Hari Arwah Atau Hari Semua Arwah
Hari Arwah Atau Hari Semua Arwah
Hari Arwah Atau Hari Semua Arwah
Soul's Day) adalah suatu hari yang dirayakan untuk memperingati semua orang beriman yang
telah meninggal dalam agama Kristen; biasanya untuk mengenang arwah kerabat, walaupun
tidak secara khusus dimaksudkan untuk itu. Dalam Kekristenan Barat, perayaan tahunan ini
sekarang diperingati setiap tanggal 2 November dan terkait dengan Hari Raya Semua Orang
Kudus (1 November), serta vigilinya, Halloween (31 Oktober).
Bertepatan dengan Hari Arwah Gereja Katolik yang jatuh pada tanggal 2 Nopember. Pada
hari tersebut kita sebagai umat Katolik diajak secara khusus meluangkan waktu untuk
mendoakan arwah-arwah sanak-saudara, dan orang-orang lain yang telah mendahului kita.
Doa-doa tersebut akan membantu arwah-arwah yang sedang berada di Api Penyucian untuk
mendapatkan pengampunan dosa dari Tuhan, sehingga mereka bisa masuk ke Surga.
Pada abad ke-6, komunitas Benediktin memperingati umat yang telah meninggal pada
perayaan Pentakosta. Pada tahun 998, perayaan hari arwah menjadi peringatan umum di
bawah pengaruh rahib Odilo dari Biara Cluny. Mulai saat itu, perayaan arwah diadakan setiap
tanggal 2 November di kalangan ordo Benediktin, biara Carthusian, gereja Anglikan, dan
sebagian gereja Lutheran.
Perayaan liturgi dalam Ritus Roma secara resmi menyebutnya "Peringatan Arwah Semua
Orang Beriman". Di beberapa negara, misalnya Meksiko, perayaan tersebut disebut sebagai
Hari Orang Mati.
Saat ini Peringatan Arwah Semua Orang Beriman dirayakan setiap tanggal 2 November, yaitu
sehari setelah peringatan Hari Raya Semua Orang Kudus. Dalam revisi Ritus Roma tahun
1969, jika tanggal 2 November jatuh pada hari Minggu maka perayaan Misa menggunakan
liturgi Hari Arwah sedangkan Ibadat Harian menggunakan liturgi hari Minggu tersebut, tetapi
perayaan publik Laudes (Ibadat Pagi) dan Vesper (Ibadat Sore) dari Doa Ofisi untuk Orang
Meninggal tetap diperbolehkan. Di Inggris dan Wales, di mana hari raya wajib yang jatuh
pada hari Sabtu dipindahkan ke hari berikutnya, jika 2 November bertepatan dengan hari
Minggu maka Hari Raya Semua Orang Kudus dipindahkan ke hari tersebut dan Hari Arwah
dipindahkan ke 3 November (Senin).
Mereka yang telah meninggal dunia dapat memperoleh indulgensi, baik indulgensi penuh
ataupun sebagian, jika umat yang masih hidup melakukan perbuatan tertentu dan memenuhi
persyaratan yang ditentukan.
Seringkali kita sebagai umat Katolik mendapat pertanyaan, mengapa orang Katolik
mendoakan sanak saudara atau orang yang sudah mendahului kita. Bukankah orang mati dan
kita sudah tidak ada hubungannya lagi, dan bukankah setiap orang yang sudah percaya dan
menerima Kristus sebagai Tuhan dan juruselamatnya sudah mendapat jaminan hidup yang
kekal. Apakah itu alkitabiah?
Kedua kitab tersebut. di atas termasuk dalam kelompok Kitab Deteurokanonika yang tidak
diakui oleh Gereja Kristen Protestan. Di sinilah letak perbedaannya.
Dalam Injil Matius 12:32 Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia
(manusia Yesus), ia masih diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus. Ia tidak akan
diampuni. Di dunia ini tidak di dunia akan datangpun tidak.
