Uji Xantin Daun Sidaguri

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 91

UNIVERSITAS INDONESIA

UJI PENGHAMBATAN EKSTRAK DAUN SIDAGURI


(Sida rhombifolia L.) TERHADAP AKTIVITAS
XANTIN OKSIDASE DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN
SENYAWA PADA FRAKSI YANG AKTIF

SKRIPSI

SITI MARWAH LESTARI


0906601885

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI SARJANA EKSTENSI FARMASI
DEPOK
JANUARI 2012

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


UNIVERSITAS INDONESIA

UJI PENGHAMBATAN EKSTRAK DAUN SIDAGURI


(Sida rhombifolia L.) TERHADAP AKTIVITAS
XANTIN OKSIDASE DAN IDENTIFIKASI GOLONGAN
SENYAWA PADA FRAKSI YANG AKTIF

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi

SITI MARWAH LESTARI


0906601885

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


PROGRAM STUDI SARJANA EKSTENSI FARMASI
DEPOK
JANUARI 2012

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber

baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Siti Marwah Lestari


NPM : 0906601885
Tanda Tangan :

Tanggal : 18 Januari 2012

iii

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


iv

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi
yang berjudul UJi Penghambatan Ekstrak Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.)
terhadap Aktivitas Xantin Oksidase dan Identifikasi Golongan Senyawa pada
Fraksi yang Aktif dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan
terima kasih kepada:
(1) Allah SWT yang telah memudahkan jalan saya dalam menyelesaikan tulisan
ini;
(2) Dr. Abdul Munim, M. Si., Apt, dan Dr. Berna Elya, M. S., Apt, selaku
dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
(3) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M. S., selaku ketua Departemen Farmasi
FMIPA UI;
(4) Dra. Azizahwati, M. S., Apt., selaku ketua Program Sarjana Ekstensi
Departemen Farmasi FMIPA UI dan saran, serta ilmu yang diberikan dalam
pengerjaan penelitian ini;
(5) Dr. Katrin M. S., selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di
Departemen Farmasi FMIPA UI, serta selaku kepala Laboratorium
Fitokimia Departemen Farmasi FMIPA UI ;
(6) Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu
pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh
pendidikan di Departemen Farmasi FMIPA UI;
v

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


(7) Para laboran dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah
membantu terlaksananya penelitian ini;
(8) Orang tua saya Masykur Ar. dan Mahmuddah, serta saudari-saudari saya
Lisa, Waddah dan keluarga besar saya yang selalu mendoakan kelancaran
penelitian dan penulisan skripsi ini dan yang telah memberikan bantuan
dukungan berupa material dan moral;
(9) Rekan penelitian, Sahabat-sahabatku, dan teman-teman farmasi ekstensi
angkatan 2009 yang telah memberikan doa dan dukungan kepada saya
selama penelitian berlangsung;
(10) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa
manfaat bagi pengembangan ilmu.

Penulis

Januari 2012

vi

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Siti Marwah Lestari


NPM : 0906601885
Program Studi : Sarjana Ekstensi Farmasi
Departemen : Farmasi
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan


kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

UJi Penghambatan Ekstrak Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.) terhadap Aktivitas
Xantin Oksidase dan Identifikasi Golongan Senyawa pada Fraksi yang Aktif

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data
(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak
Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 18 Januari 2012
Yang menyatakan

( Siti Marwah Lestari )

vii

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


ABSTRAK

Nama : Siti Marwah Lestari


Program Studi : Sarjana Ekstensi Farmasi
Judul :Uji Penghambatan Ekstrak Daun Sidaguri
(Sida rhombifolia L.) terhadap Aktivitas Xantin Oksidase
dan Identifikasi Golongan Senyawa pada Fraksi yang
Aktif
Xantin oksidase mengkatalisis oksidasi hipoxantin dan xantin menjadi asam urat.
Kadar asam urat yang meningkat memiliki keterkaitan terhadap penyakit gout.
Gout merupakan kelainan metabolik pada katabolisme purin. Salah satu tumbuhan
obat yang telah dilaporkan mempunyai efek terhadap penyakit gout dan sebagai
anti inflamasi adalah tanaman Sidaguri (Sida rhombifolia L.). Tujuan penelitian
ini untuk menguji kemampuan daun Sidaguri dalam menghambat aktivitas xantin
oksidase dan identifikasi golongan kandungan kimianya. Serbuk simplisia
diekstraksi berturut-turut dengan cara maserasi bertingkat menggunakan empat
pelarut berdasarkan tingkat kepolaran, yaitu petroleum eter, etil asetat, n-butanol,
dan etanol 96%. Pengujian penghambatan aktivitas xantin oksidase dilakukan
dengan metode spektrofotometri. Berdasarkan uji penghambatan aktivitas xantin
oksidase, semua ekstrak dapat menghambat aktivitas xantin oksidase dengan nilai
IC50 1,71 g/mL pada ekstrak n-butanol; IC50 2,38 g/mL pada ekstrak etil asetat;
IC50 4,64 g/mL pada ekstrak etanol; dan IC50 9,52 g/mL pada ekstrak
petroleum eter. Pada plot Lineweaver-Burk menunjukkan jenis penghambatan
enzim pada ekstrak n-butanol adalah kompetitif. Hasil uji identifikasi kimia pada
ekstrak daun sidaguri menunjukkan adanya alkaloid, glikosida, flavonoida, dan
terpen.

Kata kunci :Sidaguri (Sida rhombifolia L.), asam urat, gout,


xantin oksidase.
xiv + 78 halaman : 22 gambar; 14 tabel; 9 lampiran
Daftar referensi : 46 (1961-2011)

viii

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


ABSTRACT

Name : Siti Marwah Lestari


Study Program : Extension Pharmacy
Title : Inhibition of Sidaguri Leaf Extract (Sida rhombifolia L.)
against Xanthine Oxidase Activity and Identification of
Chemical Constituents in Active Fraction
The xanthine oxidase catalyses the oxidation of hypoxanthine to xanthine and
then to uric acid. Increasing uric acid levels have related to gout. Gout is a
metabolic disorder in the catabolism of purines. One of the herbs that has been
reported to have effect on gout and as an anti-inflammatory is sidaguri (Sida
rhombifolia L.). The purpose of this study was to test the ability of leaf Sidaguri
in inhibiting xanthine oxidase activity and identification of chemical constituents.
The sample was macerated respectively with petroleum ether, ethyl acetate, n-
buthanol, and 96% ethanol. Inhibition of xanthine oxidase activity test carried out
by spectrophotometric methods. Based on xanthine oxidase inhibitory activity
test, all the plant extracts were active in inhibiting xanthine oxidase with IC50
value of 1,71 g/mL on n-buthanol extract; IC50 value of 2,38 g/mL on ethil
acetat; IC50 value of 4,64 g/mL on 96% ethanol; and IC50 value of 9,52 g/mL
on petroleum ether extract. The Lineweaver-Burk plots showed that the type of n-
buthanol extract was a competitive inhibition. The results of chemical
identification on a sidaguri leaf extract contain alkaloids, glycoside, flavonoids,
and terpenes.

Key Words : Sidaguri (Sida rhombifolia L.), uric acid, gout, xanthin
oxidase.
xiv + 78 pages : 22 figures; 14 tables; 9 appendices
Bibliography : 46 (1961-2011 )

ix

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL.. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS...................... iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.. vii
ABSTRAK.. viii
ABSTRACT ix
DAFTAR ISI... x
DAFTAR GAMBAR.. xii
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv

BAB I. PENDAHULUAN. 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. 4


2.1 Sidaguri (Sida rhombifolia L.)... 4
2.2 Uraian Tanaman.. 4
2.3 Penyakit Asam Urat (Penyakit Gout).. 5
2.4 Enzim.. 6
2.5 Xantin Oksidase... 13
2.6 Agen Penghambat Xantin Oksidase. 14
2.7 Simplisia.. 15
2.8 Ekstraksi.. 16
2.9 Idntifikasi Golongan Senyawa. 17
2.10 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)... 20

BAB 3. METODE PENELITIAN 21


3.1 Tempat dan Waktu.. 21
3.2 Bahan Uji.... 21
3.3 Bahan Kimia 21
3.3 Alat.. 21
3.4 Prosedur Kerja. 22

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 36


4.1 Ekstraksi Simplisia.. 36
4.2 Uji Pendahuluan.. 36
4.3 Uji Penghambatan Aktivitas Xantin Oksidase. 39

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


4.4 Kinetika Penghambatan Enzim 41
4.5 Identifikasi Kandungan Kimia. 43
4.6 Kromatografi Lapis Tipis. 44

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 46


5.1 Kesimpulan.. 46
5.2 Saran 46

DAFTAR ACUAN 47

xi

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.4.2.1 Pengaruh Konsentrasi Substrat pada Kecepatan Reaksi yang
Dikatalisis Enzim...... 7
Gambar 2.4.2.2 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Enzim.... 8
Gambar 2.4.3.2 Grafik Persamaan Lineweaver-Burk..... 10
Gambar 2.4.3.3(1) Grafik Lineweaver-Burk Plot untuk Penghambat Kompetitif.............. 12
Gambar 2.4.3.3(2) Grafik Lineweaver-Burk Plot untuk Penghambat
Nonkompetitif...... 13
Gambar 2.5 Pembentukan Asam Urat dari Nukleosida Purin Lewat Basa Purin
Hipoxantin dan Guanin. 14
Gambar 2.6 Struktur Kimia Alopurinol.... 15
Gambar 4.2 Aktivitas Enzim pada Berbagai Konsentrasi Substrat.. 38
Gambar 4.4 Plot Lineweaver-Burk Ekstrak Butanol Daun Sidaguri Konsentrasi
0,5 g/ml dengan Konsentrasi Substrat Xantin 0,25 mM; 0,2 mM;
0,15 mM; 0,1 mM, dan 0,05 mM 42
Gambar 4.5 Tanaman Sidaguri (Sida rhombifolia L.).. 53
Gambar 4.6 Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.) 53
Gambar 4.7 Spektrofotometer UV-Vis (PG Instruments Ltd)............. 54
Gambar 4.8 Identifikasi Alkaloid pada Kontrol Positif Chinae Cortex dan pada
Ekstrak n-Butanol, serta Ekstrak Etanol 96% Daun Sidaguri.. 54
Gambar 4.9 Reaksi Molish pada Identifikasi Glikosida... 55
Gambar 4.10 Identifikasi Flavonoida pada REaksi Menggunakan Serbuk Seng dan
Serbuk Magnesium... 55
Gambar 4.11 Identifikasi Terpen dengan Menggunakan Reaksi Liebermann-
Burchard... 56
Gambar 4.12 Identifikasi Tanin pada Kontrol Positif Daun Teh dan Ekstrak
Etanol 96%............................................................................ 56
Gambar 4.13 Kontrol Positif Rhei Radix pada Identifikasi Antrakuinon.. 57
Gambar 4.14 Kontrol Positif Liquiritae Radix pada Identifikasi Saponin. 57
Gambar 5.1 Kromatogram Terpen pada Ekstrak Butanol dengan Eluen
Kloroform : Metanol (8:3).... 58
Gambar 5.2 Kromatogram Alkaloid pada Ekstrak Butanol dengan Eluen
Kloroform : Metanol (8:3).... 59
Gambar 5.3 Kromatogram Flavonoid pada Ekstrak Butanol dengan Eluen
Kloroform : Metanol (8:4).... 60

xii

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 3.5.4.6 Prosedur Uji Penghambatan Aktivitas Xantin Oksidase pada Semua
Ekstrak Daun Sidaguri (sebagai Sampel) dan pada Pembanding
Alopurinol.. 30
Tabel 3.5.5.4 Prosedur Uji Kinetika Penghambatan Enzim pada Ekstrak n-Butanol
(sebagai Inhibitor) dan Tanpa Penambahan Ekstrak n-Butanol
(Tanpa Inhibitor).. 32
Tabel 4.1 (1) Susut Pengeringan... 62
Tabel 4.1 (2) Rendemen Ekstrak... 62
Tabel 4.2 (1) Hasil Optimasi Suhu....... 63
Tabel 4.2 (2) Hasil Optimasi pH... 63
Tabel 4.2 (3) Hasil Optimasi Konsentrasi Substrat... 64
Tabel 4.3 (1) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Alopurinol (Sebagai
Pembanding)... 64
Tabel 4.3 (2) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Petroleum Eter Daun 65
Sidaguri.......
Tabel 4.3 (3) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Etil Asetat Daun
Sidaguri....... 66
Tabel 4.3 (4) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Butanol Daun
Sidaguri....... 67
Tabel 4.3 (5) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Etanol 96% Daun
Sidaguri....... 68
Tabel 4.4 Hasil Uji Kinetika Penghambatan Enzim 69
Tabel 4.5 Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak Tanaman.. 70

xiii

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Skema Kerja..... 72
Lampiran 2 Pembuatan Larutan Uji.... 73
Lampiran 3 Pembuatan Larutan Alopurinol.... 74
Lampiran 4 Perhitungan Xantin Oksidase.. 75
Lampiran 5 Pembuatan Larutan xantin Oksidase... 75
Lampiran 6 Perhitungan Substrat Xantin.... 76
Lampiran 7 Pembuatan Larutan Substrat Xantin..... 76
Lampiran 8 Hasil Identifikasi/Determinasi Tanaman.. 77
Lampiran 9 Sertifikat Alopurinol 78

xiv

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nukleosida purin yang utama, yaitu adenosin dan guanin dapat diubah
menjadi produk akhir asam urat yang diekskresikan keluar. Pada reaksi tersebut
terjadi reaksi pembentukan xantin dari hipoxantin yang dikatalisis oleh xantin
oksidase. Selanjutnya xantin teroksidasi menjadi asam urat dalam reaksi kedua
yang dikatalisasi oleh xantin oksidase (Murray et al., 2003). Jadi xantin oksidase
(XO) mengkatalisis reaksi hipoxantin dan xantin menjadi asam urat (Pacher;
Nivorozhkin; dan Szabo, 2006).
Peningkatan produksi asam urat dapat menyebabkan terjadinya serangan
gout pada orang yang mempunyai kelainan bawaan dalam metabolisme purin
(Price dan Wilson, 2005).
Dewasa ini, obat modern yang digunakan untuk pengobatan penyakit gout
adalah alopurinol (Connor, 2009). Obat ini bereaksi pada xantin oksidase dan
bertindak sebagai substrat analog yang bereaksi sebagai inhibitor kompetitif bagi
enzim (Astari, 2008). Obat ini merupakan pengobatan jalur utama untuk penyakit
gout (Pacher; Nivorozhkin; dan Szabo, 2006). Walaupun alopurinol merupakan
obat yang efektif untuk mengobati penyakit gout, tetapi tidak dapat dihindari
bahwa obat ini memiliki beberapa efek samping yang merugikan, yaitu reaksi
kulit (kulit menjadi kemerahan), reaksi alergi, gangguan saluran cerna, depresi
sumsum tulang, anemia aplastik, trombositopenia, agranulositosis, dan retinopati
(Ganiswarna, 1995). Oleh karena itu, dicari senyawa yang memiliki
penghambatan terhadap aktivitas xantin oksidase dan memberikan efek samping
yang rendah yang berasal dari tumbuhan.
Salah satu tumbuhan obat tersebut adalah tanaman Sidaguri
(Sida rhombifolia L.) yang telah banyak digunakan secara tradisional untuk
mengatasi berbagai penyakit dan telah dilaporkan mempunyai efek terhadap
penyakit gout dan sebagai anti-inflamasi (Iswantini; Darusman; dan Hidayat,
2009).

