Askep Pada Klien Dengan AML
Askep Pada Klien Dengan AML
Askep Pada Klien Dengan AML
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN Nn.Y DENGAN GANGGUAN SISTEM HEMATOLOGI
AML-M4 DALAM PEMBERIAN KEMOTERAPI
POST KONSOLIDASI LAM8 HARI XV DIRUANG RIIM
RUMAH SAKIT KANKER “DHARMAIS”
TANGGAL 6-7 NOVEMBER 2013
DISUSUSUN OLEH :
1. RUDI.Ns.S.Kep
2. ELLY WAHYUNI,AMK
3. SRI WAHYUNI, AMK
4. NOOR SITI N.I.S.,SKp
5. ATI SUNJAWIHARTI, AMK
6. SITI MALKIAH, AMK
7. USWATUN HASANAH, AMK
8. HERDISARI NUGRAHENI, AMK
C. TUJUAN KHUSUS
1. Menambah pengetahuan tentang Asuhan keperawatan pada pasien AML
2. Menambah pengetahuan tentang kemoterapi Agresif
3. Menambah pengetahuan tentang ruangan RIIM
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. DEFINISI
Leukimia Mielogenus Akut adalah salah satu jenis leukemia dimana sel malignan
yang bersifat predominan adalah monosit atau granulosit. (Nettina.2001)
Leukemia Mielogenous akut (LMA) merupakan kanker yang menyebar dengan cepat di dalam
darah dan sumsum tulang. Karena yang asli leukemia sel, sumsum tulsng ysng memproduksi
berbagai blasts, atau belum,nonfunctional sel. Di bawah keadaan sehat, sel-sel ini akan
berkembang menjadi sel-sel darah putih yang memerangi infeksi, sel darh merah membawa
oksigen ke seluruh tubuh, atau platelets untuk membantu clotting. Namun, pada orang yang
AML, blasts ini tidak mengalami perkembangan normal dan menghambat produksi sel-sel baru.
Menurut FAB AML di klasifikasikan menjadi :
a. LMA-M0 : Leukemia mieloblastik dengan diferensiasi minimal
b. LMA-M1 : leukemia mieloblastik tanpa maturasi/diferensiasi
c. LMA-M2 : Leukemia mieloblastik disertai maturasi /diferensiasi
d. LMA-M3 : Leukemia promielositik (pro granulositik) hipergranular
e. LMA-M4 : Leukemia mielomonositik
f. LMA-M5 : Leukemia monositik
g. LMA-M6 : Eritroleukemia (DiGuglielmo’s diseases)
h. LMA-M7 : Leukemia megakarioblastik
B. EPIDEMIOLOGI
Kanker adalah penyakit yang paling ditakuti dan mencemaskan. Menurut data WHO
2005 kanker penyebab kematian nomor 2 di dunia, menurut data depkes 2003, kanker penyebab
kematian nomor 6 di Indonesia, sedangakan data Depkes 2004, 100 kasus kanker baru per
100.000 penduduk per tahun, dimanan ada 60% kasus terminal. Salah satu jenis kanker adalah
kanker sel darah putih atau sering disebut dengan Leukemia. Insiden dari AML adalah 3.7 per
100.000 orang pertahun. Angka kejadian lebih sering ditemukan pada laki-laki dari pada wanita.
Salah satu jenis kanker yang ditandai oleh penimbunan sel darah putih abnormal
dalam sumsum tulang adalah leukemia. Menurut WHO (2002) leukemia
terjadi hampir di seluruh dunia. Registrasi kanker telah mencatat sekitar 250.000 kasus baru per
tahun dengan CFR 76%. Dari 100.000 kasus baru kanker, Leukemia Mielositik Akut (LMA)
sekitar 2,5%, sementara Leukemia Limfositik Akut (LMA)
adalah sekitar 1,3%.10
C. ETIOLOGI
Penyebab LMA sampai saat ini belum di ketahui, tetapi sejumlah factor terbukti berpengaruh
dan dapat menyebabkan LMA.
Faktor predisposisi LMA meliputi:
a. Faktor intrinsik (host)
- Keturunan
Resiko terjadinya LMA meningkat pada kembar identik penderita LMA, demikian pula pada
saudara lainnya.
- Kelainan Kromosom
Resiko LMA meningkat pada penderita kelainan kromosom seperti sindrom Down, anemia
fanconi, sindrom kleinfelter, sindrom bloom, sindrom turner, dan wiskott aldrich.
- Defisiensi Imun
Sistem imunitas tubuh memiliki kemempuan untuk mengidentifikasi sel yang berubah menjadi
sel ganas. Gangguan sistem imun dapat menyebabkan beberapa sel ganas lolos dan selanjutnya
berploriferasi hingga menimbulkan penyakit.
b. Faktor lingkungan
- Radiasi
Adanya efek leukemogenik dan ionisasi radiasi dari reaksi nuklir,radiasi terapi dan radiasi yang
berhubungan dengan pekerjaan meningkatkan insidens LMA pada ahli rdaiologi, penderita
dengn pembesaran kelenjar timus, ankilosing spondilitis dan penyakit hodgkin yang mendapat
terapi radiasi.
- Bahan kimia dan obat-obatan
Pemaparan terhadap benzene hidrokarbon dalam jumlah besar dan berlangsung lama, individu
yang mendapat pengobatan golongan antrasiklin, agen alkilasi terutama pengguna melfalan
jangka panjang pada kanker ovarium, mieloma multiple,kanker payudara, mustard nitrogen pada
penyakit hodgkin,klorambusil, busulfan, dan tiotepa dapat meningkatkan resiko LMA.
D. PENCEGAHAN
Leukemia sebenarnya penyakit yang sangat rumit yang bisa sangat sulit untuk
mendiagnosis dalam tahap awal, tetapi ada tindakan pencegahan tertentu yang dapat Anda ambil
untuk mencegah penyakit. Langkah-langkah ini juga akan berkorelasi dengan perubahan dalam
gaya hidup seseorang. Bahkan, orang disarankan untuk menghindari mengekspos diri untuk
herbisida, insektisida dan bahan kimia lain untuk mengurangi risiko penyakit menghubungi. dan
para dokter mengklaim memiliki leukemia, dalam beberapa kasus, mungkin dalam gen garis
keturunan tertentu.
Jika ada riwayat leukemia dalam garis keturunan, ada probabilitas tinggi memukul
anggota garis keturunan yang sama. Hal ini juga diperlukan untuk melihat dokter untuk check-up
jika seseorang kehilangan berat badan berlebihan pemberitahuan. Dokter juga mengatakan
bahwa orang yang berolahraga secara teratur memiliki kesempatan yang rendah untuk
mengembangkan leukemia.
Meskipun pencegahan Leukemia adalah diet sulit dapat berkontribusi terhadap
penampilan. Masyarakat di mana sampah dan lemak makanan yang tidak umum mereka
mengurangi kemungkinan mengalami prevalensi leukemia. Jika seseorang telah mengalami
beberapa penyakit darah, kemungkinan lebih besar bahwa ia juga mungkin berisiko tertular
leukemia. Oleh karena itu, perlu bahwa orang seperti itu mencari bantuan medis sesegera
mungkin.
Setiap kondisi kesehatan kronis bisa sangat sulit untuk menangani, dan kebanyakan
orang memiliki masalah ketika diminta untuk menemui dokter sangat sering, terutama ketika
Anda sakit. Leukemia adalah penyakit yang mencegah penetrasi efek samping hanya mungkin
jika kondisi terdeteksi dini.
E. PATOFISIOLOGI
Jaringan pembentuk darah ditandai oleh pergantian sel yang sangat cepat. Normalnya
produksi sel darah tertentu dari prekusor sel stem diatur sesuai kebutuhan tubuh. Apabila
mekanisme yang mengatur produksi sel tersebut terganggu, sel akan membelah diri sampai ke
tingkat sel yang membahayakan ( proliferasi neoplastik). Proliferasi neoplastik dapat terjadi
karena keusakn sumsum tulang akibat radiasi, virus onkogenik maupun herediter.
Sel polimorfonuklear dan monosit normalnya di bentuk hanya dalm sumsum tulang.
