Agenda 21 PDF
Agenda 21 PDF
Agenda 21 PDF
Agenda 21 Indonesia
Strategi Nasional Untuk Pembangunan Berkelanjutan
KATA PENGANTAR
Diluncurkannya dokumen agenda 21-Indonesia berarti
berakhirnya satu tahap proses konsultasi selama dua tahun
yang melibatkan lembaga pemerintah, non pemerintah termasuk
kalangan swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, akademis,
badan-badan Internasional, dan masyarakat luas lainnya baik di
pusat maupun di daerah dalam upaya mencari strategi
pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Proses ini diharapkan
dapat terus berlanjut seiring dengan berlanjutnya pembangunan.
Semoga bermanfaat
Sarwono Kusumaatmadja
Agenda 21 - 1
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAGIAN I PELAYANAN MASYRAKAT
BAB 1 PENGENTASAN KEMISKINAN
BAB 2 PERUBAHAN POLA KONSUMSI
BAB 3 DINAMIKA KEPENDUDUKAN
PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN
BAB 4 KESEHATAN
PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN
BAB 5
PERMUKIMAN
SISTEM PERDAGANGAN GLOBAL,
BAB 6 INSRTRUMEN EKONOMI, SERTA NERACA
EKONOMI DAN LINGKUNGAN TERPADU
BAGIAN II PENGELOLAAN LIMBAH
BAB 7 PERLINDUNGAN ATMOSFIR
BAB 8 PENGELOLAAN BAHAN KIMIA BERACUN
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA
BAB 9
DAN BERACUN
BAB 10 PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF
BAB 11 PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DAN CAIR
BAGIAN III PENGELOLAAN SUMBERDAYA TANAH
BAB 12 PERENCANAAN SUMBERDAYA TANAH
BAB 13 PENGELOLAAN HUTAN
PENGEMBANGAN PERTANIAN DAN
BAB 14
PERDESAAN
BAB 15 PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR
BAGIAN IV PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM
BAB 16 KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
BAB 17 PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI
PENGELOLAAN TERPADU WILAYAH PESISIR
BAB 18
DAN LAUTAN
Agenda 21 - 2
PENDAHULUAN
Konferensi yang dihadiri oleh 179 negara tersebut secara jelas menyatakan
bahwa pembangunan nasional suatu negara tidak lagi bisa memisahkan
antara pengelolaan lingkungan dengan pembangunan ekonomi-sosial
sebagai bidang-bidang yang terpisah. Deklarasi Rio yang dicetuskan dalam
konferensi tersebut, m engandung prinsip-prinsip dasar yang harus melandasi
setiap keputusan dan kebijakan pemerintah dimasa depan, dengan
mempertimbangkan implikasi lingkungan terhadap pembangunan sosial-
ekonomi. Apapun model pembangunan, integrasi dimensi lingkungnan ke
seluruh sektor pembangunan terkait merupakan prasyarat.
Agenda 21 yang merupakan program kerja besar untuk abad ini sampai
dengan abad 21 dan cerminan konsensus yang dicapai oleh 179 negara
tersebut, merupakan dokumen cetak biru dalam mewujudkan hubungan
kemitraan global yang bertujuan terciptaanya keserasian antara dua
kebutuhan penting, yaitu lingkungan yang bermutu tinggi dan perkembangan
serta pertumbuhan ekonomi yang sehat bagi seluruh penduduk dunia.
AGENDA 21 GLOBAL
Agenda 21 - 3
oleh sekitar 179 negara (termasuk Indonesia) yang hadir pada konferensi
tersebut.
Agenda 21 - 4
negaranya masing-masing. Dalam kaitan ini partisipasi masyarakat
menjadi penting guna memperoleh dukungan berbagai pihak.
Agenda 21 - 5
kampanye yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
terhadap isu-isu lingkungan, dan mempertimbangkan peranan pendidikan
formal maupun informal didalam setiap perencanaan dan kegiatan untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
AGENDA 21 – INDONESIA
Agenda 21 - 6
badan lainnya, jumlah konsultan penyusun Agenda 21- Indonesia menjadi 22
orang.
Agenda 21 - 7
strategi yang meliputi hampir seluruh perencanaan pembangunan bidang
sosial, ekonomi dan lingkungan.
Agenda 21-Indonesia terdiri dari 4 bagian yaitu: (i) Pelayanan Masyarakat; (ii)
Pengelolaan Limbah; (iii) Pengelolaan Sumberdaya Tanah; dan (iv)
Pengelolaan Sumberdaya Alam. Setiap bagian berisikan beberapa bab yang
ditetapkan berdasarkan isu-isu yang diambil dari Agenda 21 Global dan telah
dinilai sebagai topik-topik penting melalui survai nasional terhadap para
pelaku dan administrator yang mewakili lembaga pemerintah, dunia swasta,
akademisi, serta masyarakat lainnya.
Agenda 21 - 8
BAB I
PENGENTASAN KEMISKINAN
Jumlah penduduk miskin pada tahun 1993 terhitung 26 juta jiwa. Ini berarti
telah terjadi penurunan lagi sekitar satu juta jiwa dibandingkan dengan
tahun 1990. menarik untuk disimak bahwa dari jumlah penduduk miskin
pada tahun 1993, sebesar 82% berada di pedesaan, sedangkan sisanya
18% berada diperkotaan. Ini memberikan indikasi bahwa segala kebijakan
dan program yang ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan, mempunyai
manfaat besar bila lebih diarahkan untuk mengentaskan kemiskinan
dipedesaan.
Agenda 21 - 9
2) Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan
kesehatan.
Agenda 21 - 10
Disektor perikanan, tercatat sekitar 60% penduduk di Indonesia tinggal di
wilayah pesisir. Umumnya mereka bergantung pada laut dan sumberdaya
yang ada di dalamnya. Indonesia mempunyai potensi sumberdaya pesisir
dan lautan yang sangat besar yang belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Namun fakta juga menunjukkan bahwa ancaman kerusakan sumberdaya ini
semakin meningkat akibat makin banyak dan beragamnya kegiatan
pembangunan. Kemerosotan daya dukung lingkungan dapat dillihat dari
hilangnya beberapa hutan bakau di beberapa wilayah yang sebagian
diakibatkan oleh konversi hutan ini menjadi tanah pertanian pasag surut
dan pertambakan. Degradasi lain adalah rusaknya terumbu karang yang
luas mencapai 7.500 km 2. sampai dengan tahun 1993 kondisi terumbu
karang Indonesia dilaporkan sebagai berikut: 14% dalam keadaan kritis;
46% dalam keadaan rusak; 33% dalam keadaan baik; 7% dalam keadaan
paling baik. Untuk menjamin kelangsungan sumberdaya pesisir dan lautan
perlu dikembangkan system pengelolaaan yang didasari oleh prinsip-prinsip
pemanfaatan dan pelestarian.
Agenda 21 - 11
industri (manufaktur), perdagangan, dan jasa, makin mendorong
tumbuhnya berbagai jenis kegiatan dengan skala kegiatan yang bervariasi
dan beranekaragam. Perkembangan tersebut akan mempercepat proses
marjinalisasi penduduk yang ditandai oleh persaingan ketat dan tuntutan
sumberdaya manusia yang berkualitas.
Agenda 21 - 12
perkotaan baik sebagai akibat urbanisasi maupun perkembangan
pembangunan di kota akan semakin meningkat.
Agenda 21 - 13
“pemiskinan baru” sebagai akibat dari ketidakseimbangan antara penyerapan
tenaga kerja dan pertumbuhan angkatan kerja semakin mempersulit keadaan
penduduk miskin.
3 Sarana Umum
5. Kemitraan Nasional
Agenda 21 - 14
BAB 2
PERUBAHAN POLA KONSUMSI
Masalah ini akan menjadi penting bila di masa datang kebijakan pola
konsumsi termasuk pola produksi tidak memperhatikan keberlanjutan
sumberdaya alam dan lingkungan. Ini dapat terlihat bahwa sampai saat ini
belum ada kebijakan yang secara eksplisit mendorong pola produksi dan
konsumsi yang berkelanjutan. Permasalahan lingkungan seperti pencemaran,
tanah krisis, dan kelangkaan sumberdaya alam akan cenderung berkembang
sebagai dampak dari pola produksi dan konsumsi yang kurang ramah
lingkungan tersebut.
Agenda 21 - 15
negara berkembang atau negara yang masih tertinggal. Perilaku konsumsi
yang berlebihan di negara-negara maju misalnya, secara langsung atau tidak
langsung akan ditiru oleh negara-negara lain dalam upaya mengejar
ketinggalannya. Negara-negara berkembang “dipaksa” untuk mengeksploitasi
sumberdaya guna memenuhi permintaan negara-negara maju sekaligus
mempengaruhi perubahan pola konsumsi dan gaya hidup di negara-negara
berkembang termasuk Indonesia.
