Contoh Sap

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

SATUAN ACUAN PENDIDIKAN KESEHATAN (SAP)

Topik

: Pend. kesehatan tentang perawatan klien dengan halusinasi

Waktu

: 30 menit

Peserta

: Keluarga Tn. R

Tempat

: Rumah Tn. R Kp. Cikreteg, RT 002/ RW 004, Kel. Ciderum Kec.


Caringin Kota Bogor

Nama Mahasiswa

: Ratna Zakia H

I. Tujuan
a. Tujuan Umum :
Setelah menerima pendidikan kesehatan selama 1 X 30 menit keluarga Tn.R akan
mampu memahami tentang pemberian aktifitas kepada pasien halusinasi
b. Tujuan Khusus :
Setelah mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan diharapkan keluarga Tn. R dapat
mengetahui dan memahami tentang :
a) Pengertian Halusinasi
b) Tanda dan Gejala Halusinasi
c) Tahapan Halusinasi
d) Cara Menghentikan Halusinasi
e) Cara Merawat Pasien Halusinasi
II. Materi :
a.

Pengertian Halusinasi

b.

Jenis-jenis Halusinasi

c.

Tanda dan Gejala halusinasi

d.

Cara Merawat Pasien Halusinasi

e.

Pemberian aktivitas kepada pasien Halusinasi

III. Metode
a. Ceramah
b. Tanya jawab / diskusi

IV. Media :
Leaflet
V.

Strategi Pendidikan Kesehatan

No Waktu
1. 5 menit

20 menit

Kegiatan role play model


Pembukaan :
Memberikan salam
Menjelaskan tujuan pembelajaran

Kegiatan peserta
1.
Menjawab salam
2.
mendengarkan dan
memperhatikan

Menyebutkan materi atau pokok bahasan yang


di sampaikan
Pelaksanaan materi
Pelaksanaan materi penyuluhan secara berurutan
dan terartur
Materi
A. Pengertian halusinasi
B.

Jenis jenis halusinasi

C.

Tanda & gejala halusinasi

D.

Cara mengontrol halusinasi

E.

Menyimak dan
memperhatikan

Hal hal yang harus diperhatikan


keluarga

untuk

mencegah

klien

halusinasi

3.

10 menit

Evaluasi :
1.
menyimpulkan isi penyuluhan
2.
menyampaikan secara singkat materi
penyuluhan
3.
memberi kesempatan kepada audience
untuk bertanya
4.
memberikan kesempatan kepada
udience untuk menjawab pertanyaan

Bertanya dan menjawab


pertanyaan

yang dilontarkan
4.

6.

5 menit

Penutup
1. menyimpulkan materi yang telah
disampaikan
2. menyampaikan terima kasih tas waktu
yang telah diberikan oleh peserta
3. mengucapkan salam

Evaluasi
1)

Coba jelaskan kembali pengertian dari halusinasi?

2)

Apa sajakan jenis-jenis halusinasi?

3)

Sebutkan tanda dan gejala dari Halusinasi?

4)

Bagaimana cara merawat pasien halusinasi?

5)

Bagaimana pemberian aktivitas kepada pasien?

Menjawab salam

TINJAUAN PUSTAKA

A.

B.

C.

Pengertian
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2007). Menurut Keliat, dkk (2011)
halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penyerapan panca
indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami seperti suatu
persepsi melalui pancaindera tanpa stimulus eksternal, persepsi palsu. Halusinasi
adalah perubahan persepsi sensori: keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam jumlah, pola atau
interpretasi stimulus yang datang (Carpenito, 2000).
Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada klien
dengan gangguan jiwa, halusinasi sering diidentifikasikan dengan skizofrenia. Dari
seluruh klien skizofrenia 70% diantaranya mengalami halusinasi.
Dari beberapa pengertian halusinasi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
halusinasi adalah suatu persepsi klien terhadap stimulus dari luar tanpa dari obyek
yang nyata. Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
suatu obyek yang sebenarnya tidak terjadi.
Proses Terjadinya Masalah
Rangsangan primer dari halusinasi adalah kebutuhan perlindungan diri secara
psikologik terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, rasa sepi,
marah, rasa takut ditinggalkan oleh orang yang dicintai, tidak dapat mengendalikan
dorongan ego, pikiran, dan perasaannya. Klien dengan halusinasi cenderung menarik
diri, sering didapatkan duduk melamun dengan pandangan mata pada satu arah
tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang
orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti menikmati sesuatu. Keterangan dari
klien sendiri mengenai halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau
dirasakan).
Penyebab halusinasi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
1) Faktor Predisposisi
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon
neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh:
a) Lesi pada daerah frontal, temporal, dan limbik berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.

