Uji Xantin Daun Sidaguri
Uji Xantin Daun Sidaguri
Uji Xantin Daun Sidaguri
SKRIPSI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber
baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
iii
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
yang berjudul UJi Penghambatan Ekstrak Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.)
terhadap Aktivitas Xantin Oksidase dan Identifikasi Golongan Senyawa pada
Fraksi yang Aktif dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
(1) Allah SWT yang telah memudahkan jalan saya dalam menyelesaikan tulisan
ini;
(2) Dr. Abdul Munim, M. Si., Apt, dan Dr. Berna Elya, M. S., Apt, selaku
dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
(3) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M. S., selaku ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI;
(4) Dra. Azizahwati, M. S., Apt., selaku ketua Program Sarjana Ekstensi
Departemen Farmasi FMIPA UI dan saran, serta ilmu yang diberikan dalam
pengerjaan penelitian ini;
(5) Dr. Katrin M. S., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di
Departemen Farmasi FMIPA UI, serta selaku kepala Laboratorium
Fitokimia Departemen Farmasi FMIPA UI ;
(6) Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu
pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh
pendidikan di Departemen Farmasi FMIPA UI;
v
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
Januari 2012
vi
UJi Penghambatan Ekstrak Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.) terhadap Aktivitas
Xantin Oksidase dan Identifikasi Golongan Senyawa pada Fraksi yang Aktif
beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.
Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 18 Januari 2012
Yang menyatakan
vii
viii
Key Words : Sidaguri (Sida rhombifolia L.), uric acid, gout, xanthin
oxidase.
xiv + 78 pages : 22 figures; 14 tables; 9 appendices
Bibliography : 46 (1961-2011 )
ix
Halaman
HALAMAN JUDUL.. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS...................... iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.. vii
ABSTRAK.. viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI... x
DAFTAR GAMBAR.. xii
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I. PENDAHULUAN. 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian... 3
DAFTAR ACUAN 47
xi
Halaman
Gambar 2.4.2.1 Pengaruh Konsentrasi Substrat pada Kecepatan Reaksi yang
Dikatalisis Enzim...... 7
Gambar 2.4.2.2 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim.... 8
Gambar 2.4.3.2 Grafik Persamaan Lineweaver-Burk..... 10
Gambar 2.4.3.3(1) Grafik Lineweaver-Burk Plot untuk Penghambat Kompetitif.............. 12
Gambar 2.4.3.3(2) Grafik Lineweaver-Burk Plot untuk Penghambat
Nonkompetitif...... 13
Gambar 2.5 Pembentukan Asam Urat dari Nukleosida Purin Lewat Basa Purin
Hipoxantin dan Guanin. 14
Gambar 2.6 Struktur Kimia Alopurinol.... 15
Gambar 4.2 Aktivitas Enzim pada Berbagai Konsentrasi Substrat.. 38
Gambar 4.4 Plot Lineweaver-Burk Ekstrak Butanol Daun Sidaguri Konsentrasi
0,5 g/ml dengan Konsentrasi Substrat Xantin 0,25 mM; 0,2 mM;
0,15 mM; 0,1 mM, dan 0,05 mM 42
Gambar 4.5 Tanaman Sidaguri (Sida rhombifolia L.).. 53
Gambar 4.6 Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.) 53
Gambar 4.7 Spektrofotometer UV-Vis (PG Instruments Ltd)............. 54
Gambar 4.8 Identifikasi Alkaloid pada Kontrol Positif Chinae Cortex dan pada
Ekstrak n-Butanol, serta Ekstrak Etanol 96% Daun Sidaguri.. 54
Gambar 4.9 Reaksi Molish pada Identifikasi Glikosida... 55
Gambar 4.10 Identifikasi Flavonoida pada REaksi Menggunakan Serbuk Seng dan
Serbuk Magnesium... 55
Gambar 4.11 Identifikasi Terpen dengan Menggunakan Reaksi Liebermann-
Burchard... 56
Gambar 4.12 Identifikasi Tanin pada Kontrol Positif Daun Teh dan Ekstrak
Etanol 96%............................................................................ 56
Gambar 4.13 Kontrol Positif Rhei Radix pada Identifikasi Antrakuinon.. 57
Gambar 4.14 Kontrol Positif Liquiritae Radix pada Identifikasi Saponin. 57
Gambar 5.1 Kromatogram Terpen pada Ekstrak Butanol dengan Eluen
Kloroform : Metanol (8:3).... 58
Gambar 5.2 Kromatogram Alkaloid pada Ekstrak Butanol dengan Eluen
Kloroform : Metanol (8:3).... 59
Gambar 5.3 Kromatogram Flavonoid pada Ekstrak Butanol dengan Eluen
Kloroform : Metanol (8:4).... 60
xii
Halaman
Tabel 3.5.4.6 Prosedur Uji Penghambatan Aktivitas Xantin Oksidase pada Semua
Ekstrak Daun Sidaguri (sebagai Sampel) dan pada Pembanding
Alopurinol.. 30
Tabel 3.5.5.4 Prosedur Uji Kinetika Penghambatan Enzim pada Ekstrak n-Butanol
(sebagai Inhibitor) dan Tanpa Penambahan Ekstrak n-Butanol
(Tanpa Inhibitor).. 32
Tabel 4.1 (1) Susut Pengeringan... 62
Tabel 4.1 (2) Rendemen Ekstrak... 62
Tabel 4.2 (1) Hasil Optimasi Suhu....... 63
Tabel 4.2 (2) Hasil Optimasi pH... 63
Tabel 4.2 (3) Hasil Optimasi Konsentrasi Substrat... 64
Tabel 4.3 (1) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Alopurinol (Sebagai
Pembanding)... 64
Tabel 4.3 (2) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Petroleum Eter Daun 65
Sidaguri.......
