Pertumbuhan Dan Regenerasi Sel Serta Faktor

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

PERTUMBUHAN DAN REGENERASI SEL SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMENGARUHINYA
Oleh Cindyara Nayanda (1406533592), Fahmi Zaenal (1206212520), Haris Abdul Aziz
(1406605755), M. Ryo Tjokrosoedomo (1406574371), Safira Candra Asih (1406579151),
Suryaningrum P. (1406569163)

Abstrak:

Tumbuh dan berkembang adalah salah satu karakteristik yang dimiliki oleh makhluk hidup.
Berbeda dengan benda mati yang cenderung tetap, makhluk hidup selalu berubah dari segi
ukuran, bentuk, warna, hingga fungsi dari sel-sel penyusunnya. Cara tumbuh dan
berkembang masing-masing makhluk hidup pun berbeda-beda. Ada yang membutuhkan
waktu singkat dan ada pula yang menbutuhkan waktu bertahun-tahun untuk mencapai
pertumbuhan dan perkembangan maksimum makhluk hidup tersebut.

Kata kunci: pertumbuhan, regenerasi, sel, prokariotik, eukariotik, virus, generatif, vegetatif,
faktor pertumbuhan, amitosis, fase litik, fase lisogenik, mitosis, nutrien.

PEMBELAHAN SEL PADA PROKARIOTIK

Pada sel prokariotik, materi genetic tersebar didalam suatu badan serupa inti yang
tidak dikelilingi oleh membran. Mikroorganisme yang prokariotik, misalnya bakteri dan alga
hijau-biru.

Proses pembelahan sel pada sel prokariotik berbeda dengan pembelahan sel pada
eukariotik. Pada prokariotik pembelahan sel berlangsung secara sederhana yang meliputi
proses pertumbuhan sel, duplikasi materi genetik, pembagian kromosom,dan pembelahan
sitoplasma yang didahului dengan pembentukan dinding sel baru. Proses pembelahan yang
demikian dinamakan amitosis.

Amitosis adalah pembelahan sel secara langsung tanpa melibatkan kromosom, contohnya
pada sel bakteri. Ciri-ciri sel prokariotik adalah bahan genetik (DNA) tidak terstruktur dalam
bentuk nukleus, DNA terdapat pada nukleolit yang tidak terselubungi oleh membran. Secara
umum, sel prokariotik memiliki ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan sel eukariotik.
Setiap prokariotik merupakan sel tunggal, tetapi akan sering terlihat dalam tipe rantai,
agregat, atau kelompok sel yang jumlahnya ratusan.
POLA PERTUMBUHAN SEL PROKARIOTIK

Seperti yang kita ketahui, bakteri atau sel prokariotik bereproduksi secara aseksual
yaitu dengan pembelahan biner. Bakteri ini pun melewati fase-fase sebelum pembelahan
maupun setelah pembelahan sel yang dikenal dengan pola pertumbuhan bakteri. Bakteri
yang tumbuh akan mereplikasikan dirinya menjadi dua dalam suatu interval dan waktu yang
dibutuhkan. Misalnya, pertumbuhan terjadi dari 1,2,4,8, etc. atau 20,21,22,23,2n(dimana n
merupakan banyaknya pembentukan yang dilakukan oleh suatu sel). Peristiwa ini
dinamakan pertumbuhan eksponensial. Namun, pada realita nya, pertumbuhan
eksponensial merupakan bagian dari siklus hidup bakteri itu sendiri. Siklus hidup atau pola
pertumbuhan prokariotik terbagi menjadi 4 fase yaitu :

Lag Phase

Log Phase
Stationary Phase

Death Phase

Sebenarnya, terdapat satu fase tambahan yang hanya dimiliki oleh beberapa bakteri
yang mempunyai faktor pendukung untuk mengalami fase tersebut, yaitu long-term
stationary phase. Dalam fase ini bakteri dapat bertahan hidup untuk tidak mati dengan
membuat suatu spora yang tahan terhadap keterbatasan faktor pertumbuhan bakteri.

Untuk mengetahui detail dari masing-masin fase, penulis akan menjabarkan hal-hal
apa yang terjadi pada sel saat fase-fase pertumbuhan tersebut berlangsung :

1. Lag Phase

Fase ini merupakan fase paling awal dari pola pertumbuhan bacteria. Dalam fase ini
tidak ada pembelahan sel yang terjadi karena sel bakteri baru saja disuntik kedalam
media tumbuh yang baru. Sel-sel ini harus beradaptasi pada lingkungan yang baru
dan mereka harus bisa tumbuh baik dalam ukuran, mensintesis enzim, protein, RNA,
atau meningkatkan aktivitas metabolisme mereka.
Lamanya waktu yang dibutuhkan fase ini tergantung dari sel itu sendiri untuk dapat
bisa beradaptasi pada lingkungan. Waktu ini dibutuhkan untuk pulih dalam shock
yang terjadi karena perpindahan ke lingkungan yang baru, menyiapkan diri untuk ke
fase selanjutnya dengan mensintesis enzim-enzim yang diperlukan untuk
metabolisme sel.

2. Log Phase

Pada fase ini, sel bakteri melakukan pembelahan biner dan tumbuh secara pola
geometric. Sel membelah dalam laju yang konstan yang tergantung pada komposisi
dari media tumbuh dan kondisi inkubasi sel. Laju dari pertumbuhan ekponensial
dikenal dengan generation time yaitu waktu yang diperlukan sel untuk membelah
secara sempurna sampai berjuta-juta sel. Setiap sel prokariotik memiliki waktu
optimum yang berbeda untuk menghasilkan sel-sel yang banyak. Biasanya media
tumbuh menjadi lebih turgid karena banyak sel-sel yang terbentuk akibat
konstannya laju pembelahan.

3. Stationary Phase

Pada fase ini, laju pembelahan sebanding atau sama dengan laju kematian sel. Jadi,
pembelahan sel menjadi berkurang dan sel yang terbentuk juga sedikit dikarenakan
keterbatasan faktor tumbuh seperti nutrisi yang terbatas, asupan oksigen menipis,
metabolisme yang terganggu, dan ruang yang sedikit yang memungkinkan sel untuk
hidup. Oleh karena itu, mulai banyak sel yang mati. Pada saluran pernapasan,
antibodi dari sistem imun akan menyerang sel bakteri sehingga terganggu.
Untuk menghindari kematian sel tersebut, pada beberapa bakteri membentuk spora
untuk mengatasi keterbatasan faktor tumbuh tersebut. Pembentukan spora ini pun
dikenal dengan endospora.

