata dalam keadaan eksotropia dan bila tidak

bersilangan berarti mata berkedudukan esotropia.7

2.7. Penatalaksanaan

Ambliopia dapat ditatalaksana dengan efektif selama satu dekade pertama.

Lebih cepat tindakan terapeutik dilakukan, maka akan semakin besar pula peluang

keberhasilannya. Bila pada awal terapi sudah berhasil, hal ini tidak menjamin

penglihatan optimal akan tetap bertahan. Maka para klinisi harus tetap waspada dan

bersiap untuk melanjutkan penatalaksanaan hingga penglihatan ”matang” (sekitar

umur 10 tahun).11

Penatalaksanaan ambliopia meliputi langkah – langkah berikut :1

a) Menghilangkan (bila mungkin) semua penghalang penglihatan seperti

katarak

b) Koreksi kelainan refraksi

c) Paksakan penggunaan mata yang lebih lemah dengan membatasi

penggunaan mata yang lebih baik

13
1. Pengangkatan Katarak

Katarak yang dapat menyebabkan ambliopia harus segera dioperasi, tidak perlu

ditunda – tunda. Pengangkatan katarak kongenital pada usia 2-3 bulan pertama

kehidupan, sangat penting dilakukan agar penglihatan kembali pulih dengan

optimal. Pada kasus katarak bilateral, interval operasi pada mata yang pertama

dan kedua sebaiknya tidak lebih dari 1- 2 minggu. Terbentuknya katarak

traumatika berat dan akut pada anak dibawah umur 6 tahun harus diangkat

dalam beberapa minggu setelah kejadian trauma, bila memungkinkan. 1 Yang

mana katarak traumatika itu sangat bersifat amblyopiogenik.

Kegagalan dalam ”menjernihkan” media, memperbaiki optikal, dan

penggunaan regular mata yang terluka, akan mengakibatkan ambliopia berat

dalam beberapa bulan, selambat – lambatnya pada usia 6 hingga 8 tahun.14

2. Koreksi Refraksi

Bila ambliopia disebabkan kelainan refraksi atau anisometropia, maka

dapat diterapi dengan kacamata atau lensa kontak.2 Ukuran kaca mata untuk

mata ambliopia diberi dengan koreksi penuh dengan penggunaan sikloplegia. 1

Bila dijumpai myopia tinggi unilateral, lensa kontak merupakan pilihan, karena

bila memakai kacamata akan terasa berat dan penampilannya (estetika) buruk.14

Karena kemampuan mata ambliopia untuk mengatur akomodasi cenderung

menurun, maka ia tidak dapat mengkompensasi hyperopia yang tidak dikoreksi

seperti pada mata anak normal.

Koreksi aphakia pada anak dilakukan segera mungkin untuk

menghindarkan terjadinya deprivasi penglihatan akibat keruhnya lensa menjadi

14
defisit optikal berat. Ambliopia anisometropik dan ambliopia isometropik akan

sangat membaik walau hanya dengan koreksi kacamata selama beberapa bulan.1

3. Oklusi

a) Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi

pilihan, yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh

waktu (full time) atau paruh waktu (part-time).

Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi

untuk semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga.(Occlusion for all

or all but one waking hour). Arti ini sangat penting dalam pentalaksanaan

ambliopia dengan cara penggunaan mata yang ”rusak”. 1 Biasanya penutup

mata yang digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches) yang

tersedia secara komersial.1

Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau

dibuka sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle mounted ocluder) atau

lensa kontak opak,atau Annisa’s Fun Patches dapat juga menjadi alternatif

full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang

lengket.1 Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus

konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-time patching

mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular.1

Terdapat suatu aturan bahwa full-time patching diberi selama 1

minggu untuk setiap tahun usia.3,15 Misalnya penderita ambliopia pada mata

kanan berusia 3 tahun harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu

dievaluasi kembali. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya ambliopia pada

mata yang baik.3

b) Oklusi Part Time

Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari yang akan memberi

hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-
15
nya tergantung dari derajat ambliopia.1 Ambliopia Treatment Studies (ATS)

telah membantu dalam penjelasan peranan full-time patching dibanding

part-time. Studi tersebut menunjukkan, pasien usia 3-7 tahun dengan

ambliopia berat (tajam penglihatan antara 20/100 = 6/30 dan 20/400

= 6/120 ), full-time patching memberi efek sama dengan penutupan selama

6 jam per hari. Dalam studi lain, patching 2 jam/hari menunjukkan

kemajuan tajam penglihatan hampir sama dengan patching 6jam/hari pada

ambliopia sedang / moderate (tajam penglihatan lebih baik dari 20/100)

