Tinjauan Pustaka Laringitis

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

Laringitis merupakan inflamasi pada laring yang disebabkan oleh berbagai


macam etiologi dan dapat diklasifikasikan sebagai akut atau laring berdasarkan durasi
lamanya gejala terjadi. Disebut aringits kronik apabila gejala menetap selama 3 minggu
atau lebih.1 Gejala dari laryngitis kronik termasuk disfonia, sensasi globus, odinofagia,
dan rasa tidak nyaman didaerah tenggorokan.2,3
Etiologi dari laringitis kronik termasuk Larinfofaringeal reflux (LPR), irritant
(asap rokok atau pengobatan inhalasi), iritasi mekanik karena penggunaan yang salah
atau berlebihan pada pita suara, dan infeksi termasuk infeksi bakteri ataupun candida.4,5
Penggunaan antibiotik pada laryngitis tidak direkomendasikan6,7, karena organisme
penyebab laryngitis masih belum dapat diidentifikasikan secara jelas, terapi yang
optimal masi belum diketahui. Penelitian terbaru mendemonstrasikan bahwa seorang
otolaryngologist jarang memberikan terapi laringitis kronik dengan antibiotik, dan
lebih memilih untuk memulai terapi dengan proton pump inhibitor (PPI) untuk terapi
pada LPR sebagai etiologi penyakit.8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Laringitis akut adalah radang akut laring yang disebabkan oleh virus
dan bakteri yang berlangsung kurang dari 3 minggu dan pada umumnya
disebabkan oleh infeksi virus influenza (tipe A dan B), parainfluenza (tipe
1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah Haemofilus influenzae,
Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus dan
Streptococcus pneumoniae.9,10,11

2.2 ANATOMI
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran nafas bagian atas.1
Berikut ini akan ditampilkan laring secara anatomi.

Gambar 1. Laring 12
Bentuk laring menyerupai limas segitiga terpancung dengan bagian atas
lebih terpancung dan bagian atas lebih besar daripada bagian bawah. Batas atas
laring adalah aditus laring sedangkan batas kaudal kartilago krikoid.8
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang (os hioid) dan beberapa
tulang rawan, baik yang berpasangan ataupun tidak.13 Komponen utama pada
struktur laring adalah kartilago tiroid yang berbentuk seperti perisai dan
kartilago krikoid. Os hioid terletak disebelah superior dengan bentuk huruf U
dan dapat dipalapsi pada leher depan serta lewat mulut pada dinding faring
lateral. Dibagian bawah os hioid ini bergantung ligamentum tirohioid yang
terdiri dari dua sayap / alae kartilago tiroid. Sementara itu kartilago krikoidea
mudah teraba dibawah kulit yang melekat pada kartilago tiroidea lewat
kartilago krikotiroid yang berbentuk bulat penuh. Pada permukaan superior
lamina terletak pasangan kartilago aritinoid yang berbentuk piramid bersisi
tiga. Pada masing-masing kartilago aritinoid ini mempunyai dua buah prosesus
yakni prosessus vokalis anterior dan prosessus muskularis lateralis.
Pada prossesus vokalis akan membentuk 2/5 bagian belakang dari korda
vokalis sedangakan ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau
bagian pita suara yang dapat bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior
korda vokalis suara membentuk glotis. Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar
struktur anatomi laring pada gambar 2. Kartilago epiglotika merupakan struktur
garis tengah tunggal yang berbentuk seperti bola pimpong yang berfungsi
mendorong makanan yang ditelan kesamping jalan nafas laring. Selain itu juga
terdapat dua pasang kartilago kecil didalam laring yang mana tidak mempunyai
fungsi yakni
kartilago kornikulata dan kuneiformis.13
Gambar 2. struktur anatomi laring 12

Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan


intrisik. Otot ekstrinsik bekerja pada laring secara keseluruhan yang terdiri dari
otot ekstrinsik suprahioid (m.digastrikus, m.geniohioid, m.stilohioid dan
m.milohioid) yang berfungsi menarik laring ke atas. otot ekstinsik infrahioid
(m.sternihioid, m.omohioid, m.tirohioid). Otot intrisik laring menyebabkan
gerakan antara berbagai struktur laring sendiri, seperti otot vokalis dan
tiroaritenoid yang membentuk tonjolan pada korda vokalis dan berperan dalam
membentuk teganagan korda vokalis, otot krikotiroid berfungsi menarik
kartilago tiroid kedepan, meregang dan menegangkan korda vokalis.13
Laring disarafi oleh cabang-cabang nervus vagus yakni nervus
laringeus superior dan nervus laringeus inferior (n.laringeus rekurens). Kedua
saraf ini merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Perdarahan pada
laring terdiri dari dua cabang yakni arteri laringeus superior dan ateri laringeus
inferior yang kemudian akan bergabung dengan vena tiroid superior dan
inferior.9,10
2.3 FISIOLOGI
Laring berfungsi sebagai proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, respirasi,
sirkulasi, menelan, emosi dan fonasi. Fungsi laring untuk proteksi adalah untuk
mencegah agar makanan dan benda asing masuk kedalam trakea dengan jalan
menutup aditus laring dan rima glotis yang secara bersamaan. Benda asing yang
telah masuk ke dalam trakea dan sekret yang berasal dari paru juga dapat
dikeluarkan lewat reflek batuk. Fungsi respirasi laring dengan mengatur
mengatur besar kecilnya rima glotis. Dengan terjadinya perubahan tekanan
udara maka didalam traktus trakeo-bronkial akan dapat mempengaruhi sirkulasi
darah tubuh. Oleh karena itu laring juga mempunyai fungsi sebagai alat
pengatur sirkulasi darah. Fungsi laring dalam proses menelan mempunyai tiga
mekanisme yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup aditus
laringeus, serta mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak
mungkin masuk kedalam laring. Laring mempunyai fungsi untuk
mengekspresikan emosi seperti berteriak, mengeluh, menangis dan lain-lain
yang berkaitan dengan fungsinya untuk fonasi dengan membuat suara serta
mementukan tinggi rendahnya nada.9

2.4 ETIOLOGI 9,10,14,15


1. Laringitis ini dapat terjadi dari kelanjutan infeksi saluran nafas seperti
influenza atau common cold. infeksi virus influenza (tipe A dan B)
parainfluenza (tipe 1,2,3), rhinovirus dan adenovirus. Penyebab lain adalah
Haemofilus influenzae, Branhamella catarrhalis, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus dan Streptococcus pneumoniae.
2. Pemakaian suara yang berlebihan
3. Trauma
4. Bahan kimia
5. Merokok dan minum-minum alkohol
6. Alergi

Tabel perbedaan etiologi yang mendasari terjadinya laringitis akut dan kronis14

Common Causes of Type of Laryngitis

Laryngitis Acute (Short-lived) Chronic (longer term)

Infectious

Bacterial X

Viral X

Fungal X X

Contact

Reflux X X

Pollutants X X

Smoking X

Inhaled Medications X

Caustic Ingestions X X

Medical

Vocal misuse X X

Vocal abuse X

Trauma X X

Allergic
Allergies X X

Dryness (Laryngitis Sicca)

Dehydration X X

Dry Atmosphere X X

Mouth Breathing X X

Medications X X

Thermal

Closed-Space Fire X X

Crack Pipe X X

2.5 NON-SPESIFIK LARINGITIS KRONIS

Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh infeksi pada

saluran pernapasan, seperti selesma,influensa,bronkhitis atau sinusitis. Akibat

paparan zat-zat yang membuat iritasi,seperti asap rokok, alkohol yang

berlebihan, asam lambung atau zat-zat kimia yang terdapat pada tempat

kerja.Terlalu banyak menggunakan suara, dengan terlalu banyak bicara,

berbicara terlalu keras atau menyanyi (vokal abuse). Pada peradangan ini

seluruh mukosa laring hiperemis, permukaan yang tidak rata dan menebal.14

Gejala klinis yang sering timbul adalah berdehem untuk membersihkan

tenggorokan. Selain itu ada juga suara serak, Perubahan pada suara dapat

berfariasi tergantung pada tingkat infeksi atau iritasi, bisa hanya sedikit serak
hingga suara yang hilang total, rasa gatal dan kasar di tenggorokan, sakit

tenggorokan, tenggorokan kering, batuk kering, sakit waktu menelan. Gejala

berlangsung beberapa minggu sampai bulan.14

Pada pemeriksaan ditemukan mukosa yang menebal, permukaannya

tidak rata dan hiperemis. Bila terdapat daerah yang dicurigai menyerupai tumor,

maka perlu dilakukan biopsi.14

Pengobatan yang dilakukan tergantung pada penyebab terjadinya

laryngitis dan simtomatis. Pengobatan terbaik untuk langiritis yang diakibatkan

oleh sebab-sebab yang umum, seperti virus, adalah dengan mengistirahatkan

suara sebanyak mungkin dan tidak membersihkan tenggorokan dengan

berdehem. Bila penyebabnya adalah zat yang dihirup, maka hindari zat

penyebab iritasi tersebut. Dengan menghirup uap hangat dari baskom yang diisi

air panas mungkin bisa membantu. Bila anak yang masih berusia batita atau

balita mengalami langiritis yang berindikasi karahcroup, bisa digunakan

kortikosteroid seperti dexamethasone. Untuk laringitis kronis yang juga

berhubungan dengan kondisi lain seperti rasa terbakardi uluh hati, merokok

atau alkoholik, harus dihentikan.15

Untuk mencegah kekeringan atau iritasi pada pita suara : 13,14,15

1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok tidak

langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi

pada pita suara.