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


2

Pada penelitian sebelumnya dilaporkan bahwa flavonoida dari ekstrak


metanol-air (9:1) herba Sida rhombifolia L. menunjukkan penghambatan aktivitas
xantin oksidase yang dilakukan secara in vitro, yaitu sampai 55% dan dapat
menurunkan kadar asam urat (Iswantini; Darusman; dan Hidayat, 2009). Ekstrak
etanol 80% akar sidaguri (Sida rhombifolia L.) berpotensi menghambat aktivitas
xantin oksidase dengan persentase penghambatan 33,42% (Laurens, 2010),
sedangkan penelitian terhadap ekstrak daun sidaguri (Sida rhombifolia L.) masih
terbatas, sehingga peneliti ingin mengetahui efek penghambatan daun
Sida rhombifolia L. terhadap aktivitas xantin oksidase.
Pada penelitian ini akan dilakukan uji penghambatan aktivitas xantin
oksidase pada beberapa ekstrak daun sidaguri dan identifikasi kandungan senyawa
pada fraksi yang aktif. Uji penghambatan aktivitas xantin oksidase dilakukan
secara spektrofotometri (Owen dan Johns, 1999). Pembanding yang akan
digunakan adalah Alopurinol. Reaksi penghambatan enzimatik tersebut diukur
serapannya pada panjang gelombang 290 nm. Nilai penghambatan ditetapkan
dengan menggunakan nilai IC50, yaitu konsentrasi yang dapat menghambat 50%
aktivitas xantin oksidase dalam kondisi pengujian (Umamaheswari et al., 2007).
Identifikasi kandungan senyawa dilakukan untuk memeriksa kandungan kimia
secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung di dalam
daun Sida rhombifolia L. yang mungkin berperan dalam kemampuan yang
ditunjukkan oleh beberapa ekstrak daun Sida rhombifolia L. tersebut (Harborne,
1987).

1.2 Perumusan Masalah


Alopurinol merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan penyakit
gout, tetapi obat ini memiliki beberapa efek samping yang merugikan, sehingga
dicari suatu senyawa yang memiliki kerja yang mirip/sama dengan alopurinol
yang berasal dari tumbuhan dan diharapkan memberikan efek samping yang
rendah. Salah satunya adalah tanaman sidaguri (Sida rhombifolia L.). Pada
penelitian terdahulu dilaporkan bahwa flavonoida dari ekstrak metanol-air (9:1)
herba dan ekstrak etanol 80% akar Sida rhombifolia L. dapat menghambat
aktivitas xantin oksidase, sedangkan penelitian pada ekstrak daun

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


3

Sida rhombifolia L. masih terbatas, sehingga peneliti ingin mengetahui efek


penghambatan beberapa ekstrak daun sidaguri terhadap aktivitas xantin oksidase
dan dilakukan identifikasi kandungan senyawa pada ekstrak tersebut untuk
melihat golongan senyawa yang berperan dalam penghambatan aktivitas xantin
oksidase.

1.3 Tujuan Penelitian


1.1.1 Untuk menguji penghambatan beberapa ekstrak daun sidaguri terhadap
akitivitas xantin oksidase.
1.1.2 Untuk mengidentifikasi golongan senyawa dari beberapa ekstrak daun
sidaguri pada fraksi yang aktif.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Menambah data bahan alam yang memiliki potensi sebagai anti-gout.
b. Diperolehnya pengetahuan mengenai kemampuan penghambatan beberapa
ekstrak daun sidaguri terhadap aktivitas xantin oksidase.
c. Diperoleh informasi mengenai golongan senyawa yang terkandung didalam
beberapa ekstrak daun sidaguri.
d. Sebagai salah satu referensi/perbandingan dalam penelitian lebih lanjut.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sidaguri (Sida rhombifolia L.)


2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Kerajaan : Plantae
Subkerajaan : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Subkelas : Dilleniidae
Bangsa : Malvales
Suku : Malvaceae
Marga : Sida
Jenis : Sida rhombifolia L.
[Sumber : Jones, 1987; Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991; Tjitrosoopomo, 1991]

2.2 Uraian Tanaman


2.2.1 Morfologi
Sidaguri tumbuh liar di tepi jalan, halaman berumput, hutan, ladang, dan
tempat-tempat dengan sinar matahari cerah atau sedikit terlindung. Tanaman ini
tersebar pada daerah tropis di seluruh dunia dari dataran rendah sampai 1.450
meter di atas permukaan laut. Perdu tegak bercabang ini tingginya dapat mencapai
2 meter dengan cabang kecil berambut rapat. Daun tunggal; letak berseling;
bentuknya bulat telur atau lanset; tepi bergerigi; ujung runcing; pertulangan
menyirip; bagian bawah berambut pendek warnanya abu-abu; panjang 1,5-4 cm;
dan lebar 11,5 cm. Bunga tunggal berwarna kuning cerah yang keluar dari
ketiak daun, mekar sekitar pukul 12 siang dan layu sekitar tiga jam
kemudian. Buah dengan 810 kendaga, diameter 67 mm (Dalimartha, 2003).
Bentuk daun bagian ujung membundar dan panjang, bawah daun meruncing, tepi

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


5

daun tidak rata (bergerigi), daun umumnya berbentuk jajaran genjang, bagian
bawah hijau pucat atau hijau abu-abu, ibu tulang daun membagi daun menjadi
sama besar, anak tulang daun pertama mancapai tulang daun, pada bagian atas
daun, tulang daun tampak seperti alur, sedangkan pada bagian bawah daun anak
tulang daun menonjol keluar (Depkes RI, 1995).

2.2.2 Nama Daerah dan Sinonim


2.2.2.1 Nama Daerah
Sumatera : Saliguri (Minangkabau), Sidaguri (Melayu). Jawa : Sidaguri
(Jawa Tengah), Sidagori (Sunda), Taghuri (Madura). Nusa Tenggara : Katundu
(Sumba). Maluku : Hutu gamo (Halmahera), Digo (Ternate).
[Sumber : Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991]

2.2.2.2 Sinonim
S. ainifolia Lour., S. phillippica DC., S. retusa L., S. semicrenata Link.,
dan S. spinosa L.
[Sumber : van Valkenburg dan Bunyapraphatsara, 2002; Dalimartha, 2003]

2.2.3 Bagian Tanaman yang Digunakan


Bagian yang digunakan sebagai obat adalah akar, daun dan bunga. Seluruh
tumbuhan di atas tanah (herba) dan akar dapat digunakan sebagai obat. Bisa
digunakan segar atau yang telah dikeringkan (Dalimartha, 2003).

2.2.4 Kandungan Kimia Daun Sida rhombifolia L.


Daun Sida rhombifolia L. mengandung flavonoid, alkaloida,
leukoantosianidin, dan steroid/triterpenoid (Depkes RI, 1995).

2.3 Penyakit Asam Urat (Penyakit Gout)


Gout berasal dari Bahasa Latin yaitu gutta, yang berarti tetesan. Menurut
kepercayaan bahwa racun menetes ke dalam tulang sendi dan menyebabkan gout.
Pada tahun 1848, Sir Alfred Garrod menghubungkan gout dengan hiperurisemia
(Pande, 2006). McCarty dan Hollander (1961) mengidentifikasi krisal mono-

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


6

natrium urat monohidrat dalam cairan sinovial pada pasien yang memiliki
penyakit gout akut. Gout merupakan istilah yang dipakai untuk sekelompok
gangguan metabolik yang ditandai oleh meningkatnya konsentrasi asam urat
(hiperurisemia). Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer
merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau
akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena
pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang
akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu. Apabila terbentuk
kristal-kristal mono-natrium urat monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan
sekitarnya, maka akan mengakibatkan reaksi peradangan yang jika berlanjut akan
menimbulkan nyeri hebat yang sering menyertai serangan gout. Jika tidak diobati,
endapan kristal akan menyebabkan kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan
lunak (Price dan Wilson, 2005). Ekskresi netto keseluruhan asam urat pada
manusia yang normal berkisar rata-rata 400-600 mg/24 jam (Murray et al., 2003).

2.4 Enzim
2.4.1 Definisi enzim, tempat aktif (active site), dan inhibitor
Enzim adalah protein yang mengkatalisis reaksi-reaksi biokimia (Kuchel
dan Ralston, 2006). Enzim adalah katalisis protein yang meningkatkan kecepatan
reaksi kimia (Champe; Harvey; dan Ferrier, 2005). Enzim berikatan dengan
substrat dan mengarahkannya dengan tepat untuk bereaksi. Enzim kemudian
berpartisipasi dalam membentuk dan menguraikan ikatan yang diperlukan untuk
membuat produk, membebaskan produk, dan mengembalikan produk ke keadaan
semula setelah reaksi selesai (Marks dan Smith, 2000). Substrat adalah suatu
molekul atau struktur yang transformasinya dikatalisis oleh enzim (Smith, et al.,
2000).
Tempat aktif (active site) adalah molekul enzim yang memiliki kantung
khusus atau celah. Tempat aktif terdiri dari rantai samping asam amino yang
membentuk permukaan tiga dimensi dan sesuai dengan substrat. Apabila tempat
aktif berikatan dengan substrat, akan membentuk kompleks enzim-substrat (ES).
ES diubah menjadi enzim-produk (EP) yang kemudian terpecah menjadi enzim
dan produk (Champe; Harvey; dan Ferrier, 2005).

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


7

Inhibitor adalah senyawa yang menurunkan kecepatan reaksi enzimatik


(Marks dan Smith, 2000).

2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi enzim


2.4.2.1 Konsentrasi substrat
Laju atau kecepatan reaksi (V) adalah jumlah molekul substrat yang
diubah menjadi produk per unit waktu (Champe; Harvey; dan Ferrier, 2005). Jadi,
kecepatan semua enzim bergantung pada konsentrasi substrat (Marks dan Smith,
2000). Kecepatan biasanya dinyatakan sebagai mol produk yang terbentuk per
menit. Laju reaksi enzim yang dikatalisis meningkat oleh konsentrasi substrat
selama kecepatan maksimal (Vmaks) tercapai (Champe; Harvey; dan Ferrier, 2005).
Jika konsentrasi substrat meningkat sementara semua kondisi lainnya
dipertahankan tetap tak berubah (konstan), percepatan awal yang terukur, maka
nilai Vi (percepatan yang diukur kalau substrat yang sudah bereaksi jumlahnya
sedikit sekali) akan meningkat hingga mencapai nilai maksimum (Vmaks) dan tidak
berlanjut. Percepatan reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat
hingga mencapai suatu keadaan di mana enzim tersebut dikatakan sudah jenuh
oleh substrat. Percepatan awal yang terukur selanjutnya akan meningkatkan
konsentrasi substrat, karena substrat terdapat dalam jumlah molar yang berlebihan
sehingga melampaui jumlah molar enzim (Murray et al., 2003).

Km

Gambar 2.4.2.1 Pengaruh konsentrasi substrat pada kecepatan reaksi yang


dikatalisis enzim
[Sumber : Murray et al., 2003]

2.4.2.2 Suhu

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


8

Kecepatan reaksi mula-mula meningkat dengan kenaikan suhu dan


peningkatan kecepatan reaksi ini disebabkan oleh peningkatan energi kinetik pada
molekul-molekul yang bereaksi (Murray et al., 2003). Suhu di atas 35C atau 40C
akan menyebabkan sebagian besar enzim tumbuhan terdenaturasi sangat cepat,
sehingga pada suhu tinggi tidak ada katalis yang efektif untuk menurunkan energi
pengaktifan, dan tidak tersedia cukup molekul substrat yang mempunyai energi
memadai untuk bereaksi tanpa katalis (Salisbury dan Ross, 1995).
Suhu optimal bergantung pada lamanya pengukuran kadar untuk
menentukannya, yaitu semakin lama suatu enzim dipertahankan pada suhu di
mana strukturnya tidak begitu stabil, semakin besar kemungkinan enzim tersebut
mengalami denaturasi (Murray et al., 2003).

Gambar 2.4.2.2 Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim


[Sumber : Murray et al., 2003]

2.4.2.3 pH
Kalau aktivitas enzim diukur pada beberapa nilai pH, maka aktivitas
optimal secara khas terlihat di antara nilai-nilai pH 5 dan 9. Bentuk kurva
aktivitas-pH ditentukan oleh : denaturasi enzim pada pH yang tinggi atau rendah
dan perubahan status bermuatan pada enzim dan atau substrat. Pada enzim, pH
dapat mempengaruhi aktivitas melalui perubahan struktur atau pengubahan
muatan pada residu yang berfungsi dalam pengikatan substrat atau katalisis. Nilai
pH yang ekstrim akan menurunkan konsentrasi efektif enzim dan substrat,
sehingga dapat menurunkan percepatan reaksi (Murray et al., 2003).

2.4.3 Kinetika enzim


2.4.3.1 Persamaan Michaelis-Menten

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


9

Persamaan Michaelis-Menten menghubungkan kecepatan awal reaksi yang


dikatalisis enzim (Vi), dengan konsentrasi substrat (S), dan dua tolok ukur (Km
dan Vmaks). Vmaks adalah kecepatan reaksi yang diekstrapolasikan ke konsentrasi
substrat tak terhingga dan Km adalah konsentrasi substrat sewaktu kecepatan awal
setara dengan separuh Vmaks. Jika [S] diplotkan dalam grafik terhadap Vi, maka
kurva saturasinya akan berbentuk sigmoid (Murray et al., 2003). Pada model
kinetika enzim Michaelis-Menten, kecepatan reaksi sebanding dengan konsentrasi
kompleks enzim-substrat. Model ini berlaku bagi reaksi yang paling sederhana,
pengubahan substrat tunggal menjadi produk tunggal (Marks dan Smith, 2000).

V [S]
V =
K + [S]
(2.1)

Persamaan Michaelis-Menten dapat ditransformasi secara aljabar menjadi


bentuk lain yang lebih bermanfaat di dalam pemetaan data percobaan. Suatu
transformasi yang umum dilakukan diturunkan secara sederhana dengan membuat
kebalikan dai kedua sisi persamaan Michaelis-Menten, yaitu

1 K + [S]
=
V V [S]
(2.2)

Keterangan : Vi = kecepatan reaksi awal; V maks = kecepatan maksimal; [S] = konsentrasi substrat
(molaritas atau mol per liter); dan K m = tetapan Michaelis-Menten (molaritas
atau mol per liter)

2.4.3.2 Transformasi Lineweaver-Burk


Km dan Vmaks untuk suatu enzim dapat ditentukan secara visual dari
gambar grafik 1/V terhadap 1/S yang disebut gambar grafik Lineweaver-Burk
atau gambar grafik timbal balik ganda (double reciprocal plot). Pembalikan kedua
sisi persamaan Michaelis-Menten menghasilkan suatu persamaan yang memiliki
bentuk garis lurus, y = mx + b. Km dan Vmaks masing-masing dapat ditentukan dari
garis potong pada absis dan ordinat (Marks dan Smith, 2000). Perlakuan double
reciprocal plot, memerlukan relatif beberapa titik untuk menyatakan Km dan

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


10

merupakan metode yang paling sering digunakan untuk menentukan Km (Murray


et al., 2003).
Persamaan Lineweaver-Burk dapat dijelaskan dengan rumus berikut
(Murray et al., 2003) :

1 K 1 1
= +
V V [S] V
(2.3)
Keterangan : Vi = kecepatan reaksi awal; V maks = kecepatan maksimal; [S] = konsentrasi substrat
(molaritas atau mol per liter); dan K m = tetapan Michaelis-Menten (molaritas
atau mol per liter)

Satuan untuk kecepatan reaksi (Vi) dapat dinyatakan dalam satuan (unit)
apa pun karena Km tidak bergantung pada konsentrasi enzim.
Persamaan di atas merupakan persamaan untuk garis lurus y = a x + b,
dimana y = 1/Vi dan x = 1/[S]. Jika y atau 1/Vi diplotkan dalam grafik yang
menunjukkan x atau 1/[S], maka titik potong y, yaitu b, adalah 1/Vmaks, dan garis
potong a, adalah Km/Vmaks. Titik potong negatif x dapat dievaluasi dengan
mengatur agar y = 0. Jadi persamaannya :

b 1
x= =
a K (2.4)

Persamaan 2.1 dapat ditunjukkan dengan grafik berikut:

Gambar 2.4.3.2 Grafik persamaan Lineweaver-Burk


[Sumber : Murray et al., 2003]
Km dapat diperkirakan dari plot Lineweaver-Burk dengan menggunakan
garis miring dan titik potong y atau titik potong negatif x (Murray et al., 2003).

