Askep Perianestesi New
Askep Perianestesi New
Askep Perianestesi New
J DENGAN
DIAGNOSA CLOSE FRAKTUR FEMUR TIBIA SINISTRA
DENGAN TEKNIK SPINAL ANESTESI
DI IBS RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Disusun Oleh
2018
ASUHAN KEPERAWATAN PERIANESTESI PADA An.J DENGAN
DIAGNOSA CLOSE FRAKTUR FEMUR TIBIA SINISTRA
DENGAN TEKNIK SPINAL ANESTESI
DI IBS RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN
Hari :
Tanggal :
Tempat :
Mengetahui
( ) ( )
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikam Asuhan
Keperawatan Perianestesi dengan judul “Asuhan Keperawatan Perianestesi Pada
An.J Dengan diagnosa medis close fraktur femur tibia sinistra” di IBS RSUP
dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten tanpa halangan apapun.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
c. Secara spontan
Fraktur tulang disebabkan oleh stress tulang yang terjadi secara terus
menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
3. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Fraktur biasanya
disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga
tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.
Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Fraktur
terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma
tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang ada 2 faktor yang
mempengaruhi terjadinya frakturnya itu ekstrinsik (meliputi kecepatan,
sedangkan durasi trauma yang mengenai tulang, arah, dan kekuatan),
sedangkan intrinsik meliputi kapasitas tulang mengabsorbsi energi trauma,
kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang-tulang yang dapat
menyebabkan terjadinya patah tulang bermacam-macam, misalnya trauma
langsung dan tidak langsung, akibat keadaan patologi secara spontan
(Sylvia, et al., 2005). Apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar
dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito,
Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah
serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini
merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M, et al, 1993).
a. Pathways
Trauma Tunggal
Fraktur
Gangguan Kerusakan
mobilitas fisik pembuluh darah
Perubahan bentuk fragmen
ORIF
Gangguan Perfusi
jaringan
Pemasangan Screw
Resiko Infeksi
Syaraf Perifer
5. Manifestasi klinis
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan
fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad (1998), sebelum
menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitife.
Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
a. Recognition: diagnose dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesa, pemeriksaan klinis dan radiologi. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur,
menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang
mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduction
Tujuannya untuk mengembalikan panjang dan kesegarisan tulang.
Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi.
Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik
fraktur kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesegarisan
normal/dengan traksi mekanis.
Reduksi terbuka diindikasikan
jika reduksi tertutup gagal /
tidak memuaskan. Reduksi
terbuka merupakan alat frusasi
internal yang digunakan itu
mempertahankan dalam
posisinya sampai penyembuhan
tulang solid seperti pen, kawat,
skrup dan plat.
Reduction interna fixation (ORIF) yaitu dengan pembedahan terbuka
dan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk
memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk
menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
c. Retention
d.
Imobilisasi fraktur tujuannnya
mencegah fragmen dan mencegah
pergerakan yang dapat mengancam union.
Untuk mempertahankan reduksi (ektremitas
yang mengalami fraktur) adalah dengan
traksi.
Traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara
menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dengan
control dan tahanan beban keduanya untuk menyokong tulang dengan
tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi fraktur dan
dislokasi, mempertahankan ligament tubuh/mengurangi spasme otot,
mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan
mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi adalah:
skin traksi dan skeletal traksi.
e. Rehabilitation : mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin.
B. KONSEP ANESTESI PADA PASIEN FRAKTUR
2. Persiapan Pre-operative
Pada pasien fraktur femur harus ada persiapan khusus misalnya:
a. Koreksi gangguan fungsi organ yang mengancam.
b. Penanggulangan nyeri.
c. Donor jika diperlukan.
3. Premedikasi
Berikan obat premedikasi yang diperlukan agar menimbulkan suasana
nyaman bagi pasien, memudahkan dan memperlancar induksi, mengurangi
dosis anestesia, menekan dan mengurangi sekresi kelenjar. Pemberian
premedikasisecara intramuskular dapat diberikan ½ -1 jam sebelum
dilakukan induksi anestesi atau beberapa menit bila diberikan secara
intra vena.
4. Pemilihan Anestesi Dan Reanimasi
a. Pada pasien dewasa / orangtua tanpa gangguan fungsi organ vital
diberikananelgesia sub arakhnoid atau epidural kontinyu.
b. Pada pasien dewasa / orangtua dengan gangguan fungsi organ vital
diberikananelgesia umum inhalasi (imbang), PET dengan nafas kendali.
c. Pada pasien dewasa dan diperkirakan operasi kurang dari 1 jam
anestesiumum inhalasi sungkup muka atau anestesi umum intravena
bisa dipertimbangkan.
d. Pada bayi/ anak anak, anestesi umum sesuai dengan tata laksana
anestesiapada pediatrik.
6. Terapi Cairan
Terapi cairan dan elektrolit pada pasien fraktur femur adalah salah satu
terapi yang sangat menentukan keberhasilan penanganan pasien
kritis. Tindakan iniseringkali merupakan langkah “life saving” pada pasien
yang menderita kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi
karena muntah dan syok. Tujuan terapi cairan adalah:
a. Mengganti cairan yang hilang.
b. Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
c. Mencukupi kebutuhan per hari.
d. Mengatasi syok.
e. Mengoreksi dehidrasi.
f. Mengatasi kelainan akibat terapi lain.Berdasarkan penggunaannya,
cairan infus dapat digolongkan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu:
g. Cairan pemeliharaan
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat
urin,feses, paru dan keringat. Mengingat cairan yang hilang dengan cara
inisedikit sekali elektrolit, maka sebagai cairan pengganti adalah
yanghipotosis-isotonis, dengan perhatian khusus untuk nattrium, yaitu:
1) Dextrose 5% dalam NaCL 0.9 %2
2) Dextrose 5% dalam ringer Laktat
3) Dextrose 5% dalam ringer
4) Maltose 5% dalam ringerb.
h. Cairan Pengganti
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh
yangdisebabkan oleh sekuestrasi misalnya perdarahan pada pembedahan
ataucedera. Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan
kristaloid, misalnya NaCL 0.9% dan Ringer latat atau koloid,
misalnyaHemasel, Albumin dan plasma.
q. Kompartemen sindrom
A. PENGKAJIAN
Hari,tanggal : Kamis, 13 Desember 2018
Pukul : 09.30 WIB
Tempat : IBS RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Metode : Wawancara, observasi pemeriksaan fisik, studi
dokumen
Sumber data : Klien, tim kesehatan, status kesehatan klien
Oleh : Eliza M.P
Rencana Tindakan : ORIF (Open Reduction Intra Fixation)
1. Identitas Pasien
Nama : An. J
Umur : 14 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Kembang Beneng, Prambanan
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Pelajar
Diagnosis medis : Close Fraktur Femur Tibia Sinistra
Berat badan : 49 kg
Tinggi badan : 150 cm
No.Rekam medis : 1050***
TAHAP PRE ANESTESI
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri pada ekstremitas kiri bawah post kecelakaan
motor, bertambah saat digunakan untuk bergerak atau merubah posisi,
rasanya seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, hilang timbul.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien dibawa ke IGD RSUP dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten karena
mengalami kecelakaan motor pada minggu, 09 Desember 2018.
Kecelakaan motor mengakibatkan close fraktur femur tibia sinistra,
sempat mengalami demam sehari dan direncanakan operasi ORIF pada
kamis, 13 Desember 2018. Di IGD klien sudah terpasang infus pada
tanggal 09 Desember 2018.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien mengatakan belum pernah mengalami sakit seperti yang dialami
sekarang (fraktur), dan ini pertama kalinya menjalani operasi.
d. Riwayat penyakit keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga lain yang mengalami
penyakit serupa dengannya. Tidak ada anggota keluarga yang
mempunyai penyakit menular dan keturunan seperti TBC, asma,
diabetes mellitus, dll.
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : sedang
b. Kesadaran : Compos mentis (E4V5M6)
c. AMPLE
1) Alergi : Tidak ada alergi obat-obatan, tetapi
mempunyai alergi makanan yaitu udang
2) Medication : Tidak mengnkonsumsi obat-obatan
rutin
3) Post Illness : Tidak ada
4) Last meal : Malam hari pukul (02.00 WIB)
5) Event Leading : Post kecelakaan lalu lintas
d. Tanda-tanda vital
1) Tekanan Darah (TD) : 124/70 mmHg
2) Nadi (HR) : 84 x/menit
3) Respirasi rate (RR) : 18 x/menit
4) Suhu Tubuh (T) : 36, 60C
e. Head to toe
1) Kepala : Mesocephal, tidak ada luka/jejas
2) Mata : Konjungtiva pucat, sklera putih, tidak
menggunakan lensa kontak
3) Telinga : Tidak ada gangguan pendengaran, dan
tidak menggunakan alat bantu pendengaran
4) Hidung : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada
luka
5) Mulut : Tidak ada gigi palsu, tidak
menggunakan kawat gigi
6) Wajah : Tidak ada jejas/luka
7) Leher : Tidak ada pebesaran kelenjar tiroid
8) Kulit : Tidak ada lesi, kulit utuh, turgor kulit
baik
9) Dada
a) Paru-Paru
Inspeksi : Simetris, tidak ada retraksi dada, tidak
ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan
Palpasi : Taktil fremitus teraba simetris di kedua
lapang paru, ekspansi dada maksimal, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler
b) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat pada ICS 5
medial linea midclavicularis sinistra
Palpasi : Tidak ada pergeseran ictus cordis
Perkusi : Tidak ada pelebaran batas jantung,
suara redup
Auskultasi : suara jantung S1 & S2, tidak ada suara
jantung tambahan
10) Abdomen
Inspeksi : Tidak ada lesi dan tidak ada benjolan
Auskultasi : Bising usus lemah (6x/menit)
Perkusi : Kuadran 1&2 timpani, kuadran 3&4
redup
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
11) Genitalia
Genitalia bersih, terpasang dower catheter ukuran 16. Pada kantung
urin bag terdapat 300cc pre anestesi.
12) Ekstremitas
a) Atas : Terpasang infus RL pada tangan kanan,
dan tidak ada edema maupun kelainan bentuk
b) Bawah : Pada kaki kiri terdapat kelainan bentuk
/ deformitas (Fraktur femur dan tibia), terdapat luka gesekan
pada kaki kiri post kecelakaan, CRT 2 detik.
Kekuatan Otot
5 5
5 1
4. Pemeriksaan Psikologis
Klien mengatakan ini baru pertama kalinya menjalani operasi. Klien
mengatakan deg-degan dan cemas. Klien terlihat mengulang pertanyaan
yang sama terkait pembiusan dan operasi. Klien terlihat gelisah.
5. Kebutan cairan
a. Monitoring cairan
Kebutuhan cairan pasien selama operasi yang harus terpenuhi
1) Rumus maintenance (M) : 2cc/kgBB
2cc x 49 kg = 98cc
2) Rumus pengganti puasa (PP) : lama puasa (jam) x maintenance
6 x 98 cc = 588 cc
3) Rumus stress operasi (SO) : Jenis operasi (b/s/k) x BB = 6 x 49 = 294
cc
b. Prinsip pemberian cairan durante operasi
1) Jam I = M + ½ PP + SO = 686 cc
2) Jam II = M + ¼ PP + SO = 539 cc
3) Jam IV = M + SO = 392 cc
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium 12 Desember 2018
Darah Lengkap
Index Eritrosit
Diff Count
MPV 9.0 Fl
Kimia Rutin
Paket Elektrolit
b. Rontgen :
7. Kesimpulan : Status Fisik ASA II
b. Pesiapan mesin
1) Mengecek sumber gas apakah sudah terpasang dan tidak ada
kebocoran
2) Mengecek isi volatil agent
3) Mengecek kondisi absorben
4) Mengecek apakah ada kebocoran mesin
5) Mengecek bed side monitor (Indikator TD,MAP, HR, SPO2, EKG)
c. Persiapan alat :
1) Jarum Spinal Anestesi ukuran
2) Handscoon steril
d. Persiapan obat
1) Obat spinal : Bupivacaine heav 0,5 % ,20 mg
2) Pre medikasi : midazolam 5 mg
3) Emegency :
a) Epinefrin
b) Dexametasone
c) Sulfas Atropin
d) Ephedrine
TAHAP INTRA ANESTESI
Intra Anestesi
1 DS : - Resiko Syok Perdarahan Operasi
DO : Hipovolemik
- Tekanan darah : 87/45
mmHg
- MAP : 59
- Nadi :65 x/menit
- Perdarahan : 400 cc
- Urin Output : 100 cc
- SPO2 : 100 %
- Terpasang kanul oksigen 5
lpm
- Pasien terlihat pucat
2 DS : Hipotermi Efek pembiusan dari
- Pasien mengatakan Spinal Anestesi
kedinginan
DO :
- Pasien terlihat menggigil
- Pasien terlihat pucat dan
tubuh dingin
- T : 360C
- Pasien terpapar suhu
ruangan, 180C selama 1
jam
- Obat Bupivacaine 20 mg
Post Anestesi
1 DS : - Resiko Jatuh Post Anestesi spinal
DO :
- Ekstremitas kiri bawah
terpasang bandage dan
bagian femur terpasang
bandage
- Ekstremitas bawah masih
mengalami paresthesia
- Posisi kepala : head up
C. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Anestesi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma post
kecelakaan) ditandai dengan : pasien mengatakan nyeri pada ekstremitas
kiri bawah, bertambah saat digunakan untuk bergerak atau merubah
posisi, rasanya seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 6, hilang timbul.
