Aldrete Bromage Steward Score

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS II

GENERAL ANESTESIA TONSILEKTOMI

OLEH :
Bellina Sarsa Pamela
2013730021

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ANASTESI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018

1
BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Nn. A
TTL : Jakarta, 27 Agustus 1996
Umur : 18 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Sukamulia No. 54 RT 4/6 Jakarta Pusat
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Pelajar

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Nyeri menelan

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri menelan sejak 3 hari yang lalu
SMRS. Tidak sedang batuk, pilek dan demam. Tidak sedang mengalami nyeri
dada atau sesak nafas.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat asthma, TB atau penyakit paru kronik disangkal. Riwayat sakit
jantung, ginjal, DM dan HT disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Asma, Diabetes Mellitus, Hipertensi, Tuberkulosis Paru pada
keluarga pasien disangkal.

2
Riwayat Alergi
Makanan (-), Obat (-), Plester/debu (-), Cuaca (-)

Riwayat Operasi
Belum pernah menjalani operasi sebelumnya.

Riwayat Pengobatan
Riwayat minum jamu (-),obat-obatan warung (-), tidak mengkonsumsi obat –
obatan tertentu.

Riwayat Psikososial
Kebiasaan minum teh, kopi dan soda jarang, riwayat merokok (-), meminum
alcohol (-).

Lain - lain
Terakhir makan dan minum pukul 24:00 WIB. Tidak ada gigi yang goyang
dan tidak menggunakan gigi palsu.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda – Tanda Vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Pernapasan : 20x/ menit
Nadi : 88 x/ menit
Suhu : 36,5 o C
Antropometri
BB : 67 kg
TB : 162 cm

3
IMT : 25 (obes 1)

Status Generalis
 Kepala
 Bentuk : Normocephal
 Rambut : Hitam, Distribus rata,
 Mata : Conjunctiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)
 Hidung : septum deviasi (-), Sekret (-)
 Telinga : Normotia, Serumen (-/-)
 Mulut : Bibir kering (-), Mukosa faring hiperemis (+),
Mallapati II
 Gigi : Gigi palsu (-), Gigi goyang (-)

 Leher
 Pembesaran KGB : Tidak teraba membesar

 Thoraks
 Paru-paru
 Inspeksi: Bentuk dan pergerakan simetris
 Palpasi: Vokal fremitus (+/+) di kedua lapang paru
 Perkusi: Tidak dilakukan
 Auskultasi: Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
 Jantung
 Inspeksi: Ictus Cordis tidak terlihat
 Palpasi: Ictus Cordis tidak teraba.
 Perkusi: Tidak dilakukan
 Auskultasi: Bunyi jantung I / II regular murni, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen
 Inspeksi: Datar.

4
 Auskultasi: Bising usus (+) normal.
 Palpasi: NT (-)
 Perkusi: Timpani pada seluruh lapang paru.

 Ekstremitas
Atas : Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik.
Bawah : Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium
HEMATOLOGI
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN
Hematologi Rutin
Hemoglobin 11.7 g/dL 11.7 – 15.5
Leukosit 23.30 103/μL 3.60 – 11.00
Hematokrit 35 % 35 – 47
Trombosit 235 103/μL 150 – 440
Eritrosit 4.18 103/μL 3.80 – 5.20
MCV/VER 84 fL 80 – 100
MCH/HER 28 Pg 26 – 34
MCHC/KHER 34 g/dL 32 – 36
Faal Hemostasis
Masa Protombin 11.0 Detik 9.3 – 11.4
(PT)
APTT 42.2 Detik 31.0 – 47.0
Kimia Klinis
GDS 104 mg/dL 70 - 200
Imunoserologi

5
HBsAg (Kualitatif) - -

V. DIAGNOSIS
Diagnosis Pra-operasi : Tonsillitis
Status ASA :I
Rencana Tindakan : Tonsilektomi

I. ASESMEN PRA INDUKSI DAN PENALAKSANAAN ANESTESI


Pra anestesi/ Pra Operatif
 Dilakukan asesmen pre anestesi kepada pasien
 Dilakukan pemeriksaan kembali identitas pasien, persetujuan operasi,
lembaran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat-alat yang diperlukan
 Mengganti pakaian pasien dengan pakaian operasi
 Saat di ruang persiapan, pasien di infus dengan Ringer Asetat
 Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi telentang
 Memasang elektroda
 IV line terpasang di tangan kanan, manset tekanan darah terpasang di tangan
kiri dan pulse oxymetri terpasang di digiti II manus dextra