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


11

2.4.3.3 Penghambatan aktivitas enzim


a. Inhibitor ireversibel
Inhibitor ireversibel membentuk ikatan kovalen atau ikatan yang sangat
erat dengan gugus fungsional di tempat aktif. Gugus fungsional ini menjadi aktif
apabila berinteraksi dengan residu asam amino pada enzim dan jauh lebih mudah
membentuk ikatan kovalen ireversibel dengan obat atau toksin daripada dengan
rantai asam amino di bagian lain enzim. Ikatan kovalen yang terbentuk akan
terurai dengan sangat lambat sehingga pada dasarnya penghambatan tersebut
bersifat ireversibel dan aktivitas hanya dapat pulih melalui sintesis enzim baru
(Marks dan Smith, 2000).

b. Inhibitor reversibel
Inhibitor reversibel yang berikatan dengan tempat aktif enzim dapat
bersifat kompetitif, nonkompetitif, atau uncompetitive dalam kaitannya dengan
substrat reaksi.
Inhibitor kompetitif berkompetisi dengan substrat untuk menempati
tempat pengikatan substrat, dan berikatan dengan bentuk enzim yang sama
dengan yang dilakukan substrat. Inhibitor ini biasanya adalah analog struktural
yang erat dari substrat yang disaingi. Peningkatan konsentrasi substrat dapat
mengatasi inhibisi kompetitif sewaktu konsentrasi substrat ditingkatkan ke kadar
yang cukup tinggi, tempat pengikatan substrat ditempati oleh substrat dan tidak
ada molekul inhibitor yang dapat terikat. Oleh karena itu, inhibitor kompetitif
meningkatkan Km enzim, tetapi tidak Vmaks (Marks dan Smith, 2000).

Penghambatan kompetitif dapat ditunjukkan dengan grafik berikut.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


12

Gambar 2.4.3.3 (1) Grafik Lineweaver-Burk plot untuk inhibitor kompetitif


[Sumber : Murray et al., 2003]

Pada konsentrasi inhibitor (I) yang tetap, ditambahkan lebih banyak


substrat (S), penambahan ini akan meningkatkan probabilitas bahwa enzim akan
lebih banyak berikatan dengan S ketimbang dengan I. Rasio enzim-substrat
terhadap enzim-inhibitor dan juga kecepatan reaksi akan naik. Pada konsentrasi S
yang cukup tinggi, konsentrasi enzim-inhibitor seharusnya berkurang dan menjadi
kecil. Jika demikian, kecepatan reaksi yang dikatalisis akan sama seperti keadaan
tanpa adanya I (Murray et al., 2003).
Inhibisi nonkompetitif dalam kaitannya dengan substrat terjadi apabila
inhibitor tidak bersaing dengan substrat untuk menempati tempat pengikatan yang
sama pada enzim. Inhibitor dapat berikatan dengan enzim dengan atau tanpa
keberadaan substrat, dan peningkatan konsentrasi substrat tidak dapat mencegah
pengikatan inhibitor. Inhibitor mengakibatkan penurunan konsentrasi enzim aktif.
Inhibitor nonkompetitif akan selalu mengubah Vmaks enzim, dan dapat mengubah
Km melalui pengikatan dengan afinitas berbeda dengan bentuk enzim yang
berbeda pula (Marks dan Smith, 2000).
Penghambatan nonkompetitif dapat ditunjukkan dengan grafik berikut.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


13

Gambar 2.4.3.3 (2) Grafik Lineweaver-Burk plot untuk inhibitor nonkompetitif


[Sumber : Murray et al., 2003]

Inhibitor nonkompetitif yang reversibel menurunkan percepatan reaksi


maksimal yang diperoleh pada pemberian sejumlah tertentu enzim (Vmaks yang
lebih rendah) tetapi biasanya tidak mempengaruhi Km (Marks dan Smith, 2000).
Inhibitor uncompetitive hanya berikatan dengan kompleks enzim-substrat.
Inhibitor uncompetitive menurunkan Km dan Vmaks (Marks dan Smith, 2000).
Menurunnya nilai Km disebabkan oleh besarnya afinitas enzim terhadap substrat,
sedangkan menurunnya nilai Vmaks disebabkan oleh adanya inhibitor yang
berikatan dengan kompleks enzim-substrat, sehingga kecepatan reaksi enzim
berkurang (McPherson dan Pincus, 2007).
Inhibisi nonkompetitif hampir mirip dengan inhibisi campuran. Pada
inhibisi campuran, nilai Km meningkat dan Vmaks menurun (Campbell dan Farrell,
2009).

2.5 Xantin Oksidase


Xantin oksidase merupakan katalis oksidasi hipoxantin dan xantin menjadi
asam urat, yang memainkan peran penting pada penyakit gout (Kong et al., 2000).
Reaksinya sebagai berikut :

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


14

Gambar 2.5 Pembentukan asam urat dari nukleosida purin lewat basa purin
hipoxantin dan guanin
[Sumber : Murray et al., 2003]

Pada mamalia yang bukan primata yang lebih tinggi, enzim urikase akan
memecah asam urat dengan membentuk produk akhir alantonin yang bersifat
sangat larut dalam air, sedangkan pada manusia dikarenakan manusia kurang
mengandung enzim urikase, maka produk akhir katabolisme purin pada manusia
adalah asam urat (Murray et al., 2003).

2.6 Agen Penghambat Xantin Oksidase


Penghambat xantin oksidase adalah salah satu golongan obat anti-gout.
Salah satu obat yang termasuk golongan ini adalah alopurinol. Alopurinol berupa
serbuk halus berwarna putih hingga hampir putih dan berbau lemak dengan berat

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


15

molekul 136.11, serta bersifat sangat sukar larut dalam air dan etanol; larut dalam
larutan kalium dan natrium hidroksida; praktis tidak larut dalam kloroform dan
dalam eter. Rumus empiriknya adalah C5H4N4O (Depkes RI, 1995). Struktur
kimianya :

Gambar 2.6 Struktur kimia Alopurinol


[Sumber : Sweetman, 2009)

Alopurinol bertindak menjadi substrat analog yang bereaksi sebagai


inhibitor kompetitif bagi enzim. Obat ini bereaksi pada xantin oksidase, yaitu
enzim yang mengkatalisis degradasi hipoxantin menjadi xantin dan selanjutnya
menjadi asam urat. Penghambatan kerja xantin oksidase menyebabkan degradasi
hipoxantin berkurang dan konsentrasi asam urat yang dihasilkan juga ikut
berkurang (Astari, 2008).
Alopurinol memiliki efek samping yang merugikan, yaitu pada sistem SSP
menyebabkan kantuk; pada sistem dermatologi menyebabkan ruam dan urtikaria;
pada sistem gastro intestinal menyebabkan mual, muntah, diare, dan hepatitis;
pada sistem hematologi menyebabkan anemia aplastik, trombositopenia,
agranulositosis; dan pada ginjal dapat menyebabkan gagal ginjal; selain itu juga
dapat terjadi reaksi hipersensitifitas (Ganiswara, 1995; Deglin, 2004).

2.7 Simplisia
Menurut Materia Medika Indonesia, simplisia adalah bahan alamiah yang
dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun, dan
kecuali dinyatakan lain, berupa bahan alam yang dikeringkan. Simplisia yang
digunakan dalam penelitian ini adalah berupa simplisia nabati, yaitu simplisia
yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman tertentu, atau eksudat tanaman.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


16

Eksudat tanaman ialah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel
yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat
kimia murni. Simplisia nabati harus bebas dari serangga, fragmen hewan, atau
kotoran hewan; tidak boleh menyimpang bau dan warnanya; tidak boleh
mengandung lendir dan cendawan, atau menunjukkan tanda-tanda pengotoran
lain; tidak boleh mengandung bahan lain yang beracun atau berbahaya. Jika dalam
beberapa hal khusus ada sedikit penyimpangan dari beberapa ketentuan mengenai
morfologik dan mikroskopik yang tertera dalam Materia Medika Indonesia,
sedangkan semua persyaratan lain dipenuhi, maka simplisia yang bersangkutan
dapat dianggap memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia (Depkes RI,
1995).

2.8 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan proses pemisahan bahan dari campurannya dengan
menggunakan pelarut. Jadi, ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan cara
ekstraksi tanaman obat dengan ukuran partikel tertentu dan menggunakan medium
pengekstraksi (menstrum) yang tertentu pula (Agoes, 2007).
Terdapat beberapa metode ekstraksi dengan pelarut cair, antara lain cara
dingin yaitu maserasi dan perkolasi, serta cara panas yaitu refluks, sokletasi,
digesti, infus, dekok. Berikut adalah penjelasan singkat beberapa metode ekstraksi
(Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).
2.8.1 Cara Dingin
Ekstraksi cara dingin meliputi maserasi dan perkolasi. Maserasi adalah
proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali
pengocokon atau pengadukan pada temperatur ruangan (suhu kamar). Secara
teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada
keseimbangan. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. Sedangkan,
perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


17

sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).

2.8.2 Cara Panas


Ekstraksi cara panas meliputi refluks, soxhlet, digesti, infus, dan dekok.
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Dirjen
Pengawasan Obat dan Makanan, 2000).
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah
maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi
dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50C. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98C)
selama waktu tertentu (15-20 menit). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih
lama dan temperatur sampai titik didih air. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi
dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan hampir semua metabolit
sekunder yang terkandung. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
pemilihan pelarut di antaranya adalah selektivitas, kemudahan bekerja, ekonomis,
ramah lingkungan, serta keamanan (Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan,
2000).

2.9 Identifikasi Golongan Senyawa


2.9.1 Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik
(Harborne, 1987). Nitrogen itu sering bertindak sebagai basa (menerima ion
hidrogen), sehingga banyak alkaloid yang bersifat agak basa (Salisbury dan Ross,
1995). Alkaloid kebanyakan berbentuk kristal, tetapi hanya sedikit yang berupa

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


18

cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar (Harborne, 1987) dan bersifat agak
larut dalam air (Salisbury dan Ross, 1995).

2.9.2 Glikosida
Glikosida adalah senyawa organik hemiasetal yang biasanya berhubungan
dengan anomer karbon dari gula (glikon) dengan alkohol atau fenol hidroksil dari
molekul bukan gula (aglikon) (Farnsworth, 1966).

2.9.3 Saponin
Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun,
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah (Harborne, 1987).

2.9.4 Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa turunan 1,3-difenilpropan yang umumnya
tersebar di seluruh dunia tumbuhan. Kerangka dasar flavonoid biasanya diubah
sedemikian rupa, sehingga terdapat lebih banyak ikatan rangkap yang
menyebabkan senyawa itu menyerap cahaya tampak dan membuatnya menjadi
berwarna (Salisbury dan Ross, 1995). Flavonoid terutama berupa senyawa yang
larut dalam air. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah
bila ditambah basa atau ammonia, sehingga mudah dideteksi pada kromatogram
atau dalam larutan. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan
karena itu menunjukkan pita serapan pada daerah spektrum UV dan spektrum
tampak (Harborne, 1987).

2.9.5 Tanin
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin dapat bereaksi dengan protein
membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Secara kimia terdapat dua
jenis utama tanin, yaitu tanin terkondensasi (flavolan) dan tanin terhidrolisis
(Harborne, 1987). Tanin terhidrolisis memberikan warna biru-hitam dengan

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


19

penambahan larutan besi (III) klorida, sedangkan tanin terkondensasi memberikan


warna hijau-coklat dengan penambahan larutan besi (III) klorida (Rangari, 2007).

2.9.6 Kuinon/Antrakuinon
Kuinon adalah senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti
kromofor pada benzokuinon yang terdiri atas dua gugus karbonil yang
berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Untuk tujuan identifikasi,
kuinon dapat dipilah menjadi empat kelompok : benzokuinon, naftokuinon,
antrakuinon, dan kuinon isoprenoid (Harborne, 1987). Antrakuinon adalah
senyawa kuinon yang paling banyak muncul di alam (Farnsworth, 1966).

2.9.7 Terpen
Semua terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2 =C(CH3) CH =CH2
dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5.
Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat di dalam
sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringann tumbuhan
dengan memakai eter minyak bumi, eter atau kloroform, dan dapat dipisahkan
secara kromatografi pada silica gel atau alumina memakai pelarut di atas
(Harborne, 1987).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualena. Triterpenoid berupa senyawa tanwarna, dan berbentuk kristal
(Harborne, 1987).
Sterol adalah triterpena yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenantrena (Harborne, 1987).
Uji yang banyak digunakan adalah reaksi Lieberman-Burchard (anhidrida
asetat-asam sulfat pekat) yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol
memberian warna hijau-biru (Harborne, 1987).

2.10 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh
suatu proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


20

atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan didalamya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, dan ukuran molekul,
sehingga masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode
analitik (Depkes RI, 1995).
Teknik kromatografi memiliki dua fase, yaitu fase gerak yang membawa
zat terlarut melalui media hingga terpisah dari zat terlarut lainnya yang terelusi
lebih awal atau lebih akhir. Fase diam dapat bertindak sebagai penjerap.
Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut
berbentuk cairan yang disebut eluen (Depkes RI, 1995).
Prosedur identifikasi secara kromatografi lapis tipis adalah dibuat larutan
uji seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Pada garis sejajar dan
berjarak lebih kurang 2 cm dari tepi lempeng kromatografi lapis tipis silica gel
setebal 0,25 mm dan mengandung zat berfluoresensi yang sesuai seperti yang
tertera pada kromatografi, ditotolkan masing-masing 10 l larutan uji dan larutan
baku. Totolan dibiarkan mongering, lalu dielusi dengan fase gerak yang sesuai
hingga pelarut merambat tiga perempat tinggi lempeng. Lempeng di angkat,
kemudian batas elusi ditandai dan fase gerak dibiarkan menguap. Pada lempeng
dilakukan pengamatan langsung jika senyawanya tampak pada cahaya biasa atau
diamati di bawah cahaya ultraviolet 254 nm/366 nm atau pengamatan dengan
cahaya biasa/cahaya ultraviolet setelah disemprot dengan pereaksi yang membuat
bercak tersebut tampak (pereaksi sebaiknya disemprotkan melalui alat pengabut)
dan harga Rf bercak larutan uji dapat dihitung (Depkes RI, 1995).
Harga Rf suatu senyawa adalah perbandingan jarak rambat suatu senyawa
tertentu terhadap jarak rambat fase gerak yang diukur dari titik penotolan
(Depkes RI, 1995).

jarak rambat suatu senyawa tertentu


R = BAB 3
jarak rambat fase gerak yang diukur dari titik penotolan
(2.5)

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Fitokimia Departemen
Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia
(FMIPA UI) Depok mulai bulan Agustus 2011 sampai November 2011.

3.2 Bahan Uji


Bagian tanaman yang diteliti adalah daun kering Sida rhombifolia L. yang
diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO) dan
dideterminasi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor.

3.3 Bahan Kimia


Larutan petroleum eter, etil asetat, n-butanol, etanol 96% teknis yang telah
didestilasi, susbtrat xantin (Sigma), xanthine oxidase from bovine milk X-4376 - 5
UN (Sigma), Alopurinol (Pyridam Farma), kalium dihidrogen ortofosfat (Merck,
Jerman), dimetil sulfoksida (DMSO) (Merck, Jerman), asam klorida (Merck,
Jerman), Bouchardat LP, Mayer LP, Dragendorff LP, iodium (Merck, Jerman),
natrium hidroksida (Univar, USA), natrium sulfat anhidrat (Merck, Jerman),
metanol, asam sulfat (Merck, Jerman), Molish LP, asan asetat anhidrat (Univar,
USA), serbuk seng (Merck, Jerman), serbuk magnesium (Merck, Jerman), natrium
karbonat (Merck, Jerman), natrium klorida (Mallinckrodt Chemicals, USA),
gelatin (Merck, Jerman), besi (III) klorida, eter, benzena (Merck, Jerman),
kloroform, isopropanol, aseton, serbuk asam borat (Merck, Jerman), dan serbuk
asam oksalat (Merck, Jerman), serta lempeng KLT silica gel 60 F254 (Merck,
Jerman).

3.4 Alat
Shaker, bejana maserasi, penguap vakum putar (rotary vacum evaporator)
(Janke & Kunkel IKA, Jerman), pipet mikro 10-100 L, pipet mikro 100-1000 L

21

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


22

(Eppendorf, Jerman), spektrofotometer UV-Vis (PG Instruments Ltd), kuvet


kuarsa (Merck, Jerman), plat tetes, freezer (Sanyo), dan alat-lat gelas.

