Delirium

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

DELIRIUM

A. DEFINISI
Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarasteristikkan dengan variasi
kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran, biasanya
terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi dan
perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan
inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum.
Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari),
perjalanan yang singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab
diidentifikasi dan dihilangkan. Tetapi masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi
pada pasien individual. Delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat usia namun tersering pada
usia diatas 60 tahun. Menggigau merupakan gejala sementara dan dapat berfluktuasi
intensitasnya, kebanyakan kasus dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau kurang. Akan tetapi
jika delirium dengan fluktuasi yang menetap lebih dari 6 bulan sangat jarang dan dapat menjadi
progresif kearah dementia

B. EPIDEMIOLOGI
Delirium merupakan kelainan yang sering pada :
- sekitar 10 sampai 15 persen adalah pasien bedah dan 15 sampai 25 persen
pasien perawatan medis di rumah sakit. Sekitar 30 persen pasien dirawat di ICU bedah
dan ICU jantung. 40 sampai 50 pasien yang dalam masa penyembuhan dari tindakan
bedah pinggul memiliki episode delirium.
- Penyebab dari pasca operasi delirium termasuk stress dari pembedahan, sakit pasca
operasi, pengobatan anti nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, demam, dan
kehilangan darah.
- Sekitar 20% pasien dengan luka bakar berat dan 30-40 % pasien dengan sindrom
imunodefisiensi didapat (AIDS)
- Usia lanjut merupakan faktor resiko dari terjadinya delirium, sekitar 30 40 persen dari
pasien yang dirawat berusia 65 tahun dan memiliki episode delirium

C. ETIOLOGI
Penyebab utama delirium :
1. Penyakit pada CNS encephalitis, space occupying lesions, tekanan tinggi intrakranial
setelah episode epilepsi.
2. Demam - penyakit sistemik
3. Intoksikasi dari obat-obatan atau zat toksik
4. Withdrawal alkohol
5. Kegagalan metabolik kardiak, respiratori, renal, hepatik, hipoglikemia
Faktor predisposisi.

Demensia

Obat-obatan multipel
Umur lanjut

Kecelakaan otak seperti stroke, penyakit Parkinson

Gangguan penglihatan dan pendengaran

Ketidakmampuan fungsional

Hidup dalam institusi

Ketergantungan alkohol

Isolasi sosial

Kondisi ko-morbid multipel

Depresi

Riwayat delirium post-operative sebelumnya

Faktor pencetus (presipitasi).

Penyakit akut berat (termasuk, tetapi tak terbatas kondisi di bawah ini)

- Infeksi, dll 10-35%

- Intoksikasi obat/racun 22-39%

- Withdrawal benzodiazepin

- Withdrawal alkohol defisiensi thiamin

- Ensefalopati metabolik (25%)

- Asam basa dan gangguan elektrolit

- Hipoglikemia

- Hipoksia atau hiperkapnia

- Gagal hepar/ginjal

Polifarmasi

Bedah dan anestesi


Nyeri post op yang tak dikontrol baik

Neurologis 8% (anoksia, stroke, epilepsi, dll)

Perubahan dari lingkungan keluarga

'sleep deprivation'

Albumin serum rendah

Demam/hipothermia

Hipotensi perioperati

Pengekangan fisik

Pemekaian kateter terus menerus

Kardiovaskular 3%

Tak ditemukan penyebab 10%

Medikasi terkait delirium :


Beberapa jenis obat-obatan, baik yang resmi dan terlarang dapat menyebabkan delirium, antara
lain :

1. Sedatif hipnotik

1.1. Benzodiazepin

1.2. Kloralhidrat, barbiturat

1.3. Anti kolinergik

1.4. benztropin, oksibutirin

2. Antihistamin mis difenhidramin

3. Antispasmodik misal : belladona, propanthelin

4. Fenothiazin misal: thioridazin

5. Antidepresan trisklik

6. Antiparkinson misal levodopa, amantadin, pergolid, bromokriptin


7. Analgetik misal opiat (khususnya pethidin), jarang : NSAID,aspirin

8. Obat anestesi

9. Antipsikotik, khususnya beefek antikolinergik, misal klozapin

10. Steroid : dapat tergantung dosis

11. Antagonis histamin- 2, khususnya simetidin, tetapi juga golongan ranitidin.

12. Antibiotik:aminoglikosid, penicillin, sefalosporin, sulfonamid dan beberapa


flurokuinolon seperti siprofloksasin.

13. Obat kardiovaskuler dan antihipertensi, kinin,digoxin (padakadar


normal),amiodaron, propanolol, methiodopa

14. Antikonvulsan : fenitoin, karbamazepin, valproat, pirimidin,


klonazzepam,klobazam.

