Romans 31
Romans 31
Romans 31
tu perkara pidana dan membuktikan ada tidaknya kejahatan atau pelanggaran dgn memeriksa barang bukti (Physical Evidence) dalam per
Kedokteran Kehakiman
Legal Medicine
Medical Jurisprudenc
Forensic Medicine
Clinical Forensic
Patalogy Forensic.
Surat yang dimaksud dalam alat bukti yang sah dalam pengadilan adalah surat yang
sesuai dengan ketentuan hukum KUHAP pasal 187 :
Surat sebagai mana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah :
a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang membuat keterangan
tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b. Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat
yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tatalaksana yang
menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal
atau sesuatu keadaan.
c. Surat keterangan dari ahli yang memuat pendapat berdasdarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya;
d. Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
10 SUB BAB dalam Ilmu Kedokteran Forensik, yaitu:
1. Autopsi Forensik, berbeda dengan autopsi anatomi
2. Patologi Anatomi Forensik
3. Toksikologi Forensik dan Kimiawi Forensik
Misalnya : berkaitan dengan obat-obatan psikotropika yang bisa diperiksa dengan
sampel urin.
4. Parasitologi Forensik / Entomologi Forensik
Misalnya : apabila pada autopsi ditemukan larva lalat, ini harus diperiksa oleh
bagian parasitologi forensik supaya bisa membantu menemukan waktu kematian.
5. Odontologi Forensik: pemeriksaan gigi
6. Antropologi Forensik : pemeriksaan seluruh tubuh dari tulang sampai gigi
7. Radiologi Forensik
Termasuk disini adalah photo-photo, CT-Scan, dan USG.
Alat Bantu diatas dapat dipakai sebagai alat bukti pada proses hukum.
8. Traumatologi Forensik
Traumaterdiri dari : trauma fisik, trauma kimia, dan balistik (senjata api), dll.
9. Psikiatri Forensik
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap pelaku, dimana pelaku melakukan kejahatan
berdasarkan adanya gangguan jiwa dan bagian ini dilakukan oleh psikiater ataupun
psikolog.
10. LaboratoriumForensik
Tidak hanya pemeriksaan kimiawi, PA, toksikologi tapi juga DNA yang diambil dari
jaringan yang tidak cepat membusuk.Misal : rambut, percikan darah.
pemeriksaan
Kewajiban dokter :
Singkatnya
Kontrak terapeutik terjadi karena :
persetujuan keluarga/korban/terdakwa
untuk pemeriksaan : pasien datang ke praktek/RS
- Perjanjian/kontak
- Undang-Undang : pd situasi gawat darurat
permintaan penyidik
Kerahasiaan medis dan hukum tetap terjaga di luar forum pengadilan sebelum dan
sesudah perkara selesai
Ada sanksi terhadap para personalia pemegang rahasia
V et R
Surat Keterangan
Medis
Korban/penderita
Merupakan
bukti medis
barang
Pembuat
Dokter
Awal
kontrak/permintaan
pemeriksaan
Kontrak pemeriksaan
dari
pihak
berwenang (polisi,
Kontrak pemeriksaan
dari pasien sendiri
Merupakan pasien
jaksa, hakim)
Format laporan
Penyerahan laporan
Diserahkan kepada
pihak pemohon
Diserahkan hanya
kepada pasien
Masa berlaku
Sampai berakhirnya
proses peradilan
Informed consent
Tidak diperlukan
Harus ada
Empat Kaidah Dasar Etika Kedokteran atau Bioetika ( Menurut Konsil Kedokteran
Indonesia, dengan mengadopsi prinsip etika kedokteran barat)
Beneficence
Dalam arti prinsip bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat manusia,
dokter tersebut juga harus mengusahakan agar pasiennya dirawat dalam keadaan
kesehatan. Dalam suatu prinsip ini dikatakan bahwa perlunya perlakuan yang terbaik
bagi pasien. Beneficence membawa arti menyediakan kemudahan dan kesenangan
kepada pasien mengambil langkah positif untuk memaksimalisasi akibat baik daripada
hal yang buruk.
Ciri-ciri prinsip ini, yaitu;
Mengutamakan Alturisme
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan tidak hanya
menguntungkan seorang dokter
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan
dengan suatu keburukannya
Menjamin kehidupan baik-minimal manusia
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan
Menerapkan Golden Rule Principle, yaitu melakukan hal yang baik seperti
yang orang lain inginkan
Memberi suatu resep
Non-malficence
Non-malficence adalah suatu prinsip yang mana seorang dokter tidak melakukan
perbuatan yang memperburuk pasien dan memilih pengobatan yang paling kecil
resikonya bagi pasien sendiri. Pernyataan kuno Fist, do no harm, tetap berlaku
dan harus diikuti.
Non-malficence mempunyai ciri-ciri:
Menolong pasien emergensi
Mengobati pasien yang luka
Tidak membunuh pasien
Tidak memandang pasien sebagai objek
Melindungi pasien dari serangan
Manfaat pasien lebih banyak daripada kerugian dokter
Tidak membahayakan pasien karena kelalaian
Tidak melakukan White Collar Crime
Justice
Keadilan (Justice) adalah suatu prinsip dimana seorang dokter memperlakukan sama
rata dan adil terhadap untuk kebahagiaan dan kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan
tingkat ekonomi, pandangan politik, agama, kebangsaan, perbedaan kedudukan sosial,
kebangsaan, dan kewarganegaraan tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap
pasiennya.
Justice mempunyai ciri-ciri :
Memberlakukan segala sesuatu secara universal
Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan
Menghargai hak sehat pasien
Menghargai hak hukum pasien
Autonomy
Dalam prinsip ini seorang dokter menghormati martabat manusia. Setiap individu
harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak menentukan nasib diri
sendiri. Dalam hal ini pasien diberi hak untuk berfikir secara logis dan membuat
keputusan sendiri. Autonomy bermaksud menghendaki, menyetujui, membenarkan,
membela, dan membiarkan pasien demi dirinya sendiri.
Autonomy mempunyai ciri-ciri:
Menghargai hak menentukan nasib sendiri
Berterus terang menghargai privasi
Menjaga rahasia pasien
Melaksanakan Informed Consent
BAB II
VISUM ET REPERTUM
PENGERTIAN
Menurut bahasa: berasal dari Bahasa Latin yaitu Visum (sesuatu yang dilihat) dan
Repertum (melaporkan).
Menurut istilah: adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter berdasarkan sumpah
jabatannya terhadap apa yang dilihat dan diperiksa berdasarkan keilmuannya.
Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) 350 tahun 1973: Suatu laporan medik
forensik oleh dokter atas dasar sumpah jabatan terhadap pemeriksaan barang bukti
medis (hidup/mati) atau barang bukti lain, biologis (rambut, sperma, darah), nonbiologis (peluru, selongsong) atas permintaan tertulis oleh penyidik ditujukan untuk
peradilan.
MAKSUD DAN TUJUAN PEMBUATAN VISUM ET REPERTUM
Maksud pembuatan VeR adalah sebagai salah satu barang bukti (corpus delicti) yang sah
di pengadilan karena barang buktinya sendiri telah berubah pada saat persidangan
berlangsung. Jadi VeR merupakan barang bukti yang sah karena termasuk surat sah
sesuai dengan KUHAP pasal 184.
Ada 5 barang bukti yang sah menurut KUHAP pasal 184, yaitu:
1. Keterangan saksi
2. Keterangan ahli
3. Surat-surat
4. Petunjuk
5. Keterangan terdakwa
Tujuan pembuatan VeR, yaitu:
1. Memberikan kenyataan (barang bukti) pada hakim
2. Menyimpulkan berdasarkan hubungan sebab akibat
3. Memungkinkan hakim memanggil dokter ahli lainnya untuk membuat kesimpulan
VeR yang lebih baru
Pembagian Visum et Repertum
Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:
1. VeR hidup
VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:
a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat saat tahap akhir dari perawatan pasien
(misalnya pasien membaik/sembuh atau meninggal dunia) atau saat kualifikasi
dari luka sudah dapat ditentukan (misalnya : mengancam jiwa/luka gol C)
b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban
memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi
pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada
kesimpulan. Pada VeR ditulis VISUM et REPERTUM SEMENTARA
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
Mengarahkan penyelidikan
Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara
terhadap terdakwa
Menentukan tuntutan jaksa
Medical record
c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan
sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila
korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis
kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.
2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh
korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain.
Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.
KLASIFIKASI VISUM
VISUM HIDUP
DEFINITIF
Pada kesimpulan
terdapat
Kualifikasi luka
SEMENTARA
Tidak terdapat
kualifikasi luka
VISUM MATI
LANJUTAN
Pasien sembuh,
pindah dokter,
pinadah RS,
pulang paksa
atau meninggal
menentukan
sebab, cara,
dan mekanisme
kematian
EKSPERTISE
SEBAGIAN MENYATAKAN
BUKAN VISUM.
melaporkan keadaan
benda atau bagian tubuh
korban
10
11
1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara
untuk menjalankan undang-undang.
2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.
3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.
4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.
Syarat pembuat:
Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)
Di wilayah sendiri
Memiliki SIP
Kesehatan baik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,
Fotografi forensik
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
12
13
Luka lecettekan
Merupakan luka yang terbentuk dengan gaya tegak lurus pada kulit
tapi tidak sampaiu menembus seluruh ketebalan kulit
Luka lecetgeser
o
Patah tulang tertutup
Untuk jenis luka tertutup bisa langsung dinyatakan jenis lukanya, misalnya:
terdapat luka memar di.... atau terdapat luka lecet tekan di...., dst.
Terbuka:
o
Oleh benda tajam:
Luka iris
Luka tusuk
Luka bacok
Luka robek
14
15
4. Obduktor III :
5. Protokol I :
6. Protokol II :
7. Wartawan I :
8. Wartawan II :
9. Laboran I :
10. Laboran II :
Saksi
1. Penegak Hukum I :
Penegak Hukum II :
2. Yang lain :
TIM LABORAN:
1.
4.
2.
5.
3.
6.
KETERANGAN
KONSULTAN : Dokter Ahli Forensik/konsultan ahli
PEMIMPIN : Dokter yang memimpin pelaksanaan otopsi forensik
OBDUKTOR : Dokter/muda yang melakukan pembedahan/otopsi jenazah
PROTOKOL : Dokter/muda yang mencatat proses dan hasil otopsi jenazah
WARTAWAN : Dokter/muda yang mencari berita (fakta) tentang kasus/kejadian yang
menimpa jenazah
LABORAN : Dokter/muda yang memeriksa/menganalisa laboratorium dari sampel
jenazah untuk membantu identifikasi
PROTAP UNTUK WARTAWAN
Pada dasarnya tugas wartawan dalam setiap pemeriksaan kasus adalah:
a. Mengetahui, mencari informasi dan melaporkannya selengkap mungkin
kepada pimpinan dan obduktor
b. Informasi yang sudah diperoleh diserahkan kepada protokol,
ditandatangani W-1,W-2.
Secara khusus, tugas wartawan pada penanganan kasus-kasus forensik adalah sebagai
berikut:
1. Kematian kecelakaan
a. Mencari informasi tentang macam kecelakaan, misal: kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan kerja, olahraga, dan lain-lain
b. Mengetahui kapan dan di mana meliputi hari, tanggal dan jam kejadian
c. Mengetahui situasi TKP; informasi bisa dicari dari penyidik, keluarga,
teman atau saksi lain
d. Mengetahui benda-benda yang mengenai korban, misal: bus/truk, pohon,
aspal, batu dan lain-lain
e. Mengetahui status korban, misal: pembonceng, penumpang, pejalan kaki
dan lain-lain
f. Mengetahui sarana yang dipakai korban/membawa apa, misal: helm,
sepeda dan lain-lain
g. Mengetahui status kesehatan korban, sudah mendapat perawatan
sebelumnya
h. Mengetahui siapa yang mengetahui dan menolong korban, bagaimana
perilaku penolong/ pertolongan/tindakan di TKP, termasuk status
pendidikan korban
i. Kecelakaan lalu lintas, antara apa dan apa
j. Mencari informasi dari mass media
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
16
2. Kematian mendadak
a. Mengetahui kapan korban diketahui hidup (saat terakhir)
b. Mengetahui kapan meninggal
c. Mengetahui siapa yang pertama mengetahui
d. Mengetahui penyakit yang diderita (dari keluarga)
e. Mengetahui latar belakang pengobatan termasuk perawatan di RS, sisa obat
f. Mengetahui situasi di TKP, sikap korban dan akibat gejala
g. Mengetahui mencari informasi mass media
3. Kematian misterius
a. Mengetahui dimana ditemukan
b. Mengetahui siapa yang lapor dan yang pertama mengetahui
c. Mencari keterangan saksi/penyidik
d. Mengetahui situasi di TKP
e. Mencari informasi mass media
4. Kematian kriminal
a. Mengetahui macam peristiwa, penganiayaan, perampokan, dan lain-lain
b. Mengetahui kapan terjadinya dan kapan korban meninggal
c. Mengetahui informasi dari penyidik, apakah sudah mendapat perawatan
sebelumnya
d. Mengetahui situasi di TKP, sikap korban
e. Mengetahui masalah korban dan perkiraan pelaku
f. Mengetahui alat yang dipakai pada peristiwa tersebut (benda tajam, tumpul
dan lain-lain)
g. Mencari informasi dari mass media
5. Kasus pembongkaran
a. Pertanyaan mengacu pada kasus kriminal dan misterius
b. Kapan meninggal dan kapan dimakamkan, pemakaman normatif atau tidak
normatif
c. Sebelumnya apakah korban telah mendapat pemeriksaan atau perawatan
untuk Visum et Repertum
d. Penggalian atas inisiatif Penyidik atau keluarga korban atau masyarakat
e. Informasi peristiwa berasal dari masyarakat atau dari keluarga korban atau
Penyidik sendiri
f. Instansi mana saja yang terkait dengan pembongkaran disamping
Puskesmas, Penyidik
g. Kliping mass media.
17
18
19
20
Kaki: kuku kotor warna biru kehitaman lainnya tidak ada kelainan
14. Punggung: terdapat pengelupasan kulit pada punggung belakang kiri
15. Pantat: tidak ada kelainan
16. Dubur: tidak ada kelainan
17. Bagian tubuh yang lain: tidak ada kelainan
II. PEMERIKSAAN DALAM:
18. Setelah kulit dada dibuka:
Tidak terdapat hematoma(memar) dan retak tulang. Tinggi diafragma kanan
pada setinggi antara ruang rusuk 7 dari kiri pada setinggi ruang antara rusuk 7.
Tulang dada bagian dalam tidak ada kelainan. Setelah tulang dada diangkat
bagian jantung tidak tertutu paru-paru bagian atas 3 jari bawah 3 jari paru-paru
kanan/kiri tidak ada perlekatan dengan dinding bagian dalam,mudah dilepas
19. Pada percobaan pengembangan - pengembangan paru- paru (pada bayi)
Tes Apung paru I : (+)
Tes Apung paru II : (+)
Tes Apung paru III : (+)
20. Jantung:
Kantung jantung dibuka, di dalam kantung jantung tidak ada cairan, ukuran
5,3x4x1,5 cm, berat 25 gram, warna merah, konsistensi kenyal, tidak tertutup
jaringan. Jantung dibuka: lubang antar bilik kiri dan serambi kiri dan lubang
antara bilik kanan dan serambi kanan selebar 0,5 cm, katup jantung warna merah
pada perabaan licin dan konsistensi kenyal. Otot papillaris tidak ada kelainan,
konsistensi kenyal. Tebal otot bilik kiri 4mm dan serambi krir 2mm, bilik kanan
0,2mm. Serambi kanan 0,2mm. Arteri koronaria dibuka: tidak ada sumbatan
aorta, lingkaran 0,5 cm. Warna merah kecoklatan tidak ada kelainan. Arteri
pulmonalis ukuran 0,6 cm, klep tidak ada kelainan
21. Paru-paru kanan: terdiri dari tiga bagian tiap bagian tidak ada perlekatan, warna
merah kecoklatan, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin, ukuran
8x5x2,8 cm, berat 46 gram, pada pengirisan: warna jaringan merah kehitaman,
dipijat keluar cairan merah kehitaman
Paru-paru kiri: terdiri dari dua bagian, tiap-tiap bagian tidak ada perletakatan,
warna merah kecoklatan, konsistensi kenyal, tepi tajam, permukaan licin ukuran
8,5x5x2 cm, berat 39 gram pada pengirisan cairan berwarna merah kehitaman
22. Pada pengambilan alat-alat dalam ruang perut, dilihat dalam ruang perut tidak
terdapat cairan.
