Askep Hiv Aids Dengan Infeksi TBC (Yang Benar)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 49

MAKALAH

KEPERAWATAN DEWASA III

(IMUN DAN HEMATOLOGI)

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HIV/AIDS DENGAN TB PARU

Disusun oleh:

1. Ajeng Wahyu Puspitasari (10620305)

2. Andri Agus Dian Perdana (10620308)

3. Fendy Dwi Setyawan (10620320)

4. Siti Nurkalimah (10620335)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KADIRI

2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan

karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah tentang

Asuhan Keperawatan pada klien HIV-AIDS dengan TB paru ini dengan lancar. Penulisan

makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen pengampu

mata kuliah Keperawatan Dewasa III, Kun Ika Nur R, S.Kep, Ns, M.Kep.

Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis peroleh dari buku

panduan dan hasil dari browsing internet yang berkaitan dengan Asuhan Keperawatan pada klien

HIV-AIDS dengan TB paru dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut.

Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita, dalam hal ini

dapat menambah wawasan kita mengenai kasus kasus yang terjadi sehubungan dengan Asuhan

Keperawatan pada klien HIV-AIDS dengan TB paru dan segala hal yang berkaitan dengan hal

tersebut, serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi para praktisi

medis yang bersangkutan dengan hal-hal ini.

Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan saran

dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.

Kediri, 22 Mei 2012

Penyusun
DAFTAR ISI

HalamanJudul

Kata Pengantar.

Daftar Isi.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang

1.2 RumusanMasalah

1.3 TujuanPenulisan..

1.4 ManfaatPenulisan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 PEMBAHASAN

3.1 Anatomi Fisiologi dada

3.2 Pemeriksaan fisik paru ..

3.3 Pemeriksaan fisik jantung.

3.4 Pemeriksaan Payudara sendiri.

BAB 4 CARA MELAKUKAN PEMERIKSAAN FISIK PADA REGIO TORAKS

BAB 5 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DaftarPustaka
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit infeksi terbanyak di dunia. World Health

Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 1,9 miliar manusia (sepertiga penduduk dunia)

telah terinfeksi kuman TB. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi TB di dunia ini. Dan

dalam dekade mendatang tidak kurang dari 300 juta orang akan terinfeksi olehnya. Setiap

tahunnya dijumpai sekitar 4 juta penderita TB paru menular di dunia, ditambah lagi dengan

penderita yang tidak menular. Artinya, setiap tahun akan ada sekitar 8 juta penderita TB paru di

dunia dan akan ada sekitar 3 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat penyakit ini.

TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah penderita TB di Indonesia

merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah sekitar 10% dari total

jumlah penderita TB di dunia. Diperkirakan setiap tahun ada sekitar 539.000 kasus baru dengan

kematian sekitar 100.000 orang. Insiden kasus TB Basil Tahan Asam (BTA) positif sekitar 110

per 100.000 penduduk. Munculnya pandemi Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired

Immunedeficiency Syndrome (AIDS) di dunia menambah permasalahan TB. Koinfeksi TB

dengan HIV akan meningkatkan resiko kejadian TB secara signifikan.

Hingga akhir tahun 2002, WHO dan Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS)

memperkirakan lebih dari 42 juta orang terinfeksi dengan HIV dan lebih dari 20 juta orang di

seluruh dunia kehilangan jiwa akibat AIDS. Dari data terbaru diperoleh informasi bahwa sekitar

16.000 orang terinfeksi tiap harinya. Selama tahun 2002, diperkirakan telah terjadi 5 juta kasus

infeksi HIV baru dan 3 juta kematian. Diperkirakan pula 6 juta anak-anak hidup dengan
HIV/AIDS saat ini. Di kawasan Asia pasifik, jumlah penderita yang tertinggi terjadi di India

(4,58 juta), diikuti Thailand (800.000) dan Vietnam (88.000).

Epidemi HIV di Asia seperti Vietnam, India, Cina dan Indonesia telah masuk ke dalam tahapan

epidemi yang relatif cepat. Tingkat penularan HIV pada beberapa subpopulasi di Indonesia telah

menunjukkan penularan yang memprihatinkan. Hal ini merupakan tantangan terbesar yang

dihadapai dalam upaya penanggulangan TB oleh karena sepertiga dari 40 juta orang yang hidup

dengan HIV/AIDS menderita koinfeksi dengan TB pada akhir tahun 2001.

Gambaran sitologi TB terdiri dari histiosit epiteloid dengan latar belakang limfosit,

multinucleated giant cells dari tipe foreign body atau tipe Langhans giant cells dan bisa pula

menunjukkan atau tidak menunjukkan adanya nekrosis.

Pada penderita HIV yang lanjut, Cluster of Differentiation 4 (CD4) akan berkurang dalam

jumlah dan fungsinya. Kerusakan sistem imun pada penderita HIV/AIDS akan menyebabkan

tidak aktifnya imunitas seluler yang ditandai dengan tes Mantoux yang negatif, tidak

terbentuknya granulomatosa, ditemuinya nekrosis kaseosa dan kavitas tetapi jarang ditemukan

BTA pada dahak.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien HIV-AIDS dengan TB paru?

1.3. Tujuan Penulisan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien HIV-AIDS dengan TB paru.


1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui konsep dasar dari HIV-AIDS dan TB paru.

4. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan HIV-AIDS dengan TB paru.

1.4. ManfaatPenulisan

1.4.1. Manfaat teoritis

1. Bagi penulis, makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendalami pemahaman

tentang konsep penyakit TB paru sebagai infeksi oportunistik dari HIV-AIDS.

2. Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang konsep asuhan

keperawatan pada penyakit TB paru sebagai infeksi oportunistik dari HIV-AIDS yang sesuai

dengan standart kesehatan demi meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat

dijadikan sebagai referensi untuk penelitian yang lebih lanjut.

1.4.2. Manfaat praktis

Mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien HIV-AIDS

dengan TB paru dengan baik.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar HIV-AIDS

2.1.1. Defenisi

Acquired Immune Defiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang dapat

disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus (HIV). Virus dapat ditemukan dalam cairan

tubuh terutama pada darah, cairan vagina, cairan sperma, cairan Air Susu Ibu. Virus tersebut

merusak system kekebalan tubuh manusia dengan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya

tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi. (Pedoman Nasional Perawat, Dukungan

Dan Pengobatan Bagi ODHA, Jakarta, 2003, hal 1).

Human Immuno Deficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh

manusia dan kemudian menimbulkan AIDS. HIV menyerang salah satu jenis dari sel-sel darah

putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah putih tersebut termasuk limfosit yang disebut

T. Limfosit atau sel T-4 atau disebut juga sel CD 4.

2.1.2. Etiologi

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). HIV

pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986

di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus

kurang pathogen dibandingkan dengan HIV Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, BB

menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.

Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi

neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang

termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

1. Lelaki homoseksual atau biseks/ heteroseksual.

2. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

3. Orang yang ketagian obat intravena

4. Partner seks dari penderita AIDS

5. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

2.1.3. Morfologi

HIV berbeda dalam struktur dengan retrovirus yang dijelaskan sebelumnya. Besarnya sekitar 120

nm dalam diameter (1/120 milyar meter, kira-kira 60 kali lebih kecil dari sel darah merah) dan

kasarnya "spherical".

2.1.4. Manifestasi Klinis

Menurut WHO:

Kriteria Mayor Kriteria Minor

- Penurunan BB 10% - Koordinasi orofaringeal

- Demam memanjang atau - Batuk menetap lebih dari 1

lebih dari 1 bulan bulan


- Diare kronis - Kelemahan tubuh

- Tuberkulosis - Berkeringat malam

- Hilang nafsu makan

- Infeksi kulit generalisata

- Limfodenopati

- Herpes zoster

- Infeksi herpes simplek kronis

- Pneumonia

- Sarkoma kaposi

Manifestasi klinis lain :

- Angiomatosis

- Kandidiasis orofaringeal

- Kandidiasis vulvovaginal

- Displasia leher rahim

- Herpes zoster

- Purpura idiopatik trombositopenik

- Kandidiasis esophagus

Stadium Skala Aktivitas Gambaran Klinis

I Asimptomatic, aktivitas normal

a. Asimptomatic

b. Limfodenopati generalisata

II Simptomatic, aktivitas normal

a. BB menurun < 10%


b. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti:

dermatitis, pruigo, ulkus oral, seboroik,

onikomikosis yang rekuren dan kheilitis angularis

c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir

d. Infeksi saluran afas bagian atas seperti: sinusitis

bakteriaslis

III Pada umumnya lemah, aktivitas di tempat tidur

kurang dari 50%

a. BB > 10%

b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan

c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan

d. Kandidiasi orofaringeal

e. Oral hairy leukoplakia

f. TB Paru dalam tahun terakhir

g. Infeksi bacterial yang berat seperti: pneumonia

dan piomiositish

IV Pada umumnya sangat lemah, aktivitas di tempat

tidur lebih dari 50%

a. HIV wasting syndrome seperti: yang

didefenisikan oleh CDC

b. Pneumonia pneumocytis carinii

c. Toksoplasmosis otak

d. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan


e. Retinitis virus sitomegalo

f. Kriptokokosis extra pulmonal

g. Herpes simplex mukokutan > 1 bulan

h. Leukoensepalopati multifokal progresif

i. Mikosis disminata seperti histoplasmosis

j. Kandidiasis disofags, trakea, bronkus dan paru

k. Mikobakteriasis atipikal diseminata

l. Septisemia salmonelosis nontifoid

m. Tuberkulosis di luar paru

n. Limfoma

o. Sarkoma kaposi

2.1.5. Pemeriksaan Diagnostik

1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

- ELISA

- Western blot

- P24 antigen test

- Kultur HIV

2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.

- LED

- Hematokrit.

- CD4 limfosit

- Rasio CD4/CD limfosit


- Serum mikroglobulin B2

- Hemoglobulin

2.1.7. Komplikasi

1. Oral Lesi

Candidiasis oral, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human

Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan,

keletihan dan cacat.

2. Neurologik

kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV)

pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,

disfasia, dan isolasi social.

Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan

elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total /

parsial.

Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.

Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV)

3. Gastrointestinal

Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma

Kaposi. Dengan efek penurunan berat badan, anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.

Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan

anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis.


Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat

infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.

4. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan

strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas.

5. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot,

lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.

6. Sensorik

- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

- Pendengaran : otitis eksternal aku

2.1.7. Penatalaksanaan Medis

1. Respon biologis / aspek fisik

a. Universal precaution

- Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh

- Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.

