Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan Ektopik Terganggu
1. DEFINISI
Kehamilan ektopik adalah semua kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
divertikel pada uterus. Kehamilan ektopik dapat dibagi dalam beberapa golongan 7
Tuba Fallopii
Uterus (diluar endometrium kavum uterus)
Ovarium
Intraligamenter
Abdominal
Kombinasi kehamilan didalam dan diluar uterus
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi di
Tuba (
97% ), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus, dan 17 % di
fimbriae. Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter,
1
Ada beberapa pendapat yang menggolongkan kehamilan ektrauterin, namun
pendapat ini tidaklah tepat karena kehamilan di kornu, servik uterus termasuk dalam
kehamilan ektopik. 4
2
2. ETIOLOGI
Etiologi kehamilan ektopik telah banyak diselidiki, namun sebagian besar
penyebabnya masih tidak diketahui. Pada tiap kehamilan akan dimulai dengan
pembuahan didalam ampulla tuba, dan dalam perjalanan kedalam uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih berada di tuba, atau nidasinya
di tuba dipermudah. Resiko terjadinya kehamilan ektopik ini meningkat dengan
adanya beberapa factor, termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES),
penggunaan IUD, dan fertilisasi in vitro pada penyakit tuba. Faktor-faktor ini mungkin
berbagi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme anatomis, fungsional,
atau keduanya. Pastinya, sangat sulit untuk menilai penyebab dari implantasi ektopik
3
yang tidak sempurna.
4
Tempat keluar ovum pada ovulasi di ovarium juga disinyalir mempunyai peran dalam
kehamilan ektopik. Ovulasi yang berasal dari arah kontralateral dari ovarium telah
dianggap sebagai penyebab dari terlambatnya transport blastokist, dan oleh Breen,
dilaporkan bahwa ovulasi dari arah kontralateral ditemukan pada sepertiga dari gestasi
tuba yang diobati dengan laparatomi. Bagaimanapun juga, Saito dkk. mengamati
bahwa bagian dari tuba dimana terjadi implantasi pada wanita dengan kehamilan
ektopik adalah sama pada apakah korpus luteum berada di ipsilateral atau
kontralateral. Jika transmigrasi adalah salah satu faktor, hipotesis dari mereka adalah
ada banyak insiden terjadinya kehamilan di distal tuba dengan ovulasi dari
semula serta tidak menimbulkan bahaya atau mudarat bagi yang bersangkutan 10.
3. PATOFISIOLOGI
Kebanyakan dari kehamilan ektopik berlokasi di tuba fallopii. Tempat yang paling
umum terjadi adalah pada pars ampullaris, sekitar 80 %. Kemudian berturut-turut
adalah isthmus (12%), fimbriae (5%), dan bagian kornu dan daerah intersisial tuba
(2%), dan seperti yang disebut pada bagian diatas, kehamilan ektopik non tuba sangat
jarang. Kehamilan pada daerah intersisial sering berhubungan dengan kesakitan yang
berat, karena baru mengeluarkan gejala yang muncul lebih lama dari tipe yang lain,
dan sulit di diagnosis, dan biasanya menghasilkan perdarahan yang sangat banyak bila
terjadi rupture.8
6
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan
halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya
telur mati secara dini dan diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur
bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur
dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor,
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang
terjadi oleh invasi trofoblas. Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari
korpus luteum gravidatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan
endometrium dapat pula berubah menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-
perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel
membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak
teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-kadang
ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik
4.
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam
tuba.
Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi,
tidak mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar
kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu.
membentuk hematosalping 6.
3. Ruptur tuba
Penyusupan, dan perluasan hasil konsepsi dapat mengakibatkan rupture pada
saluran lahir pada beberapa tempat. Sebelum metode pengukuran kadar korionik
gonadotropin tersedia, banyak kasus kehamilan tuba berakhir pada trimester pertama
oleh rupture intraperitoneal. Pada kejadian ini lebih sering terjadi bila ovum
berimplantasi pada isthmus dan biasanya muncul pada kehamilan muda, sedangkan
bila berimplantasi di pars intersisialis, maka muncul pada kehamilan yang lebih
lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus
8
Gambar 1.3. Ruptur tuba
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari
trofoblas, akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi
diarah ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup
terus, terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin
dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil
konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak mati dan meninggal karena
perdarahan, nasib janin bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya
kehamilan. Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila
besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati
dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh,
kemungkinan tumbuh terus dalam rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan
abdominal sekunder 8.
