Ensiklik LAODATO SI - Indonesia PDF
Ensiklik LAODATO SI - Indonesia PDF
Ensiklik LAODATO SI - Indonesia PDF
LAUDATO SI‘
PAUS FRANSISKUS
~ TENTANG PERAWATAN RUMAH KITA BERSAMA ~
PENERBIT OBOR
Anggota IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia)
Anggota SEKSAMA (Sekretarian Bersama Penerbit Katolik Indonesia)
GRATIS
BOLEH DIUNDUH. TIDAK UNTUK DIPERDAGANGKAN
CONTENTS
CATATAN PENERJEMAH............................................ vi
PENGANTAR.................................................................. 1
Tidak ada sesuatu di dunia ini yang tidak kita hiraukan........... 2
Dipersatukan oleh keprihatinan yang sama .............................. 5
Santo Fransiskus dari Assisi........................................................ 7
Seruan Saya .............................................................................. 10
~ BAB SATU ~
APA YANG TERJADI DENGAN RUMAH KITA ...... 15
I. POLUSI DAN PERUBAHAN IKLIM ...................................... 16
Polusi, limbah, dan budaya buang sampah ............................. 16
Iklim sebagai kesejahteraan umum .......................................... 18
II. MASALAH AIR ......................................................................... 22
III. HILANGNYA KEANEKARAGAMAN HAYATI ................... 24
IV. PENURUNAN KUALITAS HIDUP MANUSIA DAN
KEMEROSOTAN SOSIAL ........................................................ 31
V. KETIMPANGAN GLOBAL....................................................... 33
VI. TANGGAPAN-TANGGAPAN YANG LEMAH .................... 39
VII. KERAGAMAN PENDAPAT .................................................... 43
~ BAB DUA ~
KABAR BAIK PENCIPTAAN ..................................... 46
I. CAHAYA YANG DITAWARKAN IMAN................................ 46
II. HIKMAT CERITA-CERITA ALKITAB .................................. 47
III. MISTERI ALAM SEMESTA ..................................................... 57
IV. PESAN SETIAP MAKHLUK DALAM HARMONI
SELURUH CIPTAAN ................................................................ 63
V. PERSEKUTUAN UNIVERSAL ................................................ 67
VI. TUJUAN UMUM HARTA BENDA ......................................... 70
VII. TATAPAN YESUS ...................................................................... 73
~ BAB TIGA ~
AKAR MANUSIAWI KRISIS EKOLOGIS .................. 78
I. TEKNOLOGI: KREATIVITAS DAN KUASA ........................ 78
II. GLOBALISASI PARADIGMA TEKNOKRATIS.................... 81
III. KRISIS DAN EFEK ANTROPOSENTRISME MODERN .... 89
Relativisme praktis .................................................................... 93
Kebutuhan untuk melestarikan pekerjaan ............................... 95
Teknologi biologis yang baru .................................................... 99
~ BAB EMPAT ~
EKOLOGI YANG INTEGRAL ................................... 106
I. EKOLOGI LINGKUNGAN, EKONOMI DAN SOSIAL ..... 106
II. EKOLOGI BUDAYA ................................................................ 110
III. EKOLOGI HIDUP SEHARI-HARI ....................................... 113
IV. PRINSIP KESEJAHTERAAN UMUM................................... 118
V. KEADILAN ANTARGENERASI ........................................... 120
~ BAB LIMA ~
BEBERAPA PEDOMAN UNTUK ORIENTASI
DAN AKSI ................................................................... 124
I. DIALOG TENTANG LINGKUNGAN DALAM
POLITIK INTERNASIONAL ................................................. 124
II. DIALOG UNTUK KEBIJAKAN BARU NASIONAL
DAN LOKAL ............................................................................ 132
iv
III. DIALOG DAN TRANSPARANSI DALAM
PENGAMBILAN KEPUTUSAN ........................................... 136
IV. POLITIK DAN EKONOMI DALAM DIALOG
UNTUK PEMENUHAN MANUSIA ..................................... 140
V. AGAMA-AGAMA DALAM DIALOG DENGAN ILMU ... 148
~ BAB ENAM ~
PENDIDIKAN DAN SPIRITUALITAS
EKOLOGIS .................................................................. 152
I. MENUJU GAYA HIDUP YANG BARU ................................ 152
II. PENDIDIKAN UNTUK PERJANJIAN ANTARA
MANUSIA DAN LINGKUNGAN ......................................... 156
III. PERTOBATAN EKOLOGIS ................................................... 161
IV. KEGEMBIRAAN DAN DAMAI ............................................ 165
V. CINTA DALAM BIDANG SIPIL DAN POLITIK ............... 169
VI. TANDA–TANDA SAKRAMENTAL DAN ISTIRAHAT
YANG DIRAYAKAN ............................................................... 172
VII. ALLAH TRITUNGGAL DAN HUBUNGAN
ANTARA MAKHLUK ............................................................ 177
VIII. RATU SELURUH DUNIA CIPTAAN.................................. 179
IX. MELAMPAUI MATAHARI..................................................... 180
Doa untuk bumi kita ............................................................... 181
Doa Umat Kristen bersama semua makhluk ......................... 183
v
CATATAN PENERJEMAH
Pada tanggal 18 Juni 2015 Ensiklik Laudato Si’ diter
bitkan dalam delapan bahasa serentak (Italia, Jerman,
Inggris, Spanyol, Prancis, Polandia, Portu, dan Arab).
Setelah mengunduh kelima versi yang pertama dan mulai
membaca, timbullah keinginan untuk segera mener je
mahkannya. Terjalinlah kerja sama dengan OBOR, yang
akan menerbitkannya secara digital hingga dapat diunduh
dengan mudah oleh banyak orang.
Penerjemahan Laudato Si’ ini saya lakukan sebagai
ucapan syukur kepada Sang Pencipta langit dan bumi, dan
sebagai ungkapan rasa hormat pada Paus Fransiskus yang
mengundang semua manusia kepada suatu dialog tentang
masa depan rumah kita bersama. Dalam pekerjaan ini
saya digerakkan oleh semangat Santo Fransiskus Assisi
yang memberi inspirasi bagi hidup saya sebagai seorang
fransiskan. Terjemahan ini saya kerjakan pula sebagai wu
jud komitmen kepada Madre Terra, Ibu Pertiwi, Ibu Bumi.
Ketika mulai menerjemahkan Laudato Si’ kita segera
dihadapkan dengan suatu keputusan yang harus diambil.
Versi mana yang dijadikan dasar utama? Pilihan saya jatuh
ke versi Prancis yang dari segi bentuk bahasa umumnya sa
ngat dekat dengan versi Italia, Spanyol, dan Jerman. Versi
Inggris, kalau kita perhatikan, menggunakan bentuk bahasa
yang ada kalanya cukup berbeda: lebih menyapa pembaca
(‘kita’), membongkar kalimat panjang, menggunakan ung
kapan alternatif yang tampak lebih lazim di dunia Anglo-
Saxon, memperlunak nada kritis, dan sering menggunakan
idiom Inggris yang tak mudah diterjemahkan.
Versi Inggris itu memang enak dibaca, tetapi karena
agak bebas dan idiomatis, dan melewati detail dan nuansa
yang ditemukan sejajar dalam beberapa versi lain, kurang
cocok untuk dijadikan teks dasar utama untuk terjemahan.
Sementara memilih versi Prancis sebagai dasar utama
untuk terjemahan Indonesia ini, versi Jerman dan Italia
terus digunakan sebagai pembanding. Akan tetapi, bila
suatu kalimat agak kompleks atau sulit diungkapkan dalam
bahasa Indonesia, selalu diperhatikan pula jalan keluar yang
diusulkan oleh versi Inggris.
Edisi Bahasa Indonesia ini mungkin masih jauh dari
sempurna, namun diharapkan dapat membantu banyak
pihak untuk lebih memahami dan segera menanggapi
ajakan Paus Fransiskus yang prihatin atas situasi bumi dan
dunia ciptaan Allah saat ini. Terima kasih kepada pembaca
yang mau memberi usulan perbaikan terjemahan. Dan nanti
masih akan ada edisi hard copy yang dengan teliti sedang
dipersiapkan dan akan diterbitkan oleh Dokpen KWI.
Beberapa catatan khusus terkait dengan edisi Bahasa
Indonesia ini:
1. Kata yang bermakna jamak (misalnya, ‘cities’
dalam bahasa Inggris) yang harfiah diterjemahkan
dengan pengulangan kata (‘kota-kota’), tidak akan
diterjemahkan dengan memakai pengulangan itu
kalau dari kalimat sendiri sudah cukup jelas bahwa
maksudnya jamak atau umum. Juga dilakukan
penghematan kata ‘sebuah’, ‘sesuatu’, ‘itu’, dan lain-lain
sebagai terjemahan kata sandang dalam bahasa asing.
2. Kutipan Alkitab diambil dari Alkitab TB LAI/LBI
(dengan memerhatikan juga revisi terjemahan yang
vii
sedang berlangsung, khususnya untuk Deuterokano
nika, yang belum terbit). Nama kitab ditulis lengkap
demi pembaca yang tidak terbiasa dengan singkatan.
3. Kutipan dari Dokumen Gereja yang sudah ada terje
mahannya dalam bahasa Indonesia, misalnya dari
Evangelii Gaudium, Centesimus Annus, Lumen Fidei,
diambil dari Seri Dokumen Gereja Dokpen KWI,
sejauh tersedia di tempat terpencil saya. Untuk kutipan
lain hendaknya ditunggu ketelitian hardcopy Dokpen
KWI nanti.
4. Terjemahan semua kutipan dari tulisan Fransiskus
dari Assisi diambil dari terbitan resmi dalam bahasa
Indonesia. Lihat catatan kaki.
5. Dalam menerjemahkan beberapa kutipan dari pe
ngarang lain diusahakan untuk bertolak dari versi
aslinya; misalnya kutipan dari Guardini diterjemahkan
dari Laudato Si’ versi Jerman, kutipan dari Yohanes
dari Salib dari versi Spanyol.
Penerjemah
Martin Harun, OFM
viii
PENGANTAR
2
mencengangkan, bila tidak disertai dengan perkembang
an sosial dan moral yang otentik, akhirnya akan berbalik
melawan manusia”.3
5. Paus St. Yohanes Paulus II menjadi semakin khawatir
akan masalah ini. Dalam ensikliknya yang pertama ia
memberi peringatan bahwa manusia tampaknya sering
“tidak melihat makna lain dari lingkungan alam selain
apa yang berguna untuk segera dipakai dan dikonsumsi”.4
Selanjutnya, ia menyerukan pertobatan ekologis global.5
Pada saat yang sama, ia mencatat bahwa hampir tak
ada usaha untuk “mengamankan kondisi-kondisi moril
lingkungan manusiawi”.6 Penghancuran lingkungan ma
nusia merupakan perkara sangat berat, bukan hanya karena
Allah telah mempercayakan dunia kepada manusia, tetapi
karena hidup manusia itu sendiri merupakan hadiah yang
harus dilindungi dari berbagai bentuk degradasi. Setiap
upaya untuk melindungi dan memperbaiki dunia kita
memerlukan perubahan besar dalam “gaya hidup, dalam pola
produksi dan konsumsi, begitu juga dalam sistem maupun
struktur pemerintahan yang sudah baku, yang sekarang
ini menguasai masyarakat”7 Pengembangan manusia yang
otentik memiliki sifat moral. Ini mengandaikan peng
hormatan penuh terhadap pribadi manusia, tetapi juga
3 Pidato kepada FAO pada HUT ke-25 Lembaga itu (16 November 1970), 4:
AAS 62 (1970), 833.
4 Ensiklik Redemptor Hominis (Penebus Manusia; 4 Maret 1979), 15: AAS 71
(1979), 287.
5 Bdk. Katekese (17 Januari 2001), 4: Insegnamenti 41/1 (2001), 179.
6 Ensiklik Centesimus Annus (1 Mei 1991), 38: AAS 83 (1991), 841; (Ulang
Tahun Keseratus), Jakarta: DokPen KWI, 1991, hlm. 52.
7 Ibid , 58:. AAS 83 (1991), hlm. 863; KWI, hlm. 75.
3
harus peduli terhadap dunia di sekitar kita dan “memper
timbangkan sifat setiap makhluk dan hubungan satu sama
lain dalam suatu sistem yang tertata”.8 Dengan demikian,
kemampuan manusia untuk mengubah realitas harus
dilakukan berdasarkan semua yang telah diberikan Allah
sejak semula.9
4
itu kebebasan manusia tak terbatas. Kita telah melupakan
bahwa “manusia bukan hanya kebebasan yang ia ciptakan
untuk dirinya sendiri. Manusia tidak menciptakan dirinya
sendiri. Dia adalah roh dan kehendak, tetapi juga alam”.12
Dengan kepedulian seorang bapa, Benediktus mendesak
kita untuk menyadari bahwa dunia ciptaan dirugikan “di
mana kita sendiri memiliki kata terakhir, di mana semuanya
hanya milik kita yang kita gunakan untuk diri kita sendiri
saja. Penyalahgunaan ciptaan dimulai ketika kita tidak lagi
mengakui yang lebih tinggi daripada diri kita sendiri, ketika
kita tidak melihat apa pun kecuali diri kita sendiri”.13
12 Pidato kepada Bundestag, Berlin (22 September 2011): AAS 103 (2011), 664.
13 Pidato untuk Klerus dari Keuskupan Bolzano-Bressanone (6 Agustus 2008):
AAS 100 (2008), 634.
5
kita memperlakukan planet ini, “Sekecil apa pun keru
sakan ekologis yang kita timbulkan”, kita dipanggil untuk
mengakui “kontribusi kita, kecil atau besar, terhadap luka-
luka dan kerusakan alam ciptaan”.14 Ia sudah berulang kali
menyatakan hal ini dengan tegas dan meyakinkan, sambil
menantang kita untuk mengakui dosa-dosa kita terhadap
dunia ciptaan: “Bila manusia menghancurkan keane ka
ragaman hayati ciptaan Tuhan; bila manusia mengurangi
keutuhan bumi ketika menyebabkan perubahan iklim,
menggunduli bumi dari hutan alamnya atau menghancur
kan lahan-lahan basahnya; bila manusia mencemari air,
tanah, udara, dan lingkungan hidupnya—semua ini adalah
dosa”.15 Sebab “kejahatan terhadap alam adalah dosa ter
hadap diri kita sendiri dan dosa terhadap Allah”.16
9. Pada saat yang sama, Bartolomeus tertarik pada akar
etis dan spiritual masalah lingkungan, yang mengharus
kan kita mencari solusi tidak hanya dalam teknologi tetapi
dalam perubahan manusia; kalau tidak, kita akan mena
ngani gejala-gejalanya saja. Ia minta kita untuk mengganti
konsumsi dengan pengorbanan, keserakahan dengan ke
murahan hati, pemborosan dengan semangat berbagi,
sebuah asketisme yang “berarti belajar untuk memberi, dan
tidak hanya berpantang. Inilah cara mencintai, bergerak
secara bertahap dari apa yang saya inginkan menuju apa
6
yang dibutuhkan dunia Allah. Inilah pembebasan dari
rasa takut, keserakahan dan ketagihan”.17 Sebagai orang
Kristen, kita juga dipanggil “untuk menerima dunia sebagai
sakramen persekutuan, sebagai cara berbagi dengan Allah
dan sesama kita pada skala global. Dengan rendah hati kita
yakin bahwa yang ilahi dan yang manusiawi bertemu dalam
detil terkecil tenunan halus ciptaan Allah, dalam setitik
debu di planet kita”.18
7
alam, keadilan bagi kaum miskin, komitmen kepada masya
rakat, dan kedamaian batin.
19 Thomas dari Celano, The Life of Saint Francis, I, 29, 81: in Francis of Assisi:
Early Documents, vol. 1, New York-London-Manila 1999, 251.
20 Legenda Maior, VIII, 6, in Francis of Assisi: Early Documents, vol. 2, New
York-London-Manila, 2000, 590.
8
alam dan lingkungan tanpa keterbukaan untuk kagum
dan heran, jika kita tidak lagi berbicara dengan bahasa
persaudaraan dan keindahan dalam hubungan kita dengan
dunia, kita akan bersikap seperti tuan, konsumen, pengisap
sumber daya, hingga tidak mampu menetapkan batas-batas
kebutuhan yang mendesak. Sebaliknya, jika kita merasa
intim bersatu dengan semua yang ada, maka kesahajaan dan
kepedulian akan timbul secara spontan. Kemiskinan dan
kesederhanaan dari Santo Fransiskus bukanlah asketisme
yang hanya lahiriah, tetapi sesuatu yang jauh lebih radikal:
ia menolak mengubah realitas menjadi objek yang hanya
untuk digunakan dan dikendalikan.
21 Bdk. Thomas dari Celano, The Remembrance of Desire of Soul, II, 124, 165, in
Francis dari Assisi: Early Documents, vol. 2, New York-London-Manila 2000, 354.
9
menggembirakan untuk direnungkan dengan sukacita dan
pujian.
Seruan Saya
13. Tantangan yang mendesak untuk melindungi rumah
kita bersama mencakup upaya menyatukan seluruh ke
luarga manusia guna mencari bentuk pembangunan ber
kelanjutan dan integral, karena kita tahu bahwa perubahan
itu dimungkinkan. Sang Pencipta tidak meninggalkan kita;
ia tidak pernah meninggalkan rencana kasih-Nya atau
menyesal telah menciptakan kita. Umat manusia masih
memiliki kemampuan untuk bekerja sama dalam mem
bangun rumah kita bersama. Di sini saya ingin mengakui,
memberi dorongan, dan berterima kasih kepada semua
orang yang dalam pelbagai bidang aktivitas manusia
yang sangat beraneka ragam, berjuang untuk menjamin
perlindungan rumah yang kita bagi. Apresiasi khusus
perlu diberikan kepada mereka yang tanpa lelah berusaha
mengatasi efek tragis degradasi lingkungan bagi kehidupan
orang-orang termiskin di dunia. Orang-orang muda me
nuntut perubahan. Mereka bertanya-tanya bagaimana
orang bisa mengklaim membangun masa depan yang lebih
baik tanpa memikirkan krisis lingkungan dan penderitaan
mereka yang dikucilkan.
10
seluruh dunia telah membuat kemajuan besar dan berhasil
membentuk berbagai organisasi yang berkomitmen me
ningkatkan kesadaran terhadap tantangan-tantangan ini.
Sayangnya, banyak upaya untuk mencari solusi konkret atas
krisis lingkungan mengalami kegagalan, tidak hanya karena
perlawanan dari mereka yang kuat, tetapi juga karena
kurangnya minat dari yang lain. Sikap menghalangi, bahkan
dari orang-orang beriman, dapat berbentuk penyangkalan
masalah sampai dengan ketidakpedulian, pasrah secara
acuh tak acuh, atau kepercayaan buta terhadap solusi
teknis. Kita membutuhkan solidaritas baru dan universal.
Sebagaimana telah dinyatakan oleh uskup-uskup Afrika
Selatan: “bakat dan komitmen setiap orang diperlukan untuk
memperbaiki kerusakan yang disebabkan oleh manusia
yang menyalahgunakan ciptaan Allah”.22 Kita semua dapat
bekerja sama sebagai instrumen Allah untuk melindungi
keutuhan ciptaan, masing-masing sesuai dengan budaya,
pengalaman, prakarsa, dan bakatnya sendiri.
11
situ saya akan mempertimbangkan beberapa gagasan yang
diambil dari tradisi Yahudi-Kristen yang dapat memberi
lebih banyak koherensi kepada komitmen kita terhadap
lingkungan. Saya kemudian akan mencoba untuk sampai
kepada akar situasi sekarang, mempertimbangkan bukan
hanya gejala-gejalanya tetapi juga penyebab-penyebabnya
yang terdalam. Ini akan membantu untuk menawarkan
sebuah pendekatan ekologi yang menghormati tempat
unik kita sebagai manusia di dunia ini dan hubungan kita
dengan lingkungan kita. Dalam terang refleksi ini, saya
akan mengajukan beberapa garis besar untuk dialog dan
tindakan yang akan melibatkan kita masing-masing sebagai
individu, dan juga menyangkut politik internasional.
Akhirnya, karena saya yakin bahwa perubahan tidak
mungkin tanpa motivasi dan proses pendidikan, saya akan
menawarkan beberapa panduan untuk pembinaan manusia
yang mengambil ilham dari harta pengalaman spiritual
Kristiani.
12
manusiawi, kebutuhan akan perdebatan yang tulus dan
jujur, tanggung jawab besar politik internasional dan lokal,
budaya ‘membuang’, dan usulan gaya hidup baru. Tema-
tema ini tidak pernah ditutup dan ditinggalkan, tetapi
terus-menerus diangkat lagi dan diperkaya.
13
Sumber: http://www.eurobiz.com.cn/wp-content/uploads/2013/04/75864601_4.jpg;
|diunduh pada 31-08-2015; pkl. 09.00 WIB
~ BAB SATU ~
16
memecahkan masalah-masalah ini, pada kenya taan
nya,
biasanya tidak mampu melihat jaringan hubungan yang
tersembunyi antara banyak hal, lalu kadang-kadang meme
cahkan satu masalah hanya untuk menciptakan yang lain.
17
karnivora, yang menghasilkan berlimpah sampah organik
untuk menumbuhkan generasi baru tanaman. Tetapi
sistem industri kita, di akhir siklus produksi dan konsumsi,
belum mengembangkan kapasitas untuk menyerap dan
menggunakan kembali limbah serta produk sampingan.
Kita belum berhasil mengadopsi model produksi yang
melingkar, yang mampu melestarikan sumber-sumber
daya untuk generasi sekarang dan masa depan, dengan
membatasi sebanyak mungkin penggunaan sumber daya
yang tidak terbarukan, meminimalkan penggunaannya,
memaksimalkan penggunaan yang efisien, dengan cara
penggunaan kembali dan daur ulang. Memberi perhatian
serius kepada masalah-masalah ini menjadi salah satu
cara menangkal budaya ‘membuang’ yang akhirnya mem
pengaruhi seluruh planet. Namun kita harus mengakui
bahwa kemajuan dalam hal ini masih jauh dari cukup.
18
gaya hidup, produksi dan konsumsi, untuk memerangi
pemanasan global ini atau setidaknya penyebab manusia
yang menghasilkan atau memperburuknya. Memang be
nar bahwa ada faktor lain (seperti aktivitas gunung berapi,
perubahan orbit bumi dan poros bumi, siklus matahari),
namun sejumlah studi ilmiah menunjukkan bahwa pema
nasan global dalam beberapa dekade terakhir ini sebagian
besar disebabkan oleh konsentrasi gas rumah kaca (karbon
dioksida, metana, nitrogen oksida dan lain-lain) yang dike
luarkan terutama sebagai akibat aktivitas manusia. Terkon
sentrasi di atmosfir, gas-gas ini mencegah panasnya sinar
matahari yang dipantulkan oleh bumi menghilang di ang
kasa. Masalahnya diperparah oleh model pembangunan
yang didasarkan pada penggunaan intensif bahan bakar
fosil, yang merupakan jantung sistem energi seluruh dunia.
Faktor lain yang menentukan adalah banyaknya perubahan
dalam penggunaan tanah, terutama deforestasi untuk
keperluan pertanian.
19
karbon dioksida meningkatkan pengasaman lautan dan
membahayakan rantai makanan dalam air laut. Jika tren
ini terus berlanjut, abad ini dapat menyaksikan perubahan
iklim yang luar biasa dan perusakan ekosistem seperti yang
belum pernah terjadi, dengan konsekuensi serius bagi kita
semua. Kenaikan permukaan laut, misalnya, dapat men
ciptakan situasi yang sangat sulit, jika kita ingat bahwa se
perempat penduduk dunia tinggal di wilayah pantai, dan
bahwa kebanyakan kota besar kita terletak di daerah pesisir.
20
Sudah ada peningkatan tragis dalam jumlah migran yang
berusaha melarikan diri dari kemiskinan yang makin
parah, akibat kerusakan lingkungan. Mereka tidak diakui
sebagai pengungsi oleh konvensi internasional; mereka
menanggung kerugian atas penghidupan yang mereka ting
galkan, tanpa mendapat perlindungan hukum apa pun.
Sayangnya, ada ketidakpedulian global terhadap tragedi
yang saat ini terjadi di berbagai belahan dunia. Kurangnya
tanggapan terhadap tragedi yang dialami saudara-saudari
kita menunjukkan hilangnya rasa tanggung jawab untuk
sesama kita, yang menjadi dasar setiap masyarakat sipil.
21
memakai energi yang lebih sedikit dan memerlukan bahan
baku yang lebih sedikit, maupun dalam bidang konstruksi
dan renovasi bangunan yang meningkatkan efisiensi
energinya. Tetapi beberapa tindakan yang baik ini masih
jauh dari massal.
22
air minum yang aman, atau mengalami kekeringan yang
menghambat produksi pertanian. Di beberapa negara ada
daerah yang memiliki air melimpah, sedangkan yang lain
menderita kekurangan cukup parah.
