Pedoman K3RS
Pedoman K3RS
Pedoman K3RS
K3RS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan rujukan di
Indonesia akhir-akhir ini sangat pesat, baik dari jumlah maupun pemanfaatan teknologi
kedokteran. Rumah Sakit sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tetap harus
mengedepankan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat dengan tanpa
mengabaikan upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) bagi seluruh pekerja
Rumah Sakit.
Dengan meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat maka tuntutan pengelolaan program Kesehatan dan Keselamatan Kerja di
Rumah Sakit (K3RS) semakin tinggi karena Sumber Daya Manusia (SDM) Rumah
Sakit, pengunjung/pengantar pasien, pasien dan masyarakat sekitar Rumah Sakit ingin
mendapatkan perlindungan dari gangguan kesehatan dan kecelakaan kerja, baik sebagai
dampak proses kegiatan pemberian pelayanan maupun karena kondisi sarana dan
prasarana yang ada di Rumah Sakit yang tidak memenuhi standar.
Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit perlu mendapat perhatian
serius dalam upaya melindungi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh
proses pelayanan kesehatan, maupun keberadaan sarana, prasarana, obat-obatan dan
logistik lainnya yang ada di lingkungan Rumah Sakit sehingga tidak menimbulkan
kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja dan kedaruratan termasuk kebakaran dan
bencana yang berdampak pada pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung dan
masyarakat di sekitarnya.
Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS (K3RS) ini merupakan
pedoman yang dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan K3RS dan dapat
menggantikan peran standar K3RS terdahulu yang di kenal dengan Kebakaran,
Keselamatan Kerja dan Kewaspadaan Bancana. Standar K3RS sebagai acuan lebih
komprehensif karena didalamnya terdapat Standar Kesehatan Kerja dan Standar
Keselamatan Kerja yang mencakup standar penanggulangan kebakaran dan
2
kewaspadaan terhadap bencana. Standar K3RS yang ditetapkan melalui Keputusan
Menteri Kesehatan RI No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 diharapkan dapat diterapkan di
seluruh Rumah Sakit sebagai bagian dalam pengelolaan Rumah Sakit dan sebagai salah
satu parameter penilaian Akreditasi Rumah Sakit yang diamanatkan oleh Undang
undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Di dunia Internasional, program K3 telah lama diterapkan di berbagai sektor
industri (akhir abad 18), kecuali di sektor kesehatan. Perkembangan K3RS tertinggal
dikarenakan fokus pada kegiatan kuratif, bukan preventif. Fokus pada kualitas
pelayanan bagi pasien, tenaga profesi di bidang K3 masih terbatas, organisasi kesehatan
yang dianggap pasti telah melindungi diri dalam bekerja.
Rumah Sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan
karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus
tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selain dituntut
mampu memberikan pelayanan dan pengobatan yang bermutu, Rumah Sakit juga
dituntut harus melaksanakan dan mengembangkan program K3 di Rumah Sakit (K3RS)
seperti yang tercantum dalam buku Standar Pelayanan Rumah Sakit dan terdapat dalam
instrumen akreditasi Rumah Sakit.
Dalam Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya pasal
165 : ”Pengelola tempat kerja wajib melakukan segala bentuk upaya kesehatan melalui
upaya pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan bagi tenaga kerja”.
Berdasarkan pasal di atas maka pengelola tempat kerja di Rumah Sakit mempunyai
kewajiban untuk menyehatkan para tenaga kerjanya. Salah satunya adalah melalui
upaya kesehatan kerja disamping keselamatan kerja. Rumah Sakit harus menjamin
kesehatan dan keselamatan baik terhadap pasien, penyedia layanan atau pekerja maupun
masyarakat sekitar dari berbagai potensi bahaya di Rumah Sakit. Oleh karena itu,
Rumah Sakit dituntut untuk melaksanakan Upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) yang dilaksanakan secara terintegrasi dan menyeluruh sehingga risiko terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Akibat Kerja (KAK) di Rumah Sakit
dapat dihindari.