Namun demikian, usaha yang dilakukan baru terbatas pada komoditi padi
yang masih terpusat di Pulau Jawa. Cita-cita untuk mewujudkan swasembada
pangan masih banyak menghadapi tantangan dan kendala. Kondisi pangan
Indonesia dapat dikatakan masih rentan terhadap perubahan iklim, serangan
hama penyakit, serta perubahan harga. Terpusatnya system produksi padi di
Jawa ini memberikan tekanan yang berat terhadap pemanfaatan sumberdaya
alam dan lingkungan. Menciutnya tanah sawah serta terjadinya perubahan
struktur tanah sebagai akibat konflik kepentingan dengan sektor industri dan
perumahan mengakibatkan produktivitas padi menjadi semakin turun. Upaya
mempertahankan swasembada beras mengharuskan pengalihan lokasi
usahatani padi beralih dari Jawa ke luar Jawa dengan mengandalkan kembali
program ekstensifikasi dan intensifikasi. Dalam suasana potensi pangan
yang masih rentan ini, maka kebutuhan pangan nasional akan tergantung
pada situasi pangan dunia.
Masalah lain yang berkaitan dengan pola produksi dan konsumsi ini adalah
masalah energi. Dengan meningkatnya proses industrialisasi maka
permintaan akan energi menjadi semakin besar setiap tahunnya. Menarik
untuk disimak bahwa konsumsi energi dunia saat ini 90% berasal dari
sumberdaya yang tak pulih,dimana minyak bumi menduduki porsi
setengahnya. Cadangan minyak bumi saat ini diperkirakan sebesar satu
trilyun barrel. Bila kebutuhan energi ini 65 juta barrel sehari dan tingkat
produksi minyak bumi meningkat sebesar 2% per tahun, maka diperkirakan
cadangan minyak bumi in akan habis dalam waktu 30 tahun. Di sini terlihat
jelas bahwa krisis energi terutama minyak bumi akan menjadi masalah utama
Agenda 21 - 16
di masa mendatang termasuk Indonesia. Untuk jenis energi lainnya seperti
batubara, gas bumi, dan lainnya tampaknya tidak akan separah apa yang
dialami minyak bumi. Namun demikian, dengan meningkatnya kebutuhan
energi ini maka selain mengancam ketersediaannya juga menimbulkan
dampak negatif berupa pencemaran udara. Di kota-kota besar ternyata
transportasi menyumbang zat pencemar udara terbesar (70%) dibandingkan
sektor lainnya.
Energi lain yang juga menghadapi masalah adalah sumberdaya air. Inti
permasalahan sumberdaya air di Indonesia pada hakekatnya ada 3 hal
pokok, yaitu: (i) kuantitas;(ii) kualiyas; dan (iii) distribusi. Air yang semula
dianggap benda bebas saat ini telah menjadi benda langka. Permintaan yang
melebihi suplai baik secara kuantitas maupun kualitas menjadikan
sumberdaya ini semakin terkuras tanpa di iringi dengan pemulihannya. Fakta
menunjukkan bahwa adanya kelangkaan sumberdaya ini ternyata tidak
tercermin dalam harga. Sebagai contoh, pengurasan sumberdaya air tanah di
Jakarta telah mencapai lebih dari 300 juta m3 per tahun sementara kapasitas
pengembalian ke aquifer hanya mencapai 114 juta m3 per tahun.
Ketidakseimbangan antara masukan dan keluaran ini ironisnya tidak dibarengi
dengan pengembangan kebijakan instrumen harga yang mencerminkan
kelangkaan untuk mewujudkan efisiensi dan penghematan penggunaan air.
Umumnya rumah tangga menikmati konsumsi air tanah ini tanpa dipunggut
biaya. Biaya yang dikeluarkan hanya berupa biaya listrik, biaya pembelian
dan pemasangan pompa. Di sektor industri, harga air tanah yang dikenakan
masih jauh dari harga yang seharusnnya dibayar. Biaya kelangkaan dan
biaya kerusakan lingkungan belum tercermin sepenuhnya dalam penentuan
harga pokok air. Pengembangan instrumen ekonomi merupakan salah satu
cara yang ampuh bila keberlanjutan sumberdaya air ingin dicapai.
Agenda 21 - 17
Pulau Jawa yang menopang kehidupan sekitar 60% penduduk
Indonesia.Karena itu perlu dilakukan upaya dalam:
Agenda 21 - 18
Rata-rata potensi sumberdaya air di Indonesia adalah 18.845 m3 per kapita
per tahun. Dari potensi sumberdaya air yang tersedia tidak semuanya dapat
dimanfaatkan. Diperkirakan hanya 25-35% dari potensi air tersebut yang
berupa aliran mantap, yaitu aliran air yang tersedia setiap waktu. Sisanya
berupa banjir yang mengalir dalam waktu singkat dan menghilang ke laut
tanpa bisa dimanfaatkan. Jumlah air yang dapat dimanfaatkan hanya sebesar
kurang lebih 4.000 m3 per kapita per tahun untuk rata-rata di Indonesia.
Sumber air tanah juga masih dianggap sebagai barang bebas sehingga
seringkali eksploitasi air tanah menjadi tidak terkendali. Dengan semakin
langkanya air, masyarakat di beberapa wilayah perkotaan cenderung membeli
air untuk kebutuhan sehari-hari yang berupa air kemasan. Karena itu perlu
dikembangkan pola produksi dan konsumsi sumberdaya air yang mengurangi
tekanan terhadap lingkungan yang akan menjamin ketersediaan air yang
cukup bagi berkelanjutan kehidupan dan pengembangan.
Agenda 21 - 19
BAB 3
DINAMIKA KEPENDUDUKAN
Agenda 21 - 20
Jangka Panjang II (PJP II), tidak hanya mencakup masalah pertumbuhan
penduduk dan persebarannya, namun juga mencakup peningkatan kualitas
serta perwujudan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janiero Brasil tahun 1992 menekankan tentang
pentingnya keterkaitan antara kependudukan, sumberdaya, dan lingkungan
serta perlunya memperhatikan keberlangsungan keterkaitan antara jumlah
manusia, sumberdaya, dan pembangunan.
Agenda 21 - 21
2020). Hal ini mempunyai konsekuensi terhadap penggunaan tanah,
pemenuhan energi dan kebutuhan pangan.Bila dikaitkan dengan faktor
lingkungan, maka masalahnya adalah sejauh mana kemampuan sumberdaya
alam dapat memenuhi kebutuhan pertambahan penduduk tersebut. Disisi lain,
dengan semakin lajunya proses industrialisasi, maka akan dihasilkan limbah
yang semakin banyak dan juga semakin komplek. Fakta menunjukan bahwa
setiap pertumbuhan ekonomi akan diikuti dengan kenaikan tingkat
pencemaran.
Agenda 21 - 22
perencanaan strategis yang dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
Untuk itu, pertama, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang
keterkaitan antara limgkungan dan pembangunan.
Kedua, dibutuhkan suatu data dan informasi yang akurat tentang keterkaitan
antara variabel kependudukan dan lungkungan dalam konteks pembangunan
berkelanjutan baik yang diperoleh dari penelitian dasar maupun terapan. Data
dan informasi tersebut dihimpun diintegrasikan dalam proses analisis
keterkaitan.
Agenda 21 - 23
4) Kebijakan program keterkaitan disusun untuk dapat digunakan secara
operasional.
Pada dua puluh lima tahun mendatang telah tercipta etika keterkaitan
kependudukan dan lingkungan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Hal
ini dicapai dengan meningkatkan program pelayanan kesehatan wanita, dan
kemampuan masyarakat untuk dapat memantau setiap perkembangan,
dinamika kependudukan serta pelaksanaan kebijakan pola mobilitas dan
persebaran penduduk.
Agenda 21 - 24
BAB 4
PENGELOLAAN DAN PENINGKATAN
KESEHATAN
Agenda 21 - 25
1) Percepatan pembangunan sosial-ekonomi antar pulau yang tidak sama
menimbulkan variabilitas tingkat derajat kesehatan dan problematic
antar pulau dan wilayah.
Agenda 21 - 26
Karena lingkungan merupakan akar dari masalah kesehatan, seperti kualitas
makanan, kualitas air dan udara, serta bebas dari ancaman penyakit menular.