Jenis Anestesi: Anestesi Umum


Induksi
Induksi dilakukan dengan pemberian Propofol 100 mg IV dengan
menggunakan analgetik narkotik jenis Fentanyl 0.15 mg IV
PERHITUNGAN DOSIS
Propofol
Dosis Induksi 2 - 2.5 mg/kg
2 - 2.5 mg x 67 kg = 134 – 167.5 mg
Fentanyl
Dosis sebagai Analgetik Intraoperatif 1 - 3g/kgBB
1 - 3g x 67 kg = 67 - 201g (0.067 – 0.201 mg)
Note: 1 g = 0.001 mg

Muscle relaxan Atracurium diberikan secara IV 30 mg


PERHITUNGAN DOSIS
Atracurium
Dosis untuk intubasi 0.3 - 0.5 mg/kg
0.3 - 0.5 mg x 67 kg = 20.1 – 33.5 mg
Dosis maintenance per bolus 0.1 – 0.2 mg/kg
0.1 – 0.2 mg x 67 kg = 6.7 – 13.4 mg

6
Diberikan O2 sebanyak 6 L melalui sungkup selama 5 menit
Dilakukan pemasangan pipa orotrakeal dengan ETT No.7.5, mulut dibuka
dengan cross finger dan laringoskop, ETT dimasukkan ke dalam trakea, dinilai
apakah posisi ETT sudah benar dengan mendengarkan suara napas menggunakan
stetoskop. Cuff dikembangkan agar ETT terfiksasi. Intubasi berhasil dilakukan.
Dipasang OPA. ETT dan pipa difiksasi dan dihubungkan dengan mesin anestesi.
Setting ventilator mekanik :TV: 400, RR: 16 x/menit, I:E = 1:2

Medikasi Selama Operasi


Operasi berlangsung selama 1 jam
Untuk mempertahankan anestesi digunakan N2O 1 L/menit, O2 1.5 L/menit,
desfluran 4 vol %
Ranitidine 50 mg
Kortideks 10 mg
Plasminex 500 mg
Disinon 500 mg
Fendex 50 mg
Granon 1 mg
Sulfas atropine 0,5 mg
Clopedine 50 mg

 Perhitungan Kebutuhan Cairan


Berat badan : 67 kg
Lama puasa : 8 jam
Operasi berlangsung selama :1 jam

 Perhitungan Pengganti Cairan


Rumus:
Keb. cairan maintenance  BB: 67 kg
(4x10)+(2x10)+(1x47)= 107 cc
Puasa  Lama puasa x kebutuhan cairan maintenance
8 jam x 107 cc = 856 cc
Stress operasi  Operasi sedang
6cc/kgBB/jam
6cc x 67 kg = 402 cc
1 jam pertama : ½ puasa + keb. cairan maintenance + stress operasi
½ (856cc) + 107 cc + 402 cc = 937 cc
Jumlah cairan yang dibutuhkan = 937cc

 Monitoring
 Tanda-tanda vital
 Gambaran Elektrokardiografi

7
 SpO2 dan CO2 setiap 5 menit, kedalaman anestesi, dan perdarahan

Monitoring Tanda Vital Selama Operasi

 Keadaan Post Operasi dan Perawatan Pasca Anestesi di RR


 Dilakukan penyedotan sekret jalan napas melalui sisi mulut dan ETT
 Ekstubasi dilakukan, pasien sempat kesulitan dalam bernafas
spontan, saturasi O2 menurun
 Pemberian O2 3 liter/ menit dengan face mask selama 10 – 15 menit,
penyedotan kembali sekret jalan napas melalui sisi mulut
 Saturasi O2 kembali naik, pasien dapat bernafas spontan
 Pasien dipindahkan ke ruang pemulihan
 Dilakukan pemeriksaan tanda vital dan SpO2
 Observasi aktivitas motorik, pernapasan, dan kesadaran