Sedangkan limfosit dan sel plasma di hailkan dalam berbagai organ limfogen ( kelenjar limfe,
limpa, timus, tonsil). Beberapa sel darah putih yang di bentuk dalam sumsum tulang, khususnya
granulosit, disimpan dalam sumsum tulang sampai mereka dibutuhkan dalam sirkulasi. Bila
terjadi kerusakan sumsum tulang, misalnya akibat radiasi atau bahan kimia, maka akan terjadi
proliferasi sel-sel darah putih yang berlebihan dan imatur. Pada kasus AML, dimulai dengan
pembentukan kanker pada sel mielogen muda (bentuk dini neutrofil, atau lainnya) dalam
sumsum tulang dan kemudian menyebar keseluruh tubuh sehingga sel-sel darah putih di bentuk
pada banyak organ ekstra medula.
Sedangkan secara imulogik, patogenesis leukemia dapat di terangkan sebagia berikut.
Bila virus dianggap sebagai penyebabnya (virus onkogenik yang mempunyai struktur antigen
tertentu), maka virus tersebut dengan mudah akan masuk kedalam tubuh manusia dan merusak
mekanisme proliferasi. Seandainya struktur antigennya sesuai dengan struktur antigen tubuh
manusia tersebut, maka virus muda masuk. Bila struktur antigen individu tidak sama dengan
struktur antigen virus, maka virus tersebut akan ditolaknya. Struktur antigen ini terbentuk dari
struktur antigen alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang terletak di permukaan tubuh
atau HL-A ( Human Leucocyte Locus A). Sisitem HL-A di turunkan menurut hukum genetik,
sehingga etiologi leukemia sangat erat kaitannya dengan faktor herediter.
Akibat proliferasi mieloid yang neoplastik, maka produksi elemen darah yang lain
tertekan karena terjadi kompetisi nutrisi untuk proses metabolisme ( terjadi granulositopeni,
trombositopeni). Sel-sel leukemia juga menginvasi tulang di sekelilingnya yang menyebabkan
nyeri tulang dan cenderung menyebabkan patah tulang. Proliferasi sel leukemia dalam organ
mengakibatkan gejala tambahan : nyeri akibat pembesaran limpa atau hati, masalah kelenjar
limfa; sakit kepala atau muntah akibat leukemia meningeal.
Infiltrasi
Fraktur fisiologis
Meningitis, Leukemia
Metabolisme
Infiltrasi SSP
Trombositopenia
Perdarahan
Demam
Infeksi
Faktor pembekuan
Anemia
Leukosit menurun
Eritrosit menurun
Aswill and Droske (1997), Nursing Care of Children Principle and practice
Patoflow 2
G. MANIFESTASI KLINIS
a. Gangguan sungsum tulang
- Anemia : Fatique, wajah pucat
- Neutropenia, Infeksi demam
- Penurunan jumlah platelet (perdarahan): ptechie, hemorrage, hematom, epistaksis
- Invasi sungsum tulang dan periosteum: resiko fraktur, nyeri,lesi osteolitik
b. Infiltrasi,pelebaran,fibrosis (pembentukan jaringan yang melebihi keadaan normal)
Hepatomegali, splenomegali, dan limfadenopati
c. Sistem saraf pusat dan meningen
- Peningkatan TIK, pelebaran ventrikel : sakit kepala hebat, vomiting, mudah tersinggung, letargi,
papil edema
- Infiltrasi meningen : nyeri dan kaku leher, punggung, episode koma
- Kelemahan ekstremitas bawah
- Disfagia
- Sulit untuk konsentrasi, gangguan memori (efek dari terapi)
- Ganggauan penglihatan
d. Hipermetabolisme
- Pengambilan nutrisi sel normal oleh sel leukemia : kehilangan berat badan, dan fatique.
H. PROGNOSIS
Dengan mengombinasikan dua klasifikasi pertama, maka leukemia dapat dibagi menjadi:
Leukemia limfositik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anak-anak.
Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau lebih
Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa daripada anak-anak.Tipe ini
dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.
Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari 55
tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hampir tidak ada pada anak-anak
Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi pada
anak-anak, namun sangat sedikit
Tipe yang sering diderita orang dewasa adalah LMA dan LLK, sedangkan LLA sering terjadi
pada anak-anak.
Klasifikasi :
Dikenal 2 golongan besar leukemia akut :
Leukemia limfoblastik akut (LLA) : sel induk berasal dari sel induk sistem limfoid
Leukemia mieloblastik akut (LMA) : sel induk berasal dari sel induk sistem mieloid
I. PEMERIKSAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah tepi, berupa :
- Penurunan jumlah Hb(5-10mg/dl), hematokrit dan trombosit
- Jumlah lekosit sangat berfariasi dari 1000/m 3 sampai 100.00/m3
- Apus darah tepi menunjukkan peningkatan jumlah sel-sel blas imatur
b. Aspirasi sumsum tulang untuk mendapatkan hitung jenis dengan pewarnaan wright dan
giemsa.ditemukan gambaran monotonyaitu hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis
sedangkan sistem lain terdesak, terlihat adanya hiatus leukemia yaitu keadaan yang
memperlihatkan banyaknya sel blas/sel darah putih muda(mieloblas), beberapa sel tua(segmen)
dan sangat kurang bentuk pematangan sel yang berada diantaranya(
promielosit,mielosit,metamielosit dan sel batang)
c. Biopsi sumsum tulang untuk menghitung presentasi selularitas.
- Sumsum tulang tanpa maturasi > 90% adalah sel blas, terdapat auer bodies (rods)
d. Foto thorax untuk mendeteksi penyebaran mediastinal
e. Biopsi nodus limfe untuk mendeteksi penyebaran penyakit
f. Pungsi lumbal untuk mendeteksi sel-sel leukemik dengan penyebaran sistem saraf pusat
g. Bone scan untuk mendeteksi penyebaran ke tulang
h. Renal, liver,dan spleen scan untuk mendeteksi infiltrate se leukemia
i. Sitogenik
50-70% dari penderita LMA mempunyai kelainan berupa:
- Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), hiploid ( 2n-a), hiperploid (2n+a)
- Koriotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid
- Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
- Terdapat marker chromosome yaitu elemen yang secara morpologis bukan merupakan
kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil.
J. PENATALAKSANAAN
a. Keperawatan
1. Observasi
-Ukur dan pantau status hemodinamik setiap 4 jam
-Observasi adanya demam dan tanda-tanda infeksi.
-Kaji fungsi pernafasan setiap 4 jam jika masih ada gejala-gejala bila masih ada jika tidak ada
lakukan setiap 8 jam.
-Kaji adanya perubahan-perubahan status mental setiap 8 jam
-Observasi adanya tanda-tanda perdarahan minor seperti ptechiae, ekimosis, infeksi konjungtiva,
epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan pada daerah pungsi, bercak vagina.
- Observasi adanya perdarahan nyata atau samar pada urine, feces atau
Emesis
2. Pencegahan infeksi
- Tempatkan pasien di ruang isolasi.
- Hati-hati melakukan tindakan yang dapat menyebabkan trauma pada
kulit atau membran mukosa.
- Hindari pemakain termometer rectal karena beresiko melukai anus.
- Hindari pemberian makanan yang meningkatkan kolonisasi bakterial
pada traktus GI seperti sayuran mentah, daging yang belum matang.
- Bantu klien melakukan oral hygiene.
- Pertahankan pasien untuk tetap tirah baring jika terjadi perdarahan
3. Pendidikan kesehatan.
- Ajarkan keluarga cara mencuci tangan yang baik serta menghindari
sumber-sumber infeksi seperti lingkungan , kunjungan ke rumah
sakit
- Ajarkan keluarga untuk mengenali dan melaporakan jika timbul tanda
dan gejala infeksi
b. Kolaborasi
- Hitung jumlah trombosit setiap hari
- Hitung jumlah granulosit, jika konsentrasi di bawah 500µL mengindikasikan resiko yang serius
terhadap infeksi.