Mengingat dimensi variabilitas antar wilayah amat tinggi, maka muatan
kesehatan lingkungan melalui posyandu dalam rangka pemenuhan kesehatan
dasar perlu dilakukan pembedaan substansi muatan kesehatan lingkungan
yang berbasis pada problematic lokal (spasial). Ini dilakukan khususnya bagi
kelompok rentan (kelompok balita, pemuda dan perempuan). Karena itu untuk
periode jangka pendek perlu:
Agenda 21 - 27
1) Perlu perkuatan dan pengembangan alternatif program-program
pengendalian penyakit menular berbasis lingkungan.
Diperkirakan pada tahun 2020 penduduk Indonesia akan mencapai 257 juta
orang di mana 49,5% merupakan penduduk perkotaan. Apabila penduduk
Pulau Jawa dapat disebut sebagai penduduk “kota pulau”, dalam pengertian
kepadatan dan sarana prasarana serta kemudahan perkotaan lainnya, maka
program bagi penduduk “perkotaan” Indonesia pada tahun 2000 pada
hakekatnya sudah melibatkan lebih dari 70% penduduk Indonesia. Salah satu
masalah yang dihadapi oleh penduduk perkotaan adalah masalah kesehatan,
lingkungan permukiman, khususnya permukiman kumuh, dan/atau
permukiman jauh dari tempat kerja. Mereka menghadapi pula potensi bahaya
kesehatan yang serius seperti pencemaran, sarana air bersih bagi penduduk
dipermukiman kumuh, maupun bahaya-bahaya lain berkaitan dengan
kehidupan perkotaan.
Agenda 21 - 28
Walaupun telah diketahui adanya dampak negatif dari penurunan kesehatan
masyarakat terhadap proses kegiatan ekonomi, namun sampai saat ini
pengendalian pencemaran dan program kesehatan belum dikaitkan dengan
kegiatan perekonomian atau belum diperhitungkan secara ekonomis. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) dalam analisisnya telah mengkaitkan kegiatan
pembangunan dengan perubahan lingkungan yang mengarah pada terjadinya
dampak sampingan berupa pencemaran bagi kesehatan. Oleh sebab itu ,
dalam penyelesaian masalah perlu adanya usaha-usaha yang terintegrasi
dengan perekonomian.
Agenda 21 - 29
1) Organisasi perempuan, baik di bidang kepemerintahan seperti Dharma
Wanita, Dharma Pertiwi, maupun organisasi kemasyarakatan seperti
perempuan nelayan, petani, rukun ibu RT/RW, organisasi sosial
keagamaan dan lain-lain, berpotensi baik sebagai penyelenggara
program, seperti posyandu maupun sebagai penggerak masyarakat
seperti Program Imunisasi Nasional.
Agenda 21 - 30
BAB 5
PENGEMBANGAN PERUMAHAN DAN
PERMUKIMAN
Agenda 21 - 31
Sejak tahun 1974, Pemerintah mendorong pembangunan perumahan secara
massal dan terorganisasi. Ini dilakukan dengan mendirikan badan usaha
negara pembangunan perumahan (Perumnas), yang didukung oleh lembaga
keuangan yang menangani pembiayaan perumahan (Bank Tabungan
Negara).Kebijakan ini mendorong berkembangnya perusahaan swasta
pembangunan perumahan, dan upaya memberikan konstribusi sekitar 15%
perumahan baru sedang selebihnya (85%) diusahakan oleh masyarakat
sendiri individual dan tak terorganisasikan. Dalam penyediaan perumahan
melalui mekanisme pasar ini ada kecenderungan menjadi sarana investasi
dan tabungan perorangan, yang menimbulkan segresi sosial, disintegrasi
fungsional, dan gangguan pada daur ekologi alami. Pengadaan rumah oleh
perorangan dan tak terorganisasikan menumbuhkan permukiman yang tidak
jelas strukturnya, menyulitkan pengadaan prasarana, dan tidak efisien dalam
pemanfaatan sumberdaya.
Agenda 21 - 32
Untuk menjawab tantangan dalam mengatasi dan mencegah masalah
permukiman seperti yang telah diuraikan di atas, pendekatan pembangunan
perumahan harus di ubah menuju ke pengembangan permukiman.
Kebijaksanaan yang terfokus pada jumlah produksi rumah diubah menuju ke
pengembangan kualitas hidup dan kesempatan berkembang pemukimannya.
Pengembangan pemukiman juga perlu dikaitkan dengan berbagai kegiatan
produktif. Pengadaan perumahan tidak semata-mata untuk memberikan
kehidupan yang sehat dan sejahtera, tetapi juga menunjang aktivitas ekonomi
dan pertumbuhan ekonomi. Pengembangan permukiman juga perlu disertai
pengembangan kemampuan untuk memelihara, melestarikan dan
mengembangkan daya dukung lungkungan alami.Pengembangan
permukiman selain untuk menjamin serta meningkatkan kesejahteraan
keluarga, juga harus menjadi sarana interaksi social untuk mengembangkan
norma dan nilai budaya yang sehat.
Lindungan bagi semua orang (shelter for all) adalah tujuan universal
pengembangan permukiman. Berdasarkan telaah atas permasalahan yang
terjadi, tantangan di masa dating dengan keterbatasan sumber yang tersedia
sebagai prasyarat pembangunan yang terorganisasikan (organized
development), maka konsep pengembangan permukiman yang dipilih perlu
diprioritaskan pada:
Agenda 21 - 33
Pembangunan Perumahan dan Permukiman
Agenda 21 - 34
ini, baru sekitar 20% rumah tangga di Indonesia yang menggunakan system
perpipaan, sekitar 15% membeli dari penjual keliling atau hidran umum,
sebanyak 50% menggunakan sumur dangkal untuk kebutuhan pokok mereka
sehari-hari dan sisanya mengambil air dari sungai.
Untuk mencapai tujuan melalui kegiatan yang diusulkan di atas maka terdapat
beberapa sarana yang mendukung. Sarana pelaksanaan ini mencakup:
1). Menyatunya kota besar dengan daerah atau kota-kota kecil sekitarnya.
Agenda 21 - 35
Bila dilihat dari peningkatan jumlah penduduk,sejumlah kota-kota di Indonesia
berpotensi tumbuh menjadi kota besar. Karena pertumbuhan fisik kota ini
tidak diimbangi dengan peningkatan sosio ekonomi dan budaya, maka kota-
kota ini masuk dalam kategori semi-urban. Masalah terberat dalam
pengelolaan permukiman adalah mengatasi ketimpangan penggunaan ruang
dan penguasaan sumberdaya, baik sebagai dampak dari pembangunan
ruang dan kemampuan sektor swasta besar mengatasi peluang ke depan.
Agenda 21 - 36
BAB 6
SISTEM PERDAGANGAN GLOBAL,
INSRTRUMEN EKONOMI, SERTA
NERACA EKONOMI DAN LINGKUNGAN
TERPADU
3). Diberlakukannya ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2003.
Agenda 21 - 37
Diharapkan dengan adanya perjanjian GATTperdagangan internasional akan
lebih terbuka, adildan transparan. Adanya perdagangan bebas dikawasan
APEC diharapkan akan memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena
pada saat ini ekspor Indonesia 70% memasuki pasar APEC, sumber investasi
Indonesia 65% berasal dari anggota APEC dan 60% sumber wisatawan
indonesia berasal dari daerah Asia Pasifik. Dalam skala regional sesuai
dengan kesepakatan ekonomi ASEAN, Indonesia akan menuju pada
perdagangan bebas pada tahun 2003. Dengan adanya pasar bebas ASEAN
diharapkan ekspor Indonesia ke pasar ASEAN yang pada saat ini
menunjukkan surplus bagi Indonesia akan lebih meningkat. Selain itu untuk
mempercepat pembangunan diluar pulau Jawa telah dikembang kan kerja
sama subregional seperti Pengembangan Sub Regional Singapura-Johor-
Riau. <![endif]>
Agenda 21 - 38
2). Pengembangan Pendekatan Pencegahan Pencemaran (Minimasi
Limbah atau Produksi Bersih)
Agenda 21 - 39
1). Pengolahan limbah cair, padat atau gas memiliki resiko pindahnya
polutan dari satu media ke media lingkungan lainnya.
Merujuk kepada kegiatan Repelita VI, maka pada kurun Repelita VII
sebaiknya telah dimulai ujicoba ekolabel dan standarisasi lingkungan (ISO
14000) dalam berbagai kegiatan industri. Pada kurun waktu Repelita VIII
kemampuan industri untuk meningkatkan daya saing. Sedangkan pada kurun
waktu Repelita IX dan X pemantapan ekspor andalan secara global dengan
meningkatkan daya saing melalui penerapan label dan standarisasi
lingkungan.