pasien usia 3 – 7 tahun. Dalam studi ini, patching dikombinasi dengan

aktivitas melihat dekat selama 1 jam/ hari.3

Idealnya, terapi ambliopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat

atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing –

masing mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus

menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan.12

4. Degradasi Optikal

Metode lain untuk penatalaksanaan ambliopia adalah dengan

menurunkan kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih

baik hingga menjadi lebih buruk dari mata yang ambliopia, sering juga

disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1%

atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang

lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat

dekat.1

ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya

dengan patching untuk ambliopia sedang (tajam penglihatan lebih baik

daripada 20/100). ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3 – 7 tahun. ATS

juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir minggu

16
(weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan pemberian

atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak usia 3 – 7 tahun

dengan ambliopia sedang.3 Ada juga studi terbaru yang membandingkan

atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7 tahun,menunjukkan

atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang tadinya masih

ragu – ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada patching. 2

Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan

oklusi, yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis.

Dengan atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini.

Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi.14 Metode pilihan lain yang

prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif dengan ukuran

tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping

farmakologik atropine.1 Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan

metode non-oklusi pada pasien dengan mata yang lurus (tidak strabismus)

adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan

binokular.12

2.8. Komplikasi

Komplikasi utama jika ambliopia tidak ditatalaksana segera adalah buta

irreversibel.3 Semua bentuk penatalaksanaan ambliopia memungkinkan untuk

terjadinya ambliopia pada mata yang baik. Oklusi full-time adalah yang paling

berisiko tinggi dan harus dipantau dengan ketat terutama pada anak balita.

Follow-up pertama setelah pemberian oklusi dilakukan setelah 1 minggu

pada bayi dan 1 minggu per tahun usia pada anak (misalnya : 4 minggu untuk anak

usia 4 tahun).

Oklusi part-time dan degradasi optikal, observasinya tidak perlu sesering oklusi

full-time tapi follow-up reguler tetap penting. Hasil akhir terapi ambliopia

unilateral adalah terbentuknya kembali fiksasi alternat. Tajam penglihatan dengan

17
Snellen linear tidak berbeda lebih dari satu baris antara kedua mata. Waktu yang

diperlukan untuk lamanya terapi tergantung pada hal berikut :1

 Derajat ambliopia

 Pilihan terapeutik yang digunakan

 Kepatuhan pasien terhadap terapi yang dipilih

 Usia pasien

Semakin berat ambliopia dan usia lebih tua membutuhkan penatalaksanaan

yang lebih lama. Oklusi full-time pada bayi dan balita dapat memberi perbaikan

ambliopia strabismik berat dalam 1 minggu atau kurang. Sebaliknya, anak yang

lebih berumur yang memakai penutup hanya seusai sekolah dan pada akhir minggu

saja membutuhkan waktu 1 tahun atau lebih untuk dapat berhasil. Komplikasi dari

terapi oklusi mencakup ambliopia pada mata yang ditutup, alergi kulit, infeksi atau

abrasi kornea karena pemakaian lensa kontak, diplopia, dan stres psikologis.13

2.9. Prognosis

Setelah 1 tahun, 73% pasien menunjukkan kesuksesan setelah percobaan

pertama terapi oklusi setelah 1 tahun. Studi menunjukkan jumlah pasien yang dapat

mempertahankan visusnya berkurang hingga 53% seiring berjalan waktu setelah 3

tahun.3

Faktor risiko kegagalan penatalaksanaan ambliopia :

1. Tipe Ambliopia

Pasien dengan anisometrop tinggi dan pasien dengan kelainan organik

memiliki prognosis yang lebih buruk. Pasien dengan ambliopia strabismik

memiliki prognosis yang lebih baik.

2. Usia Dimulai Terapi

Semakin muda pasien diterapi semakin baik prognosisnya.

3. Keparahan Ambliopia Saat Mulai Terapi


18
Semakin baik visus awal saat ambliopia semakin baik prognosisnya. 3 Bahkan

jika terapi ambliopia sukses dilakukan, persepsi gambar pada pasien ambliopia

tidak akan sebaik orang normal.16

BAB 3

LAPORAN KASUS

Identitas Pasien

Nama : AP
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 10 tahun 6 bulan
Alamat : Jorong Gunung Tanjung Alam Kel. Tanjung Alam Kec.