3.5 Prosedur Kerja


3.5.1 Ekstraksi
Sebanyak 1200 g serbuk kering daun Sida rhombifolia L. dimasukkan ke
dalam bejana maserasi, kemudian ditambahkan kedalamnya 5 L petroleum eter
hingga merendam serbuk, dan selanjutnya dikocok selama 6 jam dan dibiarkan
dalam bejana maserasi selama 18 jam. Selanjutnya cairan penyari dipisahkan dari
residu dan disimpan dalam wadah penampungan. Selanjutnya residu diekstraksi
kembali dengan cara yang sama. Dilakukan pengulangan maserasi sebanyak 5 kali
hingga diperoleh warna cairan penyari jernih. Ekstrak cair yang diperoleh
dikumpulkan menjadi satu dan dipekatkan dengan menggunakan rotavapor pada
suhu 50C, hingga diperoleh ekstrak kental (pelarut hilang dengan sempurna dan
ekstrak tidak dapat dituang/tidak dapat mengalir), selanjutnya ekstrak kental
ditimbang menggunakan timbangan analitik untuk mengetahui rendemen yang
dihasilkan. Ampas kemudian berturut-turut diekstraksi dengan cara yang sama
menggunakan etil asetat, n-butanol, dan etanol 96%.
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia awal.

Bobot ekstrak
Rendemen ekstrak = 100%
Bobot serbuk simplisia
(3.1)

3.5.2 Penyiapan Larutan Pereaksi


3.5.2.1 Pereaksi Identifikasi Kandungan Kimia
a. Larutan Pereaksi Bouchardat (Depkes RI, 1995)
Larutan pereaksi bouchardat dibuat dari campuran iodium dan kalium
iodida. Sebanyak 2 g iodium P dan 4 g kalium iodida P dilarutkan dalam air
secukupnya hingga 100 mL.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


23

b. Larutan Pereaksi Mayer (Depkes RI, 1995)


Pereaksi Mayer dibuat dari campuran 60 mL larutan raksa (II) klorida P
2,266% b/v dan 10 mL larutan kalium iodida P 50% b/v. Larutan raksa (II) klorida
dibuat dengan cara 1,3596 g raksa (II) klorida P dilarutkan dalam 60 ml air dan
larutan kalium iodida dibuat dengan cara 5 g kalium iodida P dilarutkan dalam 10
mL air. Kedua larutan dicampur dan dicukupkan dengan air hingga 100 mL.

c. Larutan Pereaksi Dragendorff (Depkes RI, 1995)


Pereaksi Dragendorff dibuat dari campuran 20 mL larutan bismuth nitrat P
40% b/v dalam asam nitrat P dan larutan kalium iodida P 54,4% b/v. Larutan
bismuth nitrat dibuat dengan cara 8 g bismuth nitrat P dilarutkan dalam 20 mL
asam nitrat dan larutan kalium iodida dibuat dengan cara 27,2 g kalium iodida P
dilarutkan dalam 50 mL air. Kedua larutan dicampur, dan didiamkan hingga
memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air secukupnya
hingga 100 mL.

d. Larutan Pereaksi Molish (Depkes RI, 1995)


Pereaksi Molish merupakan larutan -naftol P 3% b/v dalam
asam nitrat 0,5 N. Pembuatan dilakukan dengan cara 1,5 g -naftol P dilarutkan
dalam 50 mL asam nitrat 0,5 N.

3.5.2.2 Pereaksi Uji Penghambatan Aktivitas Xantin Oksidase


a. Larutan Dapar Fosfat 0,05 M pH 7,5
Dibuat dengan mencampur 6,805 g kalium dihidrogen ortofosfat ke dalam
600 mL air bebas karbondioksida P, lalu ditambahkan 18 mL laruan natrium
hidroksida 2 N dan dicukupkan volumenya hingga 1000 mL. Sesuaikan pH
larutan menjadi 7,5 dengan natrium hidroksida 0,2 N atau asam klorida 0,2 N.

b. Larutan Dapar Fosfat 0,05 M pH 7,8


Ditimbang kalium dihidrogen ortofosfat sebanyak 1, 3609 g dan dilarutkan
ke dalam 200 mL air bebas karbondioksida P. Dapar dibuat dengan mencampur
50 mL kalium dihidrogen fosfat 0,05 M dengan 44,5 mL natrium hidroksida 0,2 N

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


24

dan diencerkan dengan air bebas karbondioksida P secukupnya hingga 200 mL.
Sesuaikan pH larutan menjadi 7,8 dengan natrium hidroksida 0,2 N atau
asam klorida 0,2 N.

c. Larutan Dapar Fosfat 0,05 M pH 8,0


Dibuat dengan mencampur 25 mL kalium dihidrogen fosfat 0,05 M
dengan 23,05 mL natrium hidroksida 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas
karbondioksida P secukupnya hingga 100 mL. Sesuaikan pH larutan menjadi 8
dengan natrium hidroksida 0,2 N atau asam klorida 0,2 N.

d. Larutan Dapar Fosfat 0,05 M pH 8,3


Dibuat dengan mencampur 25 mL kalium dihidrogen fosfat 0,05 M
dengan 25 mL natrium hidroksida 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas
karbondioksida P secukupnya hingga 100 mL. Sesuaikan pH larutan menjadi 8,3
dengan natrium hidroksida 0,2 N atau asam klorida 0,2 N.

e. Larutan Dapar Fosfat 0,05 M pH 8,5


Dibuat dengan mencampur 25 mL kalium dihidrogen fosfat 0,05 M
dengan 26,5 mL natrium hidroksida 0,2 N dan diencerkan dengan air bebas
karbondioksida P secukupnya hingga 100 mL. Sesuaikan pH larutan menjadi 8,5
dengan natrium hidroksida 0,2 N atau asam klorida 0,2 N.

f. Larutan Uji
Ditimbang 10 mg ekstrak kental lalu ditambahkan 5 tetes dimetil
sulfoksida (DMSO) dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Larutan ekstrak
diencerkan dengan penambahan air suling bebas karbondioksida P hingga 10 mL,
sehingga diperoleh larutan induk dengan konsentrasi 1000 g/mL. Selanjutnya
dilakukan pengenceran sampai diperoleh larutan dengan konsentrasi 1 g/mL, 5
g/mL, 10 g/mL, 20 g/mL; 50 g/mL; dan 100 g/mL.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


25

g. Larutan Alopurinol
Ditimbang 10 mg Alopurinol lalu ditambahkan 5 tetes NaOH 1 N dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Larutan ekstrak diencerkan dengan
penambahan air suling bebas karbondioksida P hingga 10 mL, sehingga diperoleh
larutan induk dengan konsentrasi 1000 g/mL. Selanjutnya dilakukan
pengenceran sampai diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,1 g/mL; 0,25
g/mL; 0,5 g/mL; 1,0 g/mL; dan 2,0 g/mL.

h. Larutan Xantin Oksidase


Larutan enzim dibuat dengan cara 9,09 mg xantin oksidase dilarutkan
dalam 10 ml larutan dapar kalium fosfat pH optimum dalam kondisi dingin,
sehingga diperoleh larutan enzim 0,1 U/mL.

i. Larutan Substrat Xantin

Pada pembuatan beberapa konsentrasi substrat, dilakukan pengenceran


dari larutan substrat 1 mM. Sebanyak 15,21 mg xantin ditimbang dan
melarutkannya dengan 3 tetes NaOH 1 N, kemudian diencerkan dalam 100 mL air
suling bebas karbondioksida P maka diperoleh larutan substrat 1 mM. Larutan
substrat 1 mM diencerkan sehingga diperoleh larutan substrat 0,25 mM; 0,2 mM;
0,15 mM; 0,1 mM, dan 0,05 mM.

3.5.3 Uji Pendahuluan


3.5.3.1 Penentuan panjang gelombang maksimum
Larutan dapar fosfat 50 mM pH 7,5 sebanyak 2,9 mL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 2 mL larutan substrat xantin 0,15 mM,
kemudian dilakukan prainkubasi pada suhu 25C selama 10 menit, lalu
ditambahkan 0,1 mL larutan enzim 0,1 U/mL dalam dapar fosfat. Kemudian
campuran diinkubasi pada suhu 25C selama 30 menit. Lalu segera ditambahkan
HCl 1 N untuk menghentikan reaksi. Serapan diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


26

3.5.3.2 Penentuan suhu optimum


Larutan dapar fosfat 50 mM pH 7,5 sebanyak 2,9 mL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 2 mL larutan substrat xantin 0,15 mM,
kemudian dilakukan prainkubasi pada suhu 20C, 25C, 30C, 35C, 40C selama
10 menit, lalu ditambahkan 0,1 mL larutan enzim 0,1 U/mL dalam dapar fosfat.
Kemudian campuran diinkubasi pada suhu 20C, 25C, 30C, 35C, 40C selama
30 menit. Lalu segera ditambahkan HCl 1 N untuk menghentikan reaksi. Serapan
diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang maksimum.

3.5.3.3 Penentuan pH optimum


Larutan dapar fosfat 50 mM dengan pH masing-masing 7,5; 7,8; 8,0; 8,3;
dan 8,5 sebanyak 2,9 mL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 2
mL larutan substrat xantin konsentrasi 0,15 mM, kemudian dilakukan prainkubasi
pada suhu 30C selama 10 menit, lalu ditambahkan 0,1 mL larutan enzim 0,1
U/mL dalam dapar fosfat. Selanjutnya campuran diinkubasi pada suhu 30C
selama 30 menit. Kemudian segera ditambahkan 1 mL HCl 1 N untuk
menghentikan reaksi. Serapan diukur menggunakan spektrofotometer pada
panjang gelombang maksimum.

3.5.3.4 Penentuan konsentrasi xantin optimum


Larutan dapar fosfat 50 mM pH 7,8 sebanyak 2,9 mL dimasukkan ke
dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 2 mL larutan xantin dengan konsentrasi
0,25 mM; 0,2 mM; 0,15 mM; 0,1 mM; dan 0,05 mM, kemudian dilakukan
prainkubasi pada suhu 30C selama 10 menit, lalu ditambahkan 0,1 mL larutan
enzim 0,1 U/mL dalam dapar fosfat. Campuran diinkubasi pada suhu 30C selama
30 menit. Kemudian segera ditambahkan 1 mL HCl 1 N untuk menghentikan
reaksi. Serapan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang
maksimum.

3.5.4 Uji Penghambatan Aktivitas Xantin Oksidase


Aktivitas xantin oksidase dengan xantin sebagai substrat diukur secara
spektrofotometri menggunakan prosedur Owen dan Johns (1999), serta prosedur

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


27

Umamaheswari et al. (2007) dan Umamaheswari et al. (2009) yang disertai


dengan modifikasi. Semua ekstrak yang dihasilkan diukur penghambatan aktivitas
xantin oksidase-nya. Penghambatan aktivitas xantin oksidase diuji secara
spektrofotometri di bawah kondisi aerob. Larutan uji sebanyak 1 mL dengan
konsentrasi akhir 100 g/ml, ditambahkan 2,9 mL 50 mM dapar fosfat (pH 7,5)
dan 2 mL larutan substrat (Xantin 0,15 mM dalam dapar fosfat pH 7,5). Setelah
dilakukan pra inkubasi pada suhu 25oC selama 15 menit, reaksi dimulai dengan
penambahan 0,1 mL larutan enzim (0,1 U/mL dalam dapar fosfat (pH 7,5)).
Larutan campuran kemudian diinkubasikan pada suhu 25oC selama 30 menit.
Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 mL HCl 1 N, kemudian diukur
serapannya pada panjang gelombang 290 nm menggunakan spektrofotometer UV-
Vis. Larutan blanko disiapkan dengan cara yang sama, tapi larutan enzim
ditambahkan setelah penambahan HCl 1 N. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali.
Satu unit xantin oksidase didefinisikan sebagai jumlah enzim yang diperlukan
untuk menghasilkan 1 mmol asam urat per menit pada suhu 25oC. Alopurinol
(Sigma) digunakan sebagai standar inhibitor dengan konsentrasi akhir 100 g/ml
(Owen dan Johns, 1999; Umamaheswari et al., 2007;
Umamaheswari et al., 2009).
Aktivitas xantin oksidase dinyatakan sebagai persen penghambatan xantin
oksidase yang dihitung menggunakan rumus :

1B
% penghambatan = 100%
A
(3.2)
Keterangan : A adalah perubahan serapan uji tanpa ekstrak (abs. dengan adanya enzim abs.
tanpa enzim), dan B adalah perubahan serapan uji dengan adanya ekstrak
(abs. dengan adanya enzim abs. tanpa enzim).

Nilai IC50 dihitung menggunakan rumus persamaan regresi untuk


menentukan y = a + bx. Aktivitas inhibisi dinyatakan dengan Inhibition
Concentration 50% (IC50) yaitu konsentrasi sampel yang dapat menghambat
kerja xantin oksidase sebesar 50% (Murray, 2009).

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


28

Jika y = 50, maka persamaannya menjadi :

50 = a + bx
Maka, x =
(3.3)

3.5.4.1 Pengujian blanko


Larutan dapar fosfat 50 mM (pH 7,8) sebanyak 2,9 mL dan 2 mL larutan
substrat (Xantin 0,15 mM dalam dapar fosfat (pH 7,8)). Setelah dilakukan pra-
inkubasi pada suhu 30oC selama 10 menit, reaksi dimulai dengan penambahan
0,1 mL larutan enzim (0,1 U/mL dalam dapar fosfat (pH 7,8)). Larutan campuran
kemudian diinkubasikan pada suhu 30oC selama 30 menit. Reaksi dihentikan
dengan penambahan 1 mL HCl 1 N, kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang 284 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

3.5.4.2 Pengujian kontrol blanko


Larutan dapar fosfat 50 mM (pH 7,8) sebanyak 3,0 mL dan 2 mL larutan
substrat (Xantin 0,15 mM dalam dapar fosfat (pH 7,8)). Setelah dilakukan
inkubasi pada suhu 30oC selama 40 menit ditambahkan 1 mL HCl 1 N, kemudian
diukur serapannya pada panjang gelombang 284 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.

3.5.4.3 Pengujian sampel


Larutan sampel (ekstrak) sebanyak 1 mL dengan konsentrasi 1 g/ml,
5 g/ml, 10 g/ml, 20 g/ml, 50 g/ml, dan 100 g/ml, ditambahkan 2,9 mL 50
mM dapar fosfat (pH 7,8) dan 2 mL larutan substrat (Xantin 0,15 mM dalam
dapar fosfat (pH7,8)). Setelah dilakukan pra inkubasi pada suhu 30oC selama 10
menit, reaksi dimulai dengan penambahan 0,1 mL larutan enzim (0,1 U/mL dalam
dapar fosfat (pH 7,8)). Larutan campuran kemudian diinkubasikan pada suhu
30oC selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 mL HCl 1 N,
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 284 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


29

3.5.4.4 Pengujian kontrol sampel


Larutan sampel (ekstrak) sebanyak 1 mL dengan konsentrasi 1 g/ml,
5 g/ml, 10 g/ml, 20 g/ml, 50 g/ml, dan 100 g/ml, ditambahkan 50 mM
dapar fosfat (pH 7,8) sebanyak 3,0 mL dan 2 mL larutan substrat (Xantin
0,15 mM dalam dapar fosfat (pH7,8)). Setelah dilakukan inkubasi pada suhu 30oC
selama 40 menit ditambahkan 1 mL HCl 1 N, kemudian diukur serapannya pada
panjang gelombang 284 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

3.5.4.5 Pengujian pembanding (Alopurinol)


Larutan Alopurinol sebanyak 1 mL dengan konsentrasi 0,1 g/ml; 0,25
g/ml; 0,5 g/ml; 1,0 g/ml; dan 2,0 g/ml, lalu ditambahkan 2,9 mL 50 mM
dapar fosfat (pH 7,8) dan 2 mL larutan substrat (Xantin 0,15 mM dalam dapar
fosfat (pH7,8)). Setelah dilakukan pra inkubasi pada suhu 30oC selama 10 menit,
reaksi dimulai dengan penambahan 0,1 mL larutan enzim (0,1 U/mL dalam dapar
fosfat (pH 7,8)). Larutan campuran kemudian diinkubasikan pada suhu 30oC
selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 mL HCl 1 N,
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 284 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.

