Penanganan Daging

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Riska Oktafiani

240210150060

VI. PEMBAHASAN
Daging merupakan salah satu komoditi peternakan yang dibutuhkan untuk
memenuhi protein hewani asal ternak, protein daging mengandung susunan asam
amino yang elngkap. Namun demikian, daging merupakan produk peternakan
yang sangat rentan terhadap kontaminasi mikroba. Hal ini disebabkan karena
daging mempunyai pH dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba.
Daging yang dihasilkan dari RPH kemudian dibawa ke tempat-tempat
penjualan antara lain pasar tradisional, kios daging maupun pasar swaayan. Oleh
karena itu kontaminasi mikrba juga terjadi dari alat pengangkut daging selama
daging dalam perjalanan dari RPH sampai tempat penjualan. Kontaminasi
berikutnya adalah selama berada di tempat penjualan daging, apabila tempat
penjuaalan daging kondisinya higienis maka kontaminasi dapat diminimalisir.
Dengan demikian, segala sesuatu yang berkontak langsung maupun tidak
langsung dengan daging dapat menjadi sumber kontaminasi mikroba.
Untuk itu dilakukan penangan daging agar tidak mengalami kerusakan
biak fisik, biologis, dan kimiawinya. Penanganan daging adalah kegiatan yang
meliputi pelayuan, pemotongan bagian-bagian daging, pelepasan tulang,
pemanasan, pembekuan, pendinginan, pengangkutan, penyimpanan, dan kegiatan
lain untuk menyiapkan daging guna penjualannya (Manual Kemavet, 1993).
Selama postmortem kerusakan dapat terjadi karena adanya kontaminasi
oleh mikroorganisme serta kerusakan kimiawi, biologis dan fisik. Awal
kontaminasi mikroorganisme daging berasal dari lingkungan sekitarnya dan
terjadi pada saat pemotongan, hingga dikonsumsi. Umumnya sanitasi yang
terdapat di rumah-rumah potong belum memenuhi persyaratan kesehatan daging
sesuai standar yang telah ditetapkan. Keadaan ini menyebabkan mikroorganisme
awal daging sudah tinggi. Selain itu penyimpanan daging di rumah potong dan di
pasar-pasar umumnya belum menggunakan alat pendingin, di mana daging hanya
dibiarkan terbuka tanpa dikemas dalam temperatur kamar. Kondisi yang demikian
dapat menyebabkan perkembangbiakan mikroorganisme semakin meningkat yang
mengakibatkan kerusakan atau pembusukan daging dalam waktu singkat (Costa,
2011).
Perkembangan mikroorganisme dalam daging sangat cepat. Mikroba
patogen yang biasanya mencemari daging antara lain : Escherichia Coli,
Riska Oktafiani
240210150060

Salmonella sp, dan Stahpylococcus sp yang merupakan kontaminan utama daging


sapi dan unggas segar (Ho et al., 2004 ; Usmiati, 2010). Oleh karena itu, daging
harus segera disimpan dalam ruangan dengan temperatur rendah.
Sampel yang digunakan praktikum ini yaitu daging sapi dan daging ayam.
Prosedur pertama yaitu sampel daging dicuci dengan air bersih. Tujuan dari
pencucian yaitu untuk mengilangkan kotoran dan lendir yang menempel pada
daging. Setelah itu, dilakukan pemotongan daging yang tujuan untuk memperkecil
ukuran daging supaya masuk ke dalam kemasan. Dilanjutkan penimbangan
daging, tujuannya untuk mengetahui berapa berat daging dari hari ke-0 hingga
hari ke-6, apakah mengalami kenaikkan atau susut bobotnya. Setelah itu, daging
diamati baik tekstur,warna, aroma, dan lendir yang dihasilkan. Daging yang sudah
ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam kemasan. Kemasan yang digunakan
berupa plastik cling wrap dan piring kertas. Setelah itu, dilakukan penyimpanan
dalam jangka waktu kurang lebih 6 hari. Tujuan penyimpanan ini yaitu untuk
mengetahui berapa tahan apabila dimauskkan ke dalam suhu beku dan suhu dingin
dan jensi akteri apakah yang terdapat dalam penyimpanan beku dan dingin
tersebut. Amati perubahan tiap suhu kontrol, suhu dingin, dan suhu beku dari hari
ke-0 smapai hari ke-6. Saat hari ke-1 sampai hari ke-6, sebelum mengamati
daging beku di thawing atau dicairkan menggunakan air biasa. Tujuannya supaya
lebih mudah diamati baik tekstur, warna, aroma, dan lendir saat penyimpanan
daging tersebut.
Berikut dipaparkan diagram alir proses pendinginan dan pembekuan
daging:
Riska Oktafiani
240210150060

