Hiperkalemia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

BAB 1.

PENDAHULUAN

Hiperkalemia merupakan gangguan elektrolit yang sangat penting, yang dapat


menyebabkan aritmia dan dapat mengancam nyawa. Pada pasien dengan fungsi ginjal
yang normal, hiperkalemia jarang terjadi. Hiperkalemia sering terjadi pada pasien gagal
ginjal dimana mereka mengalami gangguan ekskresi pengeluaran kalium. Hal yang
sama juga terjadi pada pasien dengan faktor faktor komorbid lain seperti diabetes
mellitus, dan penggunaan beberapa jenis obat terutama jenis renin angiotensin
aldosteron sistem inhibitor (RAAs). Hiperkalemia sendiri berhubungan dengan resiko
meningkatnya mortalitas dan aritmia maligna seperti ventrikular fibrilasi. Peningkatan
resiko ini terjadi karena tidak tercapainya target intervensi dari pengobatan. Resiko
mortalitas tinggi juga terdapat pada populasi yang jarang terjadi hiperkalemia, yaitu
populasi dengan fungsi ginjal yang normal.1
Insiden dan prevalensi terjadinya hiperkalemia sulit diketahui dengan pasti. Hal
ini disebabkan belum ada penelitian yg dilakukan pada populasi yang luas. Dalam satu
penelitian yang dilakukan pada 129,076 rumah sakit di Ontario, Kanada, insiden
hiperkalemia terjadi 2,6 % pada kunjungan di Instalasi Gawat Darurat, dan 3,5 % dari
kunjungan kerumah sakit. Diagnosa hiperkalemia memiliki spesifisitas yang tinggi (99
%) , namun sensitifitasnya sangat rendah (14,6 %), menunjukkan bahwa tingkat
kejadian hiperkalemia yang lebih tinggi. Jumlah penderita hiperkalemia dilaporkan
tinggi pada penderita gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD).
Disebuah penelitian dilaporkan data dari klinik CKD antara 238 pasien dengan
estimated Glomerulus Filtration Rate (eGFR) yang 14,6 ml/menit/1.73 m2, memiliki
insiden level kalium diatas 5,0 5,5 mEq/L adalah 54 % dan 40 %. Sesuai dengan
penelitian ini, penelitian lainnya yang meneliti 1277 veteran dengan rata rata eGFR
37 ml/menit/1.73 m2 memiliki kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/l.1
Dari sebuah penelitian cohort oleh Hayes J dkk , disebutkan prediktor dari level
kalium yang tinggi termasuk diantaranya adalah diabetes mellitus, tingginya intake
protein, rendahnya serum bicarbonat, ras putih, dan yang paling penting adalah nilai
eGFR yang lebih rendah. Sejalan dengan penelitian tersebut, suatu penelitian lain yang
lebih besar yang dilakukan oleh Einhorm, M . pada 245.808 rumah sakit veteran di US
menunjukkan CKD sebagai faktor resiko yang paling penting untuk
terjadinyahiperkalemia, sepanjang menggunakan renin angiotensin aldosteron

1
sistem inhibitor (RAAsi). Pada penelitian ini terlihat bahwa rata rata kejadian
hiperkalemia pada penderita CKD dengan atau tanpa terapi RAAsi adalah 8,22 dan
1,77 per 100 pasien per bulan. Menariknya RAAsi terlihat mencetuskan hiperkalemia
pada penderita CKD yang mendapat hemodialisa reguler, dimana hiperkalemia yang
terjadi diperkirakan akibat sekresi dari saluran gastrointestinal.1
Mekanisme terpadu pengendalian keseimbangan homeostasis kalium
didefinisikan oleh kontrol umpan balik, yang akhir akhir ini difokuskan dalam
meningkatkan kompleksitas dan ketepatan homeostasis. Dalam hal ini difokuskan
dengan meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan terhadap penggunaan dengan
renin- angiotensin- aldosteron sistem inhibitor . Pengetahuan akan hal ini diharapkan
akan dapat mengatasi hiperkalemia yang dicetuskan oleh regimen renin- angiotensin-
aldosteron sistem inhibitor.2

2
BAB 2

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

HOMEOSTASIS KALIUM

Seseorang umumnya bisa mendapatkan 70 80 mmol kalium yang berasal dari


makanan setiap harinya. Usus akan menyerap semua kalium dan memasukkannya ke
hati dalam sirkulasi hepatoportal. Kalium yang masuk, kemudian di metabolisme di
hati. Pada keadaan normal, sebagian kalium akan dikeluarkan melalui feses.2
Prinsip pertahanan keseimbangan kalium adalah pengaturan eksresi kalium dari
ginjal, dimana hal ini sangat tergantung dengan filtrasi glomerulus, reabsorbsi tubulus
proximal, proses pengeluaran yang tinggi di tubulus distal dan segmen dari duktus
kolektivus pada korteks dan medula ginjal (kortek dan medula duktus kolektivus). Sel
sel di duktus kolektivus memediasi reabsorbsi natrium dan pengeluaran kalium dan
menjadi target dari angiotensin II, aldosteron, mineralkortikoid receptor antagonis, dan
diuretik hemat kalium.2
Selama filtrasi, kalium diserap sebanyak banyaknya di sepanjang tubulus
proksimal dan loop of henle, kemudian si sekresi sepanjang tubulus kolektivus. Dimana
pengeluaran ini bisa menggantikan kalium yang sebelumnya di serap. Dapat dikatakan
bahwa ginjal mengeluarkan kalium dalam jumlah cukup umtuk mempertahankan
homeostasis tubuh. Meskipun bagian tubulus proksimal menyerap sejumlah besar
kalium yang ada, namun duktus kolektivus yang mengatur pengeluaran kalium yang
akhirnya dikeluarkan melalui urin. Dengan demikian duktus kolektivus adalah tempat
utama yang merespon setiap peningkatan dan penurunan dari kalium yang tentunya
dipengaruhi oleh banyak faktor.2