c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan


terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
teori psikodinamika menggambarkan bahwa halusinasi terjadi karena adanya
isi alam tidak sadar yang masuk alam sadar sebagai suara respon terhadap
konflik psikologis dan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Keluarga dan
lingkungan klien juga sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam kehidupan
klien.
c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam), dan
kehidupan yang terisolasi disertai stres.
2) Faktor Prespitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya
hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi sosial, perasaan tidak berguna,
putus asa, dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stresor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stres Lingkungan
Toleransi terhadap terhadap stresor lingkungan menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stresor.
d. Pemicu gejala: respon neurobiologi yang maladaptif berhubungan dengan
kesehatan (gizi buruk, infeksi) lingkungan rasa bermusuhan, gangguan dalam
hubungan interpersonal, sikap dan perilaku.
C.

Tanda dan Jenis Halusinasi


Halusinasi menurut Keliat (2011), dibedakan menjadi:
1. Halusinasi penglihatan (visual) 20%
Tak berbentuk (sinar, kilapan atau pola cahaya) atau yang berbentuk (orang,
binatang, barang yang dikenal) baik itu yang berwarna atau tidak. Tanda yang

D.

didapatkan adalah berikut: Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu, ketakutan pada


objek yang tidak jelas, melihat bayangan sinar, bentuk geometris, bentuk kartun,
melihat hantu atau monster. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
2. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70%
Suara manusia, hewan, binatang, mesin, barang, atau musik. Tanda yang
didapatkan adalah berikut: bicara atau tertawa sendiri tanpa lawan bicara, marahmarah tanpa sebab, mencodongkan telinga ke arah tertentu, menutup telinga,
mengatakan mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar suara-suara yang
mengajak bercakap-cakap, mendengar suara yang menyuruh melakukan sesuatu
yang berbahaya.
3. Halusinasi Penciuman (olfaktorius)
Mencium sesuatu atau bau-bauan. Tanda yang mungkin ada: menghidu seperti
sedang mebaui bau-bauan tertentu, kadang bau tersebut menyenangkan kadang
tercium bau harum.
4. Halusinasi pengecap (gustatorik)
Merasa/ mengecap sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikan. Tanda yang
muncul: sering meludah, muntah, merasakan rasa seperti darah, urine, atau feses.
5. Halusinasi peraba (taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup,disinari atau seperti ada ulat bergerak di bawah
kulitnya. Tanda yang muncul: menggaruk-garuk permukaan kulit, mengatakan
ada serangga di permukaan kulit, merasa seperti tersengat listrik.
Rentang respon halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005). Ini merupakan persepsi
maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca
indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut
tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu
hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang
dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,
rentang respon tersebut sebagai berikut:
Adaptif

Respon Adaptif
- Respon Logis
- Persepsi akurat
- Perilaku sesuai
- Emosi sosial

Maladaptif
Distorsi pikiran
- Distorsi pikiran
- Perilaku
aneh/tidak sesuai
- Menarik diri
- Emosi berlebihan

Gejala pikiran
- Delusi halusinasi
- Perilaku
tidak
terorganisir
- Sulit
berespon
dengan pengalaman

Gambar 1. Rentang Respon Neurobiologi (Stuart&Laraia, 2005)

E.