4. Death Phase

Pada fase ini, banyak sekali sel bakteri yang mati. Tetapi, bukan berarti tidak ada
pembentukan sel. Ada, namun sangat sedikit disbanding dengan laju kematian sel
yang berlangsung. Sel-sel mulai mati secara exponensial.Namun, terdapat bakteri
glycocalyx yang dapat mencegah kematian dengan berperan menjadi buffer. Untuk
sel-sel yang telah membentuk endospora akan melanjutkan ke fase berikutnya yaitu
long-term stationary phase.

PEMBELAHAN SEL EUKARIOTIK

Sel bertambah banyak dengan cara membelah diri. Sel-sel tubuh (sel somatis)
misalnya sel otot, sel saraf, sel kulit, sel darah putih dan lain-lain membelah diri dengan cara
mitosis. Sedangkan sel-sel kelamin (sel gamet) yaitu ovum dan spermatozoa membelah diri
dengan cara meiosis.

1. Mitosis
Setiap 1 sel mengalami pembelahan mitosis akan dihasilkan 2 sel baru yang sama
dengan sel semula. Jadi dalam proses ini terjadi proses copy (penyalinan). Dengan
demikian dapat dihasilkan salinan-salinan sel baru seperti induknya hingga menjadi
triliunan jumlahnya. Pembelahan mitosis terdiri atas 7 fase yaitu:
a. Interfase adalah fase terpanjang, dengan ciri-ciri:
- Sel tampak tidak aktif, tetapi memiliki arah berlawanan.
- Terjadi proses replikasi DNA.
- Sentriol membelah.
- Protein disintesis secara aktif.
b. Profase adalah tahap pertama mitotik, dengan ciri-ciri:
- Nukleolus kabur dan kromatin (gabungan hasil replikasi DNA dengan protein)
terkondensasi menjadi kromosom. Masing-masing kromosom hasil replikasi
mengandung 2 kromatid yang mengandung informasi genetik yang sama.
- Mikrotubulus sitoskeleton berubah fungsi dari mempertahankan bentuk sel
menjadi fungsi membangun spindel mitotik dari bagian sentrosom.
c. Prometafase, dengan ciri-ciri:
- Membran inti menghilang.
- Terjadi elongasi sebagian spindel mitotik dari sentrosom menuju kinetokor,
berkas protein pada sentromer kromosom masing-masing pasangan
bergabung.
- Terjadi elongasi spindel lainnya menuju kromosom, tumpang tindih di pusat
sel.
d. Metafase, dengan ciri-ciri:
- Tegangan serat spindel membuat kromosom berada satu bidang pada pusat
sel.
e. Anafase, dengan ciri-ciri:
- Spindel memendek, kinetokor memisah, kromatid ditarik ke kutub
berlawanan.
f. Telofase, dengan ciri-ciri:
- Kromosom tiba di kutub dan spindel yang telah ditarik berlawanan tak
tampak.
g. Sitokenesis
- Spindel yang tak terikat pada kromosom mulai menghilang sampai hanya
bagian overlap saja yang tampak
- Mikrotubulus diorganisasikan kembali menjadi sitoskeleton baru menuju ke
tahap interfase kembali
2. Meiosis
Jika 1 sel gamet mengalami pembelahan meiosis secara sempurna akan dihasilkan 4 sel
baru yang memiliki set kromosom hanya separuh dari sel induknya. Jadi dalam proses
ini terjadi penggandaan namun tidak dengan cara copy (penyalinan). Dengan demikian
dihasilkan sel-sel baru namun semuanya hanya memiliki setengah dari kromosom sel
semula. Pembelahan meiosis terdiri atas 2 tahap utama yaitu meiosis I dan meiosis II.
Pada kedua tahap tersebut terjadi fase-fase pembelahan sebagaimana halnya
pembelahan mitosis. Sel yang bakal membelah secara meiosis adalah spermatogonium
dan oogonium, yang memiliki 2 set kromosom atau diploid (2N) namun memiliki 4 set
DNA atau tetraploid (4N). Kromosom selanjutnya digandakan menjadi sister chromatids
atau homologous dyads. Langkah selanjutnya adalah:
a. Profase I
- Pasangan dyads membentuk tetrads, kromatid non homolog berhubungan
menyilang membentuk chiasma (crossing over).
b. Metafase I
- Spindel mengikat dyad pada kinetokor.
- Tegangan spindel membuat tetrad berada di ekuator (pusat sel).
c. Anafase I
- Chiasmata menghilang dan kromatid homolog bergerak ke kutub berlawanan.
d. Telofase I
- Mulai proses sitokinesis (pembelahan) menghasilkan 2 sel anak haploid (n).
e. Profase II
- Pembentukan spindel dimulai.
- Sentrosom mulai bergerak ke kutub berlawanan.
f. Metafase II
- Tegangan spindel membuat kromosom ada di bidang ekuator (pusat sel).
g. Anafase II
- Kromatid memisah dan menuju kutub berlawanan.
h. Telofase II
- Mulai terjadi sitokinesis.
i. Gamet yang bersifat haploid (n) terbentuk
- Membran inti terbentuk.
- Kromosom terdispersi sebagai kromatin.
- Meiosis menghasilkan 4 sel anak, masing 1N kromosom dan 1N DNA.
- Lebih lanjut, dalam fertilisasi gamet spermatozoa dan gamet ovum bersatu
membentuk zigot dengan sifat diploid (2N)
POLA PERTUMBUHAN SEL EUKARIOTIK

Berbeda dengan sel prokariotik yang cenderung memiliki fase hidup yang sama, sel
eukariotik memiliki fase hidup yang dapat berbeda antara satu sel dengan sel lainnya.
Berikut ini adalah penjelasan bagaimana pertumbuhan sel eukariotik pada setiap kingdom
berbeda antara satu dengan yang lainnya