Monitoring tanda-tanda vital Aldrette Score


- Kesadaran : Compos Mentis - Aktivitas : mampu mengangkat semua Ekstremitas
- BP : 120/75 mmHg
(2)
- HR :72x/menit

8
- RR : 18x/menit - Pernapasan: Dapat Bernapas Dalam dan Batuk (2)
- T : 360C - Sirkulasi : Tekanan Darah ± 20% dari Nilai Pra
- SpO2: 100 %
Anetesi (2)
- Kesadaran : bangun ketika dipanggil (1)
- Saturasi O2 : ≥ 92 % dengan udara kamar (2)
Kesan : Baik

Skor : 9/10

9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1A. PREMEDIKASI
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesi. Salah
satu obat-obatan yang sering diberikan yaitu hipnotik-sedatif dan opioid.Akhir-akhir
ini pemberian obat-obatan hipnotik-sedatif dan opioid jarang diberikan sebelum tiba
di daerah preoperatif. Untuk hipnotik-sedatif dapat diberikan diazepam per-oral 10-15
mg, sedangkan untuk opioid dapat diberikan petidin 50 mg IM.1,2, Pada pasien tidak
diberikan premedikasi sebelum operasi.

2B. ANESTESIA UMUM


‒ Induksi Anestesi
Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak
sadar, sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan.Setelah
pasien tidur, pemeliharaan anestesi dilakukan sampai pembedahan selesai.
Induksi dapat dilakukan melalui intravena, inhalasi, intramuskular atau rektal.1
1. Induksi Intravena
Obat induksi IV disuntikan dalam kecepatan antara 30 – 60 detik. Selama
anestesi pernapasan, nadi, dan tekanan darah diawasi dan diberikan oksigen. Propofol
(recofol, diprivan) IV menggunakan dosis 2 – 2,5 mg/kgBB. Suntikan propofol sering
menyebabkan nyeri, sehingga satu menit sebelumnya sering diberikan lidokain
1mg/kgBB secara IV.1,3 Pada pasien, mendapatkan induksi IV propofol (recofol)
dengan dosis 100 mg.

2. Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi dilakukan pada bayi atau anak yang belum terpasang vena atau
orang dewasa yang takut jarum suntik. Induksi inhalasi dikerjakan dengan
menggunakan halotan (Fluotan) atau Sevofluran. Induksi dimulai dengan aliran O2 >

10
4 liter/menit atau campuran N2O : O2 = 2:1, dimulai dengan Halotan 0,5vol% sampai
konsentrasi yang dibutuhkan. Induksi dengan Sevofluran lebih disenangi karena
pasien jarang batuk, walaupun diberikan sampai tinggi 8 vol%.Induksi menggunakan
enfluran, isofluran atau desfluran jarang dilakukan, karena pasien sering batuk
sehingga induksi menjadi lama.1

‒ Rumatan Anestesi
1. Intravena
Rumatan anestesi dapat dikerjakan dengan cara IV (anestesi IV total), inhalasi
atau campuran. Rumatan anestesi mengacu pada trias anastesi yaitu sedatif, analgesik,
dan relaksan. Rumatan IV misalnya dengan menggunakan opioid dosis tinggi,
Fentanyl 50 - 150 µg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan
analgesik yang cukup, sehingga tinggal memberi relaksasi otot. Rumatan IV dapat
juga menggunakan dosis opioid dosis biasa. Bedah lama menggunakan total IV
opioid, relaksan dan ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi
dengan udara O2 atau N2O + O2.1,2

12. Inhalasi
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 perbandingan
2:1 ditambah halotan 0,5 – 2 vol%, enfluran 2 – 4vol%, Isofluran 2 – 4 vol%, atau
sevofluran 2 – 4 vol%.1,2 Pada pasien diberikan rumatan anestesi melalui inhalasi
desfluran4 vol%.

