Pedoman Pelayan Anestesi
Pedoman Pelayan Anestesi
Pedoman Pelayan Anestesi
PELAYANAN ANESTESI
RSI NASHRUL UMMAH LAMONGAN
2015
RUMAH SAKIT ISLAM NASHRUL UMMAH
LAMONGAN - JAWA TIMUR
Jalan Merpati No. 58-62, Sidokumpul, Lamongan, Jawa Timur 62213
Telepon : (0322) 321522, 321427, 323440. Fax : (0322) 321427
email : [email protected]
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN ANESTESI
RUMAH SAKIT ISLAM NASRUL UMMAH LAMONGAN
MEMUTUSKAN
Ditetapkan di : Lamongan
Pada Tanggal : 30 Maret 2015
--------------------------------------------
Direktur,
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan anugerah
yang diberikan kepada penyusun, sehingga Pedoman Pelayanan Anestesi Rumah Sakit Islam
Nashrul Ummah Lamonganini dapat selesai disusun.
Buku Pedoman ini merupakan pedoman kerja bagi semua pihak yang terkait dengan unit
pelayanan dalam tata cara pelaksanaan pelayanan anestesi di RSI Nashrul Ummah
Lamongan.
Terima kasih yang sebesar besarnya, kami haturkan kepada DirekturRSI Nashrul Ummah
Lamonganyang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam pembuatan pedoman
ini, para pejabat struktural dan tenaga fungsional di lingkungan RSI Nashrul Ummah
Lamonganyang telah memberikan masukan dalam proses penyusunan pedoman ini, serta
seluruh staf RSI Nashrul Ummah Lamonganyang telah dan akan berpartisipasi aktif mulai
dari proses penyusunan, pelaksanaan sampai pada proses monitoring dan evaluasi pedoman
ini.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak-pihak lainnya yang terkait
dengan penyelenggaraan akreditasi rumah sakit.Akhirnya saran dan koreksi demi perbaikan
buku pedoman ini sangat kami harapkan.
Penyusun
iv
DAFTAR ISI
v
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU ................................................................................. 32
A. Pendahuluan .................................................................................................. 32
B. Tujuan ............................................................................................................ 32
C. Program Peningkatan Mutu .......................................................................... 32
D. Metode Evaluasi Pelaksanaan Program ........................................................ 33
E. Evaluasi .......................................................................................................... 33
BAB IX PELAYANAN ANESTESI SELAMA PROSEDUR INTERVENSI
NYERI PADA PASIEN DEWASA .................................................................... 35
BAB X PEMBERIAN SEDASI ANESTESI OLEH NON-ANESTESIOLOGI
YANG KOMPETEN DIBIDANG ANESTESIOLOGI ...................................... 36
BAB XI PENUTUP ............................................................................................................ 44
REFERENSI .......................................................................................................................... 45
LAMPIRAN .......................................................................................................................... 46
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 6 Criteria Pemulihan Dan Pemulangan Pasien Setelah Sedasi Dan Analgetik
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesiologi adalah suatu ilmu kedokteran yang melibatkan :
1. Evaluasi pasien preoperasi
2. Rencana tindakan anestesi
3. Perawatan intra dan pasca operatif
4. Manajemen sistem dan petugas yang termasuk di dalamnya
5. Konsultasi perioperatif
6. Pencegahan dan penanganan kondisi perioperatif yang tak diinginkan
7. Tatalaksana nyeri akut dan kronis
8. Perawatan pasien dengan sakit berat/kritis
Kesemua pelayanan ini diberikan atau diinstruksikan oleh anestesiologi
American Society of Anesthesiologists (ASA) mendukung konsep pelayanan rawat
jalan untuk pembedahan dan anestesi. Anestesiologis diharapkan memegang peranan
sebagai dokter perioperatif di semua rumah sakit. fasilitas pembedahan rawat jalan dan
berpartisipasi dalam akreditasi rumah sakit sebagai salah satu sarana untuk
menstandarisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Panduan ini
diaplikasikan untuk semua layanan, termasuk petugas yang terlibat dalam tata kelola
rawat jalan anestesi. Ini adalah panduan minimal yang dapat dikembangkan kapanpun
dengan berdasarkan pada pertimbangan dari petugas yang terlibat.
B. Tujuan
1. Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi yang aman, efektif,
berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan,
prosedur medis atau trauma yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stres psikis
lain.