1. Pertumbuhan pada Protista


Pada taksonomi, Protista dibagi menjadi tiga jenis: protista mirip hewan; protista mirip
tumbuhan, dan protista mirip jamur. Dan pada ketiga jenis protista tersebut mengalami
fase hidup yang berbeda. Berikut penjelasannya:
- Protista mirip hewan
Pada protista mirip hewan diambil dua contoh, yaitu Amoeba dan Plasmodium.
Amoeba memiliki daur hidup yang sederhana. Selain itu, amoeba memiliki cara
tumbuh dan berkembang biak dengan pembelahan biner, sama seperti
prokariotik.
Plasmodium memiliki daur hidup yang lebih kompleks. Plasmodium memiliki dua
fase hidup, generatif dan vegetatif. Fase generatif plasmodium terjadi pada
tubuh nyamuk Anopheles betina. Pada fase ini, plasmodium melakukan fertilisasi
dimana sel gamet jantan bertemu sel gamet betina, lalu membetuk zigot.
Setelah itu, zigot tumbuh membentuk ookinet. Ookinet lalu berubah menjadi
ookista lalu berubah lagi menjadi sporozoid. Sporozoid inilah yang nantinya akan
masuk ke dalam tubuh manusia dan menyebabkan penyakit malaria.
Fase generatif terjadi pada dua tempat dalam tubuh manusia, yaitu di hati
(eksoeritrositik) dan di dalam darah (eritrositik). Di hati, sporozoid berkembang
menjadi tropozoid. Tropozoid keluar dari hati lalu masuk ke peredaran darah.
Dalam peredaran darah, tropozoid menginfeksi sel darah merah lalu
berkembang menjadi merozoid. Merozoid lalu berkembang menjadi gametosit.
Ketika ada nyamuk Anopheles yang menghisap darah penderita malaria,
gametosit akan masuk ke tubuh nyamuk dan melakukan fase generatif lagi.

- Protista mirip tumbuhan


Salah satu contoh protista pada tumbuhan adalah alga hijau (Chlorophyta).
Sama seperti plasmodium, alga hijau mengalami dua fase hidup (generatif dan
vegetatif). Pada fase generatif, alga hijau melakukan reproduksi dengan cara
fertilisasi dan konjugasi. Sementara pada fase vegetatif, alga hijau berkembang
biak dengan cara pembelahan biner dan fragmentasi.
- Protista mirip jamur
Contoh protista ini adalah jamur lendir (Myxomicophyta). Fase hidupnya ada
dua fase yaitu fase hewan (fase berbentuk plasmodium) dan fase tumbuhan
(fase plasmodium mengering membentuk tubuh-tubuh buah yang bertangkai).
Reproduksi vegetatif pada fase hewan dewasa membentuk spora dan generatif
dengan cara peleburan spora kembara (myxoflagella, mempunyai 1 inti dan 2
flagel), yang akan membentuk zigot yang kemudian akan membentuk fase
hewan.

2. Pertumbuhan pada Fungi


Contoh fungi adalah Saccharomyces cerevisiae (khamir). Khamir melakukan
perkembangbiakan dengan cara pembelahan tunas, yakni kombinasi antara pertunasan
dan pembelahan. Sel induk akan membentuk tunas. Jika ukuran tunas hampir sama
besar dengan inangnya inti sel induk membelah menjadi dua dan terbentuk dinding
penyekat. Sel anak lalu melepaskan diri dari induk atau menempel pada induknya dan
membentuk tunas baru. Pada khamir terdapat berbagai bentuk pertunasan, yakni:
- Multilateral, tunas muncul di sekitar ujung sel, misal pada sel yang berbentuk
silinder dan oval (Saccharomyces).
- Pertunasan di setiap tempat pada permukaan sel yakni terjadi pada sel khamir
berbentuk bulat, misal Debaryomyces.
- Pertunasan polar, dimana tunas muncul hanya pada salah satu atau kedua ujung sel
yang memanjang, misal sel berbentuk lemon seperti Hanseniaspora dan Kloeckre.
- Pertunasan triangular, yakni pertunasan yang terjadi pada ketiga ujung sel yang
memanjang seperti Trigonopsis.
- Pseudomiselium apabila tunas tidak lepas dari induknya.

3. Pertumbuhan pada Plantae


Pertumbuhan pada kingdom Plantae sangat bergantung pada jaringan meristem.
Jaringan meristem terdiri dari sekelompok sel yang tetap dalam fase pembelahan. Sel
meristem mempunyai sifat sifat sebagai berikut.
- Terdiri dan sel-sel muda dalam fase pembelahan dan pertumbuhan.
- Biasanva tidak ditemukan adanya ruang antarsel di antara sel-sel meristem.
- Sel-selnya mungkin berbentuk bulat, lonjong, atau poligonal dengan dinding sel
yang tipis.
- Masing-masing sel mengandung banyak sitoplasma dan mengandung satu atau
lebih inti sel.
- Vakuola sel sangat kecil atau mungkin tidak ada.
Berdasarkan asal-usulnya, meristem dikelompokkan menjadi:
- Meristem primer: Apabila sel sel nya berkembang langsung dari sel-sel embrionik
(meristem apikal),
- Meristem sekunder: apabila sel-selnya berkembang dan jaringan dewasa yang
sudah mengalami deferensiasi. Contohnya kambium dan kambium gabus (felogen).
Jaringan Meristem primer berasal dan sel-sel initial yang disebut promeristem, yang
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Haberlandr akan berkembang menjadi
protoderm, prokambium, dan merisrem dasar. Protoderm akan berdeferensiasi menjadi
jaringan epidermis, prokambium akan berdeferensiasi menjadi sistem jaringan
pengangkut, sedangkan meristem dasar akan berkembang menjadi parenkim (jaringan
dasar). Hanstein membagi ujung akar menjadi tiga daerah, yaitu a) dermatogen, akan
berkembang menjadi epidermis; b) periblem, akan berkembang menjadi korteks; dan c)
plerom akan berkembang menjadi stele.
Sementara, Schmidt membagi ujung batang menjadi dua bagian yaitu korpus dan
tunika. Korpus merupakan bagian pusat dan titik tumbuh. Daerah ini mempunyai area
yang luas dan sel-selnya relatif besar. Sel-sel daerah korpus ini akan membelah secara
tak beraturan. Tunika merupakan bagian paling luar dan titik tumbuh, terdiri dari satu
atau beberapa lapis sel, dengan sel-sel yang relatif lebih kecil dan mengalami
pembelahan ke samping (ke arah lateral).
Jaringan Meristem sekunder tumbuhan berasal dan sel-sel dewasa yang berubah
keadaannya menjadi meristematik. Sel-sel meristem sekunder tumbuhan memiliki
bentuk pipih atau prisma yang di bagian tengahnya terdapat vakuola yang besar.
Contohnya adalah kambium dan kambium gabus.
Kambium dapat anda temukan di dalam batang dan akar dari tumbuhan golongan
Dicotyledoneae dan Gymnospemae serta beberapa tumbuhan dari golongan
Monocotyledonae (Agave, Aloe, Jucca dan Draceana), sedangkan kambium gabus
terdapat pada kulit batang tumbuhan dan dapat membentuk jaringan gabus yang sukar
ataupun tidak dapat dilalui air. Sel-sel gabus umumnya bersifat mati.