29. Masalah sangat serius adalah kualitas air yang tersedia
bagi orang miskin yang menyebabkan banyak kematian
setiap hari. Penyakit yang berhubungan dengan air, banyak
ditemukan di antara mereka, termasuk yang disebabkan
oleh mikro-organisme dan zat kimia. Disentri dan kolera,
yang terkait dengan layanan higienis dan persediaan air
yang tidak aman menjadi penyebab signifikan penderitaan
dan kematian bayi. Sumber air bawah tanah di banyak
tempat terancam oleh polusi akibat kegiatan pertambangan,
pertanian, dan industri tertentu, terutama di negara-negara
tanpa peraturan atau pengawasan yang memadai. Hal ini
tidak hanya disebabkan limbah industri. Banyak bahan
pembersih dan produk kimia, yang masih lazim digunakan
penduduk di banyak tempat di dunia, terus mengalir ke
sungai, danau dan laut.
30. Sementara kualitas air yang tersedia terus berkurang,
di beberapa tempat ada tren makin kuat ke arah privatisasi
sumber daya yang terbatas ini, mengubahnya menjadi
barang dagangan yang tunduk pada hukum pasar.
Namun, akses ke air minum yang aman merupakan hak
asasi manusia yang dasariah dan universal, karena sangat
menentukan untuk kelangsungan hidup manusia dan,
dengan demikian, merupakan syarat untuk pelaksanaan hak
asasi manusia lainnya. Dunia kita mempunyai utang sosial
yang serius kepada orang miskin yang tidak memiliki akses
ke air minum, karena mereka tidak diberi hak untuk hidup
23
sesuai dengan martabat yang tak dapat dicabut dari mereka.
Utang ini dapat dibayar sebagian dengan meningkatkan
dana untuk menyediakan air bersih dan layanan sanitasi
bagi yang termiskin. Namun pemborosan air terlihat bukan
hanya di negara maju tetapi juga di negara-negara kurang
berkembang yang memiliki cadangan air yang besar. Hal
ini menunjukkan bahwa masalah air sebagian merupakan
masalah pendidikan dan kebudayaan, karena tak ada
kesadaran akan keseriusan perilaku itu dalam konteks
ketidakadilan yang besar.
31. Kelangkaan air yang makin besar akan menyebabkan
peningkatan biaya makanan dan berbagai produk yang
tergantung pada penggunaannya. Beberapa studi mempe
ringatkan bahwa kekurangan air yang akut dapat terjadi
dalam beberapa dekade jika tidak segera diambil tindakan.
Dampaknya pada lingkungan dapat memengaruhi miliaran
manusia; juga diduga bahwa kontrol atas air oleh perusahaan
multinasional besar dapat menjadi salah satu sumber utama
konflik pada abad ini.23
III. HILANGNYA
KEANEKARAGAMAN HAYATI
32. Sumber daya bumi pun dijarah karena konsep eko
nomi, perdagangan dan produksi jangka pendek. Hilangnya
hutan dan vegetasi lainnya membawa serta hilangnya spesies
yang dapat menjadi sumber daya yang sangat penting di
23 Bdk. Greeting to the Staff of FAO (Kata Sambutan kepada Staf FAO; 20
November 2014): AAS 106 (2014), 985.
24
masa depan, tidak hanya untuk makanan tetapi juga untuk
penyembuhan penyakit dan penggunaan lainnya. Berbagai
spesies mengandung gen yang bisa menjadi sumber daya
kunci pada tahun-tahun mendatang untuk memenuhi
kebutuhan tertentu manusia dan mengatur beberapa
masalah lingkungan.
33. Namun tidak cukup untuk memikirkan pelbagai
spesies hanya sebagai sumber potensial untuk dieksploitasi,
sambil melupakan fakta bahwa masing-masing memiliki
nilai dalam dirinya sendiri. Setiap tahun hilang ribuan spe
sies tanaman dan hewan yang tidak pernah akan kita kenal
lagi, dan tidak pernah akan dilihat anak-anak kita, karena
telah hilang untuk selamanya. Sebagian besar punah karena
alasan yang berkaitan dengan aktivitas manusia. Karena
kita, ribuan spesies tidak akan lagi memuliakan Allah
dengan keberadaan mereka, atau menyampaikan pesan
mereka kepada kita. Kita tidak punya hak seperti itu.
34. Barangkali kita terganggu ketika mendengar tentang
kepunahan mamalia atau burung, karena mereka lebih
terlihat. Tetapi agar berfungsi dengan baik, ekosistem
juga membutuhkan jamur, lumut, cacing, serangga, reptil,
dan aneka mikro organisme yang tak terhitung. Beberapa
spesies yang jumlahnya kecil dan biasanya tak terlihat,
memainkan peran penting dalam menjaga keseimbangan
tempat tertentu. Tentu saja, manusia harus melakukan
intervensi ketika geosistem memasuki keadaan kritis.
Tetapi saat ini tingkat intervensi manusia dalam realitas
alam yang sedemikian kompleks sudah sedemikian tinggi
hingga bencana kontinyu yang disebabkan oleh manusia,
memerlukan respons baru dari dia. Aktivitas manusia hadir
25
di mana-mana, dengan segala risiko yang dibawa serta. Ini
sering menciptakan lingkaran setan di mana intervensi
manusia untuk menyelesaikan kesulitan itu, justru mem
perburuk situasi. Sebagai contoh, banyak burung dan
serangga yang hilang akibat pestisida beracun yang dibuat
oleh teknologi, bermanfaat untuk pertanian; hilangnya
mereka akan harus diganti dengan intervensi teknologis
lain yang mungkin akan menghasilkan efek berbahaya
lainnya. Upaya para ilmuwan dan insinyur, yang mencoba
untuk menemukan solusi terhadap masalah-masalah yang
dibuat oleh manusia merupakan hal terpuji dan kadang-
kadang mengagumkan. Tetapi, kalau kita amati dunia,
terlihat bahwa tingkat intervensi manusia, sering dalam
konteks kepentingan bisnis dan konsumerisme, sebenarnya
membuat bumi kita kurang kaya dan indah, semakin terbatas
dan kehilangan warna, sementara kemajuan teknologi dan
barang-barang konsumsi terus berkembang tanpa batas.
Kita tampaknya berpikir bahwa kita dapat menggantikan
keindahan yang tak tergantikan dengan sesuatu yang kita
buat sendiri.
26
yang setidaknya dapat mengurangi dampak dari proyek
ini, seperti penciptaan koridor biologis, namun hanya
sedikit negara menunjukkan kepedulian preventif seperti
itu. Ketika spesies tertentu dieksploitasi secara komersial,
kurang diperhatikan faktor reproduksinya demi mencegah
penurunan jumlahnya dan ketidakseimbangan ekosistem
yang diakibatkan.
36. Merawat ekosistem mengandaikan pandangan me
lampaui yang instan, karena orang yang mencari keuntung
an cepat dan mudah, tidak akan tertarik pada pelestarian
alam. Namun, biaya kerusakan yang disebabkan oleh ke
lalaian egois itu jauh lebih tinggi daripada keuntungan
ekonomis yang dapat diperoleh. Ketika spesies tertentu
punah atau sangat terancam, nilainya tidak terhitung.
Kita dapat menjadi saksi bisu ketidakadilan mengerikan,
ketika kita mengira memperoleh keuntungan besar de
ngan membuat seluruh umat manusia, sekarang dan di
masa depan, membayar biaya kerusakan lingkungan yang
sangat tinggi.
37. Beberapa negara telah maju dalam melindungi secara
efektif tempat dan wilayah tertentu—di daratan dan di
lautan—di mana ada larangan campur tangan manusia
dalam bentuk apapun yang dapat mengubah wajah alam
atau merombak keadaan aslinya. Dalam melestarikan ke
anekaragaman hayati, para ahli menekankan perlunya diberi
perhatian khusus kepada kawasan yang paling kaya akan
aneka spesies, dan akan spesies yang langka, atau kurang
dilindungi, atau yang hanya ada di situ. Beberapa tempat
membutuhkan perlindungan khusus karena sangat penting
untuk ekosistem global, atau karena merupakan cadangan
27
air penting dan dengan demikian menjamin bentuk-bentuk
kehidupan lainnya.
24 Konferensi Umum yang Kelima dari Para Uskup Amerika Latin dan Karibia,
Dokumen Aparecida (29 Juni 2007), 86.
28
dicabut, untuk melestarikan lingkungan dan sumber daya
alam negaranya, tanpa tunduk kepada kepentingan lokal
atau internasional yang tidak sah.
39. Alih fungsi hutan asli menjadi perkebunan, biasanya
monokultur, jarang dianalisis secara memadai. Namun alih
fungsi ini dapat berdampak serius terhadap keanekaragaman
hayati yang tidak mampu bertahan bersama spesies baru
yang dibudidayakan. Demikian pula, lahan-lahan basah
yang diubah menjadi lahan budidaya, akan kehilangan
keanekaragaman hayati yang sebelumnya sangat kaya. Di
beberapa daerah pesisir hilangnya ekosistem yang ditopang
oleh hutan bakau, mengkhawatirkan.
40. Lautan bukan hanya mengandung bagian terbesar air
di planet ini, melainkan juga sebagian besar aneka macam
makhluk hidup, yang banyak masih belum kita kenal, dan
yang terancam karena berbagai sebab. Di sisi lain, kehidupan
di sungai, danau, laut dan samudera, yang memberi
makan sebagian besar penduduk dunia, terpengaruh oleh
penangkapan ikan yang tak terkendali, yang menyebabkan
pengikisan drastis spesies tertentu. Bentuk penangkapan
ikan secara selektif, yang membuang sebagian besar jenis
ikan yang tertangkap, masih terus berlanjut. Organisme laut
yang kurang kita perhatikan, seperti beberapa jenis plankton
menjadi terancam; padahal ini merupakan komponen yang
sangat penting dalam rantai makanan di laut. Species yang
menjadi makanan kita, akhirnya, bergantung pada mereka.
29
spesies, termasuk ikan, kepiting, moluska, spons, alga,
dan lain-lain. Banyak terumbu karang di dunia sudah
mati atau terus menurun kualitasnya. “Siapa yang telah
mengubah dunia laut yang indah menjadi kuburan bawah
air yang kehilangan warna dan kehidupan?”25 Fenomena ini
terutama disebabkan oleh polusi yang masuk ke laut akibat
deforestasi, pertanian monokultur, limbah industri, dan
cara penangkapan ikan yang merusak, terutama dengan
menggunakan racun dan bahan peledak. Ini diperburuk
oleh kenaikan suhu lautan. Semua ini membantu kita
untuk melihat bahwa setiap intervensi terhadap alam
mendatangkan konsekuensi yang tidak segera tampak, dan
cara tertentu mengeksploitasi sumber daya alam ternyata
harus dibayar dengan kerusakan yang akhirnya bahkan
sampai ke dasar laut.
30
IV. PENURUNAN KUALITAS HIDUP
MANUSIA DAN KEMEROSOTAN SOSIAL
43. Manusia juga makhluk dunia ini, yang berhak untuk
hidup bahagia, dan yang terlebih lagi memiliki martabat
khusus. Maka mau tak mau kita harus mempertimbangkan
bagaimana kerusakan lingkungan, model pembangunan
saat ini, dan budaya buang sampah berpengaruh terhadap
kehidupan manusia.
44. Saat ini, misalnya, kita melihat pertumbuhan banyak
kota secara berlebihan dan tidak terkendali hingga tidak
sehat lagi untuk dihuni, bukan hanya karena polusi yang
disebabkan oleh emisi gas beracun, tetapi juga sebagai
akibat dari kekacauan perkotaan, masalah transportasi,
polusi visual dan kebisingan. Banyak kota telah menjadi
struktur-struktur besar yang tidak efisien, terlalu boros
energi dan air. Beberapa wilayah kota, meskipun baru saja
dibangun, sudah padat, kacau, dan tanpa tempat hijau yang
memadai. Penduduk bumi ini tidak dimaksudkan untuk
hidup terhimpit oleh beton, aspal, kaca dan logam, hingga
kehilangan kontak fisik dengan alam.
45. Di beberapa tempat, baik di kota maupun pedesaan,
privatisasi ruang tertentu telah membatasi akses masyarakat
ke tempat-tempat yang indah. Di tempat lain diciptakan
wilayah-wilayah “hijau” hanya untuk melayani beberapa
orang, sambil mencegah orang lain masuk dan mengganggu
sebuah ketenangan buatan. Perkotaan yang indah dengan
banyak ruang hijau yang terawat dengan baik ditemukan
di beberapa wilayah yang “nyaman”, tetapi jauh berkurang
di wilayah-wilayah yang lebih terisolir, tempat hidup
masyarakat yang terpinggirkan.
31
46. Aspek-aspek sosial dari perubahan global meliputi
dampak teknologi baru terhadap lapangan kerja, pengucilan
sosial, ketimpangan dalam distribusi dan konsumsi energi
dan jasa lainnya, fragmentasi sosial, peningkatan ke ke
rasan, kemunculan bentuk-bentuk baru agresi sosial, per
dagangan narkoba dan penggunaannya di kalangan muda,
dan kehilangan identitas. Tanda-tanda seperti ini menun
jukkan bahwa pertumbuhan selama dua abad ter akhir
tidak dalam semua segi membawa perkembangan integral
dan peningkatan kualitas hidup. Beberapa tanda ini juga
menjadi indikator kemerosotan sosial yang nyata, putusnya
ikatan pembauran dan jalinan sosial secara diam-diam.
32
lahir jenis baru perasaan artifisial, yang lebih berkaitan
dengan perangkat dan penampilan di layar daripada
dengan manusia dan alam. Media saat ini memungkinkan
kita untuk berkomunikasi dan berbagi pengetahuan dan
perasaan; namun, kadang-kadang juga menghalangi kita
untuk berhubungan secara langsung dengan kesusahan,
kecemasan, sukacita orang lain dan dengan kompleksitas
pengalaman pribadinya. Itulah sebabnya kita seharusnya
tidak terkejut bahwa bersama-sama dengan tawaran luar
biasa media ini, berkembang ketidakpuasan mendalam
dan muram dalam hubungan antarpribadi, atau perasaan
terisolasi yang berbahaya.
V. KETIMPANGAN GLOBAL
48. Lingkungan manusia dan lingkungan alam merosot
bersama-sama, dan kita tidak dapat secara memadai
menangani kemerosotan lingkungan alam jika kita tidak
mem perhatikan sebab-sebab yang berkaitan dengan
kemerosotan manusia dan masyarakat. Sesungguhnya,
kerusakan lingkungan dan kemerosotan masyarakat le
bih berdampak terhadap pihak yang paling lemah di
bumi: “Baik pengalaman hidup sehari-hari maupun pene
litian ilmiah menunjukkan bahwa efek paling parah
dari semua perusakan lingkungan diderita oleh kaum
miskin”.26 Sebagai contoh, menipisnya cadangan ikan ter
utama merugikan masyarakat nelayan kecil yang tanpa
33
sarana untuk menggantikan sumber daya; pencemaran air
terutama berdampak pada orang-orang miskin yang tidak
dapat membeli air minum kemasan, dan naiknya per
mukaan laut terutama berakibat bagi masyarakat pesisir
miskin yang tidak punya tempat lain untuk pergi. Dampak
ketimpangan saat ini juga tampak dari kematian dini banyak
orang miskin, dari konflik-konflik yang dipicu oleh kurang
nya sumber daya, dan dari banyak masalah lain yang tidak
mendapat cukup perhatian dalam agenda global.27
49. Perlu dikatakan bahwa sering tak ada paham yang je
las terhadap permasalahan yang secara khusus menyang
kut mereka yang terkucilkan. Padahal mereka merupakan
sebagian besar penduduk bumi, miliaran orang. Hari-hari
ini, mereka disebutkan dalam diskusi politik dan ekonomi
internasional, tetapi sering terkesan bahwa permasalahan
mereka ditampilkan hanya sebagai embel-embel, sebagai
kewajiban tambahan atau sampingan, jika tidak dianggap
sebagai kerugian sampingan. Bahkan, pada saat aksi nyata,
mereka sering diberi giliran terakhir. Hal ini sebagian
disebabkan oleh kenyataan bahwa banyak para profesional,
pembuat opini, media komunikasi, dan pusat-pusat kekua
saan berada di kawasan perkotaan yang jauh dari orang
miskin, tanpa kontak langsung dengan permasalahan
mereka. Mereka itu hidup dan berpikir dari dalam kenya
manan, tingkat perkembangan dan kualitas hidupnya di
luar jangkauan mayoritas penduduk dunia. Kurangnya
34
kontak fisik dan perjumpaan, ada kalanya disebabkan oleh
desintegrasi kota-kota kita, dapat mengakibatkan matinya
hati nurani dan tertutupnya mata terhadap sebagian realitas
akibat analisis yang melenceng. Ada kalanya sikap ini
bergandengan dengan wacana “hijau”. Tetapi hari ini, kita
mau tak mau harus mengakui bahwa pendekatan ekologis
yang sejati selalu berupa pendekatan sosial, yang harus
mengintegrasikan soal keadilan dalam diskusi lingkungan
hidup, untuk mendengarkan jeritan bumi maupun jeritan
kaum miskin.
35
mereka mempunyai hak mengkonsumsi dengan cara yang
tidak pernah dapat diuniversalkan, karena planet ini tidak
akan pernah bisa menampung limbah konsumsi tersebut.
Selain itu, kita tahu bahwa kurang lebih sepertiga dari
seluruh makanan yang diproduksi terbuang, dan “setiap
kali makanan terbuang, makanan itu seolah-olah dicuri
dari meja orang miskin”.29 Namun demikian, perhatian
tentu harus ditujukan pada ketidakseimbangan kepadatan
penduduk, baik pada tingkat nasional maupun global,
karena tambahan konsumsi akan menyebabkan situasi
regional yang berbelit, disebabkan oleh kombinasi masalah
yang menyangkut antara lain pencemaran lingkungan,
transportasi, pengolahan limbah, hilangnya sumber daya,
dan kualitas hidup.
36
gas yang telah terakumulasi selama dua abad dan telah
menciptakan situasi yang saat ini mempengaruhi semua
negara di dunia. Pemanasan yang disebabkan oleh konsumsi
tinggi negara-negara kaya tertentu, memiliki dampak
terhadap daerah termiskin di dunia, terutama di Afrika,
tempat kenaikan suhu, bersama dengan kekeringan, telah
sangat menurunkan hasil pertanian. Ada juga kerusakan
yang disebabkan oleh ekspor limbah padat dan cairan
beracun ke negara-negara berkembang, dan polusi yang
dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang beroperasi
di negara berkembang dengan cara-cara yang tidak pernah
dapat mereka lakukan di negara-negara tempat mereka
memperoleh modal: “Kami mencatat bahwa perusahaan
yang beroperasi demikian sering berupa perusahaan
multinasional. Mereka melakukan di sini apa yang tidak
pernah akan mereka lakukan di negara-negara maju atau
yang disebut dunia pertama. Umumnya, setelah mengakhiri
aktivitas mereka dan menarik diri, mereka meninggalkan
utang manusiawi dan ekologis besar seperti pengangguran,
kota-kota yang mati , menipisnya cadangan alam tertentu,
deforestasi, pemiskinan pertanian dan peternakan lokal,
lubang-lubang terbuka, bukit-bukit hancur, sungai
tercemar dan segelintir karya sosial yang tidak lagi dapat
diteruskan”.30
37
berkembang, tempat ditemukannya cadangan biosfer
utama, terus menyediakan bahan untuk pembangunan
negara-negara kaya dengan mengorbankan masa sekarang
dan masa depan mereka sendiri. Bumi orang miskin di
Selatan adalah kaya dan kurang tercemar, namun akses ke
kepemilikan barang dan sumber daya untuk memenuhi
kebutuhan dasar dihalangi oleh sebuah sistem relasi
perdagangan dan kepemilikan yang secara struktural jahat.
Negara-negara maju harus memberikan kontribusi untuk
melunasi utang itu dengan membatasi secara signifikan
konsumsi energi non-terbarukan dan dengan membantu
negara-negara miskin untuk mendukung kebijakan serta
program pembangunan berkelanjutan. Wilayah-wilayah
dan negara-negara termiskin kurang mampu mengadopsi
model-model baru untuk mengurangi dampak kegiatan
manusia terhadap lingkungan karena mereka tidak
memiliki sumber daya manusia untuk mengembangkan
proses-proses yang diperlukan dan mereka tidak mampu
mem bia
yainya. Kita harus terus menyadari bahwa,
berkaitan dengan perubahan iklim, ada tanggung jawab
yang berbeda. Seperti dikatakan oleh para uskup Amerika
Serikat, perhatian lebih besar harus diberikan kepada
“kebutuhan orang miskin, orang lemah, dan orang rentan,
dalam debat yang sering didominasi oleh kepentingan
yang lebih kuat”.31 Kita perlu memperkuat kembali
kesadaran bahwa kita merupakan satu keluarga manusia.
Tidak ada pembatas atau penghalang, politik atau sosial,
38
yang mengizinkan kita mengisolasi diri, dan oleh karena
itu juga tidak boleh diberi ruang kepada globalisasi keti
dakpedulian.
VI. TANGGAPAN-TANGGAPAN
YANG LEMAH
53. Situasi ini menyebabkan saudari bumi, bersama
dengan semua yang ditinggalkan oleh dunia kita, menangis,
memohon agar kita mengambil arah lain. Belum pernah
kita begitu menyakiti dan menyalahgunakan rumah kita
bersama, seperti dalam dua ratus tahun terakhir. Namun
kita dipanggil untuk menjadi instrumen Allah Bapa
agar planet kita menjadi apa yang Dia inginkan ketika Ia
menciptakannya, dan agar bumi memenuhi rencana-Nya
yaitu perdamaian, keindahan dan keutuhan. Masalahnya,
kita belum memiliki budaya yang diperlukan untuk meng
hadapi krisis seperti ini. Kita harus membangun kepe
mimpinan yang mampu membuka jalan baru, berusaha
menjawab kebutuhan generasi saat ini, dengan kepedulian
untuk semua orang, dan tanpa merugikan generasi men
datang. Sangat perlu untuk menciptakan sebuah kerangka
hukum yang menetapkan batas-batas mutlak dan men
jamin perlindungan ekosistem; jika tidak, bentuk-bentuk
kekuasaan baru yang berdasarkan paradigma tekno-
ekonomi akhirnya akan menghancurkan bukan hanya
politik kita, tetapi juga kemerdekaan dan keadilan.
39
dan keuangan. Ada terlalu banyak kepentingan khusus, dan
dengan mudah kepentingan ekonomi akhirnya mengalah
kan kesejahteraan umum dan memanipulasi informasi
sehingga rencana-rencana mereka tidak akan terpengaruh.
Berkaitan dengan itu Dokumen Aparecida mendesak agar
“kepentingan kelompok-kelompok ekonomi yang secara
tidak rasional menghancurkan sumber-sumber kehidupan,
jangan diberi prioritas dalam menangani sumber daya
alam”.32 Aliansi antara ekonomi dan teknologi akhirnya
mengesampingkan apa pun yang tidak terkait dengan
kepentingan instan mereka. Dengan demikian, hanya
dapat diharapkan beberapa pernyataan dangkal, beberapa
tindakan filantropis lepas, dan upaya ala kadarnya untuk
menunjukkan kepekaan terhadap lingkungan, sementara
pada kenyataannya, setiap upaya kelompok-kelompok
masyarakat untuk membawa perubahan akan dipandang
sebagai gangguan berdasarkan ilusi romantis atau sebagai
hambatan yang harus dielakkan.
32 Konferensi Umum Kelima Para Uskup Amerika Latin dan Karibia, Dokumen
Aparecida (29 Juni 2007), 471.
40
segera mencari keuntungan, merangsang permintaan itu.
Jika seseorang melihatnya dari luar planet kita, ia akan
kaget akan perilaku seperti itu, yang ada kalanya tampak
seperti penghancuran diri.
41
kimia, bakteriologis, dan biologis, kenyataannya penelitian
laboratorium terus mengembangkan senjata ofensif baru
yang mampu mengubah keseimbangan alam”.34 Politik
harus lebih memperhatikan pencegahan konflik baru dan
mengatasi sebab-sebab yang dapat menimbulkannya. Tetapi
kekuasaan yang berkaitan dengan sektor keuangan paling
menentang upaya itu, dan perencanaan politik biasanya
tidak berpandangan luas. Mengapa seseorang ingin mem
pertahankan kekuasaannya saat ini, yang kelak hanya
diingat karena ketidakmampuannya bertindak pada saat
mendesak dan harus dilakukannya?
34 Yohanes Paulus II, Pesan untuk Hari Perdamaian Dunia 1990, 12: AAS 82
(1990), 154.
42
tanpa tanggung jawab. Seperti yang sering terjadi dalam
masa krisis yang mendalam yang membutuhkan keputusan
berani, kita tergoda untuk berpikir bahwa apa yang sedang
terjadi sebenarnya merupakan sebuah ketidakpastian. Jika
kita melihatnya secara dangkal, di samping beberapa tanda
polusi dan degradasi, tampaknya semuanya tidak begitu
serius dan planet kita tetap bisa bertahan lama dalam
kondisi saat ini. Sikap yang mengelak ini mengizinkan kita
untuk terus mempertahankan gaya hidup, produksi dan
konsumsi. Inilah cara manusia membenarkan diri untuk
mempertahankan semua sifat buruk yang merusak dirinya:
berusaha untuk tidak melihatnya, berupaya untuk tidak
mengakuinya, menunda keputusan penting, berpura-pura
seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
43
depan, karena jalan keluar tidak ada cuma satu. Berbagai
proposal mungkin dapat dimasukkan dalam dialog untuk
menemukan jawaban yang lebih utuh.