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan napas, pernapasan, peredaran darah dan
kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman nyawa karena menjalani
pembedahan, prosedur medis, trauma atau penyakit lain.
3. Melakukan terapi intensif dan resusitasi jantung, paru, otak (bantuan hidup dasar,
lanjutan dan jangka panjang) pada kegawatan mengancam nyawa dimanapun pasien
berada (ruang gawat darurat, kamar bedah, ruang pulih, ruang terapi intensif/ICU).
D. Batasan Operasional
Kategori/Tingkat Anestesi/Sedasi
1. Sedasi ringan / minimal (anxiolysis) : kondisi di mana pasien masih dapat merespon
dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi
dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskuler tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal yaitu :
a. Blok saraf perifer
b. Anestesi lokal atau topikal
c. Pemberian 1 jenis obat sedatif/analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk
penanganan insomnis, ansietas atau nyeri.
2. Sedasi sedang (pasien sadar) : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana
pasien memberikan respons terhadap stimulus sentuhan
a. Sedasi sedang merupakan suatu teknik untuk mengurangi kecemasan dan
ketidaknyamanan pasien selama menjalani prosedur medis
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan, sehingga tidak selalu mungki untuk
memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena itu,
patugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera
terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam/berat daripada efek yang seharusnya
terjadi (misalnya : petugas anestesi yang memberikan anestesi sedang harus dapat
melakukan penanganan terhadap pasien yang jatuh ke dalam kondisi sedasi berat).
E. Landasan Hukum
Penyelenggaraan pelayanan Anestesi RSI Nashrul Ummah Lamongan sesuai dengan :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran;
Dokter Spesialis 1
1 S1 kedokteran berlaku
Anestesi
Pelatihan
Anestesi
D3 Pelaksana
No. Sertifikat :
1 Cholik Junaidi berlaku Anestesi
Keperawatan 575/DIKLAT/
ANESTESI/V
II/2008
Pelatihan
Anestesi
D3 Pelaksana
No. Sertifikat :
2 Ahmad Rustandi berlaku Anestesi
Keperawatan 55/DIKLAT-
ANESTESI/V
II/2013
B. Distribusi Ketenagaan
Dalam pelayanan Anestesi perlu menyediakan kecukupan sumber daya manusia yang
sudah kompeten, cekatan dan mempunyai kemampuan sesuai dengan perkembangan
teknologi sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal, efektif, dan efisien. Atas
dasar tersebut di atas, maka perlu kiranya menyediakan, mempersiapkan dan
mendayagunakan sumber-sumber yang ada. Untuk menunjang pelayanan Anestesi di
kamar operasi, maka dibutuhkan tenaga dokter dan perawat yang mempunyai
pengalaman, keterampilan dan pengetahuan yang sesuai yang terdiri dari 1 (satu) Dokter
Spesialis Anestesi dan 2 (dua) Perawat Penata anestesi
A. Denah Ruangan
Kamar Operasi digunakan untuk melakukan pelayanan anestesi kepada pasien.
Berikut ini adalah denah ruang kamar operasi di Rumah Sakit Islam Nashrul Ummah
Lamongan.
14 12 9
7
4
2 1
13 10 11 10 5
1
15
6
8
16
3
Keterangan :
1 : Ruangan Karu
2 : Kamar mandi
3 : Kamar ganti dokter dan crew wanita
4 : Kamar ganti dokter laki-laki
5 : Kamar ganti crew laki-laki
6 : Kamar terima pasien dan premedikasi
7 : Kamar Operasi 1
8 : Kamar Operasi 3
9 : Kamar Operasi 2
10 : Ruang cuci tangan
11 : Ruang depo obat
12 : Ruang linen bersih dan seterilisasi
13 : Ruang penyimpanan alat seteril
14 : Ruang cuci alat
15 : Ruang Pertemuan
16 : Ruang Post op
B. Standar Fasilitas
Kamar operasi terdiri dari beberapa ruang, baik itu di dalam kamar operasi maupun di
lingkungan kamar operasi. Ruang-ruang tersebut antara lain :
1. Ruang penerimaan dan premedikasipasien
Ruang penerimaan dan premedikasipasien adalah ruang serah terima pre operasi di
ruang pelayanan kamar operasi dan dilakukan premedikasiyang dilengkapi dengan
oksigen sentral, alat kesehatan dan obat-obatan dan jenis cairan yang bisa memenuhi
kebutuhan premedikasi, brankar, lemari tempat pakaian bagi pasien yang akan
menjalani operasi, dilengkapi ruang ganti pasien One Day Care (ODC), lemari
terkunci untuk penyimpanan pakaian dan barang berharga milik pasien.
induksi
Ruang induksi dan premedikasi adalah ruang dimana pasien dari ruang penerimaan
dibawa ke ruang induksi untuk dilakukan premedikasi.Di ruangan ini tersedia oksigen
sentral.