Agenda 21 - 40
3). Tidak membedakan pula antara biaya dan manfaat.
Pada saat ini Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Biro Pusat Statistik
telah mulai mengembangkan Neraca Sumber Daya Alam dan Lingkungan
sebagai suatu “Satellite systems of Accounts” dari Sistem Neraca Ekonomi
Nasional. Pada pelita VII sebaiknya sudah terwujud suatu Sistem Neraca
Ekonomi Nasional Indonesia yang kuat dan terpadu
Agenda 21 - 41
BAB 7
PERLINDUNGAN ATMOSFIR
Atmosfir pada intinya mempunyai tiga fungsi utama bagi kehidupan manusia,
yaitu : Pertama, sebagai pemasok bahan mentah untuk berbagai aktivitas
manusia. Kedua, sebagai tempat buangan yang menyerap dan mendaur
ulang sisa-sisa kegiatan manusia. Ketiga, sebagai pendukung kehidupan
dibumi. Oleh karena itu, kualitas atmosfir/udara merupakan aset yang harus
dilindungi dan dilestarikan.
Hampir setiap langkah dari aktivitas energi, dimulai dari kegiatan ekstraksi
bahan bakar sampai dengan proses pembakarannya mempunyai potensi
merusak kualitas udara. Oleh karena itu, strategi pengembangan energi harus
sejalan dengan strategi kualitas udara, mengingat akan semakin
meningkatnya konsumsi energi pada Pembangunan Jangka Panjang II (PJP
II).
Agenda 21 - 42
dilepaskan ke udara ambien, seperti : COx, CO, SPM (suspended particulate
matter), NOx, SOx, VHC dan berbagai logam berat.
Peningkatan konsumsi listrik sejak PJP I akan terus berlangsung pada PJP II.
Menyadari strategi pemerintah dalam mengatasi sektor ini adalah mengurangi
ketergantungan pada sumberdaya minyak, maka diperkirakan energi utama
untuk pembangkit listrik akan bergeser dari sumberdaya minyak dalam PJP I
ke batubara dalam PJP II. Dengan meningkatnya pembangkit listrik yang
menggunakan batubara, serta potensi dampaknya terhadap kualitas udara,
maka pemerintah Indonesia telah mengambil langkah untuk mengurangi
sekecil mungkin dampak-dampak tersebut. Langkah ini mencakup keharusan
untuk melakukan analisi mengenai dampak lingkungan untuk proyek
pembangkit listrik, pembentukan serta implementasi stndar emisi dan ambien,
penggunaan batubara dengan kadar belerang rendah, dan peningkatan
efisiensi produksi maupun distribusi ke pemakai. Walaupun masih dalam
tingkat penelitian pemerintah telah mencoba melihat kemungkinan
penggunanan sumber yang terbarukan dan relatif bersih untuk masa depan.
Sektor Transportasi
Agenda 21 - 43
peran serta masyarakat dan kebijakan pemerintah memegang kunci yang
penting.
Sektor Industri
Emisi dapat dihasilkan baik oleh proses produksi maupun oleh proses
konsumsi. Inventarisasi oleh Bapedal menunjukan bahwa di Jakarta emisi
yang dilepaskan ke udara dari kegiatan konsumsi mencakup 15% dari total
partikulat, 16% dari total NOx, dan 63 % dari total SOx. Di Surabaya sektor
industri memberikan sekitar 28%, 43%, dan 88% pada polutan yang sama.
Strategi pengendalian pencemaran udara yang berasal dari sektor industri
dapat dilakukan melalui dua pendekatan :
Agenda 21 - 44
yang disebut sebagai produksi bersih (clean-production) dan emisi nol (zero
emission) yang sudah jauh lebih efektif ketimbang pendekatan-akhir-pipa.
Sektor Rumahtangga
Agenda 21 - 45
Peningkatan Kemampuan dan Langkah-Langkah dalam Menghadapi
Penipisan Lapisan Ozon
Lepas dari benar tidaknya perkiraan diatas, hilangnya hutan berarti hilangnya
kemampuan alam untuk dapat menyerap CO2 diudara. Di masa mendatang
diperkirakan bahwa konsumsi energi akan berkembang pesat, laju deforestasi
cenderung semakin lambat yang diakibatkan oleh makin kuatnya upaya-
upaya pelestarian hutan, dan adanya penghapusan CFC
(chlorofluorocarbon), maka kontribusi emisi gas rumah kaca lebih didominasi
oleh pemakaian energi. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka ada dua
jenis strategi yang harus diambil. Pertama menyangkut permasalahan
Agenda 21 - 46
deforestasi, untuk memperkuat kebijaksanaan yang sudah ada, perlu
dukungan keuangan global mengingat supaya ini untuk keperluan masyarakat
dunia. Kedua, menyangkut masalah energi, dimana efisiensi penggunaan
energi harus terus digalakkan dan dibudidayakan dalam setiap kegiatan
ekonomi mengingat pendekatan ini cukup berhasil dalam mengurangi emisi
CO2.
Deposisi Asam
Berdasarkan data yang ada, sampai saat ini belum terlihat dampak akibat
adanya deposisi asam di Indonesia. Dilihat dari tanahnya, karakteristik kimia
tanah di Jawa cenderung mencegah terjadinya dampak deposisi asam atau
pengasaman. Karena geografi dan tipe angin juga berpengaruh terjadinya
deposisi asam, kecil kemungkinan Indonesia akan memeberi kontribusi yang
berarti pada deposisi asam negara tetangganya.
Agenda 21 - 47
BAB 8
PENGELOLAAN BAHAN KIMIA BERACUN
Dalam tiga dasawarsa terakhir, penggunaan bahan kimia didunia termasuk
Indonesia telah berkembang dan m ampu memenuhi tujuan sosial dan
ekonomi masyarakat. Sekalipun tidak semua jenis bahan kimia tadi diproduksi
dan diperdagangkan, diantara jenis tersebut banyak bahan yang bersifat
racun. Dari sekitar 1.500 jenis bahan kimia atau 95% dari produksi total bahan
kimia dunia, baru ratusan jenis saja yang telah dievaluasi dalam kaitannya
dengan dampak potensial jangka pendek dan jangka panjang yang dapat
terjadi terhadap kesehatan manusia dan Lingkungan.
Bahan kimia beracun merupakan salah satu bagian dari bahan berbahaya
atau bahan berbahaya dan beracun (B3). Untuk menjamin pengelolaan bahan
kimia beracun agar ramah Lingkungan dan mempunyai drajat keamanan
tinggi, diperlukan peningkatan upaya pengelolaan baik ditingkat nasional,
regional, maupun internasional.
Agenda 21 - 48
Walaupun telah banyak dilakukan pemerintah, masih banyak masalah yang
ada dalam upaya pengelolaan bahan kimia beracun di Indonesia. Pada
dasarnya permasalahan ini dapat dibagi atas dua masalah pokok, yaitu :
2). Kurangnya sumberdaya manusia untuk menilai bahan kimia yang datanya
telah tersedia.
Tercapainya strategi diatas tidak akan terlepas dari partisipasi semua pihak,
baik itu melalui komitmen pribadi, kapasitas intelektual, perilaku dari struktur
legislasi yang mengatur dan mendorong guna tercapainya sasaran diatas.
Agenda 21 - 49
3). Pengumpulan dan inventarisasi lengkap mengenai data bahan kimia
beracun, serta penyebarluasan informasi secara langsung kepada
masyarakat.
4). Penyempurnaan peraturan yang belum ada atau belum jelas, mengadopsi
kebijakan community right to know (masyarakat memiliki hak untuk tahu)
dan didukung dengan peningkatan kemampuan para aparat dalam upaya
penegakkan hukum.
Sstem klasifikasi bahaya dan pelabelan yang serasi (harmonis) yang berlaku
untuk universal, sangat dibutuhkan dalam usaha mendorong pemakaian
bahan-bahan kimia secara aman baik ditempat kerja atau dirumah.
Agenda 21 - 50
Penurunan Risiko dan Pencegahan Lalu Lintas Domestik maupun
Internasional yang tidak Sah dari Produk-Produk Kimia Berbahaya dan
Beracun
Pada waktu ini, belum ada persetujuan internasional yang bersifat global
tentang lalulintas produk-produk yang beracun dan berbahaya. Meskipun
demikian, ada keprihatinan global bahwa lalulintas internasional yang tidak
sah dari produk tersebut akan membahayakan kesehatan masyarakat dan
Lingkungan, terutama dinegara-negara berkembang, seperti yang dinyatakan
dalam Sidang Umum PBB dalam resolusi 42/183 dan 44/226. Perhatian dan
keprihatinan juga bertalian dengan perpindahan lintas batas dari produk-
produk tersebut yang dilaksanakan tidak sesuai dengan pedoman dan
prinsip-prinsip yang diadopsi secara internasional.