Tabel 4.3 (3) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Etil Asetat Daun
Sidaguri....... 66
Tabel 4.3 (4) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Butanol Daun
Sidaguri....... 67
Tabel 4.3 (5) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Etanol 96% Daun
Sidaguri....... 68
Tabel 4.4 Hasil Uji Kinetika Penghambatan Enzim 69
Tabel 4.5 Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak Tanaman.. 70
xiii
Halaman
Lampiran 1 Skema Kerja..... 72
Lampiran 2 Pembuatan Larutan Uji.... 73
Lampiran 3 Pembuatan Larutan Alopurinol.... 74
Lampiran 4 Perhitungan Xantin Oksidase.. 75
Lampiran 5 Pembuatan Larutan xantin Oksidase... 75
Lampiran 6 Perhitungan Substrat Xantin.... 76
Lampiran 7 Pembuatan Larutan Substrat Xantin..... 76
Lampiran 8 Hasil Identifikasi/Determinasi Tanaman.. 77
Lampiran 9 Sertifikat Alopurinol 78
xiv
daun tidak rata (bergerigi), daun umumnya berbentuk jajaran genjang, bagian
bawah hijau pucat atau hijau abu-abu, ibu tulang daun membagi daun menjadi
sama besar, anak tulang daun pertama mancapai tulang daun, pada bagian atas
daun, tulang daun tampak seperti alur, sedangkan pada bagian bawah daun anak
tulang daun menonjol keluar (Depkes RI, 1995).
2.2.2.2 Sinonim
S. ainifolia Lour., S. phillippica DC., S. retusa L., S. semicrenata Link.,
dan S. spinosa L.
[Sumber : van Valkenburg dan Bunyapraphatsara, 2002; Dalimartha, 2003]
natrium urat monohidrat dalam cairan sinovial pada pasien yang memiliki
penyakit gout akut. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok
gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat
(hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer
merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau
akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena
pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang
akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu. Apabila terbentuk
kristal-kristal mono-natrium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan
sekitarnya, maka akan mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan
menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan gout. Jika tidak diobati,
endapan kristal akan menyebabkan kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan
lunak (Price dan Wilson, 2005). Ekskresi netto keseluruhan asam urat pada
manusia yang normal berkisar rata-rata 400-600 mg/24 jam (Murray et al., 2003).
2.4 Enzim
2.4.1 Definisi enzim, tempat aktif (active site), dan inhibitor
Enzim adalah protein yang mengkatalisis reaksi-reaksi biokimia (Kuchel
dan Ralston, 2006). Enzim adalah katalisis protein yang meningkatkan kecepatan
reaksi kimia (Champe; Harvey; dan Ferrier, 2005). Enzim berikatan dengan
substrat dan mengarahkannya dengan tepat untuk bereaksi. Enzim kemudian
berpartisipasi dalam membentuk dan menguraikan ikatan yang diperlukan untuk
membuat produk, membebaskan produk, dan mengembalikan produk ke keadaan
semula setelah reaksi selesai (Marks dan Smith, 2000). Substrat adalah suatu
molekul atau struktur yang transformasinya dikatalisis oleh enzim (Smith, et al.,
2000).
Tempat aktif (active site) adalah molekul enzim yang memiliki kantung
khusus atau celah. Tempat aktif terdiri dari rantai samping asam amino yang
membentuk permukaan tiga dimensi dan sesuai dengan substrat. Apabila tempat
aktif berikatan dengan substrat, akan membentuk kompleks enzim-substrat (ES).
ES diubah menjadi enzim-produk (EP) yang kemudian terpecah menjadi enzim
dan produk (Champe; Harvey; dan Ferrier, 2005).
Km
2.4.2.2 Suhu
2.4.2.3 pH
Kalau aktivitas enzim diukur pada beberapa nilai pH, maka aktivitas
optimal secara khas terlihat di antara nilai-nilai pH 5 dan 9. Bentuk kurva
aktivitas-pH ditentukan oleh : denaturasi enzim pada pH yang tinggi atau rendah
dan perubahan status bermuatan pada enzim dan atau substrat. Pada enzim, pH
dapat mempengaruhi aktivitas melalui perubahan struktur atau pengubahan
muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalisis. Nilai
pH yang ekstrim akan menurunkan konsentrasi efektif enzim dan substrat,
sehingga dapat menurunkan percepatan reaksi (Murray et al., 2003).
V [S]
V =
K + [S]
(2.1)
1 K + [S]
=
V V [S]
(2.2)
Keterangan : Vi = kecepatan reaksi awal; V maks = kecepatan maksimal; [S] = konsentrasi substrat
(molaritas atau mol per liter); dan K m = tetapan Michaelis-Menten (molaritas
atau mol per liter)
1 K 1 1
= +
V V [S] V
(2.3)
Keterangan : Vi = kecepatan reaksi awal; V maks = kecepatan maksimal; [S] = konsentrasi substrat
(molaritas atau mol per liter); dan K m = tetapan Michaelis-Menten (molaritas
atau mol per liter)
Satuan untuk kecepatan reaksi (Vi) dapat dinyatakan dalam satuan (unit)
apa pun karena Km tidak bergantung pada konsentrasi enzim.
Persamaan di atas merupakan persamaan untuk garis lurus y = a x + b,
dimana y = 1/Vi dan x = 1/[S]. Jika y atau 1/Vi diplotkan dalam grafik yang
menunjukkan x atau 1/[S], maka titik potong y, yaitu b, adalah 1/Vmaks, dan garis
potong a, adalah Km/Vmaks. Titik potong negatif x dapat dievaluasi dengan
mengatur agar y = 0. Jadi persamaannya :
b 1
x= =
a K (2.4)
b. Inhibitor reversibel
Inhibitor reversibel yang berikatan dengan tempat aktif enzim dapat
bersifat kompetitif, nonkompetitif, atau uncompetitive dalam kaitannya dengan
substrat reaksi.