- Dekontaminasi cairan tubuh pasien

- Memakai alat kedokteran sekali pakai atau mensterilisasi semua alat kedokteran yang

dipakai

- Memelihara kebersihan tempat pelayanan kesehatan

- Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara benar dan aman

b. Peran perawat dalam pemberian ARV

Tujuan terapi ARV:


- Menghentikan replikasi HIV

- Memulihkan system imun dan mengurangi terjadinya infeksi opurtunistik

- Memperbaiki kualitas hidup

- Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV

c. Pemberian nutrisi

Pasien dengan HIV AIDS harus mengkonsumsi suplemen atau nutrisi tambahan bertujuan

untuk beban HIV AIDS tidak bertambah akibat defisiensi vitamin dan mineral.

d. Aktivitas dan istirahat

1. Respon adaptif psikologis

- Pikiran positif tentang dirinya

- Mengontrol diri sendiri

- Rasionalisasi

- Teknik perilaku

2. Respon sosial

- Dukungan emosional

- Dukungan penghargaan

- Dukungan instrumental

- Dukungan informatif

3. Respon spiritual

- Menguatkan harapan yang realistis kepada pasien terhadap kesembuhan

- Padai mengambil hikmah

- Kestabilan hati

4. Resiko epidemiologis infeksi HIV sistomatik


- Hubungan seksual dengan mitra seksual resiko tinggi tanpa menggunakan kondom

- Pecandu narkotik suntikan

- Hubungan seksual yang tidak aman

- Memiliki banyak mitra seksual

- Mitra seksual yang diketahui pasien HIV / AIDS

- Mitra seksual di daerah dengan prevalensi HIV / AIDS yang tinggi

- Homoseksual

- Pekerjaan dan pelanggan tempat hiburan seperti: panti pijat, diskotik, karaoke atau tempat

prostitusi terselubung

- Mempunyai riwayat infeksi menular seksual (IMS)

- Riwayat menerima transfusi darah berulang

- Riwayat perlukaan kulit, tato, tindik atau sirkumsisi dengan alat yang tidak steril

2.2. Konsep Dasar TB Paru

2.2.1. Definisi Tuberkulosis

Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Microbacterium

tubercolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang

sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan

selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.

TB masih meningkat saat ini meskipun banyak yang meyakini bahwa ini merupakan masalah

pada waktu lampau. Meskipun paling sering terlihat sebagaipenyakit paru, TB dapat mengenai

selain paru (16%) dan mempengaruhi organ dan jaringan lain. Insiden tetinggi pada laki-laki,

bukan berkulit putih.


Selain itu,orang yang beresiko paling tinggi adalah termasuk orang-orang yang terpajan basil TB

pada waktu lalu dan yang tidak mampu atau mempunyai kekebalan rendah karena kondisi kronis,

misalnya AIDS, kanker, usia lanjut, malnutrisi, dan sebagainya. Kebanyakan pasien diobati

sebagai pasien rawat jalan, tetapi dapat dirawat di rumah sakit selama evaluasi diagnostik/awal

pengobatan, reaksi merugikan obat atau ketidakmampuan yang berat.

2.2.2. Anatomi Fisiologi Paru-paru

Sistem pernafasan terdiri dari hidung, nasofaring, orofaring, laring, trakea, bronkus, sampai

dengan alveoli di dalam lobus paru-paru .

Paru - paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung

gelembung .Paru-paru terbagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan tiga lobus dan paru-paru kiri

dua lobus . Paru-paru terletak pada rongga dada yang diantaranya menghadap ke tengah rongga

dada / kavum mediastinum. Paru-paru mendapatkan darah dari arteri bronkialis yang kaya akan

darah dibandingkan dengan darah arteri pulmonalis yang berasal dari atrium kiri.besar daya muat

udara oleh paru-paru ialah 4500 ml sampai 5000 ml udara. Hanya sebagian kecil udara ini, kira-

kira 1/10 nya atau 500 ml adalah udara pasang surut . sedangkan kapasitas paru-paru adalah

volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-paru yang dalam keadaan normal

kedua paru-paru dapat menampung sebanyak kurang lebih 5 liter.

Fungsi peru-paru adalah pertukaran gas O2 dan CO2 melalui proses respirasi atau pernafasan.

Pernafasan ( respirasi ) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke

dalam tubuh ( inspirasi) serta mengeluarkan udara yang mengandung karbondioksida sisa

oksidasi keluar tubuh ( ekspirasi ) yang terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara rongga

pleura dan paru-paru .proses pernafasan tersebut terdiri dari 3 bagian yaitu:

1. Ventilasi pulmoner.
Ventilasi merupakan proses inspirasi dan ekspirasi yang merupakan proses aktif dan pasif yang

mana otot-otot interkosta interna berkontraksi dan mendorong dinding dada sedikit ke arah luar,

akibatnya diafragma turun dan otot diafragma berkontraksi. Pada ekspirasi diafragma dan otot-

otot interkosta eksterna relaksasi dengan demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka

udara terdorong keluar.

2. Difusi Gas.

Difusi Gas adalah bergeraknya gas CO2 dan CO3 atau partikel lain dari area yang bertekanan

tinggi kearah yang bertekanann rendah. Difusi gas melalui membran pernafasan yang

dipengaruhi oleh factor ketebalan membran, luas permukaan membran, komposisi membran,

koefisien difusi O2 dan CO2 serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2. Dalam Difusi gas ini

pernfasan yang berperan penting yaitu alveoli dan darah.

3. Transportasi Gas

Transportasi gas adalah perpindahan gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan

bantuan darah ( aliran darah ). Masuknya O2 kedalam sel darah yang bergabung dengan

hemoglobin yang kemudian membentuk oksihemoglobin sebanyak 97% dan sisa 3 % yang

ditransportasikan ke dalam cairan plasma dan sel.

2.2.3. Patofisiologi

Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran

pernafasan , saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini

sering terjadi melalui udara ( airbone ) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung

kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.

Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya

sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil
TBC-nya , sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa

angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui

paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.

Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu

penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah.

Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam

jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang

bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3

basil. Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-

paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan.

Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag.Pada alveoli yang

terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut. Basil ini

juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga

makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu

membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit,proses tersebut membutuhkan

waktu 10-20 hari.

Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan

kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang

mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani

pemeriksaan radiogram rutin.Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah

pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.Pada proses ini

akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke

laring ,telinga tengah atau usus.


Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan

jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup

oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijauan dapat

mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh

dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas.Keadaan ini dapat

tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus

dan menjadi tempat peradangan aktif.

TB adalah penyakit yang di kendalikan oleh respon imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah

makrofag, dan limfosit ( biasanya sel T ) adalah sel imunoresponsif. Tipe imunitas seperti ini

biasanya local, melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi dan limfosit dan

limfokinnya. Respons ini disebut dengan reaksi hipersensitivitas selular ( lambat ). Apabila

jaringan nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah,

maka klien akan batuk darah (hemaptoe).

Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran

nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-

1000cc/24 jam.Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan

ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas.

2.2.4. Manifestasi klinis

Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak

kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam.

Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-

kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala

sistemik.

1. Gejala respiratorik, meliputi:

a. Batuk

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-

mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada

kerusakan jaringan.

b. Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-

bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi

karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya

pembuluh darah yang pecah.

c. Sesak napas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang

menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

d. Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem

persarafan di pleura terkena

2. Gejala sistemik, meliputi:

a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam

influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas

serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.

Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut

dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala

pneumonia.

3. Gejala klinis Haemoptoe:

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri

sebagai berikut :

1. Batuk darah

a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan

b. Darah berbuih bercampur udara

c. Darah segar berwarna merah muda

d. Darah bersifat alkalis

e. Anemia kadang-kadang terjadi

f. Benzidin test negatif

2. Muntah darah

a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual

b. Darah bercampur sisa makanan

c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

d. Darah bersifat asam


e. Anemia seriang terjadi

f. Benzidin test positif

3. Epistaksis

a. Darah menetes dari hidung

b. Batuk pelan kadang keluar

c. Darah berwarna merah segar

d. Darah bersifat alkalis

e. Anemia jarang terjadi

2.2.6. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar

getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus

atas paru paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719)

2. Pemeriksaan laboratorium

a. Darah

Adanya kurang darah, ada sel sel darah putting yang meningkatkan serta laju endap darah

meningkat terjadi pada proses aktif

b. Sputum

Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita

tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari.

c. Test Tuberkulosis (mantoux test)

Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau

belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan
Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24

26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001

mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau

lebih reaksi antara 5 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui

selama 48 72 jam tuberkulosis disuntikkan.


BAB 3

PEMBAHASAN

3.1. TB paru sebagai infeksi oportunistik dari HIV-AIDS

Tuberkulosis paru (TB paru) masih merupakan problem penting pada infeksi HIV/AIDS dan

menjadi penyebab kematian pada sekitar 11% penderita. Berdasarkan data World Health

Organization (WHO), pada akhir tahun 2000 kira-kira 11,5 juta orang penderita infeksi HIV di

dunia mengalami ko-infeksi M. tuberculosis dan meningkatkan risiko kematian sebesar 2 kali

lipat dibandingkan tanpa tuberkulosis, dan seiring dengan derajat beratnya imunosupresi yang

terjadi.

Suseptibilitas terhadap tuberkulosis, baik untuk terjadinya tuberkulosis primer, reaktivasi

ataupun reinfeksi berhubungan dengan pola sitokin yang diproduksi oleh limfosit T, dalam hal

ini limfosit T1 melalui produksi interferon yang berperan defensif terhadap mikobakterium. Pada

infeksi HIV, depresi limfosit inilah yang menyebabkan suseptibilitas terhadap tuberkulosis

meningkat. Di lain pihak, infeksi M. tuberculosis itu sendiri merangsang makrofag memproduksi

TNF-, IL-1 dan IL-6 yang menyebabkan peningkatan replikasi virus HIV. Jadi antara infeksi

HIV dan tuberkulosis terjadi interaksi patogenik 2 arah (bidirectional pathogenic interactions)

yang memperburuk prognosis penderita.

Pada umumnya presentasi klinis dan radiologis TB paru pada penderita infeksi HIV dengan CD4

> 350 sel/L sama dengan penderita tanpa infeksi HIV, dimana tuberkulosis terbatas pada paru

saja dan gambaran radiologis umumnya menunjukkan adanya fibroinfiltrat pada lobus atas paru

dengan atau tanpa kavitas. Penurunan CD4 < 50 sel/L sering disertai tuberkulosis

ekstrapulmoner. Gambaran radiologis pada kondisi infeksi HIV yang berat sangat berbeda,
dimana infiltrat dapat terlihat di lobus tengah atau bawah paru, dapat berupa infiltrat milier (TB

milier), namun kavitas lebih jarang didapatkan.

