Perkembangan Moral Peserta Didik
Perkembangan Moral Peserta Didik
Perkembangan Moral Peserta Didik
Seto Mulyadi (2002a) menyatakan tentang Robert Coles yang menggagas tentang kecerdasan
moral yang juga memegang peranan amat penting bagi kesuksesan seseorang dalam hidupnya.
Hal ini ditandai dengan kemampuan seorang anak untuk bisa menghargai dirinya sendiri maupun
diri orang lain, memahami perasaan terdalam orang-orang di sekelilingnya, mengikuti aturan-
aturan yang berlaku, semua ini termasuk merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak di masa
depan. Suasana damai dan
penuh kasih sayang dalam keluarga, contoh-contoh nyata berupa sikap saling menghargai satu
sama lain, ketekunan dan keuletan menghadapi kesulitan, sikap disiplin dan penuh semangat, tidak
mudah putus asa, lebih banyak tersenyum daripada cemberut, semua ini memungkinkan anak
mengembangkan kemampuan yang berhubungan dengan kecerdasan kognitif, kecerdasan
emosional maupun kecerdasan moralnya.
Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada
penalaran moral dan berkembang secara bertahap yaitu: Penalaran prakovensional, konvensional,
dan pascakonvensional.
1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran
moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.
Contoh dalam dunia pendidikan: Peserta didik mau belajar kalau mendapatkan hadiah uang.
2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan
moral Kohlberg. Seorang menaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak mentaati
standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.
Contoh: siswa di satu kesempatan mau belajar dengan tekun karena kesadaran sendiri tetapi tidak
mau menaati perintah orang tua yang mengharuskan belajar dari pukul 19.00 sampai dengan pukul
21.00
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan
mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada tahap ini,
pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat indera mereka.
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal
khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu untuk
melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten.
Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh pendidikan di
sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari suatu situasi nyata
atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu mempertimbangkan dua aspek dari suatu
situasi nyata secara bersamasama
Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak mesti
menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam perkembangan
kognitif.
FAKTOR PENYEBAB DAN CARA MENGATASI
KESULITAN BELAJAR ANAK
April 15, 2017
Hamalik (hal: 1983) menyatakan kesulitan belajar dapat diartikan sebagai keadaan di mana peserta
didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Keadaan tersebut tidak bisa diabaikan oleh
seorang pendidik karena dapat menjadi penghambat tujuan pembelajaran. Kesulitan belajar tidak
hanya disebabkan oleh faKtor intelegensi yang rendah, akan tetapi bisa disebabkan oleh faktor-
faktor nonintelegensi. Oleh karena itu, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar.
Wood (2007:33) menyatakan kesulitan belajar adalah suatu kondisi dalam proses belajar yang
ditandai oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar. Hambatan-
hambatan tersebut diakibatkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik maupun luar
diri peserta didik.
1. Kesulitan belajar akademis, meliputi kesulitan membaca, kesulitan menulis, dan kesulitan
berhitung.
2. Gangguan simbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk dapat memahami suatu obyek sekalipun
ia tidak memiliki kelainan pada organ tubuhnya.
3. Gangguan nonsimbolik, yaitu ketidakmampuan anak untuk memahami isi pelajaran karena ia
mengalami kesulitan untuk mengulang kembali apa yang telah dipelajarinya.
4. Ganguan sosial-emosional, yaitu gangguan yang berasal dari lingkungan dan emosi dalam diri
anak.
2. Faktor kondisi fisik dan kesehatan, termasuk kondisi kelainan, seperti kurangnya gizi pada ibu
hamil, bayi dan anak, kerusakan susunan dan fungsi otak, dan penyakit persalinan;
4. Faktor keluarga, seperti keadaan keluarga yang tidak baik dan kurangnya dukungan belajar dari
orang tua.
Anak yang mengalami kesulitan pendengaran dan penglihatan hendaknya mengambil posisi
tempat duduk bagian depan.
2. Gangguan kesehatan
Anak yang mengalami gangguan kesehatan sebaiknya diistirahatkan di rumah dengan tetap
memberinya bahan pelajaran dan dibimbing oleh orang tua dan keluarga lainnya.
3. Program remedial
Siswa yang gagal mencapai tujuan pembelajaran akibat gangguan internal, perlu ditolong dengan
melaksanakan program remedial.
Penggunaan alat peraga pelajaran dan media belajar kiranya cukup membantu siswa yang
mengalami kesulitan menerima materi pelajaran. Misalnya, karena materi pelajaran bersifat
abstrak sehingga sulit dipahami siswa.
Suasana belajar yang nyaman dan menggembirakan akan membantu siswa yang mengalami
hambatan dalam menerima materi pelajaran.
E. Rancangan Kegiatan Mengatasi Kesulitan Belajar Peserta Didik
Rancangan mengatasi kesulitan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1. Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-
langkah sebagai berikut : (1) Identifikasi kasus; Identifikasi kasus merupakan upaya untuk
menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan bimbingan belajar. Robinson dalam Abin
Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk
mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan bimbingan belajar. (2) Call them approach;
melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara bergiliran sehingga dengan cara
ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan layanan bimbingan. (3) Maintain
good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga tidak terjadi
jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui berbagai cara yang
tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya melalui kegiatan
ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya. (4) Developing a desire for
counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah penyadaran siswa akan masalah
yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan siswa yang bersangkutan tentang
hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil pengukuran lainnya untuk dianalisis
bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya. Melakukan analisis terhadap hasil belajar
siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang
dihadapi siswa. (5) Melakukan analisis sosiometris; dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang
diduga mengalami kesulitan Penyesuaian social
2. Identifikasi Masalah
Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang
dihadapi siswa. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan
dengan aspek : (a) substansial material; (b) struktural fungsional; (c) behavioral; dan atau (d)
personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu
instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah (AUM).
Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa, seputar
aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan keuangan;
(e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h) hubungan
muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.
3. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran
dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing,
pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan
lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.
PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN MORAL
PESERTA DIDIK
April 01, 2017
Pada tahap sensori motor (0-2 tahun) seorang anak akan belajar untuk menggunakan dan
mengatur kegiatan fisik dan mental menjadi rangkaian perbuatan yang bermakna. Pada
tahap ini, pemahaman anak sangat bergantung pada kegiatan (gerakan) tubuh dan alat-alat
indera mereka.
Pada tahap pra-operasional (2-7 tahun), seorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-
hal khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indera, sehingga ia belum mampu
untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan sesuatu secara konsisten.
Pada tahap operasional konkret (7-11 tahun), umumnya anak sedang menempuh
pendidikan di sekolah dasar. Di tahap ini, seorang anak dapat membuat kesimpulan dari
suatu situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan mampu
mempertimbangkan dua aspek dari suatu situasi nyata secara bersamasama
Pada tahap operasional formal (lebih dari 11 tahun), kegiatan kognitif seseorang tidak
mesti menggunakan benda nyata. Tahap ini merupakan tahapan terakhir dalam
perkembangan kognitif.
Perkembangan Moral
1. Teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada
penalaran moral dan berkembang secara bertahap yaitu: Penalaran prakovensional,
konvensional, dan pascakonvensional.
1) Tingkat Satu: Penalaran Prakonvesional
Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral
Kohlberg. Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral, penalaran
moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman ekternal.
2) Tingkat Dua: Penalaran Konvensional
Penalaran konvensional adalah tingkat kedua atau tingkat menengah dari teori perkembangan
moral Kohlberg. Seorang mentaati standar-standar (internal) tertentu, tetapi mereka tidak
mentaati standar-standar (internal) orang lain, seperti orangtua atau masyarakat.
3) Tahap Tiga: Penalaran Pascakonvensional
Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg.
Pada tingkat ini, moralitas benarbenar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-
standar orang lain. Seorang mengenal tindakan moral alternatif, menjajaki
pilihan-pilihan, dan kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
2. Tipe-tipe Kepribadian Siswa
Bekal ajar awal peserta didik dapat pula diartikan kemampuan awal (entry behavior)
adalah kemampuan yang yang telah diperoleh peserta didik sebelum dia memperoleh kemampuan
terminal tertentu yang baru. Kemampuan awal
menunjukkan status pengetahuan dan keterampilan peserta didik sekarang untuk menuju ke status
yang akan datang yang diinginkan guru agar tercapai oleh peserta didik. Dengan kemampuan ini
dapat ditentukan darimana pengajaran harus dimulai.
untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik, seorang pendidik dapat melakukan tes awal
(pre-test). Tes yang diberikan dapat berkaitan dengan materi ajar sesuai dengan panduan
kurikulum. Selain itu pendidik dapat melakukan wawancara, observasi, dan memberikan kuisioner
kepada peserta didik atau calon peserta didik, serta guru yang biasa mengampu pelajaran tersebut.
Teknik yang paling tepat untuk mengetahui bekal ajar awal peserta didik yaitu tes. Teknik tes ini
menggunakan tes prasyarat dan tes awal. Sebelum memasuki pelajaran sebaiknya guru membuat
tes prasyarat dan tes awal. Tes prasyarat adalah tes untuk mengetahui apakah peserta didik telah
memiliki pengetahuan keterampilan yang diperlukan atau di syaratkan untuk mengikuti suatu
pelajaran. Sedangkan tes awal adalah tes untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah memiliki
pengetahuan atau keterampilan mengenai pelajaran yang hendak diikuti. Benjamin S. Bloom
melalui beberapa eksperimen membuktikan bahwa untuk belajar yang bersifat kognitif apabila
pengetahuan atau kecakapan pra syarat ini tidak dipenuhi, maka betapa pun kualitas pembelajaran
tinggi, maka tidak akan menolong untuk memperoleh hasil belajar yang tinggi. Hasil pretest juga
sangat berguna untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki dan sebagai
perbandingan dengan hasil yang dicapai setelah mengikuti pelajaran. Jadi kemampuan awal sangat
diperlukan untuk menunjang pemahaman siswa sebelum diberi pengetahuan baru karena kedua hal
tersebut saling berhubung.
PENDEKATAN, STRATEGI, METODE, DAN
TEKNIK PEMBELAJARAN
April 01, 2017
Dalam Lampiran 3 Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 (233) pendekatan dimaknai sebagai
cara menyikapi/melihat (a way of viewing); strategi dimaknai sebagai cara mencapai tujuan
dengan sukses (a way of winning the game atau a way of achieving of objectif); metode dimaknai
sebagai cara menangani sesuatu (a way of dealing). Sedangkan teknik dimaknai sebagai cara
memperlakukan sesuatu (a way creating something); dan model dimaknai sebagai kerangka yang
berisikan langkah-langkah/uruturutan kegiatan/sintakmatik yang secara operasional perlu
dilakukan oleh guru dan siswa. Dalam referensi lain dijelaskan bahwa pendekatan adalah titik
tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran; metode adalah cara yang digunakan
untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran; teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifk; dan model adalah bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru (bungkus atau bingkai dari
penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran).Pendekatan (approach)
merupakan titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Roy Killen (1998)
misalnya, mencatat ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat
pada guru (teacher-centered approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-
centered approaches) yang digunakan dalam perancangan kurikulum dan pembelajaran saat
ini. Strategi pembelajaran merupakan perencanaan tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran
yang disusun untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan metode merupakan upaya untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah
disusun tercapai secara optimal. Metode digunakan sebagai cara untuk melaksanakan dan
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dalam mengimplementasikan metode
pembelajaran, seorang pendidik perlu menetapkan teknik atau cara tertentu agar proses
pembelajaran berjaan efektif dan efsien, serta taktik atau gaya individu dalam melaksanakan suatu
teknik atau metode tertentu misalnya dalam menggunakan ilustrasi atau menggunakan gaya
bahasa atau idialek agar materi pembelajaran mudah dipahami.