15. Lain-lain : lithium, flunoksilin, metoclopramid,imunosupresan.

D. PATOFISIOLOGI
Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal, biasanya melibatkan
area di korteks serebri dan reticular activating sistem. Dua mekanisme yang terlibat langsung
dalam terjadinya delirium adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik
muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih dari
neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperan
pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention) dalam delirium.
Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang misalnya
pada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat
bersifat neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu neurotransmiter
eksitasi. Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akan
menyebabkan penyebaran depresi membran.
Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga:
1. Delirium hiperaktif
Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-tiba, intoksikasi
Phencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic dietilamid (LSD)
2. Delirium hipoaktif
Ditemukan pada pasien Hepatic Encefalopathy dan hiperkapnia
3. Delirium campuran

Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat disebabkan oleh gangguan
struktural dan fisiologis. Hipotesis utama adalah adanya gangguan yang irreversibel terhadap
metabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multipel neurotransmiter.
Asetilkolin
Obat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan acute confusional states dan
pada pasien dengan gangguan transmisi kolinergik seperti pada penyakit Alzheimer. Pada pasien
dengan post-operative delirium, aktivitas serum anticholonergic meningkat.
Dopamin
Diotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergic dan dopaminergic. Pada
delirium, terjadi peningkatan aktivitas dopaminergic
Neurotransmitter lain
Serotonin: ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic encephalopathy dan sepsis
delirium. Agen serotoninergic seperti LSD dapat pula menyebabkan delirium. Cortisol dan beta-
endorphins: pada delirium yang disebabkan glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada ritme
circadian dan beta-endorphin.
Mekanisme inflamasi
Mekanisme inflamasi turut berperan pada patofisiologi delirium, yaitu karena keterlibatan
sitokoin seperti intereukin-1 dan interleukin-6, Stress psychososial dan angguan tisur berperan
dalam onset delirium
Mekanisme struktural
Formatio retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian kesadaran dan
jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis yang keluar dari
formatio reticularis mesencephalic ke tegmentum dan thalamus. Adanya gangguan metabolik
(hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural (stroke, trauma kepala) yang mengganggu
jalur anatomis tersebut dapat menyebabkan delirium.

E. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostic delirium berdasar DSM IV :

Untuk Delirium karena kondisi medis umum:


1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gangguan disebabkan oleh pengobatan umum, atau obat-obatan, atau gejala putus
obat.
Untuk Delirium Intoksikasi Zat:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
(A) atau (B)
A. Gejala dalam kriteria 1 dan 2 berkembang selama intoksikasi zat
B. Pemakaian medikasi secara etiologi berhubungan dengan gangguan.
Untuk Delirium Putus Zat :
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gejala dalam kriteria (1) dan (2) berkembang selama , atau segera setelah suatu
sindroma putus
Untuk Delirium Karena Penyebab Multiple:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa delirium telah memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya lebih dari satu
penyebab kondisi medis umum, suatu kondisi medis umum ditambah intoksikasi zat atau
efek samping medikasi).
Untuk Delirium Yang Tidak Ditentukan:
Kategori ini harus digunakan untuk mendiagnosis suatu delirium yang tidak memenuhi kriteria
salah satu tipe delirium yang dijelaskan pada bagian ini.

F. DIFFERENTIAL DIAGNOSIS
Dementia
Gangguan psikotik akut dan sementara
Schizophrenia
Gangguan mood [affective]
Delirium Dementia
Onset akut Onset perlahan-lahan
berfluktuasi Stabil atau progresif
gangguan kesadaran Kesadaran normal
organisasi pikiran terganggu Organisasi pikiran kurang
Sering terjadi gangguan persepsi Jarang terjadi gangguan persepsi
Kewaspadaan selalu terganggu Kewaspadaan normal

G. GEJALA KLINIS DARI DELIRIUM :

Gangguan kesadaran
Disorientasi
Konsentrasi kurang
Tingkah laku
hiperaktif
hipoaktif
Pikiran
Bizarre
Ideas of reference
waham
Mood
cemas, Irritable
depresi
Persepsi
Illusi
Hallusinasi (visual)
Memori
terganggu

*Fluctuating course, worse in the evening

Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam DSM IV
digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dengan penurunan
kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian. Keadaan
delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk,
insomnia, halusinasi transient, mimpi menakutkan di malam hari, kegelisahan.

1. kesadaran (arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu
pola ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan dari kesiagaan. Pasien
dengan delirium yang berhubungan dengan pemusatan zat seringkali mempunyai delirium
hiperaktif yang juga dapat disertai dengann tanda otonomik, seperti kulit kemerahan, pucat,
berkeringat, takikardi, pupil berdilatasi, mual-muntah dan hipertermi. Pasien dengan gejala
hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang depresi, katatonik atau mengalami
depresi.
2. Orientasi
Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus di uji pada pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus deliriun yang ringan orientasi
terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada
kasus yang berat.
3. Bahasa dan Kognisi
Kelainan dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan atau membingungkan
(inkoheren) dan gangguan kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif lainnya
yang mungkin terganggu pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum.
Kemampuan untuk menyusu, mempertahankan dan mengingat kenangan munkin terganggu,
walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga mempunyai
waham yang tidak sistematis, kadang-kadang paranoid.
4.Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk
membedakan stimulus sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan
pengalaman masa lalu mereka. Halusinasi juga relatif sering pada pasien delirium. Halusinasi
paling sering adalah visual atau auditorik, walaupun halusinasi dapat taktil atau olfaktorius. Ilusi
visual dan auditoris juga sering pada delirium.
5. Mood
Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran dan rasa takut yang tidak
beralasan. Kelainan mood lain yang sering adalah apati, depresi, dan euforia.

6. Gejala penyerta
a. Gangguan tidur bangun
Tidur pasien secara karakteristik terganggu. Pasien seringkali mengantuk selama siang
hari dan dapat ditemukan tidur sekejap ditempat tidurnya atau diruang keluarga. Tetapi tidur
pada pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Pasien seringkali mengalami
eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur, dikenal sebagai sundowning. Kadang-kadang
mimpi menakutkan di malam hari dan mimpi yang mengganggu pasien terus berlangsung ke
keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi.
b. Gejala neurologis
gejala neurologis yang sering menyertai berupa disfagia, tremor, asteriksis, inkordinasi
dan inkontinensia urin. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien
dengan delirium.

H. MANAGEMENT PENGOBATAN
Pengobatan secara langsung baik identifikasi dari underlying physical cause maupun menilai
pengobatan dari anxietas, distress, dan problem prilaku.
- pasien perlu penentraman hati, dan reorientasi untuk mengurangi anxietas, cara ini perlu
dilakukan dengan sering.
- Keluarga pasien perlu diberitahukan dan diterangkan secara jelas mengenai penyakit
pasien agar mengurangi kecemasannya sehingga keluarga pasien dapat menolong pasien
dalam perawat menjadi lebih tentram.
- Pada perawatan di rumah sakit pasien sebaiknya dirawat di ruangan yang tenang juga
cukup cahaya agar pasien dapat tahu dimana dia berada namun dengan penerangan
dimana tidak mengganggu tidur pasien.
- Keluarga maupun teman perlu menemani dan menjenguk pasien.
- Penting untuk memberi sedapat mungkin sejak terjadi perburukan dari delirium.
- Dosis yang kecil dari benzodiazepin atau obat hypnotic lain sangat berguna untuk
membut pasien tidur saat malam. Benzodiazepin harus dihindari saat siang dimana efek
sedasinya dapat meningkatkan disorientasi.
- Ketika pasien dalam keadaan yang menderita dan gangguan prilaku, monitor pengobatan
antipsikotik secara hati-hati dapat sangat berharga. Ikuti dengan dosis inisial yng cukup
untuk mengobati situasi akut, dosis obat oral secara reguler dapat diberikan secara
adekuat agar pasien tidak mengantuk berlebihan. Haloperidal dapat diberikan dimana
dosis harian 10-60mg. Jika perlu dosis pertama antara 2-5mg dapat diberikan
intramuskular.
Pengobatan Farmakologis Delirium :
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah
psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol. Droperidol
(Inapsine) adalah suatu butyrophenone yang tersedia sebagai suatu formula intravena
alternative , walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting pada pengobatan
ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium karena obat tersebut
disertai dengan aktifitas antikolinergik yang bermakna.Insomnia paling baik diobati dengan
golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine (Vistaril), 25
sampai 100mg.

1. Pengobatan termasuk pengobatan pada penyakit yang mendasari dan identifikasi


medikasi yang mempengaruhi derajat kesadaran.
2. Olanzapine (Zyprexa) : adalah obat neuroleptic atipikal, dengan efek
ekstrapiramidal yang ringan, efektif untuk pengobatan delirium yang disertai
agitasi. Dosisnya dimulai dengan 2,5mg, dan meningkat sampai 20 mg po jika
dibutuhkan. Olanzepine dapat menurunkan ambang kejang, namun sisanya dapat
ditoleransi dengan cukup baik.
3. Risperidone (risperidal), juga efektif dan dapat ditoleransi dengan baik, dimulai
dengan 0,5 mg dua kali sehari atau 1mg sebelum waktu tidur, meningkat sampai 3
mg 2 kali sehari jika dibutuhkan.
4. Haloperidol (haldol), dpat digunakan dengan dosis yang rendah (0.5 mg sampai
dengan 2 mg 2 kali sehari), jika dibutuhkan secara intravena. Efek samping ekstra
pyramidal dapat terjadi, dapat ditambahkan sedative, misalnya lorazepam diawali
0,5 mg sampai 1 mg setiap 3 sampai 8 jam jika dibutuhkan.

I. PROGNOSIS
Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya menghilang
dalam periode 3-7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin membutuhkan waktu sampai 2
minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien
mengalami delirium semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang.
Ingatan tentang apa yang dialami selama delirium, jika delirium telah berlalu, biasanya hilang
timbul, dan pasien mungkin menganggapnya sebagai mimpi buruk, sebagai pengalaman yang
mengerikan yang hanya diingat secara samar-samar.

DAFTAR PUSTAKA

Buchanan R. W., & Carpenter W. T., Jr., Kaplan and Sadocks Comprehensive Textbook of
Phyciatry 7th edition, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2000

Direktorat Jendral Pelayanan Medis, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, cetakan pertama, Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1993

Mycek M. J., Harvey R. A., Champe P. C., Lipincott Illustrated Reviews 2nd edition, Phildeaphia,
Lippincott Williams & Wilkins,1997.
Michael Gelder, Richard Mayou, John Geddes., Psychiatry 2nd edition, Oxford University, New
York, 1999.

GANGGUAN AMNESTIK

Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis gangguan amnestik
tidak dapat dibuat jika mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif, seperti yang terlihat pada demensia,
atau jika mempunyai gangguan perhatian (attention) atau kesadaran, seperti yang terlihat pada delirium.

Epidemiologi

Beberapa penelitian melaporkan insiden atau prevalensi gangguan ingatan pada gangguan spesifik
(sebagai contohnya sklerosis multipel). Amnesia paling sering ditemukan pada gangguan penggunaan
alkohol dan cedera kepala.

Penyebab

1. Kondisi medis sistemik

a. Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff)

b. Hipoglikemia

2. Kondisi otak primer

1. Kejang

2. Trauma kepala (tertutup dan tembus)

3. Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis)

4. Prosedur bedah pada otak

5. Ensefalitis karena herpes simpleks

6. Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan karbonmonoksida)

7. Amnesia global transien

8. Terapi elektrokonvulsif

9. Sklerosis multipel

3. Penyebab berhubungan dengan zat


a. Gangguan pengguanan alkohol

b. Neurotoksin

c. Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain)

d. Banyak preparat yang dijual bebas.

Diagnosis

Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum.

1. Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan kemampuan
untuk mempelajari informasi baru atau ketidak mampuan untuk mengingat informasi yang telah
dipelajari sebelumnya.

2. Ganguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan
merupakan penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.

3. Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau suatu
demensia.

4. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum (termasuk trauma fisik)

Sebutkan jika :

Transien : jika gangguan daya ingat berlangsung selama 1 bulan atau kurang

Kronis : jika gangguan daya ingat berlangsung lebih dari 1 bulan.

Catatan penulisan: Masukkan juga nama kondisi medis umum pada Aksis I, misalnya, gangguan
amnestik karena trauma kepala, juga tuliskan kondisi pada Aksis III. 1

Gambaran Klinis

Pusat gejala dan gangguan amnestik adalah perkembangan gangguan daya ingat yang ditandai oleh
gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograd) dan
ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograd). Periode
waktu dimana pasien terjadi amnesia kemungkinan dimulai langsung pada saat trauma atau beberapa
saat sebelum trauma. Ingatan tentang waktu saat gangguan fisik mungkin juga hilang. Daya ingat jangka
pendek (short-term memory) dan daya ingat baru saja (recent memory) biasanya terganggu. Daya ingat
jangka jauh (remote post memory) untuk informasi atau yang dipelajari secara mendalam (overlearned)
seperti pengalaman maka anak-anak adalah baik, tetapi daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama
( Iewat dart 10 tahun) adalah terganggu.

Diagnosis Banding
1. Demensia dan Delirium

2. Penuaan normal

3. Gangguan disosiatif

4. Gangguan buatan

Pengobatan

Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan amnestik Setelah resolusi episode
amnestik, suatu jenis psikoterapi (sebagai contohnya, kognitif, psikodinamika, atau suportif dapat
membantu pasien menerima pangalaman amnestik kedalam kehidupannya.

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau menetap dan hasil akhir dapat
terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan lengkap

Anda mungkin juga menyukai