Inhibitor kompetitif berkompetisi dengan substrat untuk menempati
tempat pengikatan substrat, dan berikatan dengan bentuk enzim yang sama
dengan yang dilakukan substrat. Inhibitor ini biasanya adalah analog struktural
yang erat dari substrat yang disaingi. Peningkatan konsentrasi substrat dapat
mengatasi inhibisi kompetitif sewaktu konsentrasi substrat ditingkatkan ke kadar
yang cukup tinggi, tempat pengikatan substrat ditempati oleh substrat dan tidak
ada molekul inhibitor yang dapat terikat. Oleh karena itu, inhibitor kompetitif
meningkatkan Km enzim, tetapi tidak Vmaks (Marks dan Smith, 2000).
Gambar 2.5 Pembentukan asam urat dari nukleosida purin lewat basa purin
hipoxantin dan guanin
[Sumber : Murray et al., 2003]
Pada mamalia yang bukan primata yang lebih tinggi, enzim urikase akan
memecah asam urat dengan membentuk produk akhir alantonin yang bersifat
sangat larut dalam air, sedangkan pada manusia dikarenakan manusia kurang
mengandung enzim urikase, maka produk akhir katabolisme purin pada manusia
adalah asam urat (Murray et al., 2003).
molekul 136.11, serta bersifat sangat sukar larut dalam air dan etanol; larut dalam
larutan kalium dan natrium hidroksida; praktis tidak larut dalam kloroform dan
dalam eter. Rumus empiriknya adalah C5H4N4O (Depkes RI, 1995). Struktur
kimianya :
2.7 Simplisia
Menurut Materia Medika Indonesia, simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun, dan
kecuali dinyatakan lain, berupa bahan alam yang dikeringkan. Simplisia yang
digunakan dalam penelitian ini adalah berupa simplisia nabati, yaitu simplisia
yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman tertentu, atau eksudat tanaman.
Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat
kimia murni. Simplisia nabati harus bebas dari serangga, fragmen hewan, atau
kotoran hewan; tidak boleh menyimpang bau dan warnanya; tidak boleh
mengandung lendir dan cendawan, atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran
lain; tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya. Jika dalam
beberapa hal khusus ada sedikit penyimpangan dari beberapa ketentuan mengenai
morfologik dan mikroskopik yang tertera dalam Materia Medika Indonesia,
sedangkan semua persyaratan lain dipenuhi, maka simplisia yang bersangkutan
dapat dianggap memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia (Depkes RI,
1995).
2.8 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara
ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium
pengekstraksi (menstrum) yang tertentu pula (Agoes, 2007).
Terdapat beberapa metode ekstraksi dengan pelarut cair, antara lain cara
dingin yaitu maserasi dan perkolasi, serta cara panas yaitu refluks, sokletasi,
digesti, infus, dekok. Berikut adalah penjelasan singkat beberapa metode ekstraksi
(Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).
2.8.1 Cara Dingin
Ekstraksi cara dingin meliputi maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah
proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokon atau pengadukan pada temperatur ruangan (suhu kamar). Secara
teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Sedangkan,
perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).
cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne, 1987) dan bersifat agak
larut dalam air (Salisbury dan Ross, 1995).
2.9.2 Glikosida
Glikosida adalah senyawa organik hemiasetal yang biasanya berhubungan
dengan anomer karbon dari gula (glikon) dengan alkohol atau fenol hidroksil dari
molekul bukan gula (aglikon) (Farnsworth, 1966).
2.9.3 Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah (Harborne, 1987).
2.9.4 Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa turunan 1,3-difenilpropan yang umumnya
tersebar di seluruh dunia tumbuhan. Kerangka dasar flavonoid biasanya diubah
sedemikian rupa, sehingga terdapat lebih banyak ikatan rangkap yang
menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya tampak dan membuatnya menjadi
berwarna (Salisbury dan Ross, 1995). Flavonoid terutama berupa senyawa yang
larut dalam air. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah
bila ditambah basa atau ammonia, sehingga mudah dideteksi pada kromatogram
atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan
karena itu menunjukkan pita serapan pada daerah spektrum UV dan spektrum
tampak (Harborne, 1987).
2.9.5 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin dapat bereaksi dengan protein
membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Secara kimia terdapat dua
jenis utama tanin, yaitu tanin terkondensasi (flavolan) dan tanin terhidrolisis
(Harborne, 1987). Tanin terhidrolisis memberikan warna biru-hitam dengan
2.9.6 Kuinon/Antrakuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi,
kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon,
antrakuinon, dan kuinon isoprenoid (Harborne, 1987). Antrakuinon adalah
senyawa kuinon yang paling banyak muncul di alam (Farnsworth, 1966).
2.9.7 Terpen
Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2 =C(CH3) CH =CH2
dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5.
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam
sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringann tumbuhan
dengan memakai eter minyak bumi, eter atau kloroform, dan dapat dipisahkan
secara kromatografi pada silica gel atau alumina memakai pelarut di atas
(Harborne, 1987).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Triterpenoid berupa senyawa tanwarna, dan berbentuk kristal
(Harborne, 1987).
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantrena (Harborne, 1987).
Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman-Burchard (anhidrida
asetat-asam sulfat pekat) yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol
memberian warna hijau-biru (Harborne, 1987).
atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan didalamya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, dan ukuran molekul,
sehingga masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode
analitik (Depkes RI, 1995).
Teknik kromatografi memiliki dua fase, yaitu fase gerak yang membawa
zat terlarut melalui media hingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang terelusi
lebih awal atau lebih akhir. Fase diam dapat bertindak sebagai penjerap.
Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut
berbentuk cairan yang disebut eluen (Depkes RI, 1995).
Prosedur identifikasi secara kromatografi lapis tipis adalah dibuat larutan
uji seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Pada garis sejajar dan
berjarak lebih kurang 2 cm dari tepi lempeng kromatografi lapis tipis silica gel
setebal 0,25 mm dan mengandung zat berfluoresensi yang sesuai seperti yang
tertera pada kromatografi, ditotolkan masing-masing 10 l larutan uji dan larutan
baku. Totolan dibiarkan mongering, lalu dielusi dengan fase gerak yang sesuai
hingga pelarut merambat tiga perempat tinggi lempeng. Lempeng di angkat,
kemudian batas elusi ditandai dan fase gerak dibiarkan menguap. Pada lempeng
dilakukan pengamatan langsung jika senyawanya tampak pada cahaya biasa atau
diamati di bawah cahaya ultraviolet 254 nm/366 nm atau pengamatan dengan
cahaya biasa/cahaya ultraviolet setelah disemprot dengan pereaksi yang membuat
bercak tersebut tampak (pereaksi sebaiknya disemprotkan melalui alat pengabut)
dan harga Rf bercak larutan uji dapat dihitung (Depkes RI, 1995).
Harga Rf suatu senyawa adalah perbandingan jarak rambat suatu senyawa
tertentu terhadap jarak rambat fase gerak yang diukur dari titik penotolan
(Depkes RI, 1995).
3.4 Alat
Shaker, bejana maserasi, penguap vakum putar (rotary vacum evaporator)
(Janke & Kunkel IKA, Jerman), pipet mikro 10-100 L, pipet mikro 100-1000 L
21
Bobot ekstrak
Rendemen ekstrak = 100%
Bobot serbuk simplisia
(3.1)
dan diencerkan dengan air bebas karbondioksida P secukupnya hingga 200 mL.
Sesuaikan pH larutan menjadi 7,8 dengan natrium hidroksida 0,2 N atau
asam klorida 0,2 N.
f. Larutan Uji
Ditimbang 10 mg ekstrak kental lalu ditambahkan 5 tetes dimetil
sulfoksida (DMSO) dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Larutan ekstrak
diencerkan dengan penambahan air suling bebas karbondioksida P hingga 10 mL,
sehingga diperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1000 g/mL. Selanjutnya
dilakukan pengenceran sampai diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 g/mL, 5
g/mL, 10 g/mL, 20 g/mL; 50 g/mL; dan 100 g/mL.
g. Larutan Alopurinol
Ditimbang 10 mg Alopurinol lalu ditambahkan 5 tetes NaOH 1 N dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Larutan ekstrak diencerkan dengan
penambahan air suling bebas karbondioksida P hingga 10 mL, sehingga diperoleh
larutan induk dengan konsentrasi 1000 g/mL. Selanjutnya dilakukan
pengenceran sampai diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,1 g/mL; 0,25
g/mL; 0,5 g/mL; 1,0 g/mL; dan 2,0 g/mL.
1B
% penghambatan = 100%
A
(3.2)
Keterangan : A adalah perubahan serapan uji tanpa ekstrak (abs. dengan adanya enzim abs.
tanpa enzim), dan B adalah perubahan serapan uji dengan adanya ekstrak
(abs. dengan adanya enzim abs. tanpa enzim).
50 = a + bx
Maka, x =
(3.3)
Tabel 3.5.4.6. Prosedur Uji Penghambatan Aktivitas Xantin Oksidase pada Semua
Ekstrak Daun Sidaguri (sebagai Sampel) dan pada Pembanding
Alopurinol
Volume (mL)
Reagen
B1 B0 S1 S0
Sampel - - 1,0 1,0
Dapar 2,9 3,0 2,9 3,0
Substrat 2,0 2,0 2,0 2,0
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 30oC
Enzim 0,1 - 0,1 -
Inkubasi selama 30 menit pada suhu 30oC
HCl 1 N 1,0 1,0 1,0 1,0
Ukur absorbansi pada = 284 nm
Keterangan : B1 = blanko (tanpa penambahan beberapa ekstrak daun sidaguri); B0 = kontrol blanko
(tanpa penambahan beberapa ekstrak daun sidaguri dan enzim); S1 = sampel
(ekstrak petroleum eter, ekstrak etil asetat, ekstrak n-butanol, dan ekstrak etanol
96%) dan pembanding alopurinol; dan S0 = kontrol sampel dan kontrol
pembanding alopurinol
A A
menit uji menit blanko (6)(df)
Unit/mL enzim =
(12,2)(0,1)
(3.4)
Keterangan : 6 = volume total larutan uji (mL); df = faktor pengenceran; 12,2 = koefisien ekstingsi
asam urat pada 284 nm (mM); 0,1 = volume enzim yang digunakan (mL).
Tabel 3.5.5.4 Prosedur Uji Kinetika Penghambatan Enzim pada Ekstrak n-Butanol
(sebagai Inhibitor) dan Tanpa Penambahan Ekstrak n-Butanol
(Tanpa Inhibitor)
Volume (mL)
Reagen
B1 B0 I1 I0
Ekstrak - - 1,0 1,0
Dapar 2,9 3,0 2,9 3,0
Substrat 2,0 2,0 2,0 2,0
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 30oC
Enzim 0,1 - 0,1 -
Inkubasi selama 30 menit pada suhu 30oC
HCl 1 N 1,0 1,0 1,0 1,0
Ukur absorbansi pada = 284 nm
Keterangan : B1 = tanpa inhibitor (tanpa ekstrak n-butanol); B0 = kontrol tanpa inhibitor (tanpa
penambahan ekstrak n-butanol dan enzim); I1 = dengan inhibitor (penambahan
ekstrak n-butanol); dan I0 = kontrol dengan inhibitor (penambahan ekstrak n-
butanol dan enzim)
36
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0.1 0.25 0.5 1 2
Konsentrasi substrat (mM)
Pincus, 2007). Jadi nilai IC50 pada beberapa pengujian dapat saja berbeda karena
dipengaruhi oleh kondisi pengujian.