C. PEMBERIAN ANALGETIK
1. Opioid
-
Fentanil
Merupakan zat sintetik seperti petidin dgn kekuatan 100x morfin, larut
dalam lemak dan menembus sawar jaringan dengan mudah. efek depresi
napasnya lebih lama dibanding efek analgesinya. Dosis induksi 50-150
mcg/kg, dosis maintenance 1-3 mcg/kg pada dosis rendah ini durasi kerja

11
hanya 30 menit sehingga fentanil digunakan saat pembedahan bukan
pasca bedah.1,3

D. PEMBERIAN MUSCLE RELAXAN


Atrakurium merupakan relaksan otot skelet nondepolarisasi.untuk reseptor
kolinergik padd lempeng akhir motorik. Dosis awal 0,5-0,6 mg/kg, dosis intubasi; IV
0,3-0,5 mg/kg, dan maintenance IV, 0,1-0,2 mg/kg (10%-50% dari dosis intubasi).
Awitan aksi : <3menit, lama aksi :20-35 menit.1,3 Pada pasien, diberikan atracurium
30 mg IV.

E. TATALAKSANA JALAN NAPAS


Pada keadaan anestesi refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia.
Regurgitasi isi lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan
risiko utama pada pasien-pasien yang menjalani anesthesia. Untuk meminimalkan
risiko tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan
anesthesia harus dipantangkan dari masukan oral atau dipuasakan selama periode
tertentu. Pada pasien dewasa umumnya dipuasakan 6—8 jam, anak kecil 4—6 jam,
dan pada bayi 3—4 jam.1,2,4

F. TONSILEKTOMI
Tonsilektomi bukan prosedur minor karena melibatkan penatalaksanaan jalan
nafas bersama. Pasien yang akan menjalani operasi tonsilektomi pada umumnya
berusia muda dan sehat, walaupun infeksi saluran nafas atas menjadi indikasi utama
operasi ini, namun persentase obstruksi saluran nafas atas, terutama saat tidur (OSA)
meningkat akhir – akhir ini, terutama pada pasien berusia 4 tahun. Pembedahan ini
berpotensi mengkontaminasi saluran nafaas bawah dengan darah. Mortalitas yang
berhubungan dengan TA berkisar dari 1: 40.000 sampai 1: 12.000. Evaluasi prabedah
untuk operasi TA bergantung pada anamnesis dan pemeriksaan fisik awal. Pada
beberapa pasien dengan dugaan obstruksi saluran nafas berat sebaiknya dilakukan
elektrokardiografi, ekokardiografi, radiogradi dada, dan fungsi koagulasi. Sebaiknya

12
dilakukan juga pemeriksaan laboratorium prabedah, imaging & pemeriksaan fungsi
jantung, paru dan hepar.2,5

G. MANAJEMEN ANASTESIA
Masalah utama bagi anastesia untuk tonsilo – adenodektomi adalah jalan nafas
perdarahan. Pembedahan di dalam rongga mulut memungkinkan masuknya darah ke
saluran nafas atau ke esophagus. Tekanan positif jalan nafas selama induksi dapat
berguna untuk mengurangi obstrusi jalan nafas atas. Penggunaan pipa endotrakeal
(ETT) dengan balon (cuff) dapat menurunkan aspirasi jalan nafas. Namun pemakaian
balon ETT juga berpotensi menimbulkan komplikasi di jalan nafas. Untuk mencegah
trauma pada mukosa jalan nafas, pengembangan balon tidak boleh melebihi tekanan
20 – 25 cm H2O. Pada keadaan tertentu balon ETT dapat dikembangkan melebihi
batas ini, misalnya bila tekanan jalan nafas yang lebih tinggi diperlukan untuk
ventilasi paru atau jika terjadi perdarahan secara tiba – tiba. Akan tetapi
pengembangan balon yang melebihi ketentuan tidak boleh berlangsung lama.2
Jika kesulitan intubasi diperkirakan akan terjadi, sebaiknya ahli THT ikut hadir
selama intubasi tersebut. Penggunaan pipa RAE (reverse angle endotrachela) oral
untuk intubasi trakeal dapat memberikan visualisasi lapangan operasi yang lebih baik.
Daerah supraglotis dapat disumpal dengan kasa untuk mengurangi kemungkinan
inhalasi darah dan faring. 2
Ahli bedah sering meletakkan kasa di posterior faring selama tindakan untuk
mengurangi mengalirnya darah ke lambung. Di akhir operasi harus dipastikan kassa
ini telah diangkat. Pada akhir pembedahan, tampon harus diangkat dan pipa
orogastrik dimasukkan untung mengosongkan lambung dari darah yang tertelan dan
dilakukan pengisapan faring. Ekstubasi dapat dilakukan saat anestesi “dalam” atau
setelah pasien bangun dan reflek potensi jalan nafas telah pulih. Pada pasien dengan
penyakit jalan nafas reaktif termasuk asma, ekstubasi dilakukan saat pasien
teranastesi untuk mengurangi kemungkinan bronkospasme atau laringospasme.
Penggunaan anestesi lokal dan ketamin untuk aplikasi transmukosal pada daerah
pembedahan juga memberikan hasil yang cukup baik. Penggunaan oropharingeal