Tanjung

Baru, Tanah Datar, Sumatra Barat


Pekerjaan : Pelajar
Tanggal Pemeriksaan : 17 Desember 2018

Anamnesa

Keluhan Utama :

Pasien mengeluhkan penglihatan kabur pada kedua mata yang semakin parah sejak 6 bulan

yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

19
- Pasien mengeluhkan penglihatan kabur pada kedua mata semakin parah sejak 6 bulan

yang lalu. Menurut keluarga, pasien sering melihat objek dalam jarak dekat, seperti

membaca dan menonton televisi sejak 1 tahun sebelum masuk rumah sakit
- Di sekolah, gurunya mengeluhkan penurunan penglihatan pada pasien sehingga prestasi

pasien di sekolah menurun


- Keluhan juling tidak ada
- Awalnya, dibawa ke puskesmas kemudian dirujuk ke RSUD di Batusangkar dan

diberikan diberikan obat tetes, dan selanjutnya dirujuk ke RSUP dr. M. Djamil Padang

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya


- Pasien tidak pernah mengalami trauma pada mata sebelumnya
- Pasien tidak pernah mengalami penyakit katarak sebelumnya
- Pasien sebelumnya diberikan obat tetes di RSUD Batusangkar

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ini

Pemeriksaan Fisik :

- Keadaan Umum : Baik


- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi Nadi : 88x/menit
- Frekuensi Nafas : 20x/menit
- Suhu : 36º C

Status Generalisata :

Kulit : dalam batas normal

Kelenjar Getah Bening : dalam batas normal

Kepala, rambut : dalam batas normal, dalam batas normal

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal

Tenggorokan, gigi dan mulut : dalam batas normal

Leher : dalam batas normal

Thorax : dalam batas normal

Abdomen : dalam batas normal

20
Punggung : dalam batas normal

Alat kelamin, anus : tidak dilakukan pemeriksaan

Ekstremitas : dalam batas normal

Status Oftalmologis 22 Agustus 2017

STATUS
OD OS
OFTALMIKUS
Visus tanpa
20/150 20/150
koreksi
Visus dengan
20/40 20/50
koreksi
Refleks fundus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Silia Trikiasis (-), Madarosis (-) Trikiasis (-), Madarosis (-)
Palpebra superior Edema (-) Edema (-)
Palpebra inferior Edema (-) Edema (-)
Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal
Konjungtiva Hiperemis (-), Papil (-), folikel Hiperemis (-), Papil (-), folikel (-),
Tarsalis (-), sikatrik (-) sikatrik (-)
Konjungtiva
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Forniks
Konjungtiva Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Bulbii Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Sklera Putih Putih
Kornea Bening Bening
Kamera Okuli
Cukup Dalam Cukup dalam
Anterior
Iris Coklat Coklat
Pupil Bulat, Refleks cahaya (+) Bulat, Refleks cahaya (+)
Lensa Bening Bening
Korpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Fundus : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Media Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Papil optikus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Makula Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- aa/vv retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tekanan bulbus
Normal palpasi Normal palpasi
okuli
Posisi bulbus
Ortho Ortho
okuli
Gerakan bulbus
Bebas Bebas
okuli

21
Gambar :

Diagnosis Kerja :

 Hipermetrop tinggi ODS


 Astigmat hipermetrop kompositus
 Ambliopia isoametrop

Diagnosis Banding :

Anjuran Pemeriksaan :

Uji Crowding Phenomena

Penurunan tajam penglihatan dari huruf isolasi ke huruf dalam baris  fenomena ‘crowding’

 ambliopia

Rencana Terapi :

1. Koreksi refraksi
2. Cam Vision

VOD : 20/40 (KM)

VOS : 20/50 F1 (KM)

VODS : 20/40 (KM)

22
BAB 4

KESIMPULAN

Berdasar pembahasan tentang ambliopia di atas, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai

berikut :

1. Perkembangan penglihatan terdiri dari : 1) perkembangan penglihatan monokuler

atau penglihatan satu mata yang awalnya ketajaman penglihatan hanya berkisar

antara gerakan tangan sampai hitung jari dan kemudian berkembang terutama usia 2-

3 bulan, 2) perkembangan penglihatan binokuler dimana terjadi fusi penglihatan

mata kiri dan kanan yang menghasilkan penglihatan tunggal binokuler pada usia 1,5-

2 bulan, dan penglihatan tiga dimensi atau stereopsis yang berkembang pada usia 3-6

bulan.