23. Hati: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, tepi tumpul, permukaan tidak
berbenjol-benjol, ukuran 13,510,52,5 cm, berat 147 gram. Pada pengirisan:
warna jaringan merah kehitaman, pembuluh vena centralis tidak melebar dan
pada pemijatan keluar cairan darah
24. Limpa: warna merah kecoklatan, konsistensi kenyal, permukaan halus tepis
tajam, ukuran 6x3x0,9cm, berat 5 gram, pada pengirisan warna jaringan merah
kecoklatan, pada pemijatan keluar cairan merah, pada pisau pengiris tidak
melekat jaringan dan pada siraman air mudah lepas
25. Lambung, usus halus, usus besar tidak terdapat kelainan
26. Pemeriksaan alat-alat kencing
a. Ginjal kanan: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, permukaan licin,
tidak terdapat jaringan lemak, selaput sukar dilepas. Ukuran lima koma lima
kali tiga koma enam kali satu sentimeter, berat dua puluh dua gram pada
pengirisan:gambaran jaringan ginjal jelas tidak terdapat adanya batu/pasir
Ginjal kiri: warna merah kehitaman, konsistensi kenyal, perubahan licin,
tidak tertutup jaringan lemak, selaput sukar dilepas. Ukuran lima kali tiga
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
21
kali satu sentimeter, berat dua puluh lima gram. Pada pengirisan:gambaran
ginjal jelas, tidak terdapat adanya batu maupun pasir.
b. Ureter kanan : panjang .... sentimeter, tidak terdapat kelainan
Ureter kiri :panjang .... sentimeter, tidak terdapat kelainan
c. Kandung Kemih : tidak terdapat kelainan
d. Kelenjar prostat : ukuran .. berat ...
27. Kelenjar suprarenalis : tidak tampak kelainan
28. Pada pembukaan alat-alat kelamin laki-laki
a. Buah pelir : Buah pelir dua buah, kanan dan kiriukuran ... sentimeter
b. Saluran buah pelir sampai kandung semen : ukuran panjang ... sentimeter,
pada pembukaan didapatkan .....
29. Pada pembukaan alat kelamin perempuan
a. Indung telur : Kanan berukuran ... x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi,
pada pembukaan didapatkan...... pada indung telur sebelah kiri berukuran ...
x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi, pada pembukaan didapatkan......
b. Saluran telur : Kanan berukuran ... x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi,
pada pembukaan didapatkan...... pada saluran telur sebelah kiri berukuran ...
x....x ..... sentimeter, berwarna ..... konsistensi, pada pembukaan didapatkan......
c. Rahim/uterus
berukuran .... x .... x sentimeter, warna ... konsistensi ....
Terlihat adanya resapan darah. Pada pembukaan terdapat...
d. Liang senggama (vagina) : berukuran .... x .... x sentimeter, warna ... konsistensi ....
Terlihat adanya resapan darah. Pada pembukaan terdapat
22
d.
a)
b)
c)
d)
e)
f)
g)
h)
3)
a.
b.
23
24
c)
d)
e)
f)
g)
h)
25
Persentuhan berarti saat tubuh mengenai atau menyentuh suatu benda contoh benda
tumpul adalah bumper mobil. Kasus yang terjadi misal kasus seseorang ditabrak oleh
sebuah mobil dari arah depan dengan kecepatan yang tinggi.
Kesimpulan pada visum et repertum : Terdapat luka lecet geser pada lengan
bawah kanan dan paha kanan yang disebabkan persentuhan benda tumpul.
Kekerasan tumpul
BAB III
ASPEK MEDIKOLEGAL PELAYANAN MEDIS DAN MALPRAKTIK MEDIS
Dalam profesi kedokteran ada norma-norma yang berlaku yang disebut sebagai
norma profesi. Ada 3 macam norma yang mengikat dokter dalam pelaksanaan profesi
kedokteran yaitu :
1. Norma disiplin (disciplinary norm)
2. Norma etika (ethical norm)
3. Norma hukum (legal norm)
Norma Disiplin (Disciplinary Norm)
Norma disiplin yang dimaksudkan di sini adalah disiplin Ilmu Kedokteran itu
sendiri. Kompetensi dokter diperoleh melalui penguasaan ilmu dan teknologi
kedokteran. Berdasarkan ilmu kedokteran inilah disusun standar profesi medik.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
26
27
Dokter dan pasien adalah dua subyek hukum yang terkait dalam hukum kedokteran.
Keduanya membentuk hubungan medik dan hubungan hukum.
Dalam melaksanakan hubungan antara dokter dan pasien, pelaksanaan hubungan
antara keduanya selalu diatur dengan peraturan-peraturan tertentu agar terjadi
harmonisasi dalam pelaksanaannya
Dokter
Pasien
Aktif
Superior ?
Pasif
Kepercayaan
Pola Hubungan Dokter Pasien berdasarkanKeadaan Sosial Budaya dan Penyakit Pasien
Activity-Passivity
Pola hubungan klasik, disini dokter seolah-olah dapat melaksanakan ilmunya tanpa
campur tangan pasiennya, dengan motivasi altruistis
Dalam keadan: pasien tidak sadar atau gawat darurat atau gangguan mental berat
Guidance-Cooperation
Membimbing dan kerjasama. Walaupun dokter mengetahui banyak, ia tidak sematamata menjalankan kekuasaan, namun mengaharapkan kerjasama pasien yang
diwujudkan dengan menuruti anjuran dan nasihat dokter
Dalam keadaan penyakit pasien yang tidak terlalu berat.
Penyakit baru.
Mutual Participation
Filosofi pola ini berdasarkan pemikiran bahwa setiap manusia memiliki martabat dan
hak yang sama. Pasien berperan secara aktif dalam pengobatan dirinya.
Dalam keadaan pasien cukup intelek, penyakit kronis atau ingin memelihara
kesehatannya
Hubungan Karena Kontrak (Transaksi Terapeutik)
Hubungan kontraktual terjadi karena para pihak yaitu dokter dan pasien diyakini
mempunyai kebebasan dan kedudukan yang setara. Kedua belah pihak lalu mengadakan
suatu perikatan/perjanjian dimana masing-masing pihak harus melaksanakan peran atau
fungsi terhadap yang lain. Peranan tersebut berupa hak dan kewajiban .
Secara yuridis sering dipermasalahkan apakah tidndakan medis yang tidak
mengenakkan/menyakitkan itu dapat dimasukkan dalam pengertian penganiayaan yang
merupakan konsep hukum pidana .Sebenarnya kualifikasi yuridis mengenai tindakan
medik tidak hanya mempunyai arti bagi hukum pidana saja, melainkan juga bagi
hukum perdata dan administratif.
Masalah Pidana
28
Masalah Perdata
Masalah Administratif
: melakukan perjanjian
: harus memiliki ijin praktek yang sah
Secara materil, suatu tindakan medik tidak bertentangan dengan hukum bila:
1. Mempunyai indikasi medis guna mencapai suatu tujuan yang konkrit
2. Sesuai dengan standar yang berlaku dalam ilmu kedokteran
3. Terlebih dahulu mendapat persetuan dari pasien
Hubungan Dokter-Pasien
Pada awalnya hubungan dokter-pasien bersifat vertikal (hubungan atas-bawah).
Hubungan dokter-pasien pada masa itu dipengaruhi oleh doktrin medical
paternalism (doctor knows his patients best interest).
Doktrin medical paternalism adalah perwujudan dari asas beneficence.
Hubungan semacam ini dikatakan juga sebagai hubungan yang bersifat paternalistik,
sebagaimana hubungan antara bapak dengan anak.
29
30
Wan-Prestasi
Kegagalan dalam memenuhi perikatan atau dalam memenuhi kewajiban disebut
dengan istilah wan-prestasi.
Dalam suatu perikatan yang lahir karena perjanjian, wan-prestasi sama maknanya
dengan ingkar janji.
Seseorang dikatakan telah melakukan wan-prestasi apabila ia:
Tidak berprestasi sama sekali
Berprestasi tetapi tidak sesuai
Berprestasi tetapi terlambat
Hak-hak pasien
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Kewajiban pasien
1. Memberikan informasi secara lengkap dan jujur tentang kesehatannya
2. Mematuhi nasehat & petunjuk dokter
3. Mematuhi ketentuan yang berlaku
4. Memberikan imbalan jasa
Kewajiban dokter
2. Memberikan pelayanan medis sesuai standar profesi dan SOP
3. Merujuk pasien bila tidak mampu
4. Menjaga rahasia pasien
5. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan
6. Menambah & mengikuti perkembangan ilmu kedokteran
Hak dokter
1. Memperoleh perlindungan hukum
2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi & standar prosedur
operasional
3. Memperoleh informasi yang lengkap & jujur dari pasien atau keluarganya
4. Menerima imbalan jasa
31
Rekam Medis
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 749a/Menkes/Per/XII/1989 tentang
Rekam Medis dijelaskan bahwa rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan
dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
Dalam penjelasan Pasal 46 ayat (1) UU Praktik Kedokteran, yang dimaksud
dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan
kepada pasien.
Selain dokter dan dokter gigi yang membuat/mengisi rekam medis, tenaga
kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien dapat
membuat/mengisi rekam medis atas perintah/pendelegasian secara tertulis dari dokter
dan dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran.
Rahasia Medis Menurut Hipokrates
Definisi :
Rahasia Medis adalah segala sesuatu yang diketahui oleh karena atau pada saat
melakukan pekerjaan di bidang kedokteran
Sanksi bagi yang membocorkan rahasia medis:
Pasal 322 KUHP
1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencahariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak sembilan ribu rupiah.
2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Pasal 112 KUHP
Barang siapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau
keterangan-keterangan yang diketahui harus dirahasiakan untuk kepentingan negara,
atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikan kepada negara asing, kepada
seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun
ASPEK MEDIKOLEGAL
Dalam pelayanan kesehatan baik di rumah sakit maupun diluar rumah sakit
tidak tertutup kemungkinan timbul konflik. Konflik tersebut dapat terjadi antara tenaga
kesehatan dengan pasien dan antara sesama tenaga kesehatan (baik satu profesi maupun
antar profesi). Untuk mencegah dan mengatasi konflik biasanya digunakan etika dan
norma hukum yang mempunyai tolok ukur masing-masing. Oleh karena itu dalam
praktik harus diterapkan dalam dimensi yang berbeda. Artinya pada saat kita berbicara
masalah hukum, tolok ukur norma hukumlah yang diberlakukan. Pada kenyataannya
kita sering terjebak dalam menilai suatu perilaku dengan membaurkan tolok ukur etika
dan hukum.
A. Prinsip Kerja Medikolegal
o Prinsip Kedokteran
- Sumpah, Etik, Standar Operasional Prosedur
o Kebebasan Profesi
- Obyektif Ilmiah, Impartial, Menyeluruh
- Prosedural
o Berhak Menerima Imbalan
- Berdasarkan Upayanya
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
32
33
34
35
36
beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat. Dengan demikian
seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan
yang dialaminya. Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi
adalah:
1. Kesukarelaan pihak penolong. Kesukarelaan dibuktikan dengan tidak ada harapan
atau keinginan pihak penolong untuk memperoleh kompensasi dalam bentuk
apapun. Bila pihak penolong menarik biaya pada akhir pertolongannya, maka
doktrin tersebut tidak berlaku.
2. Itikad baik pihak penolong. Itikad baik tersebut dapat dinilai dan tindakan yang
dilakukan penolong. Hal yang bertentangan dengan itikad baik misalnya melakukan
trakeostomi yang tidak perlu untuk menambah ketemelakukanrampilan penolong.
Dalam hal pertanggungjawaban hukum, bila pihak pasien menggugat tenaga
kesehatan karena diduga terdapat kekeliruan dalam penegakan diagnosis atau
pemberian terapi maka pihak pasien harus membuktikan bahwa hanya kekeliruan itulah
yang menjadi penyebab kerugiannya/cacat (proximate cause). Bila tuduhan kelalaian
tersebut dilamelakukankukan dalam situasi gawat darurat maka perlu dipertimbangkan
faktor kondisi dan situasi saat peristiwa tersebut terjadi. Jadi, tepat atau tidaknya
tindakan tenaga kesehatan perlu dibandingkan dengan tenaga kesehatan yang
berkuamelakukanlifikasi sama, pada pada situasi dan kondisi yang sama pula.
Setiap tindakan medis harus mendapatkan persetujuan dari pasien (informed
consent). Hal itu telah diatur sebagai hak pasien dalam UU No.23/1992 tentang
Kesehatan pasal 53 ayat 2 dan Peraturan Menteri Kesehatan No.585/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis. Dalam keadaan gawat darurat di mana harus segera
dilakukan tindakan medis pada pasien yang tidak sadar dan tidak didampingi pasien,
tidak perLu persetujuan dari siapapun (pasal 11 Peraturan Menteri Kesehatan
No.585/1989). Dalam hal persetujuan tersbut dapat diperoleh dalam bentuk tertulis,
maka lembar persetujuan tersebut harus disimpan dalam berkas rekam medis.
Kematian Pada Instalasi Gawat Darurat
Pada prinsipnya, setiap pasien yang meninggal pada saat dibawa ke IGD
(Death on Arrival) harus dilaporkan kepada pihak berwajib. Di negara Anglo-Saxon
digunakan sistem koroner, yaitu setiap kematian mendadak yang tidak terduga (sudden
unexpected death), apapun penyebabnya, harus dilaporkan dan ditangani oleh Coroner
atau Medical Examiner. Pejabat tersebut menentukan tindakan iebih lanjut apakah
jenazah harus diautopsi untuk pemeriksaan lebih lanjut atau tidak. Dalam keadaan
tersebut surat keterangan kematian (death certificate) diterbitkan oleh Coroner atau
Medical Examiner. Pihak rumah sakit harus menjaga keutuhan jenazah dan bendabenda yang berasal dari tubuh jenazah (pakaian dan benda lainnya) untuk pemeriksaan
lebih lanjut.
Indonesia tidak menganut sistem tersebut, sehingga fungsi semacam coroner
diserahkan pada pejabat kepolisian di wilayah tersebut. Dengan demikian pihak POLRI
yang akan menentukan apakah jenazah akan diautopsi atau tidak. Dokter yang bertugas
di IGD tidak boleh menerbitkan surat keterangan kematian dan menyerahkan
permasalahannya kepada POLRI.
Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas
Kesehatan DKI Jakarta Nomor 3349/1989 tentang berlakunya Petunjuk Pelaksanaan
Pencatatan dan Pelaporan kematian di Puskesmas, Rumah Sakit, RSB/RB di wilayah
DKI Jakarta yang telah disempurnakan tanggal 9 Agustus 1989 telah ditetapkan bahwa
semua peristiwa kematian rudapaksa dan yang dicurigai rudapaksa dianjurkan kepada
keluarga untuk dilaporkan kepada pihak kepolisian dan selanjutnya jenazah harus
37
38
merupakan penyebab utama dari musibah dan; (5) Musibah itu dapat dibuktikan
keberadaannya.
Menurut Hubert W. Smith tindakan malpraktek meliputi 4D, yaitu :
1. Duty to use due care (kewajiban)
Tidak ada kelalaian jika tidak ada kewajiban untuk mengobati. Hal ini berarti
harus ada hubungan hukum antara pasien dan dokter/ rumah sakit. Dengan adanya
hubungan hukum, maka implikasinya adalah bahwa sikap tindak dokter (atau
tenaga medis lainnya) di rumah sakit tersebut harus sesuai dengan standar
pelayanan medisagar pasien jangan sampai menderita cedera karenanya.
Dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter haruslah bertindak
berdasarkan adanya indikasi medis, bertindak secara hati-hati dan teliti, bekerja
sesuai standar profesi serta sudah ada informed consent. Keempat tindakan di atas
adalah sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab
IV tentang Penyelenggaraan Praktik Kedokteran, yang menyebutkan pada bagian
kesatu pasal 36, 37 dan 38 bahwa seorang dokter harus memiliki surat izin praktek,
dan bagian kedua tentang pelaksanaan praktek yang diatur dalam pasal 39-43.
Sesuai dengan Undang-Undang Praktek Kedokteran Pasal 45 ayat (1)
menyebutkan bahwa setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Sebelum memberikan persetujuan pasien harus diberi penjelasan yang lengkap
akan tindakan yang akan dilakukan oleh dokter.
Selain itu, ketika dia menjalankan praktik kedokteran wajib untuk membuat
rekam medis, yang sudah diatur dalam undang-undang parktek kedokteran pasal
46. Rekam medis harus segera dilengkapi setelah pasien selesai menerima
pelayanan kesehatan dan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan petugas
yang memberikan pelayanan atau tindakan.
2. Dereliction (breachof duty/adanya penyimpangan dalam pelaksanaan tugas)
Apabila sudah ada kewajiban, maka dokter (atau tenaga medis lainnya) di
rumah sakit tersebut harus bertindak sesuai standar profesi yang berlaku. Jika
terdapat penyimpangan dari standar tersebut, maka ia dapat dipersalahkan.
3. Damage (injury/kerugian)
Unsur ketiga untuk penuntutan malpraktik medik adalah cedera atau kerugian
yang diakibatkan kepada pasien. Walaupun seorang dokter atau rumah sakit
dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak sampai menimbulkan
luka/cedera/kerugian (damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia tidak dapat
dituntut ganti-kerugian. Istilah injury tidak saja dalam bentuk fisik, namun
kadangkala juga termasuk dalam arti gangguan mental yang hebat.
4. Direct Causation (Proximate Cause/penyebab langsung )
Untuk berhasilnya suatu gugatan ganti-rugi berdasarkan malpraktik medik,
maka harus ada hubungan kausal yang wajar antara sikap tindak tergugat (dokter)
dengan kerugian (damage) yang diderita oleh pasien sebagai akibatnya. Tindakan
dokter itu harus merupakan penyebab langsung. Hanya atas dasar penyimpangan
saja, belumlah cukup untuk mengajukan tuntutan ganti-kerugian. Kecuali jika sifat
penyimpangannya itu sedemikian tidak wajar sehingga sampai mencederai pasien.