- Antibiotika untuk mencegah infeksi, analgesik dan anti emetik
- Kemoterapi Induksi
Kemoterapi awal biasanya di berikan kombinasi cytarabine ( selama 7 hari) dengan golongan
antrasiklin seperti daunnorubisin ( selama 3 hari). Terapi kombinasi ini merupan agens induksi
yang paling efektif dan memberikan hasil remisi.
Pemeriksaan sumsum tulang diulang pada minggu kedua setelah terapi untuk melihat respon
antileukemik yang di gunakan. Respon yang positif di tunjukkan dengan adanya sum-sum tulang
yang hiposeluler dan aplastik. Pemeriksaan sumsum tulang di ulang jika hitung sel darh tepi
mulai menunjukkan perbaikan.
Jika tanda-tanda leukemia berlanjut 3-4 minggu setelah di mulainya induksi atau selularitas
sumsum tulang kembali puli ( tercapainya remisi) diberikan kemoterapi tambahan ( kemoterapi
konsolidasi) dengan obat dan dosis yang sama.
- Transplantasi sumsum tulang
Biasanya di lakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan
pada penderita usia muda ( pada anak) yang menunjukkan remisi yang baik pada awal
pengobatan.
- Radiasi cranial dan sitosin arabinosid intratekal dan atau metrotreksat di lakukan jika timbul
gangguan susunan saraf pusat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Aktivitas
Kelelahan, malaise, kelemahan, ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
b. Sirkulasi
Palpitasi, tachicardia, kulit dan membran mukosa pucat, defisit syaraf cranial
c. Eliminasi
Diare, nyeri tekan perianal, melena, urinemia
d. Integritas ego
Depresi, menarik diri, muda tersinggu
e. Makanan/ cairan
Anoreksi, penurunan berat badan, disfagia, distensi abdomen, penurunan bising usus,
splenomegali, hepatomegali, stomatitis, hipertrofi gusi.
f. Neurosensori
Penurunan koordinasi, pusing.
g. Nyeri/kenyamanan
Nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang/sendi, gelisah, focus pada diri sendiri.
h. Pernapasan
Nafas pendek, dispnea, takipnea.
i. Keamanan
Riwayat infeksi, perdarahan spontan dengan trauma minimal, demam, infeksi, perdarahan gusi,
epistaksis, splenomegali, hepatomegali, limpadenopati.
j. Penyuluhan/Pembelajaran
Keluarga kurang informasi tentang prognosis penyakit, kebutuhan pengobatan dan terapi.
B. ANALISA DATA
Subjektif
Klien sering mengeluh letih , lesu lemah dan mudah kelelahan, di bagian badan terdapat lebab
Objektif
Terdapat lebab, terajadi epitaksis, sering mengalami peningkatan suhu tubuh dan tidak sembuh
dengan obat intipiretik
C. PRIORITAS MASALAH
a. Resiko infeksi berhubungan tidak kuatnya pertahanan sekunder : gangguan kematangan sel
darah putih ( penurunan granulosit)
b. Resiko perdarahan berhubungan dengan trombosit yang rendah.
c. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui muntah, perdarahan,
penurunan masukan cairan mual, anoreksi, peningkatan kebutuhan cairan status hipermetabolik,
demam.
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kutang
e. Nyeri berhubungan dengan agen fisikal : pembesaran organ/ nodus limfe, infiltrasi sumsum
tulang oleh sel leukemik, agen kimia pengobatan leukemik
f. Intolenransi aktifias berhubungan dengan kelemahan, pembatasan aktivitas ( tirah baring)
g. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, kebutuhan pengobatan.
D. PERENCANAN
Dx 1. Resiko infeksi berhubungan tidak kuatnya pertahanan sekunder : gangguan kematangan sel
darah putih ( penurunan granulosit)
Tujuan : Meelakukan tindakan pencegahan/menurunkan resiko infeksi
Kriteria Hasil : Menunjukkan perubahan pola hidup untuk meningkatkan keamanan lingkungan
Meningkatkan penyembuhan
Intervensi keperawatan :
1. Tempatkan klien pada ruangan khusus.Batasi pengunjung sesuai indikasi
2. Berikan protokol untuk mencuci tangan yang baik untuk petugas dan pengunjung.
3. Ukur suhu, perhatikan antara peningkatan suhu dan pengobatan kemoterapi.Observasi demam
sehubungan dengan takikardia , hipotensi, perubahan mental samar.
4. Berikan kompres hangat
5. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan ,area eritema tosus, luka terbuka,bersihkan kulit dengan larutan
anti bakterial.
6. Lakukan oral hygiene,gunakan sikat gigi halus untuk perawatan mulut.
7. Jaga kebersihan perianal
8. Dorong peningkatan ,masukan makanan tinggi protein dan cairan
9. Hindari/batasi prosedur invasif ,contoh : tusukan jarum dan injeksi bila memungkinkan.
10. Kolaborasi : pemerikasaan darah lengkap ,perhatikan apakah SDP turun atau tiba-tiba terjadi
perubahan neurotropil
11. Kultur gram atau sensitivitas
12. Berikan obat sesuai indikasi contoh: antibiotik
13. Hindari antipiretik yang mengandung aspirin
14. Berikan diet rendah bakteri ,misal : makanan dimasak,diproses.
Dx.2 Resiko perdarahan berhubungan dengan trombosit yang rendah.
Tujuan : Perdarahan tidak terjadi
Kriteria hasil :
- Jumlah trombosit lebih dari 20.000mm3
- Ptekie tidak ada
- Epitaksis dan hematuri tidak ada
Intervensi keperawatan :
1. Kaji tanda-tanda perdarahan klien
2. Anjurkan klien untuk istirahat selama perdarahan aktif,observasi penurunan nadi dan tekanan
darah
3. Kolaborasi dalam pemberian transfusi darah sesuai program dokter
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam mengontrol perdarahan
5. Monitor hasil laboratorium
Dx.3 Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan melalui muntah,
perdarahan, penurunan masukan cairan mual, anoreksi, peningkatan kebutuhan cairan status
hipermetabolik, demam.
Tujuan : Menunjukkan intake cairan yang adekuat
Kriteria hasil:
- Tanda-tanda vital stabil
- Nadi teraba
- Menunjukkan perubahan perilaku mencegah terjadinya defisit cairan
Intervensi keperawatan:
1. Catat intake –output per 24jam
2. Timbang berat badan tiap hari
3. Ukur tekanan darah dan frekuensi jantung
4. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi umum membran mukosa
5. Observasi adanya mual, demam.
6. Inspeksi kulit atau membran mukosa untuk petekie , area ekimosisi, perhatikan perdarahan gusi,
darah warna karat atau samar pada faeses dan urine, perdarahan lanjut dari sisi tusukan invasif
7. Ajarkan keluarga tentang tindakan untuk mencegah cedera jaringan/perdarahan, contoh: sikat
gigi/gusi dengan sikat gigi halus, usapan kapas.
8. Kolaborasi dalam memberikan diet halus
9. Berikan cairan IV sesuai indikasi
10. Observasi pemeriksaan laboratorium, contoh :Hb, Ht,pembekuan
11. Berikan transfusi,SDM, Trombosit,faktor pembekuan
12. Pertahankan alat akses vaskuler,central,eksternal(katheter subclavia, tunneld,atau port implan)
13. Berikan obat sesuai indikasi,contoh : ondancentron/Zofran, pelunak faeses
Dx.4 Nyeri berhubungan dengan agen fisikal : pembesaran organ/ nodus limfe, infiltrasi sumsum
tulang oleh sel leukemik, agen kimia pengobatan leukemik
Tujuan : melaporkan nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- Klien bisa istirahat
- Tidak gelisah
Intervensi keperawatan :
1. Evaluasi keluhan nyeri.perhatikan perubahan derajat dan sisi (Skala 0-10)
2. Ukur tanda vital, perhatikan petunjuk non verbal misalnya : tegangan otot, gelisah.
3. Tempatkan pasien pada posisi nyaman dan sokong sendi, ekstremitas dengan bantal atau
bantalan
4. Ubah posisi secara periodik dan berikan /bantu latihan rentang gerak lembut
5. Berikan tindakan kenyamanan ,misalnya : pijatan, kompres dingin, dan dukungan psikologis
6. Berikan aktivitas pengalihan seperti membaca buku cerita
Dx5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang
Tujuan : Memperthankan kondisi pasien.