Agenda 21 - 51
BAB 9
PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA
DAN BERACUN
Sembilan puluh persen (90%) limbah B3 adalah produk industri. Padahal
industri di Indonesia sedang ditumbuhkan dan dipacu, sehingga pada akhir
Pembangunan Jangka Panjang II (PJP II) sector industri diproyeksikan
mampu memberikan sumbangn sekitar 32,5% pada produk domestik bruto
(PDB), dan diperkirakan akan mampu menyerap tenaga kerja baru sekitar
27,6% dari keseluruhan tambahan kesempatan kerja. Untuk mencapai
sasaran-sasaran tersebut, selama PJP II nilai tambah sector industri
pengolahan diproyeksikan tumbuh dengan rata-rata 9,2% per tahun,
sedangkan industri pengolahan non-migas diproyeksikan rata-rata sebesar
9,8% per tahun. Dengan sendirinya pertumbuhan industri ini akan
meningkatkan beban pencemaran pula.
Selain daripada itu, telah disiapkan pula suatu naskah program yang
mengatur bahan yang berbahaya melalui daur-hidupnya (life-cycle). Sebagai
Agenda 21 - 52
tambahan dari program tersebut, dilakukan studi kelayakan pengadaan
limbah B3 terpusat untuk daerah “gerbangkertosusila” (Gresik, Bangkalan,
Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan) di Jawa Timur dan untuk
daerah jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi).
Guna menekan jumlah B3, perlu adanya reorientasi system berproduksi dari
pendekatan end-of-pipe ke pendekatan produksi bersih. Selain itu perlu
adanya interaksi antara pranata hukum dan sosial, kelembagaan,
kemamapuan sumberdaya manusia, penguasaan teknologi dan bahkan
advokasi dari Lembaga swadaya Masyarakat atau masyarakat luas lainnya.
2). Pencegahan lintas batas limbah B3 secara ilegal dan kerjasama dalam
pengelolaan lintas batas limbah.
Agenda 21 - 53
pembuangan limbah berbahaya, baik antar pulau di Indonesia maupun limbah
yang dating dari luar negeri.
Kemampuan Kelembagaan
Agenda 21 - 54
dan kemampuan ekosistem untuk mendukung perikehidupan serta kesediaan
sumber daya alam untuk mendukung upaya pembangunan itu sendiri. Melalui
product-life-cycle, maka teknologi, proses serta manajemen sumber daya
perlu dievaluasi, dan diganti dengan yang lebih sesuai.
Agenda 21 - 55
teknik untuk mencari bentuk teknologi dan pengelolaan limbah berbahaya
yang tepat guna bagi industri-industri kecil dan industri rumahtangga. Hasil
penelitian selanjutnya dipublikasikan kepada masyarakat melalui seminar,
jurnal ilmiah, dan sebagainya. Kesemuanya tentu tidak terlepas dari program
penegakan hukum nasional yang sesuai untuk memantau pelaksanaan di
lapangan dan menyempurnakan mekanisme sanksi.
Agenda 21 - 56
BAB 10
PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF
Agenda 21 - 57
pengembangan kearah bukti kendala teknis dan ekonomis selain nuklir
adalah energi surya, angin, biomassa, geothermal dan pasang surut laut.
Oleh karena itu, seandainya kekurangan daya listrik 7.000 Mwe tersebut
hanya akan dipenuhi PLTN dengan daya 600 hingga 1.000 Mwe, maka paling
tidak akan diperlukan 7 hingga 12 unit. Pada saat itulah limbah radioaktif yang
dihasilkan akan meningkat baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Akan
tetapi, mengingat bahaya yang mungkin timbul dengan adanya reaktor nuklir
tehadap manusia dan lingkungan, maka pengambilan keputusan
pembangunan PLTN tidak hanya mengandalkan pada kelayakan politik,
ekonomi, dan lingkungan semata, namun juga harus memperhitungkan
secara seksama kelayakan sosial dan budaya. Ini dapat dilakukan dengan
melibatkan semua aktor pembangunan baik institusi pemerintah maupun non-
pemerintah.
Resiko yang berhubungan dengan tingkat radiasi pengion telah banyak diteliti
dan dievaluasi, bahkan oleh badan internasional seperti ICRF (International
Commission on Radiological Protection) dan UNSCEAR ( Uniteds Nations
Scientific Committee on the Effect of Atomic Radiation). Hasil penelitian dan
evaluasi tersebut, menjadi dasar upaya keselamatan radiasi yang diterapkan
secara internasional dan dikenal dengan asas ALARA ( As Low As
Reasonably Achievable). Melalui penerapan asas ini diharapkan potensi
dampak radiologi dapat diperkecil dalam batas keselamatan yang telah
ditetapkan. Setiap resiko harus dicegah dengan penerapan standar
keselamatan radiasi. Prinsi-prinsip proteksi yang dapat diterapkan adalah
sebagai berikut:
Agenda 21 - 58
2). Paparan radiasi yang diterima harus mengikuti asas ALARA dan
memperhatikan aspek sosial, dan ekonomi.
3). Dosis yang diterima tidak boleh melebihi nilai ambang batas.
Limbah padat dari kegiatan reaktor riset dan aplikasinya, pada umunya
berupa bahan terkontaminasi radioaktif seperti filter/kertas saring, plastik, alat-
alat dari gelas, alat suntik, bangkai binatang percobaan atau bahan
biologis,dan bahan kimia, sedangkan limbah cair berupa bahan pembersih, air
bilasan, bahan kimiawi dan cairan pengekstrasi. Limbah gas dapat berasal
dari evaporasi atau berasal dari insinerasi (pembakaran) limbah padat.
Tercampurnya limbah dengan substansi patogen, bahan kimia berbahaya non
radioaktif dan logamberat juga perlu mendapat perhatian dalam pengelolaan
limbah radioaktif. Selain daripada itu, limbah radioaktif dari penambangan dan
pembangkit energi non nuklir juga perlu diperhatikan karena berdasarkan
laporan UNSCEAR tahun 1988, abu terbang ternyata juga mengandung
limbah radioaktif seperti Kalium-40, Uranium-238, Radium-236, Poloniom,
Thorium -238, dan Radium-228.
Agenda 21 - 59
pihak termasuk para pakar sains dan teknologi, lembaga tinggi negara, Pusat
Studi Lingkungan, masyarakat luas lainya.
Agenda 21 - 60
BAB 11
PENGELOLAAN LIMBAH PADAT DAN CAIR
Pada saat ini pelayanan umum menangani limbah padat atau sampah masih
belum memadai dan sering mengakibatkan pencemaran air, tanah, dan udara
yang melampaui baku mutu lingkungan. Kondisi yang sama terjadi pula pada
pengelolaan sanitasi (limbah cair rumahtangga). Kualitas dan kuantitas
pelayanan umum tersebut tidak meningkat secara berarti sejak tahun 1980,
sehingga tidak dapat mengejar kebutuhan pelayanan umum sanitasi
yangterus meningkat akibat lajju pertambahan penduduk. Sampai tahun
1993, hanya 52% unit rumahtangga yang mempunyai akses pada fasilitas
sanitasi yang memadai, dan hanya 9% yang mempunyai akses pada sistem
anitasi perpipaan dan ini hanya terdapat di 9 kota besar. Permasalahan
lainnya adalah bahwa kontribusi pencemaran organik di berbagai sungai oleh
limbah cair yang berasal dari manusia telah mencapai 50% sampai 755 dari
limbah cair total. Ini di perburuk dengan adanya fakta bahwa 84% sumur
dangkal di Jakarta telah tercemar oleh tinja.
Dalam hal limbah industri, saat ini upaya untuk menurunkan buangan belum
bisa mencapai hasil yang diharapkan. Keterbatasan kemampuan pemerintah
untuk memantau dan memerapkan baku mutu limbah, keterbatasan
kemampuan industri untuk merancang dan mengoperasikan sistem
pengolahan limbah, serta keberadaan industri kecil yang jumlahnya besar dan
bersatu dengan perumahan sehingga menyulitkan pemantauan, selain itu
juga tidak mempunyai industri kecil untuk membangun instalasi pengolahan
limbah.
Masalah limbah padat dan cair di Indonesia umumnya terlihat jelas diwilayah
perkotaan sekalipun diwilayah perdesaan juga perlu mendapat perhatian.
Maka tingginya jumlah penduduk diwilayah perkotaan sebagai akibat
Agenda 21 - 61
urbanisasi dari desa ke kota, mengakibatkan, jumlah sampah diperkotaan
semakin meningkat. Upaya masyarakat untuk mengatasi masalah ini
umumnya dilakukan dengan cara seperti ditumpuk dibak sampah dan
diangkut atau dibakar. Cara ini tidak efektif karena dengan cara dibakar
berarti terjadi pencemaran udara di samping pengangkutan sampah saat ini
dinilai belum memadai. Demikian halnya dengan buangan limbah cair
manusia, penggunaan sistem sanitasi individual seperti tanki septik dan
cubluk sudah tidak memadai lagi yang kesemuanya tampaknya menghendaki
suatu pendekatan regional terutama pada daerah dengan kepadatan tinggi.
Minimasi Limbah
Minimasi limbah dilakukan tidak saja dengan mengurangi limbah yang harus
dikumpulkan, diolah, dan diulang tetapi juga dengan mengurangi pemakaian
bahan baku, energi, dan air. Untuk proses industri, suatu pendekatan penting
adalah digunakan proses produksi bersih (Indonesia telah membuat suatu
komitmen nasional penerapan strategi produksi bersih dalam proses industri),
yang telah terbukti efektif dari segi biaya. Hal ini penting agar pendekatan ini
dapat digunakan oleh sektor swasta.
3). Tidak adanya suatu komitmen yang tinggi dari pihak yang terlibat.
Agenda 21 - 62
Disamping minimasi limbah dari sektor industri dan rumahtangga, perlu juga
diperhatikan limbah yang dihasilkan dari pengemasan (packaging). Walaupun
sebetulnya ada kepentingan produsen untuk mengurangi kemasan dalam
usaha mengurangi total biaya yang dikeluarkan, pemerintah masih perlu
memainkan peranan penting dalam mendukung minimasi limbah pada industri
pengemasan.
Keuntungan yang didapat dari usaha daur ulang dan pengomposan adalah :
2). Dapat menyediakan bahan baku produksi dengan harga yang lebih murah.
Agenda 21 - 63
Peningkatan Tingkat Pelayanan Umum
Persampahan
Tingkat pelayanan umum pengumpulan sampah untuk satu kota ke kota lain
cukup bervariasi. Secara nasional, hanya 40% dari penduduk perkotaan yang
mendapatkan layanan pengumpulan sampah. Sisa sampah yang tidak
dikumpulkan dibakar dan dibuang pada lahan terbuka atau badan air yang
mengakibatkan pencemaran air dan udara serta tersumbatnya kanal dan
badan air yang kemudian mengakibatkan banjir.
Sanitasi
Secara umum tingkat pelayanan umum sanitasi hampir tidak dapat mengejar
ketinggalan yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk.Penanganan
sanitasi dihadapkan pada sebuah dilema. Disatu sisi, sistem sanitasi individu
yang dibangun pada daerah-daerah perkotaan dengan kepadatan tinggi
makin tidak memadai, namun disisi lain sistem terpusat seperti sistem saluran
air kotor masih sangat mahal. Namun demikian, strategi jangka panjang perlu
tetap mengarah pada pembangunan sistem terpusat, dengan perbaikan
sistem yang ada sebagai strategi jangka pendek dan menengah.
Persampahan
Pada saat ini, 40% dari sampah yang sampai Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) tidak dibuang dengan cara yang akrab lingkungan. Kebanyakan TPA
yang dibangun tidak menganut sistem sanitary landfill yang menggunakan
penutupan sampah yang cukup serta pengolahan lindu (leachate), yaitu suatu
unsur yang dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan penyebaran
penyakit. Gas metan yang dihasilkan dari proses pembusukan materi organik
dan pembakaran sampah yang menyebabkan TPA terus berasap sehingga
berdampak buruk pada kesehatan pekerja dan penduduk sekitarnya.
Agenda 21 - 64
panjang, perlu ada penilaian kelayakan metoda alternatif pembuangan dan
pengolahan sampah serta usaha penerapannya.
Sanitasi
Untuk pembuangan dan pengolahan limbah cairan manusia, sistem yang ada
sekarang lebih mengandalkan siste3m sanitasi individu, namun kebanyakan
sistem sanitasi individu yang ada kurang layak atau memadai. Dimasa datang
harus lebih banyak digunakan sanitasi yang terpusat dengan teknologi yang
memadai, terutama di wilayah permukiman berkepadatan tinggi.
Limbah Industri
Pada masa yang akan datang, bila praktek industri dan pengelolaan limbah
tidak banyak berubah, maka diperkirakan polutan tradisional (BOD dan
padatan tersuspensi) yang dibuang ke lingkungan di Jawa akan meningkat
enam kali di daerah perkotaan dan sepuluh kali didaerah perdesaan pada
tahun 2010. Di luar Jawa, peningkatan ini diperkirakan masing-masing
sepuluh kali dan duabelas kali didaerah perkotaan dan perdesaan. Selain itu
juga akan terdapat perubahan karakter pencemaran dengan adanya
pergeseran disektor manufaktur kaitannya dengan peningkatan pencemaran
akibat logam-logam biokumulatif.
Agenda 21 - 65
BAB 12
PERENCANAAN SUMBERDAYA TANAH
Agenda 21 - 66
Ketiga, adanya perkembangan penduduk Indonesia yang mencapai 233 juta
dan 257 juta pada tahun 2010 dan 2020. Penduduk perkotaan pada tahun
1990 mencapai 55,4 juta 31% dari jumlah penduduk Indonesia –menpunyai
pertumbuhan 5,4% per tahun yang jauh lebih tinggi dari laju pertumbuhan
penduduk secara keseluruhan (1,96% per tahun). Dengan
demikian,penduduk perkotaan akan mencapai 102,5 juta pada tahun 2010
atau 44%dari jumlah total penduduk dan 127 juta pada tahun 2020 yang
merupakan 50%dari julah penduduk secara nasional. Tekanan
perkembangan ini juga tampak dari konversi hutan menjadi pertanian dan
permukiman, reklamasi kawasan pantai,berkembangnya wilayah galian,dan
menyusutnya ruang publik.
Agenda 21 - 67
STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA TANAH
Agenda 21 - 68
Sistem Informasi dan Pendataan
Sistem pendataan dan informasi tentang hak dan penggunaan tanah perlu
terus dikembangkan dan disempurnakan.Banyak pertikaian sosial timbul oleh
karena kurang cermatnya data tentang hak atas tanah ini. Kerjasama dan
koordinasi diantara berbagai lembaga pengguna dan pengembang informasi
harus terus-menerus ditingkatkan.
Agenda 21 - 69
BAB 13
PENGELOLAAN HUTAN
Indonesia dikenal sebagai sebuah negara yang memiliki hutan tropis terluas
ketiga didunia, dengan ekosistem yang beragam mulai dari hutan tropis
daratan rendah dan dataran tinggi sampai dengan hutan rawa gambut, rawa
air tawar, dan hutan bakau (mangrove).
Agenda 21 - 70
pengalihgunaan hutan konversi yang tidak produktif menjadi bentuk
penggunaan lain yang lebih produktif dikembangkan secara bertahap.
Sampai saat ini luas wilayah hutan yang sebenarnya masih merupakan
perdebatan, karena belum selesainya program inventarisasihutan dan
penelitian yang terkait. Berdasarkan pengerian bahwa kawasan hutan tanah
adalah tanah yang berada dibawah wewenang Departemen Kehutanan, yang
mencakup bukan hanya daerah yang berhutan dan Tata Guna Hutan
Kesepakatan (TGHK) tahun 1980, maka luas hutan Indonesia
diperkirakan143,8 juta ha.Saat ini pengelolaan hutan yang ditangani oleh
Departemen Kehutanan, bertugas untuk mengawasi aspek pemetaan,
pemanfaaan, konservasi, dan rehabilitasi hutan. Aspek koordinasi dalam hal
ini terlihat menjadi hal yang penting di Indonesia, jika dikaitkan dengan
pengelolaan hutan secara berkelanjutan. Oleh sebab itu, isu dalam
pengelolaan hutan yang berkelanjutan bertumpu pada pengelolaan hutan
produksi, rehabilitasi dan perlindungan hutan, kesejahteraan masyarakat ang
tinggl di hutan, serta pelaksanaan undang-undang dan kemampuan
kelembagaan.
Hasil hutan non-kayu yang disebut hasil hutan ikutan, memiliki potensi tinggi
dalam menghasilkan pendapatan bagi negara. Pada kegiatan penebangan
,umumnya hasil hutan non-kayu sering mengalami kerusakan cukup berarti.
Ini disebabkan oleh rendahnya pengetahuan manfaat dan nilai dari
sumberdaya tersebut. Walaupun volume produksi hasil hutan non-kayu
berada dibawah kayu, perolehan devisa dan peranannya dalam
kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat setempat relatif penting.
Agenda 21 - 71
1) Perlu ditingkatkannya kemampuan dan rehabilitasi dan pelestarian hutan
karena laju reboisasi jauh dibawah laju penebangan pohon.
Agenda 21 - 72
3) Kelestarian produksi bergeser pada kelestarian ekosistem.
Agenda 21 - 73
Mempertahankan dan Meningkatkan Peranserta serta Kesejahteraan
Masyarakat Penghuni Hutan
Masih ada sekitar 65 juta rakyat Indonesia yang hidupnya bergabtung pada
hutan yang meliputi penduduk asli dan transmigran. Kegiatan kehutanan baik
itu konsensi hutan, hutan tanaman industri (HTI), reboisasi, dan proyek
konservasi sering menimbulkan konflik berkenaan dengan hak atas tanah dan
akses pada sumberdaya alam. Bila hal ini berlanjut maka masyarakat
setempat yang merupakan kelompok paling miskin akan semakin tertinggal
yang dapat mengakibatkan konflik menjadi semakin tajam sehingga terjadi
degradasi ekosistem hutan yang lebih parah.
Menyediakan informasi mengenai hutan dan tanah hutan yang akurat dan
memadai merupakan hal yang utama, yang harus ditunjang dengan adanya
data inventarisasi hutan yang selalu diperbaharui, dan dengan terus
meningkatkan kemampuan penelitian tentang pengelolaan hutan yang
berkelanjutan.
Agenda 21 - 74
BAB 14
PENGEMBANGAN PERTANIAN DAN
PERDESAAN
Kondisi ekonomi saat ini maju dengan pesat, namun Indonesia masih
menghadapi duelisme ekonomi, terutama dalam sektor pertanian. Terdapat
perbedaan kualitas manajemen dan teknologi yang cukup berarti antara
perusahaan perkebunan besar baik milik badan usaha milik
negara(BUMN)maupun swasta dengan usaha perkebunan rakyat, termasuk
akses kepada sumber-sumber keuangan. Dualisme ini harus secara sungguh-
sungguh mendapat perhatian di dalam penyusunan kebijakan pembangunan
sektor pertanian. Pertanyaan yang perlu dijawab antara lain:bagaimana
sebaiknya agar pertanian skala kecil mempunyai tingkat efisiensi yang sama
besar dengan pertanian skala besar, serta bentuk kerjasama/kemitraan apa
yang perlu dilakukan?
Berbagai tantangan besar yang akan dihadapi sektor pertanian pada masa
mendatang berkisar pada:
Agenda 21 - 75
1) Penurunan kemampuan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan
dan kebutuhan lain akibat makin cepatnya laju pengalihan fungsi tanah
pertanian.
Agenda 21 - 76
manusia ini mempunyai tingkat pemahaman fungsi-fungsi sumberdaya alam
yang cukup, maka akan memberikan insentif bagi terwujudnya
pengembangan ekonomi yang berkelanjuta. Upaya pemerintah dalam
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di perdesaan mempunyai
beberapa kelemahan, yaitu:
Untuk mencapai tujuan dan sasaran, maka perangkat utama yang diperlukan
adalh reformasi agraria, peranserta, diversifikasi pendapatan, konservasi
dan pengelolaan sumberdaya alam yang lebih baik, serta kemajuan teknologi.
Agenda 21 - 77
menyamakan persepsi dan pemahaman tentang prinsip, konsep, dsn cara
pencapaian tujuan program pertanian berkelanjutan yang melibatkan
pemerintah, kalangan dunia usaha, dan masyarakat luas.
Agenda 21 - 78
3) Meningkatkan peranserta masyarakat.
Agenda 21 - 79
tani diharapkan dapat membawa aspirasi anggotanya serta meningkatkan
kualitas anggotanya.
Walaupun dari segi kulitas kondisi Koperasi Unit Desa (KUD) masih jauh dari
sempurna, lembaga ini dapat dipakai sebagai wahana meningkatkan
kesejahteraan petani melalui pembelian sarana pertanian secara murah,
menjual produk, dan sebagai lembaga penyalur kredit. Dalam program ini,
pusat perhatian yang harus dicurahkan agar KUD dapat berfungsi
sebagaimana mestinya melalui pembenahan sistem manajemen maupun
mekanisme kontrol masyarakat patani yang menjadi anggota KUD.
Peran kaum ilmuan adalah kunci dalam mengaplikasikan teori dan teknologi
di lapangan guna mencari metode dan teknik yang mendukung
perkembangan pertanian perdesaan;membantu masyarkat perdesaan dalam
mengaplikasikan teori dan teknologi tersebut; dan mengaktifkan program
Agenda 21 - 80
tenaga terdidik (program BUTSI, dan lain-lain) masuk ke perdesaan
khususnya desa terpencil yang ketersediaan informasinya kurang memadai.
Agenda 21 - 81
BAB 15
PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR
Dari fakta yang ada, tampak sumberdaya air masih belum mendapat
perlindungan secara maksimal untuk menghindari terjadinya kekurangan air.
Terjadinya pencemaran beberapa sumber-sumber air, penggundulan hutan
yang mengakibatkan erosi tanah serta terganggunya fungsi peresapan air,
kegiatan pertanian yang mengabaikan kelestarian lingkungan, berubahnya
fungsi daerah tangkapan air, serta distribusi air yang tidak merata
menunjukan bahwa perhatian terhadap kelestarian sumberdaya ini perlu
secara total ditingkatkan. Disisi lain harga air apapun bentuk produk yang
dijual , umummya belum mencerminkan harga yang sebenarnya. Penentuan
harga ini umumnya belum sepenuhnya memasukkan biaya kerusakan
lingkungan yangterjadi. Bahkan dapat dilihat bahwa beberapa produk air
dapat dimanfaatkan secara bebas tanpa biaya,misalnya pemanfaatan air
tanah dengan pompa oleh masyarakat. Akibatnya, masyarakat dan pelaku
ekonomi tidak mempunyai dorongan untuk bertindak efisien dan efektif dalam
memanfaatkan air.
Agenda 21 - 82
Isu kritis saat ini adalah ketersediaan air bersih untuk kebutuhan bagi
umumnya penduduk yang tinggal diperkotaan baik dari kuantitas maupun
kualitasnya, semakin sulit lagi khususnya bagi penduduk miskin yang tinggal
di perkotaan. Maslah akses terhadap sumber air aman untuk dikonsumsi bagi
golongan ini dapt dikatakan tidak ada. Hal ini mengakibatkan kulitas hidup
mereka menjadi semakin menurun. Bagi penduduk tidak miskin, akses air
bersih harus dibayar dengan biaya yang cukup tinggi.
Bila dilihat dari potensi yang ada, ketersediaan air permukaan relatif tetap dari
waktu ke waktu karena mengikuti siklus hidrologi. Ketersediaan air ini tersebar
dibanyak pulau. Perbandingan ketersediaan dan kebutuhan air menunjukkan
bahwa ketersediaan air di Pulau Jawa danBali telah mengalami tingkat kritis
yang disusul Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan data
distribusi ketersediaan sumberdaya air menurut pulau, Irian Jaya menempati
posisi teratas dengan jumlah ketersediaan air sebesar 350x109 m3/tahun
;Kalimantan sebesar 140x109 m3/tahun;Sulawesi 34x109 m3/tahun;Sumatra
sebesar 111x109m3/tahun; dan Jawa sebesar 30x109m3/tahun. Bila ditinjau
dari kebutuhan air pada tahun 1995, Irian Jaya menempati urutan terbawah
yaitu hanya128x106m3/tahun yang berarti hanya 0,036%,yang disusuk oleh
Kalimantan sebesar 4%;Sumatra sebesar 17%; Sulawesi sebesar 45%; dan
Jawa sebesar 206%. Data ini memperlihatkan adanya ketidakseimbangan
ketersediaan dan kebutuhan air serta tidak meratanya distribisi sumberdaya
air antar pulau yang ada di Indonesia.
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa masalah sumberdaya air dapat dibagi
menjadi tiga hal pokok, yaitu: (i) masalah kuantitas; (ii) masalah kualitas;dan
(iii) masalah distribusi air.
Agenda 21 - 83
3) Terpadu dan menggunakan pendekatan one management for one
watershed, yang meliputi Daerah Aliran Sungai (DAS) bagian hulu
sampai dengan bagian hilir.
1) Mengatur dengan lebih efisien pengadaan air bagi penduduk kota dan
desa, pertanian, industri, dan pariwisata.