3
K3RS merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit, khususnya dalam hal kesehatan dan keselamatan bagi SDM Rumah Sakit, pasien,
pengunjung/pengantar pasien, masyarakat sekitar Rumah Sakit. Hal ini secara tegas
dinyatakan di dalam Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pasal 40
ayat 1 yakni “Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit wajib dilakukan
akreditasi secara berkala menimal 3 (tiga) tahun sekali”. K3 termasuk sebagai salah satu
standar pelayanan yang dinilai di dalam akreditasi Rumah Sakit, disamping standar
pelayanan lainnya.
Selain itu seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 1 Undang-undang No.44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa “Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan
lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan peralatan”, yang
mana persyaratan-persyaratan tersebut salah satunya harus memenuhi unsur K3 di
dalamnya. Dan bagi Rumah Sakit yang tidak memenuhi persyaratan-persyaratan
tersebut tidak diberikan izin mendirikan, dicabut atau tidak diperpanjang izin
operasional Rumah Sakit (pasal 17).
a. Data dan fakta K3RS :
1. Secara Global :
WHO : Dari 35 juta pekerja kesehatan :
• 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV, 0,9 juta
terpajan virus HBC dan 170,000 terpajan virus HIV/AIDS).
• Dapat terjadi : 15,000 HBC, 70,000 HBB & 1000 kasus HIV.
• Lebih dari 90% terjadi di negara berkembang.
• 8–12% pekerja Rumah Sakit, sensitif terhadap lateks.
ILO (2000); Kematian akibat penyakit menular yang berhubungan dengan
pekerjaan : Laki-laki 108, 256 dan perempuan 517, 404.
2. Di luar negeri :
• USA : (per tahun) 5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B 47
positif HIV dan Setiap tahun 600.000–1.000.000 luka tusuk jarum
dilaporkan (diperkirakan lebih dari 60% tidak dilaporkan).
• SC-Amerika (1998) mencatat frekuensi angka KAK di Rumah Sakit
lebih tinggi 41% dibanding pekerja lain dengan angka KAK terbesar
adalah cedera jarum suntik (NSI-Needle Stick injuries).
4
• Staf wanita Rumah Sakit yang terpajan gas anestesi, secara signifikan
meningkatkan abortus spontan, anak yang dilahirkan mengalami
kelainan kongenital (studi restrospektif di Rumah Sakit Ontario
terhadap 8.032 orang, tahun 1981-1985).
• 41% perawat Rumah Sakit mengalami cedera tulang belakang akibat
kerja (occupational low back pain), (Harber P et al,1985).
3. Indonesia :
• Gaya berat yang ditanggung pekerja rata-rata lebih dari 20 kg. Keluhan
subyektif low back pain didapat pada 83.3% pekerja. Penderita
terbanyak usia 30-49 : 63.3 %. (instalasi bedah sentral di RSUD di
Jakarta 2006).
• 65.4% petugas pembersih suatu Rumah Sakit di Jakarta menderita
Dermatitis Kontak Iritan Kronik Tangan (2004).
• Penelitian dr Joseph tahun 2005-2007 mencatat bahwa angka KAK NSI
mencapai 38-73 % dari total petugas kesehatan.
• Prevalensi gangguan mental emosional 17,7% pada perawat di suatu
Rumah Sakit di Jakarta berhubungan bermakna dengan stressor kerja.
• Insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi pada Pekerja Rumah
Sakit dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua kategori (jenis
kelamin, ras, umur dan status pekerjaan. (Gun 1983).