Namun apabila pasien tersebut sudah diperiksa oleh dokter secara adekuat, maka
hanya atas dasar suatu kekeliruan dalam menegakkan diagnosis saja, tidaklah
cukup kuat untuk meminta pertanggungjawaban hukumnya.
39
40
BIDANG
Etika
Disiplin
Hukum
SIFAT
TUJUAN
SANKSI
Intern (self
imposed
regulation)
Memelihara harkat
martabat profesi dan
menjaga mutu
Teguran, skorsing,
pemecatan sebagai
anggota
Melindungi
masyarakat
(termasuk anggota
profesi)
Teguran, skorsing,
pencabutan izin
Berlaku umum
(bersifat memaksa)
Hukum perdata
= ganti rugi
Hukum Pidana
= sanksi badan dan
atau pencabutan izin
41
Malpraktik medis selain dapat dituntut secar piana juga dapat dituntut secara
perdata dalam bentuk pembayaran ganti rugi. Dasar hukum malpraktik perdata/sipil
adalah transaksi atau kontrak teraupetik antara dokter dengan pasien yaitu hubungan
dokter dengan passien, dimana dokter bersedia memberikan pengobatan atau perawatan
medis kepada pasien dan pasien bersedia membayar sejumlah honorium/imbalan
kepada dokter. Ketentuan yang terkait denagn KUHP perdata adalah : Pasal 1366
KUHP perdata, setiap orang bertanggungjawab bukan hanya kerugian yang disebabkan
perbuatannya, tetapi juga kerugian yanng disebabkan karena kelalaian atau kurang hatihati
Aspek Hukum Administrasi Malpraktik Medis
Malpraktik sebagaimana disebutkan secara singkat diatas, merupakan perbuatan
yang melanggar kewajiban yang seharusnya dilakukan, yang bertentangan dengan
ketentuan sebagaimana yang diatur dalam standar profesi. Standar profesi merupakan
pengaturan terhadap cara pelaksanaan tindakan medis sehingga tindakan tersebut sesuai
dengan tujuan yang diharapkan, jadi merupakan ketentuan hukum administrasi yang
harus ditaati oleh tenaga medis yang bersangkutan. Kesalahan tindakan berarti
pelanggaran terhadap ketentuan hukum administrasi dan karenanya dapat dikenakan
tindakan administrasi oleh pihak pemerintah.
42
Untuk memastikan bahwa para dokter yang berpraktik adalah benar telah
memiliki kompetensi dan kewenangan medis dan yang sesuai dengan standar medis
dan etika profesi maka perlu adanya UU Praktik Kedokteran. UU Praktik Kedokteran
dimaksudkan untuk mencapai akuntabilitas profesi dan layanan kedokteran.
Prof.Dr.dr Daldiyono mengatakan bahwa seharusnya yang diperlukan adalah
dokter yang bijak. Dalam filsafat kedokteran, dokter bijak diharapkan memiliki criteria:
1.
2.
3.
43
44
45
1. Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2. Tindakan medis tertentu, sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan:
a. Berdasarkan indikasi medis yangmengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan
tim ahli.
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
d. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pasal 32
4. Pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu.
Pasal 34
1. Transplantasi organ dan atau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan di
saranakesehatan tertentu.
Pasal 35
1. Transfusi darah hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai
keahlian dan kewenangan untuk itu.
Pasal 36
1. Implan obat dan atau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan
oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan di sarana kesehatan tertentu.
Pasal 37
1. Bedah plastik dan rekonstruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan itu dan dilakukan di sarana kesehatan
tertentu
Pasal 53
1. Tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan hokum dalam melaksanakan
tugas sesuai dengan profesinya.
2. Tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar
profesi dan menghormati hak pasien.
Pasal 70
1. Dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan dapat dilakukan bedah mayat
untuk penyelidikan sebab penyakit dan atau sebab kematian serta pendidikan tenaga
kesehatan.
2. Bedah mayat hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan untuk itu dan dengan memperhatikan norma yang berlaku
dalammasyarakat.
Menurut UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 29
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
46
1. Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi.
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia wajib
memiliki surat izin praktik.
Pasal 41
2. Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib
memasang papan nama praktik kedokteran.
Pasal 45
1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
Pasal 46
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib membuat
rekam medis.
Pasal 48
1. Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur
operasional.
c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya.
d. Menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban:
a. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur
operasional serta kebutuhan medis pasien.
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau
kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan
ataupengobatan.
c. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah
pasien itu meninggal dunia.
d. Melakukan pertolongan darurat atau dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada
orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
e. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau
kedokteran gigi.
Pasal 52
Pasien dalammenerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai hak:
a. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 45 ayat 3.
b. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
47
48
49
Penyebab luka atau cacatnya suatu anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati,
memberikan hak kepada korban,selain penggantian biaya-biaya penyembuhan, juga
menuntut penggantian kerugian yang disebabkan oleh luka atau cacat tersebut.
UU RI No. 23 Tahun 1992
Pasal 55
1. Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan
tenaga kesehatan.
2. Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1dilaksanakan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 80 (lihat sanksi pidana)
Pasal 81 (lihat sanksi pidana)
Pasal 82 (lihat sanksi pidana)
UU RI No.29 Tahun 2004
Pasal 75 (lihat sanksi pidana)
Pasal 76 (lihat sanksi pidana)
Pasal 79 (lihat sanksi pidana)
Sanksi Administratif
UU RI No. 29 Tahun 2004
Pasal 66
1. Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter
atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara
tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
2. Pengaduan sekurang-kurangnya harus memuat:
a. Identitas pengadu
b. Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan
dilakukan.
c. Alasan pengaduan.
3. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat 1dan ayat 2 tidak menghilangkan hak
setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang
berwenang dan atau menggugat kerugian perdata ke pengadilan.
Pasal 67
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikan
keputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi.
Pasal 69
1. Keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter,
dokter gigi dan Konsil Kedokteran Indonesia.
2. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapatberupa dinyatakan tidak bersalah
atau pemberian sanksi disiplin.
3. Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 dapat berupa:
a. Pemberian peringatan tertulis.
b. Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik.
c. Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan diinstitusi pendidikan kedokteran
atau kedokteran gigi.
PERMENKES RI No.1419/MENKES/PER/X/2005
Pasal 24
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
50
51
Sengaja
Lalai
Risiko
Bisa dicegah
Lalai
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
52
BAB IV
INFORMED CONSENT
Pendahuluan
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan kedokteran
tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah alternatif cara
pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter
yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1
Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan
tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada
persetujuan ( Ayat 2 ).
Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran adalah:
1. Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus segera bertindak
untuk menyelamatkan jiwa.
2. Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi situasi
dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no 290/Menkes/Per/III/2008.
Definisi
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
53
Informed consent terdiri dari dua kata, yaitu Informed yang berarti suatu
pemberitahuan dan Consent yang berarti suatu persetujuan.
Sedangkan consent diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
2. Express (tersurat), dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
Secara tertulis
Sebagian besar terdapat pada kasus kasus yang memiliki resiko yang tinggi,
contohnya pada pembedahan, anestesi, sirkumsisi, dan lain lainnya.
Secara tidak tertulis (lisan)
Sebagian besar yang dilakukan dalam praktek sehari-hari adalah consent secara
tidak tertulis atau secara lisan
3. Implite (tersirat)
- Pasien tidak menyatakan secara langsung apakah ia setuju atau tidak setuju
- Biasanya dengan gerakan tubuh
Consent secara tertulis (ada bukti hitam di atas putih), namun sebelumnya dokter
tidak memberikan informed kepada pasien, maka masih bisa digugat secara hukum
oleh pihak pasien.Consent merupakan hak prerogatif dari setiap pasien.
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004 Pasal
45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed
Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau
keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai
tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran
SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi
kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai
saksi adalah penting
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien, dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan
dan apa yang tidak akan dilakukan terhadap pasien. Informed consent dilihat dari aspek
hukum bukanlah sebagai perjanjian antara dua pihak, melainkan lebih ke arah
persetujuan sepihak atas layanan yang ditawarkan pihak lain.
Definisi operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak
(yaitu pasien, keluarga atau walinya) yang isinya berupa izin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut diberi
informasi secukupnya
Tujuan Informed Consent
a. Memberikan perlindungan kepada pasien terhadap tindakan dokter yang sebenarnya
tidak diperlukan dan secara medik tidak ada dasar pembenarannya yang dilakukan
tanpa sepengetahuan pasiennya.
b. Memberi perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat
negatif, karena prosedur medik modern bukan tanpa resiko, dan pada setiap tindakan
medik ada melekat suatu resiko ( Permenkes No. 290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3).
Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351 (trespass, battery,
bodily assault). Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008,
persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh yang
memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan ( Ayat 1 ). Pembatalan persetujuan
54
tindakan kedokteran harus dilakukan secara tertulis oleh yang memberi persetujuan
( Ayat 2 ).
56
BAB V
PEMERIKSAAN DALAM FORENSIK (AUTOPSI)
Pengertian Autopsi
Autopsi = sendiri dan opsis = melihat. Autopsi adalah pemeriksaan terhadap
tubuh mayat, meliputi pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas
penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan
sebab akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan dengan penyebab kematian.
57
Berdasarkan tujuannya ada 2 jenis autopsi, autopsi klinik dan autopsi forensik/
autopsi mediko-legal yang dijelaskan sebagai berikut :
Autopsi klinik diakukan terhadap mayat seseorang yang menderita penyakit, di
rawat di rumah sakit tetapi kemudian meninggal.
Tujuan dilakukannya autopsi klinik adalah:
a. Menentukan sebab kematian yang pasti
b. Menentukan apakah diagnosis klinik yang dibuat selama perawatan sesuai
dengan diagnosis postmortem
c. Mengetahui korelasi proses penyakit yang ditemukan dengan diagnosis klinik
dan gejala-gejala klinik
d. Menentukan efektifitas pengobatan
e. Mempelajari pelajaran lazim suatu proses penyakit
f. Pendidikan para mahasiswa kedokteran dan para dokter
Untuk autopsi klinik mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang
bersangkutan. Untuk mendapatkan hasil maksimal, yang terbaik adalah
malakukan autopsi klinik yang lengkap meliputi pembukaan rongga tengkorak,
dada, perut/panggul, serta pemeriksaan seluruh organ-organ dalam. Jika keluarga
menolak dapat dilakukan autopsi klinik parsial, pada satu atau dua rongga
tertentu. Jika keluarga masih menolak, kiranya dapat diusahakan suatu needle
necropsy terhadap organ tubuh tertentu, kemudian dilakukan pemeriksaan
histopatologik.
Autopsi forensik/autopsi mediko-legal
Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap mayat seseorang
berdasarkan peraturan undang-undang dengan tujuan :
a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b. Menetukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara dan saat kematian
c. Mengumpulkan dan mengenali benda-benda bukti untuk penetuan identitas
benda peyebab serta identitas pelaku kejahatan
d. Membuat laporan tertulis yang obyektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk
visum et repertum
e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan
identitas serta penuntutan terhadap orang yang bersalah.
Untuk melakukan autopsi forensik, diperlukan surat permintaan
pemeriksaan/pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, yakni pihak
penyidik. Izin keluarga tidak diperlukan. Dalam melakukan autopsi forensik,
mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap. Autopsi forensik harus dilakukan
oleh dokter. Dalam autopsi klinik dan forensik, kelainan sekecil apapun harus
dicatat dan pemeriksaan harus dilakukan sedini mungkin.
Persiapan Sebelum Autopsi
Sebelum autopsi dimulai, beberapa hal perlu mendapat perhatian :
a. Apakah surat-surat yang berkaitan dengan autopsi yang akan dilakukan telah
lengkap.
b. Apakah mayat yang akan di autopsi benar-benar adalah mayat yang dimaksudkan
dalam surat yang bersangkutan.
c. Kumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap
mungkin.
d. Periksalah apakah alat-alat yang diperlukan telah tersedia.
58
a.
b.
c.
d.
Tehnik Autopsi
Tekhnik otopsi ada beberapa macam yakni :
- Tehnik Virchow :
Tehnik ini mungkin merupakan tekhnik autopsi tertua. Setelah dilakukan
pembukaan rongga tubuh, organ-organ dikeluarkan satu per satu dan langsung
diperiksa. Dengan demikian kelainan-kelainan yang terdapat pada masing-masing organ
dapat segera dilihat, namun hubungan anatomik antar beberapa organ yang tergolong
dalam satu sistem menjadi hilang. Dengan demikian, tekhnik ini kurang baik bila
digunakan pada autopsi forensik, terutama pada kasus penembakan dengan senjata api
dan penusukan dengan senjata tajam, yang perlu dilakukan penentuan saluran luka, arah
serta dalamnya penetrasi yang terjadi.
- Tehnik Rokitansky :
Setelah rongga tubuh dibuka, organ dilihat dan diperiksa dengan melakukan
beberapa irisan in situ, baru kemudian seluruh organ-organ tersebut dikeluarkan dalam
kumpulan-kumpulan organ (en bloc). Tekhnik ini jarang dipakai, karena tidak
menujukkan keunggulan yang nyata. Tekhnik ini pun tidak baik digunakan autopsi
forensik.
- Tehnik Letulle:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher, dada, diafragma, dan perut
dikeluarkan sekaligus (en masse), Kepala diletakkan diatas meja dengan permukaan
posterior menghadap ke atas. Plexus coeliacus dan kelenjar paraaorta diperiksa. Aorta
dibuka sampai arcus aorta dan Aa. Renales kanan dan kiri dibuka serta diperiksa.
Aorta diputus di atas muara a. renalis. Rektum dipisahkan dari sigmoid. Organ
urogenital dipisahkan dari organ lain. Bagian proksimal jejunum diikat pada dua tempat
dan kemudian diputus antara dua ikatan tersebut dan usus dapat dilepaskan. Esofagus
dilepaskan dari trakea, tetapi hubungannya dengan lambung dipertahankan. Vena cava
inferior serta aorta diputus di atas diafragama dan dengan demikian organ leher dan
dada dapat dilepas dari organ perut.
Dengan pengangkatan organ-organ tubuh secara en masse ini, hubungan antar
organ tetap dipertahankan setelah seluruh organ dikeluarkan dari tubuh. Kerugian
tekhnik ini adalah sukar dilakukan tanpa pembantu serta agak sukar dalam penanganan
karena panjangnya kumpulan organ-organ yang dikeluarkan sekaligus.
- Tehnik Ghon:
Setelah rongga tubuh dibuka, organ leher dan dada, organ pencernaan bersama
hati dan limpa, organ urogenital diangkat keluar sebagai tiga kumpulan organ (bloc).
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
59
Pemeriksaan Luar
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
60
Pemeriksaan meliputi bentuk daun telinga dan hidung. Mencatat pula kelainan serta
tanda kekerasan. Periksa dari lubang hidung/telinga adanya keluar cairan/darah.
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut
Meliputi bibir, lidah, rongga mulut, serta gigi geligi. Adanya kelainan/tanda
kekerasan. Memeriksa dengan teliti keadaan rongga mulut akan adanya benda asing.
Terhadap gigi geligi, dilakukan pencatat jumlah gigi yang terdapat, adanya yang
hilang/patah/tambalan/bungkus logam, adanya gigi palsu, kelainan letak, pewarnaan
(staining) dan sebagainya.
Data gigi geligi merupakan alat yang berguna untuk identifikasi bila terdapat data
pembanding.
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
Pada mayat laki-laki, catat apakah alat kelamin mengalami sirkumsisi.
Catat kelainan bawaan yang mungkin ditemukan, adanya manik-manik yang
ditanam di bawah kulit, keluarnya cairan dari lubang kemaluan, serta kelainan yang
disebabkan oleh penyakit atau sebab lain. Pada dugaan telah terjadi suatu
persetubuhan beberapa saat sebelumnya, dapat diambil preparat tekan menggunakan
kaca objek yang ditekankan pada daerah glands atau coronaglandis yang kemudian
dapat dilakukan pemeriksaan terhadap adanya sel epitel vagina menggunakan teknik
laboratorium.
Pada mayat wanita, periksa keadaan selaput dara dan komisura posterior akan
kemungkinan adanya tanda kekerasan. Pada kasus dengan persangkaan telah
melakukan persetubuhan beberapa saat sebelumnya, jangan lupa melakukan
pemeriksaan laboratorium terhadap sekret/cairan liang senggama.
Lubang pelepasan perlu mendapat perhatian. Pada mayat yang sering mendapat
perlakuan sodomi, mungkin ditemukan anus berbentuk corong yang selaput
lendirnya sebagian berubah menjadi lapisan bertanduk dan hilangya rugae.
15. Lain-lain
Perlu diperhatian akan kemungkinan terdapatnya :
a. Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru-biruan pada kuku/ ujung-ujung jari
(pada sianosis) atau adanya edema/sembab.
b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi lumbal,
dan lain-lain.
c. Terdapatnya bercak lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan, atau
serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal, dan lain-lain.
16. Pemerikaan terhadap tanda-tanda kekerasan/luka
Pada pemeriksaan tersebut , perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan objektif
terhadap :
a. Letak luka
Sebutkan regio anatomis luka yang ditemukan, mencatat letaknya yang tepat
menggunakan koordinat terhadap garis/titik anatomis yang terdekat.
b. Jenis luka
Tentukan apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka.
c. Bentuk luka
Menyebutkan bentuk luka yang didapatkan. Pada luka yang terbuka sebutkan
bentuk luka setelah luka dirapatkan.