Pengujian penghambatan ekstrak terhadap aktivitas xantin oksidase
dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi. Pengujian pada konsentrasi
bervariasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak
terhadap peningkatan daya hambat. Variasi konsentrasi ekstrak yang digunakan
mulai dari 1 ppm hingga konsentrasi 100 ppm. Ekstrak yang tidak dapat larut
dengan air bebas karbondioksida P dilarutkan terlebih dahulu dengan 3 tetes
DMSO (dimetil sulfoksida). Penggunaan DMSO sebaiknya hanya 5% dari
konsentrasi akhir yang diharapkan tidak mempengaruhi pengujian dengan
menggunakan enzim (Umamaheswari et al., 2009).
Hasil pengujian terhadap sampel, yaitu ekstrak petroleum eter, ekstrak etil
asetat, ekstrak n-butanol, dan ekstrak etanol 96% menunjukkan bahwa ekstrak
mempunyai aktivitas untuk menghambat aktivitas xantin oksidase. Nilai IC50 pada
setiap ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.3 (2)4.3 (5). Nilai IC50 yang besar
disebabkan oleh persen hambatan yang kecil dari variasi konsentrasi ekstrak,
sedangkan kecilnya nilai IC50 disebabkan oleh kandungan kimia yang
menghambat aktivitas xantin oksidase memiliki efek sinergis dalam menghambat
aktivitas xantin oksidase. Berdasarkan uji identifikasi kandungan kimia, daun
sidaguri mengandung alkaloid, glikosida, flavonoida, dan terpen. Telah dilaporkan
bahwa polifenol (Chang et al., 1993) dan flavonoida (Chang et al., 1993; Lio et
al., 1985; Lespade dan Bercion, 2010) dapat menghambat aktivitas xantin
oksidase. Flavonoida menghambat aktivitas xantin oksidase secara kompetitif
(Jiao et al., 2006).
Nilai IC50 pada ekstrak metanol-air (9:1) herba Sida rhombifolia L.
memiliki nilai sampai 55% (Iswantini dan Darusman, 2003), sedangkan pada
ekstrak daun Sida rhombifolia L. memiliki nilai IC50 di bawah 50%. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan dari kondisi pengujian, bagian simplisia yang
digunakan, proses ekstraksi dan konsentrasi ekstrak yang digunakan. Pada uji
dengan menggunakan ekstrak metanol-air (9:1) herba Sida rhombifolia L.,
konsentrasi ekstrak yang digunakan dari 100-800 ppm, sedangkan penelitian pada
beberapa ekstrak daun Sida rhombifolia L., konsentrasi ekstrak yang digunakan
dari 1-100 ppm.
dengan bagian dari tempat aktif yang mengikat substrat dan menghambat akses ke
substrat. Inhibitor kompetitif bekerja dengan menurunkan jumlah molekul enzim
bebas yang tersedia untuk mengikat substrat yaitu untuk membentuk enzim-
substrat yang akhirnya menghasilkan produk (Murray et al., 2003).
9
8
y = 0.308x + 1.623
7
5 tanpa inhibitor
0,5 g/ml
1/V
4
Linear (tanpa inhibitor)
3
Linear (0,5 g/ml )
y = 0.1027x + 1.611
2
0
-20 -10 0 10 20 30
-1
1/[S]
etanol 96% yang memberikan hasil positif, yaitu membentuk endapan berwarna
coklat hitam dengan pereaksi Bouchardat dan membentuk endapan putih kuning
dengan pereaksi Mayer, serta membentuk endapan jingga dengan pereaksi
Dragendorff. Kontrol positif yang digunakan adalah Chinae Cortex (Cinchona
officinalis). Hasil identifikasi alkaloid dari kontrol positif, ekstrak n-butanol, dan
etanol 96% daun sidaguri dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Uji identifikasi glikosida memberikan hasil positif yang ditandai dengan
terbentuknya cincin ungu pada ekstrak n-butanol dan etanol 96% dengan
menggunakan pereaksi Molish. Pereaksi Molish digunakan untuk
mengidentifikasi gula (Depkes RI, 1995). Kontrol positif yang digunakan adalah
Nerii Folium (Nerium oleander L.) yang memberikan hasil positif (terbentuk
cincin ungu). Hasil identifikasi glikosida dari kontrol positif dan beberapa ekstrak
daun sidaguri dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Pada uji identifikasi flavonoida, ekstrak etil asetat, n-butanol, dan etanol
96% memberikan hasil yang positif yaitu warna jingga merah ketika direaksikan
dengan serbuk seng, sedangkan dengan penambahan serbuk magnesium
memberikan warna jingga. Selanjutnya dilakukan reaksi lain yaitu dengan
menggunakan pereaksi aseton-serbuk asam borat-serbuk asam oksalat-eter lalu
dilihat di bawah sinar ultraviolet 366 nm yang memberi hasil positif, yaitu
fluoresensi kuning intensif yang menunjukkan adanya flavonoida. Pada uji ini
digunakan kontrol positif daun benalu mangga (Dendrophthoe pentandra). Hasil
identifikasi flavonoida dan beberapa ekstrak daun sidaguri dari kontrol positif
dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Pada uji identifikasi terpen, ekstrak petroleum eter, ekstra etil asetat, dan
ekstrak n-butanol memberikan hasil yang positif terhadap pereaksi Lieberman-
Bouchard yang ditandai dengan terbentuknya warna hijau. Senyawa terpen
umumnya merupakan senyawa yang larut dalam lemak, sehingga dapat ditarik
oleh pelarut non- polar seperti petroleum eter (Harborne, 1987). Pada uji
identifikasi digunakan kontrol positif berupa Hirtae Herba (Euphorbia hirta).
Hasil positif ditandai dengan terbentuk warna hijau. Hasil identifikasi terpen dari
kontrol positif dan beberapa ekstrak daun sidaguri dapat dilihat pada Gambar
4.11.
