Anestesi Parenteral Dan Inhalasi
Anestesi Parenteral Dan Inhalasi
Anestesi Parenteral Dan Inhalasi
Disusun oleh :
Latar Belakang
Sebagaimana makhluk hidup lainnya, hewan seringkali terjangkit suatu
penyakit. Salah satu cara pengobatan penyakit adalah tindakan operasi. Operasi
merupakan tindakan pembedahan dengan membuka atau menampilkan bagian
tubuh yang akan ditangani. Adapun tujuannya untuk memperbaiki, membuang
atau menanamkan sesuatu pada tubuh pasien. Terdapat beberapa tahapan dalam
operasi diantaranya preoperasi, operasi dan postoperasi. Salah satu tahapan
didalam preoperasi adalah anastesi (Sjamsuhidajat dan Wong 2005).
Anastesi diartikan sebagai hilangnya seluruh rasa dari bagian tubuh
(anastesi lokal) atau seluruh tubuh (anastesi umum) sebagai akibat dari kerja obat
yang mendepres aktivitas sebagian atau seluruh sistem saraf. Anastesi umum
merupakan suatu keadaan tidak sadar (amnesia), terjadinya relaksasi otot dan
berkurangnya reflek somatis (arefleksia). Anastesi sangat penting dilakukan untuk
menghilangkan rasa sakit ketika operasi berlangsung. Selain itu anastesi juga
bertujuan untuk merestraint hewan, sehingga hewan diam dan operasi berjalan
lancar. Selain untuk melakukan tindakan operasi ada beberapa indikasi melakukan
anastesi, diantaranya pengambilan radiogram cervical, pelvic dan spinal, prosedur
obstertrics, dan prosedur diagnosis khusus (Adam 2001).
Anastesi pada hewan besar bukanlah suatu hal yang mudah, terutama pada
ruminansia. Ruminansia bukanlah objek anastesi umum yang baik karena bahaya
akan proses inhalasi dan regurgitasi. Posisi operasi dorsal recumbency yang
berlangsung lama pada hewan besar dapat mengakibatkan myopathy dan
neuropathy. Posisi ini juga dapat menyebabkan proses eruktasi yang tidak berjalan
normal sehingga terjadi penumpukan gas dan distensi rumen. Ukuran organ
viscera yang besar dan berat dapat menekan diafragma sehingga proses respirasi
terganggu. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk meminimalisisir bahaya
regurgitasi, yaitu hewan dipuasakan sebelum dianastesi, hewan tidak diberi
minum sebelum anastesi, pada posisi lateral recumbency, elevasi bagian leher
sehingga memudahkan regurgitasi dan posisi kepala lebih rendah untuk
memfasilitasi drainase dari saliva dan material intraoral lainnya (Lee 2006).
Anastesi pada hewan baik hewan kecil maupun hewan besar umumnya
dilakukan melalui rute parenteral dan inhalasi. Rute parenteral dapat melalui
intradermal, intramuscular, intravena, intraperitoneal, intrathoraic, intraosseus,
subcutaneus, epidural. Rute administrasi lain seperti peroral dan topical juga dapat
dilakukan. Anastesi pada hewan besar terutama ruminant kadangkala lebih baik
dilakukan secara lokal anastesi, selain mecegah bahaya regurgitasi yang telah
dijelaskan sebelumnya, faktor ekonomi juga menjadi pertimbangan (Lee 2006).
Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah memberikan informasi mengenai
anastesi parenteral dan anastesi inhalasi pada hewan besar.
PEMBAHASAN
Definisi
Anestesi berarti suatu keadaan dengan tidak ada rasa nyeri. Anestesi umum
ialah suatu keadaan yang ditandai dengan hilangnya persepsi terhadap semua
sensasi akibat induksi obat. Dalam hal ini, selain hilangnya rasa nyeri, kesadaran
juga hilang. Obat anestesi umum terdiri atas golongan senyawa kimia yang
heterogen, yang mendepresi SSP secara reversibel dengan spektrum yang hampir
sama dan dapat dikontrol (IACUC 2014).
ASA
Pemilihan obat untuk anastesi harus didasarkan pada status klinis pasien.
American Society of Anesthesiologists (ASA) membuat klasifikasi berdasarkan
status fisik pasien preanestesi yang membagi pasien kedalam 5 kelompok atau
kategori sebagai berikut: ASA 1, yaitu pasien dalam keadaan sehat yang
memerlukan operasi. ASA 2, yaitu pasien dengan kelainan sistemik ringan sampai
sedang baik karena penyakit bedah maupun penyakit lainnya. Contohnya pasien
urolithiasis dengan hipertensi sedang terkontrol, ASA 3, yaitu pasien dengan
gangguan atau penyakit sistemik berat yang diakibatkan karena berbagai
penyebab. Contohnya pasien apendisitis perforasi dengan septisemia. ASA 4,
yaitu pasien dengan kelainan sistemik berat yang secara langsung mengancam
kehiduannya. ASA 5, yaitu pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam
walaupun dioperasi atau tidak. Contohnya pasien tua dengan perdarahan basis
krani dan syok hemoragik karena ruptura hepatik (ASA 2014).
Tahap-Tahap Anastesi
Stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu; Stadium I (stadium induksi atau
eksitasi volunter), dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan
hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus,
dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. Stadium II (stadium eksitasi
involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium
pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut
kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia urin, muntah, midriasis,
hipertensi, dan takikardia. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3
bagian yaitu; Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan
terhentinya anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal
masih ada, bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial
semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan
respirasi regular, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi.
Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis), ditandai dengan paralisis
otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran
seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal (Hal et al. 2001).
Premedikasi
Xylazine
Xylazine adalah sediaan obat dalam bentuk cairan bening tidak berwarna
dan biasanya tersedia dalam sediaan 2 % dan 10 %. Selain sediaan dalam bentuk
cairan, xylazine juga tersedia dalam bentuk bubuk kering dan dicampur dengan
cairan sehingga bisa diencerkan (Hall 1978). Xylazine merupakan golongan
turunan 2-adrenoreseptor agonis yang dapat menimbulkan efek sedasi, analgesi,
dan muscle relaxan (Luna et al. 2000). Xylazine digunakan sebagai obat sedatif
dan analgesik pada berbagai jenis hewan atau sebagai obat emetikum pada kucing.
Apabila obat ini diberikan pada kuda dan ruminansia akan menyebabkan muntah
(Plumb 2005). Hewan ruminansia (domba) sangat sensitif terhadap xylazine bila
dibandingkan dengan kuda, anjing, atau kucing. Gejala yang terlihat setelah
pemberian xylazine pada hewan ruminansia yaitu polyuria. Hal ini disebabkan
karena menurunnya produksi vasopressin (hormon ADH). Selain polyuria, gejala
lainnya yang tampak yaitu bradikardia dan hipersalivasi. Daya kerja xylazine
dengan dosis maksimal yaitu 0.1 mg/kg IV atau 0.2-0.3 mg/kg IM) akan
menimbulkan efek anestesi umum selama satu jam (Taylor 1991).
Midazolam
Midazolam merupakan obat golongan short-acting benzodiazepin yang
dapat digunakan pada anjing, kucing, babi, burung, dan kuda. Midazolam stabil
dalam larutan sehingga dapat dikombinasikan dengan ketamin serta dapat
diberikan melalui infus. Midazolam diabsorbsi dengan baik dan tidak
menimbulkan iritasi pada jaringan apabila diaplikasikan secara intramuskular
(Grimm et al. 2015). Golongan obat ini dapat memperkuat kerja GABA yang
merupakan neurotransmiter inhibitori utama pada otak dan mampu menekan
refleks polisinaps serta berpengaruh terhadap medula spinalis (Brander et
al.1991). Midazolam dapat digunakan tunggal sebagai transquilizer atau
dikombinasikan dengan anastetikum umum untuk mencegah hipertonus otot dan
meningkatkan sedasi. Midazolam diinjeksikan secara intramuskular atau intravena
dan digunakan sebagai preanestesi untuk mengurangi kegelisahan sebelum
prosedur pembedahan dengan dosis 0.066-0.22 mg/kg BB, kemudian sebagai
sedatif dan hipnotik sehingga menimbulkan penghambatan pada sistem saraf
pusat. Efek samping pemakaian midazolam yaitu hipotensi, bradikardia, depresi
respirasi, kerusakan fungsi motorik, dan koma (Stawicki 2007).
Acepromazine
Acepromazine merupakan obat turunan dari fenotiazine yang merupakan
agen neuroleptik kuat dengan toksisitas rendah. Acepromazine juga merupakan
obat transquilizer yang mempunyai daya kerja induksi yang ringan, relaksasi otot
dan penurunan aktivitas yang spontan. Acepromazine dapat berfungsi sebagai obat
antiemetik, antikonvulsan, dan antispasmodik. Obat ini sering digunakan sebagai
obat penenang pada berbagai jenis spesies hewan. Hipotensi akan terjadi apabila
acepromazine diberikan dengan dosis yang besar. Pemberian acepromazine
memerlukan durasi yang lama dengan dosis 0.025 0.05 mg/kg BB. Dosis
premedikasi yang diberikan pada sapi yaitu 0.4 mg/kg BB akan menimbulkan
efek kardiovaskular. Efek yang baik akan timbul pada saat 20 menit setelah
diberikan secara intravena sedangkan melalui intramuskular selama 30 sampai 45
menit (Lemke 2007).
Diazepam
Diazepam adalah golongan obat benzodiazepin yang sering digunakan dan
merupakan obat transquilizer minor. Diazepam berfungsi sebagai muscle relaction
yang baik dan memiliki efek depresi cardiopulmonary yang minimal. Obat ini
mengandung propilen glikol, etanol dan natrium benzoat dalam asam benzoat
yang berfungsi sebagai pelarut. Pemberian melalui intravena tidak disarankan
karena dapat menimbulkan efek sakit. Diazepam diberikan pada hewan
ruminansia dengan dosis 0.02-0.1 mg/kg BB (Plumb 2005). Pada ruminansi kecil,
obat ini dapat digunakan sebagai premedikasi sedangkan pada ruminansia besar
seperti sapi, obat ini digunakan sebagai agen induksi.
Jenis Anestesi
Anestesi Parenteral
Anestesi digunakan secara luas, dalam bidang kedokteran hewan untuk
menghilangkan nyeri dan kesadaran, melakukan pengendalian hewan (restraint),
keperluan penelitian biomedis, pengamanan pemindahan (transportasi) hewan liar,
pemotongan hewan yang humanis, dan euthanasia. Tujuan anestesi dapat dicapai
dengan pemberian obat anestesi secara tunggal maupun dengan balanced
anesthesia yaitu mengkombinasikan beberapa agen anestesi maupun dengan agen
preanestesi (McKelvey dan Hollingshead 2003; Grimm et al. 2015). Menurut
Alex (2010) balanced anesthesia dalam konteks ini meliputi yaitu obat diberikan
sebelum induksi anestesi (premedikasi), obat diberikan selama induksi anestesi,
dan obat diberikan selama maintenance anestesi. Pemilihan anestesi yang ideal
dibutuhkan dalam menghasilkan sifat analgesi, sedasi, relaksasi, hilang kesadaran,
keamanan dan kenyamanan untuk sistem vital, ekonomis, dan mudah dalam
aplikasi baik di lapangan ataupun di ruang operasi (Pretto 2002).
Anestesi injeksi yang baik memiliki sifat-sifat tidak mengiritasi jaringan,
tidak menimbulkan rasa nyeri pada saat diinjeksi, asorbsinya cepat, waktu
induksi, durasi dan masa pulih dari anestesia berjalan mulus, tidak ada tremor
otot, memiliki indeks terapuetik yang tinggi, tidak bersifat toksik, minimalisasi
efek samping pada organ tubuh seperti saluran pernafasan dan kardiovaskuler,
cepat dimetabolisme, tidak bersifat akumulatif, dapat dikombinasikan dengan obat
lain seperti relaksan otot, analgesik, dan sudah diketahui antidotnya (Mc Kelvey
dan Hollingshead 2003).
a. Propofol
Propofol dapat digunakan untuk ruminansia kecil atau anak sapi sebagai
induksi anastesi dan maintenance pada anestesi umum. Propofol dapat
memberikan induksi yang cepat dan sangat cepat pula dihilangkan dari plasma.
Dosis 5-6 mg/kg propofol melalui intravena (IV) dapat menghasilkan durasi
anestesi selama 4-9 menit. Maintenance anestesi dapat dilakukan dengan
menggunakan infus. Biaya adalah faktor pembatas utama dengan volume obat
yang disuntikan sangat banyak dan tidak praktis digunakan untuk penggunaan
propofol ini di ruminansia besar (Lin dan Walz 2014).
b. Thiopental
Thiopental memiliki durasi anestesi sekitar 10-15 menit ketika digunakan
sendiri (tunggal). Pemulihan thiopental terjadi melalui pengurangan distribusi
obat dari otak ke jaringan lain. Maintenance anestesi dengan cara penggunaan
thiopental secara terus menerus tidak dianjurkan karena efek akumulatif yang
dihasilkan dapat menyebabkan perpanjangan waktu pemulihan. Pemeliharaan
anestesi untuk waktu yang cukup lama dapat dilakukan penggunaan anestesi
secara inhalasi.. Dosisi 6-10 mg/kg thiopental pada hewan memberikan durasi
anestesi selama 10-15 menit. Thiopental 2 gram dapat dikombinasikan dengan
Guaifenesin 50 gram, dan dapat diberikan pada 100 mg/kg guaifenesin dicampur
dengan 4 mg/kg thiopental (Taylor 1991).
c. Guaifenesin
Guaifenesin adalah perelaksasi otot (muscle relaxan) yang bekerja secara
sentral dan menyebabkan depresi cardiopulmonari yang minimal. Sehingga
guaifenesin tidak direkomendasikan sebagai agen anestesi tunggal karena
menghasilkan sedikit efek anestesi.
Dosis kombinasi Guaifenesin, ketamine, xylazine (GKX) (Lin dan Walz 2014).:
- Untuk mencampur larutan triple GKX dicampurkan 1 liter 5% guaifenesin
(50 mg/ml) dengan 100 mg xylazine (0.1 mg/ml) dan 1 gram ketamin (1
mg/ml).
- Dosis 0.5-2 ml/kg dapat diberikan sebagai infus untuk efek intubasi dan
kemudian dilanjutkan dengan infus lambat sampai anestesi isoflurane telah
sepenuhnya mengambil efek anestesi (biasanya 5-10 menit).
d. Etomidate
Etomidate merupakan turunan asam imidazol-5-karboksilat. Pada
penyuntuikan intravena yang cepat, senyawa etomidate 15 kali lebih berkhasiat
dari pada thiopental. Etomidate lebih luas dan lebih besar teurapeutiknya. Induksi
dari etomidate sangat cepat dengan durasi lama. Etomidate tidak memiliki khasiat
analgetik, sehingga tidak cocok untuk digunakan sebagai mononarkotik (tunggal),
jadi harus dikombinasikan dengan anestesi lain. Etomidate biasanya digunakan
untuk memulai pembiusan. Etomidate hampir tidak mempengaruhi kontraksi
jantung dan tekanan darah. Metabolit utama anestesi etomidate ini adalah asam
karboksilat yang bebas dan tidak lagi bekerja membius (Lee 2006).
f. Ketamin
Pemberian Ketamine secara tunggal tidak akan menyebabkan kejang pada
sapi tetapi menghasilakan kualitas induksi yang rendah sebagai anestesi.
Ketamine lebih baik digunakan dalam kombinasi dengan obat penenang lain
(paling sering dengan benzodiazepin atau alpha-2-agonis). Pemberian ketamine
dapat menyebabkan peningkatan kekakuan otot dan pengeluaran air liur secara
berlebihan (hipersalivasi). Ketamine juga dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi jantung, curah jantung/cardiac output, dan tekanan darah (Hall et al.
2001).
g. Kombinasi Ketamin-Xylazin
Xylazine diberikan kepada sapi dewasa untuk menghasilkan efek sedasi
baik secara intramuskular dengan dosis 0.1-0.2 mg/kg atau secara intravena
dengan dosis 0.05-0.1 mg/kg. Penambahan Butorfanol dengan dosis 0.1-0.2
mg/kg secara intravena dapat dimasukkan dalam kombinasi ini untuk
mengahasilkan efek analgesia yang lebih baik dan relaksasi otot yang lebih baik.
Selanjutnya, ketamine diberikan secara intravena dengan dosis 2 mg/kg untuk
anestesi induksi (Lee 2006). Seringkali, intubasi Endotracheal (ETT) dapat
dilakukan sesegera setelah injeksi xylazine dan sebelum ketamin diberikan, hal ini
harus dilakukan karena efek dari Ketamine akan menyebabkan pengeluaran air
liur yang berlebihan (hipersalivasi) atau ketidakmampuan untuk menelan air liur
yang normal. Efek samping lain kombinasi Ketamin-Xilazyn yaitu hipoksia
karena hipoventilasi, oleh karena itu penggunaan oksigen tambahan dianjurkan
untuk dilakukan.
h. Kombinasi Ketamin-Diazepam
Kombinasi Ketamin-Diazepam ini akan menghasilkan efek depresi
kardiovaskular yang lebih sedikit dibandingkan dengan kombinasi Xylazine-
Ketamine. Kombinasi Ketamin-Diazepam ini digunakan untuk induksi anestesi,
dimana Diazepam berfungsi sebagai pramedikasi dengan dosis 0,1 mg/kg dan
pemberian ketamine dengan dosis 2 mg/kg melalui intravena digunakan untuk
anestesi induksi dalam waktu 60 detik Pada pedet dan ruminansia kecil, diazepam
sebanyak 0,25 mg/kg dan 5 mg/ kg ketamin dapat dikombinasikan dan
disuntikkan melalui intravena dengan Butorfanol dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg.
Dengan tujuan untuk menghasilkan efek analgesia yang lebih baik dan relaksasi
otot yang baik pula. Kombinasi ini menyediakan sekitar 15 menit dari waktu
anestesi (Lin dan Walz 2014).
i. Kloral Hidrat
Nama lain dari senyawa ini adalah Trichloroacetaldehyde monohydrate,
dengan rumus molekul C2H3Cl3O2, mempunyai berat molekul 165,40. Kloral
hidratberbentuk kristal padat, tidak berwarna atau putih,idengan bau
mengiritasi. Kloral hidrat larut dalam alkohol, eter, aseton, benzen, piridin,
kloroform, minyak zaitun, gliserol, karbonidisulfida, metil etil keton, terpentin,
petroleum eter, karbon tetraklorida, toluen. Senyawa ini berkhasiat sebagai
hipnotik-sedativum. Merupakan obat kelas sedatif/hipnotik yang dapat
mempengaruhi bagian tertentu pada otak untuk menimbulkan efek tenang dan
mengantuk. Dosis di hewan besar 20-50 mg/100 kg BB (Plumb 2005).
Anestesi Inhalasi
Agen anestesi umum dapat digunakan melalui injeksi, inhalasi, atau
melalui gabungan injeksi dan inhalasi. Anestesi inhalasi merupakan metode
maintenance untuk prosedur operasi yang membutuhkan waktu lebih lama.
Faktor-faktor ini serta karakteristik pasien, durasi, dan jenis prosedur harus
dipertimbangkan dalam memilih anestesi inhalasi (Stachnik 2006). Anestesi
umum inhalasi yang sering digunakan pada hewan adalah halothane, isoflurane,
sevoflurane, desflurane, diethyl eter, dan nitrous oksida (Sudisna et al. 2006).
Anestesi umum yang digunakan pada ruminansia kecil (domba, kambing) dan
anak sapi dapat terinduksi dengan isoflurane, halothane, sevoflurane, atau
desflurane menggunakan masker. Waktu induksi yang cepat dan paparan gas
anestesi yang sedikit dapat menggunakan intubasi nasotracheal (Hall et al. 2001).
a. Nitrous oxide
Jenis obat yang digunakan sebagai anestesikum secara inhalasi adalah
nitrous oxide. Efek analgesia N2O mengurangi kebutuhan anesteti inhalasi yang
mengurangi penurunan kardiovaskular.
b. Halothane
Halothane terhalogenasi dengan fluorine, chlorine, dan bromine serta
merupakan contoh obat anestesi pertama yang sukses. Minimum alveolar
concentration (MAC) halothane pada sapi adalah 0.8%. Pengaturan vapor halotan
adalah 5% (2.5-4% pada ruminansia kecil) yang diinduksi dengan aliran oksigen
sebesar 20 mL/kg/menit dan berukuran 1-3% selama maintenance dengan aliran
oksigen 10 mL/kg/menit. Setelah induksi anestesi, halotan harus diberikan melalui
endotracheal tube. Peningkatan konsentrasi halotan akan menurunkan CO dan
tekanan darah arterial, sedangkan tekanan darah biasanya konstan (McMurphy
and Hudgson 1996).
c. Isoflurane
Isoflurane merupakan obat anestesi yang terhalogenasi dengan fluorine dan
chlorine. Isoflurane (Isoflo, Forane) merupakan pilihan pertama dalam
melakukan restraint dan prosedur operasi. Minimum alveolar concentration
(MAC) pada sapi adalah 1.3%. Pengaturan vapor isoflurane adalah 5% (3-4%
pada ruminansia kecil) yang diinduksi dengan aliran oksigen sebesar 20
mL/kg/menit dan berukuran 1.5-3% selama maintenance dengan aliran oksigen 10
mL/kg/menit. Keuntungan penggunaan isoflurane jika dibandingkan dengan
anestesi parenteral adalah kecepatan dalam menginduksi dan recovery serta
jaminan ketepatan dosis. Kerugian yang perlu dipertimbangkan adalah mahalnya
peralatan dan obat yang diperlukan, terbuangnya gas anestesi selama prosedur
dilaksanakan, tidak ada efek analgesic pasca operasi, menurunkan frekuensi napas
dan tekanan darah, serta terpaparnya tenaga medis dengan gas anestesi (UCD
2012).
d. Sevoflurane
Obat terbaru seperti sevoflurane dan desflurane memiliki karakter fisika dan
kimia yang lebih menguntungkan. Sevoflurane merupakan contoh obat anestesi
yang terhalogenasi hanya dengan fluorine. Induksi anestetik dan recovery pasca
anestesi sevoflurane lebih cepat dibandingkan halotan dan isoflurane (Eger 2004).
Kerja sevofluran (1 MAC = 2.3%) tidak lebih kuat dibandingkan halotan dan
isoflurane namun lebih kuat dibandingkan desflurane. Sevoflurane menginduksi
depresi kardiovaskular dengan derajat kemiripan yang sama dengan isoflurane.
e. Desflurane
Desflurane memiliki koefisien darah/partisi gas yang lebih rendah
dibandingkan anastetik inhalasi yang lain. Efek kardiovaskular dari desflurane
mirip dengan isoflurane. Proses recovery pasca anestesi dengan menggunakan
desflurane jauh lebih cepat dari sevoflurane (Eger 2004).
Keuntungan dan Kerugian Anestesi Inhalasi
Anestesi dapat dilakukan dengan dua rute yaitu anestesi parenteral dan
inhalasi. Kedua rute tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing.
Anestesi inhalasi lebih banyak diminati oleh pemilik hewan karena tingkat stress
yang lebih rendah dan dosis obat anestesi yang lebih tepat, serta proses recovery
yang lebih cepat. Kekurangan dari anestesi inhalasi antara lain memerlukan biaya
yang lebih mahal karena penyediaan obat, peralatan penunjang dan membutuhkan
tenaga medis yang dapat mengoperasikan alat anestesi inhalasi. Namun anestesi
inhalasi telah terbukti aman dan efektif dalam menginduksi serta memelihara
status anestesi (Stachnik 2006).
Peralatan Penunjang
Peralatan penunjang untuk prosedur anestesi inhalasi antara lain
endotracheal tube (ETT), laryngoscope, cauze (kasa), dan breathing bag
(Resucitator). Perlengkapan lain seperti syringe, needle, infusion set, IV catheter,
sterile eye lubricant, bandage tape, dan lain sebagainya. Endotracheal tube (ETT)
merupakan salah satu alat yang dibutuhkan dalam melakukan anestesi inhalasi.
Sebaiknya, disiapkan 3 ETT dengan ukuran yang berbeda. Satu ETT dipilih
berdasarkan bobot badan hewan, 1 ETT dengan ukuran yang lebih besar, dan 1
ETT dengan ukuran yang lebih kecil (Hunyady 2013).
Intubasi endotracheal
Endotracheal tube merupakan alat bantu pernapasan yang dipasang pada
hewan operasi untuk membantu memperlancar pernapasan. Pemasangan
endotracheal tube memerlukan laryngoscope, xylocain jelly, orofaryngeal tube,
action cateter, dan lain sebagainya. Posisi hewan pada saat intubasi adalah sternal
recumbency, kemudian menggunakan mouth gag untuk membuka mulut hewan
secara lebar. Setelah celah saluran napas terbuka lebar selang/pipa endotracheal
tube bisa dimasukkan dari arah sebaliknya dari penggeseran lidah, dorong terus
pipa endotracheal tube ke arah paru-paru sampai muncul refleks batuk dari hewan
yang berarti pipa sudah masuk ke dalam bronkus, setelah itu pipa dapat didorong
sampai pangkal bronkus. Intubasi tracheal dilakukan dengan cuff endotracheal
tube agar memberikan saluran nafas yang aman, mencegah aspirasi oleh saliva
dan isi rumen bila terjadi regurgitasi.
Visualisai saluran nafas yang sedikit pada kambing, domba, anak sapi dan
ilama saat mulut dibuka. Oleh sebab itu, laryngeal blade yang panjang dan stylet
dapat digunakan untuk mempermudah intubasi. Laryngospasm tidak umum
ditemukan pada ruminansia kecil dan ilama memiliki stimulasi tactile, untuk
mengurangi rangsangan tersebut hewan dapat diberikan anestesi lokal seperti
lidocaine. Intubasi nasotracheal menjadi alat alternatif bila intubasi orotracheal
susah diaplikasikan. Penempatan endotracheal yang tepat pada saat intubasi dapat
dilihat dari adanya udara yang keluar masuk dan sinkronisasi dari pergerakan otot
dada, untuk mengetahui apakah posisi sudah benar dapat dikonfirmasi melalui
capnography dengan membaca CO2.
DAFTAR PUSTAKA
Adam HR. Veterinary Pharmacology and Therapeutics. 8th Ed. 2001. United
State of America (US): Iowa State Pr.
[ASA] American Society of Anesthesiologists. 2014. Asa Physical Status
Classification System. [Internet]. [Diunduh pada 9 Maret 2017]. Tersedia
pada: https://www.asahq.org/resources/clinical-information/asa-physical-
status-classification-system.
Eger EI. 2004. Induction and Maintenance of General Anesthesia. Am J Health
Syst Pharm. 61(20).
Hall, Clarke, Trim. 2001. Veterinary Anesthesia. London (GB): WB Saunders.
Hall LW. 1978. Veterinary Anesthesia. Revised 7th edition. Bailiere Tindall.
London (GB).