3.5.4.6 Pengujian kontrol pembanding (Alopurinol)


Larutan Alopurinol sebanyak 1 mL dengan konsentrasi 0,1 g/ml;
0,25 g/ml; 0,5 g/ml; 1,0 g/ml; dan 2,0 g/ml, lalu ditambahkan 3,0 mL 50
mM dapar fosfat (pH 7,8) dan 2 mL larutan substrat (Xantin 0,15 mM dalam
dapar fosfat (pH7,8)). Setelah dilakukan inkubasi pada suhu 30oC selama 40
menit ditambahkan 1 mL HCl 1 N, kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang 284 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


30

Tabel 3.5.4.6. Prosedur Uji Penghambatan Aktivitas Xantin Oksidase pada Semua
Ekstrak Daun Sidaguri (sebagai Sampel) dan pada Pembanding
Alopurinol

Volume (mL)
Reagen
B1 B0 S1 S0
Sampel - - 1,0 1,0
Dapar 2,9 3,0 2,9 3,0
Substrat 2,0 2,0 2,0 2,0
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 30oC
Enzim 0,1 - 0,1 -
Inkubasi selama 30 menit pada suhu 30oC
HCl 1 N 1,0 1,0 1,0 1,0
Ukur absorbansi pada = 284 nm

Keterangan : B1 = blanko (tanpa penambahan beberapa ekstrak daun sidaguri); B0 = kontrol blanko
(tanpa penambahan beberapa ekstrak daun sidaguri dan enzim); S1 = sampel
(ekstrak petroleum eter, ekstrak etil asetat, ekstrak n-butanol, dan ekstrak etanol
96%) dan pembanding alopurinol; dan S0 = kontrol sampel dan kontrol
pembanding alopurinol

3.5.4.7 Perhitungan Aktivitas Enzim

A A
menit uji menit blanko (6)(df)
Unit/mL enzim =
(12,2)(0,1)
(3.4)
Keterangan : 6 = volume total larutan uji (mL); df = faktor pengenceran; 12,2 = koefisien ekstingsi
asam urat pada 284 nm (mM); 0,1 = volume enzim yang digunakan (mL).

3.5.5 Uji Kinetika Penghambatan Enzim


3.5.5.1 Pengujian tanpa inhibitor
Larutan dapar fosfat 50 mM (pH 7,8) sebanyak 2,9 mL dan 2 mL larutan
substrat (Xantin 0,05 mM; 0,1 mM; 0,15 mM; 0,2 mM; 0,25 mM dalam dapar
fosfat (pH7,8)). Setelah dilakukan pra inkubasi pada suhu 30oC selama 10 menit,
reaksi dimulai dengan penambahan 0,1 mL larutan enzim (0,1 U/mL dalam dapar
fosfat (pH 7,8)). Larutan campuran kemudian diinkubasikan pada suhu 30oC
selama 30 menit. Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 mL HCl 1 N,

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


31

kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 284 nm menggunakan


spektrofotometer UV-Vis.

3.5.5.2 Pengujian kontrol tanpa inhibitor


Larutan dapar fosfat 50 mM (pH 7,8) sebanyak 3,0 mL dan 2 mL larutan
substrat (Xantin 0,05 mM; 0,1 mM; 0,15 mM; 0,2 mM; 0,25 mM dalam dapar
fosfat (pH 7,8)). Dilakukan inkubasi pada suhu 30oC selama 40 menit, lalu
ditambahkan 1 mL HCl 1 N. Kemudian diukur serapannya pada panjang
gelombang 284 nm menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

3.5.5.3 Pengujian dengan inhibitor


Larutan ekstrak sebagai inhibitor sebanyak 1 mL dengan konsentrasi
0,1 g/ml; 0,25 g/mL; 0,5 g/ml; 1 g/ml; dan 5 g/ml, lalu ditambahkan
2,9 mL 50 mM dapar fosfat (pH 7,8) dan 2 mL larutan substrat (Xantin 0,05 mM;
0,1 mM; 0,15 mM; 0,2 mM; 0,25 mM dalam dapar fosfat (pH7,8)). Setelah
dilakukan pra inkubasi pada suhu 30oC selama 10 menit, reaksi dimulai dengan
penambahan 0,1 mL larutan enzim (0,1 U/mL dalam dapar fosfat (pH 7,8)).
Larutan campuran kemudian diinkubasikan pada suhu 30oC selama 30 menit.
Reaksi dihentikan dengan penambahan 1 mL HCl 1 N, kemudian diukur
serapannya pada panjang gelombang 284 nm menggunakan spektrofotometer UV-
Vis.

3.5.5.4 Pengujian kontrol dengan inhibitor


Larutan ekstrak sebagai inhibitor sebanyak 1 mL dengan konsentrasi
0,1 g/ml; 0,25 g/mL; 0,5 g/ml; 1 g/ml; dan 5 g/ml, ditambahkan 3,0 mL
50 mM dapar fosfat (pH 7,8), dan 2 mL larutan substrat (Xantin 0,05 mM;
0,1 mM; 0,15 mM; 0,2 mM; 0,25 mM dalam dapar fosfat (pH7,8)). Dilakukan
inkubasi pada suhu 30oC selama 40 menit, lalu ditambahkan 1 mL HCl 1 N.
Kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 284 nm menggunakan
spektrofotometer UV-Vis.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


32

Tabel 3.5.5.4 Prosedur Uji Kinetika Penghambatan Enzim pada Ekstrak n-Butanol
(sebagai Inhibitor) dan Tanpa Penambahan Ekstrak n-Butanol
(Tanpa Inhibitor)

Volume (mL)
Reagen
B1 B0 I1 I0
Ekstrak - - 1,0 1,0
Dapar 2,9 3,0 2,9 3,0
Substrat 2,0 2,0 2,0 2,0
Inkubasi selama 10 menit pada suhu 30oC
Enzim 0,1 - 0,1 -
Inkubasi selama 30 menit pada suhu 30oC
HCl 1 N 1,0 1,0 1,0 1,0
Ukur absorbansi pada = 284 nm

Keterangan : B1 = tanpa inhibitor (tanpa ekstrak n-butanol); B0 = kontrol tanpa inhibitor (tanpa
penambahan ekstrak n-butanol dan enzim); I1 = dengan inhibitor (penambahan
ekstrak n-butanol); dan I0 = kontrol dengan inhibitor (penambahan ekstrak n-
butanol dan enzim)

3.5.6 Identifikasi Kandungan Kimia


3.5.6.1 Identifikasi alkaloid (Depkes RI, 1995)
Ekstrak kental 50 mg dilarutkan dengan 9 ml air suling dan 1 ml HCL 2 N,
kemudian panaskan di atas penangas air selama 2 menit, lalu dinginkan.
Selanjutnya disaring dan filtrat digunakan sebagai larutan percobaan yang akan
digunakan dalam pengujian berikut :
a. Sejumlah 1 ml filtrat pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes Bouchardat LP.
Hasil positif ditunjukkan dengan adanya endapan coklat hitam.
b. Sejumlah 1 ml filtrat pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes Mayer LP. Hasil
positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih atau kuning yang larut
dalam metanol P.
c. Sejumlah 1 ml filtrat pada kaca arloji, ditambahkan 2 tetes Dragendorff LP.
Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan jingga coklat.
Kontrol positif yang digunakan untuk identifikasi alkaloid adalah Chinae Cortex
(Cinchona officinalis).

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


33

3.5.6.2 Identifikasi glikosida (Depkes RI, 1995)


Ekstrak kental 300 mg ditambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat
0,4 M, kocok, diamkan selama 5 menit dan saring. Sari filtrat tiga kali, tiap kali
dengan 20 ml campuran (3:2) kloroform P dan isopropanol P. Pada kumpulan sari
ditambahkan natrium sulfat anhidrat, disaring, dan diuapkan pada suhu tidak lebih
dari 50o. Dilarutkan sisa dengan 2 ml methanol. Larutan ini digunakan sebagai
larutan percobaan.
a. Diuapkan larutan percobaan sebanyak 1 mL hingga kering, sisanya
ditambahkan 5 ml asam asetat anhidrat P dan 10 tetes asam sulfat P. Hasil
positif ditandai oleh terbentuknya warna biru atau hijau, menunjukkan adanya
glikosida (Reksi Liebermann-Burchard).
b. Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan
dengan 2 mL air dan 5 tetes Molish LP. Kemudian ditambahkan 2 mL
asam sulfat P dengan hati-hati. Hasil positif ditandai oleh terbentuknya cincin
berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Reaksi
Molish).
Kontrol positif yang digunakan untuk identifikasi glikosida adalah Nerii Folium
(Nerium oleander L.)

3.5.6.3 Identifikasi saponin (Depkes RI, 1995)


Ekstrak kental 50 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 10 mL air suling panas, didinginkan, dikocok kuat-kuat selama
10 detik. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang mantap selama
tidak kurang dari 10 menit, setinggi 1 cm sampai 10 cm. Pada penambahan 1 tetes
asam klorida 2 N, buih tidak hilang.
Kontrol positif yang digunakan untuk identifikasi saponin adalah Liquiritae Radix
(Glycyrrhiza glabra L.).

3.5.6.4 Identifikasi Flavonoid (Depkes RI, 1995)


a. Ekstrak kental 50 mg dilarutkan dalam 5 ml etanol 95% kemudian dilakukan
percobaan sebagai berikut.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


34

Diambil 2 ml larutan ekstrak, ditambahkan 0,5 gram serbuk seng,


kemudian ditambahkan 2 ml asam klorida 2N, didiamkan 1 menit. Setelah itu
tambahkan 10 tetes asam klorida pekat. Dikocok perlahan, kemudian
didiamkan 2-5 menit. Hasil positif ditandai oleh terbentuknya warna merah
intensif, menunjukkan adanya flavonoida (glikosida-3-flavonol).
Diambil 2 ml larutan ekstrak, ditambahkan 0,1 gram serbuk
magnesium. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam klorida pekat. Dikocok
perlahan. Terbentuk warna merah jingga hingga merah ungu yang
menunjukkan positif adanya flavonoida. Jika terjadi warna kuning jingga,
menunjukkan adanya flavon, kalkon, dan auron.
b. Ekstrak kental 500 mg dilarutkan dengan aseton. Kemudian ditambahkan
sedikit serbuk asam borat dan asam oksalat, dipanaskan hati-hati di atas
penangas air. Ditambahkan 10 ml eter dan diamati dengan sinar ultraviolet
366 nm. Larutan akan berfluoresensi kuning intensif yang menunjukkan
positif flavonoida.
Kontrol positif yang digunakan untuk identifikasi flavonoid adalah daun benalu
mangga (Dendrophthoe pentandra).

.5.7.5 Identifikasi tanin (Farnsworth, 1966)


Ekstrak kental 200 mg dilarutkan dalam 5 mL air suling panas dan diaduk.
Setelah dingin disentrifugasi dan bagian cairan didekantisir dan diberi larutan
natrium klorida 10% kemudian disaring. Filtrat sebanyak masing-masing 1 mL
dikerjakan sebagai berikut :
a. Ditambahkan 3 mL larutan gelatin 10% dan diperhatikan adanya endapan.
b. Ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 3% dan diperhatikan terjadinya perubahan
warna menjadi hijau coklat atau biru hitam.
c. Ditambahkan 3 mL larutan NaCl-gelatin (larutan gelatin 1% dalam larutan
NaCl 10%) dan diperhatikan adanya endapan.
Kontrol positif yang digunakan untuk identifikasi tanin adalah daun teh (Camellia
sinensis).

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


35

3.5.6.5 Identifikasi kuinon/antrakuinon (Depkes RI, 1995)


Ekstrak 20 mg dilarutkan dengan 5 mL asam sulfat 2 N, dipanaskan
sebentar kemudian didinginkan. Ditambahkan 10 mL benzen P, dikocok, dan
didiamkan. Dipisahkan lapisan benzena, disaring, filtrat berwarna kuning
menunjukkan adanya antrakuinon. Dikocok lapisan benzena dengan 1 mL sampai
2 mL natrium hidroksida 2 N, didiamkan, lapisan air berwarna merah intensif dan
lapisan benzena tidak berwarna.
Kontrol positif yang digunakan untuk identifikasi glikosida adalah Rhei Radix
(Rheum officinale).

3.5.6.6 Identifikasi terpen (Farnsworth, 1966)


Ekstrak kental 200 mg ditambahkan asam asetat anhidrat dan asam sulfat
pekat (2:1). Hasil positif ditandai oleh terbentuknya warna merah-hijau atau
violet-biru.
Kontrol positif yang digunakan untuk identifikasi terpen adalah Hirtae Herba
(Euphorbia hirta).

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstraksi Simplisia


Ekstraksi serbuk simplisia dilakukan dengan cara dingin, yaitu secara
maserasi bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran pelarut. Hal ini dimaksudkan
agar senyawa tersari dengan sempurna pada masing-masing tingkat kepolaran
pelarut tersebut. Pelarut yang digunakan berturut-turut dari nonpolar ke polar,
yaitu petroleum eter, etil asetat, n-butanol, dan etanol 96%. Pemilihan pelarut ini
didasarkan pada jenis simplisianya yang berupa daun, sehingga digunakan
petroleum eter untuk menarik senyawa seperti klorofil, lemak, dan malam. Selain
itu, pemilihan didasarkan pada titik didih, selektivitas, dan dari segi ekonomis.
Maserasi dilakukan selama 24 jam, kemudian ekstrak cair yang diperoleh
diuapkan pelarutnya dengan menggunakan rotavapor dan selanjutnya diuapkan
dengan menggunakan penangas air hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak
kental didefinisikan sebagai ekstrak yang tidak dapat mengalir. Ekstrak yang
diperoleh disimpan dalam wadah (vial) dan ditimbang untuk menghasilkan
rendemennya. Selanjutnya ekstrak kental disimpan dalam lemari pendingin pada
suhu 4C agar ekstrak tersebut tidak menjadi rusak. Data rendeman ekstrak dapat
dilihat pada Tabel 4.1 (2).

4.2 Uji Pendahuluan


Pada tahap uji pendahuluan dilakukan penentuan konsentrasi substrat
optimum, pH dapar optimum, dan suhu optimum yang sesuai dengan kondisi
analisis yang digunakan. Pada pengujian ini, unit enzim yang digunakan adalah
0,1 U/mL. Hal ini disesuaikan dengan unit enzim yang digunakan pada jurnal
yang menjadi acuan yaitu Umamaheswari et al. (2009).
Proses inkubasi terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama disebut pra-
inkubasi. Pada tahap ini, inkubasi dilakukan selama 10 menit. Hal ini bertujuan
untuk menyesuaikan kondisi larutan uji dengan kondisi lingkungan optimumnya.

36

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


37

Sedangkan tahap kedua dilakukan selama 30 menit. Hal ini merupakan


waktu inkubasi untuk reaksi enzimatis yang dapat berlangsug. Penghentian reaksi
enzimatis dilakukan dengan penambahan asam klorida 1 N.
Penentuan panjang gelombang maksimum dimaksudkan untuk
menentukan panjang gelombang yang dapat memberikan serapan maksimum
(Harmita, 2006). Hasil yang diperoleh berbeda dengan yang tertera pada literatur.
Pada pengujian diperoleh panjang gelombang 284 nm, sedangkan panjang
gelombang pada literatur adalah 290 nm. Hal ini terjadi karena perbedaan deteksi
pada alat pengukuran dan konsentrasi yang digunakan (Harmita, 2006).
Penentuan konsentrasi substrat optimum dimaksudkan untuk mengetahui
konsentrasi substrat yang sesuai pada unit enzim yang akan digunakan agar
aktivitas enzim dapat berlangsung secara optimal. Mula-mula dilakukan
penentuan terhadap suhu optimum yang dilakukan dengan mereaksikan larutan
substrat xantin konsentrasi 0,15 mM dengan enzim xantin oksidase 0,1 U/mL
dalam larutan dapar fosfat 50 mM pH 7,8; kemudian diinkubasi pada suhu 20C,
25C, 30C, 35C, 40C selama 30 menit. Hasil serapan menunjukkan bahwa suhu
optimum terdapat pada suhu 30C. Pada suhu 20C dan 25C masih terjadi
peningkatan serapan, sedangkan pada suhu 35C dan 40C terjadi penurunan
serapan seperti yang terlihat pada Gambar 4.2. Hal ini terjadi karena rantai
polipeptida enzim mulai terurai dan mengalami denaturasi, sehingga mengurangi
kemampuan katalitik dari enzim (Murray et al., 2003). Hasil optimasi suhu dapat
dilihat pada Tabel 4.2 (1).
Penentuan pH dapar optimum dilakukan dengan mereaksikan larutan
substrat xantin konsentrasi 0,15 mM dengan xantin oksidase 0,1 U/mL dalam
larutan dapar fosfat 50 mM; selanjutnya diinkubasi pada suhu 30C selama 30
menit dan reaksi dihentikan dengan penambahan I mL asam klorida 1 N. Hasil
serapan menunjukkan bahwa pH optimum terdapat pada pH 7,8. Pada pH 7,5
masih terjadi peningkatan serapan, sedangkan pada pH 8,0; 8,3; dan 8,5 terjadi
penurunan serapan. Hal ini terjadi karena pH dapat mempengaruhi aktivitas
melalui perubahan struktur atau pengubahan muatan pada residu yang berfungsi
dalam pengikatan substrat atau katalisis (Murray et al., 2003). Hasil optimasi pH
dapat dilihat pada Tabel 4.2 (2).