Sampel

Air Bersih Pencucian Air Kotor

Pemotongan

Penimbangan

Pengamatan

Pengemasan

Penyimpanan, t = 1 minggu (setiap hari)

Kontrol Dingin Beku

Amati Amati Thawing


(Rendam air)

Amati
Gambar 1. Bagan Prosedur Penanganan Daging
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2016)

6.1 Daging Kontrol


Menurut hasil pengamatan tabel 1 daging kontrol setelah dicuci, daging
ayam yang memiliki berat tertinggi yaitu hari ke-0 sebesar 100,6539 g, hal ini
disebabkan air yang diserap di hari ke-0 lebih banyak dan belum disimpan dalam
suhu kontrolnya. Suhu kontrol yang digunakan yaitu sekitar 25 0C. sedangkan
berat daging ayam terkecil yaitu di hari ke-1 sebesar 36,3051 g karena pengaruh
suhu dan lingkungan daging tersebut, sehingga air tidak diserap kembali oleh
Riska Oktafiani
240210150060

daging. Pengamatan dilakukan hanya 3 hari, karena hari ke-4 sampei ke-6 daging
tersebut sudah ditumbuhi oleh mikroba bahkan baunya sangat menyengat. Bakteri
yang muncul dalam daging kontrol yaitu Escherichia coli, Salmonella sp,dan
Stphylococcus sp yang merupakan kontaminan utama pada daging sapi dan
unggas segar (Ho et al., 2004; Usmiati, 2010).

6.2 Pendinginan Daging


Pendinginan berguna dalam menghambat perkembangan bakteri tanpa
membunuh bakteri. Pendinginan dimaksudkan pula untuk meningkatkan kualitas
daging terutama keempukan dan citarasa yang terjadi selama proses penyimpanan
karena adanya maturasi pada daging (Abustam, 2009).
Ruang pendingin untuk daging biasanya diatur pada kisaran -4 o-0oC,
sehingga diharapkan temperatur di dalam daging berkisar 2o-5oC. Temperatur
penyimpanan ini, kualitas daging dapat dipertahankan selama 8 hari. Beberapa
faktor yang mempengaruhi laju pendinginan daging, yaitu: (a) panas spesifik
daging, (b) berat dan ukuran daging, (c) jumlah lemak di permukaan daging, (d)
jumlah daging dalam ruang pendingin, dan (e) temperatur alat pendingin
(Rachmawan, 2001).
Tahap pertama, karkas didinginkan pada suhu dimana persentase
pengkerutan paling minimal yakni pada suhu antara 1419 C selama 24 jam
pertama dimana pada saat tersebut rigor mortis telah terbentuk. Kecepatan
terbentuknya rigor mortis sangat tergantung pada suhu dan kondisi ternak saat
disembelih. Rigor mortis dapat pula terbentuk dalam waktu yang cepat pada
ternak-ternak yang telah kekurangan atau kehabisan glikogen akibat habis terkuras
karena perlakuan-perlakuan yang keras sebelum pemotongan dilakukan
(Abustam, 2009).
Karkas yang telah mengalami rigor mortis, kemudian disimpan pada
kamar pendingin (+2 C) selama beberapa hari. Selama penyimpanan ini terjadi
maturasi yakni proses transformasi kimia di dalam otot dan memperlihatkan efek
terhadap perbaikan keempukan daging secara progresif sampai tingkat optimal.
Keadaan dimana daging menjadi matang, pada tingkat inilah daging sebaiknya
dikonsumsi (Abustam, 2009). Untuk memperoleh tingkat maturasi yang baik,
Riska Oktafiani
240210150060