Derajat imunodefisiensi ini juga berpengaruh pada gambaran laboratoris (BTA pada sputum) dan

histopatologis. Pada penderita dengan fungsi imun yang masih intact lebih mudah didapatkan

adanya BTA pada sputum dan gambaran granulomatus secara histopatologi. Seiring dengan

menurunnya sistem imun maka kemungkinan untuk didapatkan BTA pada sputum semakin kecil

dan secara histopatologi gambaran granuloma juga sulit ditemukan karena semakin sulit

terbentuk atau bahkan tidak terbentuk sama sekali.

Pendekatan diagnosis TB paru pada penderita dengan infeksi HIV menggunakan kriteria yang

sama dengan tanpa infeksi HIV. Namun pada sekitar 10% penderita infeksi HIV dengan

tuberkulosis menunjukkan gambaran radiologis dan mikroskopis yang normal, sehingga

diperlukan pemeriksaan lain non-rutin untuk menentukan diagnosis misalnya dengan

pemeriksaan BACTEC (metode radiometrik dengan mengukur kadar karbondioksida yang

dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis) dan polymerase chain rection

(PCR).

Pada daerah endemis tuberkulosis atau adanya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis

maka kultur dan pengecatan BTA rutin dikerjakan pada semua penderita HIV/AIDS dengan

infiltrat pada paru, untuk keperluan klinis dan kontrol infeksi. Penatalaksanaan TB paru dengan

infeksi HIV pada dasarnya sama dengan tanpa infeksi HIV. Saat pemberian obat pada koinfeksi

TBC-HIV harus memperhatikan jumlah CD4 dan sesuai dengan rekomendasi yang ada. Namun

pada beberapa studi mendapatkan tingginya angka kekambuhan pada penderita yang menerima

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) selama 6 bulan dibandingkan dengan 12 bulan.


Terdapat interaksi antara obat ARV dengan OAT, terutama rifampicin karena rangsangannya

terhadap aktivitas sistem enzim liver sitokrom P450 yang memetabolisme protease inhibitor (PI)

dan nonnucleosidase reverse trancriptase inhibitor (NNRTI), sehingga terjadi penurunan kadar

PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang berakibat incomplete viral

suppresion dan timbulnya resistensi obat. Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula

mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan berakibat terganggunya kadar rifampicin

dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat tidak efektifnya sehingga terjadi

penurunan kadar PI dan NNRTI dalam darah sampai kadar sub-terapeutik yang berakibat

incomplete viral suppresion dan timbulnya resistensi obat.

Protease inhibitor dan NNRTI dapat pula mempertinggi atau menghambat sistem enzim ini dan

berakibat terganggunya kadar rifampicin dalam darah. Interaksi obat-obat ini akhirnya berakibat

tidak efektifnya obat ARV dan terapi tuberkulosis serta meningkatnya risiko toksisitas obat,

sehingga pemakaian bersama obat-obat tersebut tidak direkomendasikan.

Pengobatan Koinfeksi TBC-HIV :

1. Saat mengawali ARV harus didasarkan atas pertimbangan klinis sehubungan dengan adanya

tanda lain dari imunodefisiensi. Untuk TBC ekstraparu, ARV harus diberikan secepatnya setelah

terapi TBC dapat ditoleransi, tanpa memandang CD4.

2. Sebagai alternatif EFV adalah SQV/r (400/400 mg 2x sehari atau soft gel 1600/200 1x

sehari), LPV/r (400/400 mg 2x sehari) atau ABC 300 mg 2x sehari.

3. NVP (200 mg sehari selama 2 minggu diikuti 200 mg 2x sehari). Regimen yang

mengandung NVP adalah d4T/3TC/NVP atau ZDV/3TC/NVP.

4. Paduan yang mengandung EFV adalah d4T/3TC/EFV atau ZDV/ 3TC/EFV.

5. Kecuali HIV stadium IV, mulai ARV setelah terapi TBC selesai.
6. Bila tak ada tanda lain dari imunodefisiensi dan penderita menunjukkan perbaikan setelah

pemberian terapi TBC, ARV diberikan setelah terapi TBC diselesaikan.

Singkatan :

EFV: Efavirenz, SQV: Squinavir, R: Ritonavir, LPV: Lopinavir,

ABC: Abacavir, NVP: Nevirapine, d4T: Stavudin,

3TC: Lamivudin, ZDV: Zidovudin

Pada sekitar 36% penderita tuberkulosis aktif yang mendapatkan OAT dan ARV secara simultan,

terjadi reaksi paradoksal (kemungkinan akibat terjadinya immune restitution) dengan tanda dan

gejala seperti demam 0,7 mg/kgBB/hari selama minimal 2 minggu dan kondisi klinisnya stabil,

kemudian diikuti pemberian flukonazol per oral 400 mg/hari. Setelah infeksi terkontrol,

dilanjutkan dengan terapi maintenance dengan flukonazol 200 mg/hari. Penghentian terapi

maintenance ini dapat dipertimbangkan jika penderita tetap asimptomatis, dengan CD4 > 100-

200 sel/L selama 6 bulan.


3.2. Pathway
BAB 4

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN HIV-AIDS DENGAN TB PARU

4.1.1. Identitas

Menyajikan data identitas diri pasien secara lengkap dengan tujuan menghindari kesalahan

dalam memberikan terapi dan patokan untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai. Data

identitas meliputi Nama, Tgl. MRS, Umur, Diagnosa, Jenis kelamin, Suku/bangsa, Agama,

Pekerjaan, Pendidikan,dan Alamat.

4.1.2. Riwayat kesehatan dan keperawatan

Untuk mengetahui riwayat kesehatan dan keperawatan pasien, maka dikakukan anamnesis.