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


38

Pembuatan konsentasi substrat xantin dilakukan dengan mengukur serapan


yang diberikan oleh larutan uji dengan konsentrasi substrat xantin yang digunakan
adalah 0,25 mM; 0,2 mM; 0,15 mM; 0,1 mM; dan 0,05 mM pada panjang
gelombang maksimum 284 nm. Larutan substrat xantin dibuat dengan cara
melarutkan 15,21 mg xantin dengan 3 tetes NaOH 1 N, kemudian diencerkan
dengan air bebas karbondioksida P hingga 100 mL.
Suhu dan pH yang digunakan agar reaksi enzimatis dapat berlangsung
dilakukan pada suhu dan pH optimumnya, yaitu 30C dan pH 7,8. Berdasarkan
hasil uji tersebut dapat dihitung aktivitas enzimnya. Konsentrasi substrat yang
menghasilkan aktivitas enzim yang optimal digunakan pada uji penghambatan
aktivitas xantin oksidase. Berdasarkan hasil yang diperoleh, konsentrasi substrat
yang digunakan untuk uji penghambatan aktivitas xantin oksidase adalah 0,15
mM. Hasil optimasi konsentrasi substrat dapat dilihat pada Tabel 4.2 (3).
3
Aktivitas enzim (U/mL)

2.5
2
1.5
1
0.5
0
0.1 0.25 0.5 1 2
Konsentrasi substrat (mM)

Gambar 4.2 Aktivitas Enzim pada Berbagai Konsentrasi Substrat

Peningkatan aktivitas enzim terjadi pada peningkatan konsentrasi substrat


0,05 mM sampai 0,15 mM, dengan aktivitas enzim berturut-turut 0,75 Unit/mL;
1,38 Unit/mL; dan 2,40 Unit/mL. kemudian aktivitas enzim menurun pada
konsentrasi substrat 0,2 mM dan 0,25 mM dengan aktivitas enzim berturut-turut
2,17 Unit/mL dan 2,04 Unit/mL. Penurunan aktivitas ini terjadi karena produk
bisa menjadi inhibitor, sehingga akan bersaing dengan substrat untuk menempati
tempat aktif enzim (Bisswanger, 2008). Produk tersebut adalah asam urat yang
memiliki kemiripan struktur dengan substrat xantin, sehingga dapat berperan
sebagai inhibitor.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


39

4.3 Uji Penghambatan Aktivitas Xantin Oksidase


Semua ekstrak Sida rhombifolia L. di uji secara in vitro. Prinsip dasar
pengujian ini adalah mengukur serapan dari asam urat yang merupakan produk
dari reaksi katalisis xantin oksidase terhadap substratnya yaitu xantin
(Umamaheswari et. al., 2009). Pengukuran serapan dilakukan dengan
menggunakan alat spektrofotometer UV-Vis (PG Instruments Ltd) pada panjang
gelombang 284 nm. Pengujian dilakukan pada larutan blanko, kontrol blanko,
sampel, kontrol sampel, pembanding alopurinol, dan kontrol pembanding
alopurinol.
Pengujian larutan blanko dan kontrol blanko dilakukan untuk mengetahui
aktivitas enzim tanpa penambahan ekstrak, sedangkan pengujian larutan sampel
dan pembanding alopurinol dilakukan untuk mengetahui kemampuan
penghambatan aktivitas enzim yang diberikan oleh ekstrak dan pembanding
alopurinol, sedangkan kontrol sampel dan kontrol pembanding alopurinol
dilakukan sebagai faktor koreksi terhadap larutan sampel dan pembanding
alopurinol.
Sebagai kontrol positif digunakan pembanding alopurinol. Pengujian
dilakukan dengan konsentrasi 0,1 g/mL; 0,25 g/mL; 0,5 g/mL; 1,0 g/mL;
dan 2,0 g/mL. Larutan sampel alopurinol dibuat dengan cara menimbang
sebanyak 10 mg, kemudian dilarutkan dengan 4 tetes natrium hidroksida 1 N, lalu
diencerkan dengan 10 mL air bebas karbondioksida P. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa pembanding alopurinol memiliki efek penghambatan
aktivitas xantin oksidase dengan nilai IC50 0,07 g/mL. Hasil uji penghambatan
aktivitas alopurinol dapat dilihat pada Tabel 4.3 (1).berdasarkan pengujian
terhadap alopurinol pada penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya,
kemampuan alopurinol dalam menghambat aktivitas xantin oksidase
menunjukkan nilai IC50 0,09 g/mL pada konsentrasi akhir 0,5 g/mL (Gonzalez
et al., 1995); 0,28 g/mL (Nguyen et al., 2004); dan 6,1 g/mL (Apaya dan
Chichioco-Hernandez, 2011). Semua pengujian tersebut menggunakan xantin
oksidase yang berasal dari susu sapi (bovine milk). Hasil pengujian menggunakan
enzim dapat berbeda kecuali pada kondisi pengujian yang sama (McPherson dan

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


40

Pincus, 2007). Jadi nilai IC50 pada beberapa pengujian dapat saja berbeda karena
dipengaruhi oleh kondisi pengujian.
Pengujian penghambatan ekstrak terhadap aktivitas xantin oksidase
dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi. Pengujian pada konsentrasi
bervariasi ini dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan konsentrasi ekstrak
terhadap peningkatan daya hambat. Variasi konsentrasi ekstrak yang digunakan
mulai dari 1 ppm hingga konsentrasi 100 ppm. Ekstrak yang tidak dapat larut
dengan air bebas karbondioksida P dilarutkan terlebih dahulu dengan 3 tetes
DMSO (dimetil sulfoksida). Penggunaan DMSO sebaiknya hanya 5% dari
konsentrasi akhir yang diharapkan tidak mempengaruhi pengujian dengan
menggunakan enzim (Umamaheswari et al., 2009).
Hasil pengujian terhadap sampel, yaitu ekstrak petroleum eter, ekstrak etil
asetat, ekstrak n-butanol, dan ekstrak etanol 96% menunjukkan bahwa ekstrak
mempunyai aktivitas untuk menghambat aktivitas xantin oksidase. Nilai IC50 pada
setiap ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.3 (2)4.3 (5). Nilai IC50 yang besar
disebabkan oleh persen hambatan yang kecil dari variasi konsentrasi ekstrak,
sedangkan kecilnya nilai IC50 disebabkan oleh kandungan kimia yang
menghambat aktivitas xantin oksidase memiliki efek sinergis dalam menghambat
aktivitas xantin oksidase. Berdasarkan uji identifikasi kandungan kimia, daun
sidaguri mengandung alkaloid, glikosida, flavonoida, dan terpen. Telah dilaporkan
bahwa polifenol (Chang et al., 1993) dan flavonoida (Chang et al., 1993; Lio et
al., 1985; Lespade dan Bercion, 2010) dapat menghambat aktivitas xantin
oksidase. Flavonoida menghambat aktivitas xantin oksidase secara kompetitif
(Jiao et al., 2006).
Nilai IC50 pada ekstrak metanol-air (9:1) herba Sida rhombifolia L.
memiliki nilai sampai 55% (Iswantini dan Darusman, 2003), sedangkan pada
ekstrak daun Sida rhombifolia L. memiliki nilai IC50 di bawah 50%. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan dari kondisi pengujian, bagian simplisia yang
digunakan, proses ekstraksi dan konsentrasi ekstrak yang digunakan. Pada uji
dengan menggunakan ekstrak metanol-air (9:1) herba Sida rhombifolia L.,
konsentrasi ekstrak yang digunakan dari 100-800 ppm, sedangkan penelitian pada

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


41

beberapa ekstrak daun Sida rhombifolia L., konsentrasi ekstrak yang digunakan
dari 1-100 ppm.

4.4 Kinetika Penghambatan Enzim


Pada uji kinetika penghambatan enzim, ekstrak yang digunakan adalah
ekstrak n-butanol daun sidaguri dengan konsentrasi 0,1 g/mL; 0,25 g/mL;
0,5 g/mL; 1 g/mL; dan 5 g/mL. Alasan dipilihnya ekstrak n-butanol karena
ekstrak tersebut memiliki penghambatan aktivitas xantin oksidase yang mendekati
nilai IC50 pembanding (alopurinol) dan nilai IC50-nya paling kecil yang berarti
asam urat yang dihasilkan sedikit. Pada uji ini juga dibuat konsentrasi substrat
xantin yang bervariasi yaitu 0,25 mM; 0,2 mM; 0,15 mM; 0,1 mM, dan 0,05 mM.
Hal ini bertujuan untuk melihat jenis penghambatan enzim pada penggunaan plot
Lineweaver-Burk. Data hasil uji kinetika penghambatan enzim dapat dilihat pada
Tabel 4.4.
Hasil plot Lineweaver-Burk (Gambar 4.4) menunjukkan bahwa ekstrak
n-butanol daun sidaguri (Sida rhombifolia L.) memiliki mekanisme penghambatan
enzim kompetitif. Hal ini dapat dilihat dari perpotongan garis linier konsentrasi
inhibitor 0,5 g/mL dengan garis linier substrat tanpa penambahan inhibitor
terletak pada sumbu y. Berdasarkan persamaan yang diperoleh, nilai Vmaks dan Km
dapat ditentukan. Pada sistem tanpa inhibitor diperoleh persamaan y = 1,611 +
0,1027 x dengan nilai konstanta Michaelis-Menten (Km) yaitu 0,06 dan Vmaks 0,62.
Sedangkan pada sistem dengan inhibitor 0,5 g/mL diperoleh persamaan y =
1,623 + 0,308 x dengan nilai konstanta Michaelis-Menten (Km) yaitu 0,19 dan
Vmaks 0,62.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Iswantini, Darusman, dan Hidayat
(2009), hasil kinetika penghambatan enzimnya juga menunjukkan jenis
penghambatan enzim secara kompetitif. Hal ini menunjukkan bahwa herba dan
daun sidaguri memiliki kemampuan untuk menghambat aktivitas xantin oksidase
pada uji secara in vitro.
Struktur inhibitor kompetitif cenderung mirip dengan struktur substrat
sehingga dinamai analog substrat. Efek inhibitor kompetitif dapat diatasi dengan
meningkatkan konsentrasi substrat. Pada umumnya, inhibitor kompetitif berikatan

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


42

dengan bagian dari tempat aktif yang mengikat substrat dan menghambat akses ke
substrat. Inhibitor kompetitif bekerja dengan menurunkan jumlah molekul enzim
bebas yang tersedia untuk mengikat substrat yaitu untuk membentuk enzim-
substrat yang akhirnya menghasilkan produk (Murray et al., 2003).
9

8
y = 0.308x + 1.623
7

5 tanpa inhibitor
0,5 g/ml
1/V

4
Linear (tanpa inhibitor)
3
Linear (0,5 g/ml )
y = 0.1027x + 1.611
2

0
-20 -10 0 10 20 30
-1
1/[S]

Gambar 4.4. Plot Lineweaver-Burk Ekstrak n-Butanol Daun Sidaguri


(Sida rhombifolia L.) Konsentrasi 0,5 g/ml dengan Konsentrasi
Substrat Xantin 0,25 mM; 0,2 mM; 0,15 mM; 0,1 mM, dan 0,05
mM

4.5 Identifikasi Kandungan Kimia


Identifikasi ini dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa yang
terkandung dalam fraksi aktif daun sidaguri. Kandungan kimia yang diidentifikasi
antara lain alkaloid, glikosida, flavonoida, terpen, tanin, saponin, dan antrakuinon.
Hasil identifikasi kandungan kimia ekstrak tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Identifikasi alkaloid dilakukan dengan menggunakan peraksi Mayer,
Bouchardat, dan Dragendorff (Depkes RI, 1995). Mula-mula ekstrak kental
dilarutkan dalam campuran air suling dan asam klorida agar alkaloid yang bersifat
basa dapat berikatan dengan asam membentuk garam yang larut dalam air suling
(Evans, 2002). Berdasarkan hasil identifikasi, hanya ekstrak n-butanol dan

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


43

etanol 96% yang memberikan hasil positif, yaitu membentuk endapan berwarna
coklat hitam dengan pereaksi Bouchardat dan membentuk endapan putih kuning
dengan pereaksi Mayer, serta membentuk endapan jingga dengan pereaksi
Dragendorff. Kontrol positif yang digunakan adalah Chinae Cortex (Cinchona
officinalis). Hasil identifikasi alkaloid dari kontrol positif, ekstrak n-butanol, dan
etanol 96% daun sidaguri dapat dilihat pada Gambar 4.8.
Uji identifikasi glikosida memberikan hasil positif yang ditandai dengan
terbentuknya cincin ungu pada ekstrak n-butanol dan etanol 96% dengan
menggunakan pereaksi Molish. Pereaksi Molish digunakan untuk
mengidentifikasi gula (Depkes RI, 1995). Kontrol positif yang digunakan adalah
Nerii Folium (Nerium oleander L.) yang memberikan hasil positif (terbentuk
cincin ungu). Hasil identifikasi glikosida dari kontrol positif dan beberapa ekstrak
daun sidaguri dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Pada uji identifikasi flavonoida, ekstrak etil asetat, n-butanol, dan etanol
96% memberikan hasil yang positif yaitu warna jingga merah ketika direaksikan
dengan serbuk seng, sedangkan dengan penambahan serbuk magnesium
memberikan warna jingga. Selanjutnya dilakukan reaksi lain yaitu dengan
menggunakan pereaksi aseton-serbuk asam borat-serbuk asam oksalat-eter lalu
dilihat di bawah sinar ultraviolet 366 nm yang memberi hasil positif, yaitu
fluoresensi kuning intensif yang menunjukkan adanya flavonoida. Pada uji ini
digunakan kontrol positif daun benalu mangga (Dendrophthoe pentandra). Hasil
identifikasi flavonoida dan beberapa ekstrak daun sidaguri dari kontrol positif
dapat dilihat pada Gambar 4.10.
Pada uji identifikasi terpen, ekstrak petroleum eter, ekstra etil asetat, dan
ekstrak n-butanol memberikan hasil yang positif terhadap pereaksi Lieberman-
Bouchard yang ditandai dengan terbentuknya warna hijau. Senyawa terpen
umumnya merupakan senyawa yang larut dalam lemak, sehingga dapat ditarik
oleh pelarut non- polar seperti petroleum eter (Harborne, 1987). Pada uji
identifikasi digunakan kontrol positif berupa Hirtae Herba (Euphorbia hirta).
Hasil positif ditandai dengan terbentuk warna hijau. Hasil identifikasi terpen dari
kontrol positif dan beberapa ekstrak daun sidaguri dapat dilihat pada Gambar
4.11.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


44

Tanin merupakan senyawa fenol yang larut dalam pelarut polar seperti air,
tetapi tidak larut dalam pelarut organik, seperti eter, kloroform, dan benzena.
Tanin terhidrolisis memberikan warna biru-hitam dengan penambahan larutan
besi (III) klorida, sedangkan tanin terkondendasi memberikan warna hijau coklat
dengan penambahan larutan besi (III) klorida (Rangari, 2007). Pada pengujian
dengan menggunakan larutan besi (III) klorida 1% memberikan hasil positif pada
ekstrak n-butanol dan ekstrak etanol 96%, yaitu terbentuk warna hijau coklat. Hal
ini menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol dan etanol 96% mengandung senyawa
yang memiliki gugus fenol. sedangkan identifikasi tanin dengan menggunakan
larutan gelatin 10% dan natrium klorida-gelatin memberikan hasil yang negatif
pada semua ekstrak. Kontrol positif yang digunakan adalah daun teh (Camellia
sinensis). Hasil identifikasi tanin dari kontrol positif dan hasil identifikasi dari
ekstrak etanol 96% menggunakan larutan besi (III) klorida.dapat dilihat pada
Gambar 4.12.

