LP Dss
LP Dss
LP Dss
Oleh :
LUH PUTU RETIKAWATI
(P07120213007)
TINGKAT 4 SEMESTER VII
A. DEFINISI
Demam berdarah dengue/DBD (dengue haemoragic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis
demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, lim-
fadenopati, trombositopenia dan diastesis haemoragic (Suhendro, dkk.,
2007).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang
disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypty (Suriadi.
2010). Dengue Syok Syndrome (DSS) sebagai manifestasi klinis Demam
Berdarah Dengue (DBD) dengan ditandai syok yang dapat mengancam
kehidupan penderita.
Dengue Syok Sindrom (DSS) adalah kasus demam berdarah dengue
disertai dengan manifestasi kegagalan sirkulasi/syok/renjatan. Dengue Syok
Syndrome (DSS) adalah sindroma syok yang terjadi pada penderita Dengue
Hemorrhagic Fever (DHF) atau Demam Berdarah Dengue (DBD).
B. ETIOLOGI
1. Virus dengue
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang terma-
suk dalam genus flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus merupakan
virus dengan diameter 30 mm terdiri dari asam aribonukleat rantai tunggal
dengan berat molekul 4 x 106. Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-
2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue
dan demam berdarah dengue. Keempat serotipe ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotip terbanyak (Suhendro, 2007 : 1709).
Virus dengue merupakan keluarga flaviviridae dengan empat serotip
(DEN 1, 2, 3, 4). Terdiri dari genom RNA stranded yang dikelilingi oleh
nukleokapsid. Virus dengue memerlukan asam nukleat untuk bereplikasi,
sehingga mengganggu sintesis protein sel pejamu. Kapasitas virus untuk
mengakibatkan penyakit pada pejamu disebut virulensi. Virulensi virus
berperan melalui kemampuan virus untuk :
a. Menginfeksi lebih banyak sel.
b. Membentuk virus progenik.
c. Menyebabkan reaksi inflamasi hebat.
d. Menghindari respon imun mekanisme efektor.
2. Vektor
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor,
yaitu nyamuk Aedes aegypti, nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis
dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan. Infeksi
dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terha-
dap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe
jenis yang lainnya.
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitan-
nya. Nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan
(viban). Sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut
berperan dalam penularan. Nyamuk Aedes berkembangbiak pada genangan
air bersih yang terdapat bejana-bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes
aegypti) maupun yang terdapat di luar rumah seperti di lubang-lubang
pohon di dalam potongan bambu, dilipatan daun dan genangan air bersih
alami lainnya (Aedes albopictus). Nyamuk betina lebih menyukai meng-
hisap darah korbannya pada siang hari terutama pada waktu pagi hari dan
senja hari.
3. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka
ia akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna,
sehingga ia masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya
maupun virus dengue tipe lainnya. Dengue haemoragic fever (DHF) akan
terjadi jika seseorang yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe
tertentu mendapatkan infeksi ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan
pula terjadi pada bayi yang mendapat infeksi virus dengue huntuk pertama
kalinya jika ia telah mendapat imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui
plasenta.
C. KLASIFIKASI
WHO (1999) membagi DBD menjadi 4 (Vasanwala dkk, 2011), yaitu :
a. Derajat 1
Demam tinggi mendadak (terus menerus 2-7 hari) disertai tanda dan gejala
klinis (nyeri ulu hati, mual, muntah, hepatomegali), tanpa perdarahan
spontan, trombositopenia dan hemokonsentrasi, uji tourniquet positif.
b. Derajat 2
Derajat 1 dan disertai perdarahan spontan pada kulit atau tempat lain seperti
mimisan, muntah darah dan berak darah.
c. Derajat 3
Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan darah
rendah (hipotensi), kulit dingin, lembab dan gelisah, sianosis disekitar
mulut, hidung dan jari (tanda-tanda dini renjatan).
d. Renjatan berat (DSS)/Derajat 4
Syok berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah tak dapat diukur.
D. MANIFESTASI KLINIS
Masa tunas/inkubasi selama 3-15 hari sejak seseorang terserang virus dengue,
selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam
berdarah sebagai berikut:
a) Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah lesu suhu badan
antara 38C sampai 40C atau lebih.
b) Tampak binti-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik
merah itu tidak hilang.
c) Kadang-kadang perdarahan di hidung (mimisan).
d) Mungkin terjadi muntah darah atau berak darah
e) Tes Torniquet positif
f) Adanya perdarahan yang petekia, akimosis atau purpura
g) Kadang-kadang nyeri ulu hati, karena terjadi perdarahan di lambung
h) Bila sudah kronis, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin
Berkeringat Perdarahan selaput lendir mukosa, alat cerna gastrointestinal,
tempat suntikan atau ditempat lainnya
i) Hematemesis atau melena
j) Trombositopenia ( =100.000 per mm3)
k) Pembesaran plasma yang erathubungannya dengan kenaikan permeabilitas
dinding pembuluh darah, yang ditandai dengan munculnya satu atau lebih
dari:
- Kenaikan nilai 20% hematokrit atau lebih tergantung umur dan jenis
kelamin
- Menurunnya nilai hematokrit dari nilai dasar 20 % atau lebih sesudah
pengobatan
- Tanda-tanda pembesaran plasma yaitu efusi pleura, asites,
hipoproteinaemia
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Darah
a. Kadar trombosit darah menurun (trombositopenia) ( 100000/I).
b. Hematokrit meningkat 20%, merupakan indikator akan timbulnya
renjatan. Kadar trombosit dan hematokrit dapat menjadi diagnosis
pasti pada DBD dengan dua kriteria tersebut ditambah terjadinya
trombositopenia, hemokonsentrasi serta dikonfirmasi secara uji
serologi hemaglutnasi (Brasier, dkk., 2012).
c. Hemoglobin meningkat lebih dari 20%.
d. Lekosit menurun (lekopenia) pada hari kedua atau ketiga.
e. Masa perdarahan memanjang.
f. Protein rendah (hipoproteinemia).
g. Natrium rendah (hiponatremia).
h. SGOT/SGPT bisa meningkat.
i. Asidosis metabolik.
j. Eritrosit dalam tinja hampir sering ditemukan.
2. Urine
Kadar albumin urine positif (albuminuria) (Vasanwala, dkk., 2011).
3. Foto Thorax
Pada pemeriksaan foto thorax dapat ditemukan efusi pleura. Umumnya po-
sisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur di sisi kanan) lebih baik dalam
mendeteksi cairan dibandingkan dengan posisi berdiri apalagi berbaring.
4. USG
Pemeriksaan USG biasanya lebih disukai pada anak dan dijadikan sebagai
pertimbangan karena tidak menggunakan sistem pengion (Sinar X) dan
dapat diperiksa sekaligus berbagai organ pada abdomen. Adanya acites dan
cairan pleura pada pemeriksaan USG dapat digunakan sebagai alat menen-
tukan diagnosa penyakit yang mungkin muncul lebih berat misalnya dengan
melihat ketebalan dinding kandung empedu dan penebalan pankreas.
5. Diagnosis Serologis
a. Uji Hemaglutinasi Inhibisi (Uji HI)
Tes ini adalah gold standard pada pemeriksaan serologis, sifatnya
sensitif namun tidak spesifik artinya tidak dapat menunjukkan tipe
virus yang menginfeksi. Antibodi HI bertahan dalam tubuh lama se-
kali (> 48 tahun) sehingga uji ini baik digunakan pada studi serologi-
epidemioligi. Untuk diagnosis pasien, Kenaikan titer konvalesen 4 kali
lipat dari titer serum akut atau titer tinggi (> 1280) baik pada serum
akut atau konvalesen daianggap sebagai presumtif (+) atau di dugan
keras positif infeksu dengue yang baru terjadi (Vasanwala, dkk.,
2011).
b. Uji Komplemen Fiksasi (uji CF)
Jarang digunakan secara rutin karena prosedur pemeriksaannya rumit
dan butuh tenaga berpengalaman. Antibodi komplemen fiksasi berta-
han beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).
c. Uji Neutralisasi
Uji ini paling sensitif dan spesifik untuk virus dengue. Biasanya me-
makai cara Plaque Reduction Neutralization Test (PNRT), yaitu ber-
dasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Antibodi neutrali-
sasi dapat dideteksi dalam serum bersamaan dengan antibodi HI tetapi
lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8
tahun). Prosedur uji ini rumit dan butuh waktu lama sehingga tidak
rutin digunakan (Vasanwala, dkk., 2011).
d. IgM Elisa (Mac Elisa, IgM captured ELISA)
Banyak sekali dipakai. Uji ini dilakukan pada hari ke-4-5 infeksi virus
dengue karena IgM sudah timbul kamudian akan diikuti IgG. Bila
IgM negative uji ini perlu diulang. Apabila hari sakit ke-6 IgM masih
negatif maka dilaporkan sebagai negatif. IgM dapat bertahan dalam
darah sampai 2-3 bulan setelah adanya infeksi. Sensitivitas uji Mac
Elisa sedikit di bawah uji HI dengan kelebihan uji Mac Elisa hanya
memerlukan satu serum akut saja dengan spesifitas yang sama dengan
uji HI (Vasanwala, dkk., 2011).
e. Identifikasi Virus
Cara diagnostik baru dengan reverse transcriptase polymerase chain
reaction (RTPCR) sifatnya sangat sensitive dan spesifik terhadap
serotype tertentu, hasil cepat didapat dan dapat diulang dengan
mudah. Cara ini dapat mendeteksi virus RNA dari specimen yang
berasal dari darah, jaringan tubuh manusia, dan nyamuk. Sensitifitas
PCR sama dengan isolasi virus namun PCR tidak begitu dipengaruhi
oleh penanganan specimen yang kurang baik bahkan adanya antibodi
dalam darah juga tidak mempengaruhi hasil dari PCR (Vasanwala,
dkk., 2011).
6. Uji Torniquet
Tes tourniquet (Rumpel-Lende)/tes kerapuhan kapiler merupakan me-
tode diagnostik klinis untuk menentukan kecenderungan perdarahan pada
pasien. Penilaian kerapuhan dinding kapiler digunakan untuk mengidenti-
fikasi trombositopenia. Metode ini merupakan syarat diagnosis DBD menu-
rut WHO. Langkah tes torniquet :
a. Pra Analitik
1) Persiapan pasien : Tidak memerlukan persiapan khusus.
2) Prinsip : Membuat kapiler anoksia dengan membendung daerah
vena. Dengan terjadinya anoksia dan penambahan tekanan inter-
nal akan terlihat kemampuan kapiler bertahan. Jika ketahanan
kapiler turun akan timbul petechie di kulit.
3) Alat bahan : Tensimeter, stetoskop, timer, spidol.
b. Analitik
1) Pasang manset tensimeter pada lengan atas. Tentukan tekanan
sistolik (TS) dan tekanan diastolik (TD).
2) Buat lingkaran pada volar lengan bawah dengan radius 3 cm.
3) Pasang lagi tensimeter dan buatlah tekanan sebesar x (TS + TD),
pertahankan tekanan ini selama 5 menit.
4) Longgarkan manset lalu perhatikan ada tidaknya petechie dalam
lingkaran yang dibuat.
c. Post Analitik
1) < 10 : Normal/negatif
2) 10-20 : Dubia (ragu-ragu)
3) >20 : Abnormal (positif)
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pre Hospital
Penatalaksanaan pre hospital DBD bisa dilakukan melalui 2 cara, ya-
itu : pencegahan dan penanganan pertama pada penderita demam berdarah.
Dinas Kesehatan Kota Denpasar menjelaskan pencegahan yang dilakukan
meliputi kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), yaitu kegiatan
memberantas jentik di tempat perkembangbiakan dengan cara 3M Plus :
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak
mandi/WC, drum, dan lain-lain seminggu sekali (M1).
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air/
tempayan, dan lain-lain (M2).
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat me-
nampung air hujan (M3).
Plusnya adalah tindakan memberantas jentik dan menghindari gigitan
nyamuk dengan cara :
a. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit
dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate)
atau Altosid. Temephos atau Altosid ditaburkan 2-3 bulan sekali
dengan takaran 10 gram Abate ( 1 sendok makan peres) untuk 100
liter air atau dengan takaran 2,5 gram Altosid ( 1/4 sendok makan
peres) untuk 100 liter air. Abate dan Altosid dapat diperoleh di
puskesmas atau di apotik.
b. Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk.
c. Mengusir nyamuk dengan menggunakan obat nyamuk.
d. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
e. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
f. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
g. Melakukan fogging atau pengasapan bila dilokasi ditemukan 3 kasus
positif DBD dengan radius 100 m (20 rumah) dan bila di daerah
tersebut ditemukan banyak jentik nyamuk.
Ada cara yang bisa ditempuh tanpa harus diopname di rumah sakit,
tetapi butuh kemauan yang kuat untuk melakukannya. Cara itu adalah
sebagai berikut (WHO, 1999) :
a. Minumlah air putih minimal 20 gelas berukuran sedang setiap hari
(lebih banyak lebih baik).
b. Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas. Para-
setamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/BB/kali tidak lebih dari 4
kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen karena
dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
c. Beberapa dokter menyarankan untuk minum minuman ion tambahan
(pocari sweet).
d. Minuman lain yang disarankan : Jus jambu merah untuk meningkat-
kan trombosit.
e. Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam kuantitas
yang banyak.
f. Cara penghitung kebutuhan cairan dapat berdasarkan rumus berikut
ini :
1) Dewasa : 50 cc/kgBB/hari
2) Anak :
Untuk 10 kg BB pertama: 100cc/kg BB/hari
Untuk 10 kg BB kedua: 50 cc/kg BB/hari
Untuk 10 kg BB ketiga dan seterusnya: 20 cc/kg BB/hari
Jenis minuman yang direkomendasikan untuk menghindari pasien dari
kekurangan cairan, antara lain : jus buah, air kelapa muda, air heksagonal,
alang-alang.
Tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik karena sangat
berbahaya. Penderita harus segera dibawa ke rumah sakit bila terdapat tanda
gejala dibawah ini :
a. Demam tinggi (lebih 39oC atau lebih)
b. Muntah terus-menerus
c. Tidak dapat atau tidak mau minum sesuai anjuran
d. Kejang
e. Perdarahan hebat, muntah atau berak darah
f. Nyeri perut hebat
g. Timbul gejala syok, gelisah atau tidak sadarkan diri, nafas cepat,
seluruh badan teraba lembab, bibir dan kuku kebiruan, merasa haus,
kencing berkurang atau tidak ada sama sekali
2. Intra Hospital
Penatalaksanaan untuk pasien DHF dapat dilakukan tindakan, yakni:
- Tirah baring
- Pemberian makanan lunak
- Pemberian cairan melalui infus
- Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, NaCl) ringer lactate
merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan,
mengandung Na + 130 mEq/liter, K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28
mEq/liter, Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter
- Pemberian obat-obatan : antibiotic, antipiretik, Anti konvulsi jika terjadi
kejang
- Monitor tanda-tanda vital ( T,S,N,RR)
- Monitor adanya tanda-tanda renjatan
- Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
- Periksa HB, HT, dan Trombosit setiap hari
Konsep Asuhan Keperawatan Intensif dengan
Dengue Syok Syndrom (DSS)
A. Pengkajian Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
Meliputi nama pasien, usia, jenis kelamin, agama, alamat, tanggal MRS,
nomor rekam medik, dan diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Merupakan gangguan yang paling dirasakan pasien sehingga memerlukan
pertolongan. Biasanya pasien datang dengan keluhan demam tinggi
mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari, terdapat petechie pada
seluruh kulit, perdarahan gusi, nyeri epigastrium, epistaksis, nyeri pada
sendi-sendi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual dan nafsu makan
menurun.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengkajian tentang perjalanan timbulnya keluhan sehingga
klien meminta pertolongan. Riwayat kesehatan biasanya menunjukkan
adanya sakit kepala, nyeri otot, pegal seluruh tubuh, sakit pada waktu
menelan, lemah, panas, mual, dan nafsu makan menurun.
4. Riwayat penyakit sebelumnya
Pengkajian tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya, apakah
klien pernah dirawat sebelumnya, dengan penyakit apa, apakah pernah
mengalami sakit yang berat, dll. Ada kemungkinan pasien yang telah
terinfeksi penyakit DHF/DSS bisa terulang terjangkit DHF/DSS lagi,
tetapi penyakit ini tidak ada hubungan dengan penyakit yang
pernah diderita dahulu.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Pengkajian tentang penyakit yang pernah dialami keluarga. Riwayat
adanya penyakit DHF/DSS pada anggota keluarga yang lain sangat
menentukan. Penyakit DHF dibawa oleh nyamuk jadi bila terdapat
anggota keluarga yang menderita penyakit ini dalam satu rumah besar
kemungkinan tertular karena penyakit ini ditularkan lewat gigitan nyamuk.
6. Pengkajian B6
1) B1 (Breathing)
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada
sistem pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai
keluhan sesak napas sehingga memerlukan pemasangan O2.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan
faringitis karena demam yang tinggi, suara napas tambahan (ronchi;
wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat disertai
penurunan kesadaran.
2) B2 (Blood)
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 keluhan mendadak demam tinggi 2-7
hari badan lemah, pusing, mual muntah, derajat 3 dan 4 orang
tua/keluarga melaporkan pasien mengalami penurunan kesadaran
gelisah dan kejang.
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 Uji torniquet positif, merupakan satu-satunya manifestasi
perdarahan.
Derajat 2 ptekie, purpura, echymosis dan perdarahan konjungtiva
Derajat 3 kulit dingin pada daerah akral, nadi cepat, hipotensi, sakit
kepala, menurunnya volume plasma, meningginya permeabilitas
dinding pembuluh darah, trombositopenia dan diatesis hemoragic.
Derajat 4 nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
3) B3 (Brain)
Anamnesa pasien gelisah, cengeng dan rewel karena demam tinggi
derajat 1 dan 2 serta penurunan tingkat kesadaran pada derajat 3 dan 4.
Pemeriksaan fisik :
Pada derajat 2 konjungtiva mengalami perdarahan, sedang penurunan
tingkat kesadaran (compos mentis, ke apatis, ke somnolent, ke sopor
ke koma) atau gelisah, GCS menurun, pupil miosis atau midriasis,
reflek fisiologis atau patologis sering terjadi pada derajat 3 dan 4.
4) B4 (Bladder)
Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing.
Pemeriksaan fisik :
Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria),warna berubah pakat
dan berwana coklat tua pada derajat 3 dan 4.
5) B5 (Bowel)
Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah/tidak ada nafsu
makan, haus, sakit menelan, derajat 3 terdapat nyeri tekan pada ulu
hati.
Pemeriksaan fisik :
Derajat 1 dan 2 mukosa mulut kering, hiperemia tenggorokan, derajat
3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan Nyeri tekan, sakit menelan,
pembesaran limfe, nyeri tekan epigastrik, hematemesis dan melena.
6) B6 (Bone)
Anamnesa : pasien mengeluh otot, persendian dan punggung,
kepanasan, wajah tampak merah pada derajat 1 dan 2, derajat 3 dan 4
terdapat kekakuan otot/kelemahan otot dan tulang akibat kejang atau
tirah baring lama.
Pemeriksaan fisik :
Nyeri pada sendi, otot, punggung dan kepala, kulit terasa panas, wajah
tampak merah dapat disertai tanda kesakitan, pegal seluruh tubuh
derajat 1 dan 2 sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami parese
atau kekakuan bahkan kelumpuhan.
7. Pengkajian Fisik Head to Toe
a. Kepala
Wajah biasanya tampak merah. Pada mata, konjungtiva pucat atau
ptechie (perdarahan bawah kulit/selaput lendir), sclera ikterus atau
tidak, refleks kornea, ukuran pupil. Pada hidung kaji ada tidaknya
epistaksis. Pada mulut kaji apakah ada perdarahan pada gusi dan kaji
membrane mukosa mulut. Kaji kesimetrisan daun telinga, ada tidaknya
serumen maupun perdarahan.
b. Leher
Kaji adakah pembesaran vena jugularis, pembesaran arteri karotis, dan
pembesaran kelenjar tiroid.
c. Thoraks
1) Jantung
Inspeksi ada tidaknya penonjolan daerah jantung, letak ictus cordis.
Palpasi impuls apical. Perkusi untuk menentukan batas-batas
jantung. Auskultasi bunyi jantung S1 dan S2 dan kaji apakah ada
bunyi jantung S3 atau S4.
2) Paru
Inspeksi kesimetrisan paru, ada tidaknya nyeri tekan epigastrik,
biasanya disertai nafas dangkal. Pada stadium DSS : palpasi vocal
fremitus kurang bergetar, perkusi paru pekak, dan suara nafas
vesikuler yang lemah.
d. Abdomen
Inspeksi ada tidaknya ptechie. Kaji kesimetrisan perut, ada tidaknya
lesi dan nyeri tekan, auskultasi bising usus.
e. Ekstremitas
Kaji ada tidaknya ptechie dan ekimosis, akral, ada tidaknya adakah
edema, sianosis maupun varises.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit, dehidrasi
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit ditandai dengan faktor risiko gangguan
mekanisme pengaturan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
penyakit
6. Risiko perdarahan ditandai dengan faktor risiko koagulopati inheren
(trombositopenia)
7. Risiko syok hipovolemik ditandai dengan adanya faktor risiko hipovolemia
Intervensi Keperawatan
Brasier. A. R., Ju. H., Garcia. J., Spratt. H. M., Forshey. B. M., Helsey. E. S. 2012.
A Three-Component Biomarker Panel for Prediction of Dengue
Hemorraghic Fever. Am. J. Trop. Med. Hyg. 86(2): 341-348.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak jilid.2. Salemba
Medika : Jakarta.
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. 2013. Nursing Out Comes (NOC), United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press.
Soegijanto Soegeng, 2004. Demam Berdarah Dangue. Tinjauan dan Temuan
Baru di Era 2003. Surabaya : Airlangga University Press.
Denpasar, 20 Desember 2016
Pembimbing Praktik (CI) Mahasiswa