Anamnesis pada pasien dengan gangguan sistem vaskular meliputi keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan pengkajian

psikososiospiritual.

a. Keluhan utama

Hal yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan biasanya

berhubungan dengan gangguan pernafasan yang terjadi selama beberapa minggu, batuk yang

tidak kunjung sembuh, dan nyeri dada yang menurunkan kemampuan ekspansi dada selama

proses respirasi.

b. Riwayat penyakit sekarang

Pengkajian mengenai riwayat penyakit yang sedang diderita pasien. Mulai dari pasien merasakan

gejala awal penyakit hingga saat pengkajian berlangsung.

c. Riwayat penyakit dahulu


Kaji adanya penyakit terdahulu yang pernah terjadi pada pasien yang berhubungan dengan

penyakit pasien saat ini, misalnya AIDS, pneumonia. Kaji riwayat penggunaan obat yang pernah

dikonsumsi oleh klien. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat

penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan

tindakan selanjutnya.

d. Riwayat penyakit keluarga

Kaji tingkat kesehatan pada keluarga akan adanya penyakit yang sama atau mirip pada keluarga

terdahulu, atau merupakan penyakit bawaan.

e. Pengkajian psikososiospiritual

Menunjukkan interaksi inter dan intra personal pasien. Kemungkinan akan adanya kelainan

psikologis dan gangguuan interaksi sosial. Tentang bagaimana hubungan antara pasien dengan

lingkungannya dan aspek spiritual pasien.

f. Pengkajian lingkungan

Menunjukkan linglungan dimana klien tinggal. Keadaan lingkungan klien dapat memberikan

gambaran untuk menegakkan diagnosa dan program asuhan keperawatan yang akan diberikan

pada klien nantinya.

4.1.3. Observasi dan pemeriksaan fisik

a. Keadaan Umum

Menunjukkan penampilan dan kesan pertama tentang klien saat dilakukan pengkajian.

b. Tanda-Tanda Vital

Pengkajian TTV meliputi RR, HR, Tekanan darah, dan suhu tubuh klien.

c. Body System
- Pernapasan (B1)

Batuk produktif maupun tidak produktif, nafas pendek (frekuensi pernafasan meningkat), adanya

suara nafas tambahan, adanya sputum purulen, mukoid kuning, atau adanya bercak darah.

- CardioVaskuler (B2)

Takikardi

- Persyarafan (B3)

Tidak ada gangguan jika bakteri TB maupun infeksi TB belum mencapai bagian persyarafan

(SSP).

- Perkemihan

Tidak ada gangguan

- Pencernaan - Eliminasi Alvi

Anoreksia, penurunan berat badan secara drastis..

- Tulang - Otot Integumen

Kelemahan; turgor kulit buruk, kering, dan bersisik; kehilangan lemak subkutan.

4.1.4. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi

Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar

getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus

atas paru paru atau pada segmen superior lobus bawah. (Dr. dr. Soeparman. 1998). Hal 719)

2. Pemeriksaan laboratorium

Darah
Adanya kurang darah, ada sel sel darah putting yang meningkatkan serta laju endap darah

meningkat terjadi pada proses aktif

Sputum

Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita

tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari.

Test Tuberkulosis (mantoux tes)

Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau

belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan

Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24

26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001

mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau

lebih reaksi antara 5 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui

selama 48 72 jam tuberkulosis disuntikkan.


4.1.5. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah

1. DS: Keterbatasan informasi mengenai Ansietas

- Klien penyakit

mengatakan takut

dengan penyakitnya. Tidak mengetahui prognosis dan

- Klien proses pengobatan

mengatakan

khawatir akan
Takut tidak sembuh
kesetahannya.

DO :
Ansietas
- Bingung

- Gelisah

- Wajah tegang
2. DS: Proses inflamasi pada paru Ketidakefektifan

- pasien pola nafas

mengatakan sessak
Nyeri dada
nafas

DO :
Menurunnya kemampuan ekspansi
- Penurunan
paru
gerakan dada

- Penggunaan otot

bantu pernafasan Sesak, RR meningkat

Ketidakefektifan pola nafas

3. DS : Alveoli berkonsolidasi Ketidakefektifan

- Pasien bersihan jalan nafas

mengatakan sesak
Makrofag membentuk sel tuberkel
DO :
epiteloid
- Adanya bunyi

nafas tambahan
Lesi primer
- Perubahan pada

irama dan frekuesi

pernafasan. Nekrosis bagian sentral lesi (dapat

- Batuk berupa cairan)

- Adanya sputum

Cairan masuk ke bronkus ;


peningkatan produksi sputum dan

sekret yang kental

Ketidakefektifan bersihan jalan

nafas

4. DS : Infeksi terjadi pada alveoli Gangguan

- Dispneu pertukaran gas

- Sakit kepala pada Kerusakan dinding alveoli

saat bangun

- Gangguan
Kerusakan membran alveolar-
penglihatan.
kapiler
DO :

- Gas darah arteri


Gangguan pertukaran gas
tidak normal

- Diaforesis

- Gelisah
5. DS : - Pre-terapi; dispnea, batuk, Ketidakseimbangan

- Pasien hemoptoe nutrisi < kebutuhan

melaporkan - saat terapi berlangsung : efek obat tubuh

kurangnya makan. muncul

- Tidak mampu

untuk menelan
anoreksia ;kurus
makanan.