2. Minum banyak air . Cairan akan membantu menjaga agar lendir yang terdapat

tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.

3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering .

Bila mengalami langiritis, hindari kedua zat tersebut diatas.

4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan. Berdehem tidak akan

berakibat baik, karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi

abnormal peda pita suara dan meningkatkan pembengkakan . Berdehem juga

akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir dan merasa

lebih iritasi , membuat ingin berdehem lagi.

Pada laringitis kronis akibat alergi, pasien biasanya memiliki onset

bertahap dengan gejala yang ringan. Pasien dapat mengeluhkan adanya

akumulasi mukus berlebih dalam laring. Dalam pemeriksaan laringoskopi biasa

dijumpai sekresi mukus endolaringeal tebal dalam kadar ringan hingga sedang,

eritema dan edema lipatan pita suara serta inkompetensi glotis episodik selama

fase fonasi.13,14

Pada kasus laringitis kronis alergi, tatalaksana meliputi edukasi kepada

pasien untuk menghindari faktor pemicu. Medikasi antihistamin loratadine atau

fexofenadine dipilih karena tidak memiliki efek samping dehidrasi. Sekresi

mukus yang tebal dan lengket dapat di atasi dengan pemberian guaifenesin. 14,15

2.5 PATOFISIOLOGI
Hampir semua penyebab inflamasi ini adalah virus. Invasi bakteri
mungkin sekunder. Laringitis biasanya disertai rinitis atau nasofaringitis.
Awitan infeksi mungkin berkaitan dengan pemajanan terhadap perubahan suhu
mendadak, defisiensi diet, malnutrisi, dan tidak ada immunitas. Laringitis
umum terjadi pada musim dingin dan mudah ditularkan. Ini terjadi seiring
dengan menurunnya daya tahan tubuh dari host serta prevalensi virus yang
meningkat. Laringitis ini biasanya didahului oleh faringitis dan infeksi saluran
nafas bagian atas lainnya. Hal ini akan mengakibatkan iritasi mukosa saluran
nafas atas dan merangsang kelenjar mucus untuk memproduksi mucus secara
berlebihan sehingga menyumbat saluran nafas. Kondisi tersebut akan
merangsang terjadinya batuk hebat yang bisa menyebabkan iritasi pada laring.
Dan memacu terjadinya inflamasi pada laring tersebut. Inflamasi ini akan
menyebabkan nyeri akibat pengeluaran mediator kimia darah yang jika
berlebihan akan merangsang
peningkatan suhu tubuh.16

2.6 GEJALA KLINIS 9,10,14,15


1. Gejala lokal seperti suara parau dimana digambarkan pasien sebagai suara
yang kasar atau suara yang susah keluar atau suara dengan nada lebih rendah
dari suara yang biasa / normal dimana terjadi gangguan getaran serta
ketegangan dalam pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan sehingga
menimbulkan suara menjada parau bahkan sampai tidak bersuara sama
sekali (afoni).
2. Sesak nafas dan stridor
3. Nyeri tenggorokan seperti nyeri ketika menalan atau berbicara.
4. Gejala radang umum seperti demam, malaise
5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
6. Gejala commmon cold seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit
menelan, sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk dan
demam dengan temperatur yang tidak mengalami peningkatan dari 38
derajat celsius.
7. Gejala influenza seperti bersin-bersin, nyeri tenggorok hingga sulit menelan,
sumbatan hidung (nasal congestion), nyeri kepala, batuk, peningkatan suhu
yang sangat berarti yakni lebih dari 38 derajat celsius, dan adanya rasa
lemah, lemas yang disertai dengan nyeri diseluruh tubuh.
8. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis,
membengkak terutama dibagian atas dan bawah pita suara dan juga
didapatkan tanda radang akut dihidung atau sinus paranasal atau paru
9. Obstruksi jalan nafas apabila ada udem laring diikuti udem subglotis yang
terjadi dalam beberapa jam dan biasanya sering terjadi pada anak berupa
anak menjadi gelisah, air hunger, sesak semakin bertambah berat,
pemeriksaan fisik akan ditemukan retraksi suprasternal dan epigastrium
yang dapat menyebabkan keadaan darurat medik yang dapat mengancam
jiwa anak.

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG 10


1. Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis
(Steeple sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus.
2. Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal. Jika disertai
infeksi sekunder, leukosit dapat meningkat.
3. Pada pemeriksaan laringoskopi indirek akan ditemukan mukosa laring yang
sangat sembab, hiperemis dan tanpa membran serta tampak pembengkakan
subglotis yaitu pembengkakan jaringan ikat pada konus elastikus yang akan
tampak dibawah pita suara.