4. GAMBARAN KLINIK
9
Pada wanita dengan faktor resiko untuk kehamilan ektopik, dengan penggunaan tes
hormonal awal dan sonografi vagina, sekarang dimungkinkan untuk menegakkan
diagnosis dari kehamilan ektopik sebelum keluar gejala. Namun, bila umur gestasi
sudah meningkat dan perdarahan intraperitoneal muncul karena keluarnya dari dari
fimbriae atau ruptur, maka dapat timbul gejala. Bila memang terjadi kehamilan
ektopik namun belum muncul gejala, maka kita sebut kehamilan ektopik belum
terganggu 1.
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen,
amenore, dan
perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama.
Namun sayangnya, hanya 50% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang
menampilkan gejala-gejala tersebut secara khas. Pasien yang lain mungkin muncul
gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa kehamilan awal termasuk mual, lelah,
nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat disparenu baru-baru ini. Sedangkan
gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti tersebut diatas, dapat berbeda-
beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk mendiagnosisnya. 7
Pada pemeriksaan fisik harus difokuskan pada tanda vital dan pemeriksaan
abdomen dan
pelvik. Hipotensi dan takikardi yang dapat terjadi akibat perdarahan banyak akibat
ruptur tuba tidak dapat memperkirakan adanya kehamilan ektopik walau tanda itu
menunjukkan perlunya resusitasi segera, bahkan faktanya kedua hal tersebut lebih khas
pada komplikasi kehamilan intrauterin. Lebih jauh lagi, tanda vital yang normal tidak
dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Pada pemeriksaan dalam, dapat
teraba kavum douglas yang menonjol dan terdapat nyeri gerakan serviks. Adanya
tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau bilateral
abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan ektopik dan
merupakan temuan yang bermakna. Disisi yang lain, ketidakadaan tanda dan gejala ini
tidak menyingkirkan kehamilan ektopik. Terabanya massa adneksa juga tidak dapat
memperkirakan kehamilan ektopik secara tepat. Dalam penelitian ini massa adneksa
hanya muncul kurang dari 10% pada pasien yang di diagnosis dengan kehamilan
ektopik. Satu yang harus diingat juga adalah pemeriksaan pelvik benar-benar
normal pada kira-kira 10% pasien dengan kehamilan ektopik. Kesimpulannya,
beberapa riwayat dan penemuan pemeriksaan fisik menngkatkan kecurigaan terhadap
kehamilan ektopik. Untuk itu, bagaimanapun juga, tidak ada kombinasi penemuan
10
yang boleh dianggap oleh seorang dokter di ruang gawat darurat yang menyimpulkan
6. Kehamilan
Interstisial
Kehamilan pada pars interstisialis tuba fallopii.
7. Kehmailan
Intraligamenter
Pertumbuhan janin dan plasenta diantara lipatan ligamentum latum, setelah
rupturnya kehamilan tuba melalui dasar dari tuba fallopii.
8. Kehamilan
Ismik
Gestasi pada pars ismikus tuba fallopii.
9. Kehamilan
Ovarial
Bentuk yang jarang dari kehamilan ektopik dimana blastolisis berimplantasi pada
permuka an ovarium.
10. Kehamilan
Tuba
Kehamilan ektopik pada setiap bagian dari tuba fallopii.
11
5. DIAGNOSIS
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu
sehingga menimbulkan gejala. Dalam menegakkan diagnosis, dengan anamnesis
yang teliti dapat dipikirkan kemungkinan adanya kehamilan ektopik, namun untuk
menegakkan diagnosis pasti harus dibantu dengan pemeriksaan fisik yang cermat
dan dibantu dengan alat bantu diagnostik. Sekarang ini, peran alat bantu diagnostik
sangatlah penting, dan sudah merupakan sesuatu yang harus dilakukan,apabila
hanya terlihat perut bagian bawah yang sedikit menggembung dan nyeri tekan.2
13
Gambar 1.4. Jalur yang digunakan untuk mendiagnosis suspek kehamilan ektopik
.