3
Gambar 1. Transport kalium dalam ginjal2

Dalam mempertahankan keseimbangannya, kalium memiliki sistem feed back


control. Kalium merespon perubahan terhadap asupan tinggi kalium termasuk glukosa,
sehingga pengeluaran insulin akan mengaktifkan otot rangka dan enzim NA+-K+-ATP
ase , yang akan memasukkan kalium dari dalam plasma kedalam cairan intra selular.
Mekanisme ini mengurangi konsentrasi kalium plasma yang diperoleh dalam asupan
makanan. Dengan adanya aktifitas otot, kalium dikeluarkan kedalam plasma dan
mengalami filtrasi dari glomerulus. Untuk mempertahankan keseimbangan, sejumlah
kalium yang diperoleh dari makanan ( sebagian kecil hilang pada kotoran) dikeluarkan
melalui urin.2,9
Pada saat peningkatan penggunaan kalium meningkatkan konsentrasi kalium
dalam plasma, aldosteron akan di sintesis dan dikeluarkan oleh kelenjar adrenal. Hal ini
akan mencetuskan aktivitas dan sintesa dari NA+-K+- ATPase dan kanal kalium luminal
di duktus kolektivus untuk mengeluarkan sejumlah besar kalium. Aldosteron juga dapat
menambah eksresi di kolon distal dimana hal ini bisa menjadi sangat penting pada saat
fungsi ginjal mulai menurun.2

4
Sebaliknya jika masukan kalium sangat rendah, atau pengeluaran kalium
melalui urin sangat banyak, konsentrasi kalium plasma akan berkurang dan akan
melibatkan kembali feed back regulasi untuk memasukkan kalium dari cairan
intraseluler kedalam plasma dan meminimalkan keadaan hipokalemia. Bersamaan
dengan hal ini, otot rangka menjadi resisten terhadap insulin untuk pengambilan kalium
( tidak glukosa) . Secara spesifik insulin akan memediasi glukosa masuk kedalam sel
diikuti oleh kalium (yang mengikuti glukosa) dengan jumlah sedikit. Jumlah
konsentrasi kalium plasma yang rendah akan menekan aldosteron dari kelenjar adrenal
kelenjar 2.
Walaupun jalan feedback dikenal secara umum sebagai sistem regulasi biologis,
namun jalan feed fordward juga merupakan hal yang penting lainnya dalam
homeostasis kalium. Dalam hal ini, walaupun ada sedikit perubahan yang terjadi pada
intake kalium, yang tidak mampu merubah konsentrasi kalium plasma, atau aldosteron,
dan akhirnya tidak cukup untuk mengaktifkan kontrol feedback, eksresi kalium bisa
juga terjadi melalui mekanisme feed forward. Pada sistem feed fordward, adanya
asupan kalium akan mengaktifkan sensor di usus dan sensor hepatoportal untuk
meningkatkan reflek kaliuretik sehingga sebagian kalium akan keluar melalui urin2

Gambar 2. Feedback dan feed fordward kontrol2

5
RENIN ANGIOTENSIN ALDOSTERON SYSTEM

Renin Angiotensin Aldosteron system (RAAs) adalah pusat terjadinya


patogenesis dari terjadinya penyakit jantung dan gangguan ginjal. Dalam RAA sistem,
aldosteron dipengaruhi oleh sistem renin dan angiotensin. RAAs meregulasi kalium,
natrium, dan keseimbangan cairan, termasuk tekanan vaskular, sistem saraf simpatik,
dan mengontrol tekanan darah.3,8
Enzim renin, disekresikan oleh sel juxtaglomerular di dinding afferent arteriol di
ginjal. Pengeluaran renin dipengaruhi oleh faktor intra dan ekstra renal seperti tekanan
perfusi ginjal yang rendah, Stimulasi dari beta adrenergik, prostaglandin, angiotensin II,
kalium dan natrium. Berkurangnya natrium dan klorida pada tubulus distal
mencetuskan pengeluaran renin. Renin mengaktifkan angiotensinogen menjadi
angiotensin 1. Dalam beberapa detik setelah pembentukan angiotensin I, terdapat dua
asam amino tambahan yang memecah dari angiotensin I untuk membentuk angiotensin
II peptida asam amino-8. Perubahan ini hampir seluruhnya terjadi selama beberapa
detik sementara darah mengalir melalui pembuluh kecil pada paru-paru, yang
dikatalisis oleh suatu enzim, yaitu enzim pengubah, yang terdapat di endotelium
pembuluh paru yang disebut Angiotensin Converting Enzyme (ACE).3,8,10
Angiotensin II memiliki pengaruh yang sangat besar pada jaringan tubuh,
terutama ginjal dan otot jantung. Angiotensin II secara langsung menekan efek vaskular
perifer, menstimulasi keluarnya katekolamin dari kelenjar adrenal dan meningkatkan
aktifitas sistem saraf simpatik. Angiotensin II mencetuskan pengeluaran aldosteron dari
zona glomerulosa di kortek adrenal. Pengeluaran aldosteron sendiri dipengaruhi oleh
kalium plasma, dimana kalium dan angiotensin II bekerja bersamaan dalam
pengeluaran aldosteron.3,8
Aldosteron sendiri secara langsung memiliki pengaruh terhadap keseimbangan
kalium. Sekresi kalium di duktus kolektivus ginjal diatur oleh konsentrasi aldosteron
dan jumlah natrium yang ddisampaikan ke dalam nefron distal. Aldosteron
mengaktifkan receptor di duktus kolektivus dan mencetuskan reabsorbsi natrium
disepanjang membran luminal melalui kanal natrium. Dengan terjadinya reabsorbsi
natrium, keadaan lumen menjadi lebih elektronegatif dan membuat lingkungan yang
tepat untuk pengeluaran kalium melalui kanal kalium.8