2. Ruang operasi I
Ruang operasi I dilengkapi meja operasi (datar, head up-head down, tilt kiri-kanan,
duduk atau setengah duduk, V atau V terbalik) secara manual. Ruang operasi I
dilengkapi lampu operasi yang mampu menerangi bagian-bagian operasi,
menggunakan oksigen sentral, suction sentral, mesin anestesi, monitor pasien,
tersedianya alat kesehatan dan obat-obatan dan jenis cairan yang bisa memenuhi
kebutuhan operasi, yang tersedia dalam troli. Kamar Operasi I digunakan untuk
operasi bersih.
3. Ruang Operasi II
Ruang operasi II dilengkapi meja operasi (datar, head up-head down, tilt kiri-kanan,
duduk atau setengah duduk, V atau V terbalik) secara manual.Ruang Operasi II
dilengkapi dengan lampu operasi yang mampu menerangi bagian-bagian operasi.
Mesin anestesi dilengkapi dengan tabung penampung gas anestesi (merek Penlon),
monitor EKG yang bisa terlihat tekanan darah, rekaman jantung, nadi, saturasi
oksigen, AC sentral, Suction, oksigen sentral, alat kauter (Alsa bisa dipakai untuk
TUR, bisa dipakai untuk Bifolar), tersedianya alat kesehatan dan obat-obatan, dan
Pasien
PENILAIAN PRA
ANESTESI
TIM ANESTESI
IRJ IRNA
MENINGGAL/SEMBUH
C. Pelayanan Kritis
1. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan organ yang
terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen terapi
yang diberikan.
2. Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi atau
dokter lain yang memiliki kompetensi.
3. Seorang dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki kompetensi
harus senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang timbul sampai pasien
tidak dalam kondisi kritis lagi.
4. Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan komorbiditi perlu koordinasi yang
baik dalam penanganannya. Seorang dokter anestesiologi atau dokter lain yang
memiliki kompetensi diperlukan untuk menjadi koordinator yang bertanggung jawab
secara keseluruhan mengenai semua aspek penanganan pasien, komunikasi dengan
pasien, keluarga dan dokter lain.
Peralatan dan obat-obatan diatas tersedia sesuai dengan jumlah dan jenis yang dibutuhkan,
demi untuk memperlancar pelaksanaan tindakan pelayanan anestesi dan sedasi di ruang
kamar operasi tersebut.
B. Manajemen keselamatan pasien dalam penggunaan sedasi ringan dan sedang oleh
perawat dan asisten anestesi
1. Dokter yang mengawasi bertanggung jawab akan semua aspek yang terlibat selama
perawatan pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).
2. Saat pasien disedasi dokter yang bertanggung jawab harus hadir/mendampingi di
ruang tindakan.
3. Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi
pasien sebelum prosedur dilakukan untuk emngenali kapan terdapat peningkatan
risiko anestesi.
4. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak
berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam
melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan
pasien/menurunkan kualitas pelayanan pasien.
5. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi
emergensi di mana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan nafas. 6.
Sertidikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh
praktisi yang melakukan sedasi/anestesi dan dokter non-anestesi mengawasinya.
A. Pendahuluan
Mutu pelayanan anestesi didasarkan pada praktek profesional kedokteran yang
menuntut kompetensi tiap individu, dokter dan perawat adalah yang melaksanakan. Mutu
pelayanan anestesi merupakan hasil dari proses kerjasama antar individu profesi yang
bergabung dalam satu tim dalam melaksanakan tindakan anestesi dan sedasi. Oleh karena
itu perlu adanya sistem yang dapat mengendalikan kualitas pelayanan di Unit Kamar
Operasi melalui program peningkatan mutu. Sesuai perkembangan ilmu dalam upaya
pengendalian mutu unit anestesiologi yang lebih baik dalam metoda evaluasi
pelaksanaan program ini mengalami perubahan dengan penambahan evaluasi program
pada perhitungan angka indikator klinik mutu pelayanan anestesi dan sedasi.