13
airway (OPA) setelah pembedahan dapat menyebabkan rusaknya luka operasi dan
perdarahan bila penempatan tidak dilakukan secara hati – hati di garis tengah. Nasal
airway dapat sebagai alternatif.2,5

H. PERAWATAN DAN KOMPLIKASI PASCA BEDAH


Deksametason intravena dapat mengurangi nyeri pascabedah. Pemberian
antiemetic intraoperatif dan pengeluaran darah dari lambung dapat dilakukan untuk
mengurangi kejadian muntah pascabedah. 2
Perdarahan tonsil pasca bedah adalah komplikasi yang sering terjadi. Jika perlu
dilakukan intubasi ulang, mungkin visualisasi pita suara akan sulit dengan banyaknya
darah disekitar. Darah yang tertelan kelambung juga dapat mengalami regurgitasi,
menyebabkan parsial obstruksi jalan nafas atau aspirasi. Pemberian sedasi sebaiknya
tidak terlalu banyak. Jika perdarahan tidak dapat dikendalikan, pasien harus kembali
ke kamar operasi untuk eksplorasi dan pengendalian perdarahan. Obat – obatan
golongan NSAID berhubungan dengan kejadian perdarahan pasca bedah
tonsilektomi. Penggunaan obat untuk analgesia pascabedah perlu dipertimbangkan
dengan hati – hati. Parasetamol intravena (10 – 15mg/kgBB) memberikan analgesia
pascabedah yang baik untuk pasien dewasa maupun anak dengan efek gangguan
koagulasi minimal serta tidak berpotesi menimbulkan mual – muntah atau sedasi. 2
Obstruksi jalan nafas pada periode pascabedah dapat juga terjadi karena
tertinggalnya sumpal faring. Pemantauan 24 jam pascabedah pada anak muda
dilakukan berdasarkan data bahwa obstruksi jalan nafas pada anak berusia kurang
dari 4 tahun dapat terjadi sampai 18 – 24 jam pascabedah. Selain usia muda, faktor
risiko yang berhubungan dengan obstruksi jalan nafas setelah tonsilektomiadalah
prematuritas dan infeksi jalan nafas akut. 2
Setelah ekstubasi pasien ditempatkan disatu sisi, dengan posisi sedikit
Trendelenburg dan berikan O2 100%. Dengarkan adanya obstruksi pernapasan
sebelum pasien dikirim ke Post Anestsia Care Unit (PACU). Transport pasien dengan
pemberian oksigen. Di PACU, pasien diberikan oksigen via mask, monitoring

14
tergantung protokol di PACU, dan periksa apakah faring sudah kering sebelum
dipulangkan dari RS.5

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi
Kelima. 2010; pp 29—53.
2. Soenarto RF, Susilo C. Buku Ajar Anestesiologi. Edisi Pertama. Departemen
Anestesiologi dan Intensive Care FKUI. 2012; pp 291—303.
3. Omoiguo, Sota. 2016. Obat-Obatan Anestesia. Jakarta: EGC
4. Harijanto, Eddy. Panduan tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif.
Perhimpunan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Reanimasi Indonesia. 2009;
pp 322—41.
5. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical
Anesthesiology. Fifth Edition. McGraw-Hill. 2013;375-35.

16

Anda mungkin juga menyukai