Fase Halusinasi
Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart, 2007):
1) Fase I (Comforting): Halusinasi merupakan suatu kesenangan dan
memberi rasa nyaman. Pada fase ini klien mengalami ansietas sedang,
kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan. Mencoba berfokus pada pikiran
yang dapat menghilangkan ansietas. Pikiran masih ada dalam kontrol
kesadaran (jika kecemasan dikontrol).
Perilaku pasien yang muncul: Tersenyum, tertawa sendiri, menggerakkan
bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat,
diam dan berkonsentrasi pada halusinasi.
2) Fase II (Condemning): Secara umum halusinasi menyebabkan rasa
antipati, menyalahkan, dan tingkat kecemasan berat. Pada fase ini klien
mengalami pengalaman sensori menakutkan, mulai merasa kehilangan
kontrol, merasa dilecehkan oleh pengalaman sensori tersebut, menarik diri
dari orang lain.
Perilaku klien: Peningkatan SSO, tanda-tanda ansietas, peningkatan denyut
jantung, pernafasan dan tekanan darah, rentang perhatian menyempit,
konsentrasi dengan pengalaman sensori, kehilangan kemampuan
membedakan halusinasi dan realita.
3) Fase III (Controling): Pengalaman sensori tidak dapat ditolak lagi,
mengontrol tingkat kecemasan berat. Karakteritik: Pasien menyerah dan
menerima pengalaman sensorinya, isi halusinasi menjadi antraktif,
kesepian bila sensori berakhir. Perilaku : Perintah halusinasi ditaati, sulit
berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik/
menit, gejala sisa ansietas berat, berkeringat, tremor, tidak mampu
mengikuti perintah
4) Fase IV (consquering): Halusinasi menguasai, tingkat kecemasan panik
dan dipengaruhi oleh waham. Karakteristik: Pengalaman sensori menjadi
ancaman, halusinasi dapat berlangsung selama beberapa jam atau hari (jika
tidak diintervensi). Perilaku : Perilaku panik, Potensial tinggi untuk bunuh
diri atau membunuh, terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau
ketakutan, Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks,
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

Perilaku Halusinasi
Menurut Rawlins dan Heacokck ( dalam Yosep 2010) , perilaku halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi sebagai berikut:
a.

Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan yang
luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol
dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama. Tanda gejala yang ditimbulkan
yaitu muka merah, kadang pucat, ekspresi dengan perubahan wajah tegang, TD

F.

meningkat, nafas tersengah-sengah, nadi cepat, timbul gangguan kebutuhan


nutrisi.
b. Dimensi Emosi
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa
perintah memaksa dan menankutkan. Tanda gejala yang dapat dilihat ketakutan
dengan rasa tegang dan rasa tidak aman, tidak berdaya, menyalahkan diri sendiri
atau orang lain sikap curiga dan saling bermusuhan, marah, jengkel, dendam dan
sakit hati
c. Dimensi Sosial
Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien
menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olahia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan kontrol oleh individu
tersebut, sehingga jika dioerintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang
lain individu cenderung untuk itu. Tanda gejala yang timbul isolasi sosial,
menghindar dari orang lain, berbicara / komunikasi verbal tergangu, bicara
inkoheren dan tidak masuk akal, merusak diri sendiri atau orang lain
d. Dimensi Intelektual
Bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Tanda gejala tidak dapat membedakan nyata dan tidak nyata, sulit
membuat keputusan, tidak mampu berfikir abstrak dan daya ingat menurun
e. Dimensi Spiritual
Secara spritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup , rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupaya secara spritual untuk
menyucikan diri. Saat terbangun merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya.
Individu sering memkai takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki,
menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien skizofrenia adalah dengan pemberian obat-obatan dan
tindakan lain, yaitu:
1) Psikofarmakologis
Obat-obatan yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang
merupakan gejala psikosis pada pasien skizofrenia adalah obat-obatan antipsikosis. Adapun kelompok obat-obatan umum yang digunakan adalah:
KELAS KIMIA

NAMA GENERIK
(DAGANG)

DOSIS HARIAN

Fenotiazin

Tioksanten
Butirofenon
Dibenzondiazepin
Dibenzokasazepin
Dihidroindolon

Asetofenazin (Tidal)
Klopromazin
(Thorazine)
Flufenazine (Prolixine,
Permiti) Mesoridazin
(Serentil) Perfenazin
(Trilafon)
Proklorperazin
(Compazine)
Promazin (Sparine)
Tiodazin (Mellaril)
Trifluoperazin
(Stelazine)
Trifluopromazine
(Vesprin)
Kloprotiksen (Tarctan)
Tiotiksen (Navane)
Haloperidol (Haldol)
Klozapin (Clorazil)
Loksapin (Loxitane)
Molindone (Moban)