44
Sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/3/37/The_Phillip_Medhurst_Picture_Torah_14._
Temptation_of_Adam_and_Eve._Genesis_cap_3_v_6._Moine.jpg; diunduh pada 31-08-2015; pkl. 09.00 WIB
~ BAB DUA ~
36 Yohanes Paulus II, Pesan untuk Hari Perdamaian Dunia 1990, 15: AAS 82
(1990), 156.
47
penciptaan tentang relasi manusia dan dunia. Dalam cerita
penciptaan yang pertama dalam Kitab Kejadian, rencana
Allah meliputi penciptaan manusia. Setelah menciptakan
laki-laki dan perempuan, “Allah melihat segala yang
dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik” (Kejadian 1:31).
Alkitab mengajarkan bahwa setiap manusia diciptakan
karena cinta, menurut gambar dan rupa Allah (lihat
Kejadian 1:26). Pernyataan ini menunjukkan martabat
tinggi setiap pribadi manusia, yang “bukan hanya sesuatu,
tetapi seseorang. Dia mampu mengenal diri, menguasai
diri, dan bebas memberikan dirinya dan masuk ke dalam
persekutuan dengan orang lain”.37 Santo Yohanes Paulus
II menya takan bahwa cinta yang sangat khusus Sang
Pencipta untuk setiap manusia “memberikan kepadanya
martabat yang tak terbatas”.38 Mereka yang berkomitmen
untuk mem bela martabat manusia, dapat menemukan
dalam iman kristiani alasan terdalam untuk komitmen
itu. Betapa indahnya mendapat kepastian bahwa hidup
masing-masing pribadi tidak tenggelam dalam kekacauan
(chaos) tanpa harapan, dalam dunia yang diatur secara
kebetulan atau dalam siklus yang berulang tanpa hentinya!
Sang Pencipta dapat mengatakan kepada kita masing-
masing: “Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim
ibumu, Aku telah mengenal engkau” (Yeremia 1:5). Kita
dikandung dalam hati Allah, dan karena itu, “kita masing-
masing adalah buah pikiran Allah. Kita masing-masing
48
dikehendaki, kita masing-masing dicintai, kita masing-
masing diperlukan”.39
66. Dalam bahasa naratif yang simbolis, cerita-cerita
penciptaan dalam kitab Kejadian mengandung ajaran
mendalam tentang eksistensi manusia dan realitas sejarah.
Cerita-cerita ini menunjukkan bahwa eksistensi manusia
didasarkan pada tiga relasi dasar yang terkait: hubungan
dengan Allah, dengan sesama, dan dengan bumi. Menurut
Alkitab, tiga hubungan penting itu telah rusak, bukan
hanya secara lahiriah, melainkan juga di dalam diri kita.
Perpecahan ini merupakan dosa. Harmoni antara Pencipta,
manusia dan semua ciptaan dihancurkan karena kita
mengira dapat mengambil tempat Allah, dan menolak
untuk mengakui diri sebagai makhluk yang terbatas. Hal
ini juga telah menyebabkan salah pengertian atas mandat
untuk “menaklukkan” bumi (lihat Kejadian 1:28), untuk
“mengusahakan dan memeliharanya” (Kejadian 2:15).
Akibatnya, hubungan yang awalnya harmonis antara
manusia dan alam, berubah menjadi konflik (lihat Kejadian
3:17-19). Karena itu, sangat berarti bahwa harmoni
yang dihayati oleh Santo Fransiskus dari Assisi dengan
semua makhluk, pernah ditafsirkan sebagai pemulihan
perpecahan itu. Santo Bonaventura mengatakan bahwa
melalui rekonsiliasi yang universal dengan semua makhluk,
dalam berbagai cara Fransiskus kembali ke jatidiri yang
asli dan murni.40 Jauh dari model itu, sekarang ini dosa
39 Benedictus XVI, Homily for the Solemn Inauguration of the Petrine Ministry
(Homili pada Pelantikan Meriah Pelayanan Paus; 24 April 2005): AAS 97
(2005), 711.
40 Bdk. Bonaventura, Legenda Mayor Santo Fransiskus, VIII, 1, in Francis of
Assisi: Early Documents, vol. 2, New York-London-Manila, 2000, 586.
49
memperlihatkan dirinya sebagai daya penghancur dalam
perang, dalam berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan,
dalam pengabaian terhadap mereka yang paling rentan, dan
dalam agresi terhadap alam.
67. Kita bukan Allah. Bumi sudah ada sebelum kita dan
telah diberikan kepada kita. Hal ini memungkinkan kita
untuk menanggapi tuduhan bahwa pemikiran Yahudi-
Kristen yang berdasarkan Kitab Kejadian mengundang
manusia untuk “berkuasa” atas bumi (lihat Kejadian 1:28),
telah mendorong eksploitasi alam secara liar dengan
memberi gambaran tentang sifat manusia yang dominan
dan destruktif. Ini bukan interpretasi yang benar tentang
Alkitab, seperti yang dipahami oleh Gereja. Meskipun
benar bahwa kadang-kadang kita orang Kristen telah salah
menafsirkan kitab suci, saat ini kita harus tegas menolak
gagasan bahwa penciptaan kita menurut gambar Allah dan
misi untuk menaklukkan bumi, membenarkan dominasi
mutlak atas makhluk lainnya. Teks Alkitab harus dibaca
dalam konteksnya, dengan hermeneutika yang tepat, dan
konteks itu mengundang kita untuk “mengusahakan dan
memelihara” taman dunia (lihat Kejadian 2:15). Sementara
“mengusahakan” berarti menggarap, membajak, atau me
ngerjakan, “memelihara” berarti melindungi, menjaga,
me les
tarikan, merawat, mengawasi. Artinya, ada relasi
tanggung jawab timbal balik antara manusia dan alam.
Setiap komunitas dapat mengambil apa yang mereka bu
tuhkan dari harta bumi untuk bertahan hidup, tetapi juga
memiliki kewajiban untuk melindungi bumi dan menjamin
keberlangsungan kesuburannya untuk generasi-generasi
mendatang; karena akhirnya,” Tuhanlah yang empunya
50
bumi” (Mazmur 24:1), Dialah yang empunya “bumi dengan
segala isinya” (Ulangan 10:14). Karena itu, Allah menolak
setiap klaim kepemilikan mutlak: “Tanah jangan dijual
mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu
adalah orang asing dan pendatang bagi-Ku” (Imamat 25:23).
51
69. Sementara menggunakan aneka barang dengan cara
yang bertanggung jawab, kita dipanggil untuk mengakui
bahwa makhluk-makhluk hidup lainnya memiliki nilai in
trinsik di hadapan Allah, dan “dengan keberadaannya pun
mereka sudah memuji dan memuliakan-Nya,”41 karena
“Tuhan bersukacita dalam segala karya-Nya” (Mazmur
104:31). Justru karena martabatnya yang unik dan karena
di berkati dengan akal budi, manusia dipanggil untuk
menghormati sesama ciptaan dengan hukum-hukumnya
karena “dengan hikmat TUHAN telah meletakkan dasar
bumi” (Amsal 3:19). Dewasa ini Gereja tidak begitu saja
me ngatakan bahwa makhluk-makhluk lain sepenuhnya
ditun dukkan kepada kepentingan manusia, seolah-olah
mereka tidak memiliki nilai dalam dirinya sendiri dan kita
dapat memperlakukannya semaunya kita. Karena itu, para
Uskup Jerman telah mengajarkan bahwa berkaitan dengan
makhluk-makhluk lain “kita dapat berbicara tentang prio
ritas keberadaan mereka di atas manfaat mereka”.42 Katekis
mus jelas dan tegas mengkritik sebuah antroposentrisme
yang menyimpang: “Setiap makhluk memiliki kebaikan dan
kesempurnaannya sendiri ... berbagai makhluk, masing-
masing dikehendaki sebagaimana adanya, mencerminkan
dengan caranya sendiri sinar kebijaksanaan dan kebaikan
Allah yang tak terbatas. Inilah sebabnya mengapa manusia
52
harus menghormati kebaikan khas setiap makhluk untuk
menghindari penggunaannya yang tak beraturan”.43
53
dungan otentik untuk hidup kita sendiri dan hubungan kita
dengan alam tidak dapat dilepaskan dari persaudaraan,
keadilan, dan kesetiaan kepada pihak lain.
54
sesama manusia dan dengan tanah yang mereka diami
dan mereka kerjakan. Pada saat yang sama, semuanya ini
merupakan pengakuan bahwa anugerah tanah, dengan
buah-buahnya, merupakan milik semua orang. Mereka
yang menggarap dan memelihara tanah, harus berbagi
hasilnya, terutama dengan orang-orang miskin, janda, anak
yatim, dan orang asing: “Pada waktu kamu menuai hasil
tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai
ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan
dari penuaianmu. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah
kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di
kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya
itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang
asing” (Imamat 19:9-10).
72. Mazmur sering mengundang manusia untuk memu
ji Allah Pencipta “yang menghamparkan bumi di atas
air! Kasih-Nya kekal!” (Mazmur 136:6). Tetapi makhluk-
makhluk lain pun diundang untuk memuji-Nya: “Pujilah
Dia, hai matahari dan bulan, pujilah Dia, hai segala bintang
yang benderang! Pujilah Dia, hai langit yang mengatasi
segala langit, hai air yang di atas langit! Baiklah semuanya
memuji nama TUHAN, sebab Dia memberi perintah, se
hingga semuanya tercipta” (Mazmur 148:3-5). Kita tidak
hanya ada karena kuasa Allah, tetapi juga berada di ha
dapan-Nya dan di dekat-Nya. Karena itu kita memuja-Nya.
73. Kitab-kitab para nabi mengajak kita untuk mene
mukan kekuatan baru di saat-saat yang sulit dengan me
mandang Allah Yang Mahakuasa yang menciptakan alam
semesta. Namun kuasa Allah yang tak terbatas itu tidak
menyebabkan kita lari dari kelembutan kebapaan-Nya,
55
karena dalam Dia kasih sayang dan kekuatan tergabung.
Memang, setiap spiritualitas yang sehat akan serentak
menyambut kasih Allah dan, dengan penuh keyakinan,
menyembah Tuhan karena kekuasaan-Nya yang tak
terbatas. Dalam Alkitab, Allah yang membebaskan dan
menyelamatkan adalah Allah yang sama yang menciptakan
alam semesta, dan dua jenis tindakan ilahi ini berkaitan erat
dan tak terpisahkan: “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya,
Engkaulah yang telah menjadikan langit dan bumi dengan
kekuatan-Mu yang besar dan dengan lengan-Mu yang
terentang. Tiada suatu apapun yang mustahil untuk-Mu! …
Engkau telah membawa umat-Mu Israel keluar dari tanah
Mesir dengan tanda-tanda dan mukjizat-mukjizat” (Yeremia
32:17,21). “TUHAN itu Allah kekal yang menciptakan
bumi dari ujung ke ujung; Ia tidak menjadi lelah dan tidak
menjadi lesu, tidak terselami pengertian-Nya. Dia memberi
kekuatan kepada yang lelah dan menambah semangat
kepada yang tak berdaya” (Yesaya 40:28b-29).
56
Adil dan benar segala jalan-Mu, ya Raja segala bangsa!”
(Wahyu 15:3). Jika Ia dapat menciptakan alam semesta
dari ketiadaan, ia juga dapat bertindak di tengah dunia ini
dan mengalahkan segala jenis kejahatan. Oleh karena itu,
ketidakadilan bukan tidak terkalahkan.
57
77. “Oleh firman Tuhan langit telah dijadikan” (Mazmur
33:6). Dengan demikian kita diberitahu bahwa dunia
berasal dari suatu keputusan, bukan dari kekacauan atau
hal kebetulan, dan itu meningkatkan nilainya. Dalam
firman yang menciptakan terungkap suatu pilihan bebas.
Alam semesta tidak timbul sebagai hasil kemahakuasaan
yang sewenang-wenang, unjuk kekuasaan atau keinginan
untuk menegaskan diri. Penciptaan adalah ungkapan cinta.
Kasih Allah adalah motif dasar semua ciptaan: “Engkau
mengasihi segala yang ada, dan Engkau tidak jijik dengan
apa pun yang telah Kauciptakan, sebab Engkau tidak akan
membentuk apa pun yang Engkau benci” (Kebijaksanaan
11:24). Oleh karena itu, setiap makhluk adalah objek
kelembutan hati Bapa yang memberinya tempat di dunia.
Bahkan kehidupan sekilas dari makhluk yang paling hina
adalah objek cinta-Nya, dan dalam beberapa detik hidupnya
ia dirangkul dalam kasih sayang-Nya. Santo Basilius Agung
mengatakan bahwa Sang Pencipta jugalah “kebaikan tanpa
batas”,44 dan Dante Alighieri berbicara tentang “cinta yang
menggerakkan matahari dan bintang-bintang”.45 Karena
itu, kita dapat menanjak dari karya-karya ciptaan “kepada
kebesaran Allah dan rahmat kasih-Nya”.46
58
sebagai sosok ilahi. Dengan demikian, komitmen kita ter
hadapnya ditekankan lebih lagi. Gerakan kembali ke alam
tidak boleh mengorbankan kebebasan dan tanggung jawab
manusia, yang merupakan bagian dari dunia dengan
tugas mengembangkan kemampuan mereka sendiri guna
melindungi dunia dan mengembangkan potensinya. Jika
kita mengakui nilai dan kerapuhan alam, dan pada saat
yang sama kemampuan yang telah diberikan kepada
kita oleh Sang Pencipta, kita dapat meninggalkan mitos
modern kemajuan materiil tanpa batas. Sebuah dunia yang
rapuh, yang perawatannya oleh Allah dipercayakan kepada
manusia, menantang kita untuk menemukan jalan-jalan
yang cerdas untuk mengarahkan, mengembangkan, dan
membatasi kekuatan kita.
59
sekaligus “terutama ia harus melindungi umat manusia dari
penghancuran diri”.47
47 Id., Ensiklik. Caritas in Veritate (Kasih dalam Kebenaran; 29 Juni 2009), 51:
AAS 101 (2009), 687.
48 Yohanes Paulus II, Katekese (24 April 1991), 6: Insegnamenti 14 (1991), 856.
49 Katekismus menjelaskan bahwa Allah ‘ingin menciptakan satu dunia yang
berada “di jalan” menuju kesempurnaannya yang terakhir”, dan bahwa
ini menyiratkan adanya ketidaksempurnaan dan kejahatan fisik; lihat
Katekismus Gereja Katolik, 310.
50 Bdk. Konsili Vatikan Kedua, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia
Modern Gaudium et Spes, 36.
51 Thomas Aquinas, Summa Theologiae, I, q. 104, art. 1 ad 4.
60
itu sendiri: “Alam merupakan karya seni, yakni karya
seni Allah yang dituliskan pada makhluk-makhluk, yang
menyebabkan mereka sendiri bergerak menuju tujuan
tertentu. Seumpama sang pembuat kapal yang memberikan
kemampuan kepada kayu untuk memodifikasi dan mem
bentuk dirinya menjadi sebuah kapal”.52
81. Meskipun mengandaikan adanya proses evolusi, ma
nusia juga memiliki kebaruan yang tidak dapat dijelaskan
sepenuhnya dari evolusi sistem-sistem terbuka lainnya.
Kita masing-masing memiliki identitas pribadi sendiri,
yang mampu masuk ke dalam dialog dengan orang lain
dan dengan Allah sendiri. Kemampuan kita untuk ber
pikir, berargumentasi, berkreasi, menafsirkan, mengem
bang kan seni, dan kemampuan-kemampuan lain yang
belum ditemukan, menunjukkan keunikan yang melam
paui bidang fisika dan biologi. Kebaruan kualitatif yang
tersirat dalam kemunculan seorang pribadi pada dunia ma
teri mengandaikan tindakan langsung dari Allah; sebuah
panggilan khusus bagi kehidupan dan relasi antara Engkau
dengan engkau yang lain. Cerita-cerita Alkitab mengajak
kita untuk melihat manusia sebagai subjek, yang tidak
pernah dapat diturunkan ke status objek.
82. Namun akan keliru juga melihat makhluk-makhluk
hidup lainnya sebagai objek belaka, yang tunduk pada
kuasa manusia yang sewenang-wenang. Memandang
alam sebagai objek laba dan kepentingan saja, mempunyai
konsekuensi serius juga bagi masyarakat. Visi yang mendu
kung kesewenang-wenangan pihak yang paling kuat telah
52 Id., In octo libros Physicorum Aristotelis expositio, lib II, lectio 14.
61
menimbulkan ketimpangan, ketidakadilan dan kekerasan
yang serius bagi sebagian besar umat manusia, karena
sumber daya akhirnya jatuh ke tangan orang yang datang
pertama atau yang paling kuat: pemenang mengambil
segalanya. Cita-cita harmoni, keadilan, persaudaraan dan
perdamaian yang Yesus tawarkan adalah kebalikan dari
model seperti itu, dan berkaitan dengan para penguasa
zaman-Nya Ia menyatakan demikian: “Penguasa-penguasa
bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi
dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan
keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu.
Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah
ia menjadi pelayanmu” (Matius 20:25-26).
62
dan cinta, serta ditarik kepada kepenuhan Kristus, dipanggil
untuk mengantar semua makhluk kembali kepada Pencipta
mereka.
54 Yohanes Paulus II, Katekese (30 Januari 2002), 6: Insegnamenti 25/1 (2002),
140.
63
wahyu ilahi yang terus-menerus”.55 Para uskup Jepang, dari
pihak mereka, mengingatkan kita akan sesuatu yang sangat
menarik: “Mendengarkan setiap makhluk menyanyikan
himne keberadaannya adalah hidup dengan sukacita dalam
kasih Allah dan dalam pengharapan”.56 Menatap karya cip
ta
an itu memungkinkan kita untuk menemukan pesan
Allah bagi kita dalam segala-galanya, karena “bagi orang
beriman, menatap dunia ciptaan adalah mendengarkan
pesan, mendengarkan suara yang paradoksal dan hening”.57
Kita dapat mengatakan bahwa “di samping wahyu yang se
sungguhnya, yang terkandung dalam Kitab Suci, ada pula
penyataan ilahi dalam sinar matahari dan dalam jatuhnya
malam”.58 Dengan memperhatikan penyataan ini, kita belajar
untuk melihat diri kita sendiri dalam hubungan kita dengan
semua makhluk lain: “Saya mengungkapkan diri dalam
meng ungkapkan dunia; saya menemukan kesucian saya
sendiri ketika saya berusaha mengartikan kesucian dunia”.59
86. Alam semesta sebagai keseluruhan, dalam aneka hu
bungannya, mengungkapkan kekayaan Allah yang tak ter
batas. Santo Thomas Aquinas mencatat dengan bijak bah
wa keanekaragaman dan pluralitas berasal dari “niat pelaku
pertama,” yang menghendaki agar “apa yang kurang dalam
64
masing-masing makhluk untuk menggambarkan kebaikan
ilahi dilengkapi oleh yang lain,”60 karena kebaikan-Nya
“tidak dapat digambarkan secara memadai oleh satu
makhluk”.61 Oleh karena itu, kita perlu memahami ke
anekaragaman makhluk-makhluk dalam banyaknya hu
bungan mereka.62 Maka kita baru memahami pentingnya
dan makna dari setiap makhluk jika kita memandangnya
dalam keseluruhan rencana Allah. Seperti diajarkan
dalam Katekismus: “Ketergantungan makhluk-makhluk
satu sama lain dikehendaki Allah. Matahari dan bulan,
pohon aras dan bunga liar, rajawali dan burung pipit—
semua keanekaan dan ketidaksamaan yang tidak terhitung
banyaknya itu mengatakan bahwa tidak ada satu makhluk
pun yang mencukupi dirinya sendiri. Makhluk-makhluk
itu ada hanya dalam ketergantungan satu sama lain untuk
saling melengkapi dalam pelayanan timbal balik”.63
65
Dia indah dan bercahaya dengan sinar cahaya yang
cemerlang;
tentang Engkau, Yang Mahaluhur, dia menjadi tanda
lambang.
Terpujilah Engkau, Tuhanku,
karena Saudari bulan dan bintang-bintang,
di cakrawala Kaupasang mereka,
gemerlapan, megah dan indah.
Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudara Angin,
dan karena udara dan kabut, langit yang cerah dan segala
cuaca,
dengannya Engkau menopang hidup makhluk ciptaan-Mu.
Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudari Air;
dia besar faedahnya, selalu merendah, berharga dan murni.
Terpujilah Engkau, Tuhanku, karena Saudara Api,
dengannya Engkau menerangi malam;
dia indah dan cerah ceria, kuat dan perkasa”.64
66
hal ini, kita tidak boleh lupa juga bahwa ada jarak yang
tak terbatas antara alam dan Sang Pencipta, dan bahwa
barang-barang dunia tidak memiliki kepenuhan Allah. Jika
tidak, kita akan berbuat salah terhadap makhluk-makhluk,
karena kita gagal melihat tempat mereka yang benar dan
tepat, dan akhirnya kita tak semestinya menuntut kepada
mereka apa yang dalam kelemahan tidak dapat mereka
berikan kepada kita.
V. PERSEKUTUAN UNIVERSAL
89. Makhluk-makhluk dunia ini tidak dapat dianggap se
bagai barang tanpa pemilik: “mereka adalah milik-Mu, ya
Tuhan, yang mencintai kehidupan” (Kebijaksanaan 11:26).
Ini adalah dasar keyakinan bahwa, karena diciptakan oleh
Bapa yang sama, kita dan semua makhluk alam semesta
disatukan oleh ikatan yang tak kelihatan, dan membentuk
semacam keluarga universal, suatu persekutuan luhur yang
memenuhi kita dengan rasa hormat yang suci, lembut
dan rendah hati. Saya ingin mengingatkan bahwa “Allah
menyatukan kita begitu erat dengan dunia di sekitar kita,
sehingga kita dapat merasakan penggundulan tanah hampir
seperti penyakit pada setiap orang, dan punahnya suatu
spesies bagaikan mutilasi yang menyakitkan”.67
67 Ajakan Apostolik Evangelii Gaudium (24 November 2013), 215: AAS 105
(2013), 1109; Sukacita Injil, Jakarta, DokPen KWI, 2014, hlm. 122.
67
yang sangat besar. Juga tidak disiratkan pengilahian bumi
yang akan mencegah kita dari panggilan untuk bekerja
dengan bumi dan melindunginya dalam kerapuhannya.
Gagasan-gagasan seperti itu akhirnya akan menciptakan
ketidakseimbangan baru yang akan membelokkan kita dari
realitas yang menantang kita.68 Kadang-kadang terlihat
obsesi untuk menyangkal setiap keunggulan pada pribadi
manusia. Semangat besar ditampilkan untuk melindungi
spesies lain lebih daripada membela martabat yang dimiliki
semua manusia dalam derajat yang sama. Tentu saja, kita
harus peduli agar makhluk hidup lainnya tidak diperlaku
kan secara tidak bertanggung jawab. Tetapi kita harus kesal
khususnya pada ketidaksetaraan besar di antara kita, di
mana kita terus membiarkan ada yang menganggap dirinya
lebih layak daripada yang lain. Kita gagal melihat bahwa ada
yang mendekam dalam penderitaan yang merendahkan,
tanpa jalan keluar, sementara yang lain bahkan tidak tahu
apa yang harus dilakukan dengan apa yang mereka miliki,
memamerkannya dengan kesombongan yang dianggap
keunggulan, dan meninggalkan sampah sedemikian banyak
hingga akan merusak planet ini, seandainya dilakukan oleh
semua. Dalam praktiknya, kita terus menerima bahwa
ada yang menganggap dirinya sebagai manusia yang lebih
daripada yang lain, seolah-olah mereka lahir dengan hak-
hak yang lebih besar.
68
sama hati kita tidak dipenuhi kelembutan hati, kasih sayang
dan kepedulian terhadap sesama manusia. Inkonsistensi itu
tampak pada mereka yang berjuang melawan perdagangan
hewan langka tetapi tidak peduli sedikit pun dengan
perdagangan manusia, tidak peduli dengan orang miskin,
atau bersikeras untuk menghancurkan manusia lain yang
tidak disukai. Ini membahayakan arti perjuangan kita bagi
lingkungan. Bukan suatu kebetulan bahwa dalam Gita
Sang Surya di mana Santo Fransiskus memuji Allah karena
makhluk-makhluk ciptaan-Nya, ditambahkan: “Terpujilah
Engkau, Tuhanku, karena mereka yang mengampuni demi
kasih-Mu”. Semuanya berkaitan. Kepedulian terhadap
lingkungan perlu bergandengan dengan cinta yang tulus
bagi manusia dan komitmen yang mantap untuk menangani
masalah-masalah masyarakat.