Kriteria Hasil :
- Klien makan atau minum, berat badan stabil
- Muntah minimal atau tidak ada
- Diare tidak ada atau minimal
Intervensi keperawatan :
1. Monitor berat badan tiap minggu
2. Catat jumlah kalori dan makanan yang dihabiskan
3. Kaji muntah dan obat yang diberikan
4. Kaji keutuhan mukosa mulut dan motivasi klien untuk perawatan mulut dan evaluasi
5. Motivasi klien untuk makan porsi kecil
6. Kolaborasi pemberian antibiotik dan analgetik topikal serta pemberian diet tinggi kalori dan
protein.
Dx. 6 Intolenransi aktifias berhubungan dengan kelemahan, pembatasan aktivitas ( tirah baring)
Tujuan : Mampu lakaukan aktivitas sesuai toleransi
Kriteria hasil :
- Berpartisipasi selama tindakan perawatan
- TTV dalam batas normal
Intervensi keperawatan :
1. Evaluasi kelemahan, kemampuan berpartisipasi selama tindakan keperawatan/aktivitas
2. Bantu ambulasi / aktivitas lain sesuai indikasi
3. Melakukan kolaborasi pemberian oksigen sesuai indikasi
Dx.7 Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, kebutuhan pengobatan
Tujuan : keluarga menyatakan pemahaman terhadap proses penyakit, kebutuhan pengobatan
Kriteria hasil :
- Keluarga melakukan perubahan perilaku sesuai penyuluhan
- Keluarga berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi Keperawatan :
1. Evaluasi ulang pemahaman keluarga
2. Berikan informasi kepada keluarga mengenai program pengobatan dan kemungkinan efek
samping, proses penyakit
E. EVALUASI
Infeksi tidak terjadi
Volume balance cairan dan intake cairan adekuat
Nyeri hilang / terkontrol
Melakukan aktivitas sesuai batas toleransi
Menunjukkan pemahaman dan perubahan perilaku.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
PENGKAJIAN
Identitas Klien Tgl Pengkajian :
6/11/2013
Nama : Nn. Yarisa Ruangan : RIIM
Usia : 25 Than No. Registrasi : 15-51-
99
JK :Perempuan TB/BB :
1170/47 kg
Status perkawinan : Lajang Golda :O
Pendidikan : sdng Kuliah
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Bandung
Diagnosa Masuk : AML-M4 Pro Konsolidasi Lam 8
RIWAYAT KESEHATAN
I. STATUS KESEHATAN SAAT INI
Nn, Y di rawat di RIIM sejak tanggal 16 Oktober 2013 dengan diagnose AML-M4 pro
kemotherapi konsolidasi LAM 8 ke 2, alasan kunjungan yaitu Kemoterapi Agresif (sistemik),
awalnya kemoterapi I dan 2 di berikan di RIIM. Keluhan saat ini hanya mengeluh mual dan
kadang-kadang badan suka trerasa dingin.
II. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU
a. Penyakit Yang Pernah Dialami
Penyakit yang pernah dialami yaitu AML –M4 post induksi LAM 8, post konsolidasi I LAM 8
dirawat pada tanggal ………., Rwt Alergi tidak ada, Kebiasaan merokok (-), minum alcohol
(+), Obat-obatan (-), setelah diberikan kemo 1 rambut rontok, mual, muntah, dan diare
III. Riwayat Kesehatan keluarga
Genogram
Klien mengatakan tidak ada keluarga yang pernah mengalami penyakit yang serupa dengan
dirinya .
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda- tanda Vital : TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/mnt, S = 36,5 ˚C, RR = 20 x/mnt
Tingakt Kesadaran : Composmentis GCS 15 Ku: sakit sedang
1. NUTRISI
Keluhan yang disarakan klien yaitu klien merasa mual, sariawan (-). Kebiasaan pola makan
klien teratur 3x/hari , klien mengatakan tidak begitu menyukai makanan yang disediakan oleh
RS, nafsu makan kurang baik, minuman diberikan 2 gelas dalam satu kali dinas hanya
menghabiskan 1 gelas.
Pengkajian Nutrisi : mulut benjolan (-), stomatitis (-), bau (-)
Gigi : tidak lengkap
Lidah : benjolan (-), kotor (+), nyeri (-)
Esophagus : reflex menelan ada
Tenggorokan : tidak ada keluhan
Abdomen : bising usus 12-16 x/m, suara typhani
Gangguan Sal.Cerna : nyeri (+), mual (+), muntah (-), distensi (-), asites (-), tumor (-), luka (-
)
Intake nutrisi : oral
2. ELIMINASI
Tidak ada Keluhan eliminasi, BAB/BAK lancer.
3. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Mobilisasi klien semampunya. Aktivitas makan dan minum dilakukan sendiri.
SEBELUM SAKIT SETELAH SAKIT
Klien mengatakan di rumah dapat mandi aktivitas makan dan minum dapat
sendiri 2x/hr tanpa bantuan dilakukan sendiri
aktivitas makan dan minum
dapat Mobilitas dibantu jika nilai Trombosit
dilakukan sendiri rendah
mobilitas dilakukan sendiri
4. SIRKULASI
Tanda- tanda Vital : TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/mnt, akral hangat, BJI-II regular normal,
murmur negative, gallop negative. Infuse CVC terpasang
Tidak ada keluhan pada sirkulasi.Hb 9,1
5. PERNAFASAN
Jalan nafas paten, sputum -, RR 20x/mnt, irama teratur, suara nafas vesikuler, batuk (-), rh -/-,
wh -/-
6. KENYAMANAN
Keluhan nyeri tidak ada ROM aktif.. Luka (-), dekubitus (-),
7. SEKSUALITAS
Pola seksualitas klien selama kemoterapi induksi LAM 8 pernah mengalami menstruasi dan
pernah di konsulkan ke dokter SpOG. Klien mendapatkan terapi Yasmin 1 x 1
8. PSIKOSOSIAL
Suasana klien tampak tenang, emosi stabil, kepribadian terbuka, komunikasi jelas, pertahanan
/koping terhadap pengambilan keputusan dibantu, yang dilakukan bila stress yaitu nonton film.
Sistem nilai kepercayaan yaitu beragama Islam.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Tanggal Spesimen Komponen Hasil Kadar normal
6/11/13 Hematologi
Hemoglobin 9,1 12-16 g/dl
Leukosit 0,24 5-10 ribi/ul
Trombosit 51 150-440 rb/ul
Eritrosit 3,2
Hematokrit 26,1
7/11/13 Hematologi
Hemoglobin 11,2 pots PRC 12-16 g/dl
Leukosit 0.26 5-10 ribi/ul
Trombosit 38 150-440 rb/ul
Eritrosit 3.89
Hematokrit 31.8
2. Radiologi Thorax
Hasil Foto Thorak terakhir tanggal 16/9/2013 tidak tampak kelainan pada janjung dan paru.
3. Echocardiography
1. Katub-katub tidak tampak kelainan
2. Dimensi ruang jantungtak ada kelainan
3. Fungsi system LV tak, (EF 55 %)
4. Fungsi diastole LV terganggu 1E/A
Kesimpulan: normal LV system fungsi diastolis dysfungtion.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Setrovel 2 x 5 m
Meronem 3 x 1 gr/ drip dlm ns 100 cc habis dalam 30’
Amikasin 1 x 1000 mg iv bolus
Diflucan Drip 1 x 200 mg
Tamoliv 3 x 1000 mg bila febris ≥ 38,5° C
Activan 1 x 0,5 mg
Urdafalk 3 x 1
HpPro 3 x 2
Yasmin 1 x 1
Cravit 1 x 500 mg
Cpsul Campur ( valsatron 5 mg, bisoprolol 1,25 mg, spirolacton 3,125 mg 1 x 1
Protokol Kemoterapi
Infuse Dexinsaline 500 cc 8 jam/kolf
Hari 1 ---- Premodikasi :
1. sentrovel 5 mg/iv/12jam
2. Rantin 1 Amp/ iv
3. Diphenhidramin 1 Amp/ iv
4. Dekamethason 1 Amp/ iv
B. ANALISA DATA
DATA SUBJEKTIF
klien mengeluh mual
Klien mengatakan ada riwayat muntah pada saat kemo induksi & konsolidasi 1
klien mengeluh kurang nafsu makan
Klien mengeluh suka merasa badannya dingin
Klien mengatakan di ekstremitas bawah ada bintik-bintik merah
DATA OBJEKTIF
Kesadaran CM
Terpasang CVAD di subklavikula kanan
Ku Sakit sedang
Kebiasaan pola makan klien teratur 3x/hari (Diatur pemberianx oleh Gizi
Nafsu makan setelah kemo menurun.