4.6 Kromatografi Lapis Tipis


Ekstrak n-butanol daun sidaguri diuji secara kromatografi lapis tipis
(KLT) untuk memastikan hasil identifikasi yang telah dilakukan dengan
menggunakan pereaksi kimia. Pada identifikasi menggunakan pereaksi kimia,
ekstrak n-butanol mengandung alkaloid, glikosida, flavonoida, dan terpen. Pada
KLT digunakan eluen yang sesuai.
Pada KLT digunakan eluen kloroform : metanol (8:3), lalu diidentifikasi
terpen yang terlihat dengan adanya empat bercak berwarna ungu setelah
disemprot dengan penyemprot vanillin-H2SO4 dan dipanaskan perlahan-lahan
pada suhu 100C selama 10 menit. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol
mengandung terpen dengan nilai Rf 0,4; 0,46; 0,58; dan 0,66. Kromatogram
terpen pada ekstrak n-butanol dengan eluen kloroform : metanol (8:3) dapat
dilihat pada Gambar 5.1.
KLT menggunakan eluen kloroform : metanol (8:3), lalu diidentifikasi
alkaloid yang terlihat dengan timbulnya bercak berwarna coklat jingga dengan
latar belakang kuning setelah disemprot dengan penyemprot Dragendorff. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol mengandung alkaloid dengan nilai Rf 0,59.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


45

Kromatogram alkaloid pada ekstrak n-butanol dengan eluen


kloroform : metanol (8:3) dapat dilihat pada Gambar 5.2.
Untuk menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol mengandung flavonoida,
maka dilakukan KLT menggunakan eluen kloroform : metanol (8:4). Bercak
warna kuning terlihat pada kromatogram setelah dilakukan penyemprotan dengan
AlCl3 10%. Warna ini terlihat jelas pada kromatogram di bawah cahaya UV 366
nm. Hal ini menandakan bahwa ekstrak n-butanol mengandung flavonoida dengan
nilai Rf 0,22 dan Rf 0,39. Kromatogram flavonoida pada ekstrak n-butanol dengan
eluen kloroform : metanol (8:4) dapat dilihat pada Gambar 5.3.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
a. Semua ekstrak daun sidaguri memiliki potensi untuk menghambat aktivitas
xantin oksidase, dengan nilai IC50 9,52 g/mL pada ekstrak petroleum eter;
2,38 g/mL pada ekstrak etil asetat; 1,71 g/mL pada ekstrak n-butanol; dan
4,64 g/mL pada ekstrak etanol 96% .
b. Golongan senyawa kimia yang terdapat pada ekstrak daun sidaguri adalah
alkaloid, glikosida, flavonoida, dan terpen.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan isolasi dan
karakterisasi struktur senyawa dari ekstrak daun Sida rhombifolia L. untuk
mengetahui identitas dan senyawa aktif penghambat aktivitas xantin oksidase
yang terkandung di dalam ekstrak tersebut.

46

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


DAFTAR ACUAN

Agoes, Goeswin. (2007). Teknologi Bahan Alam. Bandung : Penerbit ITB.

Apaya, Karmella L., dan Chichioco-Hernandez, Christine L. (2011). Xanthine


Oxidase Inhibition of Selected Philippine Medicinal Plants. Journal of
Medicinal Plants Research, 5, 2, 289-292.

Astari, Ery Yudik. (2008). Pengaruh Pemberian Decocta Daun Dewa (Gynura
pseudochina (L) DC) terhadapp Penurunan Kadar Asam Urat Serum pada
Mencit Putih Jantan Galur Balb-C Hiperurisemia. 8 September, 2011.
http://etd.eprints.ums.ac.id/1526/1/K100040190.pdf.

Bisswanger, Hans. (2008). Enzyme Kinetics Principles and Methods. Jerman :


Wiley-VCH.

Campbell, Mary K. dan Farrell, Shawn O. (2009). Biochemistry Sixth Edition.


Kanada : Thomson Brooks/Cole.

Champe, Pamela C., Harvey, Richard A., dan Ferrier, Denise R. (2005).
Lippincotts Illustrated Reviews : Biochemistry. Baltimore : Lippincott
Williams & Wilkins.

Chang, W. S., Lee, Y. J., Lu, F. J., dan Chiang, H. C. (1993). Inhibitory Effects of
Flavonoids on Xanthine Oxidase. Anticancer Research, Vol. 13.

Connor, Mark. (2009). Allourinol for Pain Relief : More Than Just Crystal
Clearance?. British Journal of Pharmacology,156, 4-6.

Dalimartha, Setiawan. (2003). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta :


Puspa Swara.

Deglin, Judith Hopfer. (2004). Pedoman Obat untuk Perawat (H. Y. Kuncara dan
Palupi Widyastuti, Penerjemah). Jakarta : EGC.

Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

47

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


48

Dew, Tristan P., Day, Andrea J., dan Morgan, Michael R. A. (2005). Xanthine
Oxidase Activity in Vitro : Effects of Food Extracts and Components. J.
Agric. Food Chem., 53, 16.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. (2000). Parameter Standar


Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.

Evans, W.C. (2002). Trease and Evans Pharmacognosy 15th Edition. Edinburgh :
W. B. Saunders.

Fransworth, Norman.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening of


Plants. Journal of Pharmaceutical Science , 55, 3.

Ganiswarna, Sulistia G. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta : bagian


Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Gonzalez, Antonio G., Bazzocchi, Isabel L., Moujir, Laila., Ravelo, Angel G.,
Correa, Mireya D., dan Gupta, Mahabir P. (1995). Xanthine Oxidase
Inhibitory Activity of Some Panamanian Plants from Celastraceae and
Lamiaceae. Journal of Ethnopharmacology, 46, 25-29.

Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Mengkatalisis


Tumbuhan (Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro, Penerjemah). Bandung
: Penerbit ITB.

Harmita. (2006). Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Depok :
Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia.

Iswantini, D., Darusman, L. K., dan Hidayat, R. (2009). Indonesia Sidaguri


(Sida rhombifolia L.) as Antigout and Inhibition Kinetics of Crude Extract on
the Activity of Xanthine Oxidase. Journal of Biological Sciences, 9, 5.

Jiao, Rui H., Ge, Hui M., Shi, Da H., dan Tan, Ren X. (2006). An Apigenin-
derived Xanthine Oxidase Inhibitor from Palhinhaea cernua. Journal of
Natural Products, 69, 1089-1091.

Jones, Samuel B. (1987). Plant Systematics. Singapura : McGraw-Hill Book


Company.

Kong, L. D., et al.. (2000). Inhibition of Xanthine Oxidase by Some Chinese


Medicinal Plants Used to Treat Gout. Journal of Ethnopharmacology, 73.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


49

Kuchel, Philip dan Ralston, Gregory B. (2006). Schaums Easy Outlines :


Biokimia (Eva Laelasari, Penerjemah.). Jakarta : Penerbit Erlangga.

Laurens, Deddy Rifandi. (2010). Skrining dan Identifikasi Aktivitas


Penghambatan Enzim Xantin Oksidase oleh Beberapa Tanaman Obat di
Indonesia yang Berkhasiat sebagai Anti Hiperurisemia. Depok : FMIPA UI.

Lespade, L. dan Bercion, S. (2010). Theoretical Study of the Mechanism of


Inhibition of Xanthine Oxidase by Flavonoids and Gallic Acid Derivatives.
Journal of Physical Chemistry, 114.

Lio, M., Moriyama, A., Matsumoto, Y., Takaki, N., dan Fukumoto, M. (1985).
Inhibition of Xanthine Oxidase by Flavonoids. Journal of Agricultural and
Biological Chemistry, 49.

Marks, Dawn B., Marks, Allan D., dan Smith, Collen M. (2000). Biokimia
Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis (Brahm U. Pendit,
Penerjemah.). Jakarta : EGC.

McCarty, Daniel J. dan Hollander, Joseph L. (1961). Identification of Urate


Crystals in Gouty Synovial Fluid. Annal of Internal Medicine, 54, 452-460.

McPherson, Richard A. dan Pincus, Matthew R. (2007). Henrys Clinical


Diagnosis and Management by Laboratory Methods (21th ed.). Philadelphia:
Saunders Elsevier.

Murray, Robert K., Granner, Daryl K., Mayes, Peter A., dan Rodwell, Victor W.
(2003). Biokimia Harper (Andry Hartono, Penerjemah). Jakarta : EGC.

Murray, Robert K., Bender, David A., Botham, Kathleen M., Kennelly, Peter J.,
Rodwell, Victor W., dan Weil, P. A. (2009). Harpers Illustrated
Biochemistry Twenty-Eighth Edition. New York : McGraw Hill Medical
.
Nguyen, Mai Thanh Thi., Awale, Suresh., Tezuka, Yasuhiro., Tran, Quan Le.,
Watanabe, Hiroshi., dan Kadota, Shigetoshi. (2004). Xanthine Oxidase
Inhibitory Activity of Vietnamese Medicinal Plants. Biol. Pharm. Bull., 27, 9,
1414-1421.

Owen, Patrick L. dan Johns, Timothy. (1999). Xanthine Oxidase Inhibitory


Activity of Northeastern North American Plant Remedies Used for Gout.
Journal Ethnopharmacology, 64, 149-160.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


50

Pacher, Pal., Nivorozhkin, Alex., dan Szabo, Csaba. (2006). Therapeutic Effects
of Xanthine Oxidase Inhibitors : Renaissance Half a Century after the
Discovery of Allopurinol. Pharmacological Reviews., 58, 1, 87-114.

Pande, I. (2006). An Update on Gout. Indian Journal of Rheumatology Vol.1


No.2.

Price, Sylvia Anderson dan Wilson, Lorraine McCarty. (2005). Patofisiologi :


Konsep Klinis Proses-proses Penyakit (Brahm U. Pendit, Penerjemah). Jakarta
: EGC.

Rangari, Vinod D. (2007). Pharmacognosy : Tannin Containing Drugs. Desember


9, 2011. http://www.nsdl.niscair.res.in.

Salisbury, Frank B dan Ross, Cleon W. (1995). Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 (Diah
R Lukman dan Sumaryono, Penerjemah). Bandung : Penerbit ITB.

Smith, A. D., et al. (2000). Oxford Dictionary of Biochemistry and Molecular


Biology Revised Edition. New York : Oxford University Press Inc.

Syamsuhidayat, S.S. dan Hutapea, J.R. (1991). Inventaris Tanaman Obat


Indonesia I. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Sweetman, Sean C. (2009). Martindale The Complete Drug Reference Thirty-sixth


Edition. London : Pharmaceutical Press.

Tjitrosoopomo, Gembong. (1991). Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta).


Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Umamaheswari, M., Asokkumar, K., Sivashammugam, A. T., dan Kemyaraju, A.


(2007). Xanthine Oxidase Inhibitory Activity of Some Indian Medical Plants.
Journal of Ethnopharmacology, 109.

Umamaheswari, M., Asokkumar, K., Sivashanmugam, A. T., dan Remyaraju, A.


(2009). In Vitro Xanthine Oxidase Inhibitory Activity of The Fractions of
Erythrina stricta Roxb. Journaal of Ethnopharmacology, 124, 646-648.

Van Valkenburg, J. L. C. H. dan Bunyapraphatsara, N.. (2002). Plant Resources


of South-East Asia-Medicinal and Poisonous Plants 2. Bogor : PROSEA.

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


GAMBAR

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


53

Gambar 4.5 Tanaman Sidaguri (Sida rhombifolia L.)

Gambar 4.6 Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.)

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


54

Gambar 4.7 Spektrofotometer UV-Vis (PG Instruments Ltd)

Penambahan Penambahan
Penambahan
pereaksi pereaksi
pereaksi Mayer
Bouchardat Dragendorff

Kontrol positif
Chinae Cortex

(+) (+) (+)

Ekstrak
n-Butanol

(+) (+) (+)

Ekstrak
Etanol 96%

(+) (+) (+)


Keterangan : positif (+) menandakan bahwa ekstrak mengandung senyawa alkaloid

Gambar 4.8 Identifikasi Alkaloid pada Kontrol Positif Chinae Cortex dan pada
Ekstrak n-Butanol serta Ekstrak Etanol 95% Daun Sidaguri

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


55

Cincin
warna
ungu

Kontrol Ekstrak Ekstrak etanol


positif n-butanol 96%
Nerii folium
(+) (+) (+)

Keterangan : positif (+) ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas lapisan
yang menunjukkan bahwa ekstrak mengandung gugus gula

Gambar 4.9 Reaksi Molish pada Identifikasi Glikosida

Kontrol
Ekstrak Ekstrak
positif daun Ekstrak Ekstrak
petroleum etanol
benalu etil asetat n-butanol
eter 96%;
mangga

Reaksi dengan
serbuk seng
(warna merah)

(+) (-) (+) (+) (+)

Reaksi positif
dengan
serbuk
magnesium
(warna kuning
jingga)
(+) (-) (-) (+) (+)
Keterangan : positif (+) menandakan bahwa ekstrak mengandung senyawa flavonoida; dan reaksi
negatif (-) menandakan bahwa ekstrak tidak mengandung senyawa flavonoida

Gambar 4.10 Identifikasi Flavonoida pada Reaksi Menggunakan Serbuk Seng


dan Serbuk Magnesium

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


56

Kontrol
Ekstrak Ekstrak Ekstrak Ekstrak
positif
petroleum eter etil asetat n- butanol etanol 96%
Hirtae Herba

(+) (+) (+) (+) (-)

Keterangan : positif (+) warna hijau menandakan bahwa ekstrak mengandung senyawa terpen; dan
reaksi negatif (-) menandakan bahwa ekstrak tidak mengandung senyawa terpen

Gambar 4.11 Identifikasi Terpen dengan Menggunakan


Reaksi Liebermann-Burchard

Kontrol positif daun teh Ekstrak Etanol 96%

A B C D E F

Kontrol negatif
larutan besi
(III) klorida

Reaksi positif
menggunakan
larutan
besi (III)
klorida
Keterangan : A = kontrol negatif (HCl 2 N + Pb (II) asetat); B = penambahan gelatin 10%;
C = penambahan NaCl-gelatin; D = penambahan ekstrak, HCl dan Pb (II) asetat;
E = penambahan gelatin 10% pada ekstrak etanol 96%; F = penambahan NaCl-
gelatin pada ekstrak etanol 96%

Gambar 4.12 Identifikasi Tanin pada Kontrol Positif Daun Teh dan
Ekstrak Etanol 96%

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


57

Gambar 4.13 Kontrol Positif Rhei Radix pada Identifikasi Antrakuinon

busa

Gambar 4.14 Kontrol Positif Liquiritae Radix pada Identifikasi Saponin

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


58

Garis akhir elusi

2
1

Garis awal elusi

I II III
Fase diam :
Lempeng KLT silica gel 60 F254
Eluen : Kloroform-metanol (8:3)
Penyemprot : Vanilin-H2SO4, dipanaskan perlahan-lahan pada suhu 100C selama 10 menit
Jarak rambat : 5 cm
Nilai Rf : Rf1 0,4; Rf2 0,46; Rf3 0,58; dan Rf4 0,66
Keterangan :
I. : Hasil pengamatan dengan cahaya tampak
II. : Hasil pengamatan dengan cahaya UV 254 nm
III. : Hasil pengamatan setelah disemprot dan dipanaskan dan pengamatan dengan
cahaya tampak

Gambar 5.1 Kromatogram Terpen pada Ekstrak n-Butanol dengan Eluen


Kloroform : Metanol (8:3)

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


59

Garis akhir elusi

Garis awal elusi

I II III

Fase diam : Lempeng KLT silica gel 60 F254


Eluen : Kloroform-metanol (8:3)
Penyemprot : Dragendorff
Jarak rambat : 5 cm
Nilai Rf : Rf1 0,59
Keterangan :
I. : Hasil pengamatan dengan cahaya UV 254 nm
II. : Hasil pengamatan dengan cahaya UV 366 nm
III. : Hasil pengamatan setelah disemprot dan pengamatan dengan cahaya tampak

Gambar 5.2 Kromatogram Alkaloid pada Ekstrak n-Butanol dengan Eluen


Kloroform : Metanol (8:3)

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


60

Garis akhir elusi

Garis awal elusi

I II III

Fase diam : Lempeng KLT silica gel 60 F254


Eluen : Kloroform-metanol (8:4)
Penyemprot : AlCl3 10%
Jarak rambat : 4,9 cm
Nilai Rf : Rf1 0,22 dan Rf2 0,39
Keterangan :
I. : Hasil pengamatan dengan cahaya tampak
II. : Hasil pengamatan dengan cahaya UV 254 nm
III. : Hasil pengamatan setelah disemprot dan pengamatan dengan cahaya UV 366 nm

Gambar 5.3 Kromatogram Flavonoid pada Ekstrak n-Butanol dengan Eluen


Kloroform : Metanol (8:4)

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


TABEL

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


62

Tabel 4.1 (1) Susut Pengeringan

Nama Bagian Bobot basah Bobot Susut


Tanaman Tanaman (g) Kering (g) Pengeringan
(%)
Sida Daun 1400 1200 14,29
rhombifolia
L.