4. Pertumbuhan pada Animalia


Hewan memiliki daur hidup yang berbeda beda tergantung jenisnya. Namun secara
umum hewan dapat bertambah besar karena sel-sel tubuhnya melakukan mitosis.
Selain tumbuh, sel hewan juga berkembang menjadi sel-sel yang memiliki fungsi
berbeda tergantung dimana sel itu berada. Sel dapat menjadi seperti itu karena
mengalami diferensiasi.
Fase pertumbuhan pada hewan hampir mirip dengan pada manusia, yaitu:
A. Fase Embrionik
Yaitu pertumbuhan mulai dari zigot hingga terbentuknya embrio. Pada fase in terdiri
beberapa tahap:
1. Morula
Morula yaitu pembelahan zigot membelah (mitosis) menjadi banyak
blastomer. Blastomer berkumpul membentuk seperti buah arbei.
2. Blastulasi
Blastulasi sel-sel morula membelah dan arbei morula membentuk rongga
(blastocoel) yang berisi air, disebut dengan blastula.
3. Gastrulasi
Gastrulasi adalah proses perubahan blastula menjadi gastrula. Pada fase ini:
- blastocoel mengempis atau bahkan menghilang
- terbentuk lubang blastopole akan berkembang menjadi anus
- terbentuk ruang, yaitu gastrocoel (Archenteron) akan berkembang
menjadi saluran pencernaan
- terbentuk 3 lapisan embrionik : ektoderm, mesoderm dan endoderm
4. Morfogenesis
Yaitu proses pertumbuhan, perkembangan dan diferensiasi menjadi organ,
sistem organ dan organisme.
5. Diferensiasi dan Spesialisasi Jaringan
Diferensiasi jaringan/lapisan embrionik akan berkembang menjadi berbagai
organ dan sistem organ. Spesialisasi setiap jaringan akan mempunyai bentuk,
struktur dan fungsinya masing-masing.
6. Imbas Embrionik
Diferensiasi dari suatu lapisan embrionik mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
diferensiasi lapisan embrionik lain.
B. Fase Pasca Embrionik
1. Metamorfosis
Yaitu perubahan bentuk tubuh pada beberapa hewan secara bertahap dari
masa muda sampai dewasa. Contoh pada serangga dan katak
2. Regenerasi
Yaitu kemampuan untuk memperbaiki sel, jaringan atau bagian tubuh yang
rusak, hilang atau mati.

SISTEM REPRODUKSI VIRUS

Gambaran umum tentang virus

Virus merupakan parasit intraseluler obligat (hanya dapat bereproduksi di dalam sel
inang). Oleh karena itu, virus yang terisolasi tidak dapat bereproduksi atau melakukan hal-
hal lain. Virus yang terisolasi hanya merupakan paket-paket yang berisi kumpulan gen. Hal
ini dikarenakan, virus tidak memiliki enzim untuk melakukan metabolisme dan tidak
memiliki ribosom atau peralatan lainnya untuk membuat proteinnya sendiri.

Setiap virus hanya dapat menginfeksi atau memparasiti beberapa jenis sel inang
tertentu. Jenis inang yang dapat diinfeksi disebut kisaran inang. Virus mendekati sel
inangnya dengan menggunakan kesesuaian lock and key antara bagian luar virus itu dengan
molekul-molekul reseptor spesifik pada permukaan sel.

Siklus hidup virus terbagi menjadi 2 fase yaitu fase litik dan fase lisogenik.
Siklus Litik
Siklus ini menyebabkan kematian sel inang pada akhirnya. Siklus litik yang berturut-
turut dapat menghancurkan satu koloni bakteri hanya dalam hitungan jam. Bakteri yang
hanya dapat bereproduksi dengan siklus litik disebut virus virulen. Tidak semua virus dapat
menginfeksi bakterri, karena bakteri memiliki mekanisme pertahanan terhadap serangan
virus, contohnya bakteri yang memiliki reseptor tertentu yang tidak dikenali virus sehingga
tidak dapat melekat, dan bakteri yang memiliki enzim restriksi yang dapat menghancurkan
faga yang berhasil masuk ke tubuh bakteri.

Berikut adalah tahap-tahap siklus litik:

1. Adsorpsi

Tahap adsorpsi merupakan tahap penempelan serabut ekor virus pada tempat
reseptpr spesifik pada permukaan sel.

2. Penetrasi

Pada tahap ini, sarung ekor berkontraksi, membuat lubang menembus dinding sel dan
membran dari sel. Faga pun menginjeksikan DNA-nya ke sel.
3. Sintesis

Peralatan metabolik sel diarahkan oleh DNA faga, untuk memproduksi protein faga,
dan nukleotida yang berasal dari DNA sel yang terdegradasi digunakan untuk
membuat salinan genom faga. Bagian-bagian faga terkumpul menjadi satu. Tiga set
protein ayng terpisah ini kemudia tersusun menjadi kepala, ekor, dan serabut ekor
faga.

4. Lisis

Faga kemudian memerintahkan produksi lisozim, enzim yang mencerna dinding sel
bakteri. Karena dinding sel rusak, osmosis menyebabkan sel tersebut membesar dan
akhirnya pecah, melepaskan 100-200 partikel faga.
Siklus Lisogenik

Pada siklus ini, virus hanya mereplikasi genom virus tanpa membunuh sel inang. Virus
yang dapat melakukan 2 cara reproduksi disebut virus temperat. Pada siklus lisogenik ini,
jenis virus yang biasanya menginfeksi disebut .Virus yang melakukan daur lisogenik,
sewaktu-waktu dapat menjadi aktif dan melakukan daur litik.

Tahapan siklus lisogenik adalah sebagai berikut:

1. Adsorpsi
Pada tahap ini, virus menempelkan serabut ekornya pada tempat reseptor spesifik
pada permukaan sel.
2. Penetrasi
Di tahap ini, sarung ekor berkontraksi, membuat lubang menembus dinding sel dan
membran dari sel. Virus pun menginjeksikan DNA-nya ke sel.
3. Penggabungan

Pada tahap ini asam nukleat virus dan asam nukleat bakteri membentuk profage.
4. Pembelahan
Pada tahap ini bakteri melakukan pembelahan, sel anak bakteri yang dihasilkan juga
mengandung profage.
5. Sintesis
Asam nukleat virus membentuk partikel-partikel virus.
6. Perakitan
Pada tahap ini, komponen-komponen virus yang berupa kepala, ekor, dan badan
disusun/dirakit menjadi virus.
7. Lisis
Pada tahap ini, sel bakteri pecah sehingga mengeluarkan virus yang terkandung di
dalamnya.