6
Gambar 3. Renin Angiotensin Aldosteron system3

ANGIOTENSIN ALDOSTERON SYTEM INHIBITOR


Tiga kelas utama RAASi yang sering digunakan dalam pengobatan antara lain
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEIs), Angiotensin Receptor Bloker
(ARBs), dan mineralcortikoid receptor antagonis (MRAs) dan tambahan kelas ke 4
yaitu golongan direct renin inhibitor yang masih sedikit dilakukan investigasi.
Pemberian Renin-Angiotensin-Aldosteron Inhibitor (RAASi) memiliki banyak efek
yang menguntungkan seperti dapat mengurangi tekanan darah, dan dapat mencegah
kerusakan target organ pada penderita hipertensi, Diabetes Mellitus (DM), CHF, dan
hipertensi yang resisten obat . Hal yang paling penting adalah RAASi bisa
meningkatkan kualitas hidup pasien.3,14

Gambar 4. Cara kerja obat RAAs Inhibitor 4

7
Beberapa penelitian besar menunjukkan bahwa golongan golongan RAASi dapat
mencetuskan terjadinya hiperkalemia. Peningkatan serum kalium dari 4,0 5,0 mEq/l
umum terjadi pada pasien dengan penggunaan RAAS bloker. Bagaimanapun,
peningkatan kalium bisa terjadi lebih banyak dengan penggunaan bersama obat
obatan seperti anti inflamasi non steroid, substitusi garam, atau suplemen makanan atau
dengan konsumsi buah buah yang mengandung kalium tinggi .3
Penelitian clinical trial RALES (Randomized Aldactone Evaluation Study),
EPHESUS (Eplerenone Post-Acute Myocardial Infarction Heart Failure Efficacy and
Survival Study), and EMPHASIS-HF (Eplerenone in Mild Patients Hospitalization and
Survival Study in Heart Failure) tidak mengambarkan adanya prevalensi yang tinggi
terhadap komplikasi hiperkalemia yang terjadi, namun pada penelitian observasional
oleh Shah et all dan Bozkurt menunjukkan adanya pertambahan jumlah kejadian
hiperkalemia pada penderita CHF dengan penggunaan RAAs Inhibitor .3

Gambar 5. Perbandingan kejadian hiperkalemia clinical trial dengan study observational


pada penderita CHF. 3

Begitu pula pada pasien dengan CKD, beberapa penelitian clinical trial
melaporkan adanya kenaikan kadar kalium pada penderita CKD dengan penggunaan 2
jenis RAAs inhibitor. Begitu pula dalam 2 penelitian meta analisis yang terdiri dari 33
penelitian randomized contolled trials pada 68.405 pasien CKD dan 59 penelitian
randomized controlled trial pada 4975 penderita CKD melaporkan adanya peningkatan
konsentrasi kalium plasma pada pasien dengan penggunaan 2 jenis RAAs inhibitor.1

8
Tabel 1. Hiperkalemia pada penggunaan RAAs Inhibitor pada penderita CKD Penelitian
clinical trial 1
Penelitian pasien Definisi insiden
tahun hiperkalemia
RENAAL 675 pasien dengan >5,0 dan 5,5 mEq 38,4% (>5,0) dan 10,8
2011 diabetik nefropati % (>5,5)
IDNT 579 pasien dengan >6,0 mEq 18,6 %
2001 diabetik nefropati
J-LIGHT 58 pasien jepang , >5,1 mEq 5,2 %
Scr 2,04 0,48
Benazepril in 226 pasien cina dengan >6 mEq 1,9 % grup 1
advanced CKD CKD lanjut , terbagi 2 5,3 % grup 2
2006 grup
AASK 417 pasien amerika - >5,5 7,2 %
2009 Afrika
NEPHRON-D 1448 veteran amerika >6 mEq/l 4.4 % (losartan +
2013 Dengan Diabetik placebo) dan 9,9 %
nefropati ( losartan + Lisinopril)

Untuk sebagian besar pasien yang mendapatkan terapi RAAs inhibitor seperti
ACEi atau ARB, menurunnya konsentrasi aldosteron dihubungkan dengan penggunaan
ACE inhibitor dan ARB yang tidak cukup untuk mengurangi eksresi kalium. Dimana
hiperkalemi berkembang sebagai akibat berkurangnya konsentrasi aldosteron.7

Etiologi Hiperkalemia
Hiperkalemia bisa disebabkan oleh beberapa hal. Hiperkalemia terjadi karena
efek dari obat obatan yang dapat menimbulkan hiperkalemia, gangguan distribusi
kalium antara intraselular dan ekstraselular, gangguan eskresi kalium di ginjal.
Penyebab hiperkalemia karena gangguan eksresi kalium di ginjal antara lain :4,17

