Dimensi Filsafat Dalam Pemikiran Pendidikan Ikhwan Al-Shafa
Dimensi Filsafat Dalam Pemikiran Pendidikan Ikhwan Al-Shafa
Dimensi Filsafat Dalam Pemikiran Pendidikan Ikhwan Al-Shafa
Oleh:
SURABAYA
1999
This research is dedicated to whomever interested in developing Islamic
optimal.
contohnya adalah dalam filsafat bilangan yang diyakini oleh Ikhwan Al-Shafa
mengandung makna teologis yang sangat tinggi dimana angka satu merupakan
simbol daripada emanasi yang menyatakan alam teremanasi dari Yang Satu yaitu
Allah.
Maka amat menarik jika hasil penelitian ini dikembangkan dalam penelitian
Indonesia.
Peneliti
Arba‟iyah Yusuf
i
ii
DAFTAR ISI
BAB I: PENDAHULUAN
A. Dasar Pemikiran ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian ....................................................................... 6
E. Metodologi Penelitian .................................................................... 7
F. Sistematikan Pembahasan .............................................................. 10
PENDAHULUAN
A. DASAR PEMIKIRAN
disebut juga Brethern of Purity, Khullan al-Wafa, Ahl al-Adl, Abna Al-Hamdi,
atau Ikhwanuna, atau juga Auliya Allah, memiliki kontribusi penting dalam
Tasawuf. Organisasi ini berdiri pada abad ke-4 H./10 M. di kota Basrah yang
Organisasi ini memiliki hasil karya penting yang disusun oleh empat
tokohnya yang terkenal yaitu: Abu Sulayman bin Muhammad bin Ma‟syar al-
Busti (al-Makdisi), Khadi Abu al-Hasan Ali bin Harun al-Zandjani, Abu
pemikiran filsafat dan sains. Muatan karya Ikhwan al-Shafa wa Kullan al-Wafa
ini terdiri atas: (a) Kelompok matematika, (b) Kelompok ilmu alam dan fisika,
(c) Pemikiran metafisika dan psikologi, dan (d) Pemikiran tentang agama dan
ketuhanan.3
1
Tim Penyusun Ensiklopedia Islam, Ensiklopedia Islam, Jld II (Jakarta: Intan, 1994) 194.
2
Tim Penyusun
3
Sayyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam (Massachusetta Institute of Technology,
1996) 152.
1
2
penting para pemikir Islam maupun para pengkaji Islam, terutama kajian pada
tataran filsafat dan tasawuf. Sebagai contoh, Ibn Sina sebagai filosof muslim
yang terkenal di dunia Timur dan Barat sejak kecil menekuni dunia filsafat
melalui Rasail Ikhwan al-Shafa. Hal ini dijelaskan dalam biografi Ibn Sina
sebagai berikut:
Maka sangat bisa dipahami bahwa pemikiran filsafat Ibn Sina dalam banyak
hal sealur dengan pemikiran Ikhwan al-Shafa. Hal ini karena memang Rasail
Ikhwan al-Shafa telah membangun fondasi filsafat Ibn Sina sejak masih usia
anak-anak.
manusia adalah manifestasi Tuhan. Hal ini dikemukakan secara ringkas dalam
4
William E. Gohlman, The Life of Ibn Sina: A Critical Edition and Annotated Translation,
(Albany, New York: State University of New York Press, 1974) 18-19.
Rasail Ikhwan al-Shafa yang diterjemahkan oleh Sayyed Hossein Nasr sebagai
berikut:
Know, oh Brother (May God assist thee and by the spirit from him)
that God, Exalted Be His Praise, when He created all creatures and
brought them into existence by the process similar to the process of
generation of numbers from one. So that the multiplicity (numbers)
should be a witness to his Oneness, and their classification and order
and indication of the perfection of his wisdom in creation. 5
Ibn Sina.6
manusia eksistensinya adalah sebagai bukti adanya Yang Satu karena manusia
termasuk kelompok yang banyak dan yang banyak (multiple) berasal dari Yang
yang secara ringkas terdiri dari jasmani (matter and form) dan rohani (jiwa).
menjadi tiga: Vegetative atau Nutritive, Animal atau Sensitive, dan Human atau
Ratioal. Ketiga jiwa serupa menyatu dalam diri manusia.7 Ibn Sina kemudian
kebahagiaan jiwa dan kebahagiaan jiwa tidak berada pada kebahagiaan materi
5
Sayyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam, 155.