Agenda 21 - 84
2) Membuat kebijaksanaan penyebaran kegiatan pembangunan nasional
di pulau-pulau yang memiliki ketersediaan air yang melimpah.
Agenda 21 - 85
BAB 16
KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI
Agenda 21 - 86
1) Undang-undang No. 4/1982 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan
Lingkungan hidup.
Sampai saat ini pada tingkat nasional, belum ada instansi yang menangani
keanekaragaman hayati secara menyeluruh, tapi wewenang tersebar pada
beerapa lenbaga.Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian
Alam (PHPA) pada Departemen Kehutanan yang bertanggung jawab atas
pengelolaan kawasan lindung, baik daratan maupun lautan, termasuk lahan
basah. Departemen Pertanian, melalui Komosi Nasional Pelestarian Plasma
Nutfah (KNPPN) yang bertanggung jawab atas konservasi keanekaragaman
hayati tanaman pertanian, obat-obatan, serta ternak .Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup mengkoodinasikan kebijakan dan program bidang
keanekaragaman hayati, sementara Bappenas berwenang mengawaswi
pelaksanaan progra-program tertentu seperti pada bidang kelautan.
Agenda 21 - 87
3) Perubahan tata guna juga melemahkan pemanfaatan bahan hayati
potensial bagi pertaian dan obat-obatan.
Agenda 21 - 88
1) Merealisasikan sistem kawasan lindung yang terpadu yang mewakili
semua habitat daratan dan lautan.
Agenda 21 - 89
1) Mencegah kepunahan spesies flora dan fauna dalam berbagai
kondisinya berlandaskan Rancang Tindak Nasinal untuk
Keanekaragaman Hayati.
Agenda 21 - 90
Untuk itu perlu disusun peraturan tentang akses sumberdaya genetika yang
tidak merugikan masyarakat, dan pembagian keuntungan yang adil bagi
terhadap masyarakat lokal dan juga masyarakat tradisional.
Agenda 21 - 91
BAB 17
PENGEMBANGAN BIOTEKNOLOGI
Bioteknologi adalah teknologi yang relatif baru dan berkembang pesat sejak
awal tahun 1970-an. Hanya dalam waktu kurang dari tiga dekade,
bioteknologi telah menjadi teknologi yang menarik banyak perhatian ilmuan
biologo dunia dan menjanjikan harapan untuk segera diaplikasikan dan
dimanfaatkan secara global, baik untuk menghasilkan produk-produk bioaktif,
meningkatkan kualitas berbagai jenis tanaman dan hewan atau merekayasa
suatu mikroorganisme dengan karekteristik yang baru.
Agenda 21 - 92
secara ekologis, ekonomis, soaial, dan etika sesuai dengan kondisi Indonesia.
Strategi pengembangan bioindustri seyogianya lebih diarahkan pada aspek
manajemen yang dapat mengelola industri sekaligus mengintegrasikan
bioteknologi dalam proses produksinya sehingga produksi menjadi lebi efisien
dan kompetitif.
Untuk hal diatas telah didirikan tiga Pusat Antar Universitas (PAU)
Bioteknologi di Insitut Teknologi bandung, Universitas Gajah Mada, dan Insitut
Pertanian Bogor yang telah dilengkapi dengan sarana prasarana penelitian
yang memadai.Selain itu pada tahun 1990 telah dihidupkan kembali Insitut
Penilai Eijkman di mana Insitut Biologi Molekuler Eijkman ini telah berdiri dan
secara aktif telah melakukan penelitian fundanmental dalam bioteknologi.
3) Bioteknologi lingkungan.
Kegiatan ini harus memperhatikan aspek keamanan dan dampak negatif dari
pengembangan bioteknologi pertanian, sehingga pengelolaan bioteknologi
Agenda 21 - 93
konvensional dan modern hanya dititikberatkan untuk produk-produk
pertanian yang menghasilkan produk unggul yang tahan hama dan tekanan
lingkungan. Dalam jangka panjang hal ini akan mengurangi penggunaan
pestisida dan bahan agrokimia lainnya yang mempunyai potensi merusak
lingkungan, namun tetap berkemampuan untuk meningkatkan produktivitas
pertania dan penghasilan petani.Untuk mewujudkan ini, perlu dilakukan hal-
hal sebagai berikut:
Bioteknologi Lingkungan
Agenda 21 - 94
identifikasi dan pelestarian genetik (gene pool),dan lainnya. Untuk
kepentingan tersebut, maka pengembangan dasar-dasar ilmu pengetahuan
dan teknologi dalam memecahkan permasalahan lingkungan menjadi penting,
dalam rangka menunjang kegiatan penelitian untuk menghasilkan produk
bioteknologi bagi perlindungan dan pemulihan lingkungan.
Semua tujuan yang telah dikemukakan di atas tidak akan terlaksana tanpa
adanya institusi penelitian yang berafiliasi kepada perguruan tinggi dalam
melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dasar
dan terapan.Di masa yang akan datang upaya pengembangan fasilitas
pendidikan, pelatihan,dan penelitian bioteknologi harus dijalankan secara
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan ,dan juga melibatkan sektor
lain seperti industri pertanian, kesehatan,dan lainnya.Secara garis besar
aktivitas yang diperlukan meliputi:
Kegiatan ini khusus diarahkan untuk menjaga aspek keamanan biologik dari
kegiatan bioteknologik pengkajian risiko terhadap potensi merusak dan
dampak negatif dari penggunaan produk bioteknologi harus di analisis secara
cermat sebelum produk tersebut dipasarkan di masyarakat.Untuk itu
diperlukan kebijakan dan perangkat perundang-undangan yang akan
mengatur seluruh kegiatan bioteknologi mulai dari kegiatan penelitian di
laboratorium, percobaan lapangan, pengembangan produk,sampai dengan
kegiatan pemasannya, agar aman bagi manusia dan lingkungan.Dalam
prosesnya, aspek moral dan etika memegang peranan penting dalam
menghasilkan proses dan produk bioteknologi dan layak sosial, layak
lingkunagan,dan layak budaya.Dengan demikian maka setiap proposal
penelitian bioteknologi khususnya penelitian tentang Genetically Modified
Organisms harus dikaji dan dievaluasi oleh satu tim ahli dari segi keamanan
biologinya,kesesuaian dengan standar yang berlaku, di samping kelayakan
moral dan etika.Untuk menjamin keaman tersebut, pelepasan produk
transgenik ke masyarakat harus melalui prosedur yang ketat dan diawasi oleh
satu tim profesional yang memahami betul tata cara dan metodologi
pengkajian risiko, dan dijalankan sesuai dengan evaluasi yang berlaku secara
internasional.Untuk itu perlu dilakukan:
Agenda 21 - 95
1) Penyebarluasan informasi dan isu keamanan biologik kepada semua
kalangan baik pemerintah , swasta ,dan masyarakat luas.
Agenda 21 - 96
BAB 18
PENGELOLAAN TERPADU WILAYAH PESISIR
DAN LAUTAN
Beberapa masalah penting yang berkaitan dengan wilayah pesisir dan lautan
adalah:
Agenda 21 - 97
4) Kegiatan konversi lahan pesisir menjadi lahan persawahan dan
pertambakan, serta penebangan hutan bakau untuk produksi papan dan
kepingan kayu (woodchips).
6) Risiko perubahan iklim yang berkaitan dengan efek rumah kaca dan
konsekuensi naiknya permukaan air laut. Keadaan ini akan mengancam
kepulauan kecil yang secara ekologi amat rentan terhadap dampak
pemanasan global, angin topan, dan tsunami.
Melihat potensi tekanan yang akan terjadi sebagai akibat tinggi laju kegiatan
pembangunan dimasa mendatang, pemerintah dengan cepat telah
membentuk Dewan Kelautan Nasional yang diketuai langsung oleh Bapak
Presiden Soeharto dengan keanggotaan hampir seluruh instansi terkait. Ini
menunjukkan besarnya komitmen pemerintah terhadap keberlanjutan
pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Agenda 21 - 98
5) Kemiskinan dan tidak adanya mata pencaharian alternatif untuk
masyarakat pesisir.
Agenda 21 - 99
Perencanaan dan Pengembangan Sumberdaya Terpadu di Wilayah
Pesisir
Agenda 21 - 100
1) Memasyarakatkan pembangunan masyarakat pesisir yang berwawasan
lingkungan termasuk peningkatan pendapatan, meningkatkan kontrol
oleh masyarakat lokal terhadap sumberdaya alam, pengembangan
institusi-institusi lokal, serta memperkuat keikut sertaan komunitas lokal,
Lembaga Swadaya Masyarakat, dan Pemerintah Daerah.
Agenda 21 - 101