- Aquired hyporeninemic hypoaldosteron


- Penyakit Addison
- Congenital adrenal hyperplasia ( recessive atau autosomal dominan)
- Mineralcorticoid defisiency
- Primary hypoaldosteron atau hyporeninemia
- Pseudohypoaldosteronemia
- Renal insuffisiency atau renal failure
- Systemic Lupus erythematosus
- Renal Tubular Asidosis tipe IV

Penyebab hiperkalemia akibat gangguan pergeseran kalium ke ekstraselular

9
- Asidosis
- Gangguan jaringan akibat rhabdomiolisis, luka bakar dan trauma
- Familial hyperkalemic periodic paralysis
- Hyperosmolar states ( diabetes tidak terkontrol, infus glukosa)
- Insulin defisiensi
- Sindrome lysis tumor

Beberapa jenis buah dan sayur juga memiliki nilai kandungan kalium yang
tinggi, dimana konsumsinya harus dipertimbangkan. 10 Buah yang mengandung
kalium tinggi antara lain Sukun (1065 mg/100 gram), Alpukat (975 mg/100 gram),
Kurma (956 mg /100 gram), Markisa (854 mg/ 100 gram), Jambu merah (655 mg/100
gram), Srikaya (457 mg/100 gram), Pisang (422 mg/100 gram), Pir (322 mg/100 gram),
Pepaya (354 mg/100 gram), Kiwi (215 mg/100 gram).18
Beberapa sayuran , jenis kacang dan produk hewani juga mengandung kalium
yang cukup tinggi seperti kentang (945 mg/100 gram), rebung ( 645 mg /100 gram),
buncis (658 mg/100 gram), Bok Choy (631 mg /100 gram), Talas (620 mg/ 100 gram),
Ubi Jalar (550 mg/100 gram), Labu Kuning (583 mg/100 gram), Seledri (456 mg/100
gram), Lobak (420 mg / 100 gram), dan sawi (278 mg/100 gram).
Kacang kacangan juga mengandung banyak kalium. Jenis kacang dengan
kalium tinggi antara lain Kedelai (1469 mg/100 gram), Kacang Merah (543 mg/100
gram), Edamame (489 mg/100 gram), Kacang hitam (355 mg/100 gram), Almond ( 234
mg/ 100 gram), dan Kacang Mete ( 187 mg / 100 gram). Sementara produk hewan
dengan kalium tinggi adalah Ikan Salmon (634 mg/100 gram), Ikan sarden (392 mg/100
gram), Susu (324 mg/150 ml), ikan Tuna (322 mg/100 gram),dan Ikan Lele (320
mg/100 gram) sementara telur memiliki kandungan kalium (169 mg/100 gram).18

Tabel 2. Obat obatan yang bisa menyebabkan hiperkalemia8

Pengobatan Mekanisme
Obat yang mencetuskan perpindahan
kalium di membran
- Non selektif beta bloker Mengurangi aktifitas pompa Na+,K+-ATP ase
dan pengeluaran renin

10
- Intoksikasi digoksin Menghambat aktifitas Na+,K+-ATP ase
- Asam Amino intravena
Meningkatkan pergeseran kalium ekstraseluler
- Manitol

- Suxamethonium Meningkatkan pergeseran kalium ekstraseluler

Menperlambat depolarisasi membran sel


Obat- obatan yang mempengaruhi sekresi
aldosteron
- ACE inhibitor Menghambat sintesa angiotensin II dan
mengurangi sekresi aldosteron, mengganggu
tranport natrium ke distal nefron
- ARBs Melawan kerja angiotensisn II sehingga
mengurangi sekresi aldosteron
- Renin Inhibitor Menghambat konversi angiotensinogern
menjadi angiotensinI dan mengurangi
aldosteron
- NSAID dan COX 2 inhibitor
Mengurangi prostaglandin, aliran darah ginjal,
- Calsineurin Inhibitor dan GFR
Mengurangi sintesis aldosteron dan aktifitas
pompa Na+,K+-ATP ase
Obat yang menyebabkan resisten tubular
terhadap kerja aldosteron
- Aldosteron antagonis Menghambat receptor mineralkortikoid
- Diuretik hemat kalium
Menghambat kanal natrium luminal
- Trimetropim, pentamidine
Menghambat kanal natrium luminal
Obat obatan yang mengandung kalium
- Sediaan mengandung garam Sumber kalium
- Penisilin G, produk darah
Sumber kalium

DIAGNOSIS HIPERKALEMIA

Diagnosa hiperkalemia ditegakkan berdasarkan gejala klinis , laboratorium


dan EKG. Gejala klinis yang terjadi berdasarkan tingkat hiperkalemia. Hiperkalemia
ringan ( kalium serum 5,5 6 mmol/L), hiperkalemia sedang ( kalium 6 6,9
mmol/L ) dan hiperkalemia berat ( > 7 mmol) dapat menyebabkan komplikasi yang
serius terhadap kesehatan Pada umumnya pasien datang dengan keluhan palpitasi,
mual, nyeri otot, dan parestesia. Bagaimanapun hiperkalemia sedang dan berat akan

11
menimbulkan gangguan dari irama jantung. EKG harus dilakukan pada pasien dengan
kalium serum > 6,5 mmol/l. EKG akan memperlihatkan gambaran abnormal dari
gelombang T , gelombang QRS, sampai depresi segmen ST.19