Perbedaan Siklus Litik dengan Siklus Lisogenik

Berikut adalah tabel perbedaan antara siklus litik dan siklus lisogenik:

LITIK LISOGENIK

DNA Virus DNA virus menghancurkan DNA virus menyatu denagn


sel, mengambil alih fungsi DNA sel, dan tidak merusak
sel dan menghancurkan sel sel

Menghasilkan Virus bereplikasi dan Virus ini tidak menghasilkan


Keturunan menghasilkan keturunan keturuanan
bakteriophage

Gejala Infeksi Terdapat gejala infeksi virus Tidak terdapat gejala infeksi
virus

Virus yang Menghasilkan virus ganas Menghasilkan virus sedang


dihasilkan (virulent)
FAKTOR PERTUMBUHAN SEL

1. Faktor Internal
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan sel dan terletak di dalam sel itu sendiri.
Tingkat ATP
Adenosin trifosfat (ATP) adalah molekul energi yang digunakan untuk memberi
tenaga protein yang bekerja. Sel tidak dapat bekerja tanpa ATP, seperti mobil
tanpa bensin. AMP-activated protein kinase (AMPK) adalah protein yang dapat
mendeteksi tingkat ATP dalam sel. Ketika ATP digunakan sebagai energi, ATP
terurai menjadi AMP (adenosine monofosfat). Banyaknya AMP di dalam sel
merupakan tanda bahwa sel dalam keadaan energi yang rendah. AMP terikat
dan membantu mengaktifkan AMPK. Saat aktif, AMPK akan menyebabkan sel
berhenti tumbuh dan membelah agar memiliki waktu untuk memproduksi cukup
ATP.
Kerusakan DNA
Berhasilnya pembelahan sel membutuhkan konten DNA terduplikasi dan terbagi
merata di antara dua sel anak. Jika DNA rusak, sel tidak akan meneruskan proses
pembelahan. Sel akan menunda proses tersebut untuk memperbaiki DNA yang
rusak. Paparan terhadap agen kimia maupun radiasi (sinar UV, sinar X, maupun
sinar gamma) dapat menyebabkan rusaknya DNA dan kesalahan pada duplikasi
DNA.
Unfolded Protein
Sel dapat hidup dengan membuat protein di dalamnya. Protein ini melakukan
pekerjaan seperti memindahkan, menghancurkan, dan membangun di dalam
sel. Namun, setiap protein harus dilipat ke dalam bentuk khusus agar bisa
bekerja. Ketika ada terlalu banyak protein yang belum dilipat dalam sel, sel
tersebut akan mengetahui adanya masalah. Unfolded protein response (UPR)
adalah cara sel mendeteksi kelebihan jumlah protein yang belum dilipat ini.
UPR akan menyebabkan sel berhenti tumbuh dan membelah sampai masalah
tersebut terselesaikan.
Senescence
Sel normal hanya akan tumbuh dan membelah ketika sel tersebut sehat dan
memiliki DNA yang utuh. Ketika sel mengalami stress karena adanya bahan kimia
pada lingkungan yang membahayakan sel tersebut atau terjadinya mutase
alami, sel akan menghentikan aktifitasnya dan memulai perbaikan. Jika proses
perbaikan tersebut gagal, sel akan membunuh dirinya sendiri atau memasuki
fase dorman yang disebut dengan senescence. Senescence juga merupakan
bentuk penuaan sel yang alami. Senescence adalah keadaan internal dimana sel
tidak dapat membelah lagi.
2. Faktor Eksternal
Mitogen
Organisme uniseluler cenderung tumbuh dan membelah secepat yang bisa
dilakukan, dan laju proliferasinya sangat bergantung pada ketersediaan nutrisi
pada lingkungan. Namun, sel dari organisme multiseluler hanya membelah
ketika organisme tersebut membutuhkan lebih banyak sel. Jadi, bagi sel hewan
untuk mengalami proliferasi, nutrisi saja tidak cukup. Sel tersebut juga harus
menerima sinyal rangsangan ekstraseluler, dalam bentuk mitogen dari sel lain
yang biasanya berdekatan. Mitogen bertindak untuk menghentikan
mekanisme intraseluler yang menghalangi terjadinya siklus sel.
Salah satu mitogen pertama yang ditemukan adalah platelet-derived growth
factor (PDGF). Isolasi mitogen tersebut dimulai pada observasi fibroblast dalam
kultur yang mengalami proliferasi ketika diberi serum, namun tidak ketika
diberi plasma. Plasma dibuat dengan cara memisahkan sel dari darah tanpa
adanya penggumpalan darah, serum dibuat dengan cara membiarkan darah
menggumpal dan mengambil cairan tanpa sel yang tersisa. Ketika sel
menggumpal, platelet yang ada didalamnya terpicu untuk melepaskan isi dari
vesikula sekretori. Kemampuan superior serum untuk mendukung proliferasi
sel menunjukkan bahwa platelet mengandung satu atau lebih mitogen.
Hipotesis ini dipastikan pada percobaan ekstrak platelet dapat digunakan
selain serum untuk merangsang proliferasi fibroblast. Factor krusial dalam
ekstrak adalah protein, yang kemudian dinamakan PDGF. Dalam tubuh, PDGF
yang dilepaskan dari penggumpalan darah mungkin memiliki peranan besar
untuk merangsang pembelahan sel saat penyembuhan luka.
PDGF hanyalah salah satu dari 50 lebih protein yang diketahui dapat bertindak
sebagai mitogen. Kebanyakan dari protein ini tidak memiliki target spesifik,
seperti PDGF dan epidermal growth factor (EGF) yang dapat merangsang
banyak jenis sel untuk membelah. PDGF dapat bekerja pada fibroblast, sel otot
halus, dan sel neuroglia. EGF tidak hanya bekerja pada sel epidermis, namun
juga pada sel epitel dan nonepitel. Terdapat pula mitogen yang memiliki
spesifisitas terhadap target tertentu seperti erythropoietin yang hanya
menginduksi proliferasi precursor sel darah merah.
Sebagai tambahan, terdapat anggota dari famili transforming growth factor-
(TGF-) yang bekerja pada sel untuk merangsang proliferasi dan anggota lain
bekerja untuk menghambatnya, atau merangsang pada konsentrasi tertentu
dan menghambat pada konsentrasi lain. Seperti halnya PDGF, banyak mitogen
yang memiliki fungsi selain merangsang pembelahan sel, terdapat fungsi lain
seperti merangsang pertumbuhan sel, diferensiasi, atau migrasi, tergantung
pada situasi dan jenis sel.
Sumber: Alberts, Bruce., et al. 2002. Molecular Biology of the Cell