2.8 DIAGNOSA BANDING 10


1. Benda asing pada laring
2. Faringitis
3. Bronkiolitis
4. Bronkitis
5. Pnemonia

2.9 PENATALAKSANAAN 9,10,15


Umumnya penderita penyakit ini tidak perlu masuk rumah sakit, namun ada
indikasi masuk rumah sakit apabila :
· Usia penderita dibawah 3 tahun
· Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau axhausted
· Diagnosis penderita masih belum jelas
· Perawatan dirumah kurang memadai

Terapi :
1. Istirahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari
2. Jika pasien sesak dapat diberikan O2 2 l/ menit
3. Istirahat
4. Menghirup uap hangat dan dapat ditetesi minyak atsiri / minyak mint bila
ada muncul sumbatan dihidung atau penggunaan larutan garam fisiologis
(saline 0,9 %) yang dikemas dalam bentuk semprotan hidung atau nasal
spray.
5. Medikamentosa : Parasetamol atau ibuprofen / antipiretik jika pasien ada
demam, bila ada gejala pain killer dapat diberikan obat anti nyeri / analgetik,
hidung tersumbat dapat diberikan dekongestan nasal seperti
fenilpropanolamin (PPA), efedrin, pseudoefedrin, napasolin dapat diberikan
dalam bentuk oral ataupun spray. Pemberian antibiotika yang adekuat yakni
: ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis atau kloramfenikol
: 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis atau sefalosporin
generasi 3 (cefotaksim atau ceftriakson) lalu dapat diberikan kortikosteroid
intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari terbagi
dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari.
6. Pengisapan lendir dari tenggorok atau laring, bila penatalaksanaan ini tidak
berhasil maka dapat dilakukan endotrakeal atau trakeostomi bila sudah
terjadi obstruksi jalan nafas.
7. Pencegahan : Jangan merokok, hindari asap rokok karena rokok akan
membuat tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara,
minum banyak air karena cairan akan membantu menjaga agar lendir yang
terdapat pada tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk
dibersihkan, batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah
tenggorokan kering. jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan
karena berdehem akan menyebabkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita
suara, meningkatkan pembengkakan dan berdehem juga akan menyebabkan
tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir.

2.11 PROGNOSIS14
DAFTAR PUSTAKA

1. Reiter R, Hoffmann TK, Pickhard A, Brosch S. Hoarseness-causes and treatments.


Dtsch Arztebl Int. 2015;112:329–337
2. Stein DJ, Noordzij JP. Incidence of chronic laryngitis. Ann Otol Rhinol Laryngol.
2013;122:771–774.
3. Dworkin JP. Laryngitis: types, causes, and treatments. Otolaryngol Clin North Am.
2008;41:419–436. ix.
4. Dworkin JP. Laryngitis: types, causes, and treatments. Otolaryngol Clin North Am.
2008;41:419–436. ix.
5. Turan M, Ekin S, Ucler R, et al. Effect of inhaled steroids on laryngeal microflora.
Acta Otolaryngol. 2016;136:699–702
6. Reiter R, Hoffmann TK, Pickhard A, Brosch S. Hoarseness-causes and treatments.
Dtsch Arztebl Int. 2015;112:329–337
7. Schwartz SR, Cohen SM, Dailey SH, et al. Clinical practice guideline: hoarseness
(dysphonia) Otolaryngol Head Neck Surg. 2009;141:S1–S31.
8. Hermani B,Kartosudiro S & Abdurrahman B, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi ke 5, Jakarta:FKUI,2003,190-200
9. Abdurrahman MH, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Edisi ke2,
Jakarta:FKUI,2003,931& Obat, Bandung:Mizan Media Utama,2006,13-20
10. Anonim. Laringitis akut. Diakses dari http://www.mercksource.com/pp/us/cns hl
dorlans splits,jps?pg=000111294.htm [diakses 30 Oktober 2010]
11. Jayanto KD, Gambaar Laring (laring picture)2008 diakses
darihttp//kurniawanwijayanto.blogspots.com/2008/06/gambar-laring-larynxpicture.
html [diakses 30 Oktober 2010]
12. Cohen JL, Anatomi dan Fisiologi Laring. Dalam BOIES-Buku Ajar Penyakit
THT.Edisi ke6.Jakarta:EGC,1997,369-76
13. Lalwani AK : Current Diagnosis & Treatment in Otolaryngology – Head & Neck
Surgery, 2nd Edition. New York:The McGraw-Hill.2007.
14. Kumar S, Disease of the Larinx in Fundamental Of Ear, Nose, & throath Disease
And Head-Neck Surgery, Calcutta,publisher Mohendra Nath Paul,1996:391-99
15. Jhon SD & Maves MD Surgical Anatomyof vthe Head and Neck. In Byron-Head
and Neck surgery Otolaryngology.ed3.Vol I,USA.Wilkins Publisher,2001:9

Anda mungkin juga menyukai