Gambar 6. Pendekatan diagnosis hiperkalemia19

MANIFESTASI KLINIS HIPERKALEMIA

Gejala dapat terlihat, atau tidak disadari dengan keluhan mulai dari sedikit
sampai dengan terjadinya serangan jantung. Diaritmia yang terjadi umumnya terlihat
dari adanya gelombang T yang meninggi, PR interval yang melebar, gelombang P yang
hilang, komplek QRS yang melebar, dan adanya gelombang yang terbentuk dari hasil
penggabungan komplek QRS dan gelombang T. Variasi dari hambatan atrioventicular
terlihat pada hiperkalemia terdiri dari terlambatnya konduksi atrioventicular dan AV

12
blok derajat satu, AV disosiasi, AV blok komplit, Paroksismal ventrikular takikardi,
Ventricular fibrilasi, flutter, bradikardi dan bahkan asistole. Pada beberapa kasus juga
terjadi hipotensi. Gejala non kardiak yang dialami antara lain penurunan kesadaran,
gelisah, kram otot, lemah, tonus otot yang berkurang, sesak nafas, parastesia, paraplegia
flaksid, paralisis dan kejang.8
Gangguan neurologi merupakan salah satu penanda terjadinya hiperkalemia,
termsauk terjadinya kelemahan otot dan paralisis yang jarang terjadi. Paralisis terjadi
pada peningkatan kalium dapat menjadi gejala yang berulang pada pasien dengan
familial periodik paralisis atau ditemukan pada pasien dengan hiperkalemia berat. Dari
sebuah penelitian, dimana terdapat 119 pasien dengan hiperkalemia, 56 pasien (47,1 %)
mengalami flaksid tetraparesis, 38 orang (31,9%) mengalami flaksid paralisis, 25 orang
(21%) mengalami kelemahan otot, 26 orang (21,8%) mengalami parestesia atau
disestia, 22 orang (18,5%) mengalami kesulitan bernafas, 12 orang (10,1 %) letargi, 7
orang (6,0 %) mengalami gangguan sensorik, dan 6 orang (5,1 %) mengalami gangguan
menelan dan gangguan mengunyah. 9
Pada hiperkalemia ringan, gelombang T umumnya tinggi, membentuk puncak,
dan sempit di sadapan precordial (V2-V4) dan terjadi hambatan fasicular ( anterior kiri
dan posterior kiri). Hiperkalemia sedang menunjukkan gejala Atriventricular blok
derajat 1, berkurangnya gelombang P diikuti menghilangnya gelombang P. Terjadi
penurunan gelombang ST dan terkadang terlihat adanya gambaran peningkatan segmen
ST yang dapat mencetuskan infark miocard. Hiperkalemia berat memiliki manifestasi
atipikal bundle branch block, intraventicular conduction delayventricular takikardi,
ventricular fibrilasi, dan bahkan asistole. Kadang kadang hiperkalemia berat dapat
menyerupai Brugada syndrom . Gangguan jantung akibat hiperkalemia sangat
tergantung dengan kerusakan jaringan. Otot atrium lebih sensitif terhadap keadaan
hiperkalemia dibandingkan dengan otot ventrikel.9

Gambar 7. Gambaran T-Peak 9

13
PENATALAKSANAAN HIPERKALEMIA
Hiperkalemia akut
Ada 3 strategi yang berbeda yang dapat dilakukan untuk mengobati peningkatan
kalium serum akut yang menyebabkan ketidakstabilan membran sel jantung dan
berpotensi untuk timbulnya aritmia yang mengancam nyawa. Cara yang pertama dari
adalah stabilisasi membran potensial dengan menaikkan ambang potensial aksi jantung
atau mengubah (flattening) kemiringan depolarisasi membran sebagai pertimbangan
fisiologis utama. Garam kalsium glukonat juga dapat diberikan pada episode akut,
untuk meningkatkan kadar kalsium serum, sehingga meningkatkan ambang batas untuk
potensial aksi jantung untuk jangka waktu singkat dan memberikan waktu untuk
melakukan langkah-langkah lain. Hal ini penting karena kadar kalium ekstraseluler
yang tinggi memfasilitasi depolarisasi membran yang lebih cepat.5
Cara selanjutnya dapat dilakukan dengan memfasilitasi redistribusi kalium ke
dalam sel dengan pemberian baik glukosa dan insulin atau beta agonists. Namun,
pendekatan yang terakhir dapat menjadi masalah, terutama pada orang dengan penyakit
kardiovaskular. Dan akhirnya, eliminasi kalium dapat difasilitasi melalui penggunaan
diuretik loop untuk meningkatkan kaliuresis. Dapat diberikan natrium bikarbonat
dengan diuretik loop untuk membasakan urin dan memfasilitasi kaliuresis melalui
penyediaan lebih natrium untuk bertukar dengan kalium. Eliminasi Kalium melalui
saluran pencernaan bisa juga difasilitasi dengan penggunaan resin ikatan potassium,
seperti Sodium polistiren sulfat (SPS). Pada pasien dengan CKD, hemodialisis akut
mungkin diperlukan untuk akut mengurangi kalium serum.5
Terapi definitif dari hiperkalemia adalah memindahkan kalium dari tubuh dengan
menggunakan hemodialisa, diuretik atau resin. Bagi hiperkalemia berat, dimana sangat
dibutuhkan pengurangan serum kalium, hemodialisa adalah terapi yang paling efektif
dimana dapat mengurangi jumlah kalium baik ekstra seluler maupun intra selular.
Sejumlah besar kalium akan dikeluarkan dalam satu jam pertama hemodialisa, dan
dalam 3 jam akan terlihat pengurangan jumlah kalium. Pada pasien dengan aritmia,
perhatian perlu ditingkatkan karena keadaan aritmia bisa lebih buruk selama
hemodialisa. Bagi pasien hiperkalemia dengan etiologi penyakit lain, penanganan
hiperkalemia tetap diberikan dengan mengobati penyakit pencetus.5,17, 18,19