Porsi makan sepiring kadang habis, kadang tidak habis
Pos kemoterapi konsolidasi Lam 8 hari ke 15
Infuse CVC terpasang
Leukosit 0,24 (5-10)
Trombosit 51 (150-450)
Aktivitas semampu klien
Hb 9,1 (12-16)
TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/mnt
Makan Habis ½ porsi
Mual (+), muntah (-)
BB : 47 kg TB : 170 cm, BB sebelum di rawat : 50 Kg
Tanda- tanda Vital : TD = 110/70 mmHg, N = 80 x/mnt, S = 36,5 ˚C, RR = 20 x/mnt
CVP jam 12.00 :
ANALISA DATA
No DATA PROBLEM ETIOLOGI
1 Faktor Resiko: RESIKO TINGGI Pasca Kemoterapi:
- Pos kemotherapi konsolidasi Lam 8 INFEKSI Leukopenia
hari ke 15
- Ku Sakit sedang
- Infuse CVAD terpasang
- Leukosit 0,24 (5-10)
2. Faktor resiko: RESIKO TINGGI Pasca kemoterapi:
- Pos kemotherapi konsolidasi Lam 8 PERDARAHAN Trombositopenia
hari ke 15
- Ku Sakit sedang
- Trombosit 51 (150-450)
- Ptecie di extremitas bawah
FAKTOR RESIKO:
3.- Pos kemotherapi konsolidasi Lam 8 RESIKO TINGGI Pasca kemoterapi:
hari ke 15 PERUBAHAN Mual & muntah
- klien mengeluh mual
- klien mengeluh kurang nafsu makan NUTRISI Anoreksia
- Porsi makan sepiring kadang habis,
KURANG DARI Intake Yang
kadang tidak habis
KEBUTUHAN Kurang
- Klien mengatakan ada riwayat
muntah pada saat kemo induksi &
konsolidasi 1
D. RENCANA KEPERAWATAN
NO TGL DX KEP TUJUAN & INTERVENSI
KRITERIA HASIL KEPERAWATAN
1 6/11/13 RESIKO TINGGI Tujuan: 1. Observasi tanda-tanda vital
INFEKSI Infeksi tidak terjadi 2. Kaji bagian tubuh yang
setelah dilakukan berisiko infeksi: mulut, gusi,
tindakan luka, dan tindakan invasive
keperawatan, K.H: 3. Monitor kadar leukosit
- Suhu < 38˚C 4. Gunakan teknik aseptic dan
- Leukosit 2000- antiseptic
4000/ul 5. Monitor adanya kemerahan
pada tenggorokan, kulit,
perut, adanya batuk, dan
perubahan dalam jenis dari
sputum dan feses.
6. Cegah komplikasi dengan
mengontrol Kebersihan
lingkungan
7. Tempatkan klien dalam
ruangan khusus (ruang RIIM)
dan batasi pengunjung
6/11/13
4 RESIKO DEFISIT Tujuan : 1. Catat intake dan output per
VOLUME CAIRAN Menunjukkan 24/jam
intake cairan yang2. Observasi VS dan frekuensi
adekuat setelah jantung
dilakukan tindakan3. Evaluasi turgor kulit,
keperawatan, K.H: pengisian kapiler dan
- VS stabil kondisi umum membrane
- Turgor kulit baik mukosa
- CRT <2 dtk 4. Observasi adanya mual dan
muntah
5. Observasi hasil lab (hgb,
HCT)
6. Anjurkan untuk minum air
8 gelas sehari
EVALUASI
TGL NO.DX SOAP
6/11/13 1 S:-
O: ku: sakit sedang, CM, leukosit 0,24, tidak terdapat tanda-tanda infeksi, V
TD:110/70, N:80, P:20, S:36,5
A: Resiko masih mengancam
P: intervensi dilanjutkan
6/11/13 2 S:-
O: VS: TD:110/80, N:64, P:20, S:36, , ptekie (+), trombosit 51, Bedrest
A:resiko masih mengancam
P: intervensi dilanjutkan
6/11/13 3 S: klien mengatakan masih merasa mual
O: makanan habis ½ porsi, air minum 1 gelas, diet TKTP,
A: resiko tinggi masih mengancam
P: intervensi dilanjutkan
6/11/13 4 S: klien mengatakan tidak terlalu suka minum air putih
O: lidah terlihat bersih, CVP jam 12 : + 8, turgor kulit normal, klien dapat t
amikasin 1 x 1000 mg
A: resiko masih mengancam
P: intervensi dilanjutkan
TGL NO.DX SOAP
7/11/13 1 S:-
O: ku: sakit sedang, CM, leukosit 0,24, tidak terdapat tanda-tanda infeksi, T
tanda Vital : TD = 100/70 mmHg, N = 84x/mnt, S = 36,5 ˚C, RR = 20 x/mn
(+), CVC bersih tidak ada tanda-tanda infek Leukosit : 0,26
A: Resiko masih mengancam
P: intervensi dilanjutkan
7/11/13 2 S:-
O: Tanda- tanda Vital : TD = 100/70 mmHg, N = 84x/mnt, S = 36,5 ˚C, RR
x/mnt, ptekie (+) berkurang, trombosit 38, Bedrest
A:resiko masih mengancam
P: intervensi dilanjutkan
7/11/13 3 S: klien mengatakan masih merasa mual
O: makanan habis ½ porsi, air minum 1 gelas, diet TKTP,
A: resiko tinggi masih mengancam
P: intervensi dilanjutkan
7/11/13 4 S: -
O: lidah terlihat bersih, turgor kulit baik, IVFD dexinsaline 500 cc/ 8 jam, m
mendapat terapi amikasin 1 x 1000 mg
A: resiko masih mengancam
P: intervensi dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Leukimia Mielogenus Akut adalah salah satu jenis leukemia dimana sel malignan yang bersifat
predominan adalah monosit atau granulosit.
2. Penyebab LMA sampai saat ini belum di ketahui, tetapi sejumlah factor terbukti berpengaruh
dan dapat menyebabkan LMA.
3. Pasien yang dikaji dalam kelompok kami yaitu Nn. Y di rawat di Ruang RIIM sejak tanggal
16/10/2013 dengan diaagnosa AML-M4 pro konsolidasi LAM 8 yang ke 2, alasan kunjungan
yaitu Kemoterapi Agresif (sistemik), beliau mendapatkan 3 jenis obat yatu :
D1 : Drip dourobicin 69 mg dalam NaCl 0,9% 100 cc selama 1 jam, bilas Nacl 0,9% 10 menit
Bolus ara C/Alexan D 1 : 75 mg/IV /12 jam, D2 s.d D7 : 82 mg/ iv/ 12 jam
Drip ara C/Alexan D1 : 164 mg dalam NaCl 0.9% 500cc selama 24 jam, D2 s.d D7 Drip ara
C/Alexan D1 : 150 mg dalam NaCl 0.9% 500cc selama 24 jam
4. Diagnose yang diangkat ada 4 yaitu:
Resiko Tinggi Infeksi
Resiko Tinggi Perdarahan
Resiko Tinggi Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan
Resiko Deficit Volume Cairan
B. SARAN
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi bahan pembelajaran pelatihan kemoterapi, dan dapat
dijadikan bahan bacaan bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
http://astaqauliyah.com/2010/07/referat-kedokteran-etiologi-dan-patofisiologi-penyakit-leukimia/ (Online)
diakses pada tanggal 6 November 2013
http://emweje.com (Online) diakses pada tanggal 6 November 2013
http://baihidlajiandra.blogspot.com/2011/12/tanda-dan-gejala-serta-pemeriksaan.html (Online) diakses
pada tanggal 6 November 2013
http://www.parkwaycancercentre.com/bahasa-indonesia/education/leukemia (Online) diakses pada tanggal
6 November 2013
http://nurse-poltekkes.blogspot.com/2012/03/askep-leukemia.html (Online) diakses pada tanggal 6
November 2013
(2008), Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi, Ns.Wiwik
Handayani,S.Kep dan dr. Andi Sulistyo Heribowo, Salemba Medika
Aswill and Droske (1997), Nursing Care of Children Principle and practice
https://www.google.co.id/search?q=GAMBAR+SKEMA+PATOFISIOLOGI+LEUKEMIA (
Online ) diakses tanggal 6 November 2013
(2008), Standar Asuhan Keperawatan Kanker Edisi Revisi III Lampiran SK. NO:
HK.00.06/I/5596/2008. Rumah Sakit Kanker Dharmais.