Ayat ini mempunyai arti bahwa jika seseorang menentang Roh Kudus maka dia tidak akan
diampuni baik di dunia ini juga di dunia akan datang, artinya masih ada dosa-dosa yang bisa
diampuni di dunia yang akan datang, ini menunjukkan masih ada harapan bagi orang yang
sudah meninggal kalau orang tersebut belum di Surga atau di neraka, mereka ini masih di api
penyucian (Purgatory). Karena keadaan orang yang sudah di Surga atau di neraka sudah tidak
bisa diubah lagi atau didoakan.
Tuhan lah yang memberikan wewenang kepada Gereja untuk memberikan indulgensi melalui
perbuatan dan doa kita, kita boleh memperoleh indulgensi. Nah melalui indulgensi yang kita
terima dapat membantu jiwa-jiwa di api penyucian supaya mereka cepat tiba di Surga.
Sumber:
https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Arwah
http://hidupygdiurapi.blogspot.co.id/2010/11/mengapa-orang-katolik-mendoakan-arwah.html
Sebenarnya, prinsip dasar ajaran Gereja Katolik untuk mendoakan jiwa-jiwa orang yang
sudah meninggal adalah adanya Persekutuan Orang Kudus yang tidak terputuskan oleh maut.
Rasul Paulus menegaskan Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-
malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan
datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu
makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus
Yesus, Tuhan kita. (Rm 8:38-39).
Kuasa kasih Kristus yang mengikat kita semua di dalam satu Tubuh-Nya itulah yang
menjadikan adanya tiga status Gereja, yaitu 1) yang masih mengembara di dunia, 2) yang
sudah jaya di surga dan 3) yang masih dimurnikan di Api Penyucian. Dengan prinsip bahwa
kita sebagai sesama anggota Tubuh Kristus selayaknya saling tolong menolong dalam
menanggung beban (Gal 6:2) di mana yang kuat menolong yang lemah (Rm 15:1), maka jika
kita mengetahui (kemungkinan) adanya anggota keluarga kita yang masih dimurnikan di Api
Penyucian, maka kita yang masih hidup dapat mendoakan mereka, secara khusus dengan
mengajukan intensi Misa kudus (2 Mak 12:42-46).
Memang, umat Kristen non-Katolik tidak mengakui kitab Makabe ini dalam Kitab Suci
mereka. Juga, bagi mereka, keselamatan hanya diperoleh melalui iman saja (sola fide), yang
sering dimaknai terlepas dari perbuatan, dan hal mendoakan ini dianggap sebagai perbuatan
yang tidak berpengaruh terhadap keselamatan. Sedangkan ajaran iman Katolik adalah kita
diselamatkan melalui iman yang bekerja oleh perbuatan kasih (Gal 5:6), maka iman yang
menyelamatkan ini tidak terpisah dari perbuatan kasih. Dengan memahami adanya perbedaan
perspektif Katolik dan non- Katolik ini, kita dapat mengerti bahwa umat Kristen non- Katolik
menolak perbuatan mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal. Sedangkan Gereja
Katolik mengajarkan bahwa perbuatan-perbuatan kasih yang didasari iman sangatlah berguna
bagi keselamatan kita (baik yang didoakan maupuan yang mendoakan). Jika kasih di sini
diartikan menghendaki hal yang baik terjadi pada orang lain, dan jika kita ketahui bahwa maut
tidak memisahkan kita sebagai anggota Tubuh Kristus (lih. Rom 8:38-39), maka
kesimpulannya, pasti berguna jika kita mendoakan demi keselamatan jiwa-jiwa orang yang
sudah meninggal. Sebab perbuatan kasih yang menghendaki keselamatan bagi sesama, adalah
ungkapan yang nyata dalam hal bertolong-tolonglah dalam menanggung bebanmu (Gal
6:2).
Jangan lupa bahwa yang kita bicarakan di sini adalah bahwa doa- doa yang dipanjatkan untuk
mendoakan jiwa-jiwa orang-orang yang sedang dimurnikan dalam Api Penyucian, sehingga
mereka sudah pasti masuk surga, hanya sedang menunggu selesainya saat pemurniannya.
Dalam masa pemurnian ini mereka terbantu dengan doa-doa kita, seperti halnya pada saat kita
kesusahan sewaktu hidup di dunia ini, kita terbantu dengan doa-doa umat beriman lainnya
yang mendoakan kita. Sedangkan, untuk orang-orang yang meninggal dalam keadaan tidak
bertobat, sehingga masuk ke neraka, memang kita tidak dapat mendoakan apapun untuk
menyelamatkan mereka. Atau untuk orang -orang yang langsung masuk ke surga (walaupun
mungkin tak banyak jumlahnya), maka doa-doa kita sesungguhnya tidak lagi diperlukan,
sebab mereka sudah sampai di surga. Namun masalahnya, kita tidak pernah tahu, kondisi
rohani orang-orang yang kita doakan. Pada mereka memang selalu ada tiga kemungkinan
tersebut, sehingga, yang kita mohonkan dengan kerendahan dan ketulusan hati adalah belas
kasihan Tuhan kepada jiwa-jiwa tersebut, agar Tuhan memberikan pengampunan, agar
mereka dapat segera bergabung dengan para kudus Allah di Surga.
Pengajaran tentang Api Penyucian termasuk dalam ajaran iman De fide (Dogma):
The Communion of the Faithful on earth and the Saints in Heaven with Poor Souls in
Purgatory:
The living Faithful can come to the assistance of the Souls in Purgatory by their intercessions
(suffrages).[1]
Terjemahannya:
Persekutuan umat beriman di dunia dan Para Kudus di Surga dengan Jiwa-jiwa yang
menderita di Api Penyucian:
Para beriman yang [masih] hidup dapat membantu jiwa-jiwa di Api Penyucian dengan doa-
doa syafaat (doa silih).
Silih di sini diartikan tidak saja doa syafaat, tetapi juga Indulgensi, derma dan perbuatan baik
lainnya, dan di atas semua itu adalah kurban Misa Kudus. Ini sesuai dengan yang diajarkan
di Konsili Lyons yang kedua (1274) dan Florence (1439).
Jadi meskipun umat Kristen non-Katolik tidak mengakui kitab Makabe, namun sesungguhnya
mereka secara obyektif tidak dapat mengelak bahwa tradisi mendoakan jiwa orang yang telah
meninggal sudah ada di zaman Yahudi sebelum Kristus. Tradisi ini kemudian diteruskan oleh
para rasul, seperti yang dilakukan oleh Rasul Paulus ketika mendoakan Onesiforus yang
sudah meninggal, Kiranya Tuhan menunjukkan rahmat-Nya kepadanya [Onesiorus] pada
hari-Nya. (2 Tim 1:18). Tradisi mendoakan jiwa orang yang sudah meninggalpun dicatat
dalam tulisan para Bapa Gereja, seperti:
2) St. Cyril dari Yerusalem dalam pengajarannya tentang Ekaristi memasukkan doa-doa untuk
jiwa orang-orang yang sudah meninggal[3].
3) Sedangkan St. Yohanes Krisostomus dan St Agustinus mengajarkan bahwa para beriman
dapat mendoakan jiwa orang-orang yang meninggal dengan mengadakan derma.[4].
Karena hal mendoakan jiwa-jiwa orang yang sudah meninggal telah diajarkan dalam Kitab
Suci dan telah dilakukan oleh Gereja sejak awal mula, terutama dalam perayaan Ekaristi
maka, Katekismus Gereja Katolik mengajarkan:
KGK 1032 Ajaran ini juga berdasarkan praktik doa untuk orang yang sudah meninggal
tentangnya Kitab Suci sudah mengatakan: Karena itu [Yudas Makabe] mengadakan kurban
penyilihan untuk orang-orang mati, supaya mereka dibebaskan dari dosa-dosanya (2 Mak
12:45). Sudah sejak zaman dahulu Gereja menghargai peringatan akan orang-orang mati dan
membawakan doa dan terutama kurban Ekaristi Bdk. DS 856. untuk mereka, supaya mereka
disucikan dan dapat memandang Allah dalam kebahagiaan. Gereja juga menganjurkan amal,
indulgensi, dan karya penitensi demi orang-orang mati.