Tabel 3. Beberapa jenis penatalaksaan hiperkalemia8

14
Pengobatan dosis Onset,durasi kerja keterangan
Antagonis kalium
Calsium glukonas 1 g IV dalam 5-10 menit 1 2 menit -10 mL dari 10%
ca.glukonas mengandung
89 mg (2,2 mmol)
kalsium.
-Evaluasi dengan EKG
-Perhatian khusus pada
pasien dengan
penggunaan digoksin
Memasukkan
kalium intra sel
Insulin reguler 5 10 unit IV/SC 20 sampai 30 menit: --Biasanya digunakan
30 -60 menit dengan dextrose 40 % 50
2 sampai 6 jam ml. Digunakan tanpa
dextrose bila pasien
hiperglikemia. Dapat
menurunkan serum
kalium 0,5 1,2 mmol .
Dextrose 10 % 500 1000 mL 20 30 menit -Tanpa insulin
1 2 jam 30 60 menit
2-6 jam
Dextrose 50 % 50 mL. IV dalam 5 menit 20 30 menit -Tanpa insulin
30 60 menit
2-6 jam
Natrium Bicarbonat 50 100 mEq, IV dalam 2-5 30 menit -Kontroversial, digunakan
menit . 2- 6 jam. dalam keadaan asidosis
Beta Agonis 10 20 mg , nebulizer 30 menit Mengurangi kalium 0,5-
dalam 10 menit 90 menit 1,0 mmol/L
Dapat diberikan 4 cc dalam Sekitar 2 jam Dosis lebih tinggi dari
cairan normal saline dosis untuk asthma.
Monitoring gejala
takikardi
Mengeluarkan
kelebihan kalium
dari dalam tubuh
Sodium polistirenene 16 60 g, diberikan oral 1 jam, 4 24 jam. bervariasi -Setiap gram SPS dapat
sulfonate atau rectal mengeluarkan 0,5 mEq
Pemberian oral diberikan kalium. Dapat diberikan
dengan saorbitol untuk jangka panjang.
mencegah konstipasi -Dalam sediaan 15 g resin
dalam 60 mL
Hemodialisa Hitungan jam, tergantung Segera, sampai akhir dialisis -Digunakan pada
klinis hiperkalemia berat
furosemide 20 -40 mg IV 45 menit Bukanterapi pilihan untuk
4 6 jam hiperkalemia akibat
penggunaan ACE atau
ARB

Manajemen Kronis Hiperkalemia


Pengurangan diet kalium merupakan strategi penting untuk manajemen
hiperkalemia kronis. Namun, belum ada pengetahuan yang lengkap tentang cara terbaik
untuk menghindari diet kalium. Misalnya, satu cangkir susu rendah lemak memiliki
hampir 11 mEq kalium, dan 1 cangkir yogurt plain memiliki hampir 14 mEq kalium.
Demikian juga, sayuran atau buah-buahan seperti kismis, semangka, alpukat, jeruk,

15
atau melon kaya kalium, tetapi buah-buahan lainnya seperti blueberry, anggur, atau
nanas yang cukup rendah. Banyak sayuran, termasuk squash, bayam, dan kecambah
brussels, sangat kaya akan kalium, sedangkan selada dan kacang jauh lebih rendah.
pendidikan diet adalah fitur yang diperlukan dan penting dari manajemen kronis
hiperkalemia.5
Tablet natrium bikarbonat kadang-kadang digunakan pada pasien hiperkalemia
dengan asidemia berat. Jika digunakan, itu harus diberikan dengan diuretik loop secara
kronis untuk mengontrol kalium serum. Namun, ini mungkin memerlukan beberapa pil
dan banyak penyesuaian obat, karena sering sulit untuk memberikan garam untuk
pasien dengan CKD atau penyakit jantung tanpa memperburuk status volume atau
tekanan darah.5
Pemberian Sodium Polistiren Sulfat ( SPS ) telah disetujui FDA pada tahun
1958. Ada bukti terbatas bahwa SPS meningkatkan eliminasi kalium fekal pada hewan
percobaan atau pada manusia dan tidak ada bukti bahwa menambahkan sorbitol untuk
resin meningkatkan efektivitasnya. SPS dapat diberikan dalam dosis 50 sampai 60 g
dari 1 sampai 4 kali per hari. Ini adalah bahan gel massal yang tidak teratur dengan tepi
tajam, ukuran seragam, dan konsistensi seperti tanah liat. Obat ini tidak baik bila
dilarutkan dalam air dan larutan natrium, dan terdapat kira-kira 100 mg sodium per
gram SPS.5

16
Gambar 8. Algoritme penatalaksaan hiperkalemia5,19

Pengobatan terbaru

Dua terapi baru mungkin akan mengubah sudut pandang untuk manajemen
dari kedua hiperkalemia akut dan kronis: patiromer (Veltassa; Relypsa, Redwood City,
CA) dan natrium zirkonium cyclosilicate (ZS Pharma, San Mateo, CA). Agen pertama,
patiromer, baru-baru ini disetujui oleh FDA pada bulan Oktober 2015. Suspensi oral
merupakan polimer, yang mengikat kalium dalam pertukaran
untuk kalsium. Obat ini mengikat kalium seluruh saluran gastrointestinal namun
diyakini bekerja terutama di bagian distal usus, di mana konsentrasi kalium bebas
paling tinggi.5

17
Hasil akhirnya adalah peningkatan sekresi dan pengurangan tingkat kalium
serum. Patiromer bersifat stabil dan diserap tidak secara sistemik. Obat ini telah diteliti
dalam berbagai populasi, tetapi terutama pada orang dengan CKD atau dengan
penyakit kardiovaskular. Sebuah penelitian Randomized clinical trial yang dilakukan
oleh Bakris, GL menyebutkan bahwa patiromer dapat mengubah nilai kalium menjadi
normal dalam 4 minggu dan menetap dalam 52 minggu. Sementara penelitian yang
dilakukan oleh David A. Bushinsky dan Gordon H. Williams pada pasien CKD yang
mendapat sedikitnya satu jenis RAAs inhibitor menyebutkan adanya penurunan
bermakna dari kalium plasma dalam tujuh jam setelah pemberian terapi awal.5,20,21
Patiromer telah dipelajari secara seksama untuk mengevaluasi onset kerja pada
pasien dengan CKD yang menerima penghambat RAAS. Menurut sudut pandang
keamanan, hipomagnesemia adalah efek samping umum yang terjadi (7.2%). Tidak ada
pasien yang mengalami hipomagnesemia (<1.0 mg/dl). Tidak ada pasien dengan
dengan aritmia atau kelainan neuromuskular yang berhubungan dengan
hipomagnesemia. Konstipasi ringan sampai sedang terjadi pada 6.3% pasien dengan
hipokalemia <3.5 mEq/l. Perburukan CKD adalah efek paling sering dilaporkan selama
uji klinis dan penyebab penghentian penelitian obat ini. Hampir seluruh efek samping
terjadi selama fase pemeliharaan jangka panjang.5, 13
Patiromer merupakan pengobatan efektif untuk mengontrol serum kalium pada
pasien dengan CKD atau penyakit jantung yang secara bersamaan menerima
penghambat RAAS. Obat ini memiliki onset yang cepat dan memiliki efek yang
bertahan hingga 52 minggu. Dengan tingginya proporsi pasien yang dapat
dipertahankan dengan inhibitor RAAS dengan terapi ini tidak memiliki permasalahan
yang berhubungan dengan hiperkalemia.5
Efek penting lainnya yang sedang diteliti oleh FDA untuk pengobatan
hiperkalemia adalah sodium zirconium cyclosiliacte, dikenal dengan nama ZS-9. ZS-9
merupakan penukar kation inorganik yang sangat selektif yang dapat menangkap
potasium di traktus intestinal untuk sodium dan hidrogen. ZS-9 merupakan silikat
zirconium mikorpor yang didesain agar selektif untuk potassium. Zat ini tidak larut,
memiliki stabilitas yang tinggi, dan diserap secara non sistematik. Zat ini mempunyai
kapasitas ikatan potasium lebih banyak 9.3 kali dari SPS dan lebih dari 125 kali lebih
selektif untuk kalium dibandingkan dengan SPS.5
Sebuah penelitian clinical trial 2 phase yang dilakukan oleh Stephen A.Rash,
melaporkan bahwa ZS-9 mampu dan efektif menurunkan kalium dalam jangka waktu

18
38 jam. Penelitian ini juga meneliti keamanan pengguanaan ZS-9, dan terlihat tidak ada
komplikasi yang bermakna dalam penggunaan obat ini.22

MONITORING KALIUM
Setiap pasien yang menggunakan RAAs inhibitor harus dilakukan monitoring.
Namun belum ada satu guideline yang memberitahukan berapa lama dilakukan
monitoring. Evaluasi elektrolit, fungsi ginjal dan keadaan klinis pasien merupakan
salah satu hal yang penting untuk selalu ditanyakan setiap pasien menjalani rawat jalan.
Evaluasi dengan elektrocardiografi juga merupakan salah satu hal yang penting. Pasien
dengan penyakit komorbid seperti diabetes dan pasien yang berusia lanjut merupakan
fokus dari monitoring kalium.5,13

Tabel 4. Monitoring kalium pada pemberian RAAs Inhibitor 8

Jenis terapi monitoring


ACEi atau ARB 1 atau 2 minggu setelah memulai terapi
pada pasien CKD
ACEi atau ARB Dalam 1 minggu setelah memulai
pengobatan/ meningkatkan dosis,
monitoring berdasarkan klinis
ACEi atau ARB
3-5 hari setelah pemberian terapi, setiap
penambahan dosis, di periksa seminggu
kemudian
ACEi Setelah 1 minggu setelah terapi awal pada
orang tua dengan resiko tinggi
ACEi, ARB, Diuretics Setiap tahun atau bila ada keluhan
ACEi, ARB, Spironolakton Monitoring elektrolit dan fungsi ginjal pada
pasien CHF Pemantauan lebih ketat
ACE + spironolakton Pada 1,4,8 minggu setelah pemberian terapi
tambahan