62
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
d. Arah luka
Dicatat dari arah luka (melintang, membujur, atau miring)
e. Tepi luka
Perhatikan tepi luka rata, teratur, atau bentuk tidak beraturan.
f. Sudut luka
Pada luka terbuka, apakah sudut luka merupakan sudut runcing, membulat atau
bentuk lain.
g. Dasar luka
Dasar luka berupa jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan
rongga badan.
h. Sekitar luka
Lihat terdapat adanya pengotoran, terdapat luka/tanda kekerasan lain sekitar
luka.
i. Ukuran luka
Diukur dengan teliti, pada luka terbuka diukur juga setelah luka dirapatkan.
j. Saluran luka
Dilakukan secara in situ. Termukan perjalanan luka, serta panjang luka.
Penentuan ini baru dapat dilakukan pada saat pembedahan mayat.
k. Lain-lain
Pada luka lecet jenis serut, pemeriksaan teliti terhadap pemukaan luka terhadap
pola penumpukan kulit ari yang terserut dapat mengungkapkan arah kekerasan
yang menyebabkan luka tersebut.
17. Pemeriksaan terhadap patah tulang
Tentukan letak patah luka yang ditemukan serta catat sifat/jenis masing-masing
patah tulang yang terdapat.
Pembedahan Mayat
Pengeluaran Alat Tubuh
Mayat yang akan dibedah diletakkan terlentang dengan bagian bahu ditinggikan
(diganjal) dengan sepotong balok kecil. Dengan demikian, kepala akan berada dalam
keadaan fleksi maksimal dan daerah leher tampak jelas.
Insisi kulit dilakukan mengikuti garis pertengahan badan mulai dibawah dagu,
diteruskan kearah umbilicus dan melingkari umbilicus disisi kiri dan seterusnya kembali
mengikuti garis pertengahan badan sampai di daerah simpisis pubis.
Pada daerah leher, insisi hanya mencapai kedalaman setebal kulit saja. Pada
daerah dada, insisi kulit sampai kedalaman mencapai permukaan depan tulang dada
(sternum) sedangkan mulai di daearh epigastrium, sampai menembus ke dalam rongga
perut.
Insisi berbentuk huruf I diatas merupakan insisi yang paling ideal untuk suatu
pemeriksaan bedah mayat forensic. Pada keadaan tertentu, bila tidak mengganggu
kepentingan pemeriksaan, atas indikasi kosmetik dapat dipertimbangkan insisi kulit
berbentuk huruf Y, yang dimulai pada kedua puncak bahu. Insisi pada daerah dada
sebelah kanan dan kiri dipertemukan pada garis pertengahan kira-kira setinggi insisura
jugularis. Dengan insisi berbentuk huruf Y, maka pengeluaran alat-alat leher menjadi
lebih sukar.
63
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
Insisi pada dinding perut biasanya dimulai pada daerah epigastrium dengan
membuat irisan pendek yang menembus sampai peritoneum. Dengan jari telunjuk dan
jari tengah tangan kiri yang dimasukkan kedalam lubang insisi ini, maka dinding perut
dapat ditarik/diangkat keatas. Pisau diselipkan diantara dua jari tersebut dan insisi dapat
diteruskan sampai ke simpisis pubis. Disamping berfungsi sebagai pengangkat dinding
perut, kedua jari tangan kiri tersebut berfungsi juga sebagai pemandu (guide) untuk
pisau, serta melindungi alat-alat dalam rongga perut dari kemungkinan teriris oleh
pisau.
Dengan memegang dinding perut bagian atas dan memuntir dinding perut
tersebut kearah luar (dilakukan dengan ibu jari disebelah dalam/sisi peritoneum dan 4
jari lainnya disebelah luar/sisi kulit), dinding dada dilepaskan dengan memulai irisan
pada otot-otot sepanjang arcus costae. Pelepasan dinding dada dilakukan terus kearah
dada bagian atas sampai daerah tulang selangka dan kesamping sampai garis ketiak
depan. Pengirisan pada otot dilakukan dengan bagian perut pisau dan bidang pisau
(blade) yang tegak lurus terhadap otot. Dengan demikian, dinding dada telah
dibebaskan dari otot-otot pectorales, dan kelainan yang ditemukan dapat dicatat dengan
teliti.
Kelainan pada dinding dada dapat merupakan resapan darah, patah tulang
maupun luka terbuka. Kulit daerah leher dilepaskan dari otot leher yang berada
dibawahnya. Perhatikan akan adanya tanda kekerasan maupun kelainan-kelainan
lainnya.
Pada dinding perut, diperhatikan keadaan lemak bawah kulit serta otot-otot
dinding perut, cacat tebal msing-masing serta lika-luka bila terdapat.
Rongga perut diperiksa dengan mula-mula memperhatikan keadaan alat-alat
perut secara umum. Bagaimana penyebaran tirai usus (omentum), apakah menutupi
seluruh usus-usus kecil, ataukah mengumpul pada sutu tempat akibat adanya kelainan
setempat. Periksalah keadaan usus-usus, adakah kelainan volvulus, intususepsi, infark,
tanda-tanda kekerasan lainnya. Bila mayat telah mengalami operasi sebelumnya,
perhatikan pula bagian/ alat-alat perut yang mengalami penjahitan, reseksi atau tindakan
lainnya. Perhatikan adakah cairan dalam rongga perut, bila terdapat cairan, catat sifat
dari cairan tersebut serous, purulen, darah atau cairan keruh. Dinding perut sebelah
dalam diperhatikan keadaan selaput lendirnya. Pada selaput lendir yang normal, tampak
licin dan halus berwarna kelabu mengkilat. Pada kelainan peritonitis, akan tampak
selaput lendir yang tidak rata, keruh dengan fibrin yang melekat
Tentukan pula letak sekat rongga badan (diafragna), dengan membandingkan
tinggi difragma terhadap iga digaris pertengahan selangka (midelavicular line).
Rongga dada dibuka dengan jalan mengiris rawan-rawan iga pada tempat
setengah sampai satu sentimeter medial dari batas rawan tulang masing-masing iga.
Dengan bagian perut pisau dan bidang pisau (knife blade) yang diletakkan tegak lurus,
rawan iga dipotong mulai dari iga ke 2 terus kearah kaudal. Pemotongan ini dapat
dilakukan dengan mudah pada mayat yang masih muda karena bagian rawan belum
mengalami penulangan. Dengan tangan kanan memegang gagang pisau dan telapak
tangan kiri menekan punggung pisau. Pisau digerakan memotong rawan iga-iga tersebut
mulai dari iga kedua sampai daerah arcus costae. Lakukan hal yang sama pada sisi
tubuh yang lain
64
Dengan memotong insersi otot-otot diafragma yang melekat pada dinding dada
bagian depan sebelah bawah, perlekatan sternum dengan pericardium dapat dilepaskan.
Iga pertama dipotong dengan meneruskan irisan pada iga kedua kearah
kraniolateral, dengan demikian, irisan dihindarkan dari mengenai manubrium sterni
yang keras. Setelah rawan iga pertama terpotong, pisau dapat diteruskan kearah medial
menyusuri tepi bawah tulang selangka untuk mencapai sendi antara tulang selang dan
tulang dada (articulation sternoclavicularis) dan memotongnya. Bila ini telah dilakukan
pada kedua sisi maka bagian depan dinding dada telah dapat dilepaskan.
Perhatikan pertama-tama letak paru terhadap kandung jantung. Biasanya dengan
mencatat bagian kandung jantung yang tampak antara kedua tepi paru-paru. Kandung
jantung yang tampak 1 jari diantara paru-paru menunjukkan keadaan pengembangan
paru yang berlebihan (pada edema paru atau emfisema paru).
Dengan tangan, paru dapat ditarik kearah medial dan rongga dada dapat
diperiksa, apakah terdapat cairan, darah atau lainnya.
Kandung jantung dibuka dengan melakukan pengguntingan pada dinding depan
mengikuti bentuk huruf Y terbalik. Perhatikan apakah rongga kandung jantung terisi
oleh cairan atau darah. Periksa pula akan adanya luka baik pada kandung jantung
maupun pada permukaan depan jantung sendiri.
Iga-iga dipotong mulai rawan iga ke-2 ke arah latero kaudal . Iga pertama
dipotong ke arah latero cranial untuk menghindari manubrium sterni.
Tentukan berapa jari kandung jantung tampak antara kedua paru. Kandung
jantung dibuka dengan gunting mengikuti huruf Y terbalik.
Pada dugaan thrombosis a. pulmonalis, permukaan depan bilik jantung kanan
diiris memanjang sejajar dengan septum jantung kurang lebih 1 cm lateral dari septum,
kemudian diperpanjang dengan gunting ke arah a.pulmonalis.
Alat-alat leher dikeluarkan bersama-sama dengan alat rongga dada, sedangkan
usus halus mulai dari yeyenum sampai rectum dilepaskan tersendiri, kemudian alat
dalam rongga perut dikeluarkan bersama alat dalam rongga panggul.
Pengeluaran alat leher dimulai dengan melakukan pengirisan insersi otot-otot
dasar mulut pada tulang rahang bawah. Irisan dimulai tepat di bawah dagu, menembus
rongga mulut dari bawah. Insisi diperlebar ke kanan maupun ke kiri. Lidah ditarik ke
bawah sehingga dapat dikeluarkan dari tempat bekas irisan.
Palatum molle diiris sepanjang perlekatannya dengan palatum durum sampai
bagian lateral dari plica pharingea. Dengan meneruskan pemotongan sampai ke
permukaan depan dari tulang belakang dan sedikit menarik alat-alat leher ke arah bawah
maka seluruh alat leher dapat lepas dari perlekatannya.
Lakukan pemotongan pembuluh darah dan saraf di belakang tulang selangka
dengan lebih dulu menggenggam pembuluh darah dan saraf tersebut. Lepaskan
perlekatan antara paru-paru dengan dinding rongga dada. Dengan tangan kanan
memegang lidah dan dua jari tangan kiri yang diletakkan pada sisi kanan dan kiri hilus
paru, alat rongga dada ditarik ke arah kaudal sampai keluar dari rongga paru.
Lepaskan esophagus bagian kaudal dari jaringan ikat sekitarnya dan buat dua
ikatan di atas diafragma.
Esofagus digunting antara kedua ikatan tersebut. Tangan kiri menggenggam
bagian bawah alat rongga dada tepat di atas diafragma dan lakukan pengirisan terhadap
65
genggaman tersebut. Alat leher dan alat dalam rongga dada dapat dikeluarkan
seluruhnya.
Usus-usus dilepaskan dengan melakukan dua ikatan pada awal jejunum.
Pengguntingan dilakukan di antara dua ikatan yang dibuat agar isi duodenum tidak
tercecer. Tangan kiri mengangkat ujung distal dan mengangkatnya, maka mesenterium
yang melekat usus halus dengan dinding rongga perut dapat diiris dekat usus.
Pengirisan dilakukan seperti gerakan menggergaji dan dilakukan sepanjang usus halus
sampai daearah ileum terminalis. Pada daerah caecum, pengirisan dilakukan terhadap
mesokolon, dengan memotong mesokolon pada bagian lateral dan kolon asendens pada
daerah ini.
Pada daerah kolon transversum, lepaskan perlekatan antara kolon dan lambung.
Mesokolon kembali diiris di sebelah lateral dari kolon descendens dengan
memisahkannya juga dari limpa dan ginjal kiri. Kolon sigmoid dapat dilepaskan dari
dinding rongga perut dengan memotong mesocolon di bagian belakangnya.
Rectum dipegang dengan tangan kanan, mulai dari distal diurut ke arah
proksimal. Rectum diikat dengan dua ikatan, kemudian diputus di antara dua ikatan
tersebut. Setelah dilakukan pelepasan usus halus dan usus besar dapat dilakukan
pemeriksaan sepanjang usus tersebut.
Untuk melepaskan alat rongga perut dan panggul dilakukan pengirisan dimulai
dengan memotong diafragma dekat insersinya pada dinding rongga badan. Pengirisan
diteruskan ke arah bawah, sebelah kanan dan kiri, lateral dari masing-masing ginjal
sampai memotong a.iliaca communis.
Alat rongga panggul dilepaskan dengan melepas peritoneum di daerah simfisis
(alat rongga panggul terletak retroperitoneal). Kandung kencing serta alat lain dipegang
dengan tangan kiri sampai ke belakang bersama-sama rectum. Pemotongan melintang
dilakukan setinggi kelenjar prostat pada mayat laki-laki dan setinggi sepertiga
proksimal vagina pada mayat perempuan. Alat rongga panggul kemudian dilepaskan
seluruhnya dari perlekatan dengan sekitarnya dan diangkat bersama-sama dengan alat
rongga perut yang telah dilepaskan terlebih dahulu.
Pemeriksaan pada kepala dimulai dengan membuat irisan pada kulit kepala,
dimulai pada prosesus mastoideus, melingkari kepala ke arah vertex, dan berakhir pada
prosesus mastoideus sisi lain. Pengirisan dibuat sampai pisau mencapai periosteum.
Kulit kepala kemudian dikupas, ke arah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas
orbita (margo supraorbitalis) dan ke arah belakang sampai sejauh protuberantia
occipitalis externa. Perhatikan dan catat kelainan pada permukaan dalam kulit kepala
maupun permukaan luar tulang tengkorak. Kelainan yang biasa ditemukan adalah tanda
kekerasan, baik merupakan resapan darah maupun garis retak/patah tulang. Untuk
membuka rongga tengkorak dilakukan penggergajian tulang tengkorak, melingkar di
daerah frontal sejarak kurang lebih 2 cm di atas margo supraorbitalis, di daerah
temporal kurang lebih 2 cm di atas daun telinga. Pada daerah temporal penggergajian
dilakukan setelah otot temporalis dipotong dengan pisau terlebih dahulu. Pada daerah
temporal ini penggergajian dilakukan melingkar ke belakang 2 cm sebelah atas
protuberantia occipitalis externa , dengan garis penggergajian membentuk sudut 120o
dari garis penggergajian terdahulu. Atap tengkorak selanjutnya dilepas dengan
menggunakan pahat berbentuk T (T-chisel) dengan jalan mendongkel pada garis
penggergajian.
66
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
68
69
akan melewati pelvis renis. Pada tepi dapat dicubit dan kemudian dapat dikupas
secara tumpul. Pada ginjal yang normal, hal ini dapat dilakukan dengan mudah.
Pada ginjal yang mengalami peradangan, simpai ginjal mungkin akan melekat erat
dan sulit dilepaskan. Setelah simpai ginjal dilepaskan, lakukan terlebih dahulu
pemeriksaan terhadap permukaan ginjal. Adakah kelainan berupa resapan darah,
luka-luka ataupun kista-kista retensi.
Pada penampang ginjal, perhatikan gambaran korteks dan medula ginjal. Juga
perhatikan pelvis renis akan kemungkinan terdapatnya batu ginjal, tanda
peradangan, nanah dan sebagainya.
Ureter dibuka dengan meneruskan pembukaan pada pelvis renis, terus mencapai
vesika urinaria. Perhatikan kemungkinan terdapatnya batu, ukuran penampang, isi
saluran serta keadaan mukosa.
Kandung kencing dibuka dengan jalan menggunting dinding depannya mengikuti
bentuk huruf T. perhatikan isi serta selaput lendirnya.
15. Hati dan kandung empedu
Pemeriksaan dilakukan terhadap permukaan hati, yang pada keadaan biasa
menunjukkan permukaan yang rata dan licin, berwarna merah-coklat. Kadangkala
pada permukaan hati dapat ditemukan kelainan berupa jaringan ikat, kista kecil,
permukaan yang berbenjol-benjol, bahkan abses.
Pada perabaan, hati normal memberikan perabaan yang kenyal. Tepi hati biasanya
tajam. Untuk memeriksa penampang, buatlah 2 atau 3 irisan yang melintang pada
punggung hati sehingga dapat terlihat sekaligus baik bagian kanan maupun kiri
hati. Hati yang normal menunjukkan penampang yang jelas gambaran hatinya.
Pada hati yang telah lama mengalami perbendungan dapat ditemukan gambaran
hati pala.
Kandung empedu diperiksa ukurannya serta diraba akan kemungkinan terdapatnya
batu empedu. Untuk mengetahui ada tidaknya sumbatan pada saluran empedu,
dapat dilakukan pemeriksaan dengan jalan menekan kandung empedu ini sambil
memperhatikan muaranya pada duodenum (papilla Veteri). Bila tampak cairan
coklat-hijau keluar dari muara tersebut ini menandakan saluran empedu tidak
tersumbat. Kandung empedu kemudian dibuka dengan gunting untuk
memperlihatkan selaput lendirnya yang seperti beludru berwarna hijau-kuning.
16. Limpa dan kelenjar getah bening
Limpa dilepaskan dari sekitarnya. Limpa yang norml menunjukkan permukaan
yang berkeriput, berwarna ungu dengan perabaan lunak kenyal. Buatlah irisan
penampang limpa, limpa normal mempunyai gambaran limpa yang jelas, berwarna
coklat-merah dan bila dikikis dengan punggung pisau, akan ikut jaringan
penampang limpa.
Jangan lupa mencatat ukuran dan berat limpa.
Catat pula bila ditemukan kelenjar getah bening regional yang membesar.
17. Lambung, usus halus dan usus besar
Lambung dibuka dengan gunting pada curvature mayor.