69
kita: “Perdamaian, keadilan dan keutuhan ciptaan adalah
tiga topik yang benar-benar terkait, yang tidak dapat di
pisahkan dan diperlakukan secara tersendiri tanpa sekali
lagi jatuh ke dalam reduksionisme”.70 Semuanya terhubung;
sebagai manusia, kita semua bersatu sebagai saudara dan
saudari dalam suatu ziarah yang mengagumkan, terjalin
oleh kasih yang Allah tunjukkan bagi setiap makhluk-Nya
dan yang dengan kasih sayang yang lembut menyatukan
kita juga dengan saudara matahari, saudari bulan, saudari
air dan ibu pertiwi.
70
tak dapat diganggu gugat, dan menekankan fungsi sosial
setiap bentuk milik pribadi. Santo Yohanes Paulus II dengan
tegas mengingatkan kita pada ajaran yang menyatakan
bahwa “Allah menganugerahkan bumi kepada seluruh
umat manusia, agar menjadi sumber kehidupan bagi semua
anggotanya, tanpa mengecualikan atau mengutamakan
siapa pun juga”.72 Inilah perkataan yang padat dan kuat.
Dia menekankan bahwa “bentuk pembangunan yang tidak
menghormati dan tidak memajukan hak-hak asasi manusia,
pribadi dan sosial, ekonomis dan politis, termasuk hak-hak
bangsa dan masyarakat, tidak akan sungguh layak untuk
manusia”.73 Dengan sangat jelas ia menerangkan bahwa
“Gereja memang membela hak milik pribadi, namun juga
mengajarkan dengan jelas bahwa pada semua milik pribadi
selalu ada hipotek sosial, agar harta milik digunakan untuk
tujuan umum yang telah diberikan Allah kepadanya”.74 Oleh
karena itu, ia mengingatkan bahwa “tidak sesuai dengan
rencana Allah kalau pemberian ini dikelola sedemikian rupa
hingga hasilnya hanya menguntungkan beberapa orang”.75
Ini menimbulkan pertanyaan serius terhadap sikap yang
tidak adil sebagian umat manusia.76
71
94. Orang kaya dan miskin memiliki martabat yang sama
karena “Tuhan telah membuat mereka semua” (Amsal
22:2), “Dialah yang menjadikan orang kecil dan orang
besar” (Kebijaksanaan 6:7) dan “Dia menerbitkan matahari
bagi orang yang jahat dan orang yang baik” (Matius 5:45).
Hal ini memiliki konsekuensi praktis, seperti yang telah
ditunjukkan oleh para Uskup Paraguay: “Setiap petani
memiliki hak alamiah untuk memiliki bagian tanah yang
wajar di mana ia dapat membangun rumahnya, bekerja
untuk menghidupi keluarganya dan dapat hidup dengan
aman. Hak ini harus dijamin, agar tidak tinggal ilusi tetapi
dapat dijalankan secara nyata. Ini berarti bahwa selain harta
milik, petani harus punya akses ke pendidikan kejuruan,
kredit, asuransi, dan pasar”.77
72
VII. TATAPAN YESUS
96. Yesus mengangkat kembali iman alkitabiah akan
Allah Sang Pencipta, sambil menekankan suatu kebenaran
mendasar: Allah adalah Bapa (lihat Matius 11:25). Dalam
percakapan dengan murid-murid-Nya, Yesus mengundang
mereka untuk mengenali hubungan kebapaan yang dimiliki
Allah dengan semua makhluk. Ia mengingatkan mereka,
dengan kelembutan hati yang menakjubkan, bagaimana
setiap makhluk adalah penting di mata Allah: “Bukankah
burung pipit dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun
demikian tidak seekor pun dari padanya yang dilupakan
Allah” (Lukas 12:6). “Pandanglah burung-burung di langit,
yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengum
pulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh
Bapamu yang di surga” (Matius 6:26).
97. Tuhan dapat mengundang yang lain untuk mem
perhatikan keindahan yang ada di dunia, karena Ia
sendiri terus-menerus dalam kontak dengan alam dan
memberinya perhatian yang penuh kasih sayang dan rasa
takjub. Sementara Ia menjelajahi setiap sudut negeri-Nya, Ia
berhenti untuk merenungkan keindahan yang ditaburkan
oleh Bapa-Nya, dan Ia mengajak murid-murid-Nya untuk
menemukan pesan ilahi dalam segala suatu: “Lihatlah
sekelilingmu dan pandanglah ladang-ladang yang sudah
menguning dan matang untuk dituai” (Yohanes 4: 35)”. “Hal
Kerajaan Surga itu seumpama biji sesawi, yang diambil dan
ditaburkan orang di ladangnya. Memang biji itu yang paling
kecil dari segala jenis benih, tetapi apabila sudah tumbuh,
sesawi itu lebih besar dari pada sayuran yang lain, bahkan
menjadi pohon” (Matius 13:31-32).
73
yang hadir sejak awal mula: “Segala sesuatu diciptakan
melalui Dia dan untuk Dia” (Kolose 1:16).80 Prolog Injil
Yohanes (1:1‑18) mengungkapkan tindakan penciptaan
Kristus sebagai tindakan Firman ilahi (Logos). Secara tak
terduga prolog itu selanjutnya mengatakan bahwa Firman
itu “menjadi daging” (Yohanes 1:14). Satu Pribadi Allah
Tritunggal masuk ke dalam dunia ciptaan dan menjalani
nasib-Nya bersamanya sampai di kayu salib. Dari awal mula
dunia, tetapi secara khusus sejak Inkarnasi, misteri Kristus
bekerja secara tersembunyi di seluruh realitas alam tanpa
meniadakan otonominya.
74
98. Yesus hidup dalam harmoni penuh dengan dunia
ciptaan, dan orang-orang heran: “Orang apakah Dia ini,
sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?” (Matius
8:27). Ia tidak tampil sebagai petapa yang terpisah dari dunia,
atau musuh dari hal-hal yang menyenangkan dalam hidup.
Dengan mengacu pada diri-Nya sendiri Ia berkata: “Anak
Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata:
Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum” (Matius 11:19).
Yesus jauh dari filsafat yang memandang rendah tubuh dan
materi dunia ini. Namun demikian, dualisme yang tidak
sehat itu telah sangat berpengaruh pada beberapa pemikir
Kristen sepanjang sejarah, dan memberi gambaran yang
cacat tentang Injil. Yesus bekerja dengan tangan-Nya, dalam
kontak langsung setiap hari dengan materi yang diciptakan
oleh Allah dan Ia beri bentuk dengan keterampilan-Nya.
Cukup mengejutkan bahwa sebagian besar hidup-Nya telah
dibaktikan kepada tugas itu dalam hidup sederhana yang
tidak menimbulkan kekaguman apa pun: “Bukankah Ia ini
tukang kayu, anak Maria?” (Markus 6:3). Dengan cara itu
Ia telah menguduskan pekerjaan manusia dan memberinya
nilai khusus untuk pengembangan kita. Santo Yohanes
Paulus II mengajarkan: “Dengan menanggung jerih payah
pekerjaan dalam persatuan dengan Kristus yang disalibkan
untuk kita, manusia dengan salah satu cara bekerja sama
dengan Anak Allah untuk penebusan umat manusia”.79
75
mereka. Bahkan bunga-bunga di ladang dan burung-burung
yang ditatap dengan mata manusia-Nya dan dikagumi-Nya,
kini dipenuhi dengan cahaya kehadiran-Nya.
76
Sumber: http://www.earthisland.org/eijournal/autumn2013; diunduh pada 31-08-2015; pkl. 09.00 WIB
~ BAB TIGA ~
AKAR MANUSIAWI
KRISIS EKOLOGIS
79
104. Namun, harus juga diakui bahwa energi nuklir, bio
teknologi, teknologi informatika, pengetahuan tentang
DNA kita sendiri, dan kemampuan-kemampuan lainnya
yang telah kita peroleh, memberi kita kekuasaan yang luar
biasa. Lebih tepat, semuanya itu memberikan kekuasaan
yang memesona atas seluruh umat manusia dan seluruh
dunia bagi mereka yang memiliki pengetahuan, terutama
kekuatan ekonomis untuk menerapkannya. Belum pernah
umat manusia memiliki kekuasaan yang begitu besar atas
dirinya sendiri; dan tidak ada jaminan bahwa itu akan
selalu digunakan dengan baik, terutama bila kita mem
perhatikan bagaimana itu saat ini sedang digunakan. Ingat
saja bom atom yang dijatuhkan di pertengahan Abad XX,
dan pengembangan teknologi yang diperlihatkan oleh
Nazisme, komunisme dan rezim totaliter lainnya untuk
memusnahkan jutaan orang. Dan jangan lupa bahwa perang
saat ini membawa persenjataan yang sangat mematikan.
Kekuasaan begitu besar terdapat di tangan siapa, dan dapat
jatuh ke tangan yang mana? Sangat membahayakan bahwa
itu menjadi milik sebagian kecil umat manusia.
83 Romano Guardini, Das Ende der Neuzeit, Würzburg9 1965, 87. (bahasa
Inggris: The End of the Modern World, Wilmington 1998, 82).
80
pendidikan yang diperlukan untuk menggunakan kekua
saannya dengan baik”,84 karena kemajuan besar teknologi
belum disertai dengan pengembangan manusia dalam hal
tanggung jawab, nilai-nilai, dan hati nurani. Setiap zaman
condong kurang menyadari keterbatasannya sendiri. Oleh
karena itu, ada kemungkinan bahwa manusia sekarang tidak
memahami beratnya tantangan yang dihadapi saat ini, dan
bahwa “kemungkinan bahwa manusia menyalahgunakan
kekuasaannya, bertambah besar” ketika “tidak ada
norma-norma kebebasan, tetapi orang mengira hanya
membutuhkan manfaat dan keamanan”.85 Manusia tidak
sepenuhnya otonom. Kebebasan manusia memudar ketika
menyerahkan diri kepada kekuatan buta dorongan bawah
sadar, kebutuhan langsung, keegoisan, dan kekerasan.
Dalam hal ini, manusia tidak terlindung dari kekuasaannya
sendiri yang terus meningkat, tanpa ada sarana untuk
mengontrolnya. Ia mungkin memiliki beberapa mekanisme
yang dangkal, tetapi kita tidak dapat mengklaim bahwa
manusia saat ini memiliki etika yang kuat, budaya dan
spiritualitas yang benar-benar menetapkan batas-batas dan
mencerahkan dia untuk menahan diri.
84 Ibid.
85 Ibid., 87-88 ( The End of the Modern World, 83).
81
pandang. Model ini mengagungkan konsep subjek yang,
dengan menggunakan prosedur yang logis dan rasional,
langkah demi langkah mendekati dan mengontrol objek
yang ada di luar. Subjek berusaha mengembangkan
metode ilmiah dengan eksperimen-eksperimen yang
sudah jelas merupakan teknik kepemilikan, penguasaan,
dan transformasi. Seolah-olah subjek berada di hadapan
sesuatu yang belum berbentuk, sepenuhnya tersedia
untuk dimanipulasi. Manusia selalu campur tangan atas
alam, tetapi untuk waktu yang lama aktivitas itu berciri
mendukung sambil menyesuaikan diri pada kemungkinan
yang ditawarkan oleh benda-benda alam sendiri. Manusia
menerima apa yang diizinkan oleh kenyataan alam sendiri,
yang sepertinya mengulurkan tangannya. Kini, sebaliknya
campur tangan manusia berniat memeras sebanyak mungkin
segala benda, sambil mengabaikan atau melupakan kenya
taan yang ada di depannya. Itulah sebabnya manusia dan
benda-benda alam tidak lagi ramah saling mengulurkan
tangan; hubungan telah menjadi konfrontatif. Dari situ orang
dengan mudah menerima gagasan pertumbuhan tanpa
batas, yang telah menggairahkan banyak ekonom, pemodal,
dan teknolog. Gagasan itu didasarkan pada kebohongan
tentang persediaan sumber daya alam yang tak terbatas, yang
menyebabkan planet ini diperas habis-habisan. Ada asumsi
yang salah bahwa “persediaan energi dan sumber daya itu tak
terbatas untuk dimanfaatkan, bahwa regenerasinya terjadi
dengan cepat, dan bahwa efek-efek negatif dari manipulasi
tatanan alam dengan mudah dapat diserap”.86
82
107. Dapat dikatakan bahwa akar banyaknya masalah
dunia saat ini terutama kecenderungan, yang tidak selalu
disadari, untuk menjadikan metode dan tujuan ilmu-ilmu
teknik sebagai paradigma pemahaman yang dipaksakan
bagi kehidupan individu dan cara kerja masyarakat.
Efek dari penerapan paradigma itu pada seluruh realitas,
manusia dan masyarakat, menjadi nyata dalam degradasi
lingkungan, tetapi itu hanya satu tanda dari reduksionisme
yang mempengaruhi kehidupan manusia dan masyarakat
dalam semua dimensinya. Perlu diakui bahwa produk-
produk teknologi tidak netral karena mereka menciptakan
kerangka kerja yang pada akhirnya membentuk gaya hidup,
dan mengarahkan peluang-peluang dalam masyarakat ke
arah kepentingan kelompok-kelompok berkuasa tertentu.
Beberapa pilihan yang tampaknya hanya mengenai
peralatan, dalam kenyataannya, adalah pilihan tentang jenis
kehidupan sosial yang ingin dikembangkan.
83
pada akhirnya diperjuangkan dalam bidang ini bukanlah
manfaat, dan bukanlah kesejahteraan umat manusia, tetapi
dominasi: suatu dominasi dalam arti yang paling ekstrem
dari kata itu”.87 Untuk itu “orang berusaha merebut segala
unsur alam dan kehidupan manusia”.88 Kemampuan kita
untuk membuat keputusan, kebebasan yang paling otentik,
dan ruang untuk suatu kreativitas alternatif masing-masing
orang, sudah berkurang.
87 Romano Guardini, Das Ende der Neuzeit, 63-64 (The End of the Modern
World, 56).
88 Ibid., 64 (The End of the Modern World, 56).
84
seimbang, distribusi kekayaan yang lebih baik, kepedulian
terhadap lingkungan, dan hak-hak generasi mendatang.
Perilaku mereka menunjukkan bahwa hal memaksimalkan
keuntungan sudah cukup bagi mereka. Tetapi pasar tidak
dengan sendirinya menjamin pengembangan manusia
secara integral atau pelibatan sosial.89 Pada saat yang
sama, kita menyaksikan “semacam ‘superdevelopment’
berbentuk hidup boros dan konsumtif, yang harus ditolak
karena kontras dengan situasi penderitaan tak manusiawi
yang berlangsung terus”;90 sementara kita amat terlambat
dalam mengembangkan lembaga-lembaga ekonomi dan
prakarsa sosial yang dapat memberi orang miskin akses
teratur ke sumber-sumber daya yang mendasar. Kita gagal
untuk melihat akar terdalam dari ketimpangan saat ini
yang terkait dengan arah, tujuan, makna, dan konteks sosial
perkembangan teknologi dan ekonomi.
89 Bdk. Benediktus XVI, Ensiklik Caritas in Veritate (29 Juni 2009), 35: AAS
101 (2009), 671.
90 Ibid, 22: hlm. 657.
85
dapat ditangani dari satu perspektif atau dengan satu jenis
kepentingan saja. Sebuah ilmu yang mengklaim dapat
menawarkan solusi untuk masalah-masalah yang besar
harus selalu memperhitungkan data yang dihasilkan oleh
bidang-bidang pengetahuan lain, termasuk filsafat dan
etika sosial. Tetapi kebiasaan itu sulit didapatkan dewasa
ini. Karena itu juga, tidak dapat ditemukan cakrawala
etika yang benar dan yang dapat menjadi rujukan.
Hidup ini lama-kelamaan diserahkan kepada keadaan
yang dibentuk oleh teknologi, yang dipandang sebagai
kunci utama untuk memaknai eksistensi. Dalam realitas
konkret yang menantang kita, tampaklah berbagai gejala
yang menunjukkan kekeliruan ini, seperti kerusakan
lingkungan, kecemasan, kehilangan tujuan hidup dan
hidup bersama. Hal ini menunjukkan, sekali lagi, bahwa
“kenyataan lebih penting daripada gagasan”.91
91 Seruan Apostolik Evangelii Gaudium (24 November 2013), 231: AAS 105
(2013), 1114; Sukacita Injil, Jakarta, DokPen KWI, 2014, hlm. 128.
86
adalah mengisolasi hal-hal yang dalam kenyataan saling
berhubungan, dan itu berarti menutupi masalah-masalah
yang benar dan paling mendalam dari sistem global.
87
berdasarkan keadaan dunia sekarang dan kemampuan
teknis saat ini. Mereka menjadi sadar bahwa kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak dapat disamakan dengan
kemajuan umat manusia dan sejarah, dan mereka melihat
bahwa jalan-jalan utama menuju masa depan yang bahagia
adalah berbeda. Namun, mereka tidak membayangkan untuk
melepaskan kemungkinan-kemungkinan yang ditawarkan
oleh teknologi. Umat manusia telah berubah secara radikal,
dan akumulasi hal-hal baru terus-menerus mendangkalkan
dan menyeret kita pada satu arah, pada pemukaan saja. Sulit
untuk berhenti sejenak menemukan kembali kedalaman
hidup. Bila benar bahwa arsitektur mencerminkan sema
ngat zaman, gedung-gedung raksasa dan apartemen-
apartemen yang mirip-mirip mengekspresikan semangat
teknologi yang mengglobal; membanjirnya produk-produk
baru menyatu dengan kebosanan konstan. Mari kita
menolak untuk menyerah kepada keadaan itu, dan berani
bertanya tentang tujuan dan makna segala sesuatu. Kalau
tidak, kita hanya akan melegitimasi situasi sekarang dan
terus membutuhkan lebih banyak barang pengganti untuk
mengisi kekosongan.
88
saat yang sama memulihkan kembali nilai-nilai dan tujuan-
tujuan agung yang hancur karena manusia menganggap
dirinya besar tanpa adanya kendali.
92 Romano Guardini, Das Ende der Neuzeit, 63 ( The End of the Modern World, 55).
93 Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus (1 Mei 1991), 38: AAS 83
(1991), 841; (Ulang Tahun ke Seratus), Jakarta: DokPen KWI, 1991, hlm. 52.
89
saatnya untuk kembali memperhatikan realitas dengan
batas-batas yang ia tetapkan, dan yang pada gilirannya
memungkinkan suatu pembangunan manusiawi dan sosial
yang lebih sehat dan lebih subur. Presentasi yang kurang
memadai tentang antropologi Kristen dapat menimbulkan
kesalahpahaman tentang hubungan antara manusia dan
dunia. Yang seringkali disajikan adalah visi penguasaan
dunia ala Prometheus, yang memberi kesan bahwa per
lindungan alam hanya untuk yang lemah. Konsep manusia
sebagai “tuan” atas alam semesta harus dipahami lebih baik
dalam arti pengelola yang bertanggung jawab. 94
94 Bdk. Love for Creation. An Asian Response to the Ecological Crisis, Pernyataan
seminar yang diselenggarakan oleh FABC (Tagatay, 31 Januari - 5 Februari
1993), 3.3.2.
95 Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus (1 Mei 1991), 37: AAS 83
(1991), 840; (Ulang Tahun ke Seratus), Jakarta: DokPen KWI, 1991, hlm. 52.
90
118. Situasi ini membawa kita ke suatu skizofrenia yang
tetap, yang bergerak dari pengagungan teknokrasi yang
tidak mengakui nilai intrinsik makhluk-makhluk lain,
sampai ke reaksi yang menolak nilai khusus apa pun kepada
manusia. Tetapi kemanusiaan tidak dapat diabaikan. Tidak
akan ada hubungan baru dengan alam tanpa manusia
yang dibaharui. Tidak ada ekologi tanpa antropologi yang
memadai. Apabila pribadi manusia dianggap sebagai salah
satu makhluk dari antara yang lain saja, hasil dari suatu
permainan yang kebetulan atau dari determinisme fisik,
“kesadaran akan tanggung jawabnya terancam berkurang
dalam diri manusia”.96 Sebuah antroposentrisme sesat
tak perlu diganti dengan “biocentrism”, karena itu akan
berarti membawa ketidakseimbangan baru, yang bukan
memecahkan masalah tetapi menambah masalah. Manusia
tidak dapat diharapkan melibatkan diri penuh hormat
ke dalam dunia, jika tidak serentak ada pengakuan dan
penghargaan terhadap kemampuannya yang unik berupa
pengetahuan, kehendak, kebebasan, dan tanggung jawab.
96 Benediktus XVI, Message for the 2010 World Day of Peace (Pesan untuk Hari
Perdamaian Dunia 2010), 2: AAS 102 (2010), 41.
91
dengan makhluk lain; hal ini membawa serta penghargaan
bagi setiap pribadi manusia, dan meminta pengakuan akan
orang lain. Keterbukaan terhadap orang lain sebagai “engkau”
yang mampu mengetahui, mencintai dan berdialog, tetap
mencerminkan keluhuran pribadi manusia. Oleh karena
itu, untuk relasi yang tepat dengan dunia ciptaan, kita tidak
perlu melemahkan dimensi sosial manusia maupun dimensi
transendennya, keterbukaannya terhadap “Engkau” yang
ilahi. Memang, kita tidak dapat membayangkan hubungan
dengan lingkungan alam yang dipisahkan dari hubungan
dengan orang lain dan dengan Allah. Itu individualisme
romantis, yang menyamar dalam pakaian indah ekologis,
dan mengurung kita dalam imanensi yang menyesakkan.
97 Id., Ensiklik Caritas in Veritate (29 Juni 2009), 28: AAS 101 (2009), 663.
92
selalu merenungkan dan menyatakannya kembali dalam
dialog dengan situasi-situasi sejarah yang baru. Dengan
demikian, terungkaplah kebaruannya yang abadi.98
Relativisme praktis
122. Sebuah antroposentrisme yang menyimpang mendo
rong gaya hidup yang menyimpang. Dalam Anjuran Apos
tolik Evangelii Gaudium, saya merujuk ke relativisme
praktis yang menjadi ciri khas zaman kita, dan yang “lebih
berbahaya daripada relativisme doktrinal”.99 Ketika ma
nusia menempatkan dirinya di pusat, ia akhirnya mem
berikan prioritas tertinggi kepada kepentingannya yang
sesaat, dan semuanya yang lain menjadi relatif. Karena
itu, tidak mengherankan bahwa bersamaan dengan para
digma teknokratis yang dominan dan pemujaan kuasa
manusia yang tak terbatas, berkembang suatu relativisme
yang menganggap segala sesuatu yang tidak langsung
melayani kepentingannya sendiri, juga tidak penting lagi.
Dalam semuanya ini ada logika yang membantu mema
hami bagaimana sikap-sikap tertentu yang menyebabkan
kerusakan lingkungan maupun kerusakan sosial, saling
memupuk.
98 Bdk. Vincent dari Lérins, Commonitorium Primum, ch. 23: PL 50, 688: “Ut
annis scilicet consolidetur, dilatetur tempore, sublimetur Aetate” (tentang
perkembangan dogma sehingga dikonsolidasikan oleh tahun-tahun,
diperluas oleh waktu, diangkat oleh umur).
99 Evangelii Gaudium, N. 80: AAS 105 (2013), 1053; Sukacita Injil, Jakarta:
DokPen KWI, 2014, hlm. 51.
93
dan memperlakukannya sebagai objek saja, dengan mewa
jibkannya untuk kerja paksa, atau memperbudaknya karena
utang. Cara berpikir yang sama mendorong eksploitasi
seksual terhadap anak-anak atau penelantaran orang
lansia yang tidak lagi berguna untuk kepentingan pribadi.
Ini pun pola berpikir orang yang mengatakan, ‘Biarkan
kekuatan pasar yang tak kelihatan mengatur ekonomi,
karena pelbagai dampaknya terhadap masyarakat dan alam
merupakan kerugian yang tak dapat dielakkan. Jika tidak
ada kebenaran objektif atau prinsip-prinsip yang kuat selain
realisasi proyek-proyek pribadi dan pemuasan kebutuhan
mendesak, bagaimana dapat dibatasi perdagangan ma
nusia, kejahatan terorganisasi, perdagangan narkoba, dan
perdagangan “berlian berdarah” atau kulit satwa yang
terancam punah? Bukankah logika relativisme yang sama
membenarkan pembelian organ orang-orang miskin untuk
dijual kembali atau digunakan dalam eksperimen, atau
membenarkan pembuangan anak-anak karena mereka
tidak memenuhi keinginan orang tuanya? Ini sama dengan
logika “pakai dan buang”, yang menghasilkan begitu ba
nyak sampah, hanya karena keinginan tak teratur untuk
mengkonsumsi lebih banyak daripada yang sebenarnya
dibutuhkan. Oleh karena itu, jangan kita berpikir bahwa
upaya politik dan kekuatan hukum akan cukup untuk
mencegah perilaku yang berdampak pada lingkungan,
karena apabila kebudayaan sudah korup dan kita tidak lagi
mengakui kebenaran objektif atau prinsip-prinsip yang
berlaku universal, hukum hanya dilihat sebagai pemaksaan
yang sewenang-wenang dan sebagai kendala yang perlu
dihindari.
94
Kebutuhan untuk melestarikan pekerjaan
124. Dalam setiap pendekatan ekologi integral, yang
tidak mengecualikan manusia, harus diperhitungkan nilai
pekerjaan, yang diuraikan dengan penuh hikmat oleh
Santo Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Laborem Exercens.