Baiklah kita membantu mereka dan mengenangkan mereka. Kalau anak-anak Ayub saja
telah disucikan oleh kurban yang dibawakan oleh bapanya Bdk. Ayb 1:5., bagaimana kita
dapat meragukan bahwa persembahan kita membawa hiburan untuk orang-orang mati?
Jangan kita bimbang untuk membantu orang-orang mati dan mempersembahkan doa untuk
mereka (Yohanes Krisostomus, hom. in 1 Cor 41,5).
KGK 1371 Kurban Ekaristi juga dipersembahkan untuk umat beriman yang mati di dalam
Kristus, yang belum disucikan seluruhnya (Konsili Trente: DS 1743), supaya mereka dapat
masuk ke dalam Kerajaan Kristus, Kerajaan terang dan damai:
Kuburkanlah badan ini di mana saja ia berada: kamu tidak perlu peduli dengannya. Hanya
satu yang saya minta kepada kamu: Di mana pun kamu berada, kenangkan saya pada altar
Tuhan (Santa Monika sebelum wafatnya, kepada santo Augustinus dan saudaranya:
Agustinus, conf. 9,11,27).
Lalu kita berdoa [dalam anaforal untuk Paus dan Uskup yang telah meninggal, dan untuk
semua orang yang telah meninggal pada umumnya. Karena kita percaya bahwa jiwa-jiwa
yang didoakan dalam kurban yang kudus dan agung ini, akan mendapat keuntungan yang
besar darinya Kita menyampaikan kepada Allah doa-doa kita untuk orang-orang yang telah
meninggal, walaupun mereka adalah orang-orang berdosa Kita mengurbankan Kristus yang
dikurbankan untuk dosa kita. Olehnya kita mendamaikan Allah yang penuh kasih sayang
kepada manusia dengan mereka dan dengan kita (Sirilus dari Yerusalem, catech. myst.
5,9,10).
KGK 1414 Sebagai kurban, Ekaristi itu dipersembahkan juga untuk pengampunan dosa
orang-orang hidup dan mati dan untuk memperoleh karunia rohani dan jasmani dari Tuhan.
Maka memang, mendoakan jiwa orang-orang yang sudah meninggal bagi orang Katolik
merupakan salah satu perbuatan kasih yang bisa kita lakukan, terutama kepada orang-orang
yang kita kasihi yang telah mendahului kita. Ini adalah salah satu dogma yang semestinya kita
jalankan, sebagai orang Katolik. Tentu saja, kita tidak bisa memaksakan hal ini kepada
mereka yang tidak percaya. Namun bagi kita yang percaya, betapa indahnya pengajaran ini!
Kita semua disatukan oleh kasih Kristus: kita yang masih hidup dapat mendoakan jiwa-jiwa
yang di Api Penyucian, dan jika kelak mereka sampai di surga, merekalah yang mendoakan
kita agar juga sampai ke surga. Doa mereka tentu saja tidak melangkahi Perantaraan Kristus,
sebab yang mengizinkan mereka mendoakan kita juga adalah Kristus, sebab di atas semuanya,
Kristuslah yang paling menginginkan agar kita selamat dan masuk ke surga. Jadi doa para
kudus saling mendukung dalam karya keselamatan Allah bagi manusia. Kita tergabung dalam
satu persekutuan orang-orang kudus, karena kita semua adalah anggota Tubuh Kristus yang
diikat oleh kasih persaudaraan yang tak terputuskan oleh maut, sebab Kristus Sang Kepala,
telah mengalahkan maut itu bagi keselamatan kita.
CATATAN KAKI: