Kolestasis
Kolestasis
Kolestasis
PENDAHULUAN
1
jauh lebih baik. Selain pemantauan keberhasilan terapi, penting juga untuk memantau tumbuh
kembang anak.3
Mengingat pentingnya diagnosis dini pada kasus kolestasis neonatal,
dibutuhkan pendekatan bertahap berdasarkan pada riwayat klinis, pemeriksaan fisik,
tes laboratorium sehingga dapat mengidentifikasi etiologi yang mendasari untuk
segera dilakukan tatalaksana yang tepat. Oleh karena itu, dengan tulisan ini
diharapkan dapat menambah wawasan mengenai kolestasis neonatal lebih lanjut.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Kolestasis adalah semua kondisi yang menyebabkan terganggunya sekresi berbagai
substansi yang seharusnya dieksresikan ke dalam duodenum, sehingga menyebabkan
tertahannya bahan-bahan atau substansi tersebut di dalam hati dan menimbulkan
kerusakan hepatosit. Kolestasis neonatus ditandai dengan peningkatan kadar bilirubin
direk yang berkepanjangan dalam serum.1 Parameter kolestasis adalah kadar bilirubin
direk serum >1mg/dL apabila bilirubin total <5mg/dL atau bilirubin direk >20% dari
bilirubin total apabila kadar bilirubin total >5mg/dL.3 Bayi yang tetap ikterik setelah 2
minggu pertama kehidupan perlu diperiksa kadar bilirubin total dan bilirubin direk
darah. Pemeriksaan bilirubin direk dan total ini merupakan pemeriksaan yang
terpenting untuk menentukan ada tidaknya kolestasis. Secara teoritis bilirubin direk
bersifat larut dalam air sehingga dapat mewarnai urin menjadi kuning tua atau kuning
seperti teh. Pada bayi diketahui produksi urin relatif lebih banyak sehingga kadang-
kadang bilirubin direk yang meningkat di darah dapat tidak terlihat sebagai warna
urin yang kuning pada bayi.1
2.2 Epidemiologi
3
Surabaya dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal
kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus
koledukus 5 (5,2%), kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).4
2.3 Etiologi
Penyebab kolestasis neonatus dijabarkan pada tabel di bawah ini:3
Kolestasis ekstrahepatik
Atresia bilier ekstrahepatik
Kista duktus koledokus
Stenosis duktus biliaris
Kolestasis Intrahepatik
Infeksi
E.coli
Syphilis
Protozoa
Toxoplasmosis
Rubella
Herpesvirus
Kelainan metabolik
Sindrom Alagille
Progressive Familial Intrahepatic Cholestasis (PFIC)
Kelainan kromosom
Nutrisi parenteral
Hepatitis neonatal idiopatik
2.4 Patofisiologi
Cairan empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Cairan empedu
mengandung asam empedu, kolesterol, fosfolipid, toksin yang terdetoksifikasi,
elektrolit, protein, dan bilirubin terkonjugasi.5
Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah (SDM). Hemoglobin (Hb) yang
berada didalam SDM akan dipecah menjadi bilirubin indirek. Satu gram Hb akan
menghasilkan 34mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek (tak terkonjugasi) yang larut
4
dalam lemak berikatan dengan albumin dari pembuluh darah oleh transporter
(ligandin atau protein Z) pada membran basolateral diangkut ke hati. Bilirubin tak
terkonjugasi kemudian dikonjugasi intraseluler oleh enzim enzim glukuronid
transferase menjadi bilirubin direk (terkonjugasi) yang larut air dan dikeluarkan ke
dalam empedu oleh transporter mrp2. Setelah masuk ke sistem bilier bilirubin direk
diteruskan ke usus halus dan dengan adanya protease bakteri usus akan diubah
menjadi urobilinogen. Urobilinogen tersebut 90% akan dibuang melalui feses
menjadi sterkobilin sedangkan sisanya 10% akan kembali melalui vena porta masuk
ke hati dan menjadi suatu siklus enterohepatik yang akan diserap kembali oleh
pembuluh darah dan masuk ke ginjal dan diekskresi menjadi urobilin.5
Tanpa memandang etiologinya, gejala dan tanda klinis utama kolestasis neonatal
adalah ikterus berkepanjangan, tinja akolik dan urin yang berwarna gelap dan
hepatomegali. Keadaan umum bayi biasanya baik. Ikterus bisa terlihat sejak lahir atau
tampak jelas pada minggu ke 3 s/d 5. Berkurangnya empedu dalam
usus menyebabkan berkurangnya penyerapan kalsium dan vitamin D akan
menyebabkan pengeroposan tulang, yang menyebabkan rasa nyeri di tulang dan patah
tulang. Terdapatnya empedu dalam sirkulasi darah bisa menyebabkan gatal-gatal
(disertai penggarukan dan kerusakan kulit). Jaundice yang menetap lama sebagai
akibat dari kolestasis, menyebabkan kulit berwarna gelap dan di dalam kulit terdapat
endapan kuning karena lemak.6
5
Gejala lainnya tergantung dari penyebab kolestasis. Beberapa bayi mengalami
memar oleh karena koagulopati sekunder akibat malabsorpsi dan defisiensi vitamin
K. Splenomegali dapat diamati pada bayi yang memiliki sirosis dan hipertensi portal.
Kelainan neurologis termasuk lesu, kurang makan, hipotonia atau kejang
menunjukkan terjadinya sepsis, perdarahan intrakranial, gangguan metabolik atau
disfungsi hati berat. Berat badan lahir rendah, trombositopenia, petekia dan purpura
sering dikaitkan dengan infeksi kongenital. Facial dysmorphism dapat menunjukkan
kelainan kromosom atau sindrom Alagille. Terdapat massa di kuadran kanan atas
dapat menunjukkan kista choledochal.7
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14hari, tinja akolis yang persisten,
warna urin gelap
b. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik.
c. Riwayat prenatal, neonatal, prematuritas, riwayat morbiditas ibu selama
kehamilan misalnya infeksi toxoplasma, other, rubela, cytomegalovirus, Herpes
(TORCH), hepatitis B, riwayat pemberian nutrisi parenteral, transfusi darah, serta
penggunaan obat hepatotoksik, riwayat pemberian ASI, pertumbuhan janin
(kolestasis intrahepatik umumnya menyebabkan pertumbuhan janin yang agak
terlambat)
6
2.6.2 Pemeriksaan fisik
Sangat penting dilakukan untuk mengetahui keadaan umum pada pasien bayi,
sebelum, saat dan sesudah pemeriksaan atau perawatan lebih lanjut, yang perlu di cek
adalah keadaan umum, kesadaran, suhu tubuh, tekanan darah, denyut nadi,
pernapasan.1
b. Inspeksi
Terlihat kulit yang ikterus, edema, spider angiomata, eritema palmaris. Pada
umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin sekitar 7
mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Pada bayi dan anak, warna
kuning terlihat bila kadar bilirubin 2mg/dl.8,9 Jaringan sklera mengandung banyak
elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan
sklera lebih sensitif. Apabila yang meninggi bilirubin indirek, maka warna ikterus
kuning terang. Sedangkan bila bilirubin direk yang meninggi, warnanya kuning
kehijauan.8
c. Palpasi
Hati dapat dipalpasi secara monomanual dan bimanual. Selain ukuran hati, dicatat
juga konsistensi, tepi, permukaan dan terdapat nyeri tekan. Pada anak, tepi hati
normal dapat diraba sampai 2 cm di bawah tepi arkus kosta. Pada bayi yang baru
lahir, terdapat pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5cm di bawah arcus
costae pada garis midclavicula kanan. Perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan
permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Pada splenomegali, bila
limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi portal, penyakit
storage atau keganasan harus dicurigai pada neonatus. Limpa mungkin masih teraba
sampai 1-2cm di bawah arcus costae oleh karena proses hematopoesis ekstrameduler
yang masih berlangsung sampai anak usia 3 bulan. Biasanya diukur menurut cara
Schuffner. Kandung empedu yang membesar akan teraba bulat, licin dan memberi
kesan bahwa letaknya dekat sekali di bawah kulit kanan atas. Asites menandakan
7
adanya peningkatan tekanan vena portal yang mengakibatkan terjadinya transudasi
cairan dari daerah splangnikus dan fungsi hati yang memburuk.10
ASI jaundice adalah jenis penyakit kuning neonatal tekait dengan menyusui.
Hal ini ditandai dengan hiperbilirubinemia tidak langsung dalam bayi baru lahir
disusui yang berkembang setelah 4-7hari pertama kehidupan, tetapi lebih lama dari
ikterus fisiologis dan tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi lainnya. Jika
bayi tidak memperoleh cukup ASI, gerakan usus tidak terpacu dan frekuensi buang
8
air besar berkurang sehingga tidak banyak bilirubin yang dapat dikeluarkan. Karena
itu, susui bayi minimal 8-12 kali perhari khususnya dalam beberapa hari pertama.11
Infeksi CMV bersifat endemik diseluruh dunia dan dapat terjadi sepanjang
tahun. Manusia merupakan hospes alami yang diketahui dapat terinfeksi CMV.
Penularannya dapat melalui kontak erat dari orang ke orang. Virus dapat dikeluarkan
kedalam urine, air liur, ASI dan secret vagina. Penularannya dapat melalui oral,
transfusi darah, transplantasi organ tubuh, hubungan seksual dan melalui plasenta.
CMV primer pada wanita hamil dapat menyebabkan CMV kongenital pada bayi baru
lahir karena virus dapat ditularkan kepada sang bayi. Bayi-bayi yang menderita CMV
kongenital lahir dengan penyakit ikterus, pembesaran limpa, ruam, dan berat badan
lahir yang rendah. Mereka juga memiliki resiko tinggi untuk mengalami ketulian dan
masalah perkembangan di kemudian hari. Meskipun CMV tidak menyebabkan
komplikasi apapun pada orang yang normal, sehat, hal ini harus diperhatikan apabila
mengenai orang dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah, wanita hamil, dan
bayi yang terinfeksi. Orang-orang yang termasuk dalam kelompok resiko tinggi ini
biasanya diobati dengan antivirus untuk mencegah komplikasi.12
2.8 Penatalaksanaan
2.8.1 Medikamentosa
Bertujuan untuk memperbaiki aliran bahan-bahan yang dihasilkan oleh hati terutama
asam empedu, dengan memberikan ½ Fenobarbital 5 mg/kg/BB/hari dibagi 2 dosis
per oral. Fenobarbital akan merangsang enzim glukuronil transferase (untuk
mengubah bilirubin indirect menjadi bilirubin direct).13
9
Stimulasi aliran empedu: asam ursodeoksikolat 10-20 mg/kg berat badan 2-3
dosis.
Nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal (kebutuhan kalori
umumnya dapat mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal).
Vitamin yang larut dalam lemak
- A 5000-25.000 IU
- D (calcitriol) 0,05-0,2 ug/kg/hari
- E 25-200 IU/kgBB/hari
- K1 2,5-5 mg,2-7 x/ minggu
Mineral dan trace element Ca, P, Mn, Zn, Se,Fe
Terapi untuk mengatasi pruritus:
- Antihistamin: difenhidramin 5-10 mg/kg/hari, l.2-5 mg/kg/hari
- Rifampisin 10 mg/kg/hari
- Kolestiramin 0,25-0,5g/kg/hari
Terapi bedah dilakukan bila feses tetap akolik dengan bilirubin direct > 4 mg/dl atau
terus meningkat, meskipun telah diberikan fenobarbital atau telah dilakukan uji
prednison selama 5 hari. Pasien yang dioperasi kasai tetap hidup sampai 4 tahun
pasca operasi ≤30hari (49%), 31-90hari (36%) dan >90hari (23%) dan harus
dilanjutkan dengan transplan hati.14
2.9 Komplikasi
2.9.1 Kolesistitis akut
Faktor yang mempengaruhi terjadinya serangan kolesistitis akut adalah stasis cairan
empedu, infeksi kuman dan iskemia dinding kandung empedu. Penyebab utama
kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang terletak di duktus sistikus
yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul
tanpa adanya batu empedu. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh sebagai
penyebab terjadinya komplikasi ini, seperti kepekatan cairan empedu, kolesterol,
10
prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh
reaksi inflamasi dan supurasi.3
2.9.2 Ensefalopati Bilirubin (kernikterus)
Komplikasi terberat ikterus pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin atau
kernikterus. Kernikterus terjadi pada keadaan hiperbilirubinemia indirek yang sangat
tinggi, cedera sawar darah-otak dan adanya molekul yang berkompetisi dengan
bilirubin untuk mengikat albumin. Pada bayi cukup bulan, enselopati bilirubin
biasanya bermanifestasi pada hari ke-2 dan gambaran klinis ensefalopati bilirubin
tidak dapat dibedakan dari dari sepsis, asfiksia, perdarahan intraventrikular, dan
hipoglikemia. Gejala ensefalopati bilirubin meliputi letargi, tidak mau makan, dan
refleks moro yang lemah. Pada akhir minggu pertama kehidupan, bayi menjadi
demam dan hipertonik disertai tangisan bernada tinggi (high-pitched cry). Refleks
tendon dan respirasi menjadi terdepresi.15,16
2.10 Prognosis
Keberhasilan terapi bedah ditentukan oleh usia anak saat dioperasi, gambaran
histologik porta hepatis, kejadian penyulit, dan pengalaman ahli bedahnya sendiri.
Bila operasi dilakukan pada usia < 8 minggu maka angka keberhasilannya 71-86%,
11
sedangkan bila operasi dilakukan pada usia > 8 minggu maka angka keberhasilannya
hanya 34-43,6%. Sedangkan bila operasi tidak dilakukan, maka angka keberhasilan
hidup 3 tahun hanya 10% dan meninggal rata-rata pada usia 12 bulan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kegagalan operasi adalah usia saat dilakukan operasi > 60 hari,
adanya gambaran sirosis pada sediaan histologik, dan bila terjadi penyulit hipertensi
portal.15
12
BAB III
SIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
14