pada umumnya karkas sapi disimpan antara 1015 hari pada suhu 2 C sebelum
daging tersebut di konsumsi.
Daging ayam merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
mikroorganisme. Hal ini disebabkan daging ayam yang mengandung air, kaya
nitrogen serta pH yang baik utnuk pertumbuhan mikroorgansime. Salah satu car
untuk menghambat kerusakan tersebut, antar lain dengan membungkusnya dengan
bahan kemasan yang kedap udara dan air berbagai macam kemasan yang sering
digunakan oleh masyarakat antar alain, kertas, aluminium foil, plastik, kaca,
kaleng, maupun logam. Bahan yang digunakan untuk bahan kemasan sangat
berpengaruh besar terhadap lama penyimpanan bahan makanan. Kemasan
bertujuan untuk memperlambat terjadinya kerusakan pada produk, sehingga
makanan lebih lama disimpan dan kualitasnya akan lebih tahan lama pada suhu
ruang. Kemasan yang paling sering kita jumpai saat ini adalah plastik.
Penggunaan plastik untuk makanan cukup menarik karen asifat-sifatnya yang
menguntungkan seperti luwe, mudah dibentuk, mempunyai adaptasi yang tinggi
terhadap produk, serta mudah dalam penanganannya. Plastik yang digunakan
dalam praktikum ini yaitu jenis cling wrap.
Menurut tabel 1 pendinginan daging, berat daging ayam tertinggi terdapat
di hari ke-1 sebesar 90,0445 g. Kenaikkan terbesar ini disebabkan karena daging
ayam masih segar dan belum mengalami susut bobot. Sedangkan berat daging
ayam terendah terdapat dalam hari ke-6 sebesar 73,861 g. Berat daging sapi
tertinggi yaitu di hari ke- 1 sebesar 59,5857 g, sedangkan berat daging sapi
terendah yaitu di hari ke-5 sebesar 53,1925 g. Sehasrunya semakin lama waktu
penyimpanan, maka semakin susut bobotnya. Perubahan berat kedua daging tidak
stabil karena berat yang ditimbang kurang akurat. Kemasan plastik memengaruhi
kualitas daging baik tekstur, warna, lendir, dan aromanya. Semakin lama waktu
yang dibutuhkan selama penyimpanan daging dingin, maka semain besar pula
penyimpangan daging itu. Misalnya perubahan tekstur menjadi lebih lunak akibat
dari pertumbuhan mikroba dalam daging dan terbentuknya lendir. Perubahan
aroma daging dikarenakan adanya protein dan lemak. Pengaruh warna terhadap
lama penyimpanan daging dalam kemasan yang digunakan seperti cling wrap dan
priring kertas. Warna merupakan salah satu indikator kulaitas daging, meskipun
warn atidak memengaurhi nilai gizinya. Adanya lendir dalam daging karena
Riska Oktafiani
240210150060

banyaknya mikroba yang tumbuh dalam daging. Secara organoleptik kerusakan


daging ditandai dengan adanya bau yang menyimpang diikuti oleh terbentuknya
lendir yang lengket pada permukaan daging. Masa penyimpanan dapat
memengaruhi aroma karena proses oksidasi, kontraksi dengan udara
menyebabkan penguapan sehingga aroma berkurang bahkan semakin lama akan
menimbulkan aroma busuk. Bakteri yang diduga tumbuh dalam daging dingin
yaitu bakteri psikotrofil, Escherichia Coli, Salmonella sp, dan Stahpylococcus sp.

6.3 Pembekuan Daging


Pembekuan merupakan tahap selanjutnya dari penyimpanan daging setelah
karkas melalui proses maturasi (aging) yang optimal dimana proses komplit rigor
mortis telah terpenuhi. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah timbulnya cold
shortening dan thaw rigor saat daging dicairkan dari kristal es yang meliputinya
sebelum dimasak (Abustam, 2009).
Untuk pengawetan daging dengan menggunakan suhu sangat rendah, maka
potonganpotongan karkas terlebih dahulu harus dikeluarkan tulang-tulangnya
dan menghilangkan lemak dipermukaan karkas/daging, sehingga benar-benar
hanya daging yang dibekukan. Ini dimaksudkan selain untuk efisiensi tempat, juga
untuk menghindari perubahanperubahan yang dapat terjadi terhadap daging
selama penyimpanan terutama lemak, suhu rendah masih dapat mengalami proses
ketengikan (Abustam, 2009).
Akhir proses pemotongan, suhu daging berkisar 3537 C. Peranan
pendinginan cukup penting didalam menurunkan suhu g dagingersebut agar dapat
disimpan pada suhu sekitar 0-2 C. Pendinginan karkas dengan menggunakan
suhu mendekati titik nol (0 5 C) saat suhu karkas masih tinggi, dimana saat itu
karkas masih dalam kondisi pra rigor, dapat mengakibatkan kelainan mutu daging
yang dikenal dengan nama cold shortening atau pengkerutan karena dingin.
Pengkerutan akibat dingin menyebabkan otot memendek bisa mencapai 50 % dan
daging menjadi keras dan kehilangan cukup cairan yang berarti selama pemasakan
(Abustam, 2009). Suhu penyimpanan daging merupakan faktor penting,
penyimpanan pada suhu 5oC selama 2 hari tidak menurunkan kualitas daging
(Candra-Dewi, 2000).
Riska Oktafiani
240210150060

Kontaminasi mikroba yang dapat merusak daging dapat berasal sejak


ternak masih hdup yaitu yang menmpel di permukaan kulit dan dalam rumen,
maupun setelah ternak disembelih. Kontaminasi mikroba pada karkas maupun
daging dapat terjadi saat disembelih, proses penyiapan karkas hingga daging akan
dikonsumsi. Awal kontaminasi dimulai dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH)
yaitu dari lantai, pisau, kulit, isi saluran pencernaan, air dan peralatan yang
digunakan untuk penyiapan karkas, pemisahan daging maupun dari pekerjanya
sendiri (Arifin et. Al., 2008; Fathurahman, 2008).
Hasil pengamatan menurut tabel 2 pembekuan daging menunjukkan
bahwa berat daging sapi lebih besar dibandingkan daging ayam. Faktor yang
memengaruhi besar berat daging sapi yaitu banyaknya air yang menyerap dalam
daging. Berat daging sapi yang tertinggi yaitu pada hari ke-1 sebesar 107,1962 g
karena daging masih segar dan belum mengalami susut bobot. Berat daging sapi
terendah yaitu terdapat di hari ke-6 sebesar 69,2520 g. Berat daging ayam yang
teringgi terdapat dalam hari ke-1 karena daging ayam masih segar dan belum
dimasukkan ke dalam lemari es. Sedangkan berat daging ayam terendah terdapat
dalam hari ke-6 sebesar 32,7670 g. Faktor yang memengaruhi penimbangan
daging beku tidak stabil karena saat proses thawing kurang lama sehingga masih
ada air yang terperangkap dalam daging tersebut. Hasil pengamatan berpengaruh
terhadap lama penyimpanan daging dalam kemasan yang ditutupi platik cling
wrap terhadap nilai tekstur, warna ,aroma, lendir, dan berat daging yang
dipaparkan dalam tabel 2. Aroma yang berbeda dalam dgaing dikarenakan adanya
protein dan lemak. Secara organleptik kerusakan daging ditandai dengan adanya
bau menyimpang diikuit oleh terebentuknya lendir yang lengket pada permukaan
daging. Masa penyimpanan dapat memengaruhi aroma karena proses oksidasi,
kontrasi dengan udara menyebabkan penguapan sehingga aroma berkurang
bahkan semakin lama akan menimbulkan aroma busuk. Kebusukan akan
kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-senyawa berbau bsuusk
seperti amonia, H2S, indolm, dan amin yang merupakan hasil pemecahan protein
oleh mikroorganisme (Luthana, 2009). Dengan bertambahnya waktu, warna
daging semakin pucat, tekstur daging semakin lunak, aroma daging semakin bau
menyengat, semakin bertambahnya lendir, dan berat daging semakin susut.
Riska Oktafiani
240210150060

Kesimpulannya yaitu semakin lamanya waktu penyimpanan, maka penyimpangan


yang terjadi semakin besar. Lendir yang terdapat dalam daging merupakan
kumpulan mikroba seperti bakteri. Bakteri yang biasanya terdapat dalam daging
beku yaitu bakteri psikotrofil, Escherichia Coli, Salmonella sp, dan
Stahpylococcus sp.
Riska Oktafiani
240210150060

VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
1. Berat daging ayam lebih besar daripada daging sapi yang terdapat dalam
pendinginan daging, faktor yang memengaruhi adalah banyaknya lendir
yang terkandung dalam daging ayam dan daging ayam sendiri sangat
mudah menyerap air.
2. Berat daging sapi lebih besar dibandingkan berat daging ayam yang
terdapat dalam pembekuan daging, karena saat dibekukan dging sapi
sangat mudah menyerap air sehingga cepat membeku menjadi kristal es.
3. Ayam yang digunakan dalma praktikum ini yaitu jenis ayam i dimana saat
diternak ayam tersebut dimasukkan bahan untuk menggemuk ayam
menggunakan suntikan. Sehingga saat penanganan ayam tersebut banyak
lendirnya.
4. Semakin lamanya waktu yang dibuthkan untuk menyimpan daging baik
pembekuan maupun pendinginan, maka semakin banyak pula
penyimpanan dalam daging tersebut. Dalam hal warna semakin memudar,
tekstur daging lunak, aroma daging yang semakin bau menyengat, lendir
semakin banyak, dan berat semakin menurun.
5. Maksimal masa penyimpanan pada pembekuan dan pendinginan daging
yaitu 6 hari. Sedangkan masa penyimpanan daging kontrol yaitu 3 hari.
6. Jenis bakteri yang diduga terdapat dalam daging adalah Escherichia coli,
Salmonella sp, Clostridium botulinum, dan Staphylococcus sp.

7.2 Saran
Sebaiknya daging yang dikemas dengan kemasan plastik dan disimpan
dalam lemari es tidak lebih dari 6 hari untuk dikonsumsi. Daging sapi dan daging
ayam sebaiknya disimpan dalam lemari freezer supaya tahan lebih lama.
Riska Oktafiani
240210150060

DAFTAR PUSTAKA

Manual Kesmavet. 1993. Pedoman Pembinaan Kesmavet. Direktorat Bina


Kesehatan Hewan Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian.
Jakarta.

Costa , Wiwiek Yuniarti. 2011. Penanganan Pasca Panen. Tabloid Sinar Tani. Edisi
3387.

Usmiati, Sri. 2010. Pengawetan Daging segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Kampus Penelitian Pertanian.
Bogor.

Abustam, E dan H. M. Ali. 2005. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Buku Ajar.
Program A2 Jurusan Produksi Ternak Fak. Peternakan Unhas.

Rachmawan, O. 2001. Penanganan Daging. Modul Program Keahlian Teknologi


Hasil Pertanian. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.

Luthana, Y.K. 2009. Identifikasi Sederhana Makanan. www.wordpress.com


(Diakses pada 19 Oktober 2016)

Soeparno, 1992. Teknologi Pengawawan Daging. Gadjah Mada University Press.


Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai