PRINSIP Evaluasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 4

PRINSIP-PRINSIP EVALUASI

PEMBELAJARAN
Kegiatan penilaian (evaluasi), merupakan bagian tak terpisahkan dari aktivitas
pengajaran secara keseluruhan. Sebagai konsekuensinya, guru sebagai pelaksana pengajaran
di kelas perlu memiliki kemampuan yang memadai tentang hal-hal yang berkaitan dengan
penilaian. Dalam hubungannya dengan kegiatan pengajaran, Norman E. Gronlund (dalam
Ngalim Purwanto, 2003:3), merumuskan pengertian bahwa evaluasi adlah suatu proses yang
sistematis untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan
pengajaran telah dicapai oleh siswa.
Kurikulum, proses pembelajaran, dan evaluasi merupakan tiga komponen penting
dalam proses pembelajaran. Ketiga komponen tersebut saling terkait antar satu dengan yang
lainnya. Kurikulum merupakan jabaran dari tujuan pendidikan yang menjadi landasan
program pembelajaran. Proses pembelajaran merupakan upaya untuk mencapai tujuan yang
dirumuskan dalam kurikulum. Sementara itu, kegiatan evaluasi dilakukan untuk mengukur
dan menilai tingkat pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian juga digunakan untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam proses pembelajaran, sehingga dapat dijadikan
dasar untuk mengambil keputusan, dan perbaikan proses pembelajaran uang telah dilakukan.
Oleh sebab itu kurikulum yang baik dan proses pembelajaran yang benar perlu ada system
penilaian yang baik, terencana, dan berkesinambungan.
Dalam pembelajaran bahasa, kompetensi yang dinilai meliputi keterampilan
membaca, mendengarkan, berbicara, dan menulis. Kira-kira dua-tiga decade yang lalu, atau
mungkin bahkan hingga kini, masih banyak yang berpendapat bahwa “siapa yang menguasai
materi, dengan sendirinya bisa mengajarkannya; dan (implicit di dalamnya) siapa yang bisa
mengajar, dengan sendirinya dapat pula melakukan penilaian”. Akan tetapi, dengan
berkembangnya teknologi pendidian termasuk di dalamnya teknologi pengukuran dan
penilaian prestasi belajar siswa, dalil tersebut sudah mulai luntur. Kini banyak orang
khususnya para guru atau pengajar mulai menyadari bahwa masalah pengukuran dan
penilaian prestasi belajar siswa bukanlah pekerjaan yang mudah, yang dapat dilakukan
intuitif atau secara trial and error saja.
Untuk dapat melakukan pengukuran dan penilaian secara efektif diperlukan latihan
dan penguasaan teori-teori yang relevan dengan tujuan dari proses belajar mengajar sebagai
bagian yang tidak terlepas dari kegiatan pendidkan sebagai suatu system sehubungan dengan
itu, dalam uraian berikut akan dibicarakan beberapa prisip penilaian dari berbagai sumber
yang perlu diperhatikan sabagai dasar dalam pelaksanaan penilaian.
A. Prinsip-prinsip Penialain Menurut Ngalim Purwanto
Ngalim Purwanto (2000:72-75) merumuskan enam prinsip penialian, yaitu:
1. Penilaian hendaknya didasarkan atas hasil pengukuran yang komprehensif. Ini berarti bahwa
pengukuran didasarkan atas sampel prestasi yang cukup banya, baik macamnya maupun
jenisnya. Untuk itu dituntut pelaksanaan penilaian secara sinambung dan penggunaan
bermacam-macam teknik pengukuran. Dngan macam dan jumlah ujian yang lebih banyak,
prestasi siswa dapat diungkapkan secara lebih mantap meskipun harus pula dicatat bahwa
banyaknya macam dan jumlah ujian harus dibarengi dengan kualitas soaol-soalnya, yang
sesuai dengan fungsinya sebagai alat ukur.
2. Harus dibedakan antara penskoran (scoring) dan penilaian (grading). Penskoran berarti
proses pengubahan prestasi menjadi angka-angka, sedangkan dalam penilaian kita
memproses angka-angka hasil kuantifikasi prestasi ini dalam hubungannya
dengan“kedudukan” personal siswa dan yang memperoleh angka-angka tersebut di dalam
skala tertentu, misalnya skala tentang baik-buruk, bisa diterima, dinyatakan lulus-tidak lulus.
Dalam penskoran, perhatian terutama ditujukan kepada kecermatan dan kemantapan
(accuracy dan reliability); sedangkan dalam penilaian, perhatian terutama ditujukan kepada
validitas dan keguanaan (utility).
3. Dalam proses pemberian nilai hendaknya diperhatikan adanya dua macam orientasi, yaitu
penilaian yang norm-referenced dan yang criterion-referenced. Norm-referenced evaluation
adalah penilaian yang diorientasikan kepada suatu kolompok tertentu; jadi hasil evaluasi
perseoranagn siswa dibandingkan dengan prestasi kelompoknya. Prestasi kelompoknya itulah
yang dijadikan patokan atau normdalam menilai siswa atau mahasiswa secara perseorangan.
Penilaian norm-referenced evaluation ialah penilaian yang diorientasikan kepada suatu
standar absolut, tanpa dihubungkan dengan suatu kelompok tertentu. Misalnya, penilaian
prestasi siswa atau mahasiswa didasarkan atas suatu kriteria pencapaian tujuan instruksional
dan suatu mata pelajaran atau bagian dari mata pelajran yang diharapkan dikuasai oleh siswa
setelah melalui sejumlah pengalaman belajar tertentu.
4. Kegiatan pemberian nilai hendaknya merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar.
Ini berarti bahwa tujuan penilaian, di samping untuk mengetahui status siswa dan menaksir
kemampuan belajar serta penguasaannya terhadap bahan pelajaran, juga digunakan