Growth Factor
Pertumbuhan organisme bergantung pada pertumbuhan sel, pembelahan sel
saja tidak cukup untuk menambah jumlah massa sel tanpa adanya pertumbuhan
sel. Pada organisme uniseluler, pertumbuhan sel (seperti pembelahan sel) hanya
membutuhkan nutrisi. Pada hewan, pertumbuhan dan pembelahan sel
keduanya bergantung pada sinyal dari sel lain.
Growth factor ekstraseluler yang merangsan pertumbuhan sel terikat pada
reseptor yang terletak di permukaan sel dan mengaktifkan jalur sinyal
intraseluler. Jalur ini merangsang akumulasi protein dan makromolekul lainnya,
dan hal itu dilakukan dengan meningkatkan laju sintesis dan mengurangi laju
degradasi.
Salah satu jalur persinyalan paling penting yang diaktifkan oleh growth factor
reseptor melibatkan enzim PI 3-kinase yang menambahkan fosfat dari ATP ke
posisi 3 dari inositol fosfolipid pada membran plasma. Pengaktifan PI 3-kinase
mengakibatkan pengaktifan beberapa protein kinse, termasuk kinase S6. kinase
S6 memfosforilasi protein ribosom S6, meningkatkan kemampuan translasi
mRNA dari ribosom. Dengan demikian sintesis protein akan bertambah. Growth
factor juga mengaktifkan factor inisiasi translasi eIF4E, yang akan lebih jauh
meningkatkan sintesis protein dan pertumbuhan sel.
Stimulus dari growth factor juga menuntun pada bertambahnya produksi dari
protein pengatur gen Myc, yang juga berperan penting dalam persinyalan
mitogen. Myc meningkatkan transkripsi gen yang memiliki kode protein yang
terlibat dalam metabolism sl dan sintesis makromolekular.
Beberapa protein sinyal ekstraseluler, termasuk didalamnya PDGF, dapat
bekerja sebagai growth factor maupun mitogen, merangsang pertumbuhan sel
dan siklus sel. Fungsi yang tumpang tindih ini terjadi karena adanya tumpang
tindih pada jalur sinyal intraseluler yang mengontrol dua proses tersebut.
Protein sinyal Ras contohnya, dapat diaktifkan oleh growth factor dan mitogen.
Ras dapat merangsang jalur PI3-kinase untuk memicu pertumbuhan sel dan jalur
MAP-kinase untuk memicu siklus sel. Myc juga dapat merangsang pertumbuhan
sel maupun siklus sel. Factor ekstraseluler yang bekerja sebagai growth factor
dan mitogen membantu memastikan sel berada dalam ukuran yang sesuai
seiring dengan proliferasi.

Sumber: Alberts, Bruce., et al. 2002. Molecular Biology of the Cell


Survival Factor
Sel hewan membutuhkan sinyal dari sel lain tidak hanya untuk tumbuh dan
proliferasi, tetapi juga untuk bertahan hidup. Jika kekurangan survival factor, sel
akan mengalami apoptosis. Pengaturan ini memastikan sel hidup hanya kapan
dan dimana sel itu dibutuhkan. Sel saraf sebagai contoh, diproduksi berlebih
pada sistem saraf yang sedang berkembang kemudian berkompetisi untuk
survival factor yang disekresi oleh sel target dalam jumlah terbatas. Sel saraf
yang menerima cukup survival factor akan hidup sementara sel lain yang tidak
akan mengalami apoptosis. Ketergantungan yang mirip pada survival signal dari
sel tetangga diperkirakan ada untuk mengontrol jumlah sel pada jaringan lain,
pada tahap perkembangan dan tahap dewasa.

Sumber: Alberts, Bruce., et al. 2002. Molecular Biology of the Cell


Survival factor layaknya mitogen dan growth factor pada umumnya mengikat
pada reseptor sel yang ada di permukaan. Ikatan ini mengaktifkan jalur
persinyalan yang menahan program kematian (apoptosis), seringkali dengan
mengatur anggota dari famili protein Bcl-2. Beberapa factor merangsang
peningkatan produksi anggota apoptosis-suppressing sementara yang lain
bekerja dengan menghambat fungsi anggota apoptosis-promoting. Pada
Drosophila dan mungkin pada vertebrata juga, beberapa survival factor juga
bekerja dengan merangsang aktifitas IAPs yang meredam proses apoptosis.

Sumber: Alberts, Bruce., et al. 2002. Molecular Biology of the Cell


Faktor Lingkungan
a. Temperatur
Besarnya temperatur mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme.
Bagaimanapun juga setiap spesies memiliki rentang temperatur yang kecil
yang ditentukan oleh sensifitas sistem enzimnya terhadap panas. Bakteri
dapat dikelompokkan berdasarkan temperatur pertumbuhannya, yaitu:
o Psikrofil
o Mesofil
o Termofil
b. Derajat keasaman (pH)
Pengaruh pH terhadap pertumbuhan tidak kalah pentingnya dari pengaruh
temperatur. Ada pH minimum, pH optimum, dan pH maksimum. Rentang
pH bagi pertumbuhan bakteri antara 4 9 dengan pH optimum 6,5 7,5.
Jamur lebih menyukai pH asam, rentang pH pertumbuhan jamur dari 1 9
dan pH optimumnya 4 6. Selama pertumbuhan pH dapat berubah, naik
atau turun, bergantung kepada komposisi medium yang diuraikan. Bila ingin
pH konstan selama pertumbuhan harus diberikan larutan penyangga atau
buffer yang sesuai dengan media dan jenis mikroorganisme.
c. Kebutuhan oksigen
Oksigen tidak mutlak diperlukan mikroorganisme karena ada juga kelompok
yang tidak memerlukan oksigen bahkan oksigen merupakan racun bagi
pertumbuhan. Mikroorganisme terbagi atas empat kelompok berdasarkan
kebutuhan akan organisme, yaitu mikroorganisme aerob yang memerlukan
oksigen sebagai akseptor elektron dalam proses respirasi. Mikroorganisme
anaerob adalah mikroorganisme yang tidak memerlukan O2 karena oksigen
akan membentuk H2O2 yang bersifat toksik dan meyebabkan kematian.
Mikroorganisme anaerob tidak memiliki enzim katalase yang dapat
menguraikan H2O2 menjadi air dan oksigen. Mikroorganisme fakultatif
anaerob adalah mikroorganisme yang tetap tumbuh dalam lingkungan
kelompok fakultatif anaerob. Mikroorganisme mikroaerofilik adalah
mikroorganisme yang memerlukan oksigen dalam jumlah terbatas karena
jumlah oksigen yang berlebih akan menghambat kerja enzim oksidatif dan
menimbulkan kematian.
d. Salinitas
Berdasarkan kebutuhan garam (NaCl) mikroorganisme dapat dikelompokkan
menjadi
o Nonhalofil
o Halotolerant
o Halofil (NaCl 10% - 15%)
o Halofil ekstrem
REKAYASA MAKANAN SEL