B. Tujuan
1. Umum
a. Semua petugas pelayanan anestesi mampu memberikan pelayanan secara optimal.
b. Meningkatkan pelayanan anestesi dan sedasi
c. Melaksanakan Visi, Misi, dan Falsafah RSI Nashrul Ummah Lamongan.
2. Khusus
Agar semua petugas pelayanan anestesi bedah lebih inovatif dalam meningkatkan
mutu pelayanan anestesi dan sedasi sehingga dapat :
a. Memberikan kepuasan kepada pasien dan keluarga pasien.
b. Meminimalkan kecelakaan/kegagalan yang terjadi di unit kamar bedah.
c. Memberikan pelayanan anestesi dan sedasi secara profesional dan bermutu
tinggi.
E. Evaluasi
Evaluasi dari program peningkatan mutu pelayanan anestesi dilaksanakan tiap akhir
tahun bersama evaluasi dari unit kamar operasi dan dilaporkan ke pimpinan untuk
mendapatkan rekomendasi tindak lanjut.
Untuk evaluasi kerja unit Kamar Operasi, dilakukan pertemuan rutin, yaitu:
1. Pertemuan bulanan antara staff dan pimpinan unit Kamar Operasi.
2. Pertemuan mingguan setiap hari Senin yang dihadiri oleh penangung jawab ruangan.
1. Sebagian besar pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor tidak memerlukan pelayanan
anestesi selain anestesi lokal.
2. Contoh prosedur ini adalah :
a. Injeksi steroid epidural
b. Epidural blood patch
c. Trigger point injection
d. Injeksi sendi sakroiliaka
e. Bursal injection
f. Blok saraf oksipital (occipital nerve block)
g. Facet infection
3. Penggunaan anestesi umum untuk prosedur yang menimbulkan nyeri minor hanya
dibenarkan dalam kondisi-kondisi khusus, di mana diperlukan perawatan/layanan
anestesi yang terampil dan terlatih.
4. Berikut dalah kondisi-kondisi yang ememrlukan layanan anestesi khusus :
a. Komorbiditas mayor
b. Gangguan mental/psikologis yang membuat pasien tidak kooperatif
5. Penggunaan sedasi dan obat anestesi lainnya harus seimbang dengan potensi
risiko/bahaya yang diakibatkan dari pelaksanaan prosedur dengan nyeri minor terhadap
pasien dengan anestesi umum, terutama pada pasien yang menjalani prosedur tulang
belakang servikal.
6. Prosedur yang berkepanjangan (lama) dan atau nyeri sering memerlukan sedasi intravena
dan penggunaan monitor anestesi (Monitored Anesthesia Care - MAC). Prosedur ini
meliputi :
a. Blok saraf simpatis (ganglion stelata, fleksus seliaka, paravertebrata lumbal)
b. Ablasi radiofrequency (R/F)
c. Diskografi (discography)
d. Disektomi perkutan
e. Trial spinal cord stimulator lead palcement
7. Blok fleksus/saraf utama lebih jarang dilakukan di klinik penanganan nyeri kronis, tetapi
diyakini bahwa prosedur blok ini mungkin memerlukan penggunaan anestesi intravena
dan MAC (misalnya : blok fleksus brakialis, blok saraf sciatica, teknik kateterisasi
kontinyu tertentu).
A. Tujuan
1. Membantu dokter dan pasien dalam membuat keputusan mengenai pelayanan
kesehatan.
2. Membantu dokter memberikan keuntungan dilakukannya sedasi/analgesik sementara
meminimalisasi risiko yang dapat terjadi.
B. Prinsip
1. Pedoman ini dapat dimodifikasi dan diadaptasi sesuai dengan kebutuhan klinis dan
keterbatasan yang ada
2. Pedoman ini tidak dimaksudkan sebagai persyaratan yang mutlak atau standar.
3. Pemilihan teknik da obat-obatan sedasi/anakgesik yang digunakan bergantung pada :
a. Preferensi dan pengalaman masing-masing dokter
b. Kebutuhan dan keterbatasan yang terdapat pada pasien atau prosedur
c. Kecenderungan terjadinya efek sedasi yang lebih dalam daripada yang
diinginkan /diantisipasi.