BAB III.
PENUTUP

19
Ringkasan
Hiperkalemia merupakan suatu gangguan elektrolit yang sering ditemui pada
pasien dengan penyakit kronik dan penggunaan RAAs inhibitor . RAAs inhibitor
seperti golongan ACE inhibitor dan ARB merupakan terapi yang dapat mencetuskan
hiperkalemia, baik ringan, sedang ataupun berat sehingga bersifat mengancam nyawa
terutama diantara pasien dengan penyakit penyerta seperti insufisiensi renal. Untuk
mengurangi resiko hiperkalemia pada pasien dengan penggunaan RAAs inhibitor,
seorang pasien harus dilakukan pendataan terhadap nilai eGFR, kalium serum, obat
obatan yang digunakan, diet, dan suplement lain yang digunakan pasien tersebut. Jika
terjadi keadaaan hiperkalemia, maka harus dilakukan penanganan yang tepat dan
pemberian terapi definitif untuk menghindari efek kardiak dari kalium dan
mengembalikan jumlah kalium serum ke nilai normal sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup.1,18

DAFTAR PUSTAKA

20
1. Csaba P, Kovesdy. Epidemology of hyperkalemia: an update. Kidney International
Supplements . 2016 :6, 3-6.
2. Murray Epstein, Meyer D. Lifschitz. Potassium homeostasis and dyskalemias: the
respective roles of renal, extrarenal, and gut sensors in potassium handling.
Kidney International Supplements . 2016 :6, 7-15 .
3. Murray Epstein. Hyperkalemia constitutes a constraint forimplementing renin-
angiotensin-aldosterone inhibition: the widening gap between mandated treatment
guidelines and the real-world clinical arena. Kidney International Supplements .
2016 :6, 20 28.
4. Biff F, Palmer . Managing Hyperkalemia Caused by Inhibitors of the Renin
AngiotensinAldosterone System. N Engl J Med 2004;351:585-92.
5. Matthew R, Weir. Current and future treatment option for managing Hyperkalemia.
Kidney International Supplements . 2016 :6, 29 34.
6. Eleftheriadis T, Leivaditis K, Antoniadi G, Liakopoulos V. Differential diagnosis of
hyperkalemia: an update to a complex problem. Review Artikel of Hippokratia
2012, 16, 4: 294-302.
7. National Kidney Fondation. Clinical Update of Hyperkalemia. 2012
8. Marsha A reabel. Hyperkalemia Associated with Use of Angiotensin-
ConvertingEnzyme Inhibitors and Angiotensin Receptor Blockers. Cardiovascular
Therapeutics 30 2012: 156e166.
9. Vito M Campese. Gbemisola Adenuga. Electrophysiological and clinical
consequences of hyperkalemia. Kidney International Supplements . 2016 :6, 16
19.
10. Megan Greenlee, BS; Charles S. Wingo, ; Alicia A. McDonough, PhD; Jang-Hyun
Youn, PhD; and Bruce C. Kone, Narrative Review: Evolving Concepts in Potassium
Homeostasis and Hypokalemia. Ann Intern Med. 2009;150:619-625.
11. Carlos M. Ferrario. New physiological concepts of the renin angiotensin system
from the investigation of precursors and product of angiotensin I .Hypertension.
2010 February ; 55(2): 445452.
12. Kovesdy CP. Management of hyperkalaemia in chronic kidney disease.Nat Rev
Nephrol. 2014;10:653662.

21
13. Harel Z, Harel S, Shah PS, et al. Gastrointestinal adverse events withsodium
polystyrene sulfonate (Kayexalate) use: a systematic review.Am J Med.
2013;126:264.e9264.e24.
14. Ferrario CM, Strawn WB. Role of the renin-angiotensin-aldosteronesystem and
proinflammatory mediators in cardiovascular disease. Am J Cardiol. 2006;98:121
128.
15. Watson MA, Baker TP, Nguyen A, et al. Association of prescription of oralsodium
polystyrene sulfonate with sorbitol in an inpatient setting with colonic necrosis: a
retrospective cohort study. Am J Kidney Dis. 2012;60: 409416.
16. Weir MR, Bakris GL, Bushinsky DA, et al., for the Opal-HK
Investigators.Patiromer in patients with kidney disease and hyperkalemia receiving
RAAS inhibitors. N Engl J Med. 2015;372:211221.
17. Oyce C. Hollander-Rodriguez, and James F. Calvert, JR. Hyperkalemia. Am Fam
Physician. 2006 Jan 15;73(2):283-290.
18. Lenhart Anja, Kemper Markus J. Pathogenesis , Diagnosis, and management
Hyperkalemia. Nephrol (2011) 26:377384.
19. Longo, faici, gasper. Fluit and Elektrolit Disturbance.18th Harrisons , the principal
of internal medicine. 2011. 945-965.
20. Bakris GL, Pitt B, Weir MR, et al, for the AMETHYST-DN Investigators.Effect of
patiromer on serum potassium level in patients withhyperkalemia and diabetic
kidney disease: the AMETHYST-DN randomized clinical trial. JAMA.
2015;314:151161.
21. Bushinsky DA. Patiromer induces a rapid and sustain potassium lowering in CKD
patients with hyperkalemia. Kidney Int. 2015;88:14271433.
22. Ash SR, Singh B, Lavin PT, et al. A phase 2 study on the treatment ofhyperkalemia
in patients with chronic kidney disease suggests that theselective potassium trap,
ZS-9, is safe and efficient. Kidney Int. 2015;88: 404411
23. Richard H.Stern. Marvin Grieff. Treatment of hyperkalemia: something Old,
something New. Kidney International . 2016 : 89. 546-554.

22

Anda mungkin juga menyukai