Gerakan Massa Batuan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

GERAKAN MASSA BATUAN

Secara garis besar Gerak Masa Batuan (Mass Movement) dapat diartikan
sebagai perpindahan material batuan di permukaan bumi akibat gaya grafitasi
yang dimiliki bumi. Perpindahan ini dapat terjadi dalam waktu yang singkat
maupun waktu yang lama.
Tipe Mass Movement
a. Tipe Creep (Rayapan)
Rayapan merupakan gerak masa batuan yang sangat lambat, sehingga
proses rayapannya hampir tak dapat diamati. Perpindahan Masa Batuan bertipe
Creep ini hanya bisa diketahui dengan gejala-gejala seperti menjadi miringnya
tiang listrik atau dengan melihat ketidakteraturan permukaan tanah. Jika dilihat
dari kecepatannya maka tipe Creep ini memiliki kecepatan antara 1 mm hingga 10
m pertahun.

b. Tipe Luncuran (Slides)


Tipe Luncuran ini lebih sering dikenal orang awam dengan bencana tanah
lonsor. Gerakan masa batuan seperi inilah yang sering menimbulkan korban jiwa.
Secara umum luncuran batuan dapat diartikan sebagai pepindahan material
permukaan bumi menuruni lereng dengan cepat. Berdasar bidang luncurannya
maka tipe pepindahan masa batuan ini dapat dibedakan menjadi transisional dan
rotasional. Untuk luncuran yang memiliki bidang luncur lurus disebut dengan

transitional slide, sedangkan luncuran yang memiliki bidang luncur melengkung


disebut sebagai rotational slide contoh: Slump.
c. Tipe Aliran
Gerak Masa Batuan tipe aliran ini dicirikan dengan adanya bidang geser
(shear plan). Tipe aliran ini dapat dibedakan dengan rayapan dari batas yang tegar
dan material yang terpindahkan. Menurut Vames (1978) aliran masa batuan dapat
dibedakan menjadi aliran kering, suliflaction, aliran tanah, aliran debris, dan
debris avelanche. Dari kesemua tipe tersebut tipe suliflaction adalah gerak masa
batuan tipe aliran yang paling lambat bergerak. Hal ini terjadi karena lapisan tanah
memiliki kejenuhan yang tinggi terhadap air. Tipe suliflaction dapat berlangsung
pada medan dengan kemiringan hanya 1 dan dapat pula terjadi pada lingkungan
periglasial.
d. Tipe Heave
Gerak masa batuan bertipe Heave ini terjadi karena adanya proses
kembang kerut tanah. Tanah yang banyak mengandung lempung smectile biasa
mengalami kembang kerut. Ketika tanah ini mengembang maka volume akan
bertambah kearah tegak lurus bidang lereng. Oleh sebab itu akan terjadi desakan
kearah lereng bawah. Tipe heave sendiri masih dapt dibagi menjadi rayapan tanah
dan rayapan talus. Tipe heave ini dikendalikan oleh kuanitas kandungan tanah
terhadp lempung jenis smectile atau illit dan relief mikro akibat adanya proses
kembang kempis.

e. Tipe Jatuhan
Gerak masa batuan bertipe jatuhan ini dicirikan oleh pegerakan melalui
udara. Pada umumnya fragmen batuanlah yang seolah terbang. Didalm
kenyataannya sangat sulit menemui tip pergerakn masa batuan seperti ini. Suatub
pengecualian pada tebing sungai yang runtuh dan sering diistilahkan dengan bank
calving.
f. Tipe Runtuhan (Subsidence)
Satu ciri utama dari pergerakan masa batuan ini adalah tak kuatnya lagi
penopang batuan yang ada. Ketika penopang sudah tak kuat atau bahkan sudah
hilang maka masa batuan diatasnya akan jatuh secara cepat yang disebut dengan
runtuh.

Menurut AK. Lobeck terdapat tiga klasifikasi gerakan massa batuan yaitu :
1. Very Rapid Mass Movement
Gerakan massa batuan yang sangat cepat, dalam hal ini air tidak
memegang peranan penting. Gerakan ini terutama disebabkan oleh
grafitasi yang dihasilkan rock fall, rock slide, debris fall, dan debris slide.
a. Rock fall
Pelapukan merupakan unsur yang mempersiapkan adanya
gerakan atau perubahan batuan. Jika terjadi hujan akan mengalami
pelapukan pada retakan retakan itu. Tanah bagian bawah akan
hilang dan massa batuan yang resisten yang terdapat di bagian
atasnya tidak tahan terhadap gaya tarik bumi. Akibatnya massa
batuan itu akan runtuh secara bebas tanpa adanya penyangga yang

disebut rock fall. Rock fall ini terjadi di daerah daerah yang
lerengnya curam, cliff atau daerah lain yang memungkinkan.
b. Rock slide
Rock slide terjadi disebabkan oleh hal lain yang dibantu air.
Lapisan sandstone yang ada di atas lapisan shale. Setelah jenuh
akan melepaskan butir butir batuan itu dan akhirnya lapisan sand
stone meluncur ke bawah karena terletak di atas lapisan shale yang
licin. Lapisan sand stone akan meluncur walaupun kemiringannya
hanya 20
c. Debris fall
Pada prinsipnya sama dengan proses terjadinya rock fall
tetapi materi yang mengalami runtuhan adalah materi yang lebih
kecil ukurannya. Gerakan ini biasanya didahului oleh pelapukan
mekanis yang menyebabkan gumpalan batuan pecah pecah
menjadi lebih kecil. Ini pun sering terjdi di daerah yang curam baik
di tebing sungai maupun pada pantai cliff / jurang.
d. Debris slide
Yaitu Suatu gerakan meluncur dari pecahan batuan, proses
terjadinya seperti rock slide.

2. Rapid Mass Movement


Gerakan Massa batuan ini sangat didominasi kejenuhan air dalam
batuan, sehingga alirannya cepat. Bentuk gerakan yang dihasilkan adalah
earth flow, mud flow, dan debris avalanche.
a. Earth Flow
Gerakan massa tanah ini sejenis land slides, yang terjadi
jika gerakan itu disebabkan kejenuhan yang tidak terlalu besar.
Yang berarti juga lebih lambat dari mud flow. Beberapa

pegunungan yang tinggi dengan materi lunak dapat terjadi eart


flows. Contoh : Earth flow banjir lahan dingin dari erupsi gunung
merapi.
b. Mud Flow
Mud Flows (Aliran Lumpur) terjadi di daerah pegunungan
pada jurang - jurang, sungai dan anak sungai. Daerah tersebut
biasanya tanahnya lunak, lumpur itu kadang kadang merupakan
bendung bendung berjalan karena dorongan air, Jika pada aliran
itu terbuka maka akan terjadi banjir lumpur dan air yang
menggenangi kiri dan kanan sungai. Hal ini sangat berbahaya pada
daerah vulkanis, banjir lumpur, banjir lumpur dapat menjebol
Gambar
c. Debris Avalance
Merupakan gerakan massa batuan yang setengah longsor
sebagai akibat batuan plastis yang berada di atas batuan kedap air.
Pada saat batuan yang plastis tersebut jenuh air maka terjadilah
longsoran yang cukup besar. Contoh yang terjadi di daerah
pegunungan Progo Barat (Naggulan) oleh karena daerah tersebut
tersusun dari batuan Limestone yang plastis yang berada di atas
batuan breksi andesit, maka pada saat musim penghujan terjadi
debris avalanche.
d. Mud Flow
Mud Flows (Aliran Lumpur) terjadi di daerah pegunungan
pada jurang - jurang, sungai dan anak sungai. Daerah tersebut
biasanya tanahnya lunak, lumpur itu kadang kadang merupakan
bendung bendung berjalan karena dorongan air, Jika pada aliran
itu terbuka maka akan terjadi banjir lumpur dan air yang

menggenangi kiri dan kanan sungai. Hal ini sangat berbahaya pada
daerah vulkanis, banjir lumpur, banjir lumpur dapat menjebol
e. Debris Avalance
Merupakan gerakan massa batuan yang setengah longsor
sebagai akibat batuan plastis yang berada di atas batuan kedap air.
Pada saat batuan yang plastis tersebut jenuh air maka terjadilah
longsoran yang cukup besar. Contoh yang terjadi di daerah
pegunungan Progo Barat (Naggulan) oleh karena daerah tersebut
tersusun dari batuan Limestone yang plastis yang berada di atas
batuan breksi andesit, maka pada saat musim penghujan terjadi
debris avalanche.
3. Slow Mass Movement
Pada umumnya gerakannya lambat, seingga tidak dapat diamati
tetapi hanya dapat dilihat gejala gejalanya. Gerakan yang dihasilkan
adalah soil creep (tanah yang merayap), talus creep ( batuan endapan yang
berkumpul disatu tempat kemudian merayap), rock creep (gumpalan
batuan yang merayap), solifluction (batuan yang berada di daerah salju
setengah mengalir)
a. Soil Creep
Tanah yang merayap (soil creep) merupakan gejala umum
yang terdapat di permukaan bumi. Selain air, gravitasi merupakan
unsur penunjang terjadinya soil creep. Soil creep ini gerakannya
lebih lambat daripada mud flow. Unsur unsure yang membantu
yang lain adalah pemanasan dan pembekuan, pembahasan dan
pengeringan, dan pembekuan dan pencairan. Soil creep tidak
segera terlihat prosesnya karena gerakannya sangat lambat. Yang

dapat dilihat hanya tanda tandanya, bahwa suatu daerah


mengalami soil creep yaitu adanya tumbuhan yang condong, pagar,
tiang-tiang yang condong mengikuti gerakan soil creep.
b. Talus Creep
Talus creep adalah rayapan puing-puing hasil pelapukan
yang tertimbun di suatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi,
yang tertimbun di suatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi,
yang dibantu oleh air sebagai pendorong.
Rayapan puing hasil rombakan batuan (talus creep),pada
prinsipnya sama dengan soil creep, hanya bahannya saja yang
berbeda. Gejala ini banyak terjadi pada daerah-daerah yang
mengalami pergantian antara pembekuan dan pencairan kembali.
c. Mud Flow
Mud Flows (Aliran Lumpur) terjadi di daerah pegunungan
pada jurang - jurang, sungai dan anak sungai. Daerah tersebut
biasanya tanahnya lunak, lumpur itu kadang kadang merupakan
bendung bendung berjalan karena dorongan air, Jika pada aliran
itu terbuka maka akan terjadi banjir lumpur dan air yang
menggenangi kiri dan kanan sungai. Hal ini sangat berbahaya pada
daerah vulkanis, banjir lumpur, banjir lumpur dapat menjebol
Gambar
d. Debris Avalance
Merupakan gerakan massa batuan yang setengah longsor
sebagai akibat batuan plastis yang berada di atas batuan kedap air.
Pada saat batuan yang plastis tersebut jenuh air maka terjadilah
longsoran yang cukup besar. Contoh yang terjadi di daerah

pegunungan Progo Barat (Naggulan) oleh karena daerah tersebut


tersusun dari batuan Limestone yang plastis yang berada di atas
batuan breksi andesit, maka pada saat musim penghujan terjadi
debris avalanche.
4. Slow Mass Movement
Pada umumnya gerakannya lambat, seingga tidak dapat diamati
tetapi hanya dapat dilihat gejala gejalanya. Gerakan yang dihasilkan
adalah soil creep (tanah yang merayap), talus creep ( batuan endapan yang
berkumpul disatu tempat kemudian merayap), rock creep (gumpalan
batuan yang merayap), solifluction (batuan yang berada di daerah salju
setengah mengalir)
a. Soil Creep
Tanah yang merayap (soil creep) merupakan gejala umum
yang terdapat di permukaan bumi. Selain air, gravitasi merupakan
unsure penunjang terjadinya soil creep. Soil creep ini
gerakannya lebih lambat daripada mud flow. Unsur unsure yang
membantu yang lain adalah pemanasan dan pembekuan,
pembahasan dan pengeringan, dan pembekuan dan pencairan.
Soil creep tidak segera terlihat prosesnya karena
gerakannya sangat lambat. Yang dapat dilihat hanya tanda
tandanya, bahwa suatu daerah mengalami soil creep yaitu adanya
tumbuhan yang condong, pagar, tiang tiang yang condong
mengikuti gerakan soil creep.
b. Talus Creep
Talus creep adalah rayapan puing-puing hasil pelapukan
yang tertimbun di suatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi,

yang tertimbun di suatu lereng. Terjadi karena pengaruh gravitasi,


yang dibantu oleh air sebagai pendorong. Rayapan puing hasil
rombakan batuan (talus creep),pada prinsipnya sama dengan soil
creep, hanya bahannya saja yang berbeda. Gejala ini banyak terjadi
pada daerah-daerah yang mengalami pergantian antara pembekuan
dan pencairan kembali.
c. Rock Creep
Apabila bahan-bahan yang bergerak berupa bongkahbongkah besar dengan gerakannya yang perlahan-lahan.
d. Solifluction
Solifluction merupakan gerakan massa tanah dan batuan
yang mengalir secara lambat, biasanya terjadi di daerah yang
beriklim dingin, yang mengalami pembekuan dan pencairan
walaupun terjadi pada lereng yang relative tidak curam.
Untuk terjadi solifluction memerlukan syarat syarat
sebagai berikut :
1. Suplai air yang baik yang berasal dari pencairan salju dan es
daratan.
2. Lereng yang sedang sampai curam yang secara relative bebas
dari vegetasi.
3. Terdapat lapisan dasar yang selallu beku di permukaan daratan.
4. Produksi yang cepat dari reruntuhan batuan (debris) oleh proses
pelapukan.

Faktor Faktor Pengontrol Mass Wasting


1. Kemiringan Lereng
Semakin besar sudut kemiringan lereng, semakin besar pula
peluang mass wasting terjadi karena gaya berat semakin besar pula.
2. Relief Lokal
Relief local yang mempunyai kemiringan lereng cukup besar
memperbesar peluang mass wasting. Misalnya kubah, perbukitan punya
peluang yang besar untuk terjadi mass wasting.
3. Ketebalan Hancuran Batuan (debris) diatas batuan dasar
Makin tebal hancuran batuan yang berada di atas batuan dasar,
makin besar pula peluang untuk terjadinya mass wasting karena
permukaan yang labil makin besar pula.
4. Orientasi bidang lemah dalam bidang batuan
Pada umumnya mass wating akan mengikuti alur bidang lemah
dalam batuan, karena orientasi bidang lemah tersebut akan lapuk lebih
dahulu kemudian materi yang lapuk akan bergerak. Bidang lemah itu
berupa kekar, retakan atau diabas.
5. Iklim
Kondisi iklim di suatu daerah akan menentukan cepat / lambatnya
gerakan massa batuan. Bagi daerah yang beriklim basah cenderung
mempunyai tingkat kejenuhan air pada massa batuan tinggi, sehingga
peluang terjadinya mass wasting juga besar. Untuk daerah beriklim kering,
pelapukan fisik cukup intensif sehingga permukaan bentuk lahan menjadi
daerah yang labil karena timbunan hancuran batuan menjadi tebal. Akibat
berikutnya terjadinya mass wasting. Seperti daerah beriklim kering, daerah
beriklim dingin juga intensif mengalami pelapukan fisik sebagai akibat

proses beku celah (kroturbasi) sehingga peluang terjadinya mass wasting


juga besar.
6. Vegetasi
Daerah yang tertutup oleh vegetasi / tumbuhan tumbuhan
peluang untuk terjadi mass wasting kecil, karena vegetasi dapat menahan
laju gerakan massa batuan.
7. Gempa Bumi
Daerah yang sering mengalami gempa bumi cenderung labil,
sehingga peluang terjadinya mass wating cukup besar.
8. Tambahan Material di bagian atas Lereng
Di daerah gunung api aktif sering terjadi penambahan material di
bagian atas lereng akibat letusan, sehingga akan memperbesar peluang
terjadinya mass wasting. Contoh : Kubah lava Merapi makin lama makin
besar pada saat erupsi sehingga menyebabkan guguran lava ke lereng di
bawahnya
Cara Untuk Mencegah Gerakan Massa Batuan
1.
2.
3.
4.

Menanami Lereng dengan tumbuhan tumbuhan / di hutan.


Membuat teras teras pada lereng.
Bangunan di lereng dibuatkan beton penahan.
Apabila bagian bawah lereng dipotong / digali untuk keperluan tertentu,

perlu dibuatkan saluran pembuangan air di bawah tanah.


5. Apabila membangun jalan di daerah pegunungan perhatikan arah
kemiringan batuan. Bagian yang dibangun pada sisi yang stabil.
6. Menahan batuan agar tidak bergeser sepanjang bidang lemah batuan
(bidang batas lapisan, bidang retakan).

Anda mungkin juga menyukai