14
Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda kehamilan muda.
Perabaan serviks dan gerakkannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat diraba, maka
akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri
raba yang menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang terdapat suhu yang
16
uterus, hampir pasti kehamilan ektopik. Tapi, teknik ini tidak berguna secara klinik,
karena banyak wanita (90%) dengan kehamilan ektopik mempunyai level hCG yang
jauh dibawah nilai diatas.
Perkembangan alat dengan transduser transvaginal dengan frekuensi 5.0 sampai 7.0
MHz, lebih mampu melihat lebih tepat organ pelvis pada awal kehamilan
dibandingkan transabdominal. Dengan alat ini biasanya mungkin bisa untuk
mengidentifikasi kantong gestasi intrauterine saat kadar hCG mencapai 1500 mIU/ml
dan selalu bila kadar hCG sudah mencapai 2000 mIU/ml pada sekitar 5 atau 6 minggu
setelah haid terakhir. Karena kombinasi kehamilan intrauterine dan ekstrauterin
hampir merupakan kejadian yang jarang, maka penemuan kantong gestasi intrauterine
hampir selalu dapat menyingkirkan adanya kehamilan ektopik. Bila kantong gestasi
tidak ditemukan dan kadar hCG lebih
Gambar 1.6. Langkah yang digunakan untuk mendiagnosa suspek kehamilan ektopik
menggunakan USG transvaginal.
Dari 1500 mIU/ml, lebih mungkin terjadi kehamilan patologis, apakah itu
kehamilan ektopik, atau suatu gestasi intrauterine tidak viable, dan harus dipikirkan
kemungkinannya. Biasanya massa adneksa dan/atau struktur yang menyerupai kantong
gestasi dapat dikenali pada saluran telur saat kehamilan ektopik muncul yang
17
Gambar 1.7. Gambaran USG kehamilan ektopik
19
Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau
serum kadar progesterone kurang dari 5 ng/ml dan tidak ada kantong gestasi
interauterin yang terlihat denga transvaginal USG, kuretase kavum endometrial
dengan pemeriksaan histologi pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku
bila mau, dapat dikerjakan untuk menentukan apakah ada jaringan gestasi.
Spandorfer dkk. melaporkan bahwa potong beku 93
% akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi koriales yang
terlihat pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dibuat
dan dilakukan tindakan.
Kuldosentesis
Sebelum adanya perkembangan dari sonografi pelvis, terutama transvaginal,
kuldosentesis merupakan salah satu alat bantu diagnosis yang penting untuk mengenali
kehamilan ektopik. Penemuan hasil darah yang tidak membeku pada kuldosentesis dan
terutama bila hematokrit lebih dari 15 % adalah bantuan yang amat berguna 8.
Laparaskopi
Diagnosis definitif dari kehamilan ektopik dapat hampir selalu ditegakkan dengan
melihat organ pelvis secara langsung melalui laparaskopi. Namun, dengan adanya
hemoperitoneum, adhesi, atau kegemukan dapat menjadi penyulit dari laparaskopi.
Dalam penelitian ini didapatkan ada 4 dari 166 kehamilan ektopik yang tidak dapat
dilihat oleh laparaskopis karena hal diatas, sehingga ada kemungkinan 2-5 % terjadi
false-positif atau false-negatif.
6. PENATALAKSANAAN
Ada banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu
terapi bedah dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa
20
dilakukan pada pasien yang tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya
rupture atau ketidakstabilan hemodinamik. Namun pada pilihan ini pasien harus
bersedian diawasi secara lebih ketat dan
21
sering dan harus menunjukkan perkembangan yang baik. Pasien juga harus menerima
A. TERAPI BEDAH
Sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik akan membutuhkan tindakan
bedah. Tindakan bedah ini dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif ( biasanya
salpingotomi ) dan tindakan itu dilakukan dengan jalan laparaskopi atau laparatomi.
Laparatomi merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik
tidak stabil, operator yang tidak terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan
untuk melakukan laparaskopi kurang, atau ada hambatan teknik untuk melakukan
laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini membutuhkan salpingektomi karena
kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja salpingotomi dapat
dilakukan. Pada pasien kehamilan ektopik yang hemodinamiknya stabil dan
dikerjakan salpingotomi dapat dilakukan dengan teknik laparaskopi. Salpingotomi
laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil ektopik yang belum rupture dan
besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang terlihat komplit melalui
laparaskop.
Gambar 1.8. Terapi bedah menggunakan tehnik laparatomi pada kehamilan ektopik
23
trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan
Tuba kanan yang membesar karena terdapat kehamilan ektopik ada disebelah kanan
di E. Tuba kiri yang tersumbat terlihat pada L- wanita ini pernah dilakukan ligasi tuba.
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total
salpingektomi laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit
tuba yang masih ada dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik.
24
Komplikasi bedah yang paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %)
dan pengangkatan jaringan trofoblastik yang
25
tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi sebagai
B. TERAPI OBAT
Diagnosis dini yang telah dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan
obat- obatan memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan
bedah beserta segala resiko yang mengikutinya, mempertahankan patensi dan fungsi
tuba, dan biaya yang lebih murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa
hiperosmolar, urea, zat sitotoksik ( misl: methotrexate dan actinomycin ),
prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan dibahas lebih jauh mengenai
alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan ulkus peptik 4.
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis
asam
folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan
methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil
laboratorium darah yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati.
Methotrexate diberikan dalam dosis tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan
menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke 1,3,5,7 ditambah Leukoverin
0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian methotrexate yang berhasil,
β-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata- rata antara 14 dan 21 hari.
Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG, kemungkinan ada massa ektopik
26
7. DIAGNOSIS BANDING
1. Salpingitis
Terjadi pembengkakan dan pembesaran tuba bilateral, demam tinggi dan tes
kehamilan negatif. Dapat ditemukan getah serviks yang purulen.
2. Abortus (imminens atau inkomplitus)
Gejala klinik yang dominan adalah perdarahan, umumnya terjadi sebelum ada nyeri
perut. Perdarahan berwarna merah, bukan coklat tua seperti pada kehamilan
ektopik. Nyeri perut umumnya bersifat kolik dan kejang (kram). Uterus membesar
dan lembek, terdapat dilatasi serviks. Hasil konsepsi dapat dikenali dari
pemeriksaan vagina.
3. Appendisitis
Daerah yang lunak terletak lebih tinggi dan terlokalisir di fossa iliaka kanan. Bisa
ditemukan pembengkakkan bila ada abses apendiks, namun tidak terletak dalam di
pelvis seperti pada pembengkakan tuba. Demam lebih tinggi dan pasien terlihat
sakit berat. Tes kehamilan menunjukkan hasil negatif.
4. Torsio kista ovarium
Teraba massa yang terpisah dari uterus, sedangkan kehamilan tuba umumnya
terasa menempel pada uterus. Perut lunak dan mungkin terdapat demam akibat
perdarahan intraperitoneal. Tanda dan gejala kehamilan mungkin tidak ditemukan
namun ada riwayat serangan nyeri berulang yang menghilang dengan sendirinya.
5. Ruptur korpus luteum
Sangat sulit dibedakan dengan kehamilan tuba, namun ruptur korpus luteum sangat
jarang ditemukan.
8. PROGNOSIS
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan
terlambat, maka angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan
ektopik biasanya akan mati dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada
tempat dimana ia seharusnya tumbuh.
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik
yang berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada
27
sekarang, kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali membesar, namun ini harus
didukung kemampuan untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi
secepatnya. 2
28
DAFTAR PUSTAKA
29
13. Wiknjosastro, Hanifa. 2000. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah
Kebidanan edisi pertama. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Jakarta..hal 198-210.
30