Untuk melakukan rekayasa terhadap sel dapat dilakukan rekayasa genetika. Metode untuk
melakukan rekayasa genetika ini dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:

1. Metode Plasmid
Metode plasmid banyak digunakan untuk merekayasa genetika pada mikroorganisme.
Metode ini memanfaatkan plasmid sebagai rangkaian DNA berbentuk lingkaran yang
dapat dimodifikasi. Metode ini menggunakan enzim restriksi untuk memotong gen
pada bagian yang diinginkan. Enzim yang digunakan untuk menyambun gen disebut
enzim ligase. Untuk memperbanyak gen yang diinginkan dapat digunakan metode PCR
(Polymerase Chain Reaction), pemisahannya dapat dilakukan dengan elektroforesis
Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam metode ini adalah:
Pemotongan susunan DNA yang diinginkan dari plasmid menggunakan enzim
restriksi
Susunan DNA yang telah dipotong diinduksikan ke sel yang akan direkayasa
sehingga ujungujung susunan DNA akan melekat (sticky ends) dan berfusi ke
plasmid sel. Penambagab enzim ligase diperlukan dalam tahap ini untuk
menyambungkan DNA yang terpotong kepada plasmid sel. Ujung awal dan akhir
dari DNA yang dipotong biasanya ditandai sebagai promoter dan terminator.
Plasmid baru yang telah terbentuk dikulturkan dan dibiarkan bereplikasi
Bakteri yang telah dimodifikasi dikulturkan.
Metode ini dilakukan secara in vitro

Sumber: Reece, Jane B., et al. 2011. Campbell Biology


2. Metode Vektor
Rekayasa genetika yang paling umum dilakukan adalah dengan memasukkan material
genetik ke dalam pembawa secara acak. Teknik ini menggunakan vektor viral yang
dapat berupa virus pembawa. Contoh virus pembawa yang banyak digunakan adalah
bacteriophage. Tahap awal dari metode ini sama dengan metode plasmid, yaitu
memotong DNA yang diinginkan dan DNA yang telah dipotong dibiarkan berfusi ke
plasmid sel. Selain virus, bakteri juga dapat digunakan sebagai vektor. Sebanyak 1%
bakteri secara alami dapat mengambil DNA asing yang diinduksikan oleh bakteri lain.
Membuat bakteri mengalami tekanan seperti panas atau listrik yang mengubah
kepermeabelan membran dari sel sehingga gen yang diinginkan dapat dimasukkan.
3. Metode Biolistic
Metode biolistic dikenal juga sebagai metode bioballistic. Metode ini menggunakan
logam yang sangat kecil yang telah dilapisi dengan gen yang ingin dimasukkan ke
mikroorganisme lain. Potongan logam yang sangat kecil (biasanya tungsten) akan
ditembakkan ke sel hingga gen yang dibawa logam masuk dan direplikasi.
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui suatu organisme mengandung gen yang
telah direkayasa adalah dengan PCR, Southern hybridization, dan DNA sequencing.
Ketiga metode ini mengandalkan elektroforesis DNA pada gel untuk verifikasi gen yang
termodifikasi.
Tidak semua sel yang dikenalkan dengan material genetik yang baru dapat mengalami
rekayasa genetika. Dalam banyak kasus, digunakan penanda (marker) untuk
membedakan sel yang terdiferensiasi dengan yang tidak. Untuk mengetahui suatu
bakteri mengalami mutasi genetik dapat juga dilakukan pengujian dengan
menumbuhkan sel pada kultur yang mengandung antibiotik atau senyawa kimia yang
hanya dapat diekspresikan oleh sel yang telah termodifikasi. Metode lainnya dengan
menggunakan DNA probe, yaitu senyawa yang hanya dapat menempel pada gen yang
dimasukkan, biasanya berupa single stranded DNA.
Sumber: http://home.cc.umanitoba.ca/~frist/PLNT3140/l13/BioRad/biolistics.html

Untuk tumbuh dan membelah setiap sel membutuhkan nutrisi dari luar maupun yang dapat
diproduksi sendiri dari dalam sel. Nutrisi yang dibutuhkan sel dapat dibagi menjadi:

1. Makronutrien
Makronutrien atau yang sering disebut juga dengan unsur makro ini diperlukan dalam
jumlah besar, terdiri lebih dari 1% berat sel kering.

%Berat
Unsur Sumber Fungsi
Kering
Karbon 50 Senyawa organic atau CO2 Penyusun utama material sel
Oksigen 20 H2O, senyawa organic, Penyusun material sel dan air sel; O2
CO2, dan O2 adalah penadah elektron (electron
acceptor) pada respirasi aerobik
Nitrogen 14 NH3, NO3, senyawa- Penyusun asam amino, asam nukleat,
senyawa organic, N2 nukleotida, dan koenzim
Hidrogen 8 H2O, senyawa organic, H2 Penyusun senyawa-senyawa organik
dan air sel. Penting juga dalam
pembangkitan energi sebagai proton
Fosfor 3 Fosfat anorganik (PO4) Penyusun asam nukleat, nukelotida,
fosfolipida, LPS, asam teikoat

2. Mikronutrien
Kelompok elemen yang kedua diperlukan dalam jumlah kecil. Meskipun dalam jumlah
yang lebih sedikit, unsur-unsur tersebut juga sangat diperlukan untuk memfungsikan
sel hidup. Unsur mikro ini diperlukan oleh mikroba untuk menyusun komponen
selulernya. Terdiri dari 1% atau kurang berat sel kering

Nutrisi Mikro Sumber Fungsi


Sulfur SO4, H2S, S, senyawa sulfur Penyusun cystein, methionin,
organic glutathion, beberapa co-enzym
Kalium Garam-garam kalium Sumber kation dan co-factor
bagi enzim tertentu
Magnesium Garam-garam magnesium Kation sel, co-factor bagi reaksi-
reaksi enzimatik tertentu
Kalsium Garam-garam kalsium Kation sel, co-factor bagi enzim-
enzim tertentu dan penyusun
endospora
Besi Garam-garam besi Penyusun cytokrom dan protein
lainnya, serta co-factor bagi
beberapa reaksi-reaksi enzimati