Beranda
Langganan: Postingan (Atom)
ARSIP BLOG
ASUHAN
KEPERAWATAN
Rabu, 15 Maret 2017
Leukemia lymphoblastic akut ( ALL atau juga disebut leukemia limfositik akut ) adalah kanker darah
dan sumsum tulang . Kanker jenis ini biasanya semakin memburuk dengan cepat jika tidak diobati .ALL
adalah jenis kanker yang paling umum pada anak-anak . Pada anak yang sehat , sumsum tulang
membuat sel-sel induk darah ( sel yang belum matang ) yang menjadi sel-sel darah dewasa dari waktu ke
waktu . Sebuah sel induk dapat menjadi sel induk myeloid atau sel induk limfoid (National Cancer
Institute, 2014).
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum tulang didominasi oleh
limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan yang sering ditemukan pada
masa anak-anak (25-30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan dari pada
anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor risiko terjadi leukimia adalah faktor
kelainan kromosom, bahan kimia, radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid, yakni sel
darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada
anak-anak yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80% dari kasus LLA
adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000
orang/tahun dan didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada usia 3-5
tahun (Landier dkk, 2004)
B. ANATOMI FISIOLOGI
Darah adalah suatu jaringan tubuh yang terdapat di dalam pembuluh darah yang warnanya merah.
Pada tubuh yang sehat atau orang dewasa terdapat darah sebanyak kira-kira 1/13 dari berat badan atau
kira-kira 4 sampai 5 liter. Keadaan jumlah tersebut pada tiap organ0organ tidak sama tergantung pada
umur, pekerjaan, keadaan jatung atau pembuluh darah.
2) Sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bibit penyakit dan racun yang akan membunuh tubuh
dengan perantaraan leukosit, anti bodi / zat-zat anti racun
Bagian-bagian darah:
1. Air : 91%
3. Mineral : 0,9% (Natrium Klorida, Natrium Bikarbonat, Garam, Posphatt, Magnesium dan Asam
Amino)
2) Plasma darah
a. Eritrosit
Ialah bentuknya seperti cakram / bikonkap dan tidak mempunyai inti. Ukurannya kira-kira 7,7 unit
(0,007 mm) diameter tidak dapat bergerak. Banyaknya kira-kira 5 juta dalam 1 mm3 (4 ½ - 4 juta).
Warnanya kuning kemerah-merahan, karena di dalamnya mengandug suatu zat yang disebut
hemoglobin. Warna ini akan bertambah merah jika di dalamnya banyak mengandung O2.
Fungsinya mengikat O2 dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh jaringan tubuh dan mengikat
CO2 dari jaringan tubuh dikeluarkan melalui paru-paru.
Jumlah eritrosit normal pada orang dewasa kira-kira 11,5 – 15 gram dalam 100 cc darah. Normal
Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0%. Di dalam tubuh banyaknya sel darah merah ini bisa
berkurang, demikian juga banyaknya hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila keduanya berkurang
maka keadaan ini disebut anemia, yang biasanya hal ini disebabkan oleh karena pendarahan yang hebat,
hama-hama penyakit yang menghanyutkan eritrosit dan tempat pembuatan eritrosit sendiri terganggu.
b. Leukosit
Ialah keadaan bentuk dan sifat-sifat leukosit berlainan dengan eritrosit dan apabila kita periksa dan
kita lihat bahwa di bawah mikroskop maka akan terlihat bentuknya yang dapat berubah-ubah dan dapat
bergerak dengan perantaraan kaki palsu (pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga
ia dapat dibedakan menurut inti selnya. Warnanya bening (tidak berwarna), banyaknya dalam 1
mm3 kira-kira 6.000 sampai 9.000
Fungsinya:
Sebagai serdadu tubuh yaitu, membunuh dan memakan bibit penyakit / bakteri yang masuk ke
dalam tubuh jaringan RES (System Retikulo Endotel), tempat pembiakannya di dalam limpa dan kelenjar
limfe.
Sebagai pengangkut yaitu, mengangkut / membawa zat lemak dari dinding usus melalui limpa
uterus ke pembuluh darah.
Hal ini disebabkan sel leukosit yang biasanya tinggal di dalam kelenjar limfe, sekarang beredar di dalam
darah untuk mempertahankan tubuh terhadap serangan bibit penyakit tersebut. Jika jumlah leukosit
dalam darah melebihi 10.000/mm3 disebut leukotosis dan kurang 5.000 / mm3 leukopenia.
1. Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula di dalamnya, yang terdiri dari:
a. Limfosit
Macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar
dan ada yang kecil, di dalam sitoplasmanya tidak terdapat granula dan intinya besar, banyaknya 20 –
25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh.
b. Monosit
Terbanyak dibuat di sum-sum tulang merah, besarnya lebih besar dari limfosit, fungsinya sebagai
fagosit dan banyaknya 38%.
Di bawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warnanya biru sedikit abu-abu, mempunyai
bintik-bintik sedikit kemerah-merahan. Inti selnya bulat dan panjang warnanya lembayung muda.
2. Granulosit
a. Neutrofil atau pulmor nuclear leukosit, mempunyai inti sel yang berangkai kadang-kadang seperti
terpisahpisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus / granula, banyaknya 60 – 70%
b. Eosinofil, ukuran dan bentuknya hampir sama dengan netrofil tetapi granula dalam sitoplasmanya
lebih besar, banyaknya kira-kira 2 – 4%
c. Basofil, sel inti kecil dan pada eosinifil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam
protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya ½ %. Dibuat di sum-sum merah, fungsinya
tidak diketahui
d. Trombosit ialah merupakan benda-benda kecil yang mati yang bentuk dan ukurannya bermacam-
macam, ada yang bulat, ada yang lonjong, warnanya putih, banyaknya normal pada orang dewasa
200.000 – 300.000 mm3.
Fungsinya memegang peranan penting di dalam pembekuan darah. Jika banyaknya kurang dari normal,
maka kalau ada luka darah tidak lekas membeku sehingga timbul pendarahan yang terus-menerus.
Trombosit lebih dari 300.000 disebut trombositosis. Trombosit yang kurang dari 200.000 disebut
trombositopenia.
Terjadinya pembekuan darah di dalam plasma darah terdapat suatu zat yang turut membantu terjadinya
peristiwa pembekuan darah yaitu Ca2+ dan fibrinogen mulai bekerja apabila tubuh medapat luka.
Hemoglobin ialah protein yang kaya akan zat besi. Jumlah hemoglobin dalam darah normal ialah kira-
kira 15 gram setiap ml darah, dan ini jumlahnya biasa disebut 100 persen.
Plasma darah ialah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening kekuning-kuningan.
Hampir 90% dari plasma darah terdiri dari air, disamping itu terdapat pula zat-zat lain yang terlarut di
dalamnya.
2. Garam-garam mineral (garam kalsium, kalium, natrium dan lain-lain) yang berguna dalam
metabolisme dan juga mengadakan osmotil
3. Protein darah (albumin, globulin) meninggalkan viskositosis darah dan juga menimbukan tekanan
osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam tubuh
4. Zat makanan (asam amino, glukosa, mineral dan vitamin)
C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang menyebabkan
terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma Down,
sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia, sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma
Kleinfelter, D-Trisomy sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis. Kelainan-
kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen, misal pada kromosom 21
atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil, seperti pada aneuploidy.
2) Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus leukemia
akut terjadi pada tahun pertama kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga dengan insidensi leukemia
yang sangat tinggi
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan, misal :
radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang meningkat pada leukemia
akut, khususnya ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada hewan
termasuk primata. Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA polimerase pada
sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang
merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik, 1985). Salah satu virus yang
terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia
yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
a. Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan dengan peningkatan insidensi leukemia
akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa bahan lain
dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide,
herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik
b. Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II) dapat mengakibatkan
penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon,
dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang lambat laun menjadi
AML
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL) ditemukan pada pasien-pasien anxylosing
spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan insidensi leukemia
pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga
pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic, para pekerja yang terekspos
radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute
Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin, limphoma,
myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk
golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA
D. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC) dan leukosit atau sel darah
putih (WBC) serta trombosit atau platelet. Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel batang tunggal
yang terdapat pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid dan sel batang
darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal
khusus. Proses ini dikenal sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak, tulang
belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan lemah dan pengumpulan sel-
sel penyebab kerusakan di dalam sumsum tulang. Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid
yang berbeda dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga hampir menjadi sel normal.
Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada
pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-kadang
leukopenia (25%). Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar hemoglobin dan
trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya menunjukkan sel-sel blas yang dominan.
Pematangan limfosit B dimulai dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B,
sel B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T juga berasal dari sel stem
pluripoten, berkembang menjadi sel stem limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur,
dan menjadi sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
PATHWAY
E. KLASIFIKASI
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel dan tipe sel asal yaitu :
a. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah
normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ
lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal
rata-rata dalam 4-6 bulan.
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis
dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan
organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa (18%). Insiden LLA akan
mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan
setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum tulang. (gambar 1. hapusan
sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua
sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi. LMA atau Leukemia
Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak
(15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang
singkat. Jika tidak diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan. (gambar 2. hapusan sumsum tulang
dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang
berlangsung atau terjadi karena keganasan hematologi.
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya
perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu yang berusia 50 sampai 70
tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki. (gambar 3. a dan b. hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).
a b
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri
granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling sering dijumpai pada
orang dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom
philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase akhir yang disebut fase krisis
blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai
produksi neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat kurang. (gambar 4. hapusan sumsum
tulang dengan pewarnaan giemsa a. perbesaran 200x, b. perbesaran 1000x).
a b
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen, nucleus umumnya tidak tampak
dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi, kromatin lebih besar dengan satu
atau lebih anak inti\
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin berbecak, banyak ditemukan anak inti
serta sitoplasma yang basofilik dan bervakuolisasi
Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh23, yaitu berfungsi melawan infeksi
dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel darah putih berkisar dari 4.000 sampai
10.000/mm. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih
digolongkan menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit (leukosit
mononuklear).
1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma. Berdasarkan warna granula sitoplasma
saat dilakukan pewarnaan terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap invasi oleh bakteri, sangat fagositik dan
sangat aktif. Sel-sel ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan menghancurkan bakteri, virus
atau agen penyebab infeksi lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-kadang seperti terpisah- pisah, protoplasmanya
banyak bintik-bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai afinitas sedikit terhadap zat warna
basa dan memberi warna biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh sitoplasma yang berwarna
merah muda.
Neutrofil merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai 60% dari jumlah sel darah putih.
Neutrofil merupakan sel berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam dan jangka hidup
antara 1-4 hari dalam jaringan ikat, setelah itu neutrofil mati.
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan meningkat saat terjadi alergi atau penyakit
parasit. Eosinofil memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel granulanya berwarna merah
sampai merah jingga.
Eosinofil memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-10 jam sebelum bermigrasi ke dalam
jaringan ikat, tempat eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka hidupnya. Dalam darah normal,
eosinofil jauh lebih sedikit dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel darah
putih. Basofil memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya tidak beraturan dan berwarna
keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung histamin untuk meningkatkan aliran darah ke
jaringan yang cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan darah intravaskular.
2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma. Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah
putih, memiliki fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang bulat atau oval yang dikelilingi
oleh pinggiran sitoplasma yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan
limfosit B. Limfosit T bergantung timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B tidak
bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab
atas respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika
dirangsang dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan
imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung jawab atas respons kekebalan hormonal.
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-8% dari sel darah putih, memiliki waktu
paruh 12-100 jam di dalam darah. Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat berlobus, protoplasmanya
melebar, warna biru keabuan yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan.
Monosit memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-sel cedera dan mati, fragmen-fragmen
sel, dan mikroorganisme.
G. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan gejala dikaitkan
dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum tulang) atau keterlibatan
ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas ganas di sumsumtulang menyebabkan
berkurangnya sel-sel normal di darah perifer dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan
anemia. Gejala lain yang dapat ditemukan yaitu:
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia), biasanya
terjadi pada anak
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme)
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan perubahan
statusmental.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur (mungkin menyimpang ke
kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan mielomonositik.
12.Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih dari SDP pada sumsum tulang.
Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
13.Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah ditandai dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung jarum dipermukaan kulit)
Perdarahan berat jika angka trombosit < 20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi dapat memperberat
perdarahan
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat netropenia dan disfungsi
imun.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar asam urat sehingga perlu
asupan cairan yang tinggi.
4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. mual
b. muntah
c. anoreksia
d. diare
J. PENATALAKSAAN MEDIS
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan menghancurkan sel-sel leukemik
sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani
kemoterapi perlu dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung
kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin memerlukan: transfusi sel
darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik
untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya
diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral
(ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk
mengatasi sel leukemik di otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal
dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan awal yang
intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi)
untuk menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel
leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali
sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali
menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada
penderita ini. Jika sel leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam
cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar, biasanya diatasi
dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.
2. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik
Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga banyak penderita yang tidak
memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun sampai jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar getah
bening membesar atau terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan
transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah).
Jika jumlah trombosit sangat menurun, diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah bening, hati atau limpa.
Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak.
Prednison dan kortikosteroid lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah
menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah pemakaian jangka panjang,
kortikosteroid menyebabkan beberapa efek samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent,
yang membunuh sel kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati dengan
interferon alfa dan pentostatin.
Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini menggunakan obat-
obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan
satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Melalui mulut
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah balik besar,
seringkali di dada bagian atas - perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari
suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada
pembuluh darah balik/kulit.
Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi menemukan sel-sel leukemia
dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan
kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode
ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai
sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang digunakan untuk semua
orang.
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel leukemia di
dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah
sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel
leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin,
prednison dan asparaginase.
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten
terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang digunakan dalam
tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi
yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia
memasuki otak dan sistem saraf pusat
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya memerlukan
waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya
95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa
mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai
dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk meningkatkan daya tahan
alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi
pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi
monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem
kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan
leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk
memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh
sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada
limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien
mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan
sebelum transplantasi sumsum tulang.)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi sel induk
memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini
akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,
pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di
pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel
induk (stem cell) hasil transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus
menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi
sampai sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah
yang memadai.
5. Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia yang
berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC
dapat diberikan heparin.
6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah dicapai remisi dosis
dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.
7. Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau MTX) pada
waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin
(daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya.
Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian
obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder
atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
8. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar yang suci hama).
9. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah ter capai remisi dan jumlah
sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan
dengan pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk
antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyunti-
kan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik
terhadap sel leukemia, sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita
leukemia dapat sembuh sempurna.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya. Umumnya pengobatan
ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk
mencapai keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba gai obat tersebut di atas, baik
secara sistemik maupun intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa remisi yang lama. Biasanya
dilakukan dengan pemberian sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian
obat-obat seperti pada induksi selama 10-14 hari.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk mencegah leukemia meningeal dan
radiasi kranial sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral.
Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali dan dengan demikian diharapkan
penderita dapat sembuh sempurna. (Sutarni Nani, 2003).
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas
Acute lymphoblastic leukemia sering terdapat pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (85%) ,
puncaknya berada pada usia 2 – 4 tahun. Rasio lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada anak
perempuan.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Pada anak keluhan yang sering muncul tiba-tiba adalah demam, lesudan malas makan
atau nafsu makan berkurang, pucat (anemia) dan kecenderungan terjadi perdarahan.
2) Riwayat kesehatan masa lalu : Pada penderita ALL sering ditemukan riwayat keluarga yang erpapar oleh
chemical toxins (benzene dan arsen), infeksi virus (epstein barr, HTLV-1), kelainan kromosom dan
penggunaan obat-obatann seperti phenylbutazone dan khloramphenicol, terapi radiasi maupun
kemoterapi.
3) Pola Persepsi - mempertahankan kesehatan : Tidak spesifik dan berhubungan dengan kebiasaan buruk
dalam mempertahankan kondisi kesehatan dan kebersihan diri. Kadang ditemukan laporan tentang
riwayat terpapar bahan-bahan kimia dari orangtua.
4) Pola Nurisi : Anak sering mengalami penurunan nafsu makan, anorexia, muntah, perubahan sensasi
rasa, penurunan berat badan dan gangguan menelan, serta pharingitis. Dari pemerksaan fisik ditemukan
adanya distensi abdomen, penurunan bowel sounds, pembesaran limfa, pembesaran hepar akibat invasi
sel-sel darah putih yang berproliferasi secara abnormal, ikterus, stomatitis, ulserasi oal, dan adanya
pmbesaran gusi (bisa menjadi indikasi terhadap acute monolytic leukemia)
5) Pola Eliminasi : Anak kadang mengalami diare, penegangan pada perianal, nyeri abdomen, dan
ditemukan darah segar dan faeces berwarna ter, darah dalam urin, serta penurunan urin output. Pada
inspeksi didapatkan adanya abses perianal, serta adanya hematuria.
6) Pola Tidur dan Istrahat : Anak memperlihatkan penurunan aktifitas dan lebih banyak waktu yang
dihabiskan untuk tidur /istrahat karena mudah mengalami kelelahan.
7) Pola Kognitif dan Persepsi : Anak penderita ALL sering ditemukan mengalami penurunan kesadaran
(somnolence) , iritabilits otot dan “seizure activity”, adanya keluhan sakit kepala, disorientasi, karena sel
darah putih yang abnormal berinfiltrasi ke susunan saraf pusat.
8) Pola Mekanisme Koping dan Stress : Anak berada dalam kondisi yang lemah dengan pertahan tubuh
yang sangat jelek. Dalam pengkajian dapt ditemukan adanya depresi, withdrawal, cemas, takut, marah,
dan iritabilitas. Juga ditemukan peerubahan suasana hati, dan bingun.
9) Pola Seksual : Pada pasien anak-anak pola seksual belum dapat dikaji.
10) Pola Hubungan Peran : Pasien anak-anak biasanya merasa kehilangan kesempatan bermain dan
berkumpul bersama teman-teman serta belajar.
11) Pola Keyakinan dan Nilai : Anak pra sekolah mengalami kelemahan umum dan ketidakberdayaan
melakukan ibadah.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Retikulosit : menurun/rendah
White Blood cells : > 50.000/cm dengan peningkatan immatur WBC (“kiri ke kanan”)
Rongent dada dan biopsi kelenjar limfa : menunjukkan tingkat kesulitan tertentu
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
Dorong istirahat
- Kegagalan mekanisme
pengaturan
5 Perubahan membran mukosa Tujuan : pasien tidak Inspeksi mulut setiap hari untuk
mulut : stomatitis yang mengalami mukositis oral adanya ulkus oral
berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi Gunakan sikat gigi berbulu lembut,
aplikator berujung kapas, atau jari
yang dibalut
kasa
Berikan analgetik
- Perasaan ketidakmampuan
untuk mengunyah makanan Nutrition Monitoring
- Laporan secara verbal atau Mampu mengenali Evaluasi bersama pasien dan tim
nyeri
non verbal (skala, intensitas, frekuensi kesehatan lain tentang
dan tanda nyeri) ketidakefektifan kontrol nyeri masa
- Fakta dari observasi lampau
Menyatakan rasa nyaman
- Posisi antalgic untuk setelah nyeri berkurang Bantu pasien dan keluarga untuk
menghindari nyeri mencari dan menemukan dukungan
Tanda vital dalam rentang
- Gerakan melindungi normal Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Tingkah laku berhati-hati ruangan, pencahayaan dan
- Muka topeng kebisingan
8 Kerusakan intergritas kulit b/d NOC : Tissue Integrity : Skin NIC : Pressure Management
edema dan menurunnya and Mucous Membranes
Anjurkan pasien untuk menggunakan
tingkat aktivitas
Kriteria Hasil : pakaian yang longgar
Definisi : Perubahan pada
Integritas kulit yang baik bisa Hindari kerutan padaa tempat tidur
epidermis dan dermis
dipertahankan (sensasi,
elastisitas, temperatur, Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
hidrasi, pigmentasi) dan kering
Batasan karakteristik :
Tidak ada luka/lesi pada kulit Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
- Gangguan pada bagian tubuh setiap dua jam sekali
Perfusi jaringan baik
- Kerusakan lapisa kulit (dermis) Monitor kulit akan adanya kemerahan
Menunjukkan pemahaman
- Gangguan permukaan kulit dalam proses perbaikan kulit Oleskan lotion atau minyak/baby oil
(epidermis) dan mencegah terjadinya pada derah yang tertekan
Faktor yang berhubungan : sedera berulang Monitor aktivitas dan mobilisasi
- Kelembaban udara
- Immobilitas fisik
- Radiasi
- Kelembaban kulit
- Obat-obatan
Internal :
- Tulang menonjol
- Defisit imunologi
- Perubahan sensasi
- Perubahan pigmentasi
- Perubahan sirkulasi
Aster, Jon. 2007. Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006. At a Glance Hematologi.Edisi 2. Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M. 2006. Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. (terjemahan). Penerbit buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of risk-based guidelines for pediatric
cancer survivors: the Children'sOncology Group Long-Term Follow-Up Guidelines from the Children's
OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.
Smeltzer Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC;.2. Tucke
OK-Kekap
Arsip Blog
▼ 2017 (4)
o ▼ Maret (4)
LAPORAN PENDAHULUAN AKUT LIMFOBLASTIK LEUKEMIA
APLIKASI PENDEKATAN SOSIAL DENGAN PENYULUHAN KESEH...
TEHNIK ASERTIF DALAM TINGKATAN SOSIAL SEHARI-HARI
Asuhan Keperawatan Perforasi Gaster
► 2014 (5)
Mengenai Saya
Aris Munandar
Lihat profil lengkapku
Google+ Followers
Tema Perjalanan. Diberdayakan oleh Blogger.
Konsep tumbuh kembang menurut Allen dan Marotz (2010) menyebutkan bahwa ciri-ciri
a. Bertambah berat badannya 4 sampai 5 pon (1,8 – 2,3 kg) pertahun; berat badannya rata-rata 38
d. Kecepatan pernafasan berkisar dari 20 sampai 30, tergantung pada kegiatan dan keadaan emosi.
2. Perkembangan motorik:
b. Berjalan naik turun tangga tanpa di bantu, dengan kaki melangkah saling bergantian.
g. Menunjukkan pengendalian yang cukup baik pada pensil atau spidol : bisa mulai mewarnai di
dalam garis.
3. Perkembangan perseptual-kognitif
b. Melaporkan dan menunjukkan benda dengan dasar dua kategori, misalnya warna dan bentuk.
https://www.academia.edu/attachments/54556278/download_file?st=MTU0N
DMzNzg3OSwyMjMuMjU1LjIyNy4xLDk3NTMwNTQy&s=swp-
toolbar&ct=MTU0NDMzNzkyMywxNTQ0MzY3MDU5LDk3NTMwNTQy