DO :
gangguan nutrisi < keb.tubuh
- Tidak tertarik

untukmakan

- Penurunan

beratbadan

Bising usus

hiperaktif

6. DS : gangguan nutrisi < keb.tubuh Resiko intoleransi

- Pasien aktivitas

mengatakan tidak lack of nutrition intake

berpengalaman

terhadap aaktivitas
sumber energi tidak adekuat
yang harus

dikerjakan saat ini


kelemahan
DO :

- Adanya masalah
sirkulasi atai Resiko intoleransi aktivitas

respirasi

(Rrmeningkat, HR

meningkat)

7. DO : - Infeksi terjadi pada alveoli Resiko tinggi

DS : - penyebaran infeksi

Penurunan kerja makrofag alveolar

dan silia (jika infeksi menyebar ke

bronkus)

Mudah terinfeksi agen-agen

infeksius; pneumonia,dsb

Resiko tinggi terhadap infeksi

8. DO : Ketidakefektifan bersihan jalan Gangguan pola tidur

- bangun 3kali atau nafas

lebih di malam hari

- deprivasi tidur Menimbulkan reflek batuk


- terus menerus

batuk di malam hari.


Batuk produktif (terutama di
DS :
malam hari)
- pasien

mengatakan tidak
Gangguan pola tidur
puas tidur

- pasien

mengatakan sulit

tidur

9. DS : Keterbatasan informasi mengenai Defisiensi

- pasien penyakit pengetahuan

mengatakan belum

mengerti tentang Tidak mengetahui prognosis dan

penyakitnya saat ini proses pengobatan

DO :

- tidak
Takut tidak sembuh
mengikutiinstruksi

yang diberikan
Defisiensi pengetahuan
secara akurat

10. DO : Infeksi paru Hipertermi

1. Kulit memerah

2. Suhu tubuh Pelepasan mediator kimia


meningkat diatas

rentang normal (> Hipotalamus (termoregulasi)

37,50 C)

3. RR meningkat Hiperthermi
4. Kulit hangat bila

disentuh

5. Takikardia

DS : -

11. DO : Hiperthermi Resiko

1. Konjungtiva dan ketidakseimbangan

membran mukosa Evaporasi; berkeringat volume cairan

pucat kurang dari

2. Bb menurun Kebutuhan cairan kebutuhan tubuh

3. Tonus otot

buruk
Resiko kekurangan cairan
4. Anoreksia

DS :

1. Kram abdomen

2. Nyeri abdomen

3. Merasa kenyang

12. DO : Nekrosis Nyeri

1. Skala nyeri

(tergantung pada Eksudasi


ambang nyeri

pasien) Kavitasi eksudat

2. Ekspresi non

verbal menunjukkan Efusi pleuritik

nyeri

3. RR, nadi
Nyeri
meningkat

DS :

pasien melaporkan

nyeri secara verbal

(dengan kata-kata)

1.4.6. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d peningkatan produksi sekret ditandai

dengan suara nafas tambahan

2. Hiperthermi b.d proses infeksi pada parenkim paru.

3. Nyeri b.d nekrosis jaringan parenkim paru

4. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran kapiler alveolar.

5. Ketidakseimbangan cairan kurang dari kebutuhan tubuh b.d evaporasi cairan

tubuh akibat peningkatan suhu tubuh.

6. Ketidakefektifan pola nafas b.d proses inflamasi pada paru yang ditandai dengan

hiperventilasi.

7. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penyakit kronis yang ditandai
dengan anoreksia dan penurunan berat badan.

8. Resiko penyebaran infeksi b.d peningkatan pemajanan bakterai m.tuberculosis

9. Resiko intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum akibat ketidakadekuatan intake

nutrisi.

10. Gangguan pola tidur b.d ketidaknyamanan akibat batuk persisten pada malam

hari.

11. Ansietas b.d ancaman atau perubahan pada status kesehatan akibat kurangnya

informasi yang didapat.

12. Defisit pengetahuan tantang penyakit b.d kurangnya sumber informasi.


1.4.7. Planning

No. Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Dx

1. Seteleh 1. Frekuensi pernapasan 1. kaji frekuensi, kedalaman 1. Biasanya mening

diberikan askep pasien normal (16-20 kali napas klien terjadi bronkokontriksi

selama ...x 30 per menit) 2. Catat upaya pernapasan, terjadi ketidak patenan jal

menit, pasien 2. Pasien tidak merasa termasuk pengguanaan otot 2. Dispnea dan

akan sesak lagi, tidak ada PCH bantu/ pelebaran masal. peningakatan kerja napas.

menunjukkan dan penggunaan otot 3. Auskultasi bunyi napas dada terbatas yang ber

tanda-tanda bantu napas. dan catat adanya bunyi dengan atelektasis atau n

kepatenan jalan 3. Tidak ada bunyi napas napas adventisius seperti pleuritik.

napas tanbahan, misalnya krekels, mengi, gesekan 3. bunyi napas menurun

wheezing.. pleura. bila jalan napas obstruksi

4. Tidak terdapat tanda- 4. Berikan oksigen terhadap pendarahan,

tanda sianosis dan tambahan kolaps jalan napas

saturasi oksigen pada 5. Tinggikan kepala dan (atelektasis). Ronci da

ambang normal. bantu mengubah posisi. menyertai obstruksi jala

5. Pasien merasa nyaman Bangunkan pasien turun dari kegagalan pernapasan.

dan mudah untuk tempat tidur dan ambulansi 4. memaksimalkan bern

bernapas sesegera mungkin. menurunkan kerja napas

5. duduk tinggi memu

ekspansi paru dan mem


pernapasan.