3. Unsur Ringan (Trace Elements)


Selain nutrisi mikro, ada sejumlah Unsur-unsur ringan, yaitu senyawaan yang
diperlukan dalam jumlah kecil untuk menyusun komponen seluler. Unsur yang
diperlukan sangat sedikit ini bahkan tidak terukur dan sulit untuk ditentukan batasnya.
Unsur ringan atau nutrisi mikro ini diperlukan dalam jumlah kurang dari 0,1% dan
jumlah pastinya hampir mustahil diukur.
Unsur Fungsi
Kobalt Bagian dari vitamin B12, yang digunakan untuk membawa
gugus methyl.
Seng Peran struktural pada beragam enzim termasuk DNA
polimerase
Molybdenum Reaksi-reaksi tertentu yang melibatkan asimilasi nitrogen.
Dijumpai pada reduktase nitrat dan nitrogenase.
Tembaga Peran katalisis pada beragam enzim yang bereaksi dengan
oksigen. Sebagai contoh: cytochrome oxidase
Mangan Diperlukan oleh sejumlah enzim pada situs katalitik. Enzim-
enzim fotosintesis tertentu menggunakan mangan (Mn)
untuk memecah air menjadi oksigen dan proton.
Nikel Beberapa enzim-enzim yang berbeda, termasuk yang terlibat
dalam metabolisme karbon monoksida, metabolisme urea
dan methanogenesis

4. Faktor Pertumbuhan
Ketergantungan terhadap faktor pertumbuhan merefleksikan kemampuan sintesis
mikroba dan merefleksikan lingkungan di mana mikroba tumbuh. Jika mikroba
tumbuh di lingkungan mengandung (kaya) faktor pertumbuhan, maka mikroba
kehilangan kemampuan menyintesis faktor pertumbuhan, karena mikroba dengan
mudah mengambil faktor pertumbuhan dari lingkungannya.
Faktor-faktor pertumbuhan adalah molekul organik yang alami dan diperlukan untuk
pertumbuhan namun tidak dapat disintesa oleh mikroba (Peterson and Peterson,
1945). Sebagai contoh, faktor-faktor pertumbuhan adalah berbagai jenis vitamin-
vitamin, asam-asam amino dan nukleotida. Nutrisi-nutrisi ini adalah bahan kimia yang
digunakan oleh organisma untuk biosintesa dan menghasilkan energi. Bakteri harus
mendapatkan semua unsur-unsur ini dari lingkungannya untuk menjamin proses
pertumbuhan.
Seringkali unsur-unsur ringan berfungsi sebagai kofaktor pada beberapa enzim,
dengan hanya sedikit unsur yang diperlukan per sel. Penelitian yang sangat teliti telah
menunjukkan adanya kebutuhan berbagai organisma akan sejumlah kecil seng (Zn),
tembaga (Cu), molibdenum (Mo) dan cobalt (Co). Elemen-elemen tersebut umumnya
tersedia dalam konsentrasi cukup besar sebagai kontaminan di udara dan bahan-
bahan lain yang masuk ke dalam udara sehingga tidak perlu secara khusus
ditambahkan kedalam medium yang hendak kita kembangkan kulturnya. Beberapa
spesies dapat menggunakan beberapa senyawa sederhana sebagai sumber untuk
semua nutrisi makro dan mikro serta unsur-unsur ringan. Dan dari bahan itulah
mereka mensintesa semua molekul kompleks yang mereka perlukan bagi
pertumbuhan.

Vitamin Bentuk Koenzim Fungsi


Asam folat Tetrahydrofolat Perpindahan unit-unit satu-karbon,
diperlukan untuk sintesis thymin, basa-basa
purin, serin, methionin dan pantothenat
Biotin Biotin Reaksi-reaksi biosintetis yang memerlukan
fiksasi CO2
Asam lipoat Lipoamida Perpindahan gugus acyl pada oksidasi asam-
asam keto
Mercaptoethana- Koenzim M Produksi CH4 oleh methanogenik
Asam sulfonate
Asam nicotinate NAD Pembawa elektron, reaksi-reaksi oksidasi
(nicotinamida reduksi
adenin
dinukleotida) dan
NADP
Asam pantothenat Koenzim A dan Oksidasi asam-asam keto dan pembawa
Acyl Carrier gugus acyl pada metabolisma
Protein (ACP)
Pyridoxin (B6) Pyridoxal fosfat Asam amino metabolisma
Riboflavin (B2) FMN (flavin Pembawa elektron, reaksi-reaksi oksidasi-
mononucleotida) reduksi
dan FAD (flavin
adenin
dinucleotida)
Thiamin (B1) Thiamin Dekarboksilasi asam-asam keto dan reaksi-
pyrophosphat reaksi transaminase
(TPP)
Vitamin B12 Cobalamin Perpindahan gugus metil
berpasangan
dengan nucleosida
adenin
Vitamin K Quinones dan Proses-proses perpindahan elektron
napthoquinones
DAFTAR PUSTAKA

Alberts, Bruce., et al. 2002. Molecular Biology of the Cell. New York: Garland Science

Anonim, Mitosis And Meiosis: Cell Division http://ghr.nlm.nih.gov/handbook/


illustrations/mitosismeiosis.jpg, 2009

Basmajian J.V., Slonecker C.E., Grants Method of Anatomy, Jilid 1, Edisi XI, Williams and Wilkins,
1993.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK26877/. 28 Oktober 2015

http://medcell.med.yale.edu/lectures/files/cell_growth_control. 28 Oktober 2015

http://classroom.synonym.com/internal-factors-influence-cell-division-16380.html. 28
Oktober 2015

Hamdiyati, Yanti. Pertumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme II. From


http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196611031991012-
YANTI_HAMDIYATI/Pertumbuhan_pada_mikroorganisme_II.pdf. 29 Oktober 2015

Kahle W., Leonhardt H., Platzer W., Atlas Berwarna dan Teks Anatomi Manusia, Jilid 1
Sistem Lokomotor Muskuloskeletal dan Topografi, Edisi IV, Penerjemah Syamsir H.M.,
Hipokrates, Jakarta, 1995.

Lones Michael, Biological Representation, http://www-users.york.ac.uk/~mal503/common/


thesis/jpegimages/meiosis.jpg, 2003

Reece, Jane B., et al. 2011. Campbell Biology. Glenview: Pearson

Sullivan Jim, Cells Alive, http://www.cellsalive.com, 2006

Tortora G.J., Principles of Human Anatomy, Edisi IV, Harper and Row Publisher, New York,
1986.

Anda mungkin juga menyukai