Terpasang bidai pada ekstremitas kiri bawah, terlihat meringkih
kesakitan saat dipindahkan dari brankar ke meja operasi.
b. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan masalah pembiusan
ditandai dengan : Pasien mengatakan deg-degan dan cemas, pasien juga
mengatakan baru pertama kali menjalani operasi. Pasien terlihat sedikit
gelisah, terlihat sering mengulang pertanyaan yang sama pada petugas,
Tanda Vital (TD : 124/70 mmHg, N : 80 x/menit, RR : 18 x/menit).
2. Intra Anestesi
a. Hipotermi berhubungan dengan efek dari pembiusan dengan spinal
anestesi ditandai dengan : pasien mengatakan kedinginan dan terlihat
pucat serta menggigil. Suhu tubuh 360C. Pasien terpapar suhu dingin
ruangan 180C selama kurang lebih 1 jam. Obat spinal anestesi
bupivacaine 20 mg.
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan operasi ditandai dengan :
tekanan darah 87/45 mmHg, MAP 59 mmHg, Nadi 65 x/menit,
Perdarahan kurang lebih 400 cc, urin output intra operasi yang keluar
100cc, SPO2 100 %, terpasang kanul oksigen 5 lpm, pasien pucat.
3. Post Anestesi
a. Resiko Jatuh berhubungan dengan Post Anestesi Spinal ditandai dengan
: ekstremitas kiri pasien terpasang bandage dan terpasang drainage,
ekstremitas bawah masih mengalami paresthesia, posisi kepala head up.
D. PERENCANAAN
1. Pre Anestesi
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
(Kamis,13 Desember (Kamis, 13 Desember (Kamis, 13 Desember (Kamis, 13 Desember
2018 Pukul 09.30 WIB) 2018 Pukul 09.30 WIB) 2018 Pukul 09.30 WIB) 2018 Pukul 09.30 WIB)
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat nyeri 1. Mengetahui daerah
dengan agen cedera fisik keperawatan selama klien nyeri, kualitas nyeri,
(trauma post kecelakaan) pasien di ruang pre kapan nyeri
operasi, diharapkan nyeri dirasakan, faktor
akut berkurang dengan pencetus, berat
kriteria hasil : ringan nyeri
1. Klien tampak rileks 2. Observasi tanda-tanda 2. Mengetahui keadaan
2. Skala nyeri vital klien umum pasien
berkurang dari 6-4 3. Ajarkan teknik 3. Dengan nafas dalam
3. TTV dalam batas relaksasi kepada klien akan membuat tubuh
normal (TD : 110- (nafas dalam) rileks
124/ 60-90; N : 50-
90; RR : 12-18)
4. Klien dapat 4. Kolaborasi pemberian 4. Pemberian analgetik
menerapkan teknik analgetik sesuai advis merupakan terapi
relaksasi nafas dalam dokter farmakologi untuk
mengurangi nyeri
(Eliza) (Eliza)
(Kamis,13 Desember (Kamis,13 Desember (Kamis,13 Desember (Kamis,13 Desember
2018 Pukul 09.30 WIB) 2018 Pukul 09.30 WIB) 2018 Pukul 09.30 WIB) 2018 Pukul 09.30 WIB)
(Eliza) (Eliza)
2. Intra Anestesi
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
(Kamis,13 Desember (Kamis,13 Desember (Kamis,13 Desember (Kamis,13 Desember
2018 Pukul 11.00 WIB) 2018 Pukul 11.00 WIB) 2018 Pukul 11.0 WIB) 2018 Pukul 11.00 WIB)
(Eliza)
(Kamis,13 Desember (Kamis,13 Desember (Kamis,13 Desember (Kamis,13 Desember
2018 Pukul 11.30 WIB) 2018 Pukul 11.30 WIB) 2018 Pukul 11.30 WIB) 2018 Pukul 11.30 WIB)
(Eliza)
INTRA ANESTESI