6. Pengubahan pos

ambulansi men

pengisian udara segm

berbeda sehingga mem

difusi gas.

2. setelah Suhu tubuh pasien 1. Pantau suhu pasien ( 1. Suhu 38,9-41

diberikan askep kembali normal ( 36,5 oC derajat dan pola ) menunjukkan proses

selama .x.24 -37,5 oC) 2. Pantau suhu lingkungan, infeksius akut.

jam diharapkan batasi atau tambahkan linen 2. Suhu ruangan/jumla

suhu tubuh tempat tidur sesuai indikasi harus diubah

pasien menurun 3. Berikan kompres mandi mempertahankan m

hingga ambang hangat; hindari penggunaan normal

normal. alcohol 3. Dapat membantu m

4. Kolaborasi pemberian demam

Antipiretik. 4. Obat yang dapat me

panas tinggi.

3. Setelah 1. Laporan nyeri Mandiri: Mandiri:

diberikan hilang/terkontrol 1. Pantau laporan nyeri, 1. Perubahan pada lokasi/

asuhan 2. Menunjukkan catat lokasi, lama, intensitas tidak umum tetapi

keperawatan penggunaan ketrampilan (skala 0-10) dan menunjukkan

selama ...x 24 relaksasi. karakteristiknya (dangkal, komplikasi. Nyeri c


jam klien 3. Metode lain untuk tajam, konstan) menjadi konstan, lebih h

menyatakan meningkatkan 2. Pertahankan posisi semi menyebar ke atas, nyeri d

bahwa nyerinya kenyamanan Fowler sesuai indikasi bila terjadi abses.

berkurang atau 3. Berikan tindakan 2. Memudahkan

hilang. kenyamanan, contoh pijatan cairan/luka karena grav

punggung, napas dalam, membantu meminimalk

latihan relaksasi atau karena gerakan.

visualisasi. 3. Meningkatkan relak

4. Berikan perawatan mulut mungkin men

dengan sering. Hilangkan kemampuan koping pasie

rangsangan lingkunagan memfokuskan kembali pe

yang tidak menyenangkan Kolaborasi :

Kolaborasi: 1. Nyeri biasanya b

Berikan obat sesuai indikasi: memerlukan pengontro

1. Analgesik, narkotik narkotik, analgesik dihin

2. Antiemetik, contoh proses diagnosis karen

hidroksin (Vistaril) menutupi gejala.

3. Antipiretik, contoh

asetaminofen (Tylenol)
BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Pada dasarnya pendekatan diagnosa dan penatalaksanaan pada pasien TB paru

dengan infeksi HIV maupun tidak dengan infeksi adalah sama. Hanya saja, pada

pasien dengan infeksi harus lebih diperhatikan adanya interaksi OAT dengan

ARV. Harus diperhatikan pula adanya sinergi antara HIV dengan M. Tuberculosis

yang akan memperburuk prognosa pasien.

Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah saat dilakukan tes laboratoriun akan

adanya BTA yang mungkin tidak terdeteksi dan granuloma yang mungkin sangat

sedik terbentuk atau bahkan tidak terbentuk sehingga diprlukan tes lain, yaitu

PCR (polymerase chain reaction).

5.2. Saran

1. Bagi Penulis

Kami sebagai penyusun menyadari penulisan tugas kelompok ini masih jauh dari

sempurna maka kritik dan saran yang sifatnya membangun dari pihak pembaca

dan dari pihak manapun sangat kami harapkan.

2. Bagi Pembaca

Setelah membaca tugas kelompok ini kami harapkan kepada pembaca, khususnya

mahasiswa keperawatan dapat memahami tentang asuhan keperawatan pada

pasien TB paru dengan HIV sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan

sevara mandiri dengan sebaik-baiknya.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E, Marilynn et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi-3.

Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. (2009). Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga, jilid 1 cetakan ke

sepuluh. Jakrta : media Aesculapius.

NANDA Internasional. (2010). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi

2009-2011 . Jakarta: EGC.

Wilkinson, M. Judith. (2006). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi-7.

Jakarta :EGC.

Anonim. (1992). Hubungan AIDS dengan TBC. [Internet]. Bersumber dari :

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1992/01/18/KSH/mbm.19920118.KS

H9873.id.html. (Diakses pada tanggal 23 mei 2012, pukul 14.06)

Anonim. (2002). Tuberculosis paru-TB. [Internet]. Bersumber dari :

http://rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-. (Diakses tanggal

14 mei 2011, pukul 19.35 wib)

Anonim. (2011). TBC dan HIV/AIDS-Ilmu Kesehatan Masyarakat. [Internet].

Bersumber dari : http://misskesmas.wordpress.com/2011/12/04/tbc-dan-hivaids-

ilmu-kesehatan-masyarakat/. (Diakses pada tanggal 23 mei 2012, pukul 14.06)

Anonim. (2012). Askep HIV-AIDS terbaru. [Internet]. Bersumber dari :

http://aangcoy13.blogspot.com/2012/04/askep-hivaids-terbaru.html. (Diakses

pada tanggal 23 mei 2012, pukul 14.06)

Content Team, Asian Brain. (2009 ). Tuberkulosis (TBC) . [Internet]. Bersumber

dari : http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm. (Diakses tanggal

11 mei 2011, pukul 19:30 WIB.)


Hasanah, zumroh. (2010). Makalah TB paru. [Internet]. Bersumber dari :

http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/12/31/makalah-tb-paru/ . (Diakses

tanggal 16 mei 2011, puku

Anda mungkin juga menyukai