sebagai feedback (umpan balik), baik kepada siswa sendiri maupun bagi guru atau pengajar.
Berdasarkan hasil tes, pengajar dapat mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa tertentu
sehingga selanjutnya ia dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang diperbuatnya dan
atau memberireinforcement bagi yang prestasinya baik.
Bagi guru atau pengajar meskipun umumnya jarang dilakukan seharusnya hasil
penilaian para siswanya itu dipergunakan untuk “mawas diri” sehingga ia dapat mengetahui
di mana letak kelemahan dan kekurangannya. Mungkin metode mengajar kurang tepat, atau
bahan pelajaran terlalu sukar dan tidak sistematis cara penyajiannya, atau sikap pengajar yang
tidak selalu menburu-buru setiap tugas yang telah diberikan. Ini semua akan dapat dilakukan
dengan baik jika guru atau pengajar benar-benar ikhlas dan beriktikad baik untuk
meningkatkan profesinya. Ia menyadari bahwa kegagalan siswa, setidak-tidaknya menyadari
bahwa kegiatan belajar-mengajar itu pada hakikatnya adalah suatu proses komunikasi dua
arah, bahwa di dalam proses belajar-mengajar, baik siswa maupun pengajar sama-sama
belajar.
5. Penilaian harus bersifat komparabel. Artinya setelah tahap pengukuran yang menghasilkan
angka-angka itu dilaksanakan, prestasi-prestasi yang menduduki skor yang sama harus
dilakukan secara adil, jangan sampai terjadi penganakemasan atau penganaktirian. Penilaian
yang tidak adil mudah menimbulkan frustasi pada siswa dan mahasiswa, dan selanjutnya
dapat merusak perkembangan psikis siswa sehingga pembentukan efektif dirusak karenanya.
6. Sistem penilaian yang dipergunakan hendaknya jelas bagi siswa dan pengajar sendiri.
Sumber ketidakberesan dalam penilaian terutama adalah tidak jelasnya sistem penilaian itu
sendiri bagi para guru atau pengajar. Apa yang dinilai serta macam skala penilaian yang
dipergunakan dan makna masing-masing skala.
B. Prinsip-prinsip Penilaian dalam buku “Pedoman Penilaian Hasil Belajar Sekolah Dasar”
(2006:5-6)
Dalam pelaksanaan penilaian, guru perlu memperhatikan prinsip-prinsip penilaian sebagai
berikut:
1. Valid
Penilaian pembelajaran bahasa oleh pendidik harus mengukur pencapaian kompetensi yang
ditetapkan dalam standar isi (standar kompetensi dan kompetensi dasar)
2. Edukatif
Penilaian dilakukan untuk memotivasi siswa dalam mencpai kompetensi yang ditetapkan
dalam standar isi dan standar kompetensi.
3. Objektif
Penilaian dilakukan untuk mengukur prestasi siswa yang sesungguhnya sesuai dengan
kompetensi yang dibelajarkan. Penilaian hendaknya tidak dipengaruhi oleh perbedaan latar
belakang agama, sosial-ekonomi, budaya, gender, dan hubungan emosional.
4. Transparan
Kriteria penilaian bersifat terbuka bagi semua pihak yang berkepentingan
5. Berkesinambungan
Penilaian dilakukan secara berencana, bertahap, dan terus menerus untuk memperoleh
gambaran yang lengkap tentang perkembangan belajar siswa.
6. Menyeluruh
Penilaian dilakukan dengan berbagai cara (teknik dan prosedur) untuk memperoleh informasi
yang utuh dan lengkap tentang perkembangan belajar siswa, baik yang mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor.
7. Bermakna
Hasil penilaian hendaknya mudah dipahami, mempunyai arti, bermanfaat, dan dapat
ditindaklanjuti oleh semua pihak terutama guru, siswa, dan orang tua.
8. Ketuntasan Belajar
Berdasarkan pada pedoman penyusunan KTSP dari Badan Standar Nasional Pendidikan
(BSNP) bahwa ketuntasan belajar setiap indikator yang telah ditetapkan dalam suatu standar
kompetensi dasar berkisar 0-100%. Kriteria ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%.
Satuan pendidikan harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan
kemampuan rata-rata peserta didik., kompleksitas kompetensi, serta kemampuan sumber daya
pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Satuan pendidikan diharapkan
meningkatkan kriteria ketuntasan belajar secara terus-menerus untuk mencapai kriteria
ketuntasan ideal.
C. Prinsip-prinsip Evaluasi menurut Rubiyanto, Rubini, dan Sri Hartini
Mwnurut Rubiyanto (2005:12) evaluasi memiliki beberapa prinsip, di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Prinsip totalitas, keseluruhan, atau komprehensif
Evaluasi hasil belajar harus dilakukan untuk menggambarkan perkembangan atau perubahan
tingkah laku peserta didik secara menyeluruh. Artinya, evaluasi mempu mengungkapkan
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
2. Prinsip kesinambungan
Evaluasi yang baik dilakukan secara teratur, berkesinambungan dari waktu ke waktu,
terencana dan terjadwal. Evaluasi yang demikian akan menggambarkan perkembangan
peserta didik dari waktu ke waktu.
3. Prinsip Oblejtivitas
Evaluasi yang baik harus terlepas dari kepentingan subyek. Hasil evaluasi tersebut harus
menggambarkan kondisi peserta didik secara obyektif.
Berdasarkan pembahasan dalam makalah ini dapat disimpulkan bahwa pada
hakikatnya dalam melakukan proses penilaian (evaluasi) guru harus memperhatikan prinsip-
prinsip penilaian agar tujuan penilaian dapat tercapai dengan baik. Prinsip-prinsip penilaian
itu antara lain: objektif, transparan, berkesinambungan, dan menyeluruh.

PRINSIP-PRINSIP EVALUASI DALAM PEMBELAJARAN

Wakhinuddin S
Evaluasi adalah suatu proses, yakni proses menentukan sampai berapa jauh kemampuan yang dapat dicapai oleh
siswa dalam proses belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan tersebut sebelumnya sudah ditetapkan secara
operational. Selanjutnya juga ditetapkan patokan pengukuran hingga dapat diperoleh penilaian (value judgement),
Kare¬na itu dalam evaluasi diperlukan prinsip-prinsip sebagai petunjuk agar dalam pelaksanaan evaluasi dapat lebih
efektif. Prinsip-prinsip itu antara lain:

a. Kepastian dan kejelasan.


Dalam proses evaluasi maka kepastian dan kejelasan yang akan dievaluasi menduduki urutan pertama. Evaluasi akan
dapat dilaksanakan apabila tujuan evaluasi tidak dirumuskan dulu secara jelas da¬lam. definisi yang operational. Bila
kita ingin mengevaaluasi kemajuan belajar siswa maka pertama-tama kita identifikasi dan kita definisikan tujuan-tujuan
instruksional pengajaran dan barulah kita kembangkan alat evaluasinya. Dengan demikian efektifitas alat evaluasi
tergantung pada deskripsi yang jelas apa yang akan kita evaluasi. Pada umumnya alat evaluasi dalam pendidikan
terutama pengajaran berupa test. Test ini mencerminkan karakteristik aspek yang akan di¬ukur. Kalau kita akan
mengevaluasi tingkat intelegensi siswa, maka komponen-komponen intelegensi itu harus dirumuskan dengan jelas dan
kemampuan belajar yang dicapai dirumuskan dengan tepat selanjutnya dikembangkan test sebagai alat evaluasi.
Dengan demikian keberhasilan evaluasi lebih banyak ditentukan kepada kemampuan guru (evaluator) dalam
merumuskan/mendefinisikan dengan jelas aspek-aspek individual ke dalam proses pendidikan.

b. Teknik evaluasi
teknik evaluasi yang dipilih sesuai dengan tujuan evaluasi. Hendaklah diingat bahwa tidak ada teknik evaluasi yang
cocok untuk semua ke¬perluan dalam pendidikanl Tiap-tiap tujuan (pendidikan) yang ingin di¬capai dikembangkan
tekmk evaluasi tersendiri yang cocok dengan tuju¬an tersebut. Kecocokan antara tujuan evaluasi dan teknik yang
diguna¬kan perlu dijadikan pertimbangan utama.

c. Komprehensif.
Evaluasi yang komprehensif memerlukan tehnik bervariasi. Tidak adalah teknik evaluasi tunggal yang mampu
mengukur tingkat kemampuan siswa dalam belajar, meskipun hanya dalam satu pertemuan jam pelajar¬an. Sebab
dalam kenyataannya tiap-tiap teknik evaluasi mempunyai ke¬terbatasan-keterbatasan tersendiri. Test obyektif misalnya
akan mem¬berikan bukti obyektif tentang tingkat kemampuan siswa. Tetapi hanya memberikan informasi sedikit dari
siswa tentang apakah ia benar-benar mengerti tentang materi tersee. but, apakah sudah dapat mengembangkan
ketrampilan berfikirnya, apakah akan dapat mengubah / mengembang¬kan sikapnya apabila menghadapi situasi yang
nyata dan sebagainya. Lebih-lebih pada test subyektif yang penilaiannya lebih banyak tergan¬tung pada subyektivitas
evaluatornya.
Atas dasar prinsip inilah maka seyogyanya dalam proses belajar-me¬ngajar, untuk mengukur kemampuan belajar
siswa digunakan teknik evaluasi yang bervariasi. Bob Houston seorang ahli evaluasi di Amerika Serikat (Texas)
menyarankan untuk mendapatkan hasil yang lebih I obyektif dalam evaluasi, maka variasi teknik tidak hanya
dikembangkan dalam bentuk pengukuran kuantitas saja. Evaluasi harus didasarkan pula data kualitatif siswa yang
diperoleh dari observasi guru, Kepala Sekolah, catatan catatan harian dan sebagainya.

d. Kesadaran adanya kesalahan pengukuran.


Evaluator harus menyadari keterbatasan dan kelemahan dalam tek¬nik evaluasi yang digunakan. Atas dasar
kesadaran ini, maka dituntut untuk lebih hati-hati dalam kebijakan-kebijakan yang diambil setelah melaksanakan
evaluasi. Evaluator menyadari bahwa dalam pengukuran yang dilaksanakan, hanya mengukur sebaglan (sampel) saja
dari suatu kompleksitas yang seharusnya diukur, lagi pula pengukuran dilakukan hanya pada saat tertentu saja. Maka
dapat terjadi salah satu aspek yang sifatnya menonjol yang dimi liki siswa tidak termasuk dalam sampel pe¬ngukuran.
Inilah yang disebut sampling error dalam evaluasi.
Sumber kesalahan (error) yang lain terletak pada alat/instrument yang diguriakan dalam proses evaluasi. Penyusunan
alat evaluasi tidak mudah, lebih-Iebih bila aspek yang diukur sifatnya komplek. Dalam skoring sebagai data kuantitatif
yang diharapkan dapat mencerminkan objektivitas, tidak luput dari “error of measurement”. Test obyektif tidak luput dari
guessing, main terka, untung-untungan, sedangtest essai subyektivitas penilai masuk di dalamnya. Karena itu dalam
laporan hasil evaluasi, evaluator perlu melaporkan adanya kesalahan pengukuran ini. Pengukuran dengan test,
kesalahan pengukuran dapat ditunjukkan dengan koefisien kesalahan pengukuran.

e. Evaluasi adalah alat, bukan tujuan.


Evaluator menyadari sepenuhnya bahwa tiap-tiap teknik evaluasi digunakan sesuai dengan tujuan evaluasi. Hasil
evaluasi yang diperoleh tanpa tujuan tertentu akan membuang waktu dan uang, bahkan merugi¬kan anak didik. Maka
dari itu yang perlu dirumuskan lebih dahulu ialah tujuan evaluasi, baru dari tujuan ini dikembangkan teknik yang akan
di¬gunakan dan selanjutnya disusun test sebagai alat evaluasi. Jangan sam¬pai terbalik, sebab tanpa diketahui tujuan
evaluasi data-yang diperoleh akan sia-sia. Atas dasar pengertian tersebut di atas maka kebijakan-kebi¬jakan
pendidikan yang akan diambil dirumuskan dulu dengan jelas sebelumnya dipilih prosedur evaluasi yang digunakan
dengan demikian.

Anda mungkin juga menyukai