Diagnosa Implementasi Evaluasi
Hipotermi berhubungan (Kamis,13 Desember 2018 (Kamis,13 Desember 2018 Pukul 11.20 WIB)
dengan efek dari Pukul 11.00 WIB)
pembiusan dengan spinal 1. Memonitor hipotermi S:
anestesi 2. Memberikan selimut - Pasien mengatakan lebih nyaman
untuk menutupi bagian - Pasien mengatakan tidak kedinginan lagi
tubuh (diluar area O:
steril) - Pasien tidak terlihat menggigil
3. Mengelola pemberian - T : 36,50C
pethidine - Pethidine diberikan 25 mg IV
A : Hipotermi teratasi
P : Hentikan intervensi
(Eliza)
Resiko syok Hipovolemik (Kamis,13 Desember 2018 (Kamis,13 Desember 2018 Pukul 11.50 WIB)
berhubungan dengan Pukul 11.30 WIB)
perdarahan operasi 1. Mengobservasi S:-
keadaan pasien O:
2. Memonitor TTV - Tekanan darah rata-rata( sistol 90-100 dan
3. Memonitor Intake dan diastole 50-85)
Output - MAP 65
4. Mengelola pemberian - Perdarahan 400 cc
cairan koloid (HES) - Intake 1100 cc RL, 500 cc HES
5. Mengelola pemberian - Ephidrin 10 mg
ephidrin A : Resiko syok teratasi sebagian
P : Lakukan monitoring hingga post anestesi
(Eliza)
POST ANESTESI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fraktur adalah kontinuitas tulang, tulang sendi, tulang rawan epifisis,
yang bersifat total maupun parsial. Fraktur adalah patah tulang yang
disebakan oleh trauma atau tenaga fisik ( Helmi, Zairin Noor, 2012 ). Menurut
Jitowiyono (2010) fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur
yang bisa terjadi akibat truma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian). Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup
banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam syok. Sedangkan menurut
Mansjoer (2005) fraktur tibia (bumper fracture/ fraktur tibia plateu) adalah
fraktur yang terjadi akibat trauma langsung dari arah samping lutut dengan
kaki yang masih terfiksasi ke tanah. Salah satu tindakan untuk
mengembalikan posisi tulang ke bentuk semua yaitu dengan ORIF (Open
Reduction Interna Fixation), yaitu dengan pembedahan terbuka dan
mengimobilisasi fraktur yang berfungsi pembedahan untuk memasukkan
skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi untuk menfiksasi bagian-bagian
tulang yang fraktur secara bersamaan.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien An. J dengan
diagnosis medis Close fraktur femur tibia dengan tindakan ORIF di IBS
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, didapatkan diagnose keperawatan
yaitu :
1. Pre Anestesi
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (trauma) teratasi
sebagian, diperlukan tindakan operasi untuk memfiksasi area fraktur
b. Ansietas berhubungan dengan tindakan pembiusan dan oeprasi teratasi
2. Intra Anestesi
a. Hipotermi berhubungan dengan efek pembiusan dengan anestesi spinal
teratasi
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan operasi teratasi sebagian,
diperlukan monitoring dan evaluasi hingga post anestesi
3. Post Anestesi
a. Resiko Jatuh berhubungan dengan post anestesi spinal teratasi
DAFTAR PUSTAKA