2. Jika terjadi gangguan rangsangan penglihatan yang menimbulkan kekacauan pada

masing-masing mata, akan terjadi adaptasi sensoris dimana salah satu mata akan

mengalami supresi kortikal sehingga tidak terjadi respon terhadap bayangan yang

masuk yang akan menimbulkan skotoma supresi, sedangkan mata lainnya berfiksasi.

3. Ambliopia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan ketajaman penglihatan

walaupun sudah diberikan koreksi terbaik.

4. Prevalensi ambliopia di Amerika serikat rata-rata sekitar 2%, di Cina 3-5%, di

Bandung 1,56%, dan di Yogyakarta 0,25%.

5. Ambliopia dapat terjadi akibat gangguan pada tahap perkembangan penglihatan,

yaitu akibat strabismus, gangguan refraksi, dan akibat deprivasi penglihatan.

6. Pada ambliopia terjadi kerusakan penglihatan sentral karena terganggunya

penglihatan pada periode kritis perkembangan visual, seperti strabismu, gangguan

refraksi, dan deprivasi penglihatan.


23
7. Dua teori utama terjadinya ambliopia adalah mekanisme nirpakai (non use) akibat

terganggunya fungsi penglihatan pada masa perkembangan visual, dan mekanisme

supresi akibat adaptasi sensoris penglihatan karena perbedaan rangsangan yang

diterima pada kedua mata.

8. Ambliopia dikelompokkan berdasarkan penyebabnya, yaitu ambliopia strabismik,

ambliopia anisometropik, ambliopia isometropia, dan ambliopia deprivasi.

9. Diagnosis ambliopia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan seperti

pemeriksaan visus, crowding phenomenon test, uji densiti filter netral, dan uji

worth’s four dot.

10. Prinsip penatalaksanaan ambliopia adalah menghilangkan semua penghalang

penglihatan misalnya dengan operasi katarak, mengoreksi kelainan refraksi seperti

menggunakan kacamata atau lensa kontak, dan memaksakan penggunaan mata yang

mengalami gangguan dengan terapi oklus, serta dapat juga diberikan terapi degradasi

optikal dengan menurunkan kualitas bayangan pada mata yang sehat.

11. Komplikasi ambliopia dapat berupa buta ireversibel, dan akibat terapi oklusi dapat

terjadi ambliopia pada mata yang sehat, alergi kulit, infeksi, atau abrasi kornea.

12. Prognosis tergantung tipe ambliopia, usia dimulai terapi dan keparahan ambliopia

saat mulai terapi, dimana pasien dengan anisometrop tinggi, usia mulai terapi yang

cenderung lebih tua, dan tingkat keparahan yang tinggi akan memberikan prognosis

yang buruk.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Ophthalmology. Pediatric Ophthalmology and Strabismus.


Section 6. Basic and Clinical Science Course. 2011 – 2012.
2. Heiting, Gary. 2018. Amblyopia (Lazy Eye). Spanyol : All about vision. Tersedia dari:
URL: http:// www.allaboutvision.com/conditions/amblyopia.htm - diakses 17
Desember 2018
3. Yen, K.G. 2018. Amblyopia. Canada : MedScape
4. Amblyopia in Common Eye Conditions Disorders and Diseases. Tersedia dari: URL:
http://www.middleseweye.com/eye_conditions.htm.
5. Suharjo, Ulfah M. 2002.Insidensi Ambliopia pada murid sekolah dasar di perkotaan
dan di pedesaaan . Bagian Mata FK UGM/ RSUP Sarjito Yogyakarta.
6. Ilyas, S. 2006. Kelainan Refraksi dan Kacamata. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Ilyas, S. 2011. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
8. Suhardjo dan Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Edisi Pertama. Yogyakarta. Bagian Ilmu
Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 2007.
9. Antonio-Santos A, Vedula SS, Hatt SR, Powell C. 2014. Occlusion for stimulus
deprivation amblyopia. Cochrane Database Syst Rev.
12. Greenwald, M.J. dan Parks M.M. 2004. Duane’s Clinical Ophtalmology. Volume 1.
Revised Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
13. Langston, D.P. Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. Fifth Edition. Lippincott
Williams & Wilkins. Philadelphia.
14. Mirabella G, Hay S, Wong AM. 2011. Deficits in perception of images of real-world
scenes in patients with a history of amblyopia. Arch Ophtalmology.; 129(2):176-83.

25

Anda mungkin juga menyukai