60-120 mg 30-800 mg
1-40 mg 30-400 mg
12-64 mg 15-150 mg
40-1200 mg 150-800
mg 2-40 mg 60-150
mg

75-600 mg 8-30 mg
1-100 mg
300-900 mg
20-150 mg
15-225 mg

2) Terapi kejang listrik atau Elektro Compulcive Terapi (ECT)


3) Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Terapi aktivitas kelompok menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial.Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal.Therapi kelompok bagi skizofrenia
biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan
yang nyata. (Kaplan dan Sadock,1998).
Terapi aktivitas kelompok dibagi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi
kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas
kelompok stimulasi realita dan terapi aktivitas kelompok sosialisasi
(Keliat,2005,). Dari empat jenis terapi aktivitas kelompok diatas yang paling
relevan dilakukan pada individu dengan gangguan halusinasi adalah terapi
aktivitas kelompok stimulasi persepsi. Terapi aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi adalah terapi yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan
terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok,
hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah.(Keliat,2005)

G.

Pohon Masalah Halusinasi


Resiko Perilaku Kekerasan
Gangguan Sensori Persepsi:
Halusinasi
Isolasi Sosial

H.

I.

J.

Akibat Halusinasi
Dampak dari gangguan sensori persepsi: Halusinasi ( Stuart and Laraia, 2005):
a. Risiko perilaku kekerasan
Hal ini terjadi bahwa klien dengan halusinasinya cenderung untuk marah-marah
dan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
b. Isolasi sosial
Hal ini terjadi karena prilaku klien yang sering marah-marah dan risiko perilaku
kekerasan maka lingkungan akan menjauh dan mengisolasi.
c. Harga diri rendah
Hal ini terjadi karena klien menjauhi dan mengisolasi dari lingkungan klien
beranggapan dirinya merasa tidak berguna dan tidak mampu.
d. Defisit perawatan diri : kebersihan diri
Hal ini terjadi karena klien merasa tidak berguna dan tidak mampu sehingga klien
mengalami penurunan motivasi dalam hal kebersihan dirinya.
Masalah Keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien halusinasi :
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi
3. Isolasi sosial
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
- Mengkaji Jenis Halusinasi
Ada beberapa jenis halusinasi pada pasien gangguan jiwa. Kira-kira 70%
halusinasi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa adalah halusinasi dengar
atau suara, 20% halusinasi penglihatan, dan 10% halusinasi penghidu,
pengecap, perabaan, senestik, dan kinestik. Mengkaji halusinasi dapat
dilakukan dengan mengevaluasi perilaku pasien dan menanyakan secara
verbal apa yang sedang dialami oleh pasien.
-

Mengkaji Isi Halusinasi


Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, berkata
apabila halusinasi yang dialami adalah halusinasi dengar. Atau apa bentuk
bayangan yang dilihat oleh pasien, bila jenis halusinasinya adalah halusinasi
penglihatan, bau apa yang tercium untuk halusinasi penghidu, rasa apa yang

dikecap untuk halusinasi pengecapan, atau merasakan apa dipermukaan tubuh


bila halusinasi perabaan.
Mengkaji Waktu, Frekuensi, dan Situasi Munculnya Halusinasi
Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi, dan situasi munculnya
halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini dilakukan untuk menentukan
intervensi khusus pada waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan munculnya halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat
direncanakan frekuensi tindakan untuk pencegahan terjadinya halusinasi.
Informasi ini penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan
menentukan jika pasien perlu diperhatikan saat mengalami halusinasi. Ini
dapat dikaji dengan menanyakan kepada pasien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu. Bila mungkin pasien diminta
menjelaskan kapan persisnya waktu terjadi halusinasi tersebut.
Mengkaji Respon Terhadap Halusinasi
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien dapat
dikaji dengan menanyakan apa yang dilakukan oleh pasien saat mengalami
pengalaman halusinasi. Apakah pasien masih dapat mengontrol stimulus
halusinasi atau sudah tidak berdaya lagi terhadap halusinasi.