Tanin merupakan senyawa fenol yang larut dalam pelarut polar seperti air,
tetapi tidak larut dalam pelarut organik, seperti eter, kloroform, dan benzena.
Tanin terhidrolisis memberikan warna biru-hitam dengan penambahan larutan
besi (III) klorida, sedangkan tanin terkondendasi memberikan warna hijau coklat
dengan penambahan larutan besi (III) klorida (Rangari, 2007). Pada pengujian
dengan menggunakan larutan besi (III) klorida 1% memberikan hasil positif pada
ekstrak n-butanol dan ekstrak etanol 96%, yaitu terbentuk warna hijau coklat. Hal
ini menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol dan etanol 96% mengandung senyawa
yang memiliki gugus fenol. sedangkan identifikasi tanin dengan menggunakan
larutan gelatin 10% dan natrium klorida-gelatin memberikan hasil yang negatif
pada semua ekstrak. Kontrol positif yang digunakan adalah daun teh (Camellia
sinensis). Hasil identifikasi tanin dari kontrol positif dan hasil identifikasi dari
ekstrak etanol 96% menggunakan larutan besi (III) klorida.dapat dilihat pada
Gambar 4.12.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Semua ekstrak daun sidaguri memiliki potensi untuk menghambat aktivitas
xantin oksidase, dengan nilai IC50 9,52 g/mL pada ekstrak petroleum eter;
2,38 g/mL pada ekstrak etil asetat; 1,71 g/mL pada ekstrak n-butanol; dan
4,64 g/mL pada ekstrak etanol 96% .
b. Golongan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak daun sidaguri adalah
alkaloid, glikosida, flavonoida, dan terpen.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan isolasi dan
karakterisasi struktur senyawa dari ekstrak daun Sida rhombifolia L. untuk
mengetahui identitas dan senyawa aktif penghambat aktivitas xantin oksidase
yang terkandung di dalam ekstrak tersebut.
46
Astari, Ery Yudik. (2008). Pengaruh Pemberian Decocta Daun Dewa (Gynura
pseudochina (L) DC) terhadapp Penurunan Kadar Asam Urat Serum pada
Mencit Putih Jantan Galur Balb-C Hiperurisemia. 8 September, 2011.
http://etd.eprints.ums.ac.id/1526/1/K100040190.pdf.
Champe, Pamela C., Harvey, Richard A., dan Ferrier, Denise R. (2005).
Lippincotts Illustrated Reviews : Biochemistry. Baltimore : Lippincott
Williams & Wilkins.
Chang, W. S., Lee, Y. J., Lu, F. J., dan Chiang, H. C. (1993). Inhibitory Effects of
Flavonoids on Xanthine Oxidase. Anticancer Research, Vol. 13.
Connor, Mark. (2009). Allourinol for Pain Relief : More Than Just Crystal
Clearance?. British Journal of Pharmacology,156, 4-6.
Deglin, Judith Hopfer. (2004). Pedoman Obat untuk Perawat (H. Y. Kuncara dan
Palupi Widyastuti, Penerjemah). Jakarta : EGC.
Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
47
Dew, Tristan P., Day, Andrea J., dan Morgan, Michael R. A. (2005). Xanthine
Oxidase Activity in Vitro : Effects of Food Extracts and Components. J.
Agric. Food Chem., 53, 16.
Evans, W.C. (2002). Trease and Evans Pharmacognosy 15th Edition. Edinburgh :
W. B. Saunders.
Gonzalez, Antonio G., Bazzocchi, Isabel L., Moujir, Laila., Ravelo, Angel G.,
Correa, Mireya D., dan Gupta, Mahabir P. (1995). Xanthine Oxidase
Inhibitory Activity of Some Panamanian Plants from Celastraceae and
Lamiaceae. Journal of Ethnopharmacology, 46, 25-29.
Harmita. (2006). Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Depok :
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.
Jiao, Rui H., Ge, Hui M., Shi, Da H., dan Tan, Ren X. (2006). An Apigenin-
derived Xanthine Oxidase Inhibitor from Palhinhaea cernua. Journal of
Natural Products, 69, 1089-1091.
Lio, M., Moriyama, A., Matsumoto, Y., Takaki, N., dan Fukumoto, M. (1985).
Inhibition of Xanthine Oxidase by Flavonoids. Journal of Agricultural and
Biological Chemistry, 49.
Marks, Dawn B., Marks, Allan D., dan Smith, Collen M. (2000). Biokimia
Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis (Brahm U. Pendit,
Penerjemah.). Jakarta : EGC.
Murray, Robert K., Granner, Daryl K., Mayes, Peter A., dan Rodwell, Victor W.
(2003). Biokimia Harper (Andry Hartono, Penerjemah). Jakarta : EGC.
Murray, Robert K., Bender, David A., Botham, Kathleen M., Kennelly, Peter J.,
Rodwell, Victor W., dan Weil, P. A. (2009). Harpers Illustrated
Biochemistry Twenty-Eighth Edition. New York : McGraw Hill Medical
.
Nguyen, Mai Thanh Thi., Awale, Suresh., Tezuka, Yasuhiro., Tran, Quan Le.,
Watanabe, Hiroshi., dan Kadota, Shigetoshi. (2004). Xanthine Oxidase
Inhibitory Activity of Vietnamese Medicinal Plants. Biol. Pharm. Bull., 27, 9,
1414-1421.
Pacher, Pal., Nivorozhkin, Alex., dan Szabo, Csaba. (2006). Therapeutic Effects
of Xanthine Oxidase Inhibitors : Renaissance Half a Century after the
Discovery of Allopurinol. Pharmacological Reviews., 58, 1, 87-114.
Salisbury, Frank B dan Ross, Cleon W. (1995). Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 (Diah
R Lukman dan Sumaryono, Penerjemah). Bandung : Penerbit ITB.
Penambahan Penambahan
Penambahan
pereaksi pereaksi
pereaksi Mayer
Bouchardat Dragendorff
Kontrol positif
Chinae Cortex
Ekstrak
n-Butanol
Ekstrak
Etanol 96%
Gambar 4.8 Identifikasi Alkaloid pada Kontrol Positif Chinae Cortex dan pada
Ekstrak n-Butanol serta Ekstrak Etanol 95% Daun Sidaguri
Cincin
warna
ungu
Keterangan : positif (+) ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas lapisan
yang menunjukkan bahwa ekstrak mengandung gugus gula
Kontrol
Ekstrak Ekstrak
positif daun Ekstrak Ekstrak
petroleum etanol
benalu etil asetat n-butanol
eter 96%;
mangga
Reaksi dengan
serbuk seng
(warna merah)
Reaksi positif
dengan
serbuk
magnesium
(warna kuning
jingga)
(+) (-) (-) (+) (+)
Keterangan : positif (+) menandakan bahwa ekstrak mengandung senyawa flavonoida; dan reaksi
negatif (-) menandakan bahwa ekstrak tidak mengandung senyawa flavonoida
Kontrol
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
positif
petroleum eter etil asetat n- butanol etanol 96%
Hirtae Herba
Keterangan : positif (+) warna hijau menandakan bahwa ekstrak mengandung senyawa terpen; dan
reaksi negatif (-) menandakan bahwa ekstrak tidak mengandung senyawa terpen
A B C D E F
Kontrol negatif
larutan besi
(III) klorida
Reaksi positif
menggunakan
larutan
besi (III)
klorida
Keterangan : A = kontrol negatif (HCl 2 N + Pb (II) asetat); B = penambahan gelatin 10%;
C = penambahan NaCl-gelatin; D = penambahan ekstrak, HCl dan Pb (II) asetat;
E = penambahan gelatin 10% pada ekstrak etanol 96%; F = penambahan NaCl-
gelatin pada ekstrak etanol 96%
Gambar 4.12 Identifikasi Tanin pada Kontrol Positif Daun Teh dan
Ekstrak Etanol 96%
busa
2
1
I II III
Fase diam :
Lempeng KLT silica gel 60 F254
Eluen : Kloroform-metanol (8:3)
Penyemprot : Vanilin-H2SO4, dipanaskan perlahan-lahan pada suhu 100C selama 10 menit
Jarak rambat : 5 cm
Nilai Rf : Rf1 0,4; Rf2 0,46; Rf3 0,58; dan Rf4 0,66
Keterangan :
I. : Hasil pengamatan dengan cahaya tampak
II. : Hasil pengamatan dengan cahaya UV 254 nm
III. : Hasil pengamatan setelah disemprot dan dipanaskan dan pengamatan dengan
cahaya tampak
I II III
I II III
Peroleum
Etil Asetat n-Butanol Etanol 96%
Eter
Absorbansi
Kontrol Kontrol Aktivitas
Suhu Blangko Blangko
Blangko blangko B-KB (Unit/ml)
(B) rata-rata
(KB) rata-rata
0,340 0,099
20oC 0,340 0,099 0,241 0,98
0,340 0,099
0,490 0,099
25oC 0,500 0,099 0,391 1,97
0,510 0,099
0,556 0,099
30oC 0,557 0,099 0,458 2,25
0,558 0,099
0,222 0,075
35oC 0,212 0,074 0,138 0,68
0,202 0,073
0,200 0,071
40oC 0,200 0,072 0,128 0,63
0,200 0,073
Absorbansi
Kontrol Kontrol Aktivitas
pH Blangko Blangko
Blangko blangko B-KB (Unit/ml)
(B) rata-rata
(KB) rata-rata
0,555 0,099
7,5 0,555 0,099 0,456 2,24
0,555 0,099
0,605 0,101
7,8 0,605 0,102 0,503 2,47
0,605 0,103
0,320 0,094
8,0 0,320 0,094 0,226 1,11
0,320 0,094
0,272 0,085
8,3 0,274 0,086 0,188 0,92
0,276 0,087
0,211 0,074
8,5 0,212 0,074 0,137 0,68
0,213 0,074
Absorbansi
Konsentrasi
Kontrol Kontrol Aktivitas
Xantin Blangko Blangko
Blangko blangko B-KB (Unit/ml)
(mM) (B) rata-rata
(KB) rata-rata
0,188 0,034
0,05 0,187 0,035 0,152 0,75
0,186 0,035
0,383 0,098
0,1 0,379 0,099 0,280 1,38
0,374 0,100
0,637 0,113
0,15 0,610 0,112 0,498 2,40
0,583 0,111
0,600 0,150
0,2 0,594 0,153 0,441 2,17
0,588 0,156
0,620 0,202
0,25 0,615 0,201 0,414 2,04
0,610 0,200
Serapan
Konsentrasi % IC50
Rata-rata S1-S0
(g/mL) Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,335 0,331 0,333
0,1 0,327 40,33
S0 0,008 0,004 0,006
S1 0,273 0,271 0,272
0,25 0,258 52,92
S0 0,015 0,013 0,014
S1 0,198 0,194 0,196
0,5 0,169 69,16 0,07
S0 0,029 0,025 0,027
S1 0,152 0,150 0,151
1 0,076 86,13
S0 0,079 0,071 0,075
S1 0,129 0,127 0,128
2 0,029 94,71
S0 0,101 0,097 0,099
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 48,048 + 26,756 x
Tabel 4.3 (2) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Petroleum Eter
Daun Sidaguri
Serapan
Konsentrasi Rata- % IC50
S1-S0
(g/mL) rata Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,411 0,402 0,407
1 0,384 29,93
S0 0,028 0,017 0,023
S1 0,404 0,394 0,399
5 0,370 32,48
S0 0,034 0,023 0,029
S1 0,391 0,382 0,387
10 0,351 35,95
S0 0,047 0,025 0,036
S1 0,384 0,375 0,380 9,52
20 0,321 41,42
S0 0,064 0,054 0,059
S1 0,379 0,368 0,374
50 0,282 48,54
S0 0,097 0,087 0,092
S1 0,364 0,353 0,359
100 0,238 56,57
S0 0,129 0,113 0,121
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 32,819 1,8056 x
Tabel 4.3 (3) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Etil Asetat Daun
Sidaguri
Serapan
Konsentrasi Rata- % IC50
S1-S0
(g/mL) rata Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,349 0,309 0,329
1 0,316 42,34
S0 0,014 0,011 0,013
S1 0,329 0,283 0,306
5 0,290 47,08
S0 0,019 0,013 0,016
S1 0,305 0,277 0,291
10 0,272 50,36
S0 0,022 0,016 0,019
2,38
S1 0,296 0,267 0,282
20 0,259 52,74
S0 0,028 0,018 0,023
S1 0,264 0,251 0,258
50 0,231 57,85
S0 0,032 0,021 0,027
S1 0,243 0,260 0,252
100 0,135 75,36
S0 0,116 0,118 0,117
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 45,035 2,0894 x
Tabel 4.3 (4) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak n-Butanol Daun
Sidaguri
Serapan
Konsentrasi Rata- % IC50
S1-S0
(g/mL) rata Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,316 0,364 0,340
1 0,310 43,43
S0 0,030 0,029 0,030
S1 0,313 0,338 0,326
5 0,284 48,18
S0 0,044 0,040 0,042
S1 0,311 0,324 0,318
10 0,271 50,55
S0 0,049 0,045 0,047
1,71
S1 0,306 0,299 0,303
20 0,247 54,93
S0 0,057 0,055 0,056
S1 0,209 0,238 0,224
50 0,208 62,04
S0 0,074 0,058 0,016
S1 0,207 0,234 0,221
100 0,102 81,39
S0 0,126 0,112 0,119
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 45,765 2,4812 x
Tabel 4.3 (5) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Etanol 96% Daun
Sidaguri
Serapan
Konsentrasi Rata- % IC50
S1-S0
(g/mL) rata Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,343 0,364 0,354
1 0,338 38,32
S0 0,019 0,013 0,016
S1 0,335 0,344 0,340
5 0,322 41,24
S0 0,020 0,015 0,018
S1 0,304 0,328 0,316
10 0,293 46,53
S0 0,026 0,020 0,023
4,64
S1 0,301 0,323 0,312
20 0,285 47,99
S0 0,030 0,024 0,027
S1 0,292 0,319 0,306
50 0,232 57,66
S0 0,053 0,094 0,074
S1 0,270 0,316 0,293
100 0,187 65,88
S0 0,111 0,101 0,106
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 41,429 1,8458 x
Konsentrasi Serapan
Substrat 1/[S] 1/V0 1/V1 1/V2
V
[S]
V0 V1 V2
0,05 0,270 0,140 0,129 20 3.704 7.143 7.752
0,1 0,395 0,270 0,226 10 2.532 3.704 4.425
0,15 0,438 0,176 0,341 6,667 2.283 5.682 2.933
0,2 0,463 0,327 0,402 5 2.159 3.058 2.488
0,25 0,484 0,334 0,367 4 2.066 2.994 2.725
Konsentrasi Serapan
Substrat 1/[S] 1/V0 1/V3 1/V4
V
[S]
V0 V3 V4
0,05 0,270 0,125 0,097 20 3.704 8 10.309
0,1 0,395 0,241 0,117 10 2.532 4.149 8.547
0,15 0,438 0,272 0,123 6,667 2.283 3.676 8.13
0,2 0,463 0,297 0,109 5 2.159 3.367 9.174
0,25 0,484 0,330 0,136 4 2.066 3.03 7.353
Konsentrasi Serapan
Substrat 1/[S] 1/V0 1/V5
V
[S]
V0 V5
0,05 0,270 0,18 20 3.704 5.556
0,1 0,395 0,173 10 2.532 5.78
0,15 0,438 0,176 6,667 2.283 5.682
0,2 0,463 0,172 5 2.159 5.814
0,25 0,484 0,192 4 2.066 5.208
Mayer LP - - + +
Alkaloid Bouchardat LP - - + +
Dragendorf LP - - + +
Serbuk Zn + HCl 2 N - + + +
+ HCl(p)
FeCl3 1% - - + +
NaCl-Gelatin - - - -
Keterangan : (+) = terdeteksi dalam ekstrak; (-) = tidak terdeteksi dalam ekstrak
Identifikasi kandungan
kimia
Menggunakan KLT
pereaksi kimia
72
Ekstrak kental 10
mg
+ 5 tetes DMSO +
aquadest bebas
CO2 ad 10 mL
20 g/mL
10 g/mL
73
Alopurinol 10 mg
+ 5 tetes NaOH 1 N +
aquades bebas CO2
ad 10 mL
larutan induk
1000 g/mL
Pipet 1 mL, masukkan ke
dalam labu ukur 10 mL
100 g/mL
74
Perhitungan enzim :
Pada label tertulis = 0,4-1,0 unit/mg protein
45,45 mg solid 0,11 units/mg solid
0,8 unit/mg protein
45,45 mg solid x 0,11 units/mg solid = 4,9995 units 5 units
5 unit
= 6,25 mg protein
unit
0,8 mg protein
mg solid
7,272 mg protein x 0,1 unit
= 0,909 mg solid dalam 1 mL
unit
0,8 mg protein
Xantin oksidase
9,09 mg
+ larutan dapar
kalium fosfat pH
optimum ad 10 mL
75
Xantin 15,21 mg
+ 3 tetes NaOH 1 N, ad
aquadest bebas CO2 ad
100 mL
Pipet 25 mL, masukkan ke
dalam labu ukur 100 mL
larutan induk 1 mM
0,1 mM
Pipet 5 mL, masukkan ke
dalam labu ukur 100 mL
0,05 mM
76
77
78