Ingat, menurut kisah penciptaan dalam Alkitab, Allah
menempatkan manusia dalam suatu kebun yang baru
saja diciptakan (lihat Kejadian 2:15) tidak hanya untuk
melestarikan apa yang ada (memelihara) tetapi juga untuk
mengerjakannya agar menghasilkan buah (mengusahakan).
Dengan demikian, para pekerja dan pengrajin “menopang
tata dunia” (Sirakh 38:34). Pada kenyataannya, campur
tangan manusia untuk mengembangkan dunia ciptaan
dengan cermat, adalah bentuk pemeliharaan yang paling
tepat karena berarti bahwa kita memandang diri sebagai
sarana Allah untuk membantu mewujudkan potensi yang
telah Allah sendiri letakkan dalam segalanya: “Tuhan
membuat obat-obatan tumbuh dari bumi, dan orang yang
arif tidak mengabaikannya” (Sirakh 38:4).
95
relasi yang dapat, atau harus dibangun manusia dengan
sesamanya. Bersamaan dengan kekaguman kontemplatif
terhadap dunia ciptaan seperti yang kita temukan pada
Santo Fransiskus dari Assisi, Spiritualitas Kristen juga
telah mengembangkan pemahaman yang kaya dan sehat
terhadap pekerjaan, seperti yang dapat kita lihat, misalnya,
dalam kehidupan Beato Charles de Foucauld dan murid-
muridnya.
126. Kita juga dapat memetik sesuatu dari tradisi lama
monastisisme. Awalnya, ini lebih disukai sebagai cara me
larikan diri dari dunia, mencoba melepaskan diri dari ke
merosotan kehidupan kota. Karena itu para rahib men
cari padang gurun, yang diyakini sebagai tempat yang
tepat untuk mengenali kehadiran Allah. Kemudian, Santo
Benediktus dari Nursia mengusulkan agar para rahib hidup
dalam komunitas, dan menggabungkan doa serta bacaan
dengan kerja tangan (Ora et labora). Memperkenalkan kerja
tangan yang sarat akan makna rohani, adalah revolusioner.
Kita belajar mematangkan dan menguduskan diri melalui
interaksi antara permenungan dan pekerjaan. Dengan cara
menghayati pekerjaan seperti itu kita menjadi lebih peka
dan lebih ramah terhadap lingkungan, serta relasi kita
dengan dunia menjadi lebih bersahaja dan sehat.
100 Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern
Gaudium et Spes, 63.
96
mana arti pekerjaan salah dimengerti.101 Kita harus selalu
ingat bahwa manusia memiliki “kemampuan memperbaiki
nasibnya, menunjang pertumbuhan moralnya dan mengem
bangkan bakat-kemampuan rohaninya”.102 Pekerjaan harus
menjadi tempat pengembangan pribadinya dalam beberapa
dimensi kehidupan yang penting: kreativitas, perencanaan
masa depan, pengembangan bakat, penghayatan nilai-nilai,
komunikasi dengan orang lain, dan sikap memuja Allah.
Oleh karena itu, dalam realitas masyarakat global saat ini,
perlulah “kita terus memberi prioritas terhadap akses ke
pekerjaan tetap bagi setiap orang,”103 melebihi kepentingan
sempit bisnis dan rasionalitas ekonomi yang meragukan.
101 Bdk. Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus (1 Mei 1991), 37: AAS
83 (1991), 8a40; (Ulang Tahun ke Seratus), Jakarta: DokPen KWI, 1991, hlm.
51-52.
102 Paulus VI, Ensiklik Populorum Progressio (26 Maret 1967), 34: AAS 59
(1967), 274.
103 Benediktus XVI, Ensiklik Caritas in Veritate (29 Juni 2009), 32: AAS 101
(2009), 666.
97
dan kemudian menggantinya dengan mesin. Ini satu con
toh lagi bagaimana tindakan manusia dapat berbalik mela
wan dirinya sendiri. Hilangnya pekerjaan “juga membawa
dampak negatif terhadap perekonomian, mengikis ‘modal
sosial’, yaitu jejaring relasi kepercayaan, saling ketergan
tungan, dan patuh pada peraturan, yang semuanya sangat
diperlukan untuk setiap bentuk kehidupan masya rakat
sipil”. Singkatnya, “Biaya manusia (human cost) selalu ter
104
104 Ibid.
105 Ibid.
98
pasar regional dan global, atau karena infrastruktur pen
jualan dan transportasi yang hanya melayani bisnis besar.
Pihak berwenang memiliki hak dan tanggung jawab untuk
mengambil langkah-langkah yang dengan jelas dan tegas
mendukung produsen kecil dan keanekaragaman produksi.
Untuk menjamin kebebasan ekonomi di mana setiap orang
benar-benar dapat memperoleh keuntungan, kadang-
kadang perlu menetapkan batas bagi mereka yang memi
liki lebih banyak sumber daya dan kekuatan finansial. Wa
cana tentang kebebasan ekonomi, sementara kondisi yang
sebenarnya menghalangi banyak orang untuk mendapat
akses nyata kepadanya, dan juga akses ke lapangan kerja
memburuk, menjadi wacana kontradiktif yang memalukan
bagi politik. Kegiatan kewirausahaan, yang merupakan
panggilan mulia untuk menghasilkan kekayaan dan mem
perbaiki dunia bagi semua, dapat menjadi cara yang sangat
subur untuk memajukan daerah di mana proyek-proyeknya
dikembangkan; terutama jika dipahami bahwa penciptaan
lapangan kerja merupakan bagian penting dari pelayanan
untuk kesejahteraan umum.
99
dan menyelamatkan manusia”.106 Katekismus mengingat
kan dengan tegas bahwa kuasa manusia punya batas dan
bahwa “bertentangan dengan martabat manusia bila me
nyiksa binatang dan membunuhnya dengan cara yang tidak
wajar”.107 Setiap penggunaan atau eksperimen “menuntut
penghormatan kepada keutuhan ciptaan”.108
100
dan tak tahu menahu efek negatif intervensi tersebut.
Tidak mungkin untuk mengekang kreativitas manusia.
Jika kita tidak dapat melarang seorang seniman untuk
menampilkan kemampuannya yang kreatif, kita juga tidak
dapat menghalangi mereka yang memiliki karunia khusus
untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
kemampuan itu diberikan oleh Allah untuk melayani
orang lain. Pada saat yang sama, kita tak henti-hentinya
perlu memikirkan kembali tujuan, efek, konteks dan batas-
batas etis aktivitas manusia ini, yang merupakan bentuk
kekuasaan yang melibatkan risiko tinggi.
112 Yohanes Paulus II, Address to the 35th General Assembly of the World Medical
Association (Kata sambutan kepada Majelis Umum ke 35 th dari Asosiasi
Medis Sedunia) (29 Oktober 1983), 6: AAS 76 (1984), 394.
101
133. Sulit untuk membuat penilaian umum tentang
modifikasi genetik (GM), entah menyangkut tanaman
atau hewan, dengan tujuan medis atau agraris, karena
modifikasi-modifikasi itu bisa sangat berbeda satu sama
lain dan memerlukan pertimbangan yang berbeda. Di
sisi lain, risiko tidak selalu berasal dari teknik itu sendiri,
tetapi dari aplikasinya yang tidak sesuai atau berlebihan.
Pada kenyataannya, mutasi genetik sudah, dan sangat
sering, dilakukan oleh alam sendiri. Juga mutasi genetik
yang disebabkan oleh campur tangan manusia, bukanlah
fenomena modern. Domestikasi hewan, persilangan
spesies dan praktik kuno lainnya yang diterima secara
universal, dapat masuk dalam pertimbangan di sini. Perlu
diingat bahwa perkembangan ilmiah dari sereal transgenik
dimulai dari pengamatan bakteri yang secara alami dan
spontan menghasilkan modifikasi genom tanaman. Tetapi
di alam, proses itu berjalan lambat, tidak sebanding dengan
langkah cepat berkat kemajuan teknologi saat ini, bahkan
ketika kemajuan ini adalah buah perkembangan ilmiah dari
beberapa abad.
102
digunakan, terpaksa menarik diri dari produksi lang
sung”.113 Orang paling rentan menjadi buruh tidak tetap,
dan banyak buruh tani akhirnya pindah ke wilayah perko
taan yang miskin. Perluasan lahan tanaman baru itu meng
hancurkan jaringan ekosistem yang kompleks, mengurangi
keanekaragaman produksi dan membahayakan masa kini
dan masa depan ekonomi regional. Di beberapa negara, kita
melihat perkembangan oligopoli dalam produksi gandum
dan produk lainnya yang dibutuhkan dalam budaya mereka.
Ketergantungan ini menjadi lebih parah lagi dengan
produksi benih steril yang akhirnya akan memaksa para
petani untuk membeli benih dari perusahaan produsen
besar.
113 Konferensi Waligereja Argentina: Komisi Pastoral Sosial, Una tierra para
todos (tanah untuk semua; Juni 2005), 19.
103
dapat mengungkapkan masalah mereka atau mengakses
informasi yang lengkap dan terpercaya, untuk membuat
keputusan demi kesejahteraan umum sekarang dan di masa
depan. Ini adalah masalah lingkungan yang kompleks;
penanganannya membutuhkan pendekatan komprehensif,
dan untuk itu dibutuhkan, setidaknya, suatu upaya yang
lebih besar untuk membiayai berbagai bidang penelitian,
yang otonom dan interdisipliner, yang mampu membawa
terang baru.
104
Sumber: http://www.rostad.com/docs/HostResources/CountryInfoMultimedia/Israel/Photos/Megiddo-Ruins-
Vertical%C2%A9IsraelTourism.jpg; diunduh pada 31-08-2015; pkl. 09.00 WIB
105
~ BAB EMPAT ~
I. EKOLOGI LINGKUNGAN,
EKONOMI DAN SOSIAL
138. Ekologi mempelajari hubungan antara organisme-
organisme hidup dan lingkungan di mana mereka ber
kembang. Hal itu meminta pula refleksi dan diskusi yang
jujur tentang syarat-syarat untuk hidup dan kelangsungan
hidup masyarakat, dan kejujuran untuk mempertanyakan
pelbagai model pembangunan, produksi dan konsumsi.
Tidak berlebihan untuk menekankan bahwa semuanya
terhubung. Waktu dan ruang tidak independen satu sama
lain, dan bahkan atom atau partikel sub-atom tidak dapat
dipertimbangkan secara terpisah. Sama seperti berbagai
komponen fisik, kimiawi dan biologis dari planet saling
berhubungan, demikian juga spesies-spesies hidup mem
bentuk jaringan yang belum selesai kita identifikasi dan
pahami. Sebagian besar dari kode genetik kita dimiliki
bersama banyak makhluk hidup. Oleh karena itu penge
tahuan yang fragmentaris dan terisolasi dapat men jadi
bentuk kebodohan jika menolak mengintegrasikan diri
dalam visi yang lebih lengkap tentang realitas.
139. Ketika berbicara tentang “lingkungan”, kita mengacu
pada suatu relasi yang khusus, yaitu antara alam dan
masyarakat yang menghuninya. Hal itu mencegah kita
untuk memahami alam sebagai sesuatu yang terpisah
dari kita atau hanya sebagai kerangka kehidupan kita.
Kita adalah bagian dari alam, termasuk di dalamnya, dan
terjalin dengannya. Menjawab pertanyaan mengapa tempat
tertentu tercemar memerlukan suatu studi tentang cara
kerja masyarakat, ekonominya, perilakunya, cara mereka
memahami realitas. Mengingat skala perubahan, tidak
mungkin lagi untuk menemukan jawaban yang spesifik
dan independen untuk setiap bagian masalah. Sangat
penting untuk mencari solusi yang komprehensif yang
memperhitungkan interaksi sistem-sistem alam yang satu
dengan yang lain, juga dengan sistem-sistem sosial. Tidak
ada dua krisis terpisah, yang satu menyangkut lingkungan
dan yang lain sosial, tetapi satu krisis sosial-lingkungan
yang kompleks. Solusi hanya mungkin melalui pendekatan
komprehensif untuk memerangi kemiskinan, memulihkan
martabat orang yang dikucilkan, dan pada saat yang sama
melestarikan alam.
140. Karena banyak unsur dan aneka faktor harus diper
hitungkan ketika berusaha menentukan dampak suatu
inisiatif konkret terhadap lingkungan, perlulah diberikan
peran penting kepada para peneliti dan difasilitasi interaksi
di antara mereka dalam kebebasan akademik yang besar.
Penelitian kontinyu juga harus menghasilkan pemahaman
bagaimana makhluk-makhluk yang berbeda, terkait dan
107
membentuk unit-unit lebih besar yang sekarang ini kita
sebut “ekosistem”. Kita memperhitungkan sistem-sistem
itu bukan hanya untuk menentukan cara penggunaannya
yang terbaik, tetapi karena nilai intrinsik mereka yang inde
penden dari penggunaan itu. Sama seperti setiap organisme
sebagai makhluk Allah adalah baik dan menga gumkan
dalam dirinya sendiri, demikian juga halnya keharmonisan
pelbagai organisme yang dalam tempat tertentu berfungsi
sebagai satu sistem. Meskipun kita tidak menyadarinya,
kita bergantung pada sistem itu untuk keberadaan kita
sendiri. Kita harus ingat bahwa banyak ekosistem berperan
dalam penangkapan karbon dioksida, dalam pemurnian
air, pengendalian penyakit-penyakit dan epidemi, dalam
pembentukan tanah, pembusukan sampah, dan dalam
banyak jasa lainnya yang kita lupa atau tidak tahu. Setelah
mengamati hal itu, banyak orang mulai menyadari kembali
bahwa kita hidup dan bertindak berdasarkan suatu
realitas yang terlebih dahulu telah diberikan kepada kita,
dan mendahului keberadaan dan kemampuan kita. Itu
sebabnya, ketika kita berbicara tentang ‘penggunaan yang
berkelanjutan’, kita selalu harus mempertimbangkan juga
kemampuan regeneratif setiap ekosistem dalam berbagai
bidang dan aspeknya.
108
lepas dari itu”.114 Pada saat yang sama, sekarang sangat
dibutuhkan humanisme yang dari dirinya mampu menya
tukan berbagai bidang pengetahuan, termasuk ekonomi,
demi suatu pendekatan yang lebih integral dan lebih
terintegrasi. Sekarang ini kajian masalah lingkungan tidak
dapat dilepaskan dari kajian konteks manusia, keluarga,
pekerjaan, perkotaan, dan hubungan setiap orang dengan
dirinya sendiri yang menghasilkan cara tertentu untuk ber
hubungan dengan orang lain dan dengan lingkungan. Ada
interaksi antara pelbagai ekosistem dan berbagai dunia hu
bungan sosial, dan dengan demikian, sekali lagi menjadi
nyata bahwa “keseluruhan lebih penting daripada bagian”.115
114 Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan (14 Juni 1992), Prinsip 4.
115 Seruan. Apostolik. Evangelii Gaudium (24 November 2013), No. 237: AAS
105 (2013), 1116; Sukacita Injil, Jakarta: DokPen KWI, 2014, hlm. 131.
116 Benediktus XVI, Ensiklik Caritas in Veritate (29 Juni 2009), No. 51: AAS 101
(2009), 687.
109
memiliki tingkat efektivitas kelembagaan yang rendah,
mengakibatkan penderitaan rakyat dan menguntungkan
mereka yang memanfaatkan kesempatan dari situasi
itu. Baik dalam administrasi negara, maupun dalam
berbagai tingkatan masyarakat sipil, atau dalam hubungan
antarwarga, sering dilihat perilaku yang mengabaikan
hukum. Hukum itu dapat disusun dengan benar, tetapi
biasanya tinggal huruf mati. Bisakah kita lantas berharap
bahwa undang-undang dan peraturan yang berkaitan
dengan lingkungan akan benar-benar efektif? Kita tahu,
misalnya, bahwa negara-negara yang memiliki undang-
undang yang jelas tentang perlindungan hutan, tetap
menjadi saksi bisu atas banyak pelanggaran terhadap
hukum itu. Selain itu, apa yang terjadi di satu wilayah,
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi wilayah-
wilayah lain. Misalnya, konsumsi narkotika di masyarakat
yang makmur menyebabkan permintaan terus atau makin
besar akan produk itu dari wilayah-wilayah miskin, di
mana perilaku dirusakkan, kehidupan dihancurkan, dan
lingkungan akhirnya rusak.
110
identitas aslinya. Maka ekologi juga berarti melestarikan
kekayaan budaya umat manusia dalam arti yang luas. Secara
khusus, kita dituntut untuk memberi perhatian kepada
budaya lokal, ketika mempelajari isu-isu yang berkaitan
dengan lingkungan, sambil mendukung dialog antara
bahasa ilmiah-teknis dan bahasa rakyat. Inilah budaya,
bukan hanya dalam arti monumen masa lalu, tetapi terutama
dalam artinya yang hidup, dinamis, dan partisipatif, yang
tidak dapat dikesampingkan ketika kita memikirkan
kembali hubungan manusia dengan lingkungan.
144. Visi konsumeristik manusia, didorong oleh mekanis
me ekonomi global saat ini, cenderung untuk menyeragam
kan budaya dan mengurangi keanekaragamannya, yang
merupakan harta umat manusia. Oleh karena itu, meng
klaim bahwa semua kesulitan dapat diselesaikan melalui
peraturan yang seragam atau intervensi teknis, cenderung
mengabaikan kompleksitas masalah-masalah lokal yang
memerlukan keterlibatan aktif masyarakat setempat.
Proses-proses baru yang sedang berkembang tidak selalu
dapat dimasukkan ke dalam skema-skema yang ditetapkan
dari luar, tetapi harus berangkat dari budaya lokal sendiri.
Karena kehidupan dan dunia adalah dinamis, maka peles
tarian dunia harus fleksibel dan dinamis. Solusi-solusi
yang teknis belaka berisiko menangani simtom-simtom
dan tidak menjawab masalah-masalah yang terdalam. Ini
mencakup perspektif hak bangsa-bangsa dan budaya, dan
juga pemahaman bahwa pengembangan kelompok sosial
mengandaikan suatu proses sejarah yang berlangsung dalam
suatu konteks budaya, dan membutuhkan keterlibatan
terus-menerus, terutama dari para pelaku masyarakat
lokal, dengan bertolak dari budaya mereka sendiri. Juga
111
gagasan kualitas hidup tidak dapat dipaksakan tetapi harus
dipahami dari dalam dunia simbol dan adat yang menjadi
milik masing-masing kelompok manusia.
145. Banyak bentuk eksploitasi dan degradasi lingkungan
yang sangat intensif tidak hanya menguras sumber daya
setempat, tetapi juga melemahkan kemampuan sosial
yang telah mendukung suatu cara hidup yang sejak
lama memberi identitas budaya serta makna hidup dan
bermukim bersama. Hilangnya satu budaya dapat sama
serius atau lebih serius daripada hilangnya spesies tanaman
atau binatang. Pemaksaan gaya hidup yang dominan terkait
dengan cara produksi tertentu dapat membawa kerugian
sama besar seperti perubahan ekosistem.
146. Dalam arti ini, amat penting memberikan perhatian
khusus kepada masyarakat adat dan tradisi budaya mereka.
Mereka bukan hanya suatu minoritas di tengah yang lain,
tetapi mereka harus menjadi mitra dialog utama, terutama
ketika dikembangkan proyek-proyek besar yang mem
pengaruhi wilayah mereka. Memang, bagi kelompok-
kelompok ini tanah bukan harta ekonomis, tetapi pembe
rian dari Allah dan dari para leluhur yang dimakamkan di
situ, ruang sakral yang mereka butuhkan untuk berinteraksi
demi mempertahankan identitas dan nilai-nilai mereka.
Ketika mereka tinggal di wilayah mereka, justru merekalah
yang melestarikannya dengan paling baik. Namun, di
berbagai belahan dunia, mereka berada di bawah tekanan
untuk meninggalkan tanah mereka dan melepaskannya
untuk proyek-proyek pertambangan serta proyek-proyek
pertanian dan perikanan yang tidak memperhatikan
kerusakan alam dan budaya.
112
III. EKOLOGI HIDUP SEHARI-HARI
147. Pengembangan dapat disebut otentik kalau ada
jaminan untuk mewujudkan perbaikan secara keseluruhan
dalam kualitas hidup manusia; dan ini melibatkan kajian
tentang tempat di mana orang hidup. Situasi di sekitar kita
mempengaruhi cara kita melihat kehidupan, menaruh
perasaan, dan bertindak. Pada saat yang sama, di kamar
kita, di rumah kita, di tempat kerja dan di wilayah kita, kita
menggunakan lingkungan untuk mengungkapkan identitas
kita. Kita berusaha untuk beradaptasi dengan lingkungan,
tetapi kalau lingkungan berantakan, kacau, atau kelihatan
tercemar dan bising, kelebihan rangsangan itu mempersulit
usaha kita untuk membangun sebuah identitas yang utuh
dan bahagia.
148. Kreativitas dan kemurahan hati yang mengagumkan
diperlihatkan oleh orang-orang maupun kelompok yang
mampu melampaui keterbatasan lingkungan, mengubah
efek negatif dari situasi itu dan belajar untuk hidup
terarah di tengah-tengah kekacauan dan kerawanan.
Misalnya, di beberapa tempat di mana sisi luar bangunan
sangat rusak, ada orang yang dengan penuh hormat
merawat sisi dalam rumah mereka, atau yang merasa
nyaman karena keramahan dan persahabatan orang lain.
Kehidupan sosial yang positif dan murah hati di antara
para penghuni mencerahkan lingkungan yang tampaknya
tidak menguntungkan. Kadang-kadang ekologi manusiawi
yang dapat dikembangkan orang miskin di tengah begitu
banyak keterbatasan, patut dipuji. Perasaan sesak napas
yang disebabkan oleh wilayah pemukiman padat penduduk,
diimbangi dengan membangun hubungan bertetangga
113
yang ramah, menciptakan komunitas, serta membuat
setiap orang merasa diikutsertakan dalam kebersamaan
yang saling memiliki. Dengan cara ini, setiap tempat bukan
menjadi neraka tetapi berubah menjadi tempat kehidupan
yang bermartabat.
149. Juga jelas bahwa kemiskinan ekstrem yang dialami
di beberapa wilayah yang kehilangan harmoni, ruang, dan
kesempatan untuk berintegrasi, mudah memunculkan
perilaku tidak manusiawi dan manipulasi oleh organisasi
kriminal. Bagi mereka yang tinggal dalam lingkungan
yang sangat miskin, pengalaman sehari-hari akan hidup
berdesakan dan anonimitas sosial yang dialami di kota-kota
besar, dapat menyebabkan perasaan kehilangan akar yang
mendorong perilaku antisosial dan kekerasan. Namun,
saya ingin menekankan bahwa cinta lebih kuat. Dalam
keadaan tersebut, banyak orang mampu membangun
hubungan saling memiliki dan hidup bersama, yang
mengubah kepadatan menjadi pengalaman komunitas di
mana dinding ego diruntuhkan dan hambatan egoisme
diatasi. Pengalaman akan keselamatan bersama ini sering
membangkitkan kreativitas untuk memperbaiki sebuah
bangunan atau lingkungan.117
150. Mengingat keterkaitan antara ruang dan perilaku
manusia, orang-orang yang merancang gedung, lingkungan,
ruang publik dan kota, memerlukan masukan dari berbagai
114
disiplin ilmu untuk dapat memahami proses, simbolisme
dan perilaku warga. Tidaklah cukup mencari keindahan
desain, sebab lebih berhargalah melayani jenis keindahan
lain, yaitu kualitas hidup masyarakat, adaptasi mereka
terhadap lingkungan, perjumpaan dan saling membantu.
Karena itu, sangatlah penting memperhatikan pandangan
warga setempat untuk melengkapi kajian perencanaan kota.
151. Yang perlu dipelihara ialah ruang publik, panorama
dan monumen-monumen kota yang meningkatkan rasa
memiliki, rasa berakar, dan rasa “berada di rumah” di kota
yang menampung dan menyatukan kita. Adalah penting
bahwa pelbagai bagian kota terintegrasi dengan baik
dan para penduduk dapat memiliki pandangan tentang
keseluruhannya, daripada menutup diri dalam satu wilayah
dan tak sanggup melihat seluruh kota sebagai ruang berbagi
dengan orang lain. Intervensi dalam lanskap perkotaan atau
pedesaan harus mempertimbangkan bahwa aneka unsur
tempat itu membentuk satu keseluruhan yang dirasakan
oleh penduduk setempat sebagai lingkungan yang menyatu
dan kaya makna. Demikian orang lain bukan lagi orang
asing, dan dapat merasakan diri sebagai bagian dari sebuah
“kita” yang akan kita bangun bersama-sama. Dengan alasan
yang sama, di lingkungan perkotaan maupun pedesaan,
patutlah dilestarikan beberapa tempat yang dikecualikan
dari campur tangan manusia yang terus mengubahnya.