6
Lihat Ian Richard Netton, Allah Trancendent: Studies in the Structure and Semiotics of Islamic
Philosophy, Theology and Cosmology, (London and New York: Routledge, 1989) 164.
7
Qadir C.A., Philosophy and Science in the Islamic World, (London: Routledge Inc., 1988) 57.
8
Lihat Fazlur Rahman, Avicenna‟s Psychology, (London: Oxford University Press, 1952) 6.
fisik. Ketiganya memiliki bagian yang luas tentang ilmu pengetahuan. Yang
lebih prinsipal lagi bahwa berangkat dari tiga dimensi tersebut berbagai
bersumber pada satu. Jadi bersumber dari The Oneness, multiplicity berada
pada bilangan dua yang berpasangan, yaitu adanya siang dan malam, baik dan
orang yang tidak beragama. Akan tetapi, pemeluk agama Islam selalu dihimbau
Sikap untuk tidak prejudis terhadap orang lain yang selalu ditanamkan
oleh Ikhwan al-Shafa juga dilandingkan dalam konsep tentang posisi pendidik
dan terdidik. Pendidi bukanlah pihak yang memaksakan sesuatu terhadap pihak
mengungkapkan pikiran kepada orang lain baik secara lisan maupun dengan
9
Sayyed Hossein Nasr, Science and Civilization, 157.
10
Qadir C.A., Philosophy and Science in the Islamic World, 54-55
penting.
oleh para pemikir muslim, akan tetapi kajian yang mendalam dalam Dimensi
pemikiran Ikhwan al-Shafa dalam bidang pendidikan dalam porsi yang sedikit.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
pendidikan.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Islam.
E. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
kepustakaan.11
2. Pendekatan Penelitian
pendekatan ini diharapkan data yang diperoleh adalah data deskriptif, yaitu
logis.14
sebagai berikut:
11
Mardalis, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Aksara, 1990) 28.
12
Leky J. Moeloeng, Metode Penelitian Kwalitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1990) 2.
13
Robert J. Bogdan dan Steven J. Taylor, Introduction to Qualitative Research (New York:
Interscience Publication John Wiley and Son, tth.) 04.
14
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kwalitatif (Yogyakarta: Bake Sarasih, 1992) 24.
2.1 Penelitian ini bukan penelitian lapangan. Obyek dan sumber datanya
yang ada.
Khullan al-Wafa.
adalah metode dokumentasi, yaitu data tentang variabel yang berupa buku,
Tata pikir ini digunakan untuk mempersepsi data yang sesuai atau
relevan dengan persoalan masalah yang diteliti, sebab tidak semua data
itu akan digunakan untuk penelitian, maka data yang ada itu perlu
karya ini.
perspektif pendidikan.
F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN
sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN
PENDIDIKAN
AL-SHAFA
filsafat. Dalam bagian ini akan disajikan tiga aspek pemikiran falsafah Ikhwan al-
Shafa, yaitu: (1) Metafisika, (2) Epistemologi, (3) Aksiologi. Pembatasan pada
tiga fokus ini berkaitan erat dengan landasan dasar filsafat pendidikan
sebagaimana yang pernah ditulis oleh Imam Barnadib. Barnadip dalam bukunya
pada tataran filosofis melibatkan tiga aspek penting yaitu Metafisika yang
kesusilaan).15
A. METAFISIKA
“dibalik”.16 “After the physic from meta means after and physics means
diantaranya:
15
Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Suatu Tinjauan, (Yogyakarta: Andi Offset, 1986) 6.
16
Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila,
(Surabaya: Usaha Nasional, 1986) 31.
17
Peter A. Angels, Dictionary of Philosophy, (New York: Harper Collins, 1981) 169.
12
13
2. Metaphysics is the study of being as being and not of “Being” in the form of
particular being.
sameness, oneness.
Pada tingkatan pertama Allah adalah The Maker atau Creator. Selanjutnya
dan Animals.19 Pemikiran serupa tentang emanasi juga terdapat dalam filsafat
Lebih jauh Ikhwan al-Shafa juga memaparkan tentang form dan matter
bahwa setiap obyek merupakan perpaduan antara form dan matter, keduanya
menjadi bersama dalam berbagai bentuk rasio dan proporsi. Begitu juga, space
berkaitan dengan waktu yang dapat dipahami melalui gerak material bodies.
18
Ibid
19
C.A. Qodir, Philosophy and Science in the Islamic World, (New York: Routledge, 1988) 56.
B. EPISTEMOLOGI
sebagai berikut: “It is epistemology that gives the teacher assurance that he is
Epistemology is the study of (a) the origins, (b) the presupposition, (c)
the nature, (d) the extent, and (e) the veracity (truth, reliability,
validity) of knowledge. That branch of philosophy which asks
questions such as: “where does knowledge come from how is it
formulated, expressed, and communicated? What is knowledge? Is
there knowledge derived only from reason? What are the differences
among concept such as: belief, knowledge, opinion, fact, realiyu
error, imagining, conceptualizing, idea, truth possibility, certainity?21
Pada tataran ini Ikhwan al-Shafa meyakinkan bahwa sumber ilmu itu ada
tiga: (1) Sense, (2) Pure Reason, (3) Initiation and Authority.22 Ikhwan al-Shafa
dalam hal ini sedikit berbeda dengan filosof muslim seperti Ibn Sina. Ibn Sina
memberikan landasan bahwa sumber ilmu itu ada tiga: (1) Sense, (2) Reason,
(3) Intuition.
20
Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan, 32-33.
21
Peter A. Angels, Dictionary of Philosophy, 78
22
C.A. Qodir, Philosophy and Science in the Islamic World, 55.
yang eksistensinya dapat dilihat dalam space dan waktu. Pure Reason
ditangkap oleh Sense. Akan tetapi, menurut Ikhwan al-Shafa, reason masih
menerima ilmu dari guru yang memiliki otoritas dimana guru dimaksud
dari Allah.
C. AKSIOLOGI
tentang nilai-nilai. Terdapat pula yang membagi aksiologi ini menjadi tiga
bagian: (1) Moral Conduct; bidang ini kemudian melahirkan disiplin khusus
yaitu Ethica, (2) Esthetic Expression, yang melahirkan Estetika, dan (3) Socio-
Political Life; yang melahirkan ilmu filsafat sosio politik.23 Pembagian ini
dianggap baik dalam tingkah laku manusia. Apakah yang dimaksud indah
dalam seni. Demikian pula apakah yang benar dan diinginkan di dalam
landasan penilaian apakah tingkah laku seseorang itu baik atau buruk secara
23
Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila, 34-35
24
C.A. Qodir, Philosophy and Science in the Islamic World, 58
pasti memiliki kategori yang tidak bisa dikurangi atau diturunkan. Menurutnya,
kebaikan itu secara otomatis memiliki implikasi pada perolehan pahala, dan
muncul dari dalam, bukan karena mengharapkan sesuatu yang datangnya dari
luar.
hasil jerih payah. Setelah lahir, seseorang mulai memahami mana yang baik
dan mana yang buruk melalui upaya berfikir. Dan proses ini akan terus
dilakukan dengan sempurna (benar dan tepat kaitannya dengan waktu dan
tempat).
oleh Ikhwan al-Shafa berada pada suatu kelompok konsentrasi yaitu Ethica
(landasan ethica).
DI ALAM SEMESTA
Dia diciptakan dari air yang terpancar. Yang keluar dari antara
tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan. Sesungguhnya
Allah benar-benar berkuasa untuk mengembalikannya (hidup
sesudahnya mati). (QS.: 86; 5-8)
pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh mengungguli alam surga, bumi, dan
bahkan para malaikat; akan tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih
17
18
makhluk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga mereka merosot
menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah”. Oleh karena itu
manusia harus menyadari tiga posisi penting: (1) Sebagai manifestasi Tuhan,
maupun para sufi – teori emanasi menjadi landasan penting. Teori emanasi
ini para tataran filsafat Islam dikenal telah dikembangkan oleh al-Farabi dan
Ibn Sina.
Dalam teori emanasi al-Farabi maupun dalam teori emanasi Ibn Sina
25
Lihat Murtadla Mutahhari, Perspektif al-Qur‟an tentang Manusia dan Agama (Bandung: Mizan,
1992) 117.
26
Sayyed Hossein Nasr, Three Moslem Sages: Avicenna, Suhrawardi, Ibn Arabi (New York:
Caravan Book, 1964) 28.
27
Ian Richard Netton, Allah Transcendent: Studies in the Structure and Semiotic
Man etc.
28
Ibid., 116.
29
Ibid., 165
berikut: The Necessary Being atau Wajibul Wujud menghasilkan al-„Aql al-
al-Tsani inilah terjadi yang, dalam term bahasa Inggris, disebut Multiplicity
(yang banyak). Selanjutnya, disaat al-„Aql al-Tsani sadar bahwa Tuhan itu
wajib ada, maka al-„Aql al-Tsani menghasilkan jiwa atau malaikat daripada
al-Jannah al-Awwal (the Soul or Angel of the First Heaven). Pada saat al-
Proses ini selanjutnya dengan cara yang sama sampai pada al-„Aql al-
level ini.30
30
Ibid.,163-164
Ayat di atas telah memaparkan salah satu watak manusia yang begitu
di darat dan di lautan… dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
32
Murtadha Mutahhari, Perspektif al-Qur‟an tentang Manusia dan Agama, 119.
sisi kebaikan yang ada pada dirinya. Dengan kebaikan tersebut manusia
sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati di
geografi, (3) Ilmu pengetahuan tentang manusia itu sendiri. Hal ini seperti
33
Fazlur Rahman, Major Themes of the Holy Qur‟an, (Chicago: Bibliotica, 1980) 34.
bahwa,
keadilan dalam semua bidang, dalam persoalan etika, ekonomi, sosial, dan
34
Fazlur Rahman, Prophecy in Islam: Philosophy and Ortodoxy (London: George Allen & Unwin
Ltd., 1957) 52-53.
variable social order on the earth that will be just and ethically based on
taqwa.35
Qur‟an tentang Manusia dan Agama bahwa “semua makhluk yang ada di
muka bumi ini dapat dibagi menjadi dua kelompok: makhluk bernyawa dan
makhluk tikdak bernyawa.” Makhluk tidak bernyawa seperti air, api, batu
insani yang istimewa, yaitu daya nalar yang mampu memberikan jalan pada
35
Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur‟an, 37.
36
Murtadha Muttahhari, Perspektif al-Qur‟an tentang Manusia dan Agama, 137.
depannya.
sifat manusia, yaitu: (a) keluasan wawasan dan kesadaran manusia, (b)
seperti yang mereka kehendaki. Makhluk lain pasrah akan dibentuk seperti
membimbing manusia ke arah jalan yang lurus. Hal ini telah diyakini oleh
Qur‟an memaparkan: “Kami telah menunjukinya jalan yang lurus, ada yang
37
Ibid., 138-139
38
Ibid., 140.
tanggung jawab membentuk dan menentukan masa depan, masa depan yang
memainkan peran
secara fitri memiliki keyakinan dan selalu ingat kepada Tuhan, dimana
beragama. “Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar supaya
mereka menyembah kepada-Ku.” (QS.: 51; 56) “Itulah Dia Allah, Tuhanmu.
Tiada Tuhan kecuali Dia, pencipta segala sesuatu, oleh sebab itu sembahlah
Arti menyembah tidak terbatas pada perilaku ritual, seperti sholat dan
sifat-sifat Tuhan yang dapat dipahami dari al-Asma al-Husna. Pengertian ini
39
Fazlur Rahman, Major Themes of the Qur‟an, 28
kepadanya roh-Ku.” (QS.: 15; 19) Ayat ini merupakan bukti literatur
Quddus), Yang Maha Hidup (al-Hayy), Yang Maha Memberi Hidup (al-
Akal atau rasio atau intelegensi dikatakan oleh Ibn Sina sebagai
gabungan dari dua daya yang dimiliki oleh jiwa rasional (rational soul). Dua
daya yang dimaksud adalah Practical Faculty dan Theoritical Faculty. Jiwa
rasional yang merupakan bagian dari jiwa-jiwa manusia dimana akal adalah
40
Hasan Langgulung, Kreativitas dan Pendidikan Islam: Analisis Psikologi dan Falsafah,
(Jakarta: Pustaka al-Hasan, 1991) 22.
41
Ibid.,21.
42
Henry Corbin, Avicenna and The Visionary Ratical, diterjemahkan dari bahasa Perancis oleh
Williard R. Trask (Princeton: Princeton University Press, 1988) 350.
imajinasi, dan estimasi yang juga dimiliki oleh binatang. Sedangkan fungsi dari
Faculty (daya) ini dikatakan sebagai penggerak jasad manusia yang mendorong
pada tingkah laku (action) seseorang, dimana tingkah laku (action) tersebut
memiliki tujuan tertentu.43 Hubungan daya ini dengan daya yang dimiliki oleh
Stimulation. Hal ini dikatakan oleh Ibn Sina bahwa. “ceitain state arises in it
kaitannya dengan perbuatan, misalnya adalah bahwa bohong dan tirani adalah
perbuatan yang jelek, sedangkan kejujuran dan keadilan adalah perbuatan yang
yang lebih tinggi dengan fungsi bahwa theoritical faculty itu memahami
43
Fazlur Rahman, Avicenna‟s Psychology: an English Translation of Kitab al-Najat, Book II,
Chapter IV with historico philosophical notes and textual improvements on the Cairo edition,
(London: Oxford University Press, 1952) 32.
44
Ibid., 32
45
Ibid.
yang benar. Level ini merupakan aktualisasi dari pada potential intellect yang
umum dari situasi bahwa dasar dari semua perilaku yang nampak/yang dapat
dilihat.
bahwa progressifitas dari intellect an habitu terjadi pada level ini. Seseorang
merupakan posisi tertinggi yang juga bisa dicapai oleh mannsia, diantaranya
para Nabi yang mampu menikmati posisi ini karena kesempurnaan mereka. Di
atas semua level (4 level) intellect di atas terdapat yang tertinggi, disebut
Active Intellect sebagai sumber ilmu yang diterima oleh manusia melalui
iluminasi.46
C. KONSEPSI ILMU
menjelaskan tentang ilmu. Ibn Sina misalnya berkeyakinan bahwa ilmu itu
terbagi menjadi dua: (1) llmu yang tidak kekal, (2) Ilmu yang kekal (yang
46
Ibid.
disebut dengan hikmah). Ilmu yang kekal dilihat dari peranannya disebut
logika, tetapi berdasarkan tujuannya, ilmu dapat dibagi menjadi ilmu praktis
dan ilmu teoritis. Yang termasuk ilrnu teoritis adalah ilmu kealaman,
diantaranya ialah ilmu akhlak, ilmu pengurusan rumah (tata rumah), ilmu
Ibn Sina tetapi sekaligus belajar dari karyanya – ilmu juga dapat dilihat dar dua
segi. Tetapi segi yang dipaparkan oleh al-Ghazali berbeda dengan pembagian
Ibn Sina. Dua segi yang dimaksudkan adalah: Ilmu sebagai proses dan ilmu
sebagai objek. Dari segi pertama, al-Ghazali membagi ilmu menjadi ilmu
hissiyah, ilmn aqliyah, dan ilmu Iaduni. Ilmu hissiyah diperoleh manusia
kegiatan berfikir (akal). Ilmu laduni diperoleh langsung dari Allah, tanpa
bentuk ilham.48
Kemudian ilrnu juga dapat dikatakan sebagai objek dan dapat dibagi
menjadi tiga kelompok: (1) Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak, baik
sedikit maupnn banyak, seperti azimat, nujum, dan ilmn tentang ramalan nasib.
Ilmu ini tercela karena tidak memiliki nilai manfaat, baik di dunia maupun
akhirat; (2) Ilmu pengetahuan yang terpuji, baik sedikit maupun banyak,
namun kalau banyak lebih terpuji seperti ilmu agama dan peribadatan. Ilmu
pengetahuan seperti ini mutlak terpuji karena dapat melepaskan manusia (yang
47
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986) 112.
48
Ibid., 132
mempersiapkan dunia untuk kehidupan akhirat yang kekal; dan (3) Ilmu
tercela sepeiti ilmu ketuhanan dan sebagian dari filsafat naturalisme. Menurut
D. HAKEKAT PENDIDIK
pemikiran yang menjadi dasar pembahasan; yaitu, (1) Siapakah pendidik? dan
1. Pendidik
dan pendidikan pertama terjadi antara Allah, Adam, Malaikat, dan Iblis.
Bukti sejarah ini bisa ditemukan pada beberapa ayat dalam surat al-Baqarah.
49
Jalaludin dan Usman Said, Filsafat Penddikan Islam: Konsep dan Perkembangan Pemikirannya
(Jakarta; Raja GrafindoPersada, 1994) 141-142.
50
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam , (Bandung: Al-Ma‟arif, 1989) 37.
sesuatu dengan kondisi lanjut Adam mengetahui sebutan sesuatu, hafal dan
beberapa ayat lain terdapat bukti baliwa telah terjadi pula proses pendidikan
setiap perbuatan memiliki resiko, baik positif maupun negatif. Seperti resiko
yang diterima Iblis, para Malaikat, dan Adam. Resiko yang diterima oleh
Iblis adalah tidak lagi mendiami surga, malaikat tetap di surga, Adam
adalah Allah, maka siapakah yang bisa menempati posisi sebagai pendidik
pada alam nyata ini. Ahmad D. Marimba dalam bukunya Pengantar Filsafat
pendidikan dari orang lain telah selesai bila anak telah mencapai
sendiri. Orang lain yang secara resmi dikatakan sebagai pendidik adalah
pertanggung jawaban ada di pihak peserta didik. Konsep bahwa diri sendiri
merupakan terjemahan dan hadits Nabi: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai
ke liang lahat.51
2. Tugas Pendidik
pendidikan, baik pada masa permulaan – pada saat titik berat kebijaksanaan
dan tanggung jawab terletak di tangan pendidik – dan pada taraf selanjutnya
ketika siterdidik telah lebih maju lagi mendekati tujuan pendidikan. Hal ini
disebabkan oleh bahwa para pendidik dapat memilih kemana arah tujuan
51
Ibid.,32
mereka pun (pendidik) merupakan contoh yang hidup bagi siterdidik dan
(QS.: 3; 104)
berikut:
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu.” (QS.: 66; 6) Pada ruang lingkup kegiatan
dirinya dan keluarganya dari api neraka. Apabila posisi ini diperankan,
satu atau memiliki kekurangan, pendidik tidak akan menjadi otoriter dan
maupun rohani. Peserta didik dalam keadaan belum dewasa memiliki jasmani
berkembang, bermain-main, dan olah raga. Pada sisi lain anak juga memiliki
konsep bahwa dalam jiwa manusia terdapat tiga kekuatan, yaitu: sense, akal,
dan intuisi. Pendidikan dalam Islam harus diarahkan pada perkembangan tiga
52
Ibid., 41
kepada pendidiknya. Sifat “ketergantungan” ini tidak disadari sendiri oleli si-
anak, melainkan para pendidiklah sebagai orang yang bertanggung jawab dan
mengolah apa-apa yang diajarkan oleh pendidik. Peranan ini makin lama,
makin besar dan pada masa dewasa seluruh tanggung jawab terletak pada pihak
makin dewasa gejala berdiri sendiri jasmaniah dan rohaniah akan jelas nampak,
dengan kata lain akan dapat diharapkan bahwa tanggung jawab akan beralih
kepada siterdidik.
ini meliputi 5 aspek sebagaimana hasil penelitian yang tersajikan dalam Kajian
Umum tentang Landasan Falsafah Pendidikan. Lima aspek dimaksud meliputi: (1)
Posisi manusia di alam semesta, (2) Akal dan kemampuannya, (3) Filsafat Ilmu,
(4) Posisi pendidik, dan (5) Posisi terdidik. Pemikiran mendasar ini berpengaruh
Bentuk riil manusia menjadi manifestasi Tuhan dapat dilihat dalam bab
sifat-sifat Tuhan yang dapat dipahami dari Asmaul Husna. Disamping itu,
40
41
manusia ada melalui proses emanasi.53 Emanasi yang diyakini oleh Ikhwan al-
Shafa lebih dekat pada pola pemikiran al-Farabi dimana al-Bari (pencipta),
(the absolute body) spheres, dan 4 elements (air, udara, bumi, dan api). Yang
inilah yang kemudian dijelaskan bahwa pada alam ini terdapat tiga jiwa
(souls): vegetative soul, animal soul, dan rational soul. Rational soul eksis di
dalam bagian-bagian jiwa ini karena yang dimaksud dengan animal dalam
kingdom tersebut adalah animal itu sendiri dan animal yang mampu berfikir
sifat Tuhan yang bisa dipahami dari Asma al-Husna yang sembilan puluh
sembilan itu pada tataran kehidupan manusia melahirkan kingship dan agama.
diaktualisasikan tentang pemimpin yang adil dan rakyat yang baik. Kondisi ini
membantu manusia untuk berbuat baik dan benar secara maksimal dalam
aspek hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan alam.
53
C, A. Qadir, Philosophy and Science in the Islamic World (London: Routledge, 1990) 56.
54
Ibid.
baik, dan Islam adalah agama yang benar dan yang paling sempurna.55 Maka
manusia yang bertalian erat dengan kehidupan sehari-hari jangka pendek dan
jangka panjang. Sebab dalam agama apapun yang dilakukan di dunia, akan
tiga daya sebagai pusat dari daya-daya yang sangat banyak dimana manusia
lengkap dengan semuanya. Tiga pusat daya tersebut adalah: (1) The vegetative
atau the nutritive, (2) The animal atau the sensitive, (3) The human atau the
Diantara tiga aspek di atas, the human atau the rational memiliki bagian
penting yang terkait dengan kesempurnaan dirinya berupa akal yang pada
tataran body berada pada organ otak. ikhwan al-Shafa menjelaskan bahwa akal
55
Ibid., 55.
56
Ibid., 57.
57
Lihat pada bab 3 tentang posisi rnanusia di alam semesta, bagian Manusia Sebagai Khalifah di
Bumi. Pada bagian tersebut terpaparkan bahwa manusia sebagai khalifah di burni rnemiliki tiga
jenis tanggungjawab, yaitu tanggung jawab untuk membuat alam sejahtera, tanggungjawab untuk
menciptakan keharrnonisan kehidupan rnanusia, dan tanggungjawab rnenentukan masa depan.
Daya jiwa rnemiliki posisi untuk rnernbuat diri rnanusia mampu rnerealisasikan tanggung jawab-
tanggung jawab tersebut.
proses berfikir menurut mereka terjadi mulai dari senses kemudian berlanjut
daya ekspresif yang mampu membuat generalisasi, bentuk konsep yang harus
akalnya dapat menguasai ilmu dan teknologi dimana dengan kedua kekuatan
agama nasib dunia akan ditentukan dengan sejahtera karena disertai sinar
Ilahi.58 Pada aspek ini agama sebagaimana terpaparkan pada bagian di atas
jujur, memberi makanan orang yang sedang kelaparan, dan mencintai sesama
58
Murtadha Muttahhari, Pespektif al-Qur‟an tentang Agama dan Manusia (Bandung: Mizan,
1992) 119.
negara yang sempurna adalah negara yang dipimpin oleh pemimipin yang
Dari keyakinan dan fakta serupa maka akal sebagai bagian penting yang
lain-lainnya.
C. FILSAFAT ILMU
59
Lihat, Hourani, Islamic Rationalism.
60
Lihat, al-Farabi, Madinnah al-Fadhilah
knowledge and the pillar of meaning. It is the first elixir and the
great alchemy.61
science, filsafat science terdiri dari 4 jenis: (1) Matematika, (2) Logika, (3)
Aritmatika, (2) Geometri, (3) Astronomi., (4) Musik. Musik adalah ilmu
atas. Bahkan dalam kajiannya yang cukup mendalam dikatakan bahwa melalui
sebuah latihan, geometri mampu menaikkan jiwa dari yang bersifat fisik
menuju ke spiritual. Bentuk bilangan dalam jiwa mengarah pada bentuk being
dalam benda. Dalam bilangan terdapat ajaran ke-Tuhanan (tauhid). Ikhwan al-
Shafa mengatakan bahwa bilangan satu memiliki makna Esa, dan bilangan
setelah satu semuanya merupakan multiplicity. Bilangan satu sebagai dasar dan
asal semua bilangan memiliki makna emanasi bahwa alam berasal dari Tuhan
Yang Satu.
terdapat link yang erat dengan agama. Konsep serupa berpengaruh pada tidak
adanya dualisme dalam agama, tetapi yang ada adalah mata pelajan-mata
61
Ikhwan al-Shafa, Risalat al-Jami'ah (Damascus: al-Taraqqi Press, 1949). I, Page 9. Lihat pula
pada terjernahan Sayyed Hossein Nasr dalam bukunya Science and Civilization in Islam (New
York: New American Library, 1970) 153-155.
62
Ikhwan al-Shafa, Rasail (Cairo: „Arabiyah Press, 1928. From the epistles on arithmetic and
geometry, translated by Sayyed Hossein Nasr in his book Scence and Civilization in Islam , 157.
pelajaran yang tidak terkotak menjadi ilmu agama dan ilmu umum. Pengaruh
ini memberikan nuansa yang cerah bahwa manusia harus mempelajari ilmu
bukan pada kejahatan. Dan ini artinya antara hakekat posisi manusia di alam
semesta, hakekat akal, dan konsepsi ilmu menyatu dalam menciptakan dunia
dan emosi anak akan mampu berkembang mulai dari stage intellect in habitu,
mulai dari dirinya mampu belajar secara otodidak atau dirinya mampu
mandiri baik dari aspek kehidupan sehari-hari sampai pada menjaga tauhid
dan tidak segera putus asa atau menyerah dalam menghadapi berbagai bentuk
63
C.A. Qadir, Philosophy and Science in Islam, 58.
64
Lihat Quantum Learning
tidak harus mengisi otak siterdidik dengan ide-idenya akan tetapi share
pendidikan seperti dalam bahasan pada bab tiga tentang siterdidik dan
ritme bahwa dalam empat tahun pertama anak tanpa sadar menyerap pikiran
dan perasaan lingkungan sosialnya. Setelah itu, anak mulai menirukan orang-
orang yang memiliki otoritas adalah guru-gurunya (baik guru secara formal
mengarahkan pada kemandirian tingkah laku dan tauhid. Jika dikaji lebih jauh
menuntut dirinya untuh menjadi contoh yang baik, baik dalam perilaku
KESIMPULAN
konsep penting yang dapat dijadikan landasan praktek pendidikan Islam. Konsep-
konsep dimaksud dapat dikaji dari karya terpentingnya yaitu Rasail. Karya ini
telah menjadi rujukan para pemikir muslim diantaranya Ibn Sina, Sayyed Hossein
praktek pendidikan, tiga aspek pemikiran Ikhwan al-Shafa menjadi dasar dalam
aspek epistemologi, dan aspek aksiologi. Pada aspek metafisika dipaparkan bahwa
pendidikan yang memiliki ultimate goal bahagia di dunia dan bahagia di akherat.
bersumber dari tiga: sense, pure, reason dan initiation and authority. Pada aspek
aksiologi, pemikiran Ikhwan al-Shafa dapat dirumuskan bahwa baik dan buruk
dapat dijelaskan oleh akal, sehingga akal mampu merumuskan konsep moral.
dipahami dari konsepnya tentang posisi manusia di alam semesta sebagai landasan
sebagai manifestasi Tuhan. Selain itu terdapat tiga aspek penting lagi yaitu akal
48
49
sebagai jelmaan atau ciptaan Tuhan bisa memahami ke-Esaan Tuhan melalui
konsepsi bilangan. Pada aspek ini namapak bahwa akal memiliki peranan penting
DAFTAR KEPUSTAKAAN
C.A., Qadir. Philosophy and Science in The Islamic World. London: Routledge,
1990.
Corbin, 1161117, Avecenna and the Visionary Recital. Diterjemahkan dari bahasa
perancis oleh Williard R. Trask. Princeton: Princeton University Press,
1988.
Al-Ghazali. Mishkat at-Anwar (The Niche for Light). Translated with introduction
by W.H.T. Gairdner. London: The Royal Asiatic Society, 1924.
Gohlman, William E. The Life of Ibn sina: A Critical Edition and Annotated
Translation. Albany, New York: State University1' of New York Press.
1974.
Jalaludin & Said, Usman. Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan Perkembangan
Pemikirannya. Jakarta: Raja Grafmdo Persada, 1994.
Rahman, Fazlur. Avicenna 's Psychology. London: Oxford University Press, 1952.