4. Penerapan pedoman ini tidak dapat menjamin hasil akhir yang spesifik.
5. Pedoman ini harus direvisi karena pengetahuan, teknologi dan praktik kedokteran
selalu berkembang sepanjang waktu.
6. Pedoman ini menyediakan rekomendasi dasar yang didukung dengan analisis
literatur terkini dan pengolahan opini pada ahli/pakar kedokteran, forum terbuka dan
data klinis.
C. Keuntungan
1. Keuntungan yang didapat dari pemberian sedasi/analgesik :
a. Pasien dapat menoleransi prosedur yang tidak menyenangkan dengan
mengurangi kecemasan, ketidaknyamanan atau nyeri yang mereka rasakan
b. Pada anak-anak dan orang dewasa yang tidak kooperatif : sedasi/anagesik dapat
mempercepat dan memperlancar pelaksanaan prosedur yang memerlukan pasien
untuk diam/tidak bergerak.
2. Risiko pemberian sedasi : berpotensi menimbulkan depresi kardiorespirasi, sehingga
petugas yang memberikan sedasi harus dapat segera mengenali dan menanganinya
untuk mencegah kejadian kerusakan otak akibat hipoksia, henti jantung atau
kematian.
3. Pemberian sedasi/analgesik yang adekuat :
a. Menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien
b. Meningkatkan risiko cedera karena pasien menjadi kurang/tidak kooperatif
c. Timbulnya efek fisiologis atau psikologis akibat respons terhadap stress yagn
dialami pasien.
5. Evaluasi pasca-anestesi
a. Evaluasi pasien setelah keluar dari ruang operasi
b. Pasien dipindahkan ke ruang pulih sadar
c. Selama transferm pasien harus didampingi oleh salah satu anggota Tim Anestesi
yang paham mengenai kondisi pasien
d. Pasien harus terus dievaluasi selama transfer dengan pemantauan dan peralatan
yang mendukung kondisi pasien.
e. Saat tiba di ruang pulih sadar, lakukan pencatatan akan status dan kondisi pasien
f. Transfer informasi mengenai kondisi pre-operatif, selama operasi dan
pemberian anestesi kepada perawat di ruang pulih sadar
g. Anggota tim anestesi harus tetap tinggal di ruang pulih sadar sampai tanggung
jawab perawtan pasien selanjutnya diserahkan ke perawat ruang pulih sadar.
h. Evaluasi dan pemantauan kondisi pasien secara continue :
i. Evaluasi kejadian-kejadian tidak biasa, termasuk komplikasi pasca-anestesi .
pasca- operasi
j. Terdapat kebijakan untuk memastikan ketersediaan dokter yang dapat
menangani komplikasi dan melakukan resusitasi kardiopulmoner di ruang pulih
sadar.
k. Supervisi medis secara umum dan koordinasi perawatan pasien di ruang pulih
sadar oleh anestesiologis
l. Kunjungan pasca-anestesi oleh dokter.
m. Lakukan pencatatan yang akurat dan sesuai kronologis
6. Petugas
a. Sebaiknya terdapat petugas anestesiologi non-dokter yang ikut hadir dalam
proses anestesim bertugas untuk memantau pasien sepanjang prosedur
berlangsung
b. Memiliki kemampuan untuk mempertahankan patensi jalan nafas, melakukan
ventilasi tekanan positif, dan resusitasi (bantuan hidup lanjut) selama prosedur
berlangsung
c. Petugas ini boelh membantu dengan melakukan tugas-tugas ringan lainnya saat
pasien telah stabil.
Pedoman Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit ini hendaknya dijadikan acuan bagi
rumah sakit dalam pengelolaan penyelenggaraan dan penyusunan standar prosedur
operasional pelayanan anestesi di rumah sakit islam Nashrul Ummah Lamongan.
Penyelenggaraan pelayanan anestesi dibagi menjadi 4 (empat) klasifikasi berdasarkan
pada kemampuan pelayanan, ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta
peralatan yang disesuaikan dengan kelas rumah sakit.
Dibutuhkan dukungan dari semua pihak terutama pimpinan rumah sakit agar mutu
pelayanan anestesiologi dan keselamatan pasien dapat senantiasa ditingkatkan dan
dipertahankan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
anestesiologi
1. Anethesia Care Team Statement on the anesthesia care team. Disetujui oleh ASA
House of Delegates; 2009
2. Ambulatory Surgical Care. Guidelines for ambulatory anesthesia and surgery.
Disetujui oleh ASA House of Delegates; 2008
3. American Sociaty of Anesthesiologist. Practise guidelines for sedation and analgesia
by non anesthesiologists: an updated report by the American Sociaty of
Anestesiologist Task Force on sedation and analgesia by non-anesthesiologist.
Anesthesiology. 2002; 96:1004-17
4. Pain medicine. Statement on anesthetic care during interventional pain procedures for
adults. Disetujui oleh ASA House if Delegates; 2010
5. Standart and Practise Parameters. Standart for basic anesthetic monitoring. Disetujui
oleh ASA House of Delegates; 2010
6. Atlanta South Gastroenterology. What is moderate sedation? [diakses pada tanggal 12
Maret 2012]diunduh dari www.endoatlas.com
7. Quality Management and Departemental Administration. Statement on documentation
of anesthesia care. Disetujui oleh ASA House of Delegates ; 2008
8. Surgical Anesthesia. Guidelines for patient care in anesthesiology. Disetujui oleh
ASA House of Delegates; 2001.
Anggota tim anestesi lainnya yang dapat terlibat dalam perawatan perianestesi yaitu :
1. Perawat pasca anestesi dalah perawat yang merawat pasien dalam fase pemuluhan dari
pengaruh anestesi.
2. Perawat peri-operatif adalah perawat yang merawat pasien selama di kamar operasi
3. Perawat untuk layanan intensif adalah perawat yang merawat pasien di ruang rawat
intensif (ICU)
4. Perawat obstetri adalah perawat yang membantu pasien bersalin/melahirkan
5. Perawat neonatus adalah perawat yang menarat neonatud di ruang rawat khusus
6. Terapis pernafasan adalah petugas kesehatan profesional yang memberikan
perawatan/manajemen pernafasan kepada pasien.
7. Cardiovasular perfusionists adalah petugas kesehatan profesional yang mengoperasikan
bypass kardiopulmoner.
Anggota pendukung yang menangani masalah teknis, pengadaan alat dan pemeliharaan alat
yaitu :
1. Teknisi anestesi
2. Petugas pembantu anestesi (anesthesia aides)
3. Teknisi pemeriksaan gas darah (blood gas technicians)
4. Teknisi manajemen pernapasan (respiratory technicians)
5. Teknisi mesin monitor ( monitoring technicians)
ASA juga mengetahui akan kurangnya kepastian/prediksi dalam perawatan anestesi dan
banyaknya variabilitis akan kebutuhan pasien yang dapat, dalam keadaan tertentu dan jarang,
membuatnya kurang sesuai dari sudut pandang keselamatan pasien dan kualitas pelayanan
pasien untuk mematuhi peraturan/ketentuan pembayaran yang berlaku.
Pelaporan pembayaran atas layanan anestesi harus secara akurat mencerminkan layanan
yang diberikan. Kemampuan untuk memprioritaskan tugas dan kebutuhan perawatan pasien
dari waktu ke waktu merupakan keahlian yang penting yang harus dimiliki oleh tim anestesi.
Anestesiologis harus berusaha untuk memberikan pelayanan dengan kualitas tertinggi dan
menerapkan keselamatan pasien dengan optimal kepada semua pasien peroperatif.
‘PENGARAHAN’ MEDIS (Oleh Anestesiologis)
Merupakan suatu istilah pembayaran yang mendiskripsikan pekerjaan/tugas spesifik
seorang anestesiologis dan keterbatasan yang terlibat dalam pembayaran tagihan untuk
manajemen dan pengawasan petugas anestesi non-dokter. Hal ini berkaitan dengan kondisi di
mana anestesiologis terlibat dalam ≤ 4 tindakan anestesi yang bersamaan.
Catatan : kata ‘supervisi’ juga dapat digunakan di luar tim anestesi untuk mendeskripsikan
pengawasan medis peri-operatif oleh dokter bedah terhadap petugas anestesi non-dokter.
Pemberian ventilasi tekanan positif (VTP), dengan atau tanpa intubasi trakea mungkin
diperlukan jika timbul gangguan pernafasan se,lama proses pemberian sedasi/analgesik.
1. VTP ini dapat lebih sulit dilakuka pada pasien dengan anatomi jalan napas yang
atipikal/tidak lazim
2. Abnormalitas jalan napas dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya obstruksi jalan
napas saat ventilasi spontan
3. Beberapa faktor yang dapat menimbulkan kesulitan dalam manajemen jalan nafas
antara lain :
a. Riwayat pasien
1) Adanya masalah dengan anestesi/sedasi sebelumnya
2) Stridor, mengorok (snoring), apnea saat tidur (sleep apnea)
3) Artritis rematiod yang lanjut/berat
b. Pemeriksaan fisik
1) Habitus/postur tubuh : obesitas yang signifikan (terutama di struktur wajah
dan leher)
2) Kepala dan leher :
Leher pendek
Eksensi leher terbatas
Pendeknya jarak antara mentalis - hyoid (< 3 cm pada dewasa)
Massa di leher
Penyakit /trauma pada tulang spinal servikal
Deviasi trakea
Gambaran wajah dismorfik (misalnya : sindrom Pierre-Robin)
3) Mulut
Pembukaan kecil (< 3 cm pada dewasa)
Gigi seri yang menonjol/maju (protruding)
Gigi yang goyang
Menggunakan peralatan gigi (misalnya: kawat, gigi palsu)
Lengkung langit-langit yang tinggi
Makroglosia (lidah besar)
Hipertrofi tonsil
Uvula tidak terlihat
Rekomendasi ini diaplikasikan untuk pasien sehat yang akan menjalani prosedur
elektif. Tidak ditujukan untuk wanita hamil. Perlu diingat bahwa dengan mengikuti pedoman ini
tidak menjamin pengosonganlambung yang sempurna.
Periode puasa minimal diaplikasikan untuk semua umur.
Contoh cairan bening/jernih yaitu air putih, jus buah tanpa bulir/ampas, minuman
berkarbonasi, teh dan kopi.
Konsistensi susu sapi mirip dengan makanan padat dalam waktu pengosongan
lambung, jumlah susu yang diminum harus dipertimbangkan saat menentukan periode waktu
puasa yang tepat.
Contoh makanan ringan adalah roti dan cairan bening. Makanan yang digoreng atau
berlemak atau daging dapat memperlama waktu pengosongan lambung. Jumlah dan kenis
makanan yang dikosumsi harus dipertimbangkan saat menentukan periode waktu puasa yang
tepat.
Setiap rumah sakit harus mempunyai kriteria pemulihan dan pemulangan yang sesuai
dengan pasien dan prosedur yang dilakukan. Beberapa prinsip dasar yang harus dimiliki
adalah :
1. Prinsip Umum
a. Pengawasan medis dalam fase pemuluhan dan pemulangan pasien setelah pemberian
sedasi sedang/dalam merupakan tanggungjawab dokter yang melakukan sedasi.
b. Ruang pemulihan harus dilengkapi dengan monitor dan peralatan resusitasi yang
adekuat.
c. Pasien yang menjalani sedasi sedang atau dalam harus dipantau sampai criteria
pemulangan terpenuhi
1) Durasi dan frekuensi pemantauan harus disesuaikan dengan masing-masing
pasien bergantung pada tingkat sedasi yang diberikan, kondisi umum pasien dan
intervensi/prosedur yang dilakukan
2) Oksigenasi harus dipantau sampai pasien terbebas dari resiko depresi
pernapasan
d. Tingkat kesadaran, tanda vital dan oksigenasi (jika diindikasikan) harus dicatat
dengan rutin dan teratur
e. Perawat atau petugas terlatih lainnya yang bertugas memantau pasien dan
mengidentifikasi adanya komplikasi harus dapat hadir/mendampingi pasien hingga
kriteria pemulangan terpenuhi.
f. Petugas yang kompeten dalam menangani komplikasi (misalnya mempertahankan
patensi jalan napas, memberikan ventilasi tekanan positif) harus dalat segera hadir
kapanpun diperlukan hingga kriteria pemulangan terpenuhi.
2. Kriteria Pemulangan Pasien
a. Pasien harus sadar dan memiliki orientasi yang baik. Bayi dan pasien dengan
gangguan status mental harus kembali ke status semula/awal (sebelum menjalani
anestesi/analgesik). Dokter dan keluarga harus menyadari bahwa pasien anak-anak
yang memiliki risiko obstruksi jalan napas harus duduk dengan posisi kepala
menunduk ke depan.
b. Tanda vital harus stabil
c. Penggunaan sistem skoring dapat membantu pencatatan untuk kriteria pemulangan