Berdasarkan data-data yang ada Insiden akut secara signifikan lebih besar terjadi
pada Pekerja RS dibandingkan dengan seluruh pekerja di semua kategori (jenis kelamin,
ras, umur, dan status pekerjaan) (Gun 1983). Pekerja RS berisiko 1,5 kali lebih besar
dari golongan pekerja lain. Probabilitas penularan HIV setelah luka tusuk jarum suntik
yang terkontaminasi HIV 4: 1000. Risiko penularan HBV setelah luka tusuk jarum
suntik yang terkontaminasi HBV 27 - 37: 100. Risiko penularan HCV setelah luka tusuk
jarum suntik yang mengandung HCV 3 - 10 : 100
Tujuan Umum
Terciptanya lingkungan kerja yang aman, sehat dan produktif untuk SDM
Rumah Sakit, aman dan sehat bagi pasien, pengunjung/pengantar pasien, mas -
yarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit sehingga proses pelayanan Rumah
Sakit berjalan baik dan lancar
7
Tujuan Khusus
3. Sasaran
a. Pengelola Rumah Sakit.
b. SDM Rumah Sakit.
B. Ruang Lingkup
C. Batasan Operasional
1. Manjemen K3RS
Adalah : upaya terpadu seluruh pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pen
gantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja Rumah Sakit
yang sehat, aman dan nyaman baik bagi pekerja Rumah Sakit, pasien, pengunjung/
pengantar orang sakit maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar Rumah Sakit
2. Pengembangan kebijakan K3RS
Adalah : merencanakan program K3RS selama 3 tahun ke depan. (setiap 3
tahun dapat direvisi kembali, sesuai dengan kebutuhan) maupun revitalisasi organisasi
K3RS.
8
3. Pembudayaan perilaku K3RS
Adalah : Upaya Advokasi sosialisasi K3 pada seluruh jajaran Rumah Sakit, baik
bagi SDM Rumah Sakit, pasien maupun pengantar pasien/pengunjung Rumah Sakit ter-
masuk penyebaran brosur, poster, pamlet,dll termasuk promosi kesehatan
4. Pengembangan SDM K3RS
Adalah : upaya peningkatan kapasitas petugas di bidang K3RS melalui Upaya pen-
didikan dan latihan baik dalam maupun luar daerah melalui kegiatan seminar, pe –
latihan lanjutan, worshop dll.
5. Pengembangan Pedoman, Petunjuk Teknis dan Standard Operational Procedure (SOP)
K3RS
Adalah : menyusun standar pedoman pelaksanaan pelayanan yang berhubungan
Dengan K3RS
9
tim tanggap darurat, menetapkan prosedur pengendalian, pelatihan dll);
11. Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3
Adalah : Menyusun prosedur pencatatan dan pelaporan serta penanggulangan
kecelakaan kerja, PAK, kebakaran dan bencana dan pembuatan pelaporan kejadian
dan tindak lanjutnya.
12. Review program tahunan
Adalah : Upaya internal audit K3 dengan menggunakan intrumen self assessment
Maupun umpan balik SDM Rumah Sakit melalui wawancara, observasi maupun survey.
D. Landasan Hukum
1, Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
1. Undang-undang No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
2. Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menaker RI No. 5/MENAKER/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
5. Keputusan Menkes No. 876/Menkes/SK/VIII/2001 tentang Pedoman Teknis Analisis
Dampak Kesehatan Lingkungan;
6. Keputusan Menkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Ling
kungan Kerja Perkantoran dan Industri
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan lingkungan Rumah Sakit;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 432/Menkes/IV/2007 tentang Pe –
doman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit.
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 ten-
Tang standar kesehatan dan keselamatan kerja di Rumah Sakit.
10
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
SDM Di Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Sabhara yang bersertifikat K3 belum merata
11
ini dapat terlihat dari struktur organiasi K3RS terdapat 2 orang yang telah memiliki sertifikat
pelatihan khusus K3.
Dibawah ini terlihat data ketenagaan yang melaksanakn K3 Di Rumah Sakit Bhayangkara
Pusdik Sabhara adalah sebagai berikut :
N Nama Petugas Kualifikasi Keterangan
o.
Formal
1. Eko Supriyanto S1 Ners Ketua Tim K3RS/Bersertifikat K3RS
2. Anang Sugiarto S1 Ners Wakil Ketua/Bersertifikat K3RS
Program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) K3RS merupakan hal pokok yang
tidak bisa dikesampingkan. Direktur Dan Manajemen serta Tim K3RS memegang peranan
penting dalam membangun kepedulian dan memotivasi pekerja dengan menjelaskan nilai-nilai
organisasi dan mengkomunikasikan komitmennya pada kebijakan yang telah dibuat. Selanjutnya
transformasi sistem manajemen K3 dari prosedur tertulis menjadi proses yang efektif merupakan
komitmen bersama.
Identifikasi pengetahuan, kompetensi dan keahlian yang diperlukan dalam mencapai
tujuan dilakukan mulai dari proses: rekruitmen, seleksi, penempatan, orientasi, pengkajian,
pelatihan dan pengembangan kompetensi/keahlian lainnya, rotasi dan mutasi, serta hukuman &
penghargaan (reward & punishment).
Dalam ini Rumah Sakit Bhayangkara Pusdik Sabhara dalam upaya pengembangan SDM
melalui pendidikan dan latihan hendaknya memuat unsur- unsur antaranya :
1. Identifikasi kebutuhan pelatihan SDM Rumah Sakit yang dituangkan dalam matriks
pelatihan.
2. Pengembangan rencana pelatihan untuk memenuhi kebutuhan tertentu.
3. Ditetapkannya program dan jadwal pelatihan di bidang K3.
4. Ditetapkannya program simulasi atau latihan praktek untuk semua SDM Rumah Sakit di
bidang K3.
5. Harus ada kegiatan keterampilan melalui seminar, workshop, pertemuan ilmiah, pendidikan
lanjutan yang dibuktikan dengan sertifikat.
6.Verifikasi kesesuaian program pelatihan dengan persyaratan organisasi atau perundang-
undangan.
7. Pelatihan untuk sekelompok SDM Rumah Sakit yang menjadi sasaran.
8. Pendokumentasian pelatihan yang telah diterima.
12
9. Evaluasi pelatihan yang telah diterima.
BAB III
STANDAR FASILITAS
13
bebas dari pencemaran, banjir, dan tidak berdekatan dengan rel kereta api, tempat bongkar
muat barang, tempat bermain anak, pabrik industri, dan limbah pabrik. Didalam UU No.44
Tahun 2009 tentang Rumah Sakit khususnya pasal 8 disebutkan bahwa persyaratan lokasi
Rumah Sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan
tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan
Rumah Sakit.
Untuk persyaratan teknis bangunan Rumah Sakit, harus sesuai dengan fungsi,
kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan
keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak, dan orang usia
lanjut. Luas lahan untuk bangunan tidak bertingkat minimal 1,5 kali luas bangunan. Luas
lahan untuk bangunan bertingkat minimal 2 kali luas bangunan lantai dasar. Luas bangunan
disesuaikan dengan jumlah tempat tidur (TT) dan klasifikasi rumah sakit. Bangunan
minimal adalah 50 m2 per tempat tidur.
2. Lantai
• Lantai ruangan dari bahan yang kuat, kedap air, rata, tidak licin dan mudah dibersihkan
dan berwarna terang.
• Lantai KM/WC dari bahan yang kuat, kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan
mempunyai kemiringan yang cukup dan tidak ada genangan air.
• Khusus ruang operasi lantai rata, tidak mempunyai pori atau lubang untuk berkembang
biaknya bakteri, menggunakan bahan vynil anti elektrostatik dan tidak mudah terbakar.
3. Dinding (Mengacu Kepmenkes No.1204 tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Rumah Sakit
4. Pintu/jendela :
• Pintu harus cukup tinggi minimal 270 cm dan lebar minimal 120 cm.
• Khusus pintu darurat menggunakan pegangan panik (panic handle), penutup pintu
otomatis (automatic door closer) dan membuka ke arah tangga darurat/arah evakuasi
• Khusus ruang operasi, pintu terdiri dari dua daun, mudah dibuka tetapi harus dapat
6. Ventilasi
• Pemasangan ventilasi alamiah dapat memberikan sirkulasi udara yang cukup, luas
minimum 15% dari luas lantai.
• Ventilasi mekanik disesuaikan dengan peruntukan ruangan, untuk ruang operasi
kombinasi antara fan, exhauster dan AC harus dapat memberikan sirkulasi udara
dengan tekanan positif.
• Ventilasi AC dilengkapi dengan filter bakteri.
7. Atap
• Atap kuat, tidak bocor, tidak menjadi perindukan serangga, tikus dan binatang
pengganggu lain.
• Atap dengan ketinggian lebih dari 10 meter harus menggunakan penangkal
petir.
8. Sanitasi
• Closet, urinoir, wastafel dan bak mandi dari bahan kualitas baik, utuh dan tidak cacat,
serta mudah dibersihkan.
• Urinoir dipasang/ditempel pada dinding, kuat, berfungsi dengan baik.
• Wastafel dipasang rata, tegak lurus dinding, kuat, tidak menimbulkan bau, dilengkapi
desinfektan dan dilengkapi tisu yang dapat dibuang (disposable tissues).
• Bak mandi tidak berujung lancip, tidak menjadi sarang nyamuk dan mudah
dibersihkan.
• Indek perbandingan jumlah tempat tidur pasien dengan jumlah toilet dan kamar mandi
10:1.
• Indek perbandingan jumlah pekerja dengan jumlah toiletnya dan kamar mandi 20:1.
• Air untuk keperluan sanitair seperti mandi, cuci, urinoir, wastafel, closet, keluar
dengan lancar dan jumlahnya cukup.
9. Air bersih
15
• Kapasitas reservoir sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit (250-500
liter/tempat tidur).
• Sistem penyediaan air bersih menggunakan jaringan PAM atau sumur
dalam (artesis).
• Air bersih dilakukan pemeriksaan fisik, kimia dan biologi setiap 6 bulan sekali.
• Sumber air bersih dimungkinkan dapat digunakan sebagai sumber air dalam
penanggulangan kebakaran.
17
Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa rumah sakit
kelas B mempunyai Kapasitas daya listrik ± 1 MVA (1000 KVA)
• Kapasitas dan instalasi listrik terpasang memenuhi standar PUIL.
• Untuk kamar bedah, ICU menggunakan catu daya khusus dengan sistem catu daya
cadangan otomatis dua lapis (generator dan UPS/Uninteruptable Power Supply).
• Harus tersedia ruang UPS minimal 2 x 3 m2 (sesuai kebutuhan) dan diberi pendingin
ruangan.
Kapasitas UPS disesuaikan dengan kebutuhan.
• Kapasitas generator (Gen set) disediakan minimal 40% dari daya terpasang dan
dilengkapi AMF dan ATS system.
• Grounding System harus terpisah antara grounding panel gedung dan panel alat. Nilai
grounding peralatan tidak boleh kurang dari 0,2 Ohm.
19
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Rumah Sakit merupakan salah satu tempat kerja, yang wajib melaksanakan Program
K3RS yang bermanfaat baik bagi SDM Rumah Sakit, pasien, pengunjung/pengantar pasien,
maupun bagi masyarakat di lingkungan sekitar Rumah Sakit.
Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai komponen yang
ada di Rumah Sakit. Hal tersebut dapat berjalan dengan baik jika seluruh komponen rumah
sakit, mulai dari pimpinan sanpai dengan staf pelaksana mempunyai komitmen, pemahaman,
20
perhatian dan kesadaran, yang menjadi budaya dalam melaksanakan kesehatan dan keselamatan
kerja di rumah sakit.
Pelayanan K3RS sampai saat ini dirasakan belum maksimal. Hal ini dikarenakan masih
banyak Rumah Sakit yang belum menerapkan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (SMK3).
Adapun standar pelayanan K3RS yang perlu diberikan adalah sebagai berikut:
A. Program Pelayanan Kesehatan
1. Pemeriksaan Kesehatan Karyawan
a. Melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja bagi SDM Rumah Sakit :
• Pemeriksaan fisik lengkap;
• Kesegaran jasmani;
• Rontgen paru-paru (bilamana mungkin);
• Laboratorium rutin;
• Pemeriksaan lain yang dianggap perlu;
• Pemeriksaan yang sesuai kebutuhan guna mencegah bahaya yang
diperkirakan timbul, khususnya untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu.
21
2. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik SDM Rumah
Sakit
• Pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk
SDM Rumah Sakit yang dinasnmalam, petugas radiologi, petugas lab, petugas
kesling dll
• Pemberian imunisasi bagi SDM Rumah Sakit;
• Olah raga, senam kesehatan dan rekreasi;
• Pembinaan mental/rohani.
4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi SDM Rumah Sakit yang
menderita sakit
• Memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh SDM Rumah Sakit.
B. Standar Keselamatan
• Memberikan pengobatan dan menanggung biaya pengobatan untuk SDM Rumah Sakit
yang terkena Penyakit Akibat Kerja (PAK)
• Menindak lanjuti hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan
pemeriksaan kesehatan khusus
• Melakukan upaya rehabilitasi sesuai penyakit terkait.
5. Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mengenai
penularan infeksi terhadap SDM Rumah Sakit dan pasien.
• Pertemuan koordinasi
• Pembahasan kasus
• Penanggulangan kejadian infeksi nosokomial
22
6. Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja
• Melakukan pemetaan (mapping) tempat kerja untuk mengidentifikasi jenis bahaya dan
besarnya risiko
• Melakukan identifikasi SDM Rumah Sakit berdasarkan jenis
pekerjaannya, lama pajanan dan dosis pajanan
• Melakukan analisa hasil pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus
• Melakukan tindak lanjut analisa pemeriksaan kesehatan berkala dan
khusus. (dirujuk ke spesialis terkait, rotasi kerja, merekomendasikan
pemberian istirahat kerja)
• Melakukan pemantauan perkembangan kesehatan SDM Rumah Sakit
7. Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan
kesehatan kerja Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial
dan ergonomi).
8. Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan K3RS yang disampaikan kepada
Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja Rumah Sakit
23
• Membuat program pengoperasian, perbaikan, dan pemeliharaan rutin dan berkala
sarana dan prasarana serta peralatan kesehatan dan selanjutnya didokumentasikan
dan dievaluasi secara berkala dan berkesinambungan.
• Peralatan kesehatan meliputi peralatan medis dan nonmedis dan harus memenuhi
standar pelayanan, persyaratan mutu, keamanan, keselamatan dan laik pakai.
• Membuat program pengujian dan kalibrasi peralatan kesehatan, pera -
latan kesehatan harus diuji dan dikalibrasi secara berkala oleh Balai Pengujian
Fasilitas Kesehatan dan/atau institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
• Peralatan kesehatan yang menggunakan sinar pengion harus memenu -
hi memenuhi ketentuan dan harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
• Melengkapi perizinan dan sertifikasi sarana dan prasarana serta perala- latan
kesehatan.
2. Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM Rumah
Sakit
• Melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi terhadap peralatan kerja dan
SDM Rumah Sakit
• Membuat program pelaksanaan kegiatan, mengevaluasi dan mengendalikan risiko
ergonomik.
3. Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
• Manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi
syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial.
• Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, ergono-
nomi dan psikososial secara rutin dan berkala.
• Melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi untuk perbaikan lingkungan
kerja.
4. Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
Manajemen harus menyediakan, memelihara, mengawasi sarana dan prasarana sanitair,
yang memenuhi syarat, meliputi :
• Penyehatan makanan dan minuman
• Penyehatan air
• Penyehatan tempat pencucian
• Penanganan sampah dan limbah
• Pengendalian serangga dan tikus
• Sterilisasi/desinfeksi
24
• Perlindungan radiasi
• Upaya penyuluhan kesehatan lingkungan.
BAB V
PENCATATAN DAN PELAPORAN
26
BAB VI
PENGENDALIAN MUTU
Prinsip dasar upaya peningkatan mutu pelayanan adalah pemilihan aspek yang akan
ditingkatkan dengan menetapkan indikator, kriteria serta standar yang digunakan untuk
mengukur mutu pelayanan Rumah Sakit yaitu :
Defenisi Indikator adalah:
27
Adalah ukuran atau cara mengukur sehingga menunjukkan suatu indikasi. Indikator merupakan
suatu variabel yang digunakan untuk bisa melihat perubahan. Indikator yang baik adalah yang
sensitif tapi juga spesifik.
Kriteria :
Adalah spesifikasi dari indikator.
Standar :
Tingkat performance atau keadaan yang dapat diterima oleh seseorang yang berwenang
dalam situasi tersebut, atau oleh mereka yang bertanggung jawab untuk
mempertahankan tingkat performance atau kondisi tersebut.
Suatu norma atau persetujuan mengenai keadaan atau prestasi yang sangat baik.
Sesuatu ukuran atau patokan untuk mengukur kuantitas, berat, nilai atau mutu.
Dalam melaksanakan upaya peningkatan mutu pelayanan maka harus memperhatikan prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Aspek yang dipilih untuk ditingkatkan
Keprofesian
Efisiensi
Keamanan pasien
Kepuasan pasien
Sarana dan lingkungan fisik
2. Indikator yang dipilih
a. Indikator lebih diutamakan untuk menilai output daripada input dan proses
b. Bersifat umum, yaitu lebih baik indikator untuk situasi dan kelompok daripada untuk
perorangan.
c. Dapat digunakan untuk membandingkan antar daerah dan antar Rumah Sakit
d. Dapat mendorong intervensi sejak tahap awal pada aspek yang dipilih untuk dimonitor
e. Didasarkan pada data yang ada.
3. Kriteria yang digunakan
Kriteria yang digunakan harus dapat diukur dan dihitung untuk dapat menilai indikator,
sehingga dapat sebagai batas yang memisahkan antara mutu baik dan mutu tidak baik.
4. Standar yang digunakan
Standar yang digunakan ditetapkan berdasarkan :
a. Acuan dari berbagai sumber
b. Benchmarking dengan Rumah Sakit yang setara
c. Berdasarkan trend yang menuju kebaikan
28
BAB VII
PENUTUP
Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RS (K3RS) ini merupakan pedoman yang
dipakai sebagai acuan dalam pelaksanaan pengelolaan K3RS dan dapat menggantikan peran
standar K3RS terdahulu yang di kenal dengan Kebakaran, Keselamatan Kerja dan Kewaspadaan
29
Bancana. Standar K3RS sebagai acuan lebih komprehensif karena didalamnya terdapat Standar
Kesehatan Kerja dan Standar Keselamatan Kerja yang mencakup standar penanggulangan
kebakaran dan kewaspadaan terhadap bencana.
Standar K3RS yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1087/MENKES/SK/VIII/2010 diharapkan dapat diterapkan di seluruh Rumah Sakit sebagai
bagian dalam pengelolaan Rumah Sakit dan sebagai salah satu parameter penilaian Akreditasi
Rumah Sakit yang diamanatkan oleh Undang undang no 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Diharapkan dengan dengan adanya standar ini, pembinaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) dapat dilaksanakan dan sebagai pedoman dalam melaksanakan program K3RS yang
lebih baik lagi dan yang selama ini sudah dijalankan oleh Kementerian Kesehatan dapat
ditingkatkan hasilnya. Untuk SDM Rumah Sakit, diharapkan standar ini dapat membantu
mereka dalam memahami masalah-masalah K3RS dan dapat melakukan upaya-upaya antisipasi
terhadap akibat-akibat yang ditimbulkan sehingga tercapai budaya ”sehat dalam bekerja”.
Tentu saja pedoman ini masih jauh dari sempurna, dan kami mengaharapkan masukan
dari berbagai pihak-pihak terkait guna penyempurnaan dimasa yang akan dating dan atas
kerjasama dari berbagai pihak kami mengucapkan terima kasih.
30