Tanel 4.1 (2) Rendemen Ekstrak

Nama Simplisia : Daun Sidaguri (Sida rhombifolia L.)


Ekstrak

Peroleum
Etil Asetat n-Butanol Etanol 96%
Eter

Bobot Simplisia (g) 1200


Bobot Ekstrak (g) 20,00 16,7443 9,6171 7,9866
Rendemen Ekstrak (%) 1,67 1,40 0,80 0,67

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


63

Tabel 4.2 (1) Hasil Optimasi Suhu

Absorbansi
Kontrol Kontrol Aktivitas
Suhu Blangko Blangko
Blangko blangko B-KB (Unit/ml)
(B) rata-rata
(KB) rata-rata
0,340 0,099
20oC 0,340 0,099 0,241 0,98
0,340 0,099
0,490 0,099
25oC 0,500 0,099 0,391 1,97
0,510 0,099
0,556 0,099
30oC 0,557 0,099 0,458 2,25
0,558 0,099
0,222 0,075
35oC 0,212 0,074 0,138 0,68
0,202 0,073
0,200 0,071
40oC 0,200 0,072 0,128 0,63
0,200 0,073

Tabel 4.2 (2) Hasil Optimasi pH

Absorbansi
Kontrol Kontrol Aktivitas
pH Blangko Blangko
Blangko blangko B-KB (Unit/ml)
(B) rata-rata
(KB) rata-rata
0,555 0,099
7,5 0,555 0,099 0,456 2,24
0,555 0,099
0,605 0,101
7,8 0,605 0,102 0,503 2,47
0,605 0,103
0,320 0,094
8,0 0,320 0,094 0,226 1,11
0,320 0,094
0,272 0,085
8,3 0,274 0,086 0,188 0,92
0,276 0,087
0,211 0,074
8,5 0,212 0,074 0,137 0,68
0,213 0,074

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


64

Tabel 4.2 (3) Hasil Optimasi Konsentrasi Substrat

Absorbansi
Konsentrasi
Kontrol Kontrol Aktivitas
Xantin Blangko Blangko
Blangko blangko B-KB (Unit/ml)
(mM) (B) rata-rata
(KB) rata-rata
0,188 0,034
0,05 0,187 0,035 0,152 0,75
0,186 0,035
0,383 0,098
0,1 0,379 0,099 0,280 1,38
0,374 0,100
0,637 0,113
0,15 0,610 0,112 0,498 2,40
0,583 0,111
0,600 0,150
0,2 0,594 0,153 0,441 2,17
0,588 0,156
0,620 0,202
0,25 0,615 0,201 0,414 2,04
0,610 0,200

Tabel 4.3 (1) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Alopurinol


(sebagai Pembanding)

Serapan
Konsentrasi % IC50
Rata-rata S1-S0
(g/mL) Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,335 0,331 0,333
0,1 0,327 40,33
S0 0,008 0,004 0,006
S1 0,273 0,271 0,272
0,25 0,258 52,92
S0 0,015 0,013 0,014
S1 0,198 0,194 0,196
0,5 0,169 69,16 0,07
S0 0,029 0,025 0,027
S1 0,152 0,150 0,151
1 0,076 86,13
S0 0,079 0,071 0,075
S1 0,129 0,127 0,128
2 0,029 94,71
S0 0,101 0,097 0,099
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 48,048 + 26,756 x

Keterangan : A1 = serapan 1; A2 = serapan 2; S1 = sampel; S0 = kontrol sampel; IC50 = konsentrasi


yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam kondisi pengujian

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


65

Tabel 4.3 (2) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Petroleum Eter
Daun Sidaguri

Serapan
Konsentrasi Rata- % IC50
S1-S0
(g/mL) rata Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,411 0,402 0,407
1 0,384 29,93
S0 0,028 0,017 0,023
S1 0,404 0,394 0,399
5 0,370 32,48
S0 0,034 0,023 0,029
S1 0,391 0,382 0,387
10 0,351 35,95
S0 0,047 0,025 0,036
S1 0,384 0,375 0,380 9,52
20 0,321 41,42
S0 0,064 0,054 0,059
S1 0,379 0,368 0,374
50 0,282 48,54
S0 0,097 0,087 0,092
S1 0,364 0,353 0,359
100 0,238 56,57
S0 0,129 0,113 0,121
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 32,819 1,8056 x

Keterangan : A1 = serapan 1; A2 = serapan 2; S1 = sampel; S0 = kontrol sampel; IC50 = konsentrasi


yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam kondisi pengujian

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


66

Tabel 4.3 (3) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Etil Asetat Daun
Sidaguri

Serapan
Konsentrasi Rata- % IC50
S1-S0
(g/mL) rata Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,349 0,309 0,329
1 0,316 42,34
S0 0,014 0,011 0,013
S1 0,329 0,283 0,306
5 0,290 47,08
S0 0,019 0,013 0,016
S1 0,305 0,277 0,291
10 0,272 50,36
S0 0,022 0,016 0,019
2,38
S1 0,296 0,267 0,282
20 0,259 52,74
S0 0,028 0,018 0,023
S1 0,264 0,251 0,258
50 0,231 57,85
S0 0,032 0,021 0,027
S1 0,243 0,260 0,252
100 0,135 75,36
S0 0,116 0,118 0,117
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 45,035 2,0894 x

Keterangan : A1 = serapan 1; A2 = serapan 2; S1 = sampel; S0 = kontrol sampel; IC50 = konsentrasi


yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam kondisi pengujian

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


67

Tabel 4.3 (4) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak n-Butanol Daun
Sidaguri

Serapan
Konsentrasi Rata- % IC50
S1-S0
(g/mL) rata Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,316 0,364 0,340
1 0,310 43,43
S0 0,030 0,029 0,030
S1 0,313 0,338 0,326
5 0,284 48,18
S0 0,044 0,040 0,042
S1 0,311 0,324 0,318
10 0,271 50,55
S0 0,049 0,045 0,047
1,71
S1 0,306 0,299 0,303
20 0,247 54,93
S0 0,057 0,055 0,056
S1 0,209 0,238 0,224
50 0,208 62,04
S0 0,074 0,058 0,016
S1 0,207 0,234 0,221
100 0,102 81,39
S0 0,126 0,112 0,119
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 45,765 2,4812 x

Keterangan : A1 = serapan 1; A2 = serapan 2; S1 = sampel; S0 = kontrol sampel; IC50 = konsentrasi


yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam kondisi pengujian

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


68

Tabel 4.3 (5) Penghambatan Aktivitas Enzim oleh Ekstrak Etanol 96% Daun
Sidaguri

Serapan
Konsentrasi Rata- % IC50
S1-S0
(g/mL) rata Penghambatan (g/mL)
A1 A2
S1 0,343 0,364 0,354
1 0,338 38,32
S0 0,019 0,013 0,016
S1 0,335 0,344 0,340
5 0,322 41,24
S0 0,020 0,015 0,018
S1 0,304 0,328 0,316
10 0,293 46,53
S0 0,026 0,020 0,023
4,64
S1 0,301 0,323 0,312
20 0,285 47,99
S0 0,030 0,024 0,027
S1 0,292 0,319 0,306
50 0,232 57,66
S0 0,053 0,094 0,074
S1 0,270 0,316 0,293
100 0,187 65,88
S0 0,111 0,101 0,106
Blanko 0,548
Persamaan regresi y = 41,429 1,8458 x

Keterangan : A1 = serapan 1; A2 = serapan 2; S1 = sampel; S0 = kontrol sampel; IC50 = konsentrasi


yang dibutuhkan untuk menghambat 50% aktivitas enzim dalam kondisi pengujian

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


69

Tabel 4.4 Hasil Uji Kinetika Penghambatan Enzim

Konsentrasi Serapan
Substrat 1/[S] 1/V0 1/V1 1/V2
V
[S]
V0 V1 V2
0,05 0,270 0,140 0,129 20 3.704 7.143 7.752
0,1 0,395 0,270 0,226 10 2.532 3.704 4.425
0,15 0,438 0,176 0,341 6,667 2.283 5.682 2.933
0,2 0,463 0,327 0,402 5 2.159 3.058 2.488
0,25 0,484 0,334 0,367 4 2.066 2.994 2.725

Keterangan : V0 = tanpa inhiitor; V1 = inhibitor 0,1 g/mL; V2 = inhibitor 0,25 g/mL

Tabel 4.4 Hasil Uji Kinetika Penghambatan Enzim (lanjutan)

Konsentrasi Serapan
Substrat 1/[S] 1/V0 1/V3 1/V4
V
[S]
V0 V3 V4
0,05 0,270 0,125 0,097 20 3.704 8 10.309
0,1 0,395 0,241 0,117 10 2.532 4.149 8.547
0,15 0,438 0,272 0,123 6,667 2.283 3.676 8.13
0,2 0,463 0,297 0,109 5 2.159 3.367 9.174
0,25 0,484 0,330 0,136 4 2.066 3.03 7.353

Keterangan : V0 = tanpa inhibitor; V3 = inhibitor 0,5 g/mL; V4 = inhibitor 1 g/mL

Tabel 4.4 Hasil Uji Kinetika Penghambatan Enzim (lanjutan)

Konsentrasi Serapan
Substrat 1/[S] 1/V0 1/V5
V
[S]
V0 V5
0,05 0,270 0,18 20 3.704 5.556
0,1 0,395 0,173 10 2.532 5.78
0,15 0,438 0,176 6,667 2.283 5.682
0,2 0,463 0,172 5 2.159 5.814
0,25 0,484 0,192 4 2.066 5.208

Keterangan : V0 = tanpa inhibitor; V5 = inhibitor 5 g/mL

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


70

Tabel 4.5 Hasil Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak Tanaman

Ekstrak daun sidaguri

Kandungan Pereaksi kimia Petroleum Etil n-Butanol Etanol


kimia eter asetat 96%

Mayer LP - - + +

Alkaloid Bouchardat LP - - + +

Dragendorf LP - - + +

Glikosida Reaksi Molish - - + +

Serbuk Zn + HCl 2 N - + + +
+ HCl(p)

Serbuk Mg + HCl (p) - - + -


Flavonoid
Aseton + serbuk asam - + + +
borat + serbuk asam
oksalat + eter

Terpen Reaksi Liebermann- + + + -


Bouchard

FeCl3 1% - - + +

Tanin Gelatin 10% - - - -

NaCl-Gelatin - - - -

Saponin Air panas - - - -

Antrakuinon Benzena + NaOH 2 N - - - -

Keterangan : (+) = terdeteksi dalam ekstrak; (-) = tidak terdeteksi dalam ekstrak

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


LAMPIRAN

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


72

Lampiran 1. Skema Kerja

1,2 kg simplisia kering daun


Sida rhombifolia L.

Dihaluskan dengan blender

1,2 kg serbuk simplisia daun


kering Sida rhombifolia L.

Maserasi dengan petroleum eter, disaring, dan dievaporasi

Ekstrak Petroleum eter Ampas

Maserasi dengan etil asetat, disaring, dievaporasi

Ekstrak Etil asetat Ampas

Maserasi dengan butanol, disaring, dievaporasi

Ekstrak n-Butanol * Ampas

Ekstrak Etanol 96% Ampas

Uji penghambatan aktivitas


xantin oksidase

Ekstrak yang memiliki


aktivitas paling kuat

Uji kinetika penghambatan


xantin oksidase *

Identifikasi kandungan
kimia

Menggunakan KLT
pereaksi kimia

72

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


73

Lampiran 2. Pembuatan Larutan Uji

Ekstrak kental 10
mg

+ 5 tetes DMSO +
aquadest bebas
CO2 ad 10 mL

larutan induk 1000


g/mL

Pipet 1 mL, masukkan ke


dalam labu ukur 10 mL 100 g/mL

Pipet 0,5 mL, masukkan


ke dalam labu ukur 10 mL
50 g/mL
Pipet 0,2 mL, masukkan
ke dalam labu ukur 10 mL

20 g/mL

Pipet 0,1 mL, masukkan


ke dalam labu ukur 10 mL

10 g/mL

Pipet 0,05 mL, masukkan


ke dalam labu ukur 10 mL
5 g/mL

Pipet 0,01 mL, masukkan


ke dalam labu ukur 10 mL
1 g/mL

73

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


74

Lampiran 3. Pembuatan Larutan Alopurinol

Alopurinol 10 mg

+ 5 tetes NaOH 1 N +
aquades bebas CO2
ad 10 mL

larutan induk
1000 g/mL
Pipet 1 mL, masukkan ke
dalam labu ukur 10 mL

100 g/mL

Pipet 0,01 mL, masukkan


ke dalam labu ukur 10 mL
0,1 g/mL

Pipet 0,025 mL, masukkan


ke dalam labu ukur 10 mL 0,25 g/mL

Pipet 0,05 mL, masukkan


ke dalam labu ukur 10 mL
0,5 g/mL

Pipet 0,1 mL, masukkan ke


dalam labu ukur 10 mL
1,0 g/mL

Pipet 0,2 mL, masukkan ke


dalam labu ukur 10 mL 2,0 g/mL

74

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


75

Lampiran 4. Perhitungan Xantin Oksidase

Perhitungan enzim :
Pada label tertulis = 0,4-1,0 unit/mg protein
45,45 mg solid 0,11 units/mg solid
0,8 unit/mg protein
45,45 mg solid x 0,11 units/mg solid = 4,9995 units 5 units
5 unit
= 6,25 mg protein
unit
0,8 mg protein

45,45 mg solid mg solid


= 7,272
6,25 mg protein mg protein

1 mg protein 7,272 mg solid 0, 8 unit


Pembuatan larutan induk enzim 0,1 U/ml :

mg solid
7,272 mg protein x 0,1 unit
= 0,909 mg solid dalam 1 mL
unit
0,8 mg protein

Jadi dalam 10 ml = 9,09 mg.

Lampiran 5. Pembuatan Larutan Xantin Oksidase

Xantin oksidase
9,09 mg

+ larutan dapar
kalium fosfat pH
optimum ad 10 mL

larutan induk 0,1


U/mL

75

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


76

Lampiran 6. Perhitungan Substrat Xantin

Pembuatan larutan substrat xantin 1 mM :


Mr Xantin = 152,1 (Sigma)
M = berat (g)
Mr x V (L)
1 x 10-3 = berat (g)
152,1 x 100 x 10-3
Berat = 15,21 x 10-3 g = 15,21 mg

Lampiran 7. Pembuatan Larutan Substrat Xantin

Xantin 15,21 mg

+ 3 tetes NaOH 1 N, ad
aquadest bebas CO2 ad
100 mL
Pipet 25 mL, masukkan ke
dalam labu ukur 100 mL
larutan induk 1 mM

Pipet 20 mL, masukkan ke


dalam labu ukur 100 mL 0,25 mM

Pipet 15 mL, masukkan ke


0,2 mM
dalam labu ukur 100 mL

Pipet 10 mL, masukkan ke 0,15 mM


dalam labu ukur 100 mL

0,1 mM
Pipet 5 mL, masukkan ke
dalam labu ukur 100 mL
0,05 mM

76

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


77

Lampiran 8. Hasil Identifikasi/Determinasi Tanaman

77

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012


78

Lampiran 9. Sertifikat Alopurinol

78

Uji penghambatan..., Siti Marwah Lestari, FMIPA UI, 2012

Anda mungkin juga menyukai