Perhatikan isi lambung dan simpan dalam botol atau kantong plastik bersih bila isi
lambung ini diperlukan untuk pemriksaan toksikologik atau pemeriksaan
laboratorik lainnya. Selaput lendir lambung diperiksa terhadap kemungkinan
adanya erosi, ulserasi, perdarahan/resapan darah.
71
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
Usus diperiksa akan kemungkinan terdapat darah dalam lumen serta kemungkinan
terdapatnya kelainan bersifat ulcerative, polip dan lain-lain.
18. Kelenjar liur perut (pancreas)
Pertama-tama lepaskan lebih dahulu kelenjar liur perut ini dari sekitarnya. Kelenjar
liur perut yang normal mempunyai warna kelabu agak kekuningan, dengan
permukaan yang berbelah-belah dan perabaan yang kenyal. Perhatikan ukuran serta
beratnya. Catat bila ada kelainan.
19. Otak besar, otak kecil dan batang otak
Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang ditemukan. Adakah
perdarahan subdural, perdarahan subarachnoid, kontusio jaringan otak atau
kedangkalan bahkan sampai terjadi laserasi.
Pada oedema cerebri, girus otak akan tampak mendatar dan sulkus tampak
menyempit. Perhatikan pula akan kemungkinan terdapatnya tanda penekanan yang
menyebabkan sebagian permukaan otak menjadi datar.
Pada daerah ventral otak, perhatikan keadaan sirkulus Willis. Nilai keadaan
pembuluh drah pada sirkulus, adakah penebalan dinding akibat kelainan ateronia,
adakah penipisan dinding akibat aneurysma, adakah perdarahan. Bila terdapat
perdarahan hebat, usahakan agar dapat ditemukan sumber perdarahan tersebut.
Perhatikan pula bentuk serebelum. Pada keadaan peningkatan tekanan intra cranial
akibat edema serebri misalnya, dapat terjadi hemiasi serebelum kea rah foramen
magnum, sehingga bagian bawah serebelum tampak menonjol.
Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan pemotongan pada
pedunculus cerebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian dipisahkan juga dari
batang otak dengan melakukan pemotongan pada pedunculus cerebelli.
Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap pemeriksa. Lakukan
pemotongan otak besar secara koronal/melintang, perhatikan penampang irisan.
Tempat pemotongan haruslah sedemikian rupa agar struktur penting dalam otak
besar dapat diperiksa dengan teliti. Kelainan yang dapat ditemukan pada
penampang otak besar antara lain adalah: Perdarahan pada korteks akibat contusio
cerebri, perdarahan berbintik pada substansi putih akibat emboli, keracunan
berbiturat serta keadaan lain yang menimbulkan hipoksia jaringan otak Infark
jaringan otak, baik yang bilateral maupun yang unilateral, akibat gangguan
perdarahan oleh arteri, abses otak, perdarahan intra cerebral akibat pecahnya a.
lenticulostriata dan sebagainya.
Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat suatu irisan melintang,
catatlah kelainan perdarahan, perlunakan dan sebagainya yang mungkin ditemukan.
Batang otak diisir melintang mulai daerah pons, medulla oblongata sampai
kebagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan kemungkinan terdapatnya
perdarahan. Adanya perdarahan di daerah batang otak biasanya mematikan.
20. Alat kelamin dalam (genitalia interna)
Pada mayat laki-laki, testis dapat dikeluarkan dari scrotum melalui rongga perut.
Jadi tidak dibuat irisan baru pada scrotum. Perhatikan ukuran, konsistensi serta
kemungkinan terdapat resapan darah. Perhatikan pula bentuk dan ukuran dari
epididinus. Klenjar prostat diperhatikan ukuran serta konsistensinya.
Pada mayat wanita, perhatikan bentuk serta ukuran kedua indung telur, saluran telur
dan uterus sendiri. Pada uterus diperhatikan kemungkinan terdapatnya perdarahan,
72
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
resapan darah ataupun luka akibat tindakan abortus provakatus. Uterus dibuka
dengan membuat irisan berbentuk huruf T pada dinding depan, melalui saluran
serviks serta muara kedua saluran telur pada fundus uteri. Perhatikan keadaan
selaput lender uterus, tebal dinding, isi rongga rahim serta kemungkinan
terdapatnya kelainan lain.
21. Timbang dan catatlah berat masing-masing alat/organ
Sebelum mengembalikan organ-organ (yang telah diperiksa secara makroskopik)
kembali ke dalam tubuh mayat pertimbangkan terlebih dahulu kemungkinan
diperlukannya potongan jaringan guna pemeriksaan histopatologik atau
diperlukannya organ guna pemeriksaan toksologik.
Potongan jaringan untuk pemeriksaan histopatologik diambil dengan tebal
maksimal 5 mm. potongan yang terlampau tebal akan mengakibatkan cairan fiksasi
tidak dapat masuk ke dalam potongan tersebut sengan sempurna. Usahakan
mengambil bagian organ di daerah perbatasan antara bagian yang normal dan yang
mengalami kelainan.
Jumlah potongan yang diambil dari setiap organ agar disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing kasus. Potongan ini kemudian dimasukkan ke dalam
botol yang berisi cairan fiksasi yang dapat merupakan larutan formalin 10% (=
larutan formaldehida 4%) atau alcohol 90-96% dengan jumlah cairan fiksasi sekitar
20-30 kali volume potongan jaringan yang diambil.
Jumlah organ yang perlu diambil untuk pemeriksaan toksikologi disesuaikan
dengan kasus yang dihadapi serta ketentuab laboratorium pemeriksa. Sedapat
mungkin setiap jenis organ ditaruh dalam botol tersendiri. Bila diperlukan
pengawetan, agar digunakan alcohol 90%. Pada pengiriman bahan untuk
pemeriksaan toksologik, contoh bahan pengawet agar juga turut dikirimkan
disamping keterangan klinik dan hasil sementara autopsi atas kasus tersebut.
Setelah autopsi selesai, semua organ tubuh dimasukkan ke dalam rongga tubuh.
Lidah dikembalikan ke dalam rongga mulut sedangkan jaringan otak
dikembalikan ke dalam rongga tengkorak.
Jahitkan kembali tulang dada dan iga yang dilepaskan pada saat membuka
rongga dada.
Jahitlah kulit dengan rapi menggunakan benang yang kuat, mulai dari bawah
dagu sampai ke daerah simfisis.
Atap tengkorak diletakkan kembali pada tempatnya dan difiksasi dengan
menjahit otot temporalis, baru kemudian kulit kepala dijahit dengan rapi.
Bersihkan tubuh mayat dari darah sebelum mayat diserahkan kembali pada
pihak keluarga.
73
74
Bila pada penusukkan bilik kanan dan kiri keduanya memberikan gelembung
udara, maka hal ini dapat disebabkan oleh adanya emboli udara vena disertai defek
septurn, atau diakibatkn oleh terbentuknya gas pembusukan dalam bilik jantung kanan
maupun yang kiri. Dalam hal ini kemungkinan terdapatnya emboli udara vena tidak
dapat dipastikan maupun disingkirkan
Di samping dilakukan pemeriksaan seperti tersebut di atas, beberapa hal dapat
menyokong akan adanya emboli udara vena. Antara lain adalah: distensi jantung
sebelah kanan akibat tekanan udara. Vena cava, bilik kanan a. pulmonalis dan v v.
coronariae yang berisi darah yang berbuih dan berwarna merah terang. Vena cava
inferior yang mengalami distensi, tetapi sangat sedikit atau sama sekali tidak terisi
darah.
Pemeriksaan emboli udara arteril
Untuk membuktikan adanya emboli udara arterial, lakukan persiapan
pemeriksaan seperti pada pemeriksaan emboli udara vena. Dengan jantung yang
seluruhnya terdapat di bawah permukaan air, lakukan pemotongan permulaan a.
coronaria kiri dengan jalan mengirisnya pada bagian arterior septum dan perhatikan
apakah terdapat gelembung udara yang keluar. Bila perlu dapat dilakukan pengurutan
sepanjang septum dari arah apex jantung kea rah tempat pengirisan. Dalam menilai
hasil pemeriksaan emboli udara arterial ini perlu diperhitungkan kemungkinan
terbentuknya gas pembusukan dalam pembeluh itu sendiri.
75
eluruh tubuh. Pada otak, butir lemak ini dapat menyumbat pembuluh otak yang kecil
dan mengakibatkan kematian.
Diagnosa emboli lemak dapat ditegakkan bila dalam pembuluh darah dapat
ditemukan butir lemak ini ( fat globule). Untuk melihat ini, dilakukan pemeriksaan
histopatologik dengan pewarnaan khusus untuk lemak, misalnya SUDAN III. Butir
lemak akan diwarnai menjadi berwarna merah-jingga. Pada pengerjaan/ processing
jaringan untuk pembuatan preparat histopatologik, hendaknya dihindari proses rutin
yang dalam perjalanannya akan melarutkan butir lemak yang terdapat dalam pembuluh
darah tersebut.
Autopsi Pada Kasus Dengan Kelainan Pada Leher
Untuk dapat melihat kelainan pada leher dengan lebih baik, perlu diusahakan
agar daerah leher bersih dari kemungkinan terdapatnya genangan darah. Untuk itu
dilakukan usaha agar darah yang terdapat dalam pembuluh darah leher dapat dialirkan
ke tempat lain.
Pemotongan kulit dimulai dari incisura jugularis ke arah simfisis pubis.
Pembukaan rongga dada dan perut dilakukan seperti pada autopsi rutin. Pengeluaran
alat leher ditangguhkan untuk sementara.
Lakukanlah pemotongan kulit kepala, penggergajian tengkorak serta
pengeluaran otak. Pindahkan ganjal yang semula terdapat pada daerah tengkuk
sedemikian rupa sehingga daerah leher terletak paling tinggi. Dengan mengeluarkan
otak dan alat dada dengan jalan memotong trachea setinggi incisura jugularis (atau
dapat pula hanya jantung saja yang dikeluarkan) maka darah yang terdapat dalam
pembuluh darah leher dapat dialirkan ke arah kepala dan dada, dan lapangan leher
menjadi bersih. Dengan demikian, kelainan berupa resapan darah yang kecil pun dapat
terlihat jelas.
Setelah pemeriksaan daerah leher selesai, maka pengeluaran/pengangkatan alat
leher dapat dilakukan seperti pada autopsi rutin.
Autopsi Pada Mayat Bayi Baru Lahir
Pada pemeriksaan mayat bayi yang baru dilahirkan, perlu pertama-tama
ditentukan apakah bayi lahir hidup atau lahir mati.
Seorang bayi dinyatakan lahir hidup apabila ada pemeriksaan mayatnya dapat
dibuktikan bahwa bayi telah bernafas.
Bayi yang telah bernafas akan memberikan ciri di bawah ini:
a. rongga dada yang telah mengembang
pada pemeriksaan didapati diafragma yang letaknya rendah, setinggi iga ke 5 atau 6
b. paru telah mengembang
pada bayi yang belum bernafas, kedua paru masih menguncup dan terletak tinggi
dalam rongga dada.
Pada bayi yang telah bernafas, paru tampak mengembang dan telah mengisi
sebagian besar rongga dada. Pada permukaan paru dapat ditemukan gambaran
mozaik dan gambaran marmer.
c. uji apung paru memberikan hasil positif
76
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
uji apung paru dilakukan untuk membuktikan telah terdapatnya udara dalam
alveoli paru.
- Setelah alat leher diangkat, lakukanlah pengikatan setinggi trachea. Hindari
sebanyak mungkin manipulasi terhadap jaringan paru. Alat rongga dada
kemudian dikeluarkan seluruhnya untuk selanjutnya dimasukkan ke dalam air.
Perhatikan apakah kedua paru terapung.
- Pemeriksaan kemudian dilanjutkan dengan mengapungkan paru kanan dan kiri
secara tersendiri. Lakukanlah pemisahan lobus paru, apungkan kembali dalam
air. Selanjutnya buatlah 5 potongan kecil (k.l 5 mm x 10 mm x 10 mm) dari
masing-masing lobus dan apungkan kembali.
- Pada paru yang telah mengalami pembusukan, potongan kecil dari paru dapat
mengapung sekalipun paru tersebut belum bernafas.
- Mengapungnya potongan kecil paru yang telah mengalami pembusukan ini
disebabkan oleh pengumpulan gas pembusukan tersebut dapat didesak keluar.
- Potongan kecil paru yang telah bernafas, terapung karena adanya udara dalam
alveoli, yang dengan penekanan antara 2 karton tidak akan terdesak keluar.
- Uji apung paru dinyatakan positif bila setelah dilakukan pemeriksaan
pengapungan, potongan paru yang telah ditekan antara dua karton sebagian
besar masih tetap mengapung.
d. Pemeriksaan mikroskopik memberikan gambaran paru yang telah bernafas
Pada pemeriksaan mikroskopik akan tampak jaringan paru dengan alveoli yang
telah terbuka dengan dinding alveoli yang tipis.
Pada pemeriksaan bayi baru lahir, perlu pula dilakukan pemeriksaan teliti
terhadap kepala, mengingat kepala bayi yang dapat mengalami moulage pada saat
kelahiran, mungkin dapat menimbulkan cedera pada sinus di kepala. Untuk meneliti hal
ini, kepala bayi harus dibuka dengan tehnik khusus yang menghindari terpotongnya
sinus tersebut sehingga dapat dinilai dengan sebaik-sebaiknya.
Kulit kepala dibuka dan dikupas seperti pada mayat dewasa. Tulang tengkorak
bayi baru lahir masih lunak sehingga pembukaan tengkorak dapat dilakukan dengan
gunting (tidak perlu menggunakan gergaji). Untuk menghindari terpotongnya sinus
sagitalis superior, guntinglah os parietale pada jarak 0,5 sampai 1 cm lateral dari garis
median, dimulai pada daerah fontanel besar ke arah belakang sampai bagian posterior
tulang ubun-ubun untuk kemudian membelok ke arah lateral. Di depan, pengguntingan
dilanjutkan ke arah tulang dahi yang pada jarak 1-2 cm dari batas lipatan kulit,
membelok ke arah lateral. Dengan demikian, pada garis median sinus sagitalis tetap
utuh. Os parietalis kanan dan kiri kini dapat dibuka ke arah lateral seperti membuka
jendela.
Dengan menarik baga otak besar ke arah lateral, sinus sagitalis superior, falk
serebri dan sinus sagitalis inferior dapat diperiksa akan adanya robekan, resapan darah
maupun perdarahan. Dengan menarik baga occipitalis ke arah kranio lateral, tentorium
cerebelli serta sinus lateralis, sinus occipitalis dapat diperiksa.
Otak bayi kemudian dikeluarkan dengan cara seperti pada mayat dewasa, atau
dikeluarkan terpisah, baga kanan dan kiri.
Jaringan otak bayi baru lahir biasanya lebih lunak dari jaringan otak dewasa.
Untuk dapat melakukan pengirisan dengan baik, kadang perlu dilakukan fiksasi dengan
77
formalin 10%, baik dengan merendam otak tersebut atau melakukan penyuntikan
imbibisi.
Untuk menentukan usia dalam kandungan (gestational age) mayat bayi, dapat
dilakukan pemeriksaan terhadap pusat penulangan.
Pusat penulangan pada distal femur dan proksimal tibia
Buat irisan melintang pada kulit daerah lutut sampai tempurung lutut. Dengan
gunting ligamentum patellae dipotong dan patella disingkirkan. Dengan pisau, lakukan
pengirisan distal femur atau proksimal tibia mulai dari ujung, lapis demi lapis ke arah
metaphyse. Pusat penulangan akan tampak sebagai bercak berwarna merah homogen
dengan diameter lebih dari 5 mm di daerah epiphyse tulang.
Pusat penulangan pada tallus dan calcaneus
Untuk mencapai tallus dan calcaneus, telapak kaki bayi dipotong mulai tumit ke
arah depan sampai sela jari ke 3 dan 4. Dengan melebarkan potongan pada kulit, tallus
dan calcaneus dapat dipotong longitudinal untuk memeriksa adanya pusat penulangan.
78
79
Pada pemeriksaan mayat, akan ditemukan tanda asfiksi berupa lebam mayat
yang gelap dan luas, bendungan bola mata, busa halus pada lubang hidung, mulut dan
saluran nafas, bendunagn pada alat dalam, serta Tardieu spot.
Peristiwa yang menjadi penyebab dan tanda-tandanya :
1. Mati akibat pembekapan
Terdapat tanda kekerasan berupa luka memar atau lecet tekan sekitar hidung &
mulut. Paling sering merupakan pembunuhan.
2. Mati akibat penyumbatan
Ada benda asing pada rongga mulut, atau sisanya jika telah dikeluarkan.
3. Mati akibat pencekikan
ada luka memar atau lecet tekan pada leher, karena kuku pelaku. Tulang lidah
kadang patah unilateral.
4. Mati akibat penjeratan
kadang masih ada jerat/tali pada leher korban, simpulnya tetap dipertahankan. Jerat
biasanya horizontal dan letaknya rendah. Dia juga meninggalkan jejas lecet tekan
yang melingkari leher. Umumnya, simpul mati = pembunuhan, simpul hidup =
bunuh diri.
5. Mati tergantung
arah jerat tidak mendatar, tapi membentuk sudut yang membuka ke arah bawah.
Selain itu, letak jerat lebih tinggi. Lebam mayat ada di ujung tangan & kaki.
Terdapat resapan darah bawah kulit pada pembedahan mayat.
6. Mati akibat dada tertekan
disebut juga asfiksi traumatik. Ada luka memar atau lecet pada dada.
Autopsi Pada Kematian Akibat Tenggelam
Pada kasus mati tenggelam, harus dibuktikan masuknya air ke dalam paru
bagian distal. Caranya dengan memeriksa kadar elektrolit darah dari jantung kiri
dibandingkan jantung kanan,
karena tenggelam akan menimbulkan terjadinya
hemodilusi atau hemokonsentrasi, tergantung pada tekanan osmotik cairan tempat
tenggelam. Dapat juga dilakukan pemeriksaan diatome melalui pemeriksaan getah paru.
Pada mayat dapat ditemukan kedua paru mengembang berisi air, juga lambung
dan benda asing yang tertelan. Selain itu, terdapat gambaran cutis anserina akibat
kontraksi mm.erector pilli. Bila mayat terendam cukup lama, bisa ditemukan kulit
telapak tangan dan kaki yang keriput (washer woman hand). Bila ada cadaveric spasm
bisa ditemukan benda atau tumbuhan air yang tergenggam.
80
Pada bedah mayat ditemukan tanda bendungan alat dalam, dua lapis cairan di
lambung yaitu asam lambung dan larutan insektisida. Untuk toksikologi dapat diambil
isi lambung, darah dan jaringan hati.
- Kematian akibat gas CO
Pada pemeriksaan luar ditemukan lebammayat yang berwarna merah terang.
Pemastian sebab kematian dengan penemuan kadar CO-Hb yang tinggi dalam darah.
Pada bedah mayat terdapat bintik perdarahan pada substansi putih otak atau gambaran
infark yang simetrik. Hal ini disebabkan terjadinya anoksi otak.
- Kematian akibat sianida
Pada pemeriksaan mayat sering tercium bau sianida (bau amandel) dan lebam
mayat merah terang. Pemeriksaan selanjutnya tidak memberikan gambaran yang khas.
Diagnosis pasti dengan periksa toksikologi terhadap isi lambung dan darah.
- Kematian Akibat Keracunan Barbiturat
Sering terjadi akibat bunuh diri atau kecelakaan karena over dosis. Terjadi
depresi nafas yang menjadikan hipoksia sehingga lebam mayat berwarna gelap.
Terdapat juga vesikel atau bula simetrik pada kulit.
Pada bedah mayat ditemukan bendungan alat dalam, paru yang edem dengan
busa halus dalam saluran nafas, bintik darah pada substansi putih otak. Pemastian
dengan ditemukan barbiturat dalam darah dan urine juga toksikologi isi lambung.
- Kematian Akibat Narkotika
Lebih sering terjadi akibat kecelakaan. Perlu diperhatikan adanya bekas suntikan
yang baru atau lama, pembesaran kelenjar limfe regional. Kadang ada tato di tempat
yang tidak wajar (cth. di lipatan siku, tempat biasa menyuntik).
Mati akibat narkoba sering karena depresi nafas. Pada bedah mayat ditemukan
kelainan paru berupa bendungan dan edema hebat pada paru, narcotic lung atau
gambaran pneumonia lobaris. Toksikologi dilakukan pada darah, urine, cairan empedu
serta tempat masuk suntikan. Dpat juga ditemukan vesikel/ bula seperti pada keracunan
CO atau barbiturat.
- Kematian Akibat Keracunan Arsenikum
Ada 2 jenis, yaitu keracunan akut dan kronis. Pada akut, pemeriksaan luar
mayat menunjukkan tanda dehidrasi hebat pada tubuh. Terdapat perdarahan sub
mukosa, erosi dan ulserasi sepanjang saluran cerna. Ada bubuk putih dan arsen trioksida
pula pada daerah itu. Pada kronis, ada kelainan pigmentasi kulit, garis putih pada kuku
serta tubuh yang kahektis. Terdapat kelainan histologik degeneratif pada hati dan ginjal.
Toksikologi pada isi lambung, darah dan urine.
Autopsi Pada Kasus Kematian Mendadak
Mati mendadak adalah kematian yang terjadi dalam waktu relatif singkat pada
orang yang sebelumnya tampak sehat, dan kematian yang tidak/belum jelas sebabnya.
Untuk penyebabnya harus selalu diingat kemungkinan terjadinya keracunan yang
memerlukan pemeriksaan toksikologi.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
81
82
Apakah selaput peritoneum bagus (licin, putih dan tidak ada fibrin-fibrin)?
Apakah ada resapan darah pada otot?
Berapa ketebalan lemak dan kulit?
83
Pada daerah kepala diikatkan melingkar benang putih, sebagai tanda posisi kulit
kepala yang akan dipotong, yaitu mulai belakang telinga kanan sampai telinga
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
84
kiri. Kulit kepala dikelupas, mula-mula dengan pisau tumpul, dibantu secara
tajam dari permukaan, sampai kearah depan hingga ke supra orbita dan bagian
belakang sampai kearah oksipital yang paling tengah.
Kepala dibuka dengan cara membuat irisan pada kulit kepala dimulai dari
processus mastoideus melingkari kepala kea rah puncak kepala (vertex) dan
berakhir pada processus mastoideus sisi lainnya. Kulit kepala kemudian dikupas
kea rah depan sampai kurang lebih 1-2 cm di atas batas margo supraorbitalis dan
ke arah belakang sampau sejauh protuberantia occipitalis externa. Perhatikan dan
catat kelainan yang didapatkan, baik pada permukaan dalam kulit kepala maupun
pada luar tengkorak. Untuk membuka rongga tengkorak dilakukan penggergajian
tulang tengkorak melingkar di daerah frontal kurang lebih 2 cm di atas margo
supraorbitalis kea rah temporal 2 cm di atas daun telinga. Penggergajian harus
hati-hati dan dihentikan setelah tebal tulang tengkorak telah terlampaui. Atap
tengkorak selanjutnya dilepas dengan pahat T dengan mencongkel garis
penggergajian.
Setelah atap tengkorak dilepaskan diperhartikan adanya kelainan pada permukaan
dalam atap tengkorak maupun pada duramater yang tampak. Duramater kemudian
digunting mengikuti garis penggergajian dan daerah subduraldiperiksa apakah
ada perdarahan, pengumpulan darah.
Otak dikeluarkan dengan memasukkan 2 jari tangan kiri di garis pertengahan
daerah frontal antara baga otak dan tulang tengkorak. Dengan sedikit menekan
baga frontal akan tampak falk serebri yang dapat dipotong atau digunting sampai
dasar tengkorak. Kedua jari tangan kiri tersebut kemudian mengangkat baga
frontal dan memperlihatkan nn. Olfaktorius, nn optikus yang kemudian dipotong
sedekat mungkin pada dasar tengkorak. Pemotongan lebih lanjut dilakukan pada
aa. Carotis interna yang memasuki otak serta saraf-saraf otak yang keluar pada
dasar otak. Dengan memiringkan kepala mayat ke salah satu sisi serta jari-jari
tangan kiri sedikit menarik/mengangkat baga pelipis sisi yang lain, tentorium
cerebelli akan jelas tampak dan mudah dipotong dimulai dari foramen magnum
ke arah lateral menyusuri tepi belakang karang tengkorak (os petrosum).
Kepala kemudian dikembalikan pada posisi semula dan batang otak dapat
dipotong melintang dengan memasukkan pisau sejauh-jauhnya dalam foramen
magnum.
Dengan tangan kiri menyanggah daerah bagian occipital, dua jari tangan kanan
dapat ditempatkan di sisi kanan dan kiri batang otak yang telah terpotong
kemudian menarik bagian bawah otak ini dengan gerakan meluksir hingga keluar
dari rongga tengkorak.
Setelah otak dikeluarkan, duramater yang melekat pada dasar tengkorak harus
dilepaskan dari dasarnya agar dapat diperhatikan adanya kelainan pada dasar
tengkorak.
Timbang otak. Perhatikan permukaan luar dari otak dan catat kelainan yang
ditemukan. Pada daerah ventral perhatikan keadaan sirkulus willisi. Perhatikan
bentuk cerrbellum. Pisahkan otak kecil dari otak besar dengan melakukan
pemotongan pada pedenculus cerebri kanan dan kiri. Otak kecil ini kemudian
dipisahkan llagi dari batang otak dengan melakukan pemotongan pada
pedunculus cerebella. Otak besar diletakkan dengan bagian ventral menghadap
pemeriksa. Lakukan pemotongan otak besar secara melintang, perhatikan
penampang irisan. Perhatikan dan catat setiap kelainan yang dapat ditemukan.
Otak kecil diperiksa penampangnya dengan membuat irisan melintang catat
kelainan yang ditemukan.
Batang otak diiris melintang mulai daerah pons, medulla oblongata samapai ke
bagian proksimal medulla spinalis. Perhatikan dan catat setiap kelainan.
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
85
Kalau kita mencurigai daerah yang berwarna agak gelap, maka daerah tersebut
kita sayat sedikit dan kita lihat apakah ada perdarahan pada massa
kelabunya(substansia grisea),kalau tidak ada berarti bukan. Selanjutnya kita
lakukan pemeriksaan dengan pemotongan otak kita lihat penampangnya.
Kemudian timbang untuk mengetahui beratnya.
Kemudian kita akan melakukan pemeriksaan alat-alat rongga leher dan dada.
Letakkan bagian depannya ke bawah sehingga bagian belakangnya terlihat dari
esofagus pada bagian teratas. Dari kerongkongan sampai esofagus dibelah dan
dibuka untuk melihat apakah ada isinya dan bagaimana keadaan selaput
lendirnya. Kemudian esofagus dipisahkan dari trakea. Singkirkan agak ke
samping kemudian kita membuka trakea dengan gunting sampai percabangannya
sampai ke paru-paru. Hal yang sama kita menilai apakah ada isinya dan
bagaimana keadaan selaput lendirnya.
Selanjutnya kita memeriksa tulang hyaoid (tulang lidah), tulang rawan gondok,
dan tulang cincin apakah ada kelainan dan patah tulang.
Kemudian dibalik dan kita melakukan pemeriksaan pada leher bagian depan.
Pada daerah ini kita memeriksa lapis demi lapis jadi jaringan lunak mulai dari
jaringan ikat kita lepaskan sampai dengan otot kita lepaskan sambil memeriksa
apakah ada perdarahan di antara otot. Pemeriksaan otot-otot leher ini berguna
untuk mengetahui adakah kekerasan pada leher yang sifatnya agak lunak
sehingga perdarahan akan terlihat di otot-otot tapi tidak terlihat di subkutis.
Dengan terkelupasnya otot-otot maka kita dapat melihat kelenjar gondok.
Kelenjar gondok ini kemudian kita pisahkan. Inilah kelenjar thyroid yang sudah
lepas, dan dinilai bagaimana warna, konsistensinya, apakah ada kelainan atau
resapan darah.
Jantung kita pegang dan kita tarik ke atas sehingga ada diatas dan kita lepaskan
dari jaringan sekitarnya pada sejauh mungkin dari jantung.
Inilah kelenjar gondok. Inilah kelenjar tiroid yang sudah terlepas. Dinilai
bagaimana warnanya, konsistensinya, dan adakah kelainan di dalamnya, atau
resapan darah.
Jantung kita pegang ditarik ke atas sehingga kita lihat dia di atas, dan kita
lepaskan dari jaringan sekitarnya.
Paru-paru di periksa dengan cara: pertama inspeksi, dilihat apakah ada daerahdaerah perdarahan, daerah-daerah aspirasi darah, atau cidera, atau luka-luka,
infeksi sebelumnya, atau perlekatan dan sebagainya. Umumnya pau-paru yang
normal berwarna merah kelabu agak ungu. Kemudian kita melakukan perabaan.
Paru yang normal akan teraba seperti busa atau spons, atau teraba derik udaranya.
Sesudah kita periksa seluruhnya baru kita melakukan pemotongan. Kita pisahkan
dulu dari jaringan sekitarnya, kemudian paru akan dibelah untuk melihat
penampangnya. Pada penampang kita lihat apakah mengalir cukup darah dari
potongan, dan cairan atau busa. Adanya darah dan busa yang berlebihan
menunjukkan adanya oedema paru dan perbendungan. Paru-paru ditimbang. Paru
paru yang normal memiliki berat kurang lebih antaa 225 300 gram. Pada paruparu ini terlihat lebih dari 400, mungkin sedikit oedema.
jantung diperiksa dengan, mulai dari bagian anterior. Jadi anterior terletak di
atas, tentu saja berarti daerah yang tipis dindingnya, yaitu daerah kanan.
Kemudian kita nilai permukaannya adakah bercak-bercak perdarahan, bercakbercak sikatriks, atau titik-titik perdarahan. Kemudian kita periksa pembuluh nadi
koroner bagian depan. Arteri koroner kita nilai dengan cara memotong daerah
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
86
tersebut sehingga melihat penampangnya. Ini yang dipotong adalah pada daerah
arteri -- ramus desendens arteri carotis sinistra. Yang terlihat ini adalah pembuluh
nadi yang masih tidak menebal dindingnya dan masih kolaps artinya dia tidak
mengalami asklerotik.
Dan dibuka lebih dahulu, dengan cara pertama-tama kita buka dahulu pada
daerah atrium. Hubungkan terlebih dahulu antara lubang atau muara dari vena
cava superior dengan vena cava inferior, sehingga akan telihat satu lubang yang
besar pada daerah jantung, atau atrium kanan. Kemudian tusukkan pisau hingga
ke ventrikel sampai mendekati apeks dan dipotong ke arah lateral, sehingga
terbuka baik atrium maupun ventrikel kanan. Kita periksa kemudian adakah
kelainan, lepaskan beberapa jaringan yang masih mengikat. Kemudian anda
periksa katup serambi-bilik kanan. Jadi diperiksa adakah kelainan dan kemudian
diukur. Ukuran ini adalah ukuran lingkaran katub serambi bilik kanan
Kemudian potong dengan gunting dari ujung bawah atau apeks ke atas mendekati
lebih kurang 1 cm dari sisi septum dan keluar di arteri pulmonalis. Ditemukan
katup pulmonalis, kemudian diperiksa ada kelainan atau tidak, lalu diukur.
Lanjutkan pemeriksaan pada jantung sisi kiri, jantung sebelah kiri ototnya lebih
tebal, ukur aorta. Lakukan pemeriksaan penampang sekat ventrikel dengan cara
meletakkan di atas meja dan memotong dengan arah mendatar, maka terlihat
penampang otot-otot sekat ventrikel, yang diperiksa adalah apakah ada bercakbercak perdarahan atau bercak-bercak sikratik.
Tebal otot jantung ventrikel kanan kiri dan sekat ventrikel diukur dengan cara
membuat potongan tegak lurus, kemudian diukur ototnya pada potongan
penampang tadi.
Demikian halnya dengan dinding sebelah kiri lebih tebal, ototnya tanpa lemak. Ini
arteri koronaria jantung,diperiksa apakah ada sumbatan pada bagian muara atau
apakah ada pengapuran atau ketebalan.
Kemudian kita lakukan pemeriksaan ke alat-alat rongga perut. Limpa dilepaskan
dari jaringan sekitarnya.
Kemudian diperiksa permukaannya, warnanya, adakah kelainan, kemudian
dipotong untuk melihat penampangnya. Dilakukan pengikisan, pada limpa yang
normal tidak banyak terjadi fibrosis. maka pada pengikisan jaringan akan banyak
yang ikut terbawa. Kemudian limfa di timbang. Saat menimbang bagian belakang
atau posterior terletak diatas. Kemudian rapikan daerah urogenitalnya, kemudian
kita akan mencari kelenjar supra renal, kiri maupun kanan, diafragma diangkat,
sehingga disana terlihat jaringan yang terletak di sub diafragma, disana akan
ditemukan kelenjar supra renal.
Ini adalah kelenjar anak ginjal sebelah kanan. Kelenjar supra renal dilepaskan,
kemudian dilepaskan dari jaringan sekitarnya, kelenjar supra renal ini bentuknya
biasanya tidak beraturan, trapezium, segitika dan seterusnya. Kalau kita potong
penampangnya akan terlihat daerah kuning (kortexnya kuning), daerah tengahnya
atau medullanya berwarna coklat. Dengan cara yang sama dicari juga, dilepaskan
kelenjar supra renal yang sebelah kiri, dilepaskan dan dipisahkan, kemudian
traktus urinarius dipisahkan dari yang lain, yaitu ginjal, ureter dan buli-buli,
berikut rectum yang melekat pada daerah sekitar buli-buli. Aorta dibuka dari atas
kebawah, kemudian diteliti adakah kelainan, dilaporkan , kemudian pada
percabangannya ke arteri renalis dibuka untuk menuju kearah ginjal dan melihat
apakah ada kelainan atau tidak.
Ini adalah jaringan traktus urinarius, ginjal, ureter dan buli-buli , jadi kemudian
nanti diperiksa dengan membelah ginjal, periksa ginjalnya, penampangnya dan
kemudian membelah mengikuti ureter sampai ke buli-buli. Kemudian membuka
ginjal dengan memotong jaringan ikat ginjal, dibuka dengan menggunakan
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
87
pingset. Pada perinsipnya pada waktu kita memotong ginjal, sedikit saja untuk
memotong simpai ginjal. Dan simpai ginjal ini dikupas dilepaskan dari jaringan
ginjalnya secara tumpul. Baru kemudian kita periksa permukaan luar ginjal, dan
setelah itu kita membelah ginjal. Penampang ginjal diperhatikan, dinilai, Ginjal
yang baik korteksnya kira kira menempati 1/3 dari total ginjal. Kita bisa lihat
daerah korteks dan medulla dibedakan, kemudian kita periksa kaliksesnya, lalu
radiks, kandung kencing.
Pankreas dicari, dipisahkan dari sekitarnya dan kemudian kita nilai deskripsinya.
Setelah kita deskripsi dilakukan pemotongan untuk melihat penampangnya dan
kemudian ditimbang. Diperiksa, lepaskan jaringan diafragma dari hati. Hati
diperiksa permukaannya, permukaan hati yang baik biasanya berwarna merah
coklat, permukaan licin, tepi tajam dan permukaan rata dan kemudian pada waktu
pemotongan melihat penampang, maka penampangnya memperlihatkan
gambaran kelenjar hati yang jelas.
Lambung dibuka berisi sisa makanan diantaranya terlihat nasi dan selaput lendir.
Selaput lendirnya berwarna putih kemerahan.
Rongga tengkorak kosong kemudian otak masuk dalam rongga tengkorak
Setelah itu tulang tengkorak ditutup kembali
Dijahit dimulai dari ujung sebelah kanan
Ini bekas-bekas jahitan padat dan tidak longgar
Persiapan jahitan tubuh
Tulang dada di jahit kembali, didekatkan iga-iganya
Bekas irisan kurang lebih tiga jari, masukkan kembali organ ke dalam perut
Dijahit mulai dari tepi atas tulang kemaluan sesuai dengan bekas potongan terus
ke atas, mulai lagi didekatkan dan dijahit rapi dengan benang nilon
Jenazah dicuci dari kumpulan-kumpulan darah
Kemudian jenazah diangkat untuk disimpan diletakkan di dalam kulkas.
OTOPSI
88
89
BAB VI
CARA, SEBAB, DAN MEKANISME KEMATIAN
Cara kematian = macam kejadian yang bertanggung jawab terhadap kematian
Cara Kematian :
1. Wajar : karena penyakit
2. Tidak wajar : pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan
Sebab Kematian = penyakit atau cedera/luka yang bertanggung jawab terhadap
timbulnya kematian
Sebab kematian :
1. Penyakit : gangguan SCV, SSP, respirasi, GIT, urogenital
2. Trauma :
a. mekanik :
- tajam : iris, tusuk, bacok
- tumpul : memar, lecet, robek, patah
- senjata api (balistik)
- bahan peledak/bom
b. fisik :
- suhu : dingin, panas
- listrik/petir
c. kimiawi :
- asam
- basa
- intoksikasi
Mekanisme Kematian = gangguan/kelainan fisiologik dan atau biokimia yang
bertanggung jawab terhadap timbulnya kematian
Mekanisme kematian :
1. Mati lemas (asfiksia)
2. Perdarahan
3. Kerusakan organ vital
4. Refleks vagal
5. Emboli, dll
Mekanisme kematian bisa kombinasi beberapa mekanisme
KECELAKAAN, BUNUH DIRI ATAU PEMBUNUHAN ?
Kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan merupakan permasalahan yang harus
dapat dijawab, dibuat terang dan jelas oleh dokter dan khususnya oleh penyidik, karena
baik kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan membawa implikasi yang berbeda-beda,
baik ditinjau dari sudut penyidikan maupun proses peradilan.
1. Kematian karena kecelakaan
Kematian karena kecelakaan (accidental death) masih merupakan kasus yang
masuk didalam ruang lingkup penyidikan. Dalam kasus kecelakaan ini penyidik sering
dihadapkan dengan kasus dimana tanda-tanda kekerasan jelas terlihat akan tetapi tidak
ada satu petunjuk pun atau tanda-tanda yang mengarah akan adanya unsur-unsur
kriminal sebagai penyebab kecelakaan itu sendiri. Yang termasuk didalam pengertian
kecelakaan disini adalah :
Kematian yang terjadi sewaktu seseorang penderita kelainan didalam kehidupan
seksualnya, dan melampiaskan hasrat seksual yang tidak wajar tersebut dengan
cara-cara yang tidak wajar pula. Kematian disini dikenal dengan autoerotic death.
Kematian karena tergantung atau accidental hanging death, biasa terjadi pada anakanak; dimana anak-anak tersebut tersangkut lehernya dipinggir tempat tidur yang
90
91
berusaha menghindar, dapat tampak bercak darah yang menunjukkan bahwa korban
diseret, bercak darah juga sering tampak mengotori dinding terutama jika korban
tersudut pada dinding.
Pemeriksaan mayat
Pada kasus dengan menggunakan senjata tajam
Pada bunuh diri daerah yang dipilih adalah daerah leher, dada, perut bagian atas
atau pergelangan tangan, sering ditemukan luka-luka percobaan yang berjalan sejajar
baik disekitar luka yang fatal maupun pada bagian tubuh lain. Pada pembunuhan tidak
ada tempat khusus, jumlah luka sering lebih dari satu, adanya luka pada bagian
belakang merupakan ciri khas pembunuh, pada lengan dan telapak tangan sering
didapatkan luka-luka tangkis; pada beberapa kasus kadang-kadang korban selain
ditusuk juga dihantam dengan bagian tumpul dari senjata sehingga selain luka akibat
benda tajam didapatkan luka akibat benda tumpul.
Pada kasus mutilasi
Pada beberapa kasus pembunuhan, tidak jarang tubuh korban setelah meninggal
dunia dirusak, dipotong-potong menjadi beberapa bagian; tindakan tersebut dikenal
dengan sebutan mutilasi. Mutilasi serta perusakan tubuh korban yang telah menjadi
mayat dimaksudkan pula untuk menghilangkan identitas korban, dengan demikian
penyidikan akan menjadi sulit; dan tindakan tersebut memang ditujukan untuk
menghilangkan jejak si pembunuh.
Di dalam kasus mutilasi terdapat 4 masalah pokok yang harus diperoleh
kejelasannya baik bagi dokter yang membuat Visum et Repertum dan khususnya bagi
penyidik dalam usaha untuk mendapatkan kelengkapan barang bukti sehingga proses
penyidikan dan peradilan dapat berjalan dengan lancar. Masalah pokok tersebut adalah :
1. Apakah bagian-bagian tubuh itu memang berasal dari tubuh manusia ?
2. Jika bagian-bagian tubuh tersebut memang berasal dari manusia, apakah berasal
dari orang yang sama/satu individu ?
3. Identitasnya ?
4. Apa yang menyebabkan kematian ?
Masalah pokok yang pertama penting harus diperoleh kejelasannya, yaitu bila
tubuh korban dipotong-potong menjadi bagian yang kecil-kecil, sehingga dengan
pemeriksaan visual sukar dipastikan, maka perlu di lakukan pemeriksaan secara
serologis, yaitu test precipitin.
Masalah pokok yang kedua tidak sulit untuk diselesaikan bila tubuh korban
tidak terlalu banyak dipotong-potong, yaitu dengan melakukan pemeriksaan yang teliti
dari tepi/pinggir potongan tubuh dan dibandingkan dengan tepi/pinggir potongan tubuh
lainya, apakah cocok atau tidak, bila memang berasal dari satu orang maka didalam
melakukan rekonstruksi tersebut akan didapat bentuk yang sesuai.
Penentuan identitas tidak sulit bila tubuh korban dalam keadaan cukup baik,
didalam hal ini maka pemeriksaan sidik jari, gigi, medis serta pemeriksaan perhiasan
sangat bermanfaat bila dilakukan denga cermat, tepat dan teliti.
Penyebab kematian korban dapat diketahui bila keadaan tubuh yang terpotongpotong tersebut masih lengkap dan dalam penentuan penyebab kematian ini
pemeriksaan toksikologis serta pemeriksaan laboratoris lainnya harus dilakukan.
Contoh kesimpulan Visum et Repertum pada kasus mutilasi
Ke-tujuh potong bagian-bagian tubuh yang diperiksa ternyata merupakan satu
kesatuan yaitu dari tubuh laki-laki dewasa. Luka-luka terbuka dan patah tulang pada
kepala disebabkan karena kekerasan benda tajam dan tumpul. Adapun kekerasan tajam
lainnya yang menjadikan tubuh korban menjadi tujuh potongan dilakukan setelah
korban meninggal dunia. Sebab matinya orang ini agaknya karena kekerasan tumpul
pada kepala.
92
Pembunuhan
Bunuh diri
TKP
Lokasi
Kondisi
Pakaian
Senjata
Surat peninggalan
Variabel
Tidak teratur
Tertembus
Tidak ada
Tidak ada
Tersembunyi
Teratur
Terbuka, luka tampak jelas
Ada
Ada (seringkali)
Luka
Titik anatomis
Jumlah (fatal)
Luka percobaan
Luka tangkis
Tanda pergulatan
Mutilasi*
Arah irisan
Variabel
Satu atau lebih
Tidak ada
Ada (biasanya)
Ada (biasanya)
Ada (dapat)
Variabel
Tertentu
Biasanya Satu
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sejajar
*) Mutilasi adalah memotong tubuh korban menjadi beberapa bagian yang dilakukan
setelah korban mati, dengan maksud untuk menghilangkan identitas korban dan
memudahkan si-pelaku kejahatan menyembunyikan membuang tubuh korban.
Pada kasus dengan menggunakan benda tumpul
Benda tumpul seperti batu, tongkat, batang pohon, kursi atau kepalan tangan
hampir selalu dapat dipastikan hanya digunakan pada kasus pembunuhan, bunuh diri
dengan benda tumpul sangat jarang, karena biasanya akan mendatangkan rasa nyeri
yang hebat dan perlu waktu yang lama.
Pada kasus dengan menggunakan senjata api
Pada bunuh diri dengan senjata api, daerah yang dipilih adalah pelipis, dahi,
mulut dan dada. Letak serta arah dari luka itu sendiri tergantung dari keadaan korban,
kidal atau tidak.
Pada pembunuhan tidak ada tempat khusus untuk dijadikan sasaran tembaknya
luka tembak masuk yang terdapat pada bagian belakang menunjukkan kasus
pembunuhan. Pada kasus kecelakaan tidak ada ciri khusus, dalam hal ini pemeriksaan di
TKP serta informasi para saksi penting.
Bila didalam tubuh korban ditemukan anak peluru maka anak peluru tersebut
perlu dicatat dan dilaporkan dengan jelas perihal ukuran panjang, garis tengah/kaliber,
warna logam, jumlah dan arah galangan serta berat dari anak peluru dan cacat yang ada.
Pemberian tanda pada bagian dasar dan atau bagian hidung anak peluru harus dibuat,
hal mana untuk memudahkan untuk mengingat kembali dipersidangan dan untuk
menghindari kemungkinan tertukarnya barang bukti yang penting tersebut.
Apakah korban seorang kidal ?
93
Untuk dapat mengetahui apakah seorang korban itu kidal atau tidak dapat
dilakukan dengan pemeriksaan yang sederhana, pemeriksaan tersebut adalah sebagai
berikut :
Pertama-tama ditentukan titik-titik yang sama letaknya pada kedua lengan
korban, misalnya titik-titik tersebut letaknya 10 sentimeter dari siku. Kemudian dengan
alat pengukur atau jika tidak ada dapat dipakai benang, diukur lingkaran lengan atas kiri
dan kanan pada ketinggian sesuai dengan titik yang sudah ditentukan.
Jika ternyata lingkaran lengan kanan lebih besar dari lingkaran lengan kiri, ini
berarti korban sehari-hari lebih sering/lebih aktif menggunakan tangan kanannya. Bila
lingkaran pada lengan kiri lebih besar dari lingkaran lengan kanan, ini berarti korban
adalah seorang yang kidal.
Pada kasus dengan menggunakan alat penjerat
Pada penggantungan jika kasusnya bunuh diri, maka alat penjerat yang terdapat
pada leher berjalan dengan letak simpul pada sebelah atas, jumlah lilitan sekali atau
sering berulang kali, simpulnya simpul hidup, jejas jerat yang sebenarnya merupakan
luka lecet tekan berwarna merah coklat dengan perabaan seperti perkamen dan letaknya
sesuai dengan letak alat penjerat menekan leher, di sekitar jejas jerat dapat ditemukan
gelembung-gelembung dan pelebaran pembuluh darah yang merupakan tanda intra
vital.
Tanda-tanda asfiksia/mati lemas yaitu bintik-bintik pendarahan pada mata, muka
dapat dilihat. Jika korban lama dalam keadaan tergantung lebam mayat pada ujungujung anggota gerak akan tampak. Muka korban tampak sembab, lebih gelap, mata
dapat menonjol keluar demikian pula halnya dengan lidah.
Pada pembunuhan alat penjerat berjalan mendatar, biasanya satu lilitan dengan
simpul mati dan letak alat penjerat umumnya lebih kebawah, menjauhi rahang bawah
dan kelenjar gondok, pada daerah leher mungkin terdapat tanda-tanda bekas pencekikan
yang berbentuk luka lecet seperti bulan sabit atau luka memar, pada keadaan yang
demikian tulang lidah korban dapat patah.
Selain karena mati lemas/asfiksia, kematian pada kasus penjeratan dapat oleh
karena hal lain/mekanisme kematian lain, seperti reflek vagal yang menyebabkan
terhentinya denyut jantung, otak tidak mendapat oksigen cukup oleh karena jeratannya
sangat kuat menekan semua pembuluh darah yang menuju ke otak atau karena
terjadinya patah atau diskolasi ruas tulang leher yang berakibat putusnya sumsum
tulang belakang.
Penjeratan dengan tangan (manual strangulation)
Penjeratan dengan mempergunakan tangan sendiri adalah hal yang tidak
mungkin, oleh karena dengan adanya tekanan pada leher akan menyebabkan terjadinya
kehilangan kesadaran dan dengan sendirinya tekanan pada leher tersebut akan terhenti.
Dengan demikian penjeratan dengan tangan atau pencekikan selalu merupakan kasus
pembunuhan.
Kelainan yang didapatkan pada korban adalah adanya jejas kuku (luka lecet
tekan berbentuk garis lengkung), yang sering pula disertai dengan adanya memar di
daerah tersebut. Jika pencekikan dilakukan dengan mempergunakan satu tangan yaitu
tangan kanan maka jejas kuku ataupun memar akan tampak lebih banyak pada daerah
leher sebelah kiri (akibat tekanan dari empat jari), sedangkan pada sebelah kanan hanya
sedikit (akibat tekanan dari ibu jari).
Kelainan akan tampak lebih jelas dan luas khususnya pada orang-orang tua
dimana jaringan di daerah leher sudah sedemikian longgarnya. Pada pemeriksaan dalam
akan tampak adanya pendarahan pada jaringan dibawah kulit dan otot yang sesuai
dengan jejas kuku; patahnya tulang lidah, rawan gondok sering ditemukan pada kasus
pencekikan.
94
Faktor
Pembunuhan
Bunuh diri
Lokasi
Kondisi
Pakaian
Alat
Variabel
Tidak teratur
Variabel
Berasal dari si
pembunuh
Tersembunyi
Teratur
Rapih dan baik
Berasal dari alat yang
tersedia di tempat
Tidak ada
Variabel, bila
terkunci dikunci
dari luar
Ada (seringkali)
Terkunci dari dalam
Mati (biasanya)
Hanya sekali
Hidup
Sekali tapi sering
berulang kali
Serong keatas
Surat/catatan
peninggalan
Kamar
Alat penjerat
Simpul
Lilitan
Arah
Mendatar
Jarak
simpul
dengan tumpuan
Lebih dekat
Korban
Jejas jerat
Jejas berjalan
mendatar
Perlawanan
Luka-luka lain
Jarak
lantai
Ada (biasanya)
Ada (sering
didaerah leher)
dengan Jauh
Jauh
Jejas, merah coklat
seperti perkamen;
serong
Tidak ada
Tidak ada (biasanya)
Luka percobaan
Dekat, seringkali
masih menempel
95
biasanya menyiram korbannya, dengan demikian bercak luka bakar pada korban
sangat tidak beraturan.
Pada keracunan morfin kematian pada umumnya bersifat kecelakaan, oleh karena
korban tidak mengetahui dengan tepat berapa dosis morfin yang masuk kedalam
tubuhnya. Pembunuhan dengan menyuntik morfin dapat pula terjadi, yang biasanya
dilakukan oleh para pengedar morfin yang takut korban membuka cara operasi
pengedaran morfin.
3. Penyidikan pada kasus kematian karena terbenam
Kematian karena terbenam atau tenggelam adalah salah satu bentuk dari mati
lemas/asfiksia, dimana asfiksia tersebut dapat disebabkan karena korban terbenam
seluruhnya atau sebagian terbenam didalam benda cair.
Penyidikan pada kasus-kasus tersebut perlu dilakukan dengan baik. Penyidikan
ditujukan terutama untuk mendapat kejelasan apakah korban masih hidup sewaktu
terbenam ataukah sudah menjadi mayat sewaktu dibenamkan, juga untuk penentuan
apakah kasus terbenam itu kasus kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan.
Tanda-tanda pada pemeriksaan luar
- Tubuh korban tampak pucat, teraba dingin dimana proses penurunan suhu
mayat dalam hal ini kira-kira dua kali lebih cepat, dengan penurunan suhu
rata-rata 5F per jam dan biasanya suhu mayat akan sama dengan suhu
lingkungan salam waktu sekitar 5-6 jam.
- Lebam mayat berwarna merah terang seperti halnya pada kasus keracunan
gas CO, lebam mayat terdapat di daerah kepala, leher dan bagian depan
dada.
- Dari lubang dan mulut keluar busa halus berwarna putih, ini merupakan
petunjuk bahwa korban memang mati terbenam atau mati karena asfiksia
pada umumnya. Busa tersebut lama-lama akan berwarna kemerahan dan
bila dihilangkan busa tersebut akan keluar lagi khususnya bila dada korban
ditekan.
- Mata tampak kongestif dan terdapat bintik-bintik perdarahan.
- Pada tangan korban dapat ditemukan sedang menggenggam benda-benda
pasir, dahan atau rumput (ingat cadaveric spasm), bila keadaan ini
didapatkan pada kasus hal tersebut merupakan petunjuk kuat bahwa
kematian korban karena terbenam atau menunjukkan intravitalitas.
Tanda-tanda pada pemeriksaan dalam/bedah mayat
- Busa halus dan benda-benda yang terdapat didalam air (pasir, tumbuhan
dsb) akan dapat ditemukan dalam saluran pernafasan/batang tenggorok dan
cabang-cabangnya. Diatomae yaitu ganggang bersel satu dapat ditemukan
dalam paru-paru dan organ tubuh lainnya.
- Pada terbenam di air tawar (fres water drowning), paru-paru sangat
mengembang, pucat, berat dan bila ditekan akan mencekung, keadaan
mana dikenal dengan nama emphysema aquasum, teraba krepitasi dan
paru-paru tersebut akan tetap bentuknya bila dikeluarkan dari rongga dada,
dan pada pengirisan setiap potongan akan mempertahankan bentuknya,
pada pemijitan keluar sedikit busa dan sedikit cairan.
- Pada kasus yang terbenam dalam air seni (salt waterdrowning), paru-paru
berat, penuh berisi air, perabaan memberi kesan seperti meraba jelly dan
bila dikeluarkan dari rongga dada bentuknya tidak akan bertahan
sedangkan pada pengirisan tampak banyak cairan yang keluar.
Jika pada pemeriksaan ditemukan keadaan yang berbeda dengan keadaan
di atas hal ini masih mungkin, dimana kematian bukan karena mati lemas akan
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
96
tetapi oleh karena hal-hal lain; misalnya karena hiperventilasi (pada perenang
yang pandai oleh karena terlalu di forsir sebelum berenang, hal ini akan
menyebabkan korban akan kehilangan kesadaran akibat kekurangan oksigen
sebelum timbul impuls untuk bernafas. Reflek juga dapat menyebabkan
kematian pada kasus terbenam, perangsangan pada reseptor dalam paru-paru
akan menimbulkan spasme/kekejangan pada pangkal tenggorok dan
terhentinya pernafasan. Inhibili atau penghambatan jantung oleh karena
stimulasi vagal juga dapat menyebabkan kematian, didalam hal ini masuknya
air secara tiba-tiba kedalam pangkal hidung dan pangkal tenggorok (naso
faring dan laring).
- Dalam lambung dan organ-organ dalam tubuh serta sumsum tulang dapat
ditemukan pula benda-benda asing yang berasal dari dalam air, seperti
Lumpur, tumbuhan dan secara mikroskopis dapat dilihat adanya ganggang.
Pada setiap kasus terbenam bedah mayat perlu dilakukan terutama bila
penyidik mempunyai dugaan adanya unsur kriminal pada kasus yang
bersangkutan.
Diagnosa kasus kematian karena terendam dapat ditegakkan terutama
bila ada tanda-tanda yang menunjang diagnosa tersebut, yaitu: tangan
menggenggam erat sesuatu benda, adanya busa halus dalam saluran
pernapasan/pipa udara, adanya air (dengan isinya bila ada) dalam lambung,
gambaran paru-paru yang khas serta ditemukannya diatomae didalam alat-alat
dalam tubuh dan sumsum tulang.
4. Penyidikan pada kasus penembakan
Dalam menghadapi kasus penembakan khususnya yang berakibat fatal,
penyidikan harus dapat memperoleh kejelasan dari permasalahan sebagai berikut :
- Apakah luka yang diperiksa memang benar luka tembak,
- Apakah luka tembak tersebut luka tembak masuk atau luka tembak keluar,
- Termasuk jenis apa senjata yang menyebabkan luka,
- Pada jarak berapa penembakan dilakukan,
- Dari arah mana penembakan dilakukan,
- Bagaimana posisi korban dan posisi penembak,
- Apakah penembakan tersebut yang menyebabkan kematian, dan
- Berapa kali korban terkena tembakan
Untuk dapat memperoleh kejelasan tersebut perlu diketahui :
Luka masuk, sebab akibat yang ditimbulkan.
a. Akibat api (flame effect) : Luka bakar, dimana kulit yang terbakar tampak
kering, hangus dan kaku pada perabaan.
b. Akibat asap (smoke effect) : Jelaga, dimana kelim jelaga akan tampak
sebagai suatu lapisan berwarna kelabu kehitaman disekitar lubang luka
mudah dihilangkan dengan cara dihapus.
c. Akibat butir-butir mesiu (gun powder effect): tatto/stippling, dimana
kelim tatto akan tampak sebagai bintik-bintik hitam yang bercampur
dengan luka lecet dan pendarahan, dan tidak dapat dihilangkan bila
dihapus oleh karena butir-butir mesiu tersebut masuk kedalam kulit.
d. Akibat anak peluru (bullet effect): luka terbuka yang dikelilingi oleh
kelim lecet; dan bila senjata yang dipakai itu sering dibersihkan maka pada
dinding luka dan kelim lecet akan didapatkan pula kelim kesat/kelim
lemak.
e. Akibat partikel logam (metal effect): fouling, yang tampak sebagai
luka-luka lecet atau luka-luka robek kecil-kecil disekitar lubang luka; hal
ini disebabkan oleh partikel-partikel logam yang terbentuk akibat goresan
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
97
antara anak peluru dengan laras yang beralur, partikel logam tersebut dapat
masuk kedalam kulit atau menempel pada pakaian.
f. Akibat moncong senjata (muzzle effect): Jejas laras, hal ini dapat terjadi
pada kasus luka tembak temple dan tampak sebagai suatu luka lecet tekan
atau memar yang bentuknya sesuai dengan moncong senjata.
g. Kelainan pada tulang, yang akan tampak jelas pada tulang yang
berbentuk pipih misalnya tengkorak, dimana kerusakan pada permukaan
tulang bagian luar (tabula externa) akan lebih kecil bila dibandingkan
dengan kerusakan pada bagian dalam (tabula interna), ini akan
memberikan gambaran lubang yang berbentuk corong. Pada luka tembak
keluar terjadi keadaan yang sebaliknya.
Luka tembak keluar, dimana dapat memberikan informasi dalam beberapa hal,
yaitu:
- Arah tembakan,
- Sikap dari korban pada saat penembakan, dan
- Jumlah peluru yang masih terdapat pada tubuh korban.
Pada umumnya luka tembak masuk dan luka tembak keluar tidak mempunyai
kelim lecet. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam terjadinya perbedaan
besarnya luka tembak keluar tersebut antara lain ;
- Velocity (kecepatan) dari anak peluru sewaktu keluar,
- Luasnya permukaan anak peluru pada tempat keluar,
- Yawing & tumbling of the bullet (pergerakan anak peluru yang tidak
beraturan dalam tubuh dan pergerakan berputar menurut poros memanjang
(end to end))
- Ada tidaknya fragmen-fragmen tulang yang ikut keluar,
- Ada tidaknya tulang dibawah kulit tempat luka tembak keluar, dan
- Ada tidaknya benda yang menekan kulit pada tempat keluarnya anak
peluru.
Luka tembak masuk akibat senjata api yang tidak beralur (Entrance Shotgun
Wound); akan tampak kelainan yang disebabkan oleh komponen-komponen
yang keluar sewaktu penembakan, yaitu : mesiu, api, asap, pellet dan sumbat
peluru (wad).
Luka tembak keluar akibat senjata api yang tidak beralur dapat membantu didalam
menentukan arah tembakan dan sikap korban sewaktu penembakan, yang pada
umumnya akan memberikan gambaran yang variabel akan tetapi pada
umumnya lukanya berbentuk bundar atau oval dengan tepi yang terangkat
keluar (everted margins).
Pemeriksaan mikroskopis dari luka tembak masuk.
Pemeriksaan ini diperlukan pada kasus-kasus yang meragukan, kelainan yang
didapatkan pada dasarnya merupakan akibat dari trauma mekanis dan thermis.
Kompresi dari epithel, elongasi, distorsi dan tampaknya perdarahan serta butirbutir mesiu, nekrosis koagulatip dan sembabnya epithel dan vakuolisasi sel-sel
basal, demikian pula menjadi piknotiknya inti sel dan pada pewarnaan dengan
H.E> akan lebih banyak mengambil warna biru (basophilic staining), adalah
merupakan kelainan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan mikroskopis.
Pemeriksaan kimiawi dari luka tembak masuk
Prinsipnya adalah dapat dideteksinya unsur-unsur yang terdapat dalam mesiu,
misalnya: pada smokeless goundpowder dapat dideteksi nitrit dan cellulosa
nitrate; sedangkan pada black powder black gunpowder yang dapat dideteksi
adalah karbon, nitrit, sulfid, sulfat, karbonat, tiosianat dan tiosulfat; sedangkan
pada senjata yang lebih modern timah hitam, antimon dan merkuri.
Pemeriksaan secara radiologis
Romans Ed. 31th by : XXII D & XXIII H
98
Pemeriksaan dengan sinar-X ini dapat banyak membantu didalam hal mencari
anak peluru dan partikel logam dalam tubuh korban, menentukan apakah
korban merupakan korban penembakan dengan senjata api yang tidak beralur
dan pada kasus khusus, yaitu dimana jumlah anak peluru lebih banyak dari
jumlah luka tembak pada penembakan dengan senjata api yang beralur
(tandem bullet injury).
Internal ricochet
Internal ricochet dapat terjadi bila kekuatan anak peluru tidak cukup untuk
dapat menembus dari jaringan tubuh, misalnya pada kasus dimana anak peluru
mengenai kepala. Dengan demikian dapat terjadi variasi dari perjalanan anak
peluru didalam kepala yang perlu diketahui, yaitu : Single- ricochet, doublericochet, inner tangential at contralateral side, inner tangential at contra lateral
side and ricochet dan inner tangential at entrance side.
5. Penyidikan pada kasus kematian karena terbakar
Didalam melakukan pemeriksaan korban yang terbakar, dokter harus dapat
memberikan kejelasan kepada penyidik dalam hal:
- Apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu kebakaran itu mulai terjadi?
- Penyebab kematian.
- Identitas korban.
- Perlukaan yang diakibatkan secara langsung oleh api.
- Adanya racun, obat-obatan dan alkohol didalam tubuh korban.
- Cara kematian, kecelakaan atau pembunuhan.
Untuk dapat menentukan apakah korban dalam keadaan hidup atau mati sewaktu
kebakaran itu mulai terjadi mutlak harus dilakukan pembedahan mayat dan
pemeriksaan toksikologis.
Pada korban yang masih hidup sewaktu kebakaran itu mulai berlangsung, pada
pembedahan mayat akan ditemukan adanya pengumpulan dari jelaga didalam
saluran pernafasan serta adanya pembengkakan pada daerah tersebut
khususnya katup pangkal tenggorok (epiglotis), serta pita suara dan daerah
sekitarnya.
Pada pemeriksaan toksikologis akan dapat diketahui bahwa didalam darah
korban mengandung gas karbon-monoksida (CO), dalam bentuk COHb
dengan saturasi diatas 10%.
Bila didalam peristiwa kebakaran itu banyak terbentuk asap yang mengandung
gas CO, maka kematian dapat disebabkan karena keracunan gas tersebut; dan
ini dapat diketahui antara lain dari lebam mayat yang berwarna merah bata
(cherry red), serta alat-alat dalam tubuh yang juga berwarna merah bata,
warna tersebut disebabkan oleh karboksihemoglobin (COHb).
Pada tubuh korban juga dapat ditemukan gelembung-gelembung (skin
blisters), dimana gelembung pada orang yang mati terbakar akan tampak
kemerahan pada dasarnya, cairannya banyak mengandung protein dan pada
pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya reaksi vital, yaitu sel-sel
radang; dimana semua keadaan tadi tidak akan dijumpai pada orang yang
sudah mati pada saat kebakaran itu mulai berlangsung.
Penyebab kematian pada kasus kebakaran dapat dikarenakan oleh pelbagai hal,
diantaranya :
- Panas yang tinggi sekali yang dapat berakhir dengan serangan jantung
yang fatal.
99
Keracunan gas CO, dimana dalam darah korban akan didapatkan saturasi
COHb diatas 60%.
- Shock sebagai akibat dari luka-luka yang diderita serta akibat uap gas yang
panas.
- Luka-luka yang fatal akibat tertimpa dinding atau atap yang roboh.
- Pembengkakan paru-paru (pulmonary edema), akibat panas yang
mengiritasi paru-paru.
- Pembengkakan saluran pernafasan bagian atas yang mengakibatkan
obstruksi saluran pernafasan sehingga korban tidak dapat bernafas.
Penentuan identitas pada kasus yang mati terbakar amat penting, khususnya bila
kasus yang dihadapi merupakan kasus pembunuhan. Bila tubuh korban
terbakar dengan sempurna maka penentuan identitas tidak mungkin. Akan
tetapi pada kebanyakan kasus pembakaran tersebut tidak sempurna, didalam
kasus seperti ini maka penentuan identitas dapat dilakukan, terutama
penentuan identitas dari gigi, perhiasan logam dan kelainan didalam tubuh
korban seperti adanya tumor pada rahim, adanya pen besi penyambung tulang,
sebagian pakaian dan lain sebagainya yang sukar hancur bila dibakar.
Pada tubuh yang terbakar (mayat atau orang hidup), kulit akan dapat pecah
berbentuk celah hingga dapat disangka sebagai akibat dari benda tajam,
demikian pula dengan pecahnya tulang-tulang yang kesemuanya itu dapat
diketahui dan dibedakan dengan luka-luka atau kelainan yang didapat sewaktu
korban masih hidup, diantaranya dengan ada tidaknya perdarahan serta reaksi
intra vital lainnya.
Pemeriksaan toksikologis pada korban harus dilakukan dalam hubungannya untuk
mencari kejelasan dan pengarahan penyidikan.
Para pecandu alkohol, narkotika obat tidur serta obat bius lainnya oleh karena
kesadarannya terganggu seringkali mati terbakar oleh karena mereka lupa
mematikan rokok, kompor, lampu dan lain sebagainya. Jika dari hasil
penyidikan dapat diketahui bahwa mereka itu memang para pecandu dan
menyalah gunakan obat (drug abuser), maka kematian korban bersifat
kecelakaan; akan tetapi bila penyidikan tersebut tidak memberi hasil seperti
tersebut diatas maka kemungkinan kasus pembunuhan haruslah dipikirkan.
Pada umumnya kematian karena terbakar bersifat kecelakaan, akan tetapi bila pada
pemeriksaan mayat dan dari hasil penyidikan didapatkan keadaan-keadaan
yang menentangkan kecurigaan seperti yang telah disinggung pada 5.1.; 5.2.;
5.3.; 5.4.; dan 5.5., maka pembunuhan sebagai perbuatan orang lain haruslah
dijadikan pedoman utama didalam penyidikan sampai didapat hasil yang baik.
6. Anggapan yang tidak tepat dalam penyidikan kasus pembunuhan
Dalam zaman yang sudah maju dan modern seperti sekarang masih tetap hidup
dikalangan masyarakat termasuk dalam kalangan penyidik sendiri anggapan-anggapan
yang keliru dan tidak tepat mengenai kasus pembunuhan. Anggapan-anggapan tersebut
terdapat di negara-negara yang sudah maju. Berikut ini tertera beberapa anggapan yang
perlu mendapatkan perhatian khusus, yaitu :
Pembunuhan akan selalu dapat segera diketahui.
Si-pembunuh akan selalu kembali ke tempat dimana kejahatan itu dilakukan.
Arah mata dari korban atau posisi lengan korban merupakan petunjuk ke arah mana
si-pembunuh melarikan diri.
Ekspresi wajah korban, terkejut atau ketakutan akan selalu menetap tidak berubah.
Tubuh yang telah tidak bernyawa tidak dapat memberikan keterangan apa-apa.
Rambut dan kuku akan terus tumbuh walaupun korban telah tewas.
100
101
BAB VII
TANATOLOGI
VII.1.PENGERTIAN
o Thanatos
: yang berhubungan dengan kematian
o Logos
: ilmu
Adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan
yang terjadi setelah kematian serta faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Dalam arti lain berarti ilmu yang mempelajari tentang mati dan diagnostik mati dan
perubahan postmortem dan faktor-faktor yang mempengaruhi serta kegunaan apa saja.
Dalam arti luas kadang-kadang juga mengenai ilmu yang mempelajari problem-problem
medis dan psikologis yang berhubungan dengan persoalan kematian penderita dan
keluarga yang ditinggalkan.
VII.2. FUNGSI TANATOLOGI :
o Menegakkan diagnosis mati
o Memperkirakan saat kematian
o Untuk menentukan proses cara kematian
o Untuk mengetahui sebab kematian
102
103