152. Kekurangan perumahan adalah masalah serius di
banyak bagian dunia, baik di daerah pedesaan maupun
di kota-kota besar, karena anggaran negara sering hanya
cukup untuk sebagian kecil dari permintaan. Bukan ha
nya orang miskin, tetapi bagian besar masyarakat meng
115
alami kesulitan serius untuk memperoleh rumah milik
sendiri. Kepemilikan rumah sangat erat kaitannya dengan
martabat manusia dan pembangunan keluarga. Ini meru
pakan masalah sentral ekologi manusiawi. Bila di tempat
tertentu sudah berkembang kawasan kumuh dan beran
takan, diperlukan terutama peremajaan kawasan itu,
bukan pembongkaran dan pengusiran. Bila orang-orang
miskin tinggal di kawasan kumuh yang tak sehat atau
dalam bangunan yang berbahaya, “di mana tak ada jalan
lain selain memindahkan mereka, agar jangan menumpuk
penderitaan di atas penderitaan, perlu diberikan informasi
yang memadai terlebih dahulu dan ditawarkan tempat
tinggal lain yang layak huni, dan mereka yang terkena
mesti dilibatkan secara langsung dalam proses”.118 Pada saat
yang sama, diperlukan kreativitas untuk mengintegrasikan
lingkungan kumuh ke dalam kota yang ramah. “Betapa
indahnya kota-kota yang mampu mengatasi kecurigaan
yang melumpuhkan, mengintegrasikan orang-orang yang
berbeda, dan menjadikan integrasi ini suatu faktor baru
dari pengembangan! Betapa menariknya kota-kota yang,
bahkan dalam rancangan arsitekturnya, penuh dengan
ruang yang menghubungkan, menciptakan relasi dan
mendukung pengakuan akan yang lain!”119
153. Kualitas hidup di kota-kota terkait erat dengan trans
portasi, yang seringkali menjadi sumber banyak penderitaan
bagi rakyat. Banyak mobil yang hanya digunakan oleh satu
dua orang, berkeliling di kota, sehingga lalu lintas menjadi
116
macet, tingkat polusi menjadi tinggi, dan menghabiskan
sangat banyak energi tak terbarukan. Diperlukan pemba
ngunan jalan raya tambahan dan tempat parkir yang se
muanya merusak pemandangan kota. Banyak ahli sepen
dapat bahwa harus diberi prioritas kepada angkutan umum.
Namun, langkah-langkah yang diperlukan, tak akan mudah
diterima masyarakat kalau tanpa perbaikan besar pada
sistem transportasi, yang di banyak kota memberi perlakuan
tak layak bagi rakyat karena kondisi berdesak-desakan dan
tidak nyaman, frekuensi yang kurang, dan ketidakamanan.
154. Pengakuan akan martabat khas manusia sering ber
tolak belakang dengan kehidupan kacau yang harus ditang
gung orang di kota-kota kita. Namun ini seharusnya tidak
mengalihkan perhatian kita dari keadaan terabaikan dan
terlupakan yang diderita juga oleh sejumlah penduduk
daerah pedesaan, di mana tidak ada akses ke pelayanan
dasar, dan di mana ada pekerja-pekerja yang diceburkan
dalam situasi perbudakan, tanpa hak atau pun harapan
akan kehidupan yang lebih bermartabat.
155. Ekologi manusia juga menyiratkan hal mendalam ini:
hubungan antara kehidupan manusia dan hukum moral,
yang tertulis dalam kodrat kita sendiri, dan diperlukan untuk
dapat menciptakan lingkungan yang lebih bermartabat.
Paus Benediktus XVI menegaskan tentang suatu “ekologi
manusia” mengingat “manusia juga memiliki sifat-dasar
yang perlu ia hormati dan tidak dapat ia manipulasi”.120
Berkaitan dengan ini, kita harus mengakui bahwa tubuh
120 Kata Sambutan ke Deutscher Bundestag, Berlin (22 September 2011): AAS
103 (2011), 668.
117
kita menempatkan kita dalam hubungan langsung dengan
lingkungan dan dengan makhluk hidup lainnya. Penerimaan
tubuh kita sendiri sebagai karunia Allah diperlukan untuk
menyambut dan menerima seluruh dunia sebagai hadiah
dari Bapa dan rumah bersama. Sebaliknya, pikiran bahwa
kita menikmati kekuasaan mutlak atas tubuh kita sendiri,
seringkali secara halus berubah menjadi pikiran bahwa kita
menikmati kekuasaan mutlak atas ciptaan. Belajar menerima
tubuh kita sendiri, merawatnya dan menghormati seluruh
maknanya sangat penting bagi ekologi manusia sejati.
Menghargai tubuhnya sendiri sebagai laki-laki atau sebagai
perempuan juga diperlukan untuk dapat mengenali diri
dalam perjumpaan dengan orang yang berbeda. Dengan
demikian, dengan sukacita kita dapat menerima karunia
unik dari orang lain, laki-laki atau perempuan, karya
ciptaan Allah, dan dapat saling memperkaya. Oleh karena
itu, tidaklah sehat mau “menghapus perbedaan seksual
karena tidak lagi tahu bagaimana menghadapinya”.121
121 Katekese (15 April 2015): L’Osservatore Romano, 16 April 2015, hlm. 8.
122 Konsili Vatikan II, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Modern
Gaudium et Spes, No. 26.
118
157. Kesejahteraan umum mengandaikan penghormatan
terhadap pribadi manusia apa adanya, dengan hak-hak dasar
dan mutlak yang diarahkan kepada pengembangannya yang
integral. Kesejahteraan umum juga menuntut kesejahteraan
sosial dan pengembangan berbagai kelompok perantara,
sesuai dengan prinsip subsidiaritas. Di antaranya mencolok
secara khusus adalah keluarga sebagai sel dasar masyarakat.
Akhirnya, kesejahteraan umum membutuhkan kedamaian
sosial, yang berarti stabilitas dan keamanan berdasarkan
tata tertib tertentu, yang tidak dapat dicapai tanpa perhatian
khusus untuk keadilan distributif, yang pelanggarannya
selalu menimbulkan kekerasan. Seluruh masyarakat—dan
di dalamnya secara khusus negara—memiliki kewajiban
untuk membela dan memajukan kesejahteraan umum.
158. Dalam kondisi masyarakat global sekarang ini,
dengan begitu banyak ketimpangan dan makin banyak
orang yang terpinggirkan, dirampas hak-hak asasinya,
prinsip kesejahteraan umum langsung, sebagai konsekuensi
logis dan tak terelakkan, menjadi seruan solidaritas dan
prioritas pilihan bagi kaum miskin. Pilihan ini berarti
menarik segala konsekuensi dari tujuan umum barang-
barang duniawi, tetapi, seperti telah saya coba ungkapkan
dalam Seruan Apostolik Evangelii Gaudium,123 hal ini
pertama-tama meminta untuk memperhatikan martabat
sangat besar orang miskin dalam terang keyakinan iman
yang terdalam. Kita hanya perlu melihat realitas di sekitar
kita untuk memahami bahwa pilihan ini sekarang menjadi
tuntutan etis mendasar untuk mewujudkan kesejahteraan
umum secara efektif.
119
V. KEADILAN ANTARGENERASI
159. Konsep kesejahteraan umum juga meluas ke generasi
mendatang. Krisis ekonomi global telah menunjukkan
sangat jelas kerugian yang diakibatkan bila kita mengabai
kan nasib kita bersama yang juga menyangkut orang-orang
yang datang sesudah kita. Kita tidak bisa lagi berbicara
tentang pembangunan berkelanjutan tanpa solidaritas
antargenerasi. Ketika kita memikirkan keadaan dunia
yang kita tinggalkan untuk generasi mendatang, kita mulai
berpikir dengan cara yang berbeda, sadar bahwa dunia
adalah hadiah yang telah kita terima secara gratis dan yang
kita bagi dengan yang lain. Jika bumi diberikan kepada
kita, kita tidak lagi dapat berpikir hanya menurut ukuran
manfaat, efisiensi dan produktivitas untuk kepentingan
pribadi. Kita berbicara tentang solidaritas antargenerasi
bukan sebagai sikap opsional, tetapi sebagai soal mendasar
keadilan, karena bumi yang kita terima juga milik mereka
yang akan datang. Para Uskup Portugal telah mendesak kita
agar menanggung tugas keadilan ini: “Lingkungan perlu
ditempatkan dalam logika penerimaan. Lingkungan adalah
pinjaman (utang) yang diterima setiap generasi dan harus
diteruskan kepada generasi berikut”.124 Sebuah ekologi
integral memiliki visi yang luas itu.
160. Dunia macam apa yang ingin kita tinggalkan untuk
mereka yang datang sesudah kita, anak-anak yang kini
sedang dibesarkan? Masalah ini bukan hanya menyangkut
120
lingkungan tersendiri, karena kita tidak bisa mendekati
masalah ini secara fragmentaris. Ketika kita bertanya ten
tang dunia yang ingin kita tinggalkan, kita terutama ber
bicara tentang arahnya secara keseluruhan, maknanya,
nilai-nilainya. Jika pertanyaan lebih mendasar ini tidak
diajukan, saya tidak yakin bahwa kepedulian kita terhadap
lingkungan akan menghasilkan sesuatu yang signifikan.
Tetapi jika pertanyaan ini diajukan dengan keberanian,
kita dapat langsung dibawa kepada pertanyaan-pertanyaan
lain: mengapa kita berada di dunia ini, mengapa kita lahir
dalam hidup ini, untuk apa kita berjuang dan kita bekerja,
mengapa bumi ini membutuhkan kita? Oleh karena itu,
tidak cukup untuk mengatakan bahwa kita harus peduli
akan generasi mendatang. Kita harus menyadari bahwa apa
yang dipertaruhkan adalah martabat kita sendiri. Kitalah,
pertama-tama kita sendiri, yang berkepentingan untuk
mewariskan planet yang layak huni kepada generasi selan
jutnya. Inilah tugas dramatis bagi diri kita sendiri, karena
menyangkut makna perjalanan kita sendiri di dunia ini.
121
memikirkan tanggung jawab kita terhadap mereka yang
harus menanggung akibat-akibat yang buruk.
125 Benediktus XVI, Pesan untuk Hari Perdamaian Dunia 2010, No 8: AAS 102
(2010), 45.
122
Sumber: http://orig07.deviantart.net; diunduh pada 31-08-2015; pkl. 09.00 WIB
123
~ BAB LIMA ~
BEBERAPA PEDOMAN
UNTUK ORIENTASI DAN AKSI
125
dan dunia usaha bereaksi lambat, jauh dari sepadan dengan
tantangan-tantangan global. Meskipun umat manusia dari
masa pasca-industri mungkin akan diingat sebagai yang
paling tidak bertanggung jawab dalam sejarah, namun
perlu diharapkan bahwa umat manusia dari awal abad
kedua puluh satu akan dikenang sebagai bermurah hati
karena menerima tanggung jawabnya yang besar.
126 Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan Pembangunan (14 Juni 1992),
Prinsip 1.
126
gung biayanya, dan kewajiban untuk mengevaluasi dampak
ekologis dari setiap usaha atau proyek. Ditetapkan target
pembatasan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer untuk
membalikkan tren pemanasan bumi. Ditetapkan juga agenda
dengan suatu rencana aksi dan kesepakatan menyangkut
keanekaragaman hayati, dan dinyatakan prinsip-prinsip
menyangkut hutan. Meskipun KTT ini adalah benar-benar
profetis dan inovatif untuk waktu itu, kesepakatan hampir
tidak dilaksanakan karena tidak ditetapkan mekanisme
pengawasan yang memadai, tinjauan berkala, dan sangsi
dalam kasus pelanggaran. Prinsip-prinsip yang dinyatakan
itu masih menunggu pelaksanaannya secara efisien dan
fleksibel.
127
kejujuran, keberanian dan tanggung jawab, terutama dari
pihak negara-negara yang paling kuat dan yang paling
mencemari. Konferensi PBB tentang pembangunan berke
lanjutan, yang dikenal sebagai “Rio+20” (Rio de Janeiro
2012), mengeluarkan Dokumen Akhir yang meliputi
banyak hal tetapi tidak efisien. Negosiasi internasional
tidak dapat maju secara signifikan karena posisi negara-
negara yang menempatkan kepentingan nasional mereka
di atas kesejahteraan umum global. Mereka yang akan
menderita akibat dari apa yang kita coba sembunyikan,
tidak akan melupakan kurangnya hati nurani dan tanggung
jawab kita. Sementara Ensiklik ini sedang disiapkan,
perdebatan telah mencapai suatu intensitas khusus. Kita,
sebagai orang beriman, tidak bisa berhenti memohon Allah
agar terjadi perkembangan positif dalam diskusi saat ini,
sehingga generasi mendatang tidak akan menderita akibat
penundaan yang tak waspada.
128
bantuan untuk beradaptasi terhadap dampak yang sudah
terjadi dan mempengaruhi ekonomi mereka. Benar bahwa
ada tanggung jawab bersama tetapi caranya berbeda-beda,
karena, seperti dinyatakan oleh para uskup Bolivia, “negara-
negara yang telah memperoleh manfaat dari industrialisasi
tingkat tinggi, dengan menyebabkan emisi gas rumah kaca
yang sangat besar, memiliki tanggung jawab yang lebih
besar untuk menyediakan solusi atas masalah yang telah
mereka sebabkan”.127
129
telah mengalami pertumbuhan yang tinggi, dengan me
nyebabkan pencemaran planet saat ini. Eksploitasi lang
sung energi matahari yang melimpah membutuhkan dite
tapkannya mekanisme dan subsidi agar negara-negara
berkembang memiliki akses ke transfer teknologi, ke
bantuan teknis, dan ke sumber daya keuangan, namun selalu
dengan memperhatikan situasi konkret, karena “kecocokan
rancangan infrastruktur dengan konteks nyata, tidak selalu
dievaluasi secara memadai”.128 Biayanya akan rendah bila
dibandingkan dengan risiko perubahan iklim. Bagaimana
pun juga, ini terutama merupakan keputusan etis yang
didasarkan pada solidaritas di antara semua bangsa.
173. Sangat dibutuhkan perjanjian-perjanjian internasional
yang dapat ditegakkan, karena pemerintah-pemerintah
lokal terlalu lemah untuk mengadakan intervensi secara
efektif. Hubungan antarnegara harus menjaga kedaulatan
masing-masing negara, tetapi juga membangun jalur-jalur
kesepakatan untuk mencegah bencana lokal yang akhirnya
akan menimpa semua orang. Diperlukan kerangka per
aturan global untuk memaksakan kewajiban, dan mencegah
tindakan yang tidak dapat diterima, misalnya, ketika be
berapa negara yang kuat memindahkan limbah dan industri
yang sangat mencemari ke negara-negara lain.
174. Kita juga harus menyebutkan sistem manajemen laut.
Memang, ada beberapa konvensi internasional dan regional,
tetapi fragmentasi dan kurangnya mekanisme ketat untuk
regulasi, pengawasan, dan sanksi akhirnya melumpuhkan
128 Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, Energi, Keadilan dan
Perdamaian, No. IV, 1, Vatican City (2014), 53.
130
segala upaya. Problem makin besarnya sampah laut dan
perlindungan wilayah laut di luar perbatasan nasional
masih tetap merupakan tantangan khusus. Apa yang, pada
akhirnya, dibutuhkan ialah kesepakatan tentang suatu
sistem manajemen menyangkut segala hal yang disebut
“kesejahteraan umum global”.
131
menjamin perlindungan lingkungan, dan untuk mengatur
arus migrasi, untuk semuanya itu sudah mendesak men
dirikan sebuah otoritas politik dunia yang benar, seperti
yang sudah digariskan oleh pendahulu saya Santo Yohanes
XXIII”.129 Dalam perspektif ini, diplomasi mendapat peran
penting baru berupa tugas mengembangkan strategi inter
nasional yang dapat mengantisipasi masalah-masalah lebih
serius yang akhirnya merugikan kita semua.
129 Benediktus XVI, Ensiklik Caritas in Veritate (29 Juni 2009), No. 67: AAS 101
(2009), 700.
132
hukum yang menetapkan aturan perilaku yang dapat
diterima dalam perspektif kesejahteraan umum. Batas-
batas yang perlu ditetapkan oleh suatu masyarakat yang
sehat, matang, dan berdaulat, berkaitan dengan pandangan
ke depan dan kewaspadaan, pengaturan yang wajar, peman
tauan penerapan norma-norma, perang melawan korupsi,
tindakan untuk mengontrol efek samping proses-proses
produksi, dan intervensi yang tepat terhadap risiko yang
tidak pasti atau potensial. Ada yurisprudensi yang makin
berkembang berkaitan dengan pengurangan polusi akibat
kegiatan bisnis. Tetapi kerangka politik dan kelembagaan
tidak hanya ada untuk menghindari praktik-praktik yang
buruk, tetapi juga untuk mendorong praktik-praktik yang
baik, merangsang kreativitas yang mencari cara-cara baru,
dan memfasilitasi inisiatif pribadi dan kolektif.
130 Seruan Apostolik. Evangelii Gaudium (24 November 2013), No. 222: AAS
105 (2013), 1111; Sukacita Injil, Jakarta: DokPen KWI, 2014, hlm. 125.
133
mengembangkan proses-proses daripada berpegang pada
posisi kekuasaan. Kebesaran politik terungkap ketika, di
masa-masa yang sulit, orang bekerja berdasarkan prinsip-
prinsip utama dan memikirkan kesejahteraan umum jangka
panjang. Sangat sulit bagi kekuasaan politik untuk mene
rima kewajiban ini dalam proyek pembangunan bangsa.
134
180. Tidak ada resep-resep yang seragam, karena tiap
negara atau wilayah memiliki masalah dan keterbatasan
tersendiri. Juga benar bahwa realisme politik dapat me
minta langkah dan teknologi transisi, asalkan selalu disertai
perencanaan komitmen yang mengikat dan pelaksanaannya
secara bertahap. Pada tingkat nasional maupun lokal masih
banyak yang harus dilakukan, misalnya, mendorong bentuk-
bentuk penghematan energi. Ini berarti memajukan bentuk-
bentuk produksi dengan efisiensi energi yang maksimal dan
penggunaan bahan baku yang lebih sedikit, menarik dari
pasar produk-produk yang kurang hemat energi atau lebih
mencemari. Dapat disebutkan pula manajemen transportasi
yang baik, dan membangun atau memperbaiki gedung
dengan cara mengurangi konsumsi energi dan tingkat
polusi. Selain itu, aktivitas politik di tingkat lokal juga
bisa diarahkan kepada variasi konsumsi, pengembangan
ekonomi sampah dan daur ulang, perlindungan spesies,
dan diversifikasi pertanian dengan program rotasi tanaman.
Pertanian di daerah miskin dapat ditingkatkan melalui
investasi dalam infrastruktur pedesaan, dalam perbaikan
pasar lokal atau nasional, dalam sistem irigasi, dan dalam
pengembangan teknik pertanian berkelanjutan. Dapat
diberi kemudahan kepada bentuk-bentuk koperasi atau
organisasi masyarakat yang mewakili kepentingan petani
kecil dan melindungi ekosistem lokal terhadap kehancuran.
Sungguh banyak yang dapat dilakukan!
135
langsung menuntut pengeluaran yang tidak menghasilkan
efek yang nyata pada periode pemerintah yang bersangkutan.
Itu sebabnya, kalau tidak ada tekanan dari masyarakat
serta lembaga-lembaganya, penguasa akan selalu enggan
mengadakan intervensi, lebih-lebih ketika ada hal-hal
mendesak yang harus dihadapi. Bahwa seorang politisi
mengemban tanggung jawab tersebut bersama dengan
biaya yang diperlukan, tidaklah serasi dengan pola pikir
efisiensi dan hasil jangka pendek yang mencirikan ekonomi
dan politik saat ini; tetapi jika ia berani melakukannya, ia
akan menemukan kembali martabat yang Allah berikan
kepadanya sebagai manusia, dan ia akan meninggalkan
dalam sejarah suatu kesaksian tentang tanggung jawab yang
murah hati. Kita harus memberikan prioritas tinggi kepada
politik yang sehat, yang mampu mengadakan reformasi
dan koordinasi lembaga-lembaga, dan menjadikannya
operasional sehingga dapat mengatasi pelbagai tekanan dan
kelumpuhan birokrasi. Namun, kita harus menambahkan
bahwa mekanisme terbaik akhirnya gagal ketika tidak
ada tujuan-tujuan yang agung, nilai-nilai, pemahaman
yang humanis dan penuh makna, yang memberi setiap
masyarakat sebuah orientasi yang mulia dan murah hati.
136
perjanjian semu yang dicapai dengan menahan informasi
dan mengelak dialog yang luas.
137
tindakan lanjutan dan pemantauan yang tetap. Dibutuhkan
kejujuran dan kebenaran dalam diskusi ilmiah dan politis,
tanpa membatasi diri pada pertimbangan apa yang diizinkan
atau tidak oleh undang-undang.
184. Ketika menghadapi risiko untuk lingkungan yang
dapat mempengaruhi kesejahteraan umum sekarang dan di
masa depan, harus dibuat “keputusan yang didasarkan pada
perbandingan antara risiko dan manfaat yang diperkirakan
untuk setiap alternatif yang dapat dipilih”.131 Hal ini terutama
berlaku jika sebuah proyek dapat menyebabkan peningkat
an penggunaan sumber daya, peningkatan emisi atau pro
duk limbah, produksi sampah, atau perubahan signifikan
terhadap lanskap, habitat spesies yang dilindungi, atau
ruang publik. Beberapa proyek yang tidak dianalisis secara
memadai, dapat sangat mempengaruhi kualitas hidup dalam
suatu daerah karena berbagai alasan, seperti kebisingan
yang tak terduga, pengurangan panorama, hilangnya nilai-
nilai budaya, efek-efek penggunaan energi nuklir. Bu
daya konsumeris yang mengutamakan jangka pendek dan
kepentingan pribadi, dapat mendorong prosedur yang ter
lalu cepat atau membolehkan penyembunyian informasi.
185. Dalam setiap diskusi tentang suatu usaha baru,
serangkaian pertanyaan harus diajukan untuk melihat
apakah, atau tidak, usaha itu akan menyumbang kepada
pembangunan yang benar-benar integral: Untuk apa?
Mengapa? Di mana? Kapan? Bagaimana? Untuk siapa? Apa
risikonya? Berapa biayanya? Siapa yang akan membayar
138
biaya itu dan bagaimana ia akan melakukannya? Dalam
evaluasi ini, pertanyaan-pertanyaan tertentu harus diprio
ritaskan. Sebagai contoh, kita tahu bahwa air adalah sumber
daya terbatas dan sangat diperlukan, dan akses kepada air
merupakan hak dasar, syarat untuk pelaksanaan hak-hak
manusia lainnya. Hal yang tak terbantahkan ini adalah yang
terpenting dalam seluruh pengkajian mengenai dampak
ekologis pada suatu daerah.
132 Deklarasi Rio tentang Lingkungan dan âveloppement (14 Juni 1992),
Prinsip 15.
139
duduk. Tetapi dalam hal apapun, harus selalu ditegaskan
bahwa laba tidak boleh menjadi satu-satunya kriteria yang
diperhitungkan, dan, ketika ada perkembangan in for
masi yang menambah unsur-unsur kritis, harus diadakan
evaluasi baru dengan partisipasi dari semua pihak yang
berkepentingan. Diskusi itu dapat menghasilkan keputus
an untuk tidak melanjutkan proyek, mungkin juga peru
bahannya, atau pengembangan proposal alternatif.
188. Dalam diskusi tentang masalah-masalah lingkungan
tertentu tidak mudah untuk mencapai konsensus. Saya
ulangi sekali lagi bahwa Gereja tidak berpretensi untuk
menyelesaikan pertanyaan-pertanyaan ilmiah atau meng
ambil alih politik, tetapi saya mengundang untuk berdialog
yang jujur dan transparan, agar ideologi dan kepentingan
tertentu tidak merugikan kesejahteraan umum.
140
yang lama, mahal, dan semu. Krisis keuangan 2007-2008
telah menjadi kesempatan bagi pengembangan ekonomi
baru yang lebih memperhatikan prinsip-prinsip etika, dan
bagi cara-cara baru untuk mengatur praktik keuangan
yang spekulatif dan kekayaan fiktif. Tetapi krisis itu tidak
ditanggapi dengan memikirkan kembali kriteria usang yang
terus memerintah dunia. Produksi tidak selalu rasional, dan
sering dikaitkan dengan variabel-variabel ekonomis yang
menetapkan nilai produk yang tidak sesuai dengan nilainya
yang riil. Hal ini sering menyebabkan kelebihan produksi
komoditas tertentu, yang membawa dampak yang tidak
perlu pada lingkungan dan sekaligus kerugian bagi banyak
ekonomi regional.133 Gelembung keuangan umumnya
juga menjadi gelembung produksi. Yang akhirnya tidak
ditangani secara tegas adalah ekonomi riil, yang misalnya
memungkinkan produksi diversifikasi dan ditingkatkan,
membantu perusahaan-perusahaan untuk berfungsi
dengan baik, dan memungkinkan usaha-usaha kecil dan
menengah berkembang dan menciptakan lapangan kerja.
133 Bdk. Konferensi Uskup Meksiko, Komisi Pastoral Sosial, jesucristo, vida y
esperanza de los indigenas e campesinos (Yesus Kristus, hidup dan harapan
orang pribumi dan pedesaan; 14 Januari 2008).
134 Dewan Kepausan untuk Keadilan dan Perdamaian, Kompendium Ajaran
Sosial Gereja, 470.
141
tentang pasar yang mengesankan bahwa masalah-masalah
akan diselesaikan hanya dengan meningkatkan keuntungan
perusahaan dan individu. Apakah realistis untuk berharap
bahwa orang yang terobsesi dengan keuntungan maksimal
berhenti untuk memikirkan dampak ekologis yang akan
ia tinggalkan untuk generasi mendatang? Dalam pola
pikir profit tidak ada ruang untuk berpikir tentang irama
alam, fase layu dan regenerasi, atau tentang kompleksitas
ekosistem yang dapat serius diubah oleh campur tangan
manusia. Juga, keanekaragaman hayati dipahami paling-
paling sebagai simpanan sumber daya ekonomi untuk
dieksploitasi, tanpa pemikiran serius tentang nilainya yang
riil, maknanya bagi manusia dan budaya, atau kepentingan
serta kebutuhan masyarakat miskin.
142
192. Misalnya, suatu jalan pembangunan produktif yang
lebih kreatif dan diarahkan lebih baik, dapat memperbaiki
ketimpangan antara investasi yang berlebihan dalam
teknologi konsumsi dan investasi yang kurang untuk meme
cahkan masalah-masalah mendesak yang dihadapi umat
manusia. Perbaikan itu bisa menghasilkan cara-cara yang
cerdas dan menguntungkan dalam hal penggunaan kembali,
pembenahan, dan daur ulang; bisa juga mening katkan
efisiensi energi kota. Diversifikasi produksi membuka amat
banyak kesempatan bagi kecerdasan manusia untuk berkreasi
dan berinovasi, sambil serentak melin dungi lingkungan
serta menambah lapangan kerja. Kreativitas tersebut akan
mampu memekarkan kembali keluhuran manusia, karena
lebih layak menggunakan kecerdasan, dengan keberanian
dan tanggung jawab, untuk me nemukan bentuk-bentuk
pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan, sebagai
bagian dari konsep yang lebih luas tentang kualitas hidup.
Sebaliknya, kurang layak, agak dangkal, dan kurang kreatif
bila kita terus mencip ta
kan bentuk-bentuk lain untuk
menjarah alam hanya untuk menambah kesempatan baru
konsumsi dan keuntungan cepat.
193. Bagaimana pun juga, Jika dalam beberapa kasus
pembangunan yang berkelanjutan akan menghasilkan
bentuk-bentuk pertumbuhan baru, dalam kasus lain,
mengingat pertumbuhan rakus dan tidak bertanggung
jawab yang telah terjadi selama beberapa dekade, kita
juga perlu memikirkan untuk menahan pertumbuhan
dengan menetapkan beberapa batas yang wajar dan bahkan
menapaki langkah kita sebelum terlambat. Kita tahu
bahwa tidak dapat dipertahankan perilaku mereka yang
terus mengkonsumsi dan menghancurkan lebih banyak
143
lagi, sementara yang lain belum bisa hidup sesuai dengan
martabat mereka sebagai manusia. Itulah sebabnya waktunya
telah datang untuk menerima penurunan pertumbuhan
di beberapa bagian dunia, untuk menyediakan sumber
daya bagi pertumbuhan yang sehat di bagian-bagian
lain. Benediktus XVI menegaskan bahwa “masyarakat
berteknologi maju harus bersedia memilih gaya hidup yang
lebih ugahari, sekaligus mengurangi penggunaan energi
dan meningkatkan efisiensinya”.135
194. Supaya muncul model-model kemajuan yang baru,
kita perlu “mengubah model pembangunan global”,136
yang akan memerlukan refleksi bertanggung jawab “atas
makna ekonomi dan tujuannya, untuk memperbaiki
kesalahan dalam fungsi dan aplikasinya”.137 Tidak cukup
untuk mendamaikan, sebagai jalan tengah, perlindungan
alam dengan keuntungan finansial, atau pelestarian
lingkungan dengan kemajuan. Dalam hal ini jalan tengah
hanya sedikit menunda keruntuhan. Yang diperlukan
adalah mendefinisikan ulang pengertian kita tentang
kemajuan. Perkembangan teknologi dan ekonomi yang
tidak meninggalkan dunia yang lebih baik dan kualitas
hidup yang lebih baik secara keseluruhan, tidak dapat
dianggap sebagai kemajuan. Di sisi lain, kualitas hidup
manusia sebenarnya sering berkurang—karena kerusakan
lingkungan, rendahnya kualitas produk makanan sendiri
atau menipisnya sumber daya tertentu—di tengah-tengah
pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks ini, wacana per
135 Pesan untuk Hari Perdamaian Dunia 2010, No. 9: AAS 102 (2010), 46.
136 Ibid.
137 Ibid., No. 5: hlm. 43.
144
tumbuhan yang berkelanjutan sering menjadi sarana untuk
mengalihkan perhatian dan mencari pembenaran. Nilai-
nilai wacana ekologi dikemas dalam logika keuangan dan
teknokrasi. Tanggung jawab sosial dan ekologis biasanya
menyusut menjadi serangkaian langkah-langkah pemasaran
dan penjagaan citra.
138 Benediktus XVI, Ensiklik Caritas in Veritate (29 Juni 2009), No. 50: AAS 101
(2009), 686.
145
196. Bagaimana dengan politik? Mari kita ingat prinsip
subsidiaritas, yang memberikan kebebasan untuk mengem
bangkan kemampuan yang terdapat pada setiap tingkatan
masyarakat, tetapi yang pada saat yang sama menuntut
tanggung jawab yang lebih besar untuk kesejahteraan
umum dari pihak mereka yang memegang kekuasaan yang
lebih besar. Benar bahwa saat ini beberapa sektor ekonomi
menjalankan kekuasaan lebih besar daripada negara-negara
sendiri. Tetapi kita tidak bisa membenarkan ekonomi tanpa
politik, karena akan membuat mustahil mengajukan pola
berpikir lain untuk menanggulangi berbagai aspek dari
krisis saat ini. Pola berpikir yang tidak memberi ruang
kepada perhatian yang tulus untuk lingkungan adalah pola
sama yang juga tidak memberi ruang untuk menyertakan
mereka yang paling rentan, karena “model saat ini yang
menekankan keberhasilan dan hak pribadi, tidak tampak
mendukung investasi dalam upaya-upaya membantu me
reka yang tertinggal, yang lemah, atau yang kurang berbakat
untuk menemukan peluang-peluang dalam hidup”“.139
139 Seruan Apostolik. Evangelii Gaudium (24 November 2013), No. 209: AAS
105 (2013), 1107; Sukacita Injil, Jakarta: DokPen KWI, 2014, hlm. 120.
146
tampil sebagai dermawan dan merebut kekuasaan yang
nyata, merasa diri berwenang untuk mengabaikan aturan-
aturan tertentu, sampai menimbulkan berbagai bentuk
kejahatan terorganisir, perdagangan manusia, perdagangan
narkoba, dan kekerasan, yang sangat sulit diberantas. Jika
politik tidak mampu mendobrak cara berpikir yang sesat
itu, dan tetap terjebak dalam wacana yang tidak konsisten,
kita terus tidak akan menanggapi masalah-masalah utama
umat manusia. Sebuah strategi perubahan yang nyata
memerlukan pemikiran ulang seluruh proses, karena tidak
cukup untuk memasukkan beberapa pertimbangan ekologis
yang dangkal, sementara kita tidak mempertanyakan cara
berpikir yang mendasari budaya saat ini. Sebuah politik
yang sehat harus mampu menerima tantangan ini.
198. Politik dan ekonomi cenderung saling memper sa
lahkan atas kemiskinan dan kerusakan lingkungan. Tetapi
mudah-mudahan mereka masing-masing akan mengakui
kesalahannya sendiri dan menemukan bentuk-bentuk inte
raksi yang ditujukan kepada kesejahteraan umum. Semen
tara yang satu terobsesi dengan keuntungan ekonomi belaka
dan yang lain hanya terobsesi untuk mempertahankan
atau meningkatkan kekuasaannya, kita tertinggal dengan
konflik-konflik, atau dengan kesepakatan-kesepakatan yang
gagal melestarikan lingkungan dan melindungi yang terle
mah, hal mana memang bukan minat kedua belah pihak itu.
Di sini pun berlaku prinsip bahwa “persatuan lebih unggul
daripada pertentangan”.140
140 Ibid, 228:. AAS 105 (2013), 1113; DokPen KWI, hlm. 127.
147
V. AGAMA-AGAMA
DALAM DIALOG DENGAN ILMU
199. Tak dapat diklaim bahwa ilmu pengetahuan empiris
memberikan penjelasan lengkap tentang kehidupan, ha
kikat terdalam semua makhluk dan keseluruhan realitas.
Klaim seperti itu akan berarti terlalu jauh melanggar batas-
batas yang ditetapkan oleh metodologinya sendiri. Jika kita
berpikir dalam ruang terbatas ilmu empiris itu, hilanglah
rasa estetika, puisi, dan bahkan kemampuan akal budi
untuk memahami makna dan tujuan segala sesuatu.141 Saya
ingin mengingatkan bahwa “naskah-naskah keagamaan
klasik dapat memberikan makna bagi segala zaman;
memiliki kekuatan menggerakkan yang selalu membuka
cakrawala baru ... Apakah masuk akal dan dapat dime
ngerti mengesampingkan tulisan-tulisan tertentu semata-
mata karena berasal dari konteks keyakinan agama?”.142
141 Bdk. Ensiklik. Lumen Fidei (29 Juni 2013), No. 34: AAS 105 (2013), 577;
Terang Iman, Jakarta: DokPen KWI, hlm. 32: “Juga terang iman yang
berpadu dengan kebenaran kasih, tidaklah berada di luar dunia materiil,
sebab kasih senantiasa hidup dalam tubuh dan roh; terang iman adalah
terang terjelma, yang memancar dari hidup Yesus yang cemerlang. Terang
iman juga menerangi dunia materiil, mempercayai tatanan yang melekat
padanya, serta memahami bahwa terang iman itu memanggil kita pada suatu
jalan yang senantiasa meluas dalam harmoni dan pengertian. Pandangan
ilmu pengetahuan mendapatkan manfaat pula dari iman: iman mendorong
para ilmuwan agar tetap senantiasa terbuka pada realitas dalam segala
kekayaannya yang tak terbatas. Iman menumbuhkan kepekaan kritis dengan
menghindari penelitian yang hanya cukup puas dengan formulasinya belaka,
serta membantunya untuk menyadari bahwa alam senantiasa lebih besar.
Dengan membangkitkan kekaguman di hadapan kedalaman misteri ciptaan,
iman memperluas cakrawala akal budi agar memancarkan terang yang lebih
besar pada dunia, yang membuka dirinya pada telaah ilmiah”.
142 Seruan Apostolik. Evangelii Gaudium (24 November 2013), No. 256: AAS
105 (2013), 1123; Sukacita Injil, Jakarta: DokPen KWI, 2014, hlm. 140.
148
Sesungguhnya, naiflah berpikir bahwa prinsip-prinsip etika
dapat disajikan dengan cara yang murni abstrak, terlepas
dari konteks apapun. Fakta bahwa mereka telah muncul
dalam bahasa agama, sama sekali tidak mengurangi nilai
mereka dalam debat publik. Prinsip-prinsip etika yang
dapat ditanggap akal budi, selalu dapat muncul kembali
dengan cara yang berbeda dan dinyatakan dalam berbagai
bahasa, termasuk bahasa agama.
149
201. Mayoritas penduduk planet ini menyatakan dirinya
beriman; hal ini harus mendorong agama-agama untuk
masuk ke dalam dialog dengan maksud melindungi
alam, membela orang miskin, dan membangun jaringan
persaudaraan yang saling menghormati. Sebuah dialog
di antara pelbagai ilmu sendiri juga diperlukan karena
masing-masing cenderung menutup diri dalam batas-
batas bahasanya sendiri, dan spesialisasi mengarah ke
isolasi dan pemutlakan bidang pengetahuannya sendiri.
Hal ini menjadi halangan untuk secara efisien menghadapi
masalah lingkungan. Dialog yang terbuka dan saling
menghormati juga diperlukan di antara pelbagai gerakan
ekologis, di mana konflik ideologis tidak absen. Parahnya
krisis ekologi mengharuskan kita semua untuk memikirkan
kesejahteraan umum dan bergerak maju di jalan dialog
yang meminta kesabaran, disiplin diri, dan kemurahan hati,
sementara selalu teringat bahwa “kenyataan lebih penting
daripada gagasan”.143
143 Ibid., No. 231 : hlm. 1114; DokPen KWI, hlm. 128.
150
Sumber: http://www.acclaimimages.com/_gallery/_free_images/0124-1009-2114-2429_crescent_moon_and_
the_earth_from_the_international_space_station_o.jpg; diunduh pada 31-08-2015; pkl. 09.00 WIB
~ BAB ENAM ~
PENDIDIKAN DAN
SPIRITUALITAS EKOLOGIS
144 Romano Guardini, Das Ende der Neuzeit, 9th edition, Würzburg 1965, 66-67
(bahasa Inggris: The End of the Modern World, Wilmington 1998, 60).
145 Yohanes Paulus II, Pesan untuk Hari Perdamaian Dunia 1990, No. 1: AAS 82
(1990), 147.
153
menghancurkan, terutama ketika hanya sedikit orang dapat
menikmati gaya hidup itu.
205. Namun, semuanya tidak hilang, karena manusia yang
bisa merosot secara ekstrem, juga mampu bangkit melampaui
dirinya, memilih kembali yang baik dan membaharui dirinya,
melampaui segala kondisi mental dan sosial yang didesakkan
padanya. Manusia mampu melihat diri sendiri dengan
jujur, mengungkapkan ketidak puas
annya, dan memasuki
jalan baru menuju kebebasan sejati. Tidak ada sistem yang
sepenuhnya dapat meniadakan keterbukaan untuk kebaikan,
kebenaran dan keindahan, maupun kemampuan untuk
memberi tanggapan yang terus ditimbulkan oleh Allah dari
dalam lubuk hati manusia. Saya meminta setiap orang di
dunia ini agar tidak melupakan martabatnya. Tidak ada yang
memiliki hak untuk mengambilnya dari kita.
206. Perubahan gaya hidup bisa membawa tekanan yang
sehat pada mereka yang memegang kekuasaan politis,
ekonomis dan sosial. Inilah yang terjadi ketika gerakan-
gerakan konsumen berhasil membuat orang memboikot
produk tertentu; dengan demikian mereka menjadi efektif
dalam mengubah perilaku perusahaan, memaksakannya
untuk mempertimbangkan dampak ekologis dan pola
produksinya. Ketika sikap masyarakat berpengaruh ter
hadap pendapatan perusahaan, mereka ini dipaksa untuk
mengubah pola produksinya. Ini mengingatkan kita akan
tanggung jawab sosial para konsumen: “Membeli bukan
hanya tindakan ekonomis tetapi selalu tindakan moral”.146
146 Benediktus XVI, Ensiklik Caritas in Veritate (29 Juni 2009), No. 66: AAS 101
(2009), 699.
154
Kini “masalah kerusakan lingkungan menantang kita me
meriksa gaya hidup masing-masing”.147
147 Id., Pesan untuk Hari Perdamaian Dunia 2010, No. 11: AAS 102 (2010), 48.
148 Earth Charter (Piagam Bumi), Den Haag (29 Juni 2000).
155
kita mampu mengatasi individualisme, suatu gaya hidup
alternatif dapat benar-benar dikembangkan, dan perubahan
besar menjadi mungkin dalam masyarakat.
156
derung memperhatikan berbagai tingkat keseimbangan
ekologis: di tingkat internal dengan dirinya sendiri, di
tingkat sosial dengan orang lainnya, di tingkat alami dengan
semua makhluk hidup, dan di tingkat spiritual dengan
Allah. Pendidikan lingkungan harus mempersiapkan
kita melakukan lompatan ke “Misteri” yang memberi
etika lingkungan maknanya yang terdalam. Selain itu,
para pendidik harus mampu mengembangkan jalur-jalur
pedagogis bagi etika ekologis, sehingga membantu orang
secara efektif bertumbuh dalam solidaritas, dalam tanggung
jawab, dan dalam perawatan penuh kasih.
157
dilakukan melalui tindakan kecil sehari-hari, dan sangat
indah bila pendidikan lingkungan mampu mendorong
orang untuk menjadikannya suatu gaya hidup. Pendidikan
dalam tanggung jawab ekologis dapat mendorong berbagai
perilaku yang memiliki dampak langsung dan signifikan
untuk pelestarian lingkungan, seperti: menghindari
penggunaan plastik dan kertas, mengurangi penggunaan
air, pemilahan sampah, memasak secukupnya saja untuk
kita makan, memperlakukan makhluk hidup lain dengan
baik, menggunakan transportasi umum atau satu kendaraan
bersama dengan beberapa orang lain, menanam pohon,
mematikan lampu yang tidak perlu. Semuanya itu adalah
bagian dari suatu kreativitas yang layak dan murah hati, yang
mengungkapkan hal terbaik dari manusia. Menggunakan
kembali sesuatu daripada segera membuangnya, karena
terdorong oleh motivasi mendalam, dapat menjadi tindakan
kasih yang mengungkapkan martabat kita.
212. Janganlah kita berpikir bahwa upaya ini tidak akan
mengubah dunia. Tindakan-tindakan ini menyebarkan
di masyarakat suatu kebaikan yang selalu menghasilkan
buah di luar apa yang bisa kita lihat, karena menimbulkan
suatu kebaikan di bumi yang cenderung menyebar
terus, meskipun kadang-kadang tak terlihat. Selain itu,
bertumbuhnya perilaku ini mengembalikan rasa harga diri
kita, membawa kita kepada suatu kehidupan yang lebih
penuh dan mendalam, yang memungkinkan kita merasakan
bahwa kehidupan di bumi ini berharga.
213. Pendidikan ekologis dapat terjadi dalam berbagai
konteks: sekolah, keluarga, media komunikasi, katekese,
dan lain-lain. Pendidikan yang baik di sekolah sejak usia
158
dini menaburkan benih yang dapat menghasilkan buah
sepanjang hidup. Namun di sini saya ingin menekankan
pentingnya dan peran sentral keluarga, karena “di situ
lah kehidupan sebagai kurnia Allah, dapat disambut
sebagaimana layaknya, dan dilindungi terhadap sekian
banyak serangan yang menghadangnya, pun mampu ber
tumbuh, memenuhi persyaratan perkembangan manusiawi
yang sejati. Menghadapi apa yang disebut budaya maut,
keluarga merupakan sanggar budaya kehidupan”.149 Dalam
keluarga, dikembangkan kebiasaan awal untuk mencintai
dan melestarikan hidup, seperti penggunaan barang secara
tepat, ketertiban dan kebersihan, menghormati ekosistem
lokal, dan merawat semua makhluk ciptaan. Keluarga
adalah tempat pembinaan integral, di mana pematangan
pribadi dikembangkan dalam pelbagai aspeknya yang
saling berhubungan. Dalam keluarga, kita belajar untuk
meminta izin tanpa menuntut, untuk mengatakan “terima
kasih” sebagai ungkapan penghargaan atas apa yang
telah diterima, mengendalikan agresi atau keserakahan,
dan meminta maaf ketika telah menyebabkan kerugian.
Tindakan sopan santun yang sederhana dan tulus ini
membantu membangun budaya kehidupan bersama dan
rasa hormat demi lingkungan kita.
149 Yohanes Paulus II, Ensiklik Centesimus Annus (1 Mei 1991), No. 39: AAS 83
(1991), 842; (Ulang Tahun ke Seratus), Jakarta: DokPen KWI, 1991, hlm. 53.
159
dikan ini. Saya juga berharap bahwa di seminari dan di
rumah pendidikan hidup bakti, diberi pendidikan untuk
mengadakan penghematan yang bertanggung jawab, untuk
kontemplasi dunia dengan penuh rasa syukur, dan untuk
melindungi kerapuhan orang miskin serta lingkungan.
Mengingat pentingnya apa yang dipertaruhkan, kita
membutuhkan lembaga-lembaga yang berwenang untuk
menghukum orang yang merusakkan lingkungan, tetapi
perlu juga kita saling memantau dan saling mendidik.
150 Id., Pesan untuk Hari Perdamaian Dunia 1990, No. 14: AAS 82 (1990), 155.
160
III. PERTOBATAN EKOLOGIS
216. Harta kekayaan spiritualitas Kristen, hasil dua puluh
abad pengalaman pribadi dan komunal, memberi sum
bangan indah kepada upaya untuk memperbaharui ke
manusiaan. Saya ingin menawarkan kepada umat kristiani
suatu kerangka spiritualitas ekologis yang berakar dalam
keyakinan iman kita, karena apa yang diajarkan Injil
kepada kita, memiliki konsekuensi untuk cara kita berpikir,
berperasaan, dan hidup. Yang penting bukanlah berbicara
tentang ide-ide, tetapi terutama tentang motivasi yang lahir
dari spiritualitas, dan menumbuhkan semangat pelestarian
dunia. Tidak akan mungkin melibatkan diri dalam hal-hal
besar hanya dengan doktrin, tanpa mistik yang mendorong
kita, atau tanpa “dorongan batiniah yang mendorong,
memotivasi, menyemangati dan memberikan makna ke
pada kegiatan individu dan komunal kita”.151 Kita harus
mengakui bahwa kita, orang Kristen, tidak selalu menyerap
dan mengembangkan kekayaan yang Allah berikan kepada
Gereja, di mana kehidupan rohani tidak terpisah dari tubuh
kita sendiri, atau dari alam, atau dari realitas dunia ini,
tetapi justru dihayati bersamanya dan di dalamnya, dalam
persekutuan dengan semua yang mengelilingi kita.
217. “Padang gurun eksternal di dunia sedang me
luas, karena gurun-gurun internal telah menjadi begitu
luas”152 Karena itu, krisis ekologi merupakan panggilan
151 Seruan Apostolik. Evangelii Gaudium (24 November 2013), No. 261: AAS
105 (2013), 1124; Sukacita Injil, Jakarta: DokPen KWI, 2014, hlm. 141.
152 Benediktus XVI, Homily for the Solemn Inauguration of the Petrine Ministry
(homili pada inaugurasi meriah ke pelayanan Petrus; 24 April 2005): AAS 97
(2005), 710.
161
untuk pertobatan batin yang mendalam. Tetapi kita juga
harus mengakui bahwa beberapa orang Kristen, yang
berkomitmen dan berdoa, cenderung meremehkan ung
kapan kepedulian terhadap lingkungan, dengan alasan
realisme dan pragmatisme. Orang lain tinggal pasif; mereka
memilih untuk tidak mengubah kebiasaan mereka dan
dengan demikian menjadi tidak konsisten. Jadi, apa yang
mereka semua butuhkan adalah pertobatan ekologis, yang
berarti membiarkan seluruh buah dari pertemuan mereka
dengan Yesus Kristus berkembang dalam hubungan mereka
dengan dunia di sekitar mereka. Menghayati panggilan
untuk melindungi karya Allah adalah bagian penting dari
kehidupan yang saleh; dan bukan sebuah opsi atau aspek
sekunder dalam pengalaman kristiani.
162
219. Namun, untuk menanggulangi situasi yang begitu
kompleks seperti yang dihadapi dunia saat ini, tidak cukup
bahwa masing-masing individu memperbaiki diri. Individu
sendirian dapat kehilangan kemampuan dan juga kebebasan
mereka dalam usaha mengatasi pola pikir utilitarian, dan
akhirnya jatuh korban pada konsumerisme tanpa etika
dan tanpa dimensi sosial atau ekologis. Masalah sosial
harus diatasi oleh jaringan masyarakat dan tidak hanya
oleh jumlah total kontribusi positif individual: “Tuntutan-
tuntunan pekerjaan ini begitu besar sehingga tidak dapat
diselesaikan oleh inisiatif individual, atau oleh sekumpulan
pribadi-pribadi yang dididik secara individualistik.
Diperlukan gabungan kekuatan dan kesatuan usaha”.154
Pertobatan ekologis yang diperlukan untuk menciptakan
suatu dinamisme perubahan yang berkelanjutan, juga
merupakan pertobatan komunal.
154 Romano Guardini, Das Ende der Neuzeit, 72 (The End of the Modern World,
65-66).
163
yang penuh kasih bahwa kita tidak terputus dari makhluk
lainnya, tetapi dengan seluruh jagat raya tergabung dalam
sebuah persekutuan universal yang indah. Sebagai orang
percaya, kita tidak melihat dunia dari luar tetapi dari dalam,
sadar akan pertalian yang dengannya Bapa telah men
jalinkan kita dengan semua makhluk. Selain itu, dengan
mengembangkan kemampuan khusus yang Allah berikan
kepadanya, pertobatan ekologis mendorong orang beriman
untuk mengembangkan semangat dan kreativitasnya, untuk
menghadapi masalah dunia dengan menawarkan diri kepa
da Allah “sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan
yang berkenan” (Roma 12:1). Kita tidak menganggap kele
bihan kita ini sebagai alasan untuk memegahkan diri atau
mendominasi secara tak bertanggung jawab, tetapi sebagai
kemampuan berbeda yang pada gilirannya mele takkan
pada kita tanggung jawab besar yang lahir dari iman.
221. Berbagai keyakinan iman kita yang telah dikembang
kan di awal Ensiklik ini, membantu memperkaya makna
pertobatan ini. Misalnya, kesadaran bahwa setiap makhluk
mencerminkan sesuatu dari Allah dan membawa pesan
untuk kita telaah; atau juga keyakinan bahwa Kristus telah
mengenakan pada dirinya sendiri dunia materiil ini dan
bahwa Ia sekarang, sebagai yang dibangkitkan, hadir dalam
setiap makhluk, melingkupinya dengan kasih-sayang-Nya
dan menembusinya dengan cahaya-Nya; dan juga keyakinan
bahwa Allah menciptakan dunia dengan menuliskan di
dalamnya tata tertib dan dinamisme, dan manusia tidak
berhak untuk mengabaikan hal itu. Kita membaca dalam
Injil, apa yang dikatakan Yesus tentang burung, bahwa
“tidak seekor pun dari padanya dilupakan Allah” (Lukas
164
12:6). Apakah kita masih dapat menganiayanya atau meru
gikannya? Saya mengundang semua orang Kristen untuk
mengungkapkan dengan jelas dimensi ini dari pertobatan
mereka, dengan mengizinkan kekuatan dan terang rahmat
yang telah diterima, meluas pula kepada hubungan mereka
dengan makhluk lain dan dengan dunia di sekitar mereka.
Demikian kita membangkitkan persaudaraan mulia dengan
seluruh ciptaan, seperti yang dihayati oleh Fransiskus dari
Assisi dengan begitu cemerlang.
165
apa yang tidak kita miliki. Ini berarti menghindari gairah
penguasaan dan penumpukan kesenangan saja.
223. Kesahajaan yang dihayati dengan bebas dan sadar,
adalah membebaskan. Ini bukanlah hidup yang kurang,
atau hidup dengan intensitas yang rendah, tetapi justru
sebaliknya. Pada kenyataannya, mereka yang lebih
menikmati setiap momentum dan menghayatinya lebih
baik, adalah mereka yang berhenti untuk mematuk di sana-
sini, selalu mencari apa yang tidak mereka miliki. Mereka
mengalami apa artinya menghargai setiap orang, setiap
perkara; belajar menjalin hubungan, dan tahu menikmati
hal-hal sederhana. Kebutuhan mereka yang tak terpenuhi
menjadi lebih sedikit, sehingga mereka kurang lelah dan
kurang susah. Kita bisa hidup intensif dengan sedikit,
terutama ketika mampu menikmati kesenangan lain dan
menemukan kepuasan dalam perjumpaan persaudaraan,
dalam pelayanan, dalam pengembangan bakat, dalam
musik dan seni, dalam kontak dengan alam, dalam doa.
Kebahagiaan meminta kecakapan untuk membatasi
kebutuhan tertentu yang membius kita, dan dengan
demikian menjadi terbuka untuk banyak kemungkinan lain
yang ditawarkan kehidupan.
224. Kesahajaan dan kerendahan hati tidak dihargai
positif dalam abad terakhir. Namun, ketika suatu kebajikan
kurang dipraktikkan dalam kehidupan pribadi dan sosial,
akhirnya muncul beberapa ketimpangan, termasuk ke
timpangan ekologis. Oleh karena itu, tidak cukup kita
berbicara hanya tentang keutuhan ekosistem. Kita harus
berani berbicara tentang keutuhan kehidupan manusia,
tentang perlunya mendorong dan menggabungkan semua
166
nilai yang besar. Setelah kehilangan kerendahan hati, dan
menjadi terlalu terpesona dengan kemungkinan menguasai
segala sesuatu tanpa batas, kita akhirnya membawa keru
sakan bagi masyarakat dan lingkungan. Tidaklah mudah
untuk mengembangkan kerendahan hati yang sehat dan
kesahajaan yang bahagia ini jika kita menganggap diri
otonom; jika kita mengecualikan Allah dari hidup kita dan
ego kita mengambil tempat-Nya; jika kita berpikir bahwa
subjektivitas kita sendiri dapat menentukan apa yang baik
dan apa yang jahat.
225. Selain itu, tidak seorang pun dapat mengembangkan
hidup yang bersahaja dan bahagia, tanpa berdamai dengan
dirinya sendiri. Pemahaman spiritualitas yang memadai
mampu menjelaskan apa yang kita maksudkan dengan
damai, yang jauh melebihi tidak adanya perang. Kedamaian
batiniah manusia sangat berkaitan dengan pelestarian
lingkungan dan kesejahteraan umum, karena, bila dihayati
secara otentik, damai itu mengejawantah dalam gaya hidup
seimbang, yang disertai kemampuan untuk terpesona,
yang menjadikan hidup kita semakin mendalam. Alam
dipenuhi kata-kata cinta, tetapi bagaimana kita dapat
mendengarkannya di tengah-tengah kebisingan yang
kontinyu, kecemasan yang terus mengganggu, atau kultus
penampilan? Banyak orang mengalami ketidakseim
bangan mendalam yang mendorong mereka melakukan
sega
lanya dengan kecepatan tinggi yang memberi
mereka perasaan sibuk, selalu terburu-buru yang, pada
gilirannya, menyebabkan mereka melangkahi semua yang
ada di sekitarnya. Hal ini berdampak pada cara mereka
memperlakukan lingkungan. Ekologi integral juga berarti
167
meluangkan waktu untuk menemukan kembali suatu
keselarasan yang jernih dengan dunia ciptaan, untuk mere
nungkan gaya hidup kita dan cita-cita kita, untuk menatap
Pencipta yang hidup di tengah kita dan dalam lingkungan
kita, yang Kehadiran-Nya “tidak boleh dibuat-buat,
melainkan ditemukan, disingkapkan”.155
155 Seruan. Apostolik. Evangelii Gaudium (24 November 2013), No. 71: AAS 105
(2013), 1050; Sukacita Injil, Jakarta: DokPen KWI, 2014, hlm. 46.
168
ketergantungan hidup kita pada Allah, memperkuat rasa
syukur atas segala karunia ciptaan, mengakui upaya mereka
yang telah menyediakan bahan tersebut, dan memperkuat
solidaritas dengan mereka yang paling berkekurangan.
169
bentrok satu sama lain, sementara masing-masing berusaha
untuk menyelamatkan kepentingannya sendiri. Semuanya
itu memunculkan bentuk-bentuk baru kekerasan dan
kekejaman, dan menghalangi pengembangan budaya
perlindungan lingkungan yang sejati.
230. Contoh Santa Teresia dari Lisieux mengajak kita untuk
menapak “jalan kecil cinta”, tidak kehilangan kesempatan
untuk sebuah kata yang ramah, untuk tersenyum, untuk
suatu isyarat kecil apa pun yang memancarkan damai dan
persahabatan. Ekologi integral juga terdiri dari tindakan
sehari-hari yang sederhana, yang mematahkan logika
kekerasan, eksploitasi, keegoisan. Sementara itu, dunia
konsumsi yang keterlaluan, pada saat yang sama juga
merupakan dunia yang memberi perlakuan buruk kepada
kehidupan dalam segala bentuknya.
231. Cinta yang terdiri dari gerakan-gerakan kecil yang
mengisyaratkan kepedulian satu sama lain, juga bersifat sipil
dan politik, dan menyatakan diri dalam segala tindakan yang
mencoba membangun suatu dunia yang lebih baik. Cinta
akan masyarakat dan komitmen terhadap kesejahteraan
umum merupakan ungkapan luar biasa dari belas kasih
yang tidak hanya menyangkut hubungan antara individu
tetapi juga “hubungan makro: segala hubungan sosial,
ekonomis, politis”.156 Inilah sebabnya mengapa Gereja telah
menawarkan kepada dunia cita-cita “peradaban cinta”.157
Cinta sosial adalah kunci untuk pengembangan otentik:
156 Benediktus XVI, Ensiklik Caritas in Veritate (29 Juni 2009), No. 2: AAS 101
(2009), 642.
157 Paulus VI, Pesan untuk Hari Perdamaian Dunia 1977: AAS 68 (1976), 709.
170
“Untuk menjadikan masyarakat lebih manusiawi, lebih
layak bagi pribadi manusia, cinta dalam kehidupan sosial—
pada tingkat politik, ekonomi, budaya—harus kembali
dihargai dengan menjadikannya norma tetap dan tertinggi
dari setiap aktivitas”.158 Dalam konteks ini, bersama-sama
dengan pentingnya pelbagai isyarat kecil sehari-hari, cinta
sosial mendorong kita untuk merancang strategi besar yang
secara efektif dapat menghentikan perusakan lingkungan
dan mendorong budaya perlindungan yang meresapi
seluruh masyarakat. Ketika kita mengenali panggilan
Allah untuk bertindak bersama-sama dengan orang lain
dalam dinamika sosial ini, hendaknya kita ingat bahwa itu
pun merupakan bagian dari spiritualitas kita, merupakan
pelaksanaan belas kasih, dan bahwa dengan cara ini kita
dimatangkan dan dikuduskan.
232. Tidak semua orang dipanggil untuk aktif dalam
politik secara langsung; tetapi di tengah masyarakat tum
buh aneka asosiasi yang bekerja untuk memajukan kese
jahteraan umum dengan menjaga lingkungan alam dan
perkotaan. Misalnya, mereka menunjukkan kepedulian
terhadap suatu tempat umum (sebuah bangunan, air
mancur, monumen yang telantar, lanskap, lapangan) untuk
melindungi, membersihkan, memperbaiki atau memper
indah sesuatu yang menjadi milik semua orang. Di sekitar
mereka berkembang atau dipulihkan pelbagai ikatan, dan
suatu jaringan sosial lokal yang baru muncul. Dengan
demikian, masyarakat keluar dari ketidakpedulian akibat
171
konsumerisme. Ini berarti menumbuhkan suatu identitas
bersama, suatu sejarah yang dipelihara dan diteruskan.
Dengan cara ini, dunia dan kualitas hidup mereka yang
paling miskin dipelihara, berkat suatu rasa solidaritas
yang pada saat yang sama menjadi kesadaran bahwa kita
hidup di sebuah rumah bersama yang dipinjamkan Allah
kepada kita. Tindakan komunal ini, ketika mengungkapkan
kasih yang membaktikan diri, dapat menjadi pengalaman
spiritual yang intens.
172
sendiri, dan semakin kita belajar menemukan Allah dalam
segala makhluk di luar kita”.160
234. Santo Yohanes dari Salib mengajarkan bahwa yang baik
yang terdapat di dalam segala kenyataan dan pengalaman
dunia ini “ditemukan dalam Allah secara istimewa dan tak
terhingga, atau lebih tepatnya, setiap kebaikan besar tersebut
adalah Allah”.161 Bukan karena hal-hal terbatas dunia ini
sungguh ilahi, tetapi karena sang mistikus mengalami
hubungan intim antara Allah dan semua makhluk hidup,
dan dengan demikian “ia merasa bahwa Allah adalah segala
hal itu”.162 Jika ia mengagumi kemegahan sebuah gunung, ia
tidak dapat memisahkannya dari Allah, dan ia menangkap
bahwa kekaguman yang ia alami dalam batinnya, harus
dikaitkan dengan Allah: “Gunung-gemunung itu tinggi,
subur, luas, indah, anggun, berbunga dan harum. Gunung-
gemunung ini—itulah Kekasihku bagiku. Lembah-lembah
terpencil itu tenang, menyenangkan, sejuk dan teduh.
Di sana air jernih mengalir berkelimpahan. Dengan
keragaman vegetasinya dan lagu merdu burung-burung
yang menghuninya, lembah-lembah mempesonakan dan
menyegarkan indra. Dan dalam kesepian dan keheningan,
mereka memberikan kita kesegaran dan istirahat. Lembah-
lembah ini—itulah Kekasihku bagiku”.163
235. Sakramen-sakramen adalah cara istimewa bagaima
na alam diangkat oleh Allah dan dijadikan perantaraan
kehidupan adikodrati. Melalui ibadat, kita diajak untuk
173
merangkul dunia pada tingkat yang berbeda. Air, minyak,
api, dan warna-warni diangkat dengan segala daya
simbolisnya dan menyatu dengan pujian kita. Tangan yang
memberkati menjadi sarana kasih Allah dan cerminan
kedekatan Yesus Kristus yang telah datang menemani kita
di jalan kehidupan. Air yang dituangkan atas tubuh seorang
anak yang dibaptis menjadi tanda kehidupan baru. Kita
tidak melarikan diri dari dunia dan tidak menyangkal
alam, ketika kita ingin bertemu dengan Allah. Hal ini
dapat dilihat terutama dalam spiritualitas Kristen Timur:
“Keindahan, yang merupakan salah satu nama teristimewa
di wilayah Timur untuk mengungkapkan harmoni ilahi dan
model kemanusiaan yang telah berubah rupa, menyatakan
diri di mana-mana: dalam bentuk gereja, dalam bunyi
suara, dalam warna-warna, dalam cahaya, dalam aroma”.164
Menurut pandangan Kristen, semua makhluk alam semesta
materiil menemukan makna sejatinya dalam Firman yang
menjelma, karena Anak Allah telah menyatukan dalam
diri-Nya sebagian dari dunia materi dan Ia memasukkan ke
dalam dunia materi benih transformasi akhir: “Kekristenan
tidak menolak materi, kejasmanian, yang justru dihargai
penuh dalam tindakan liturgis, di mana tubuh manusia
menunjukkan sifatnya yang terdalam sebagai bait Roh
Kudus dan menyatukan diri dengan Tuhan Yesus, yang
telah mengenakan tubuh demi keselamatan dunia”.165
236. Dalam Ekaristi, dunia ciptaan menemukan keagung
annya yang terbesar. Anugerah yang biasanya menyatakan
164 Yohanes Paulus II, Surat Apostolik. Orientale Lumen (2 Mei 1995), No. 11:
AAS 87 (1995), 757.
165 Ibid.
174
diri secara konkret, terekspresi luar biasa saat Allah yang
telah menjadi manusia itu, menjadikan diri-Nya santapan
bagi makhluk ciptaan-Nya. Tuhan, pada puncak misteri
Inkarnasi, ingin menggapai lubuk hati kita melalui sepotong
materi; bukan dari atas tetapi dari dalam, sehingga kita
dapat menjumpai-Nya dalam dunia kita sendiri. Dalam
Ekaristi kepenuhan sudah diwujudkan; Ia adalah pusat
kehidupan alam semesta, pusat yang berkelimpahan kasih
dan kehidupan yang tak habis-habisnya. Menyatu dengan
Anak yang menjelma dan yang hadir dalam Ekaristi, seluruh
kosmos mengucap syukur kepada Allah. Memang, Ekaristi
itu sendiri merupakan tindakan kasih kosmik, “Ya, kosmik!
Karena ketika dirayakan di altar sederhana sebuah gereja
kampung, Ekaristi selalu dirayakan, dalam arti tertentu,
di altar dunia”.166 Ekaristi menyatukan langit dan bumi,
merangkul dan meresapi seluruh ciptaan. Dunia yang
berasal dari tangan Allah, berbalik kembali kepada-Nya
dalam penyembahan yang penuh sukacita dan sempurna:
dalam Roti Ekaristi “ciptaan diarahkan kepada pengilahian,
kepada pesta pernikahan yang kudus, kepada penyatuan
dengan Sang Pencipta sendiri”.167 Oleh karena itu, Ekaristi
adalah sumber terang dan motivasi bagi kepedulian kita
terhadap lingkungan, dan mengajak kita untuk menjadi
penjaga seluruh ciptaan.
237. Pada hari Minggu, partisipasi dalam Ekaristi memiliki
arti penting yang khusus. Hari itu, seperti hari Sabat Yahudi,
ditawarkan sebagai hari pemulihan hubungan manusia
166 Id, Ensiklik Ecclesia de Eucharistia (17 April 2003), No. 8: AAS 95 (2003), 438.
167 Benediktus XVI, Homili pada Misa Corpus Domini (15 Juni 2006): AAS 98
(2006), 513.
175
dengan Allah, dengan dirinya sendiri, dengan orang lain
dan dengan dunia. Hari Minggu adalah hari kebangkitan,
“hari pertama” ciptaan baru; buahnya yang pertama adalah
kebangkitan kemanusiaan Tuhan, yang menjadi jaminan
transfigurasi akhir seluruh realitas ciptaan. Hari minggu
menyatakan juga “istirahat kekal manusia pada Allah”.168
Dengan demikian spiritualitas Kristen menggabungkan
nilai istirahat dan perayaan. Manusia cenderung meren
dahkan istirahat kontemplatif sebagai hal yang tidak
produktif atau tidak perlu, sambil melupakan bahwa
dengan demikian ia merampas pekerjaan yang ia lakukan,
dari yang paling penting: maknanya. Kita dipanggil untuk
memasukkan ke dalam pekerjaan kita dimensi penerimaan
dan pemberian tanpa pamrih, yang berbeda dengan sekadar
tidak bekerja. Ini tentang bekerja dengan cara lain yang
termasuk hakikat kita. Dengan demikian, aktivitas manusia
terlindung bukan hanya terhadap aktivisme kosong, tetapi
juga terhadap kerakusan tak terkendali dan pikiran tertutup
yang menyebabkan orang hanya mengejar kepentingannya
sendiri. Aturan tentang istirahat mingguan memberi
perintah agar berhenti bekerja pada hari ketujuh “supaya
lembu dan keledaimu tidak bekerja dan supaya anak
budakmu perempuan dan orang asing melepaskan lelah”
(Keluaran 23:12). Istirahat membuka mata kita untuk dunia
yang lebih luas dan memungkinkan kita untuk mengakui
hak-hak dari yang lain. Dengan demikian, hari istirahat,
yang terpusat pada Ekaristi, memancarkan cahayanya bagi
seluruh minggu dan mendorong kita untuk lebih mem
perhatikan perlindungan alam dan kaum miskin.
176
VII. ALLAH TRITUNGGAL
DAN HUBUNGAN ANTARA MAKHLUK
238. Bapa adalah sumber utama segala sesuatu, dasar
yang mengasihi dan menyapa semua yang ada. Semuanya
diciptakan melalui Anak, cerminan Bapa, dan Ia telah
menyatukan diri dengan bumi ini ketika dibentuk dalam
rahim Maria. Roh, ikatan kasih yang tak terbatas, hadir
menembusi seluruh alam semesta dengan menghidupkannya
dan membangkitkan jalan-jalan baru. Dunia diciptakan
oleh ketiga Pribadi yang menjadi asal ilahi yang tunggal,
tetapi masing-masing mewujudkan pekerjaan bersama ini
sesuai dengan sifat pribadinya. Inilah sebabnya mengapa
“ketika ... kita dengan kekaguman merenungkan alam
semesta dalam seluruh kemegahan dan keindahannya, kita
harus memuji segenap Allah Tritunggal”.169
169 Yohanes Paulus II, Katekese (2 Agustus 2000), No. 4: Insegnamenti 23/2
(2000), 112.
170 Quaest. Disp. Myst. Trinitatis, 1, 2, concl.
177
sehingga langsung dapat ditatap seandainya pandangan
manusia tidak terbatas, kabur, dan rapuh. Dengan demikian
ia menunjukkan kepada kita tantangan untuk mencoba
membaca realitas dari sudut pandang tritunggal.
178
VIII. RATU SELURUH DUNIA CIPTAAN
241. Maria, Bunda yang merawat Yesus, sekarang merawat
dunia yang terluka ini dengan kasih sayang dan rasa sakit
seorang ibu. Sama seperti hatinya yang tertusuk telah
meratapi kematian Yesus, sekarang dia merasa kasihan
dengan penderitaan orang-orang miskin yang disalibkan
dan makhluk-makhluk dari dunia yang dihancurkan
oleh kuasa manusia. Sepenuhnya telah berubah rupa, dia
hidup dengan Yesus, dan semua makhluk menyanyikan
keelokannya. Dia adalah “perempuan berselubungkan
matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah
mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya”. (Wahyu
12:1). Terangkat ke surga, dia adalah Ibu dan Ratu seluruh
ciptaan. Dalam tubuh kemuliaannya, bersama dengan
Kristus yang bangkit, sebagian dari ciptaan telah mencapai
kepenuhan keindahannya. Ia tidak hanya menyimpan dalam
hatinya seluruh kehidupan Yesus yang ia asuh dengan setia
(bdk. Lukas 2:19,51), tetapi sekarang pun ia memahami
arti segala sesuatu. Oleh karena itu, kita dapat meminta dia
untuk membantu kita memandang dunia ini dengan mata
yang lebih bijaksana.
242. Di samping Maria, dalam Keluarga Kudus dari
Nazaret, berdirilah sosok Santo Yusup. Dengan pekerjaan
dan kehadirannya yang murah hati, ia menghidupi dan
melindungi Maria dan Yesus, menyelamatkan mereka
dari tindakan kekerasan orang yang tidak benar dengan
membawa mereka ke Mesir. Dalam Injil, ia tampil sebagai
orang yang benar, pekerja, dan kuat. Tetapi, sosoknya juga
menunjukkan kelembutan yang bukanlah ciri orang lemah
tetapi karakteristik mereka yang benar-benar kuat, yang
179
memperhatikan realitas dan siap untuk mengasihi dan
melayani dengan rendah hati. Itulah sebabnya ia dinyatakan
pelindung Gereja universal. Ia dapat mengajarkan kita
untuk melindungi, ia dapat memotivasi kita untuk bekerja
dengan murah hati dan lembut untuk melindungi dunia
yang dipercayakan Allah kepada kita.
180
Penciptanya”.172 Mari kita berjalan sambil bernyanyi!
Semoga perjuangan dan kepedulian kita untuk planet ini
tidak mengambil sukacita pengharapan dari kita.
***
181
Engkau merangkul dengan kelembutan-Mu
semua yang ada.
Curahkanlah kekuatan kasih-Mu atas kami
agar kami dapat melindungi kehidupan
dan keindahan.
Penuhi kami dengan kedamaian,
agar kami dapat hidup sebagai saudara dan saudari
tanpa membawa kerugian bagi siapa pun.
Ya Allah orang miskin,
bantulah kami untuk menolong mereka yang ditinggalkan
dan dilupakan di bumi ini,
mereka yang amat berharga di mata-Mu.
Sembuhkanlah hidup kami,
agar kami menjadi pelindung dunia
dan bukan perampok,
agar kami menabur keindahan,
bukan pencemaran atau perusakan.
Sentuhlah hati mereka yang hanya mencari keuntungan
dengan mengorbankan bumi dan kaum miskin.
Ajarlah kami
untuk menemukan nilai segala sesuatu,
untuk menatap dengan rasa kagum,
untuk mengakui bahwa kami terjalin mendalam dengan
segala makhluk
dalam perjalanan kami menuju cahaya-Mu
yang tak berbatas.
Kami berterima kasih karena Engkau bersama kami setiap
hari.
Kami mohon,
sudilah Engkau mendukung kami
dalam perjuangan kami untuk keadilan, cinta, dan
perdamaian.
182
Doa Umat Kristen bersama semua makhluk
Kami memuji Engkau, Ya Bapa,
bersama semua makhluk-Mu,
yang berasal dari tangan-Mu yang kuat.
Mereka adalah milik-Mu,
dipenuhi dengan kehadiran dan cinta-Mu
yang lembut.
Terpujilah Engkau!
Putra Allah, Yesus,
segala sesuatu diciptakan melalui Engkau.
Engkau dibentuk dalam rahim Maria,
Engkau telah menjadi bagian dari bumi ini,
dan Engkau telah melihat dunia
dengan mata manusia.
Sekarang ini Engkau hidup dalam setiap makhluk
dengan kemuliaan kebangkitan-Mu.
Terpujilah Engkau!
Roh Kudus, dengan terang-Mu
Engkau mengarahkan dunia ini kepada kasih Bapa
dan menyambut rintihan segala makhluk;
Engkau juga hidup dalam hati kami
untuk mendorong kami melakukan apa yang baik.
Terpujilah Engkau!
Ya Allah Tritunggal,
persekutuan kasih yang agung dan tanpa batas,
ajarkan kami untuk menatap Engkau
dalam keindahan alam semesta,
di mana segala sesuatu berbicara tentang Dikau.
Bangkitkan puji dan syukur kami
atas semua makhluk ciptaan-Mu.
183
Anugerahilah kami
agar dapat merasakan ikatan mendalam
dengan semua yang ada.
Allah yang mahakasih,
tunjukkan tempat kami di dunia ini
sebagai sarana kasih-Mu
untuk semua makhluk di bumi ini,
karena tiada yang Engkau lupa.
Terangilah para pemegang kekuasaan dan modal
agar mereka menjaga diri
terhadap dosa ketidakpedulian,
mencintai kesejahteraan umum,
memajukan orang lemah,
dan merawat dunia yang kami huni.
Orang-orang miskin bersama bumi memohon:
Ya Tuhan, peganglah kami
dengan kuasa dan terang-Mu
untuk melindungi segenap yang hidup,
untuk menyiapkan masa depan yang lebih baik
untuk mendatangkan Kerajaan-Mu,
Kerajaan keadilan, damai, cinta, dan keindahan.
Terpujilah Engkau!
Amin.
184
Diberikan di Roma, di Basilika Santo Petrus,
24 Mei 2015, Hari Raya Pentakosta, pada tahun ketiga
Pontifikat saya.
185
“LAUDATO SI ‘,
MI’ SIGNORE”
~ “TERPUJILAH ENGKAU, TUHANKU” ~