2. Asuhan Keperawatan
Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:
- Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
- Pasien dapat mengontrol halusinasinya
- Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal.
Tindakan Keperawatan:
a) Membantu pasien mengenal halusinasi. Dapat dilakukan dengan cara
berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang didengar / dilihat),
waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasi muncul, dan respon pasien saat halusinasi muncul.
b) Melatih pasien untuk mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien agar
mampu mengontrol halusinasi dapat dilatih empat cara, empat cara tersebut
meliputi:
1) Menghardik halusinasi
Tahapan tindakan meliputi: menjelaskan cara menghardik halusinasi,
memperagakan cara menghardik, meminta pasien memperagakan ulang,
dan memantau penerapan cara menghardik, menguatkan perilaku pasien.
2) Bercakap-cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Tahapan tindakan meliputi: menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi halusinasi, mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan
oleh pasien, melatih pasien untuk melakukan aktivitas, menyusun jadwal
aktivitas sehari-hari dengan aktivitas yang telah dilatih, dan memantau

pelaksanaan jadwal kegiatan dan memberikan penguatan terhadap perilaku


pasien yang positif.
4) Menggunakan obat secara teratur
Tindakan keperawatan agar pasien patuh menggunakan obat: jelaskan
kegunaan obat, jelaskan akibat putus obat, jelaskan cara mendapatkan
obat, dan jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis)
c) Rencana Keperawatan
Perencanaan menurut NANDA ( 2006 ), mulai dari diagnosa keperawatan,
tujuan jangka panjang, tujuan jangka pendek, kriteria hasil dan tindakan,
antara lain :
Diagnosa keperawatan : Gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran
Tujuan : Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami.
TUK 1 : Setelah dilakukan interaksi x, klien mampu membina hubungan
saling percaya.
Kriteria hasil : Menunjukan pemahaman verbal, tertulis atau sinyal respon,
Menunjukan gerakan ekspresi wajah yang rileks, Menunjukan kontak mata,
mau berjabat tangan, mau menjawab salam, menyebutkan nama, mau duduk
berdampingan atau berhadapan.
Rencana tindakan :
1) Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik:
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
- Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
- Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
- Buat kontrak yang jelas
- Tunjukan sikap jujur dan menempati janji setiap kali interaksi
- Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
- Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
- Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
- Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien.
TUK 2 : Setelah dilakukan interaksi selama x , klien mampu mengenal
halusinasi pendengaran
Kriteria hasil: Klien mampu menyebutkan waktu, isi, frekuensi munculnya
halusinasi, Klien mampu menyebutkan prilaku yang biasa dilakukan saat
halusinasi muncul, Klien mampu menyebutkan akibat dari prilaku yang
biasa dilakukan saat halusinasi terjadi.
Rencana tindakan :
1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
2) Observasi tingkah laku yang berhubungan dengan halusinasi
3) Bantu klien mengenal halusinasi :
- Tanyakan apakah klien mengalami halusinasi

- Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya


- Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun
perawat sendiri tidak mengalaminya
- Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama.
- Katakan bahwa perawat akan membantu.
4) Jika klien tidak sedang berhalusinasi, klarifikasi tentang adanya
pengalaman halusinasi. Diskusikan dengan klien: isi, waktu, frekuensi
terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam, sering atau kadangkadang. Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak
menimbulkan halusinasi)
TUK 3 : Setelah di lakukan interaksi selama .x, Klien mampu
mengontrol halusinasi pendengaran.
Kriteria Hasil : Klien dapat menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi,
Klien dapat memilih dan melaksanakan cara baru mengendalikan
halusinasi, Klien melaksanakan cara yang dipilih untuk mengendalikan
halusinasi.
Rencana Tindakan :
1) Diskusikan bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika
terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
2) Diskusikan cara yang digunakan klien
- Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian
- Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara
tersebut.
3) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi.
4) Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk
mencobanya.
5) Beri kesempatan untuk melakukan apa yang dipilih dan dilatih.
6) Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih, jika berhasil beri
pujian.
7) Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita,
stimulasi persepsi.
TUK 4 : Setelah di lakukan interaksi selama ..x dengan keluarga klien
dapat dukungan dalam mengendalikan halusinasi pendengaran dan
perabaan.
Kriteria Hasil : Keluarga dapat mambina hubungan saling percaya dengan
perawat, Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda, dan tindakan
untuk mengatasi halusinsi.
Rencana Tindakan :
1) Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu,tempat, dan
topic )

2) Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/


kunjungan ramah)
- Pengertian, tanda gejala, proses terjadinya, cara yang dapat
dilakukan klien dan keluarga untuk menmutus, obat-obatan, cara
anggota keluarga mencegah halusinasi.
- Beri informasi waktu kontrol ke Rumah Sakit dan bagaimana cara
mencari bantuan jika halusinasi tidak di atasi.
TUK 5 : Setelah di lakukan interaksi selama .x , Klien dapat memanfatkan
obat dengan baik
Kriteria Hasil: Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat dosis, efek
samping obat, dan nama warna dan dosis, Klien dapat mendemonstrasikan
penggunaan obat dengan benar, Klien dan keluarga memahami akibat berhenti
minum obat tanpa rekomendasi.
Rencana Tindakan :
1) Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat,
nama, warna, dosis, cara, efek terapi dan efek samping penggunaan obat.
2) Pantau klien saat penggunaan obat.
3) Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar.
4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter.
5) Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/ perawat jika terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan.
d) Strategi pelaksanaan
Pasien
SP I p
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi
pasien
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi
pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi
pasien
5.
Mengidentifikasi
situasi
yang
menimbulkan halusinasi
6. Mengidentifikasi respons pasien
7. Melatih pasien cara kontrol halusinasi
dengan menghardik
8. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
SP II p
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya.

Keluarga
SP I k
1.
Mendiskusikan
masalah
yang
dirasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
yang
dialami pasien beserta proses terjadinya
3. Menjelaskan cara-cara merawat pasien
halusinasi terhadap halusinasi

SP II k
1. Melatih keluarga mempraktekkan cara
merawat pasien dengan halusinasi

2. Melatih pasien cara kontrol halusinasi


dengan berbincang dengan orang lain
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
SP III p
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya.
2. Menjelaskan follow up pasien setelah
pulang

SP IV p
1. Memvalidasi masalah dan latihan
sebelumnya.
2. Menjelaskan cara kontrol halusinasi
dengan teratur minum obat (prinsip 5
benar minum obat).
3. Membimbing pasien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian termasuk
minum
obat di rumah (discharge planning)

2. Melatih keluarga melakukan cara


merawat langsung kepada pasien
halusinasi
SP III k
1. Membantu keluarga membuat jadual
aktivitas di
2. Melatih pasien cara kontrol
halusinasi dengan kegiatan
(yang biasa dilakukan pasien).
3. Membimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian.

Daftar Pustaka
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC
. (2009). Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis.
Jakarta: EGC
CMHN. (2006). Modul Pelatihan Asuhan Keperawatan Jiwa Masyarakat. Jakarta: Direktorat
Kesehatan Jiwa DepKes RI
Depkes. (2000). Standar Pedoman Perawatan Jiwa
Keliat, Budi Ana. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta: EGC
Keliat, Budi A. (2005) . Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa Edisi 2. Jakarta: EGC.
Keliat, Budi Anna et al. (2011) Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN (basic course). Jakarta:
EGC
Purba, Jenny Marlindawani., dkk (2007). Buku Panduan program profesi ners keperawatan
jiwa. Cet. 1. Medan: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU.
Purwaningsih, Wahyu. Karlina, Ina. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogjakarta: Nuha
Medika Press.
Stuart GW, Sundeen. (2005). Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5th ed.).
St.Louis Mosby Year Book
Tarwoto dan Watonoh. (2000). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: ECG
Tim Direktorat Keswa. (2000). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1. Bandung, RSJP
Bandung
Townsend, M.C. (2003). Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keoerawatan Psikiatri,
edisi 3. Jakarta: EGC
Videbeck, Sheila L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. (2007). Keperawatan Jiwa